bab iii hasil penelitian dan pembahasan a. deskripsi...
TRANSCRIPT
51
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat
1. Posisi Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.
Jkt.Pusat
PT. Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas adalah perusahaan
efek yang didirikan pada tahun 1995. Awalnya PT AAA memulai
bisnisnya di bidang Konsultan Keuangan dan Efek Bersifat Utang
Penempatan Swasta. Pada tahun 1997, perusahaan ini memperluas
kegiatannya dengan mengatur beberapa efek hutang oleh penerbitan,
termasuk Medium Term Notes, Negotiable- Promissory Notes, Promes
terstruktur, dan Program Efek Piutang Beragun bagi banyak emiten
maupun perusahaan milik negara. Kemudian pada tahun 1998, PT AAA
Sekuritas mengakuisisi PT Danaduta Indonesia, yang merupakan
perusahaan keamanan dengan lisensi broken-dealer. Kemudian pada tahun
berikutnya, perusahaan ini memperoleh Penjamin Emisi Efek dan Lisensi
Manajer Investasi.
Permohonan pailit terhadap perusahaan yang beralamat di Prof.
Soepomo, Ruko Crown Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan ini
diajukan oleh Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah. Permohonan
pailit tersebut terdaftar di Pengadilan Niaga pada 29 April 2015 dengan
nomor register 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat.
52
Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah merupakan nasabah
PT. AAA Sekuritas, yang memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut
sebesar Rp. 24.000.000.000’- (dua pulu empat miliar). Tagihan itu
berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya dan AAA
Sekuritas untuk melakukan transaksi Repurchasement Agreement (Repo).
Transaksi repo merupakan transaksi jual surat berharga (efek)
dengan janji dibeli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Sedangkan transaksi reverse repo adalah kebalikan dari transaksi repo,
yaitu transaksi beli surat berharga (efek) dengan janji dijual kembali pada
waktu dan harga yang telah ditetapkan.
Repo confirmation sebagaimana tersebut di atas terdiri atas:
- Repo confirmation Ref.No.004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24
November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima
puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh
tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember
atas nama Bapak Ghozi Muhammad;
- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12
November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam
puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal
penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi
Ghozi Harharah;
53
- Repo confirmation Ref.No.003/RC/FI/Nov/14 tanggal 24
November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima
puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh
tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember
atas nama Bapak Ghozi Muhammad;
- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12
November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam
puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal
penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi
Ghozi Harharah;
- Repo confirmation Ref.No.001/RC/FI/Nov/14 tanggal 02
Desember 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.8.080.666.667,- (delapan miliar
delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus
enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 05
Januari 2015 atas nama Bapak Ghozi Muhammad;
Namun, hingga tanggal jatuh tempo pengembalian, AAA Sekuritas
belum melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan atau mengem-
balikan dana-dana para pemohon. Adapun tanggal jatuh tempo Repo
adalah pada 29 Desember 2014. Pada tanggal tersebut juga, pera pemohon
dan termohon mengadakan pertemuan yang bertempat di kantor para
54
pemohon, pertemuan tersebut menghasilkan suatu kesepakatan yang pada
intinya termohon berjanji/bersedia dan sanggup untuk menyelesaikan
dan/atau mengembalikan /membeli kembali saham-saham a quo paling
lambat 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pertemuan.
Setelah dua minggu dari pertemuan tersebut, termohon tidak
mengembalikan dana yang disepakati, yakni membeli kembalisaham-
saham tersebut dalam repo confirmation sebagaimana mestinya, baik
pokok utang maupun bunga utang.
2. Identitas Para Pihak
Adapun identitas para pihak dalam putusan Nomor Nomor:
08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat adalah:
- Termohon Pailit adalah PT. Andalan Artha Advisido (AAA)
Sekuritas, yaitu sebuah perusahaan efek yang didirikan pada
tahun 1995 yang beralamat di Prof. Soepomo, Ruko Crown
Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan.
- Pemohon pailit adalah perorangan bernama Ghozi Muhammad
dan Azmi Ghozi Harharah. Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi
Harharah merupakan nasabah PT. AAA Sekuritas, yang
memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut.
55
3. Amar Putusan
Adapun bunyi amar putusan tersebut adalah sebagai berikut:
Mengadili:
1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit Para Pemohon untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan Termohon PT Andalan Artha Advisindo Securitas (PT
AAA Sekuritas yang beralamat di Jalan Mega Kuningan Barat
Kav.F.4.3. Nomor 1, Kawasan Mega Kuningan Jakarta 12950 kini
beralamat di Jalan Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blog AA No.
15 C, Tebet, Jakarta Selatan, berada dalam keadaan pailit dengan
segala akibat hukumnya;
3. Menunjuk dan mengangkat Sdr. Syaiful Arif, S.H., M.H, Hakim Niaga
pada Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat sebagai hakim
pengawas;
4. Mengangkat Sdr. Darwin Marpaung, S.H., M.H., beralamat di MASS
Law Office, Jalan Hidup Baru Raya No.27, Gandaria Utara,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai Kurator dalam perkara
kepailitan ini.
Berdasarkan amar putusan tersebut dapat diketahui bahwa permohonan
pailit tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim, namun yang menjadi
permaslahan adalah terkait dengan kapasitas para pihak yang mengajukan
pailit.
56
4. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/
PN.Niaga.Jkt.Pst
Majelis Hakim dalam putusannya tanggal 29 Juni 2015 dengan
Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. memutuskan
menerima permohonan pernyataan pailit terhadap PT AAA Sekuritas.
Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai bahwa permohonan
pernyataan pailit yang diajukan oleh para pemohon telah memenuhi syarat
permohonan pailit seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal
8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang.
Pasal 2 Ayat (1) berbunyi bahwa “Debitor yang mempunyai dua
atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan
satu atau lebih kreditornya”. Sementara Pasal 8 Ayat (4) berbunyi
“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta
atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah
dipenuhi”.
Dari ketentuan pasal 2 Ayat (1) tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam permohonan pailit unsur-unsur yang harus dibuktikan
adalah:
a. Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih;
b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang;
57
c. Yang telah jautuh tempo atau dapat ditagih;
d. Dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa
berdasarkan pembuktian dalam persidangan, keempat unsur sebagaimana
tersebut di atas sudah terpenuhi.
Pertama, tentang Pemohon pailit, dalam hal ini adalah atas nama
Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah yang merupakan nasabah
PT. AAA Sekuritas. Pengertian Kreditor diatur dalam Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU, bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di
muka pengadilan.46 Sementara Debitor adalah orang yang mempunyai
utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat
ditagih di muka pengadilan.47 Dengan mengacu pada ketentuan tersebut
maka permohonan pailit dapat dimintakan oleh Debitor sendiri maupun
Kreditor.
Adapun hubungan hukum antara pemohon dan termohon adalah
dengan adanya transaksi repo dan apa yang menjadi kewajiban para
pemohon adalah memberi atau menyetorkan kepada termohon dana-dana
sebesar 24.000.000.000,- (dua puluh empat miliar rupiah), yang tertuang
dalam repo confirmation sebagai berikut:
46 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang
47 Pasal 1 Angka 3, Ibid
58
- Repo confirmation Ref.No.004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24
November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima
puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh
tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember
atas nama Bapak Ghozi Muhammad;
- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12
November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam
puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal
penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi
Ghozi Harharah;
- Repo confirmation Ref.No.003/RC/FI/Nov/14 tanggal 24
November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima
puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh
tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember
atas nama Bapak Ghozi Muhammad;
- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12
November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam
puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal
59
penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi
Ghozi Harharah;
- Repo confirmation Ref.No.001/RC/FI/Nov/14 tanggal 02
Desember 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok
ditambah dengan bungan Rp.8.080.666.667,- (delapan miliar
delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus
enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 05
Januari 2015 atas nama Bapak Ghozi Muhammad;
Maka dengan demikian Para Pemohon adalah sebagai pihak kreditur
dan Termohon adalah sebagai pihak Debitur sebagaimana dimaksud pada
Pasal 1 Angka 2 dan Angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dan tidak terhalang
oleh ketentuan Pasal 2 Ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, dan
permohonan pailit dalam perkara ini diajukan oleh Advokat, maka dengan
fakta tersebut di atas syarat formil dalam permohonan pernyataan pailit
dalam perkara ini tentang Kreditur dan Debitur adalah sah dan diajukan
secara benar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.
Kedua, tentang Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur. Bahwa
para Pemohon pailit, dalam hal ini adalah atas nama Ghozi Muhammad
dan Azmi Ghozi Harharah masih memiliki tagihan kepada Termohon
60
sebesar 24.000.000.000,- (dua puluh empat miliar rupiah). Berdasarkan hal
ini maka sudah dapat dibuktikan Debitur memiliki dua Kreditur.
Ketiga, tentang tidak membayar lunas sedikitnya pada satu kreditor.
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang tidak dijelaskan berapa jumlah hutang
minimal yang harus ada sehingga dapat diajukan permohonan pailit.
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang hanya dijelaskan bahwa utang adalah
kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang
baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang
timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi
oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.48
Pemohon telah melakukan transaksi repo dan apa yang menjadi
kewajiban para pemohon adalah memberi atau menyetorkan kepada
termohon dana-dana sebesar 24.000.000.000,- (dua puluh empat miliar
rupiah) untuk membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN Garuda.
Tagihan Para Pemohon tersebut secara hukum adalah utang atau
kewajiban yang harus Termohon bayar. Dan terbukti termohon tidsk
membayar sama sekali
48 Pasal 1 Angka 6, Ibid
61
Keempat, tentang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pemohon
telah menagih hutang tersebut melalui email pada tanggal 29 Desember s/d
30 Desember 2015 dan Surat No. 10/Somasi/KH-DAM/III/2015 pada
tanggal 10 Maret 2015, dan telah menagih hutang tersebut berkali-kali
secara musyawarah. Tapi hutang tersebut belum juga dibayar oleh
Termohon
Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka semua
unsur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang telah terpenuhi,
sehingga berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang Permohonan
pailit harus dikabulkan. Oleh karena itu Majelis hakim dalam amarnya
mengabulkan permohona pailit pemohon dan menyatakan Perusahaan PT
AAA Sekuritas pailit.
62
B. Pihak yang berwenang mengajukan Pailit Perusahaan Efek dalam
Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat 1. Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Kepailitan menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor
Pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator
di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana di atur dalam
Undang-Undang ini”.
Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan kembali seseorang
dinyatakan pailit apabila mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak
membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonan sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.
Pengertian pailit tersebut di atas dapat diartikan bahwa pailit
dapat terjadi apabila seorang debitur tidak mampu untuk membayar
kepada kreditur atas utang-utangnya yang telah jatuh waktu.
Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata
untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur
sendiri, maupun pihak ketiga atas suatu permohonan pernyataan pailit
ke pengadilan.
63
Terkait dengan pihak-pihak yang berwenang mengajukan pailit
diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang
kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni:
a. Debitor sendiri b. Satu atau lebih Kreditornya c. Kejaksaan untuk kepentingan umum d. Bank indonesia dalam hal Debitor adalah bank e. Badan Pengawasan Pasar Modal dalam hal Debitornya
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga kliring dan Penjaminan, Lembaga penyimpanan dan Penyelsaiaan.
f. Menteri Keuangan dalam hal Debitornya perusahan Asuransi, Reasuransi dana pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut disebutkan bahwa
permohonan pailit terhadap Debitor yang bergerak di bidang Pasar
Modal, pengajuan permohonan pernyataan pailit nya hanya dapat
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pasal ini
secara tegas menutup kemungkinan kepada pihak lain dalam
mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada debitor yang
bergerak di bidang Pasar Modal. Hal tersebut juga ditegaskan dalam
penjelasan Pasal 2 ayat (3) menyebutkan bahwa:
“Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank”.
64
Selain itu, dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal
(UUPM) menyatakan bahwa pembinaan, pegaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal yang disebut Bapepam.
Selain itu berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran Utang, berbunyi :
“Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.” “Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi- instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan BI terhadap bank.”
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kewenangan
pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang
bergerak di bidang pasar modal hanya dapat diajukan oleh Bapepam
oleh karena Bapepam merupakan lembaga yang diberi amanat undang-
undang untuk mengawasi seluruh kegiatan di bidang pasar modal dan
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang sendiri memberikan kewenangan penuh
hanya kepada Bapepam untuk mengajukan permohonan pernyataan
pailit terhadap instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya.
65
2. Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas Jasa Keuangan
Ketentuan mengenai pihak-pihak yang berwenang mengajukan
pailit kemudian berubah setelah adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Hal ini karena setelah terbentuknya OJK melalui Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal
dialihkannya dari Bapepam kepada OJK.
Pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang tersebut di atas, diatur
dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi:
1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Mentreri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.49
2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektro perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
Dengan demikian fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan perbankan beralih dari BI ke OJK termasuk juga
beralihnya wewenang pengaturan dan pengawasan pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
keuangan lainnya dari Bapepam-LK ke OJK.
49 Adanya lembaga OJK merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI), yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dan masyarakat
66
Pengalihan tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima
Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang mengubah
Susunan Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan dengan
tidak adanya lagi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan dalam Susunan Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan.
Adapun adapun fungsi OJK dalam Bidang Pengawasan Sektor
Pasar Modal menyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan
sektor pasar modal yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
sektor jasa keuangan.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, OJK mempunyai tugas
pokok:50
1) Menyusun peraturan pelaksanaan di bidang Pasar Modal;
2) Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar Modal;
3) Menetapkan ketentuan akuntasi di bidang Pasar Modal;
4) Merumuskan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di
bidang Pasar Modal;
5) Melaksanakan analisis, pengembangan dan pengawasan Pasar
Modal termasuk Pasar Modal Syariah;
6) Melaksanakan penegakan hukum di bidang Pasar Modal;
50 Otoritas Jasa Keuangan, Fungsi dan Tugas OJK, diakses dari http://www.ojk.go.id/ pada
pada 28 Mei 2017.
67
7) Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang
dikenakan sanksi oleh OJK, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
8) Merumuskan prinsip-prinsip Pengelolaan Investasi, Transaksi
dan Lembaga Efek, dan tata kelola Emiten dan Perusahaan
Publik;
9) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang
memperolah izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari OJK dan
pihak lain yang bergerak di bidang Pasar Modal;
10) Memberikan perintah tertulis, menunjuk dan/atau menetapkan
penggunaan pengelola statuter terhadap pihak/lembaga jasa
keuangan yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal
dalam rangka mencegah dan mengurangi kerugian konsumen,
masyarakat dan sektor jasa keuangan; dan
11) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan
Komisioner
Dalam melaksanakan tugasnya OJK dipimpin oleh Dewan
Komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial, khusus untuk Pasar
Modal maka berdasarkan pasal 10 ayat (4) huruf d Dewan Komisioner
dikendalikan oleh seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal
merangkap anggota yang bertugas memimpin tugas pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.
68
Terkait dengan asset dan kekayaan Bapeppam diatur dalam Pasal
65 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, bahwa asset kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki
dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar
Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK.
Pada penjelasan pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan “kekayaan” dan “kekayaan negara” dalam adalah
meliputi gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor, dan
infrastruktur lainnya yang merupakan penunjang terselenggaranya
kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang
dimaksud dengan “dokumen” adalah data dan informasi baik dalam
bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki dan/atau digunakan
dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.
Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan
OJK adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan
dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang dimaksud dengan
“digunakan” adalah dapat dimanfaatkan, dikelola, dan dipelihara oleh
OJK.
69
Sementara mengenai keputusan tentang pemberian izin usaha,
izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda
terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan
persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan sebelum
beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55, dinyatakan tetap berlaku, dan permohonan atas kegiatan
tersebut, berdasarkan Pasal 67 ayat 2, penyelesaiannya dilanjutkan oleh
OJK.
Peralihan kewenangan sebagaimana tersebut di atas berdampak
juga secara langsung terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dimana
kewenangan bagi lembaga-lembaga yang diatur dalam ketentuan Pasal
(2) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang tersebut secara
otomatis berpindah ke OJK kecuali untuk pengajuan permohonan
kepailitan atas Bank yang masih dipegang oleh BI, hal ini karena
amanat dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Pembayaran Utang itu sendiri dalam Pasal 2 ayat (3)
yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa kewenangan pengajuan
permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya menjadi
70
kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian
kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan
(macroprudential).
Sehingga pada kepailitan terhadap debitor yang bergerak di
bidang pasar modal, kewenangan pengajuan permohonan pernyataan
pailit yang awalnya hanya bisa dilakukan oleh Bapepam sebagaimana
ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yang berbunyi:
“Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga
Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelasaian,
permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan
Pengawas Pasar Modal”.51 Dengan hadirnya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka kewenangan
pengajuan pailiti tersebut beralih pada OJK, dalam hal ini OJK sebagai
otoritas yang memiliki kewenangan pembinaan, pengawasan dan
pengaturan di bidang Pasar Modal.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kewenangan mengajukan
Permohonan Pernyataan Pailit terhadap debitor Perusahaan Efek yang
telah memenuhi syarat-syarat kepailitan sebagaiman dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang sejak tanggal 31
Desember 2013 hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
51 Hal itu dikarenakan hanya Bapepam lah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi seluruh kegiatan yang bergerak dalam kegiatan pengumpulan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek.
71
C. Implikasi Hukum Putusan Pailit Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/
PN.Niaga.Jkt.Pst
1. Hasil Pembahasan/Penelitian
Sebagaimana telah Penulis uraikan di atas, bahwa terkait dengan pihak-
pihak yang berwenang mengajukan pailit diatur dalam Pasal 2 Undang-
Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang yakni:
a. Debitor sendiri b. Satu atau lebih Kreditornya c. Kejaksaan untuk kepentingan umum d. Bank indonesia dalam hal Debitor adalah bank e. Badan Pengawasan Pasar Modal dalam hal Debitornya
Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga kliring dan Penjaminan, Lembaga penyimpanan dan Penyelsaiaan.
f. Menteri Keuangan dalam hal Debitornya perusahan Asuransi, Reasuransi dana pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik.
Terhadap Putusan Pailit Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/
PN.Niaga.Jkt.Pst yang menjadi Termohon adalah perusahaan sekuritas
selaku perusahaan yang bergerak di pasar modal (efek). Sementara para
pemohon pailit adalah Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah,
keduanya merupakan warga negara perseorangan yang menjadi nasabah
PT AAA Sekuritas.
Pemohon yang mengajukan permohonan pailit adalah pribadi-pribadi
yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Pembayaran Utang. Sementara menurut Pasal 55 Undang-undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi:
72
“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Mentreri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.”
Dengan demikian Permohon Pailit adalah pihak yang tidak mempunyai
kapasitas untuk mengajukan perkara kepailitan terhadap perusahaan yang
bergerak di bidang Pasar Modal (Efek).
Sebagaimana Penulis uraikan di atas bahwa Permohonan pailit yang
diajukan oleh Para Pemohon, menurut Majelis Hakim dalam
pertimbangannya telah memenuhi syarat dan unsur kepailitan sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yaitu:
a. Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih;
b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang;
c. Yang telah jautuh tempo atau dapat ditagih;
d. Dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
kreditornya.
Berdasarkan fakta-fakta di persidangan syarat dan unsur sebagaimana
tersebut di atas memang terpenuhi. Sehingga menurut Majelis Hakim
berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) UUK-PKPU permohonan tersebut harus
dikabulkan.
Namun, yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah kapasitas
Para Pemohon. Pemohon yang mengajukan permohonan pailit merupakan
73
pribadi-pribadi yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2
ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Pembayaran Utang dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga seharusnya kedua
kreditor dari PT AAA Sekuritas tidak memiliki alas hak (legal standing)
dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT AAA
Sekuritas, hal ini karena permohonan pernyataan pailit terhadap
Perusahaan Efek hanya dapat dikabulkan jika diajukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
Meskipun hakim memiliki kemandirian dan kebebasan untuk memutus
suatu perkara. Namun, dalam memutus perkara hakim harus
memperhatikan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman
No.48 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa: “Putusan pengadilan selain
harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum
tidakk tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Jadi, seorang hakim
dalam memutuskan perkara harus tunduk dan patuh pada undang-undang
yang berlaku. Dan apabila merujuk kepada ketentuan tersebut, maka
seharusnya Putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Nomor
:08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. melanggar ketentuan Pasal 50
ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakimana No.48 Tahun 2009.
Hemat Penulis, putusan hakim tersebut telah mengesampingkan
peraturan yang berlaku. Dalam penyelesaian Perkara Kepailitan, maka
74
dasar hukum yang di jadikan para Pihak yang terlibat dalam Proses
Kepailitan, adalah Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004. Terkait kasus
pada perkara Nomor :08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. maka
berlaku ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004,
yang berbunyi: “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek,
Lembaga Kriliring dan Penjaminan, Lembanga Penyimpanan dan
Penyelesaian, maka permohonan Pernyataan Pailit hanya dapat diajukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal.”
Kemudian dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka berlakulah asas hukum ”Lex Post
Teriori Derogat Legi Priori” (ketentuan peraturan (yang baru
mengenyampingkan / menghapus berlakunya ketentuan yang lama yang
mengatur materi hukum yang sama)”. Sebagaimana ketentuan Pasal 55
Ayat (1) UU OJK bahwa terhitung tanggal 31 Desember2012, Tugas dan
Fungsi Bapepam-LK berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka dengan
adanya ketentuan tersebut, kewenangan Bapepam yang diatur di dalam
Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU
diambil alih oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Kewenangan OJK dalam bidang Pasar Modal yang sebelumnya
merupakan kewenangan Bapepam, tercantum dalam Pasal 6 huruf b
Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK , yang berbunyi “OJK
melaksanakan tugas pengaturan danpengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan di sektor Pasar Modal”.
75
Kemudian dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf Undang-undang No. 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi sebagai
berikut : “Untuk Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, OJK berhak
melakukan pembelaan hukum dengan mengajukan gugatan yang
ditujukan:
a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga
Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang
dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
b. mengajukan gugatan:
1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang
dirugikan dari Pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang
berada dibawah pengawasan pihak yang menyebabkan kerugian
dimaksud maupun dibawah dibawah penguasaan Pihak lain,
dengan itikad tidak baik; atau
2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang
menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa
Keuangan, sebagai akibat dari pelanggaran atasperaturan
perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, OJK dalam kerangka melaksankan
tugas berhak mengajukan pembelaan hukum dalam kerangka perlindungan
terhadap masyarakat yang merasa dirugikan oleh lembaga Jasa keuangan.
Sehingga seharusnya para nasabah dari PT. Andalan Artha Advisido
76
(AAA Sekuritas), tidak mengajukan gugatan langsung ke Pengadilan tetapi
melalui OJK sebagai Pihak yang berwenanng.
Namun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
memperhatikan ketentuan tersebut, dan justru mengabulkan permohonan
Pailit Para Pemohon. Pengabulan terhadap permohonan Pailit
yang diajukan oleh nasabah tersebut, merupakan bentuk penyimpangan
terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada
tentang Kepailitan.
Oleh karenanya. Penjatuhan putusan pailit oleh Majelis Hakim
terhadap PT AAA Sekuritas yang merupakan Perusahaan Efek,
memungkinkan terjadinya akibat hukum, baik akibat hukum terhadap
perusahaan itu sendiri, maupun terhadap para nasabah dari perusahaan
tersebut.
2. Akibat Hukum
a. Terhadap Perusahaan
Sebagaimana ketentan Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU, pada saat
putusan pernyataan pailit diputuskan, maka debitor pailit demi hukum
kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya yang
termasuk dalam harta pailit, termasuk haknya untuk mengurus harta
kekayaannya sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Dalam Penjelasan
Pasal 24 ayat (1) disebutkan bahwa apabila debitor adalah suatu Perseroan
Terbatas (PT), maka organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan
ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan
77
berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian
harta pailit, adalah wewenang kurator.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dengan adanya putusan
pernyataan pailit terhadap perusahaan PT AAA Sekuritas, organ
perusahaan tersebut tetap dapat berfungsi dengan ketentuan dalam
pelaksanaan fungsi tersebut tidak menyebabkan berkurangnya harta
kekayaan perusahaan yang termasuk dalam harta pailit.
Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (4) UUK dan PKPU,
apabila sebelum putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek
di buras efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Dalam penjelasan
Pasal 24 ayat (4) tersebut disebutkan bahwa, Transaksi efek di bursa efek
perlu dikecualikan, hal tersebut untuk menjamin kelancaran dan kepastian
hukum atas transaksi efek di bursa efek. Adapun penyelesaian transaksi
efek di bursa efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian
pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
Selain akibat-akibat putusan pernyataan pailit terhadap PT AAA
Sekuritas tersebut di atas, putusan pernyataan pailit juga memungkinkan
terjadinya dua akibat hukum. Akibat hukum, sebagai berikut:
Pertama adalah PT AAA Sekuritas yang dinyatakan pailit dapat
tetap beroperasi. Kelanjutan Perusahaan Efek yang dipailitkan dapat
terjadi apabila memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam
ketentuan Pasal 104 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa
78
berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat
melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap
putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan
kembali. Pasal 104 ayat (2) menentukan bahwa apabila dalam kepailitan
tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan izin Hakim Pengawas
untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut.
Diteruskannya kelanjutan usaha dari debitor (Perusahaan Efek) yang
dinyatakan pailit maka keuntungan yang akan diperoleh diantaranya
yaitu:52
a. Dapat menambah harta si pailit dengan keuntungan-
keuntungan yang mungkin diperoleh dari perusahaan itu
b. Ada kemungkinan lambat laun si pailit akan dapat membayar
utangnya secara penuh
c. Kemungkinan tercapai suatu perdamaian.
Kedua, pasca penjatuhan putusan pailit terhadap Perusahaan Efek
adalah dibubarkannya Perusahaan Efek. Pembubaran Perusahaan Efek
dapat terjadi dikarenakan dua hal yang diatur dalam UU Perseroan
Terbatas yaitu:
a. Proses pembubaran karena harta pailit Perseroan tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan53
52 Zainal Asikin, 2000, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Jakarta: Raja Grafindo Persada ,hal. 76 53 Pasal 142 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
79
Perusahaan Efek yang bubar diakibatkan harta perseroan
tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, maka Hakim
Pengadilan Niaga memutus untuk mencabut kepailitan
sekaligus menghentikan tugas kurator. Pada putusan juga
Majelis Hakim menetapkan jumlah biaya kepailitan dan
imbalan jasa kurator. Berdasarkan putusan tersebut, maka
dilakukan pembubaran Perusahaan Efek oleh Likuidator.
b. Proses pembubaran karena harta pailit dalam keadaan
Insolvensi54
Harta pailit yang diputus dalam keadaan insolvensi maka
menurut Pasal 187 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang,
Hakim Pengawas mengadakan rapat kreditor untuk membahas
pemberesan harta pailit.
Dengan demikian, apabila ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam ketentuan Pasal 187 ayat (1) tersebut
dihubungkan dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, terhitung sejak Perseroan dinyatakan dalam keadaan
insolvensi (staat van failissement, state of bankcruptcy), berarti
pula sejak saat itu terjadi pembubaran perseroan oleh Kurator
sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 142 ayat 2 huruf a
54 Pasal 142 ayat (1) huruf e, Ibid
80
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persetroan
Terbatas yang menyatakan bahwa likuidasi yang dilakukan
oleh Kurator adalah likuidasi khusus dalam hal Perseroan
bubar karena harta pailit Perseroan dalam keadaan insolvensi.
Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 187 ayat (1)
UUK dan PKPU, Setelah harta pailit berada dalam keadaan
insolvens, maka menurut Hakim Pengawas dapat mengadakan
suatu rapat kreditor pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan
untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara
pemberesan harta pailit dan jika perlu mengadakan
pencocokan piutang, yang dimasukkan setelah berakhirnya
tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat
(1), dan belum juga dicocokkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 133.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan OJK Nomor
20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang
Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan
Perantara Pedagang Efek, Apabila suatu perusahaan efek bubar
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1)
UUPT, maka izin usaha perusahaan efek tersebut dapat dicabut
oleh OJK. Pencabutan izin usaha oleh OJK tersebut telah
diatur dalam ketentuan Pasal 61 huruf d yang menentukan
bahwa izin usaha perusahaan efek yang melakukan kegiatan
81
usaha sebagai penjamin emisi efek atau perantara pedagang
efek dapat dicabut oleh OJK apabila perusahaan tersebut
bubar.
b. Terhadap Para Nasabahnya
Sebagaimana ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal, yang berbunyi: Perusahaan Efek yang
menerima Efek dari nasabahnya wajib:
b. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari
rekening Perusahaan Efek; dan
c. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap
nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas
harta nasabahnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh
Bapepam.
Jadi, ketentuan tersebut mewajibkan perusahaan efek yang
menerima efek dari nasabahnya untuk menyimpan efek tersebut dalam
rekening yang terpisah dari rekening perusahaan efek, dan
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan
menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya,
sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh OJK. Sehingga aset milik
nasabah perusahaan efek tetap menjadi hak para nasabah tersebut
meskipun perusahaan efek telah dinyatakan pailit, karena telah terjadi
pemisahan antara harta kekayaan perusahaan efek dengan harta kekayaan
para nasabahnya.
82
Kemudian, terkait ketentuan pemisahan harta kekayaan tersebut
telah diatur dalam Pasal 37, bahwa efek nasabah yang dikelola oleh
perusahaan efek merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian
kekayaan dari perusahaan efek. Oleh karena itu, efek nasabah tersebut
harus disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan
efek. Karena efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari
kekayaan perusahaan efek, dalam hal perusahaan efek yang bersangkutan
pailit atau likuidasi, efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari
harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi. Dengan demikian, semua
kreditor atau pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap perusahaan
efek tidak mempunyai hak untuk menuntut efek nasabah yang dikelola
oleh perusahaan efek.
Lebih lanjut penjelasan Pasal 37 tersebut menjelaskan bahwa di
samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari kekayaan
Perusahaan Efek, Perusahaan Efek juga wajib menyelenggarakan
pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabahnya agar tidak terjadi
pencampuran Efek di antara nasabahnya. Selain itu, Perusahaan Efek
juga menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabah
agar terhindar dari kemungkinan hilang, rusak ataupun risiko kecurian.
Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah Perusahaan
Efek dapat secara mudah mengetahui jumlah efeknya dan
menggunakannya untuk kepentingan pembuktian.
83
Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, maka pihak-pihak yang
bersengketa dengan perusahaan efek (dalam hal ini adalah para kreditor),
khususnya dalam hal perusahaan efek yang dinyatakan pailit tidak dapat
mengklaim harta kekayaan nasabah perusahaan efek sebagai bagian dari
harta perusahaan efek. Hal ini karena telah terjadi pemisahan antara harta
kekayaan perusahaan efek dengan harta kekayaan nasabah perusahaan
efek.