urgensi pernyataan lalai (somasi) terhadap gugatan

20
1 Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan Wanprestasi: Studi Putusan-Putusan Btari Divergensi Maharani, Akhmad Budi Cahyono Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia [email protected] Abstrak Lalainya debitur mempunyai akibat-akibat penting seperti ganti rugi dan pembatalan perjanjian, sehingga harus ditetapkan lebih dahulu apakah si debitur benar telah lalai, dan apabila hal tersebut disangkal olehnya maka harus dibuktikan di muka Hakim. Pernyataan lalai (somasi) merupakan upaya hukum dengan mana kreditur memperingatkan debitur saat selambat-lambatnya ia wajib memenuhi prestasi, yang apabila dilampaui maka debitur benar telah lalai. Pada umumnya apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau undang-undang, wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur, sebagaimana dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Adapun Pasal 1238 KUHPerdata juga mengatur mengenai pernyataan lalai ini, namun lebih kepada bentuk pengajuannya. Dalam praktik, ternyata tidak semua wanprestasi memerlukan pernyataan lalai. Ada beberapa keadaan tertentu yang membuat pernyataan lalai tidak perlu diajukan kreditur, namun tetap menjadikan si debitur lalai dan kepadanya dapat diajukan tuntutan. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normative dengan cara meneliti bahan pustaka yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) serta berbagai putusan-putusan Hakim. The Urgency of Legal Notice Towards Breach of Contract Lawsuits: Court Decisions Studies Abstract Debtor’s negligence has many important consequences such us indemnity and nullification, so it must be determined if the debtor actually been negligent, and if it’s denied, then it must be proven. Legal notice as the legal effort which the creditor warn debtor to performs in a certain term and if the debtor failed to fulfill, we can conclude that the debtor is negligent. In general, if the contract or other regulations not determined otherwise, the debtor’s negligence officially set after the creditor gave the debtor such legal notice as set on clause 1243 Burgerlijk Wetboek. Clause 1238 Burgerlijk Wetboek also defines about this legal notice but only its formal form. In practice, it turns out that not all of a breach of contract needs legal notice. There’re some specific circumstances where it doesn’t need a legal notice to initiate the debtor’s negligence and the debtor has to complies indemnity he be demanded for. The research method used is juridical normative research which into studies such materials like Burgerlijk Wetboek and various court decisions. Keywords: Legal Notice; Breach of Contract Pendahuluan Dalam hidup bermasyarakat manusia saling menjalin hubungan untuk mengakomodir beragam kepentingan guna memenuhi kebutuhan. Mengingat kepentingan antar manusia berbeda satu sama lain, mereka kemudian mengadakan perjanjian. Perjanjian adalah suatu Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

1    

Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan Wanprestasi: Studi Putusan-Putusan

Btari Divergensi Maharani, Akhmad Budi Cahyono

Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

[email protected]

Abstrak

Lalainya debitur mempunyai akibat-akibat penting seperti ganti rugi dan pembatalan perjanjian, sehingga harus ditetapkan lebih dahulu apakah si debitur benar telah lalai, dan apabila hal tersebut disangkal olehnya maka harus dibuktikan di muka Hakim. Pernyataan lalai (somasi) merupakan upaya hukum dengan mana kreditur memperingatkan debitur saat selambat-lambatnya ia wajib memenuhi prestasi, yang apabila dilampaui maka debitur benar telah lalai. Pada umumnya apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau undang-undang, wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur, sebagaimana dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Adapun Pasal 1238 KUHPerdata juga mengatur mengenai pernyataan lalai ini, namun lebih kepada bentuk pengajuannya. Dalam praktik, ternyata tidak semua wanprestasi memerlukan pernyataan lalai. Ada beberapa keadaan tertentu yang membuat pernyataan lalai tidak perlu diajukan kreditur, namun tetap menjadikan si debitur lalai dan kepadanya dapat diajukan tuntutan. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normative dengan cara meneliti bahan pustaka yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) serta berbagai putusan-putusan Hakim.

The Urgency of Legal Notice Towards Breach of Contract Lawsuits: Court Decisions Studies

Abstract

Debtor’s negligence has many important consequences such us indemnity and nullification, so it must be determined if the debtor actually been negligent, and if it’s denied, then it must be proven. Legal notice as the legal effort which the creditor warn debtor to performs in a certain term and if the debtor failed to fulfill, we can conclude that the debtor is negligent. In general, if the contract or other regulations not determined otherwise, the debtor’s negligence officially set after the creditor gave the debtor such legal notice as set on clause 1243 Burgerlijk Wetboek. Clause 1238 Burgerlijk Wetboek also defines about this legal notice but only its formal form. In practice, it turns out that not all of a breach of contract needs legal notice. There’re some specific circumstances where it doesn’t need a legal notice to initiate the debtor’s negligence and the debtor has to complies indemnity he be demanded for. The research method used is juridical normative research which into studies such materials like Burgerlijk Wetboek and various court decisions.

Keywords: Legal Notice; Breach of Contract

Pendahuluan

Dalam hidup bermasyarakat manusia saling menjalin hubungan untuk mengakomodir

beragam kepentingan guna memenuhi kebutuhan. Mengingat kepentingan antar manusia

berbeda satu sama lain, mereka kemudian mengadakan perjanjian. Perjanjian adalah suatu

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 2: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

2    

peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang itu saling

berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1 Perjanjian ini melahirkan perikatan; yakni suatu

perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan itu.2

Dalam pelaksanaan suatu perjanjian, apabila si berutang atau debitur tidak melakukan

apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi (lalai).3 Terhadap kelalaian

si berutang, diancamkan beberapa sanksi yang salah satunya adalah membayar kerugian yang

diderita oleh kreditur meliputi biaya, rugi, dan bunga. Dengan demikian bilamana debitur

wanprestasi, maka kreditur dapat memilih tuntutan-tuntutan misalnya pemenuhan perjanjian

disertai ganti rugi, ganti rugi saja, pembatalan disertai ganti rugi, dan lainnya.

Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai “akibat-akibat yang begitu penting”

seperti yang telah dikemukakan di atas, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si

berutang benar melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus

dibuktikan di muka Hakim.4 Salah satu upaya hukum berkenaan dengan penetapan

wanprestasinya si berutang adalah dengan pernyataan lalai atau somasi sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi, “Penggantian biaya, rugi, dan

bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang,

setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang

harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang

telah dilampaukannya.”5 Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan bahwa “pernyataan lalai

adalah upaya hukum dengan mana kreditur memberi tahukan, menegur, dan memperingatkan

debitur saat selambat-lambatnya ia wajib memenuhi prestasi, dan apabila saat itu dilampaui,

maka debitur telah lalai.”6 Pasal 1238 KUHPerdata kemudian memberikan petunjuk mengenai

pernyataan lalai ini, dimana dalam Pasal tersebut dikatakan jika, “Si berutang adalah lalai,

bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau

                                                                                                                          1 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 1.

2 Ibid. 3 Ibid., hlm. 45. 4 Ibid. 5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Soebekti dan R.

Tjitrosudibio, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1243. 6 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung:

Alumni, 1983), hlm. 17.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 3: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

3    

demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai

dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan.”7

Dalam praktiknya, penafsiran mengenai perlu tidaknya pernyataan lalai (somasi) ini

dilakukan oleh Kreditur terhadap Debitur masih dipertanyakan. Beberapa doktrin dan

yurisprudensi mendukung keberlakuan serta perlunya pernyataan lalai (somasi), namun

sebaliknya, beberapa sarjana dan Hakim dalam putusannya berpendapat berbeda. Menurut

kalangan kedua ini, dalam keadaan-keadaan tertentu pernyataan lalai (somasi) tidak perlu

dilaksanakan. Tak hanya keberlakuannya yang masih menjadi perdebatan, bentuk dari

pertanyaan lalai (somasi) ini turut menjadi soal. Dengan demikian, dalam penelitian ini,

Penulis ingin mencari tahu hal-hal berkenaan dengan pernyataan lalai (somasi) terhadap

gugatan wanprestasi. Penulis ingin menelaah lebih lanjut landasan teori yang menjadi dasar

perlunya pertanyaan lalai (somasi) serta bagaimana KUHPerdata memandang pertanyaan lalai

(somasi) tersebut. Pun penulis ingin meninjau lebih dalam pandangan para Hakim di berbagai

Pengadilan serta Mahkamah Agung yang ternyata dalam putusan mengenai perlunya

pernyataan lalai (somasi) ini dilakukan oleh Kreditur kepada Debitur dalam hal wanprestasi

agar tuntutan-tuntutannya dapat diterima.

Tinjauan Teoritis

Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai “akibat-akibat yang begitu penting”

seperti yang telah dikemukakan di atas, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si

berutang benar melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka

harus dibuktikan di muka Hakim.8 Lebih lanjut, dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan

bahwa debitur baru berkewajiban memberi ganti rugi juga bunga setelah ia diberi suatu

pernyataan lalai oleh Kreditur, tetap lalai untuk memenuhi perikatan. Mengenai penafsiran

Pasal 1243 ini, Prof. Dr. Ahmadi Miru kemudian menyebutkan bahwa:

Terdapat dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu; (i) Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya; dan (ii) Jika

                                                                                                                         7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Soebekti dan R.

Tjitrosudibio, Ps. 1238. 8 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 7.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 4: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

4    

dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut.9

Pernyataan lalai menunjukkan adanya itikad baik dalam hal pelaksanaan perjanjian,

mengingat sebelum seorang debitur benar dinyatakan wanprestasi, pihak kreditur telah

terlebih dahulu memberikan peringatan untuknya.

Merujuk Pasal 1238 KUHPerdata dan pendapat Mariam Darus Badrulzaman dalam

bukunya K.U.H Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, bentuk-bentuk pernyataan

lalai ini adalah:10

a. Surat Perintah (bevel)

Yang dimaksud dengan surat perintah (bevel) adalah exploit juru sita, yakni

“perintah lisan” yang disampaikan oleh juru sita kepada debitur.

b. Akta sejenis

Menurut J. Satrio yang dimaksud dengan akte sejenis itu ialah perbuatan

hukum sejenis; sejenis dengan perintah yang disampaikan oleh juru sita, yang

dilakukan dengan surat-surat biasa asal di dalamnya ada pemberitahuan yang

bersifat imperative tentang batas waktu pemenuhan prestasi.

c. Demi perikatannya sendiri

Dengan lampaunya suatu waktu dalam sebuah perjanjian, keadaan lalai itu

terjadi dengan sendirinya.

Namun dengan dikeluarkannya SEMA No. 3 Tahun 1963, Pasal 1238 KUHPerdata ini

menjadi hapus. SEMA No. 3 Tahun 196311 menyebutkan bahwa Mahkamah Agung sudah

pernah memutus, diantara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugatan

kepada tergugat dapat dianggap sebagi penagihan, oleh karena si tergugat masih dapat

menghindarkan terkabulnya gugatan dengan membayar utangnya sebelum hari sidang

pengadilan. J. Satrio menganggap bahwa SEMA No. 3 Tahun 1963 tersebut hanya

menghapus “bentuk-bentuk” daripada pernyataan lalai, dimana bentuk pernyataan lalai ini

menjadi tidak terikat, bukan menghapus lembaga pernyataan lalai seperti yang awam

                                                                                                                         9 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 13. 10 Ibid., hlm 17-19.  11 Indonesia, Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Gagasan Menganggap

Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang, SEMA No. 3 Tahun 1963, hlm. 3.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 5: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

5    

kebanyakan artikan. Saya setuju dengan pendapat ini, mengingat alasan dihapusnya Pasal

1238 KUHPerdata tersebut, seperti yang telah disebutkan di atas, lebih merujuk kepada

“bentuk” daripada pernyataan lalai itu.

Terkait dengan urgensi diadakannya somasi, para sarjana mengemukakan hal-hal

sebagai berikut:

1. LEH Rutten12

Disebutkan oleh LEH Rutten bahwa somasi merupakan suatu peringatan dari

kreditur agar debitur memenuhi kewajiban perikatannya.

2. Hamaker13

Prestasi dalam perikatan murni (tanpa ketetapan waktu) sebenarnya telah

terhutang tetapi baru potensial saja sehingga membutuhkan somasi.

3. Pitlo

Merujuk Putusan HR 19 November 1915 dan 4 Februari 1927,14 Pitlo

menjelaskan bahwa dalam hal debitur keliru berprestasi yang berakibat negatif

dengan maksud baik, maka memerlukan somasi. Berakibat negatif maksudnya

adalah sebagai akibat dari pelanggaran atas perjanjian, kreditur kehilangan

keuntungan yang seharusnya ia terima.15 Bagi Pitlo, dalam hal keliru

berprestasi, seorang debitur masih memiliki niatan untuk memenuhi prestasi

atau kewajibannya dalam suatu perikatan, meskipun keliru atau salah,16

sehingga sepatutnya dihargai. Adapun untuk pelanggaran kontrak negative

dalam hal debitur keliru berprestasi dimana debitur beritikad buruk, maka tidak

perlu ada pernyataan lalai.

4. Vollmar17

Jika kreditur menggugat debitur tetapi tidak menyebutkan bahwa debitur telah

disomir dengan baik dan tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka jika

debitur menjawab bahwa ia sebenarnya sudah siap dengan pembayarannya                                                                                                                          

12 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 100. 13 Ibid., hlm. 102.    14 Diambil dari HR. 19 November 1915 dan 4 Februari 1927 berdasarkan Pitlo dalam Het Verbitenissenrecht

naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek halaman 48, dan Losecaat Vermerr dalam Serie Asser, Handeiding tot

de beofening van het Nederlands Burgerlijk Recht Verbintenissenrecht halaman 176-177. 15 R Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Binacipta, 1977), hlm. 16. Diambil dari Meijers,

In Zyn Onderschriften in W. 9942 en in N.J. 1927 biz 666. 16 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 137. 17 Ibid., hlm. 99.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 6: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

6    

tetapi ia tidak pernah diberitahu kapan ia harus membayar maka gugatan

kreditur akan dinyatakan tidak dapat diterima.18

5. Yahya Harahap

Yahya Harahap mengamini Pasal 1243 KUHPerdata, dimana ia berpendapat

jika ganti rugi baru efektif setelah adanya pernyataan lalai. 19

6. J. Satrio

Terkait dengan urgensi diadakannya somasi, menurut J. Satrio,20 somasi tidak

diperlukan apabila debitur telah membawa dirinya dalam keadaan yang tidak

mungkin lagi untuk berprestasi, atau prestasinya untuk selanjutnya sudah tidak

berguna lagi bagi kreditur, atau kalau debitur sudah tidak mau berprestasi atau

menolak untuk berprestasi, atau mengakui bahwa ia wanprestasi. 21 Kemudian,

dalam hal debitur keliru berprestasi dengan pelanggaran kontrak positif, yang

mana sebagai akibat dari pelanggaran perjanjian kreditur menjadi berkurang

kekayaannya, tidak diperlukan somasi. Untuk pelanggaran kontrak berjenis

positif, maka sebagai akibat dari pelanggaran perjanjian, kreditur menjadi

berkurang kekayaannya.22

7. Losecaat Vermeen

Menurut Losecatt Vermaan,23 somasi tidak diperlukan lagi apabila Debitur

sudah tidak mau berprestasi.

8. Wirjono Prodjodikoro

Pada perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, tidak mungkin ada kekeliruan atau

terlambat berprestasi, dan karenanya tidak ada masalah somasi.24

9. Munir Fuady

                                                                                                                         18 Ibid. hlm. 133-134. 19 Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 61.  20 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 136. 21 Ibid. 22 Diambil dari HR. 19 November 1915 dan 4 Februari 1927 berdasarkan Pitlo dalam Het Verbitenissenrecht

naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek halaman 48, dan Losecaat Vermerr dalam Serie Asser, Handeiding tot

de beofening van het Nederlands Burgerlijk Recht Verbintenissenrecht halaman 176-177. J. Satrio, Hukum

Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 137. 23 Ibid., hlm. 136 vide H.R 1 Februari 1957. 24 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata, tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, (Bandung: Sumur

Bandung, 1981), hlm. 52.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 7: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

7    

Pernyataan lalai tidak diperlukan dalam hal tertentu, yakni;25 (i) jika dalam

persetujuan ditentukan termijn waktu; (ii) Debitur sama sekali tidak memenuhi

prestasi; (iii) Debitur keliru memenuhi prestasi; (iv) ditentukan dalam undang-

undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum; dan (v) jika debitur mengakui

atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaan wanprestasi.

10. Mariam Darus Badrulzaman,26

Lembaga pernyataan lalai tidak diperlukan apabila peringatan diadakan untuk

jangka waktu tertentu, karena dengan dilampauinya waktu, maka berarti

debitur telah tidak memenuhi perikatan.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan untuk penelitian ini adalah penelitian yuridis

normatif, yaitu penelitian untuk mengidentifikasi konsep, prinsip, dan asas dalam suatu

peraturan perundang-undangan. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka,

meliputi;27 (i) Bahan hukum primer, yakni undang-undang dan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, serta berbagai putusan, (ii) Bahan hukum sekunder, yaitu hasil karya dari kalangan

hukum, dan (iii) Bahan hukum tertier, yaitu kamus umum dan kamus hukum.

Hasil Penelitian

Tak hanya para sarjana dengan doktrin mereka, beberapa Hakim juga mendukung

adanya pernyataan lalai dalam putusan-putusan mereka, dimana dijelaskan bahwa debitur

benar telah lalai dan gugatan kreditur dapat dinyatakan diterima setelah si kreditur

memberikan somasi pada debitur, yang di antaranya adalah:

No. No. Perkara Tahun Kaedah

1. Putusan R.v.J. Surabaya

12 Juni 1912

1912 Untuk menyatakan seseorang

telah melakukan wanprestasi,

maka terlebih dahulu harus sudah

                                                                                                                         25 Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000),

hlm. 89. 26 Badrulzaman, K.U.H Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, hlm. 25. 27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Depok: UI Press, 2010), hlm. 52.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 8: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

8    

dilakukan penagihan resmi oleh

juru sita yakni somasi.

2. Putusan H.R. 29 Januari

1915

1915 Somasi tidak mengkonstantir

keadaan lalai, tetapi suatu

peringatan agar debitur

berprestasi. Kalau masih tidak

memenuhi, maka somasi baru

menjadikan debitur dalam

keadaan lalai. Suatu somasi dapat

diberikan sebelum waktu yang

ditentukan dalam perjanjian lewat,

asal di dalamnya kreditur

menuntut debitur untuk memenuhi

kewajibannya pada saat yang

diperjanjikan atau sesudahnya.

3. Putusan HgH. 15 Juli

1915

1915 Bila diikuti pendapat bahwa

somasi mengkonstantir, maka

tidak mungkin diberikan somasi

sebelum matangnya prestasi untuk

ditagih.

4. Putusan HgH. Tanggal 18

Februari 1926

1926 Perjanjian tanpa ketentuan waktu,

misalnya perjanjian jual beli

barang, mengharuskan adanya

somasi yang menentukan kapan si

penjual harus menyerahkan

barang.

5. Putusan HgH. Tanggal 17

April 1930

1930 Kreditur harus memberikan

somasi kepada Debitur dengan

iktikad baik yakni pemberian

jangka waktu yang pantas dan

layak kepada debitur untuk

memenuhi kewajibannya.

6. Yurisprudensi Mahkamah 1952- Apabila dalam perjanjian

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 9: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

9    

Agung No.

186K/SIP/1959 jo.

Putusan Pengadilan

Tinggi Surabaya No.

235/PDT/1953 jo.

Putusan Pengadilan

Negeri Pamekasan No.

94/1952

1959 ditentukan dengan tegas kapan

pihak yang bersangkutan harus

melaksanakan sesuatu dan setelah

lampau waktu yang ditentukan ia

belum juga melaksanakannya, ia

menurut hukum belum dapat

dikataan alpa memenuhi kewaiban

perjanjian selama hal tersebut

belum dinyatakan kepadanya

secara tertulis oleh pihak lawan

(ingebreke stelling).

7. Yurisprudensi Mahkamah

Agung No.

852/K/SIP/1972

1973 Untuk seseorang dapat dikatakan

wanprestasi, maka harus ada

somasi. Menilik belum

dilakukannya somasi dalam

perkara ini, maka gugatan tersebut

dinyatakan tidak dapat diterima.

Adapun permintaan untuk

memenuhi yang diperjanjikan itu

tidak diharuskan dengan teguran

oleh juru sita.

8. Yurisprudensi Mahkamah

Agung No. 1508

K/PDT/2009

2009 Somasi dianggap perlu karena

berisi peringatan untuk

mengadakan musyawarah berupa

mediasi, konsiliasi, dan arbitrase

yang merupakan kewajiban bagi

para pihak apabila terdapat

sengketa.

9. Putusan No.

47/PDT.G/2011/PN.TMK

jo. Putusan No.

25/PDT/2012/PT.JPR dan

Putusan No. 1730

2011-

2012

2013

Gugatan penggugat tidaklah

premature, mengingat Penggugat

telah berkali-kali melakukan

penagihan langsung ke rumah

Tergugat yang mana hal tersebut

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 10: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

10    

K/Pdt/2013 dapat dianggap sebagai somasi.

10. Putusan No.

32/Pdt.G/2014/PN.PDG

2014 Meskipun Penggugat telah lalai

dalam pembayaran, seharusnya

Tergugat melakukan somasi dan

bukan langsung melakukan

pembatalan perjanjian serta

penarikan objek perjanjian tanpa

seizin Penggugat. Somasi di sini

harus mempertimbangkan jangka

waktu yang pantas dan

menghiraukan biaya yang telah

dikeluarkan oleh Penggugat serta

itikad baik Penggugat.

11. SEMA No. 3 Tahun 1963

Tentang Gagasan

Menganggap Burgerlijk

Wetboek Tidak Sebagai

Undang-Undang jo.

Putusan MA No. 117

K/SIP/1956 Tanggal 12

Juni 1956

1963

jo.

1956

Mahkamah Agung sudah pernah

memutus, diantara dua orang

bahwa pengiriman turunan surat

gugatan kepada tergugat dapat

dianggap sebagai penagihan, oleh

karena si tergugat masih dapat

menghindarkan terkabulnya

gugatan dengan membayar

utangnya sebelum hari sidang

pengadilan.

12. Putusan No.

14/PDT.G/2011/PN.SPG

2011 Surat gugatan yang dilayangkan

ke Pengadilan dan oleh

Pengadilan melalui juru sita

diampaikan kepada Tergugat

dapat dipandang sebagai suatu

somasi.

Menjadi pertanyaan sekarang apakah semua bentuk wanprestasi memerlukan somasi

untuk menjadikan debitur benar telah lalai? Tak hanya para sarjana dengan doktrin mereka,

beberapa Hakim juga menyetujui tidak perlunya suatu pernyataan lalai dalam suatu kondisi

atau keadaan tertentu, dimana dijelaskan bahwa suatu gugatan dapat diterima meski si

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 11: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

11    

kreditur tidak terlebih dahulu memberikan somasi kepada debitur, yang mana hal ini ternyata

dalam putusan-putusan sebagaimana berikut:

No. No. Perkara Tahun Kaidah

1. Putusan HgH. tanggal

28 Agustus 1912

1912 Jika kita tahu bahwa debitur telah

membawa dirinya dalam keadaan

yang tidak mungkin lagi untuk

berprestasi atau prestasinya untuk

selanjutnya sudah tidak berguna

lagi bagi kreditur, maka somasi

tidak ada gunanya lagi.

2. Putusan HgH. Batavia 3

November 1904

1904 Dalam hal keliru berprestasi

tidak perlu somasi.

3. Putusan Raad van

Justitie tanggal 13

Agustus 1920

1920 Somasi pada asasnya diperlukan

kecuali ternyata bahwa tenggang

waktu yang disebutkan dalam

perikatan merupakan batas

akhir.28

4. Putusan Nomor 131

/Pdt.G/2014/PN Plg

2014 Bahwa perjanjian dengan batas

akhir atau verbal termijn tidak

lagi memerlukan pernyataan lalai.

Pembahasan

Berikut merupakan penjelasan daripada putusan-putusan di atas.

1. Perlunya Pernyataan Lalai (Somasi) Karena Somasi bersifat Konstitutif

Berdasarkan pendapat dalam Putusan H.R. 29 Januari 1915 yang dimuat dalam

P. De Prez, Gids Burgerlijk Recht, Deel I, No. 87, yang tertuang dalam (salah

satu bagian putusan) No. 246/PDT.G/2014/PN.JKT.PST, somasi dianggap

diperlukan agar gugatan Termohon Kasasi dahulu Penggugat dikabulkan dan

tuntutan ganti rugi atas dasar penyerahan yang terlambat bisa berhasil,

mengingat dalam perjanjian antara Penggugat dan Tergugat tidak menutup

                                                                                                                         28 Ibid., hlm. 104-105.  

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 12: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

12    

kemungkinan untuk menyerahkan objek perjanjian setelah waktu yang

ditetapkan.

2. Gugatan Tidak Dapat Diterima Bila Belum Dilakukan Somasi

Dalam Yurisprudensi MA RI No. 852/K/SIP/1972 tertanggal 12 September

1973 ini, Drs. Hutasoit Mardjohan menjadi Penggugat melawan PT

International Country Hotel Corporation Indonesia, S.B Abas, dan M.L Pohan,

sebagai Tergugat. Pada intinya,29 Putusan ini menyatakan bahwa untuk

seseorang dapat dikatakan wanprestasi, maka harus ada somasi. Menilik belum

dilakukannya somasi dalam perkara ini, maka gugatan tersebut dinyatakan

tidak dapat diterima.

3. Perjanjian dengan Jangka Waktu Pemenuhan Bukan Verbal Termijn

Memerlukan Pernyataan Lalai (Somasi)

Dalam Yurispudensi Mahkamah Agung No. 186K/SIP/1959 tertanggal 1 Juli

1959, Para pihak berperkara adalah Said Wachidin melawan Perseroan

Terbatas N.V. Aniem.30 Pada pokoknya, Putusan Mahkamah Agung No.

186K/SIP/1959 tertanggal 1 Juli 1959 ini menyatakan bahwa apabila dalam

perjanjian ditentukan dengan tegas kapan pihak yang bersangkutan harus

melaksanakan sesuatu dan setelah lampau waktu yang ditentukan ia belum

juga melaksanakannya, ia menurut hukum belum dapat dikatakan alpa

memenuhi kewajiban perjanjian selama hal tersebut belum dinyatakan

kepadanya secara tertulis oleh pihak lawan.31 Dengan demikian, suatu

ketentuan waktu belum tentu merupakan batas akhir prestasi, yang mana

dengan hal ini berarti lewatnya waktu saja belum menjadikan debitur dalam

keadaan lalai sehingga diperlukan suatu pernyataan lalai atau somasi, kecuali

kalau perikatan tersebut mengakibatkan si debitur harus dianggap lalai dengan

lewatnya waktu yang telah ditentukan.32

4. Perjanjian Tanpa Ketentuan Waktu Memerlukan Pernyataan Lalai

                                                                                                                         29 Dyah Ayu Pratiwi, A. Rahmad Budiono, dan Istislam, “Penyelesaian Hukum oleh Bank terhadap

Nasabah kartu Kredit yang Wanoprestasi Studi di Kota Malang,” Law Student Journal Universitas Brawijaya

(2016), hlm. 16. 30 Kenny Wiston, “Hukum Sipil” http://www.kennywiston.com/hukumsipil.htm, diakses pada 1 Desember

2016. 31 Chidir Ali, Yurisprudensi Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 13. 32 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 103.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 13: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

13    

Pada HgH. Tanggal 18 Februari 1926, disebutkan bahwa dalam perjanjian

tanpa ketentuan waktu, misalnya perjanjian jual beli barang, mengharuskan

adanya somasi yang menentukan kapan si penjual harus menyerahkan barang.

5. Somasi dengan Penagihan Resmi oleh Juru Sita

R.v.J. Surabaya 12 Juni 1912 pernah mempertimbangkan bahwa untuk

menyatakan seorang telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu harus sudah

dilakukan penagihan resmi oleh juru sita yakni somasi. Namun disebutkan

dalam buku J. Satrio Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, bahwa

mengenai putusan R.v.J. Surabaya di atas, oleh Mahkamah Agung diperbaiki

dengan Putusan No. 852 K/Sip/1972 dengan mengemukakan bahwa

permintaan untuk memenuhi yang diperjanjikan tidak diharuskan dengan

teguran oleh juru sita.33

6. Somasi dengan Pengiriman Turunan Surat Gugatan

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 telah menghapus

keberlakuan dari Pasal 1238 KUHPerdata, dimana disebutkan bahwa

Mahkamah Agung sudah pernah memutus diantara dua orang Tionghoa,

bahwa pengiriman turunan surat gugatan kepada tergugat yang juga sebagai

debitur dapat dianggap sebagi penagihan, oleh karena si tergugat masih dapat

menghindarkan terkabulnya gugatan dengan membayar utangnya sebelum hari

sidang pengadilan. Hal yang sama juga tercantum dalam Putusan MA No. 117

K/SIP/1956 tanggal 12 Juni 1956, dimana dikatakan bahwa gugatan yang

terlebih dahulu telah diberitahukan kepada Tergugat dapat dipandang sebagai

surat penagihan,34 pun Putusan No. 14/PDT.G/2011/PN.SPG yang

menyebutkan bahwa surat gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan dan oleh

Pengadilan melalui juru sita disampaikan kepada Tergugat dapat dipandang

sebagai suatu somasi sehingga diperbolehkan si Penggugat untuk mengajukan

gugatan ke Pengadilan.

7. Somasi Secara Lisan dengan Penagihan Langsung

                                                                                                                         33 Ibid., hlm. 119, vide Mahkamah Agung Republik Indonesia, Rangkuman Jurisprudensi Mahkamah Agung

Republik Indonesia, hlm. 35.

34 J. Satrio, “Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi Bagian I”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbfb836aa5d0/beberapa-segi-hukum-tentang-somasi-bagian-i-

brioleh-j-satrio-, diakses pada 19 Desember 2016 vide J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya,

hlm. 133.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 14: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

14    

Perihal somasi secara lisan dengan penagihan langsung ini ternyata dalam

Putusan No. 47/PDT.G/2011/PN.TMK jo. Putusan Pengadilan Tinggi No.

25/PDT/2012/PT.JPR mengenai utang-piutang. Dalam perkara ini, Tergugat

melakukan wanprestasi yang termasuk dalam kategori terlambat berprestasi,

karena Penggugat sebenarnya masih menghendaki adanya pelunasan utang si

Tergugat. Mengutip pendapat R. Setiawan dan J. Satrio,35 untuk wanprestasi

dengan kategori terlambat melakukan prestasi, Penggugat yang merasa masih

membutuhkan pelaksanaan prestasi tersebut hendaknya mengajukan somasi

kepada Tergugat. Apalagi, ditambah fakta bahwa antara Penggugat dan

Tergugat dalam perkara ini tidaklah membuat suatu perjanjian tertulis dengan

mana jangka waktu pelunasan tercantum. Majelis Hakim menyebut bahwa

gugatan penggugat tidak premature dan dapat diterima, mengingat Penggugat

telah berkali-kali melakukan penagihan langsung ke rumah Tergugat yang

mana hal tersebut dapat dianggap sebagai somasi. Tak hanya putusan-putusan ,

Putusan No. 1730 K/Pdt/2013 yang juga telah berkekuatan hukum tetap

membahas perihal sama terkait dengan diperbolehkannya somasi secara lisan

melalui penagihan langsung. Dengan demikian, menilik putusan-putusan di

atas dan mengutip V. Brakel dalam Leerboek van het Nederlandse

Verbintenissenrecht, perihal somasi secara lisan melalui penagihan langsung

adalah diperbolehkan mengingat bentuk formal dari somasi sendiri dewasa ini

sudah mulai ditinggalkan.36

8. Somasi Berisi Teguran Agar Debitur Menjalankan Kewajibannya

Menilik Putusan No. 1508 K/PDT/2009, somasi dianggap perlu karena berisi

peringatan untuk mengadakan musyawarah berupa mediasi, konsiliasi, dan

arbitrase yang merupakan kewajiban bagi para pihak apabila terdapat sengketa.

Somasi di sini, selain sebagai peringatan atau teguran agar Tergugat

melasanakan prestasinya dengan melakukan pembayaran dana proyek kepada

Penggugat, juga sebagai peringatan agar Tergugat mau melaksanakan

kewajibannya untuk mengadakan musyawarah dengan pihak Penggugat guna

penyelesaian masalah.

9. Perlunya Somasi dengan Iktikad Baik Berupa Jangka Waktu yang Layak

                                                                                                                         35 Ibid., hlm. 135 36  J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 110.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 15: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

15    

Dalam Putusan HgH tanggal 17 April 1930 disebutkan jika kepada Tergugat

selaku debitur harus diberikan suatu jangka waktu yang patut untuk membayar

utang, sehingga somasi untuk segera membayar yang diajukan Penggugat

sebagai kreditur tidak mempunyai daya menjadikan tergugat dalam keadaan

lalai, karena meniadakan jangka waktu yang layak tersebut.

10. Perlunya Somasi dengan Mempertimbangkan Jangka Waktu yang

Pantas, Itikad Baik Debitur, dan Besaran Biaya yang Telah Dikeluarkan

Dalam Putusan No. 32/Pdt.G/2014/PN.PDG ini, dengan mempertimbangkan

besar biaya yang telah diangsur atau dikeluarkan oleh Tergugat terkait dengan

cicilan mobil dumtruck, adanya itikad baik dari Penggugat untuk melunasi

angsuran dengan menjadikan satu angsuran-angsuran sebelumnya untuk

dibayar oleh Penggugat di bulan September, serta perihal wanprestasi yang

tergolong “terlambat berprestasi” dengan mana pemenuhan prestasi berupa

pembayaran angsuran tersebut sebenarnya masih dikehendaki oleh Tergugat

pun jangka waktu yang terdapat dalam perjanjian tersebut dianggap bukan

sebagai batas akhir mengingat ketiadaan klausul mengenai denda, maka sudah

sepatutnya Tergugat memberikan somasi dengan jangka waktu pantas;

sebagaimana menurut J. Satrio37 bahwa suatu somasi seharusnya memberikan

tenggang waktu yang layak menurut bentuk prestasinya sebagai wujud itikad

baik dari Kreditur.

11. Somasi Tidak Perlu Jika Debitur Telah Membawa Dirinya Dalam

Keadaan yang Tidak Mungkin Lagi Untuk Berprestasi

Putusan HgH. tanggal 28 Agustus 1912 menyatakan, dengan mendasarkan

pada prinsip bahwa somasi dimaksudkan untuk menegur debitur agar mau

berprestasi maka kalau kita tahu bahwa debitur telah membawa dirinya dalam

keadaan yang tidak mungkin lagi untuk berprestasi atau prestasinya untuk

selanjutnya sudah tidak berguna lagi bagi kreditur, maka somasi tidak ada

gunanya lagi.38

12. Tidak Perlu Ada Somasi dalam Hal Debitur Keliru Berprestasi

HgH. Batavia tertanggal 3 November 1904 menyebutkan, dalam hal debitur

keliru berprestasi, maka tidak perlu diajukan somasi. Perihal ini mendapatkan

                                                                                                                         37 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 109-112. 38 Ibid., hlm. 136

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 16: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

16    

komentar dari Pitlo yang menyatakan bahwa tidak perlunya somasi hanya

diperuntukkan bagi debitur yang keliru berprestasi dengan akibat negative

namun beritikad buruk, serta debitur keliru berprestasi dengan akibat positif.

13. Perjanjian dengan Batas Akhir (Verbal Termijn) Tidak Memerlukan

Pernyataan Lalai (Somasi)

Dalam Putusan No. 131 /Pdt.G/2014/PN Plg ini, Majelis Hakim menolak

gugatan Penggugat mengingat penarikan kendaraan oleh Tergugat telah sesuai

dengan perjanjian a quo, dimana Penggugat secara hukum telah dianggap lalai

melaksanakan kewajiban sesuai dengan isi Pasal 7 Perjanjian Pembiayaan

yakni:

Lewatnya waktu satu hari pembayaran angsuran pun dari tanggal yang telah ditetapkan dalam perjanjian sudah merupakan bukti sempurna mengenai kelalaian debitur untuk memenuhi kewajibannya menurut perjanjian ini tanpa diperlukan adanya teguran, somasi dari kreditur atau juru sita pengadilan atau pihak lain yang ditunjuk oleh kreditur.39

Menilik Perjanjian Pembiayaan a quo yang kiranya telah memenuhi syarat-

syarat sah dan asas perjanjian, dalam hal ini suatu ketentuan waktu merupakan

batas akhir prestasi, yang mana dengan lewatnya waktu saja telah menjadikan

debitur dalam keadaan lalai sehingga tidak diperlukan suatu pernyataan lalai.40

Perihal ini ternyata pula dalam pasal 1243 KUHPerdata serta Pasal 1238

KUHPerdata.

Yang perlu diingat adalah perjanjian yang secara tegas menyatakan jangka

waktu pemenuhan dengan batas akhir, maka debitur dapat dikatakan lalai

dengan lewatnya waktu. Namun jika Kreditur tetap memberikan somasi, maka

tindakannya dianggap sebagai pelepasan atas haknya.41 Hal ini ternyata dalam

Putusan Raad van Justitie tanggal 13 Agustus 1920, dimana Penggugat selaku

Pembeli telah melepaskan hak-nya untuk mendapatkan ganti rugi terhitung

sejak si Penjual lalai dalam menyerahkan objek jual beli berupa kopi; dalam

jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai batas akhir. Namun,

                                                                                                                         39 Pengadilan Negeri Palembang, Putusan No. 131 /Pdt.G/2014/PN Plg, hlm. 6. 40 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 103. 41 Ibid., hlm. 104-105 vide Putusan Raad van Justitie Batavia tanggal 13 Augustus 1920.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 17: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

17    

karena Penggugat ternyata di sini kemudian memberikan somasi kepada

Tergugat agar memenuhi kewajibannya pada tanggal “sesudah“ jangka waktu

ditetapkan, yakni 31 Juli 1919 menjadi 8 Agustus 1919, maka apabila Tergugat

tetap mangkir, maka ganti rugi tersebut dihitung dari tanggal 31 Juli 1919,

bukannya 8 Agustus 1919.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

a. Wanprestasi (kelalaian) mempunyai “akibat-akibat yang begitu penting”, maka

harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang benar melakukan wanprestasi

atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka

Hakim.42 Pada umumnya, apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau

undang-undang, wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur

dinyatakan lalai oleh kreditur (ingebrekestelling), yakni dengan

dikeluarkannya pernyataan lalai oleh pihak kreditur,43 sebagaimana yang

tertera dalam Pasal 1238 KUHPerdata jo. Pasal 1243 KUHPerdata. Jadi pada

asasnya, seorang Debitur harus terlebih dahulu diberikan pernyataan lalai,

setelah ia mengabaikan dan tetap lalai untuk berprestasi, maka dapat dikatakan

bahwa benar ia telah wanprestasi dan untuk itu si Kreditur berhak menuntut

ganti rugi juga bunga.

b. Dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang berbunyi, “Debitur dinyatakan lalai

dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan

dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus

dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”44 Namun keberlakuan

Pasal 1238 KUHPerdata tersebut dihapus oleh SEMA No. 3 Tahun 1963,

sehingga pernyataan lalai (somasi) tidak terikat oleh bentuk-bentuk khusus,

bahkan penagihan secara lisan serta pengiriman turunan surat gugatan saja

dapat menjadi pernyataan lalai atau somasi dari kreditur terhadap debitur.

                                                                                                                         42 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 7. 43 Ibid., hlm. 105. 44 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Soebekti dan R.

Tjitrosudibio, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1238.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 18: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

18    

c. Urgensi Hakim untuk menyatakan perlu tidaknya suatu pernyataan lalai dalam

suatu perkara agar debitur dinyatakan benar wanprestasi sehingga gugatan

dapat dikabulkan digantungkan pada keadaan masing-masing dan fakta-fakta

yang terjadi dalam persidangan berkenaan kasus. Misalnya fakta bahwa dalam

perkara terkait, bentuk wanprestasi debitur merupakan “terlambat berprestasi”,

bahwa perjanjian bersangkutan antara debitur dan kreditur ternyata tidak

memiliki ketentuan waktu, serta bahwa perjanjian terkait antara debitur dan

kreditur sebenarnya memuat perihal jangka waktu namun bukan batas akhir

prestasi atau (verbal termijn). Kemudian, untuk tidak perlunya pernyataan lalai

diajukan, Majelis Hakim banyak mengamini pendapat daripada sarjana-

sarjana, misalnya dengan mendasarkan pada keyakinan bahwa debitur telah

membawa dirinya dalam keadaan yang tidak mungkin lagi untuk berprestasi

atau prestasinya untuk selanjutnya sudah tidak berguna lagi bagi kreditur, yang

mana merupakan pendapat dari J. Satrio; dalam hal debitur keliru berprestasi,

utamanya keliru berprestasi positif dan negative dengan itikad buruk, yang

mana berdasarkan pendapat Pitlo; dan fakta bahwa dalam perjanjian dengan

ketentuan waktu yang merupakan batas akhir tidak dibutuhkan somasi yang

mana mengamini pendapat Munir Fuady dan Mariam Darus Badrulzaman,

serta Pasal 1243 dan Pasal 1238 KUHPerdata itu sendiri.

Saran

Mahkamah Agung seharusnya memberikan pedoman perihal pengajuan pernyataan

lalai; pada wanprestasi yang bagaimanakah seharusnya si kreditur terlebih dahulu mengajukan

somasi pada debitur agar tuntutan-tuntutannya dalam suatu gugatan diterima dan sebaliknya.

Adapun untuk Hakim-Hakim seluruh Indonesia pemutus perkara perdata berkenaan dengan

wanprestasi dan pernyataan lalai, diperbolehkan untuk memutus apakah suatu perkara harus

terlebih dahulu diajukan pernyataan lalai (somasi) atau tidak, namun dengan catatan bahwa

Majelis Hakim telah memberikan pertimbangannya secara tepat dengan memasukkan dalil-

dalil pendukung, baik itu doktrin para sarjana atau yurisprudensi terdahulu, sehingga tidak

dengan tiba-tiba menjatuhkan amar atau menolak sesuatu atau menerima sesuatu tanpa alasan

dan pertimbangan yang jelas.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 19: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

19    

Referensi

Buku

Ali, Chidir. Yurisprudensi Hukum Perikatan. Bandung: Alumni, 1983.

Badrulzaman, Mariam Darus. K.U.H Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Alumni,

1983.

Fuady, Munir. Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Harahap, Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1982.

J. Satrio. Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya. Bandung: Alumni, 1999.

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati. Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW. Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2008.

Pitlo. Het Verbintenissenrecht naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek. Cet. 3. Harleem: Tjeenk-Willink en

Zoon, 1952.

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur Bandung,

1981.

R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, 1977.

Soebekti. Aneka Perjanjian. Cet. 10. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

_______. Hukum Perjanjian. Cet. 19. Jakarta: Intermasa, 2002.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: UI Press, 2010.

Artikel

Pratiwi, Dyah Ayu, A. Rahmad Budiono, dan Istislam. “Penyelesaian Hukum oleh Bank terhadap Nasabah kartu

Kredit yang Wanoprestasi Studi di Kota Malang.” Law Student Journal Universitas Brawijaya (2016),

Hlm. 1-21.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh Soebekti dan R. Tjitrosudibio.

Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009.

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Gagasan Menganggap

Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang, SEMA No. 3 Tahun 1963.

Putusan Pengadilan

Hogerrechtshof Batavia. Putusan HgH. Tanggal 3 November 1904.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017

Page 20: Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan

   

20    

_______. Putusan HgH. Tanggal 28 Agustus 1912.

_______. Putusan HgH. Tanggal 15 Juli 1915.

_______. Putusan HgH. Tanggal 18 Februari 1926.

_______. Putusan HgH. Tanggal 17 April 1930.

Hoger Raad Belanda. Putusan H.R. Tanggal 29 Januari 1915.

Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan No. 117 K/SIP/1956.

_______. Putusan No. 186K/SIP/1959.

_______. Putusan No. 852/K/SIP/1972.

_______. Putusan No. 1508 K/PDT/2009.

_______. Putusan No. 1730 K/Pdt/2013.

Pengadilan Negeri Padang. Putusan No. 32/Pdt.G/2014/PN.PDG.

Pengadilan Negeri Palembang. Putusan Nomor 131 /Pdt.G/2014/PN Plg.

Pengadilan Negeri Pamekasan. Putusan No. 94/PDT.G/1952.

Pengadilan Negeri Sampang. Putusan No. 14/PDT.G/2011/PN.SPG.

Pengadilan Negeri Timika. Putusan No. 47/PDT.G/2011/PN.TMK.

Pengadilan Tinggi Jayapura. Putusan No. 25/PDT/2012/PT.JPR.

Pengadilan Tinggi Surabaya. Putusan No. 235/PDT/1953.

Raad Van Justitie Surabaya. Putusan R.v.J. Surabaya Tanggal 12 Juni 1912.

_______. Putusan R.v.J. Surabaya Tanggal 13 Agustus 1920.

Internet

J. Satrio. “Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi Bagian I”

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbfb836aa5d0/beberapa-segi-hukum-tentang-somasi-

bagian-i-brioleh-j-satrio-. Diakses 19 Desember 2016.

Wiston, Kenny. “Hukum Sipil” http://www.kennywiston.com/hukumsipil.htm. Diakses 1 Desember 2016.

Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017