bab iii hasil penelitian dan pembahasan a. deskripsi...

33
51 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat 1. Posisi Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga. Jkt.Pusat PT. Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas adalah perusahaan efek yang didirikan pada tahun 1995. Awalnya PT AAA memulai bisnisnya di bidang Konsultan Keuangan dan Efek Bersifat Utang Penempatan Swasta. Pada tahun 1997, perusahaan ini memperluas kegiatannya dengan mengatur beberapa efek hutang oleh penerbitan, termasuk Medium Term Notes, Negotiable- Promissory Notes, Promes terstruktur, dan Program Efek Piutang Beragun bagi banyak emiten maupun perusahaan milik negara. Kemudian pada tahun 1998, PT AAA Sekuritas mengakuisisi PT Danaduta Indonesia, yang merupakan perusahaan keamanan dengan lisensi broken-dealer. Kemudian pada tahun berikutnya, perusahaan ini memperoleh Penjamin Emisi Efek dan Lisensi Manajer Investasi. Permohonan pailit terhadap perusahaan yang beralamat di Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan ini diajukan oleh Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah. Permohonan pailit tersebut terdaftar di Pengadilan Niaga pada 29 April 2015 dengan nomor register 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat.

Upload: dinhkhanh

Post on 22-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

51

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat

1. Posisi Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.

Jkt.Pusat

PT. Andalan Artha Advisido (AAA) Sekuritas adalah perusahaan

efek yang didirikan pada tahun 1995. Awalnya PT AAA memulai

bisnisnya di bidang Konsultan Keuangan dan Efek Bersifat Utang

Penempatan Swasta. Pada tahun 1997, perusahaan ini memperluas

kegiatannya dengan mengatur beberapa efek hutang oleh penerbitan,

termasuk Medium Term Notes, Negotiable- Promissory Notes, Promes

terstruktur, dan Program Efek Piutang Beragun bagi banyak emiten

maupun perusahaan milik negara. Kemudian pada tahun 1998, PT AAA

Sekuritas mengakuisisi PT Danaduta Indonesia, yang merupakan

perusahaan keamanan dengan lisensi broken-dealer. Kemudian pada tahun

berikutnya, perusahaan ini memperoleh Penjamin Emisi Efek dan Lisensi

Manajer Investasi.

Permohonan pailit terhadap perusahaan yang beralamat di Prof.

Soepomo, Ruko Crown Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan ini

diajukan oleh Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah. Permohonan

pailit tersebut terdaftar di Pengadilan Niaga pada 29 April 2015 dengan

nomor register 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat.

52

Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah merupakan nasabah

PT. AAA Sekuritas, yang memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut

sebesar Rp. 24.000.000.000’- (dua pulu empat miliar). Tagihan itu

berdasarkan perjanjian yang telah disepakati oleh keduanya dan AAA

Sekuritas untuk melakukan transaksi Repurchasement Agreement (Repo).

Transaksi repo merupakan transaksi jual surat berharga (efek)

dengan janji dibeli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan.

Sedangkan transaksi reverse repo adalah kebalikan dari transaksi repo,

yaitu transaksi beli surat berharga (efek) dengan janji dijual kembali pada

waktu dan harga yang telah ditetapkan.

Repo confirmation sebagaimana tersebut di atas terdiri atas:

- Repo confirmation Ref.No.004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24

November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima

puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh

tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember

atas nama Bapak Ghozi Muhammad;

- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12

November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam

puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal

penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi

Ghozi Harharah;

53

- Repo confirmation Ref.No.003/RC/FI/Nov/14 tanggal 24

November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima

puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh

tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember

atas nama Bapak Ghozi Muhammad;

- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12

November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam

puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal

penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi

Ghozi Harharah;

- Repo confirmation Ref.No.001/RC/FI/Nov/14 tanggal 02

Desember 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.8.080.666.667,- (delapan miliar

delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus

enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 05

Januari 2015 atas nama Bapak Ghozi Muhammad;

Namun, hingga tanggal jatuh tempo pengembalian, AAA Sekuritas

belum melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan atau mengem-

balikan dana-dana para pemohon. Adapun tanggal jatuh tempo Repo

adalah pada 29 Desember 2014. Pada tanggal tersebut juga, pera pemohon

dan termohon mengadakan pertemuan yang bertempat di kantor para

54

pemohon, pertemuan tersebut menghasilkan suatu kesepakatan yang pada

intinya termohon berjanji/bersedia dan sanggup untuk menyelesaikan

dan/atau mengembalikan /membeli kembali saham-saham a quo paling

lambat 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pertemuan.

Setelah dua minggu dari pertemuan tersebut, termohon tidak

mengembalikan dana yang disepakati, yakni membeli kembalisaham-

saham tersebut dalam repo confirmation sebagaimana mestinya, baik

pokok utang maupun bunga utang.

2. Identitas Para Pihak

Adapun identitas para pihak dalam putusan Nomor Nomor:

08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat adalah:

- Termohon Pailit adalah PT. Andalan Artha Advisido (AAA)

Sekuritas, yaitu sebuah perusahaan efek yang didirikan pada

tahun 1995 yang beralamat di Prof. Soepomo, Ruko Crown

Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan.

- Pemohon pailit adalah perorangan bernama Ghozi Muhammad

dan Azmi Ghozi Harharah. Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi

Harharah merupakan nasabah PT. AAA Sekuritas, yang

memiliki tagihan kepada perusahaan tersebut.

55

3. Amar Putusan

Adapun bunyi amar putusan tersebut adalah sebagai berikut:

Mengadili:

1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit Para Pemohon untuk

seluruhnya;

2. Menyatakan Termohon PT Andalan Artha Advisindo Securitas (PT

AAA Sekuritas yang beralamat di Jalan Mega Kuningan Barat

Kav.F.4.3. Nomor 1, Kawasan Mega Kuningan Jakarta 12950 kini

beralamat di Jalan Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blog AA No.

15 C, Tebet, Jakarta Selatan, berada dalam keadaan pailit dengan

segala akibat hukumnya;

3. Menunjuk dan mengangkat Sdr. Syaiful Arif, S.H., M.H, Hakim Niaga

pada Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat sebagai hakim

pengawas;

4. Mengangkat Sdr. Darwin Marpaung, S.H., M.H., beralamat di MASS

Law Office, Jalan Hidup Baru Raya No.27, Gandaria Utara,

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai Kurator dalam perkara

kepailitan ini.

Berdasarkan amar putusan tersebut dapat diketahui bahwa permohonan

pailit tersebut dikabulkan oleh Majelis Hakim, namun yang menjadi

permaslahan adalah terkait dengan kapasitas para pihak yang mengajukan

pailit.

56

4. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/

PN.Niaga.Jkt.Pst

Majelis Hakim dalam putusannya tanggal 29 Juni 2015 dengan

Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. memutuskan

menerima permohonan pernyataan pailit terhadap PT AAA Sekuritas.

Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menilai bahwa permohonan

pernyataan pailit yang diajukan oleh para pemohon telah memenuhi syarat

permohonan pailit seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal

8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang.

Pasal 2 Ayat (1) berbunyi bahwa “Debitor yang mempunyai dua

atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang

telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan

Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan

satu atau lebih kreditornya”. Sementara Pasal 8 Ayat (4) berbunyi

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta

atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk

dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah

dipenuhi”.

Dari ketentuan pasal 2 Ayat (1) tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa dalam permohonan pailit unsur-unsur yang harus dibuktikan

adalah:

a. Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih;

b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang;

57

c. Yang telah jautuh tempo atau dapat ditagih;

d. Dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

kreditornya.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa

berdasarkan pembuktian dalam persidangan, keempat unsur sebagaimana

tersebut di atas sudah terpenuhi.

Pertama, tentang Pemohon pailit, dalam hal ini adalah atas nama

Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah yang merupakan nasabah

PT. AAA Sekuritas. Pengertian Kreditor diatur dalam Undang-Undang

Kepailitan dan PKPU, bahwa Kreditor adalah orang yang mempunyai

piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di

muka pengadilan.46 Sementara Debitor adalah orang yang mempunyai

utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat

ditagih di muka pengadilan.47 Dengan mengacu pada ketentuan tersebut

maka permohonan pailit dapat dimintakan oleh Debitor sendiri maupun

Kreditor.

Adapun hubungan hukum antara pemohon dan termohon adalah

dengan adanya transaksi repo dan apa yang menjadi kewajiban para

pemohon adalah memberi atau menyetorkan kepada termohon dana-dana

sebesar 24.000.000.000,- (dua puluh empat miliar rupiah), yang tertuang

dalam repo confirmation sebagai berikut:

46 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang

47 Pasal 1 Angka 3, Ibid

58

- Repo confirmation Ref.No.004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24

November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima

puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh

tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember

atas nama Bapak Ghozi Muhammad;

- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12

November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam

puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal

penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi

Ghozi Harharah;

- Repo confirmation Ref.No.003/RC/FI/Nov/14 tanggal 24

November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.050.416.667,- (lima miliar lima

puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh

tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 29 Desember

atas nama Bapak Ghozi Muhammad;

- Repo confirmation Ref.No.002/RC/FI/Nov/14 tanggal 12

November 2014 untuk saham FRN Garuda dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.5.060.500.000,- (enam miliar enam

puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal

59

penyelesaian/pengambilan 15 Desember atas nama Bapak Azmi

Ghozi Harharah;

- Repo confirmation Ref.No.001/RC/FI/Nov/14 tanggal 02

Desember 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok

ditambah dengan bungan Rp.8.080.666.667,- (delapan miliar

delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus

enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan 05

Januari 2015 atas nama Bapak Ghozi Muhammad;

Maka dengan demikian Para Pemohon adalah sebagai pihak kreditur

dan Termohon adalah sebagai pihak Debitur sebagaimana dimaksud pada

Pasal 1 Angka 2 dan Angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dan tidak terhalang

oleh ketentuan Pasal 2 Ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, dan

permohonan pailit dalam perkara ini diajukan oleh Advokat, maka dengan

fakta tersebut di atas syarat formil dalam permohonan pernyataan pailit

dalam perkara ini tentang Kreditur dan Debitur adalah sah dan diajukan

secara benar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.

Kedua, tentang Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur. Bahwa

para Pemohon pailit, dalam hal ini adalah atas nama Ghozi Muhammad

dan Azmi Ghozi Harharah masih memiliki tagihan kepada Termohon

60

sebesar 24.000.000.000,- (dua puluh empat miliar rupiah). Berdasarkan hal

ini maka sudah dapat dibuktikan Debitur memiliki dua Kreditur.

Ketiga, tentang tidak membayar lunas sedikitnya pada satu kreditor.

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang tidak dijelaskan berapa jumlah hutang

minimal yang harus ada sehingga dapat diajukan permohonan pailit.

Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang hanya dijelaskan bahwa utang adalah

kewajiban yang dinyatakan) atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang

baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara

langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang

timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi

oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk

mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor.48

Pemohon telah melakukan transaksi repo dan apa yang menjadi

kewajiban para pemohon adalah memberi atau menyetorkan kepada

termohon dana-dana sebesar 24.000.000.000,- (dua puluh empat miliar

rupiah) untuk membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN Garuda.

Tagihan Para Pemohon tersebut secara hukum adalah utang atau

kewajiban yang harus Termohon bayar. Dan terbukti termohon tidsk

membayar sama sekali

48 Pasal 1 Angka 6, Ibid

61

Keempat, tentang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Pemohon

telah menagih hutang tersebut melalui email pada tanggal 29 Desember s/d

30 Desember 2015 dan Surat No. 10/Somasi/KH-DAM/III/2015 pada

tanggal 10 Maret 2015, dan telah menagih hutang tersebut berkali-kali

secara musyawarah. Tapi hutang tersebut belum juga dibayar oleh

Termohon

Sehingga berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka semua

unsur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang telah terpenuhi,

sehingga berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang Permohonan

pailit harus dikabulkan. Oleh karena itu Majelis hakim dalam amarnya

mengabulkan permohona pailit pemohon dan menyatakan Perusahaan PT

AAA Sekuritas pailit.

62

B. Pihak yang berwenang mengajukan Pailit Perusahaan Efek dalam

Kasus Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pusat 1. Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Kepailitan menurut ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor

Pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator

di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana di atur dalam

Undang-Undang ini”.

Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan kembali seseorang

dinyatakan pailit apabila mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak

membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas

permohonan sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

kreditornya.

Pengertian pailit tersebut di atas dapat diartikan bahwa pailit

dapat terjadi apabila seorang debitur tidak mampu untuk membayar

kepada kreditur atas utang-utangnya yang telah jatuh waktu.

Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata

untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur

sendiri, maupun pihak ketiga atas suatu permohonan pernyataan pailit

ke pengadilan.

63

Terkait dengan pihak-pihak yang berwenang mengajukan pailit

diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang

kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni:

a. Debitor sendiri b. Satu atau lebih Kreditornya c. Kejaksaan untuk kepentingan umum d. Bank indonesia dalam hal Debitor adalah bank e. Badan Pengawasan Pasar Modal dalam hal Debitornya

Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga kliring dan Penjaminan, Lembaga penyimpanan dan Penyelsaiaan.

f. Menteri Keuangan dalam hal Debitornya perusahan Asuransi, Reasuransi dana pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut disebutkan bahwa

permohonan pailit terhadap Debitor yang bergerak di bidang Pasar

Modal, pengajuan permohonan pernyataan pailit nya hanya dapat

diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pasal ini

secara tegas menutup kemungkinan kepada pihak lain dalam

mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada debitor yang

bergerak di bidang Pasar Modal. Hal tersebut juga ditegaskan dalam

penjelasan Pasal 2 ayat (3) menyebutkan bahwa:

“Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank”.

64

Selain itu, dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal

(UUPM) menyatakan bahwa pembinaan, pegaturan, dan pengawasan

sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar

Modal yang disebut Bapepam.

Selain itu berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Pembayaran Utang, berbunyi :

“Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.” “Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi- instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan BI terhadap bank.”

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kewenangan

pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang

bergerak di bidang pasar modal hanya dapat diajukan oleh Bapepam

oleh karena Bapepam merupakan lembaga yang diberi amanat undang-

undang untuk mengawasi seluruh kegiatan di bidang pasar modal dan

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang sendiri memberikan kewenangan penuh

hanya kepada Bapepam untuk mengajukan permohonan pernyataan

pailit terhadap instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya.

65

2. Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Ketentuan mengenai pihak-pihak yang berwenang mengajukan

pailit kemudian berubah setelah adanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hal ini karena setelah terbentuknya OJK melalui Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, fungsi, tugas,

dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal

dialihkannya dari Bapepam kepada OJK.

Pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang tersebut di atas, diatur

dalam Pasal 55 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi:

1) Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Mentreri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.49

2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektro perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.

Dengan demikian fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan

pengawasan perbankan beralih dari BI ke OJK termasuk juga

beralihnya wewenang pengaturan dan pengawasan pasar modal,

perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa

keuangan lainnya dari Bapepam-LK ke OJK.

49 Adanya lembaga OJK merupakan amanat dari Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI), yang mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dan masyarakat

66

Pengalihan tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya

Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima

Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan,

Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi,

Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang mengubah

Susunan Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan dengan

tidak adanya lagi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan dalam Susunan Organisasi Eselon I Kementerian Keuangan.

Adapun adapun fungsi OJK dalam Bidang Pengawasan Sektor

Pasar Modal menyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan

sektor pasar modal yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di

sektor jasa keuangan.

Dalam melaksanakan fungsi tersebut, OJK mempunyai tugas

pokok:50

1) Menyusun peraturan pelaksanaan di bidang Pasar Modal;

2) Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar Modal;

3) Menetapkan ketentuan akuntasi di bidang Pasar Modal;

4) Merumuskan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di

bidang Pasar Modal;

5) Melaksanakan analisis, pengembangan dan pengawasan Pasar

Modal termasuk Pasar Modal Syariah;

6) Melaksanakan penegakan hukum di bidang Pasar Modal;

50 Otoritas Jasa Keuangan, Fungsi dan Tugas OJK, diakses dari http://www.ojk.go.id/ pada

pada 28 Mei 2017.

67

7) Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang

dikenakan sanksi oleh OJK, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan

Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;

8) Merumuskan prinsip-prinsip Pengelolaan Investasi, Transaksi

dan Lembaga Efek, dan tata kelola Emiten dan Perusahaan

Publik;

9) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang

memperolah izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari OJK dan

pihak lain yang bergerak di bidang Pasar Modal;

10) Memberikan perintah tertulis, menunjuk dan/atau menetapkan

penggunaan pengelola statuter terhadap pihak/lembaga jasa

keuangan yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal

dalam rangka mencegah dan mengurangi kerugian konsumen,

masyarakat dan sektor jasa keuangan; dan

11) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan

Komisioner

Dalam melaksanakan tugasnya OJK dipimpin oleh Dewan

Komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial, khusus untuk Pasar

Modal maka berdasarkan pasal 10 ayat (4) huruf d Dewan Komisioner

dikendalikan oleh seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal

merangkap anggota yang bertugas memimpin tugas pengawasan

terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal.

68

Terkait dengan asset dan kekayaan Bapeppam diatur dalam Pasal

65 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan, bahwa asset kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki

dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi,

tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar

Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan

Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK.

Pada penjelasan pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa yang

dimaksud dengan “kekayaan” dan “kekayaan negara” dalam adalah

meliputi gedung, kendaraan, peralatan dan perlengkapan kantor, dan

infrastruktur lainnya yang merupakan penunjang terselenggaranya

kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang

dimaksud dengan “dokumen” adalah data dan informasi baik dalam

bentuk tertulis maupun elektronik yang dimiliki dan/atau digunakan

dalam kegiatan pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan.

Kekayaan dan dokumen Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan yang digunakan

OJK adalah kekayaan dan dokumen yang digunakan untuk pengaturan

dan pengawasan sektor jasa keuangan. Yang dimaksud dengan

“digunakan” adalah dapat dimanfaatkan, dikelola, dan dipelihara oleh

OJK.

69

Sementara mengenai keputusan tentang pemberian izin usaha,

izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda

terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan

persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang

telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan

peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan sebelum

beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 55, dinyatakan tetap berlaku, dan permohonan atas kegiatan

tersebut, berdasarkan Pasal 67 ayat 2, penyelesaiannya dilanjutkan oleh

OJK.

Peralihan kewenangan sebagaimana tersebut di atas berdampak

juga secara langsung terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang dimana

kewenangan bagi lembaga-lembaga yang diatur dalam ketentuan Pasal

(2) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang tersebut secara

otomatis berpindah ke OJK kecuali untuk pengajuan permohonan

kepailitan atas Bank yang masih dipegang oleh BI, hal ini karena

amanat dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan

dan Penundaan Pembayaran Utang itu sendiri dalam Pasal 2 ayat (3)

yang dalam penjelasannya menyatakan bahwa kewenangan pengajuan

permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya menjadi

70

kewenangan Bank Indonesia dan semata-mata didasarkan atas penilaian

kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan

(macroprudential).

Sehingga pada kepailitan terhadap debitor yang bergerak di

bidang pasar modal, kewenangan pengajuan permohonan pernyataan

pailit yang awalnya hanya bisa dilakukan oleh Bapepam sebagaimana

ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yang berbunyi:

“Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga

Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelasaian,

permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan

Pengawas Pasar Modal”.51 Dengan hadirnya Undang-Undang Nomor

21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka kewenangan

pengajuan pailiti tersebut beralih pada OJK, dalam hal ini OJK sebagai

otoritas yang memiliki kewenangan pembinaan, pengawasan dan

pengaturan di bidang Pasar Modal.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kewenangan mengajukan

Permohonan Pernyataan Pailit terhadap debitor Perusahaan Efek yang

telah memenuhi syarat-syarat kepailitan sebagaiman dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang sejak tanggal 31

Desember 2013 hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

51 Hal itu dikarenakan hanya Bapepam lah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengawasi seluruh kegiatan yang bergerak dalam kegiatan pengumpulan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek.

71

C. Implikasi Hukum Putusan Pailit Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/

PN.Niaga.Jkt.Pst

1. Hasil Pembahasan/Penelitian

Sebagaimana telah Penulis uraikan di atas, bahwa terkait dengan pihak-

pihak yang berwenang mengajukan pailit diatur dalam Pasal 2 Undang-

Undang No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang yakni:

a. Debitor sendiri b. Satu atau lebih Kreditornya c. Kejaksaan untuk kepentingan umum d. Bank indonesia dalam hal Debitor adalah bank e. Badan Pengawasan Pasar Modal dalam hal Debitornya

Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga kliring dan Penjaminan, Lembaga penyimpanan dan Penyelsaiaan.

f. Menteri Keuangan dalam hal Debitornya perusahan Asuransi, Reasuransi dana pensiun atau BUMN yang bergerak dalam bidang publik.

Terhadap Putusan Pailit Nomor: 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/

PN.Niaga.Jkt.Pst yang menjadi Termohon adalah perusahaan sekuritas

selaku perusahaan yang bergerak di pasar modal (efek). Sementara para

pemohon pailit adalah Ghozi Muhammad dan Azmi Ghozi Harharah,

keduanya merupakan warga negara perseorangan yang menjadi nasabah

PT AAA Sekuritas.

Pemohon yang mengajukan permohonan pailit adalah pribadi-pribadi

yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Pembayaran Utang. Sementara menurut Pasal 55 Undang-undang Nomor

21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi:

72

“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Mentreri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.”

Dengan demikian Permohon Pailit adalah pihak yang tidak mempunyai

kapasitas untuk mengajukan perkara kepailitan terhadap perusahaan yang

bergerak di bidang Pasar Modal (Efek).

Sebagaimana Penulis uraikan di atas bahwa Permohonan pailit yang

diajukan oleh Para Pemohon, menurut Majelis Hakim dalam

pertimbangannya telah memenuhi syarat dan unsur kepailitan sebagaimana

diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, yaitu:

a. Debitor yang memiliki dua kreditor atau lebih;

b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang;

c. Yang telah jautuh tempo atau dapat ditagih;

d. Dinyatakan pailit dengan Putusan Pengadilan, baik atas

permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

kreditornya.

Berdasarkan fakta-fakta di persidangan syarat dan unsur sebagaimana

tersebut di atas memang terpenuhi. Sehingga menurut Majelis Hakim

berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) UUK-PKPU permohonan tersebut harus

dikabulkan.

Namun, yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah kapasitas

Para Pemohon. Pemohon yang mengajukan permohonan pailit merupakan

73

pribadi-pribadi yang tidak punya kapasitas sebagaimana ketentuan Pasal 2

ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

Penundaan Pembayaran Utang dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga seharusnya kedua

kreditor dari PT AAA Sekuritas tidak memiliki alas hak (legal standing)

dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT AAA

Sekuritas, hal ini karena permohonan pernyataan pailit terhadap

Perusahaan Efek hanya dapat dikabulkan jika diajukan oleh Otoritas Jasa

Keuangan.

Meskipun hakim memiliki kemandirian dan kebebasan untuk memutus

suatu perkara. Namun, dalam memutus perkara hakim harus

memperhatikan Pasal 50 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman

No.48 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa: “Putusan pengadilan selain

harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum

tidakk tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Jadi, seorang hakim

dalam memutuskan perkara harus tunduk dan patuh pada undang-undang

yang berlaku. Dan apabila merujuk kepada ketentuan tersebut, maka

seharusnya Putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Nomor

:08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. melanggar ketentuan Pasal 50

ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakimana No.48 Tahun 2009.

Hemat Penulis, putusan hakim tersebut telah mengesampingkan

peraturan yang berlaku. Dalam penyelesaian Perkara Kepailitan, maka

74

dasar hukum yang di jadikan para Pihak yang terlibat dalam Proses

Kepailitan, adalah Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004. Terkait kasus

pada perkara Nomor :08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. maka

berlaku ketentuan Pasal 2 ayat (4) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004,

yang berbunyi: “Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek,

Lembaga Kriliring dan Penjaminan, Lembanga Penyimpanan dan

Penyelesaian, maka permohonan Pernyataan Pailit hanya dapat diajukan

oleh Badan Pengawas Pasar Modal.”

Kemudian dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan, maka berlakulah asas hukum ”Lex Post

Teriori Derogat Legi Priori” (ketentuan peraturan (yang baru

mengenyampingkan / menghapus berlakunya ketentuan yang lama yang

mengatur materi hukum yang sama)”. Sebagaimana ketentuan Pasal 55

Ayat (1) UU OJK bahwa terhitung tanggal 31 Desember2012, Tugas dan

Fungsi Bapepam-LK berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan. Maka dengan

adanya ketentuan tersebut, kewenangan Bapepam yang diatur di dalam

Pasal 2 ayat (4) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU

diambil alih oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Kewenangan OJK dalam bidang Pasar Modal yang sebelumnya

merupakan kewenangan Bapepam, tercantum dalam Pasal 6 huruf b

Undang-undang No.21 Tahun 2011 tentang OJK , yang berbunyi “OJK

melaksanakan tugas pengaturan danpengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan di sektor Pasar Modal”.

75

Kemudian dalam Pasal 30 Ayat (1) huruf Undang-undang No. 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, yang berbunyi sebagai

berikut : “Untuk Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, OJK berhak

melakukan pembelaan hukum dengan mengajukan gugatan yang

ditujukan:

a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga

Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang

dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;

b. mengajukan gugatan:

1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang

dirugikan dari Pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang

berada dibawah pengawasan pihak yang menyebabkan kerugian

dimaksud maupun dibawah dibawah penguasaan Pihak lain,

dengan itikad tidak baik; atau

2. Untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang

menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa

Keuangan, sebagai akibat dari pelanggaran atasperaturan

perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, OJK dalam kerangka melaksankan

tugas berhak mengajukan pembelaan hukum dalam kerangka perlindungan

terhadap masyarakat yang merasa dirugikan oleh lembaga Jasa keuangan.

Sehingga seharusnya para nasabah dari PT. Andalan Artha Advisido

76

(AAA Sekuritas), tidak mengajukan gugatan langsung ke Pengadilan tetapi

melalui OJK sebagai Pihak yang berwenanng.

Namun Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak

memperhatikan ketentuan tersebut, dan justru mengabulkan permohonan

Pailit Para Pemohon. Pengabulan terhadap permohonan Pailit

yang diajukan oleh nasabah tersebut, merupakan bentuk penyimpangan

terhadap ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada

tentang Kepailitan.

Oleh karenanya. Penjatuhan putusan pailit oleh Majelis Hakim

terhadap PT AAA Sekuritas yang merupakan Perusahaan Efek,

memungkinkan terjadinya akibat hukum, baik akibat hukum terhadap

perusahaan itu sendiri, maupun terhadap para nasabah dari perusahaan

tersebut.

2. Akibat Hukum

a. Terhadap Perusahaan

Sebagaimana ketentan Pasal 24 ayat (1) UUK-PKPU, pada saat

putusan pernyataan pailit diputuskan, maka debitor pailit demi hukum

kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya yang

termasuk dalam harta pailit, termasuk haknya untuk mengurus harta

kekayaannya sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Dalam Penjelasan

Pasal 24 ayat (1) disebutkan bahwa apabila debitor adalah suatu Perseroan

Terbatas (PT), maka organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan

ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan

77

berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian

harta pailit, adalah wewenang kurator.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dengan adanya putusan

pernyataan pailit terhadap perusahaan PT AAA Sekuritas, organ

perusahaan tersebut tetap dapat berfungsi dengan ketentuan dalam

pelaksanaan fungsi tersebut tidak menyebabkan berkurangnya harta

kekayaan perusahaan yang termasuk dalam harta pailit.

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (4) UUK dan PKPU,

apabila sebelum putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek

di buras efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Dalam penjelasan

Pasal 24 ayat (4) tersebut disebutkan bahwa, Transaksi efek di bursa efek

perlu dikecualikan, hal tersebut untuk menjamin kelancaran dan kepastian

hukum atas transaksi efek di bursa efek. Adapun penyelesaian transaksi

efek di bursa efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian

pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal.

Selain akibat-akibat putusan pernyataan pailit terhadap PT AAA

Sekuritas tersebut di atas, putusan pernyataan pailit juga memungkinkan

terjadinya dua akibat hukum. Akibat hukum, sebagai berikut:

Pertama adalah PT AAA Sekuritas yang dinyatakan pailit dapat

tetap beroperasi. Kelanjutan Perusahaan Efek yang dipailitkan dapat

terjadi apabila memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam

ketentuan Pasal 104 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa

78

berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat

melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap

putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan

kembali. Pasal 104 ayat (2) menentukan bahwa apabila dalam kepailitan

tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan izin Hakim Pengawas

untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut.

Diteruskannya kelanjutan usaha dari debitor (Perusahaan Efek) yang

dinyatakan pailit maka keuntungan yang akan diperoleh diantaranya

yaitu:52

a. Dapat menambah harta si pailit dengan keuntungan-

keuntungan yang mungkin diperoleh dari perusahaan itu

b. Ada kemungkinan lambat laun si pailit akan dapat membayar

utangnya secara penuh

c. Kemungkinan tercapai suatu perdamaian.

Kedua, pasca penjatuhan putusan pailit terhadap Perusahaan Efek

adalah dibubarkannya Perusahaan Efek. Pembubaran Perusahaan Efek

dapat terjadi dikarenakan dua hal yang diatur dalam UU Perseroan

Terbatas yaitu:

a. Proses pembubaran karena harta pailit Perseroan tidak cukup

untuk membayar biaya kepailitan53

52 Zainal Asikin, 2000, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

Jakarta: Raja Grafindo Persada ,hal. 76 53 Pasal 142 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas

79

Perusahaan Efek yang bubar diakibatkan harta perseroan

tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, maka Hakim

Pengadilan Niaga memutus untuk mencabut kepailitan

sekaligus menghentikan tugas kurator. Pada putusan juga

Majelis Hakim menetapkan jumlah biaya kepailitan dan

imbalan jasa kurator. Berdasarkan putusan tersebut, maka

dilakukan pembubaran Perusahaan Efek oleh Likuidator.

b. Proses pembubaran karena harta pailit dalam keadaan

Insolvensi54

Harta pailit yang diputus dalam keadaan insolvensi maka

menurut Pasal 187 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang,

Hakim Pengawas mengadakan rapat kreditor untuk membahas

pemberesan harta pailit.

Dengan demikian, apabila ketentuan sebagaimana yang

dimaksud dalam ketentuan Pasal 187 ayat (1) tersebut

dihubungkan dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, terhitung sejak Perseroan dinyatakan dalam keadaan

insolvensi (staat van failissement, state of bankcruptcy), berarti

pula sejak saat itu terjadi pembubaran perseroan oleh Kurator

sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 142 ayat 2 huruf a

54 Pasal 142 ayat (1) huruf e, Ibid

80

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Persetroan

Terbatas yang menyatakan bahwa likuidasi yang dilakukan

oleh Kurator adalah likuidasi khusus dalam hal Perseroan

bubar karena harta pailit Perseroan dalam keadaan insolvensi.

Kemudian berdasarkan ketentuan Pasal 187 ayat (1)

UUK dan PKPU, Setelah harta pailit berada dalam keadaan

insolvens, maka menurut Hakim Pengawas dapat mengadakan

suatu rapat kreditor pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan

untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara

pemberesan harta pailit dan jika perlu mengadakan

pencocokan piutang, yang dimasukkan setelah berakhirnya

tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat

(1), dan belum juga dicocokkan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 133.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan OJK Nomor

20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang

Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan

Perantara Pedagang Efek, Apabila suatu perusahaan efek bubar

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1)

UUPT, maka izin usaha perusahaan efek tersebut dapat dicabut

oleh OJK. Pencabutan izin usaha oleh OJK tersebut telah

diatur dalam ketentuan Pasal 61 huruf d yang menentukan

bahwa izin usaha perusahaan efek yang melakukan kegiatan

81

usaha sebagai penjamin emisi efek atau perantara pedagang

efek dapat dicabut oleh OJK apabila perusahaan tersebut

bubar.

b. Terhadap Para Nasabahnya

Sebagaimana ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal, yang berbunyi: Perusahaan Efek yang

menerima Efek dari nasabahnya wajib:

b. menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari

rekening Perusahaan Efek; dan

c. menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap

nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas

harta nasabahnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh

Bapepam.

Jadi, ketentuan tersebut mewajibkan perusahaan efek yang

menerima efek dari nasabahnya untuk menyimpan efek tersebut dalam

rekening yang terpisah dari rekening perusahaan efek, dan

menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan

menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya,

sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh OJK. Sehingga aset milik

nasabah perusahaan efek tetap menjadi hak para nasabah tersebut

meskipun perusahaan efek telah dinyatakan pailit, karena telah terjadi

pemisahan antara harta kekayaan perusahaan efek dengan harta kekayaan

para nasabahnya.

82

Kemudian, terkait ketentuan pemisahan harta kekayaan tersebut

telah diatur dalam Pasal 37, bahwa efek nasabah yang dikelola oleh

perusahaan efek merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian

kekayaan dari perusahaan efek. Oleh karena itu, efek nasabah tersebut

harus disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan

efek. Karena efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari

kekayaan perusahaan efek, dalam hal perusahaan efek yang bersangkutan

pailit atau likuidasi, efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari

harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi. Dengan demikian, semua

kreditor atau pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap perusahaan

efek tidak mempunyai hak untuk menuntut efek nasabah yang dikelola

oleh perusahaan efek.

Lebih lanjut penjelasan Pasal 37 tersebut menjelaskan bahwa di

samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari kekayaan

Perusahaan Efek, Perusahaan Efek juga wajib menyelenggarakan

pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabahnya agar tidak terjadi

pencampuran Efek di antara nasabahnya. Selain itu, Perusahaan Efek

juga menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabah

agar terhindar dari kemungkinan hilang, rusak ataupun risiko kecurian.

Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah Perusahaan

Efek dapat secara mudah mengetahui jumlah efeknya dan

menggunakannya untuk kepentingan pembuktian.

83

Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, maka pihak-pihak yang

bersengketa dengan perusahaan efek (dalam hal ini adalah para kreditor),

khususnya dalam hal perusahaan efek yang dinyatakan pailit tidak dapat

mengklaim harta kekayaan nasabah perusahaan efek sebagai bagian dari

harta perusahaan efek. Hal ini karena telah terjadi pemisahan antara harta

kekayaan perusahaan efek dengan harta kekayaan nasabah perusahaan

efek.