1
Urgensi Pernyataan Lalai (Somasi) Terhadap Gugatan Wanprestasi: Studi Putusan-Putusan
Btari Divergensi Maharani, Akhmad Budi Cahyono
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Abstrak
Lalainya debitur mempunyai akibat-akibat penting seperti ganti rugi dan pembatalan perjanjian, sehingga harus ditetapkan lebih dahulu apakah si debitur benar telah lalai, dan apabila hal tersebut disangkal olehnya maka harus dibuktikan di muka Hakim. Pernyataan lalai (somasi) merupakan upaya hukum dengan mana kreditur memperingatkan debitur saat selambat-lambatnya ia wajib memenuhi prestasi, yang apabila dilampaui maka debitur benar telah lalai. Pada umumnya apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau undang-undang, wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur, sebagaimana dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Adapun Pasal 1238 KUHPerdata juga mengatur mengenai pernyataan lalai ini, namun lebih kepada bentuk pengajuannya. Dalam praktik, ternyata tidak semua wanprestasi memerlukan pernyataan lalai. Ada beberapa keadaan tertentu yang membuat pernyataan lalai tidak perlu diajukan kreditur, namun tetap menjadikan si debitur lalai dan kepadanya dapat diajukan tuntutan. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normative dengan cara meneliti bahan pustaka yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) serta berbagai putusan-putusan Hakim.
The Urgency of Legal Notice Towards Breach of Contract Lawsuits: Court Decisions Studies
Abstract
Debtor’s negligence has many important consequences such us indemnity and nullification, so it must be determined if the debtor actually been negligent, and if it’s denied, then it must be proven. Legal notice as the legal effort which the creditor warn debtor to performs in a certain term and if the debtor failed to fulfill, we can conclude that the debtor is negligent. In general, if the contract or other regulations not determined otherwise, the debtor’s negligence officially set after the creditor gave the debtor such legal notice as set on clause 1243 Burgerlijk Wetboek. Clause 1238 Burgerlijk Wetboek also defines about this legal notice but only its formal form. In practice, it turns out that not all of a breach of contract needs legal notice. There’re some specific circumstances where it doesn’t need a legal notice to initiate the debtor’s negligence and the debtor has to complies indemnity he be demanded for. The research method used is juridical normative research which into studies such materials like Burgerlijk Wetboek and various court decisions.
Keywords: Legal Notice; Breach of Contract
Pendahuluan
Dalam hidup bermasyarakat manusia saling menjalin hubungan untuk mengakomodir
beragam kepentingan guna memenuhi kebutuhan. Mengingat kepentingan antar manusia
berbeda satu sama lain, mereka kemudian mengadakan perjanjian. Perjanjian adalah suatu
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
2
peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain, atau dimana dua orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1 Perjanjian ini melahirkan perikatan; yakni suatu
perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.2
Dalam pelaksanaan suatu perjanjian, apabila si berutang atau debitur tidak melakukan
apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan wanprestasi (lalai).3 Terhadap kelalaian
si berutang, diancamkan beberapa sanksi yang salah satunya adalah membayar kerugian yang
diderita oleh kreditur meliputi biaya, rugi, dan bunga. Dengan demikian bilamana debitur
wanprestasi, maka kreditur dapat memilih tuntutan-tuntutan misalnya pemenuhan perjanjian
disertai ganti rugi, ganti rugi saja, pembatalan disertai ganti rugi, dan lainnya.
Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai “akibat-akibat yang begitu penting”
seperti yang telah dikemukakan di atas, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si
berutang benar melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus
dibuktikan di muka Hakim.4 Salah satu upaya hukum berkenaan dengan penetapan
wanprestasinya si berutang adalah dengan pernyataan lalai atau somasi sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi, “Penggantian biaya, rugi, dan
bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang,
setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang
telah dilampaukannya.”5 Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan bahwa “pernyataan lalai
adalah upaya hukum dengan mana kreditur memberi tahukan, menegur, dan memperingatkan
debitur saat selambat-lambatnya ia wajib memenuhi prestasi, dan apabila saat itu dilampaui,
maka debitur telah lalai.”6 Pasal 1238 KUHPerdata kemudian memberikan petunjuk mengenai
pernyataan lalai ini, dimana dalam Pasal tersebut dikatakan jika, “Si berutang adalah lalai,
bila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau
1 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 1.
2 Ibid. 3 Ibid., hlm. 45. 4 Ibid. 5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Soebekti dan R.
Tjitrosudibio, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1243. 6 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung:
Alumni, 1983), hlm. 17.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
3
demi perikatannya sendiri jika ini menetapkan bahwa si berutang akan harus dianggap lalai
dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan.”7
Dalam praktiknya, penafsiran mengenai perlu tidaknya pernyataan lalai (somasi) ini
dilakukan oleh Kreditur terhadap Debitur masih dipertanyakan. Beberapa doktrin dan
yurisprudensi mendukung keberlakuan serta perlunya pernyataan lalai (somasi), namun
sebaliknya, beberapa sarjana dan Hakim dalam putusannya berpendapat berbeda. Menurut
kalangan kedua ini, dalam keadaan-keadaan tertentu pernyataan lalai (somasi) tidak perlu
dilaksanakan. Tak hanya keberlakuannya yang masih menjadi perdebatan, bentuk dari
pertanyaan lalai (somasi) ini turut menjadi soal. Dengan demikian, dalam penelitian ini,
Penulis ingin mencari tahu hal-hal berkenaan dengan pernyataan lalai (somasi) terhadap
gugatan wanprestasi. Penulis ingin menelaah lebih lanjut landasan teori yang menjadi dasar
perlunya pertanyaan lalai (somasi) serta bagaimana KUHPerdata memandang pertanyaan lalai
(somasi) tersebut. Pun penulis ingin meninjau lebih dalam pandangan para Hakim di berbagai
Pengadilan serta Mahkamah Agung yang ternyata dalam putusan mengenai perlunya
pernyataan lalai (somasi) ini dilakukan oleh Kreditur kepada Debitur dalam hal wanprestasi
agar tuntutan-tuntutannya dapat diterima.
Tinjauan Teoritis
Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai “akibat-akibat yang begitu penting”
seperti yang telah dikemukakan di atas, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si
berutang benar melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka
harus dibuktikan di muka Hakim.8 Lebih lanjut, dalam Pasal 1243 KUHPerdata disebutkan
bahwa debitur baru berkewajiban memberi ganti rugi juga bunga setelah ia diberi suatu
pernyataan lalai oleh Kreditur, tetap lalai untuk memenuhi perikatan. Mengenai penafsiran
Pasal 1243 ini, Prof. Dr. Ahmadi Miru kemudian menyebutkan bahwa:
Terdapat dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti kerugian, yaitu; (i) Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan lalai, tetapi tetap melalaikannya; dan (ii) Jika
7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Soebekti dan R.
Tjitrosudibio, Ps. 1238. 8 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 7.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
4
dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu, pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka waktu yang telah ditentukan tersebut.9
Pernyataan lalai menunjukkan adanya itikad baik dalam hal pelaksanaan perjanjian,
mengingat sebelum seorang debitur benar dinyatakan wanprestasi, pihak kreditur telah
terlebih dahulu memberikan peringatan untuknya.
Merujuk Pasal 1238 KUHPerdata dan pendapat Mariam Darus Badrulzaman dalam
bukunya K.U.H Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, bentuk-bentuk pernyataan
lalai ini adalah:10
a. Surat Perintah (bevel)
Yang dimaksud dengan surat perintah (bevel) adalah exploit juru sita, yakni
“perintah lisan” yang disampaikan oleh juru sita kepada debitur.
b. Akta sejenis
Menurut J. Satrio yang dimaksud dengan akte sejenis itu ialah perbuatan
hukum sejenis; sejenis dengan perintah yang disampaikan oleh juru sita, yang
dilakukan dengan surat-surat biasa asal di dalamnya ada pemberitahuan yang
bersifat imperative tentang batas waktu pemenuhan prestasi.
c. Demi perikatannya sendiri
Dengan lampaunya suatu waktu dalam sebuah perjanjian, keadaan lalai itu
terjadi dengan sendirinya.
Namun dengan dikeluarkannya SEMA No. 3 Tahun 1963, Pasal 1238 KUHPerdata ini
menjadi hapus. SEMA No. 3 Tahun 196311 menyebutkan bahwa Mahkamah Agung sudah
pernah memutus, diantara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugatan
kepada tergugat dapat dianggap sebagi penagihan, oleh karena si tergugat masih dapat
menghindarkan terkabulnya gugatan dengan membayar utangnya sebelum hari sidang
pengadilan. J. Satrio menganggap bahwa SEMA No. 3 Tahun 1963 tersebut hanya
menghapus “bentuk-bentuk” daripada pernyataan lalai, dimana bentuk pernyataan lalai ini
menjadi tidak terikat, bukan menghapus lembaga pernyataan lalai seperti yang awam
9 Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. 13. 10 Ibid., hlm 17-19. 11 Indonesia, Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Gagasan Menganggap
Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang, SEMA No. 3 Tahun 1963, hlm. 3.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
5
kebanyakan artikan. Saya setuju dengan pendapat ini, mengingat alasan dihapusnya Pasal
1238 KUHPerdata tersebut, seperti yang telah disebutkan di atas, lebih merujuk kepada
“bentuk” daripada pernyataan lalai itu.
Terkait dengan urgensi diadakannya somasi, para sarjana mengemukakan hal-hal
sebagai berikut:
1. LEH Rutten12
Disebutkan oleh LEH Rutten bahwa somasi merupakan suatu peringatan dari
kreditur agar debitur memenuhi kewajiban perikatannya.
2. Hamaker13
Prestasi dalam perikatan murni (tanpa ketetapan waktu) sebenarnya telah
terhutang tetapi baru potensial saja sehingga membutuhkan somasi.
3. Pitlo
Merujuk Putusan HR 19 November 1915 dan 4 Februari 1927,14 Pitlo
menjelaskan bahwa dalam hal debitur keliru berprestasi yang berakibat negatif
dengan maksud baik, maka memerlukan somasi. Berakibat negatif maksudnya
adalah sebagai akibat dari pelanggaran atas perjanjian, kreditur kehilangan
keuntungan yang seharusnya ia terima.15 Bagi Pitlo, dalam hal keliru
berprestasi, seorang debitur masih memiliki niatan untuk memenuhi prestasi
atau kewajibannya dalam suatu perikatan, meskipun keliru atau salah,16
sehingga sepatutnya dihargai. Adapun untuk pelanggaran kontrak negative
dalam hal debitur keliru berprestasi dimana debitur beritikad buruk, maka tidak
perlu ada pernyataan lalai.
4. Vollmar17
Jika kreditur menggugat debitur tetapi tidak menyebutkan bahwa debitur telah
disomir dengan baik dan tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka jika
debitur menjawab bahwa ia sebenarnya sudah siap dengan pembayarannya
12 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 100. 13 Ibid., hlm. 102. 14 Diambil dari HR. 19 November 1915 dan 4 Februari 1927 berdasarkan Pitlo dalam Het Verbitenissenrecht
naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek halaman 48, dan Losecaat Vermerr dalam Serie Asser, Handeiding tot
de beofening van het Nederlands Burgerlijk Recht Verbintenissenrecht halaman 176-177. 15 R Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Binacipta, 1977), hlm. 16. Diambil dari Meijers,
In Zyn Onderschriften in W. 9942 en in N.J. 1927 biz 666. 16 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 137. 17 Ibid., hlm. 99.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
6
tetapi ia tidak pernah diberitahu kapan ia harus membayar maka gugatan
kreditur akan dinyatakan tidak dapat diterima.18
5. Yahya Harahap
Yahya Harahap mengamini Pasal 1243 KUHPerdata, dimana ia berpendapat
jika ganti rugi baru efektif setelah adanya pernyataan lalai. 19
6. J. Satrio
Terkait dengan urgensi diadakannya somasi, menurut J. Satrio,20 somasi tidak
diperlukan apabila debitur telah membawa dirinya dalam keadaan yang tidak
mungkin lagi untuk berprestasi, atau prestasinya untuk selanjutnya sudah tidak
berguna lagi bagi kreditur, atau kalau debitur sudah tidak mau berprestasi atau
menolak untuk berprestasi, atau mengakui bahwa ia wanprestasi. 21 Kemudian,
dalam hal debitur keliru berprestasi dengan pelanggaran kontrak positif, yang
mana sebagai akibat dari pelanggaran perjanjian kreditur menjadi berkurang
kekayaannya, tidak diperlukan somasi. Untuk pelanggaran kontrak berjenis
positif, maka sebagai akibat dari pelanggaran perjanjian, kreditur menjadi
berkurang kekayaannya.22
7. Losecaat Vermeen
Menurut Losecatt Vermaan,23 somasi tidak diperlukan lagi apabila Debitur
sudah tidak mau berprestasi.
8. Wirjono Prodjodikoro
Pada perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, tidak mungkin ada kekeliruan atau
terlambat berprestasi, dan karenanya tidak ada masalah somasi.24
9. Munir Fuady
18 Ibid. hlm. 133-134. 19 Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 61. 20 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 136. 21 Ibid. 22 Diambil dari HR. 19 November 1915 dan 4 Februari 1927 berdasarkan Pitlo dalam Het Verbitenissenrecht
naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek halaman 48, dan Losecaat Vermerr dalam Serie Asser, Handeiding tot
de beofening van het Nederlands Burgerlijk Recht Verbintenissenrecht halaman 176-177. J. Satrio, Hukum
Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 137. 23 Ibid., hlm. 136 vide H.R 1 Februari 1957. 24 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata, tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, (Bandung: Sumur
Bandung, 1981), hlm. 52.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
7
Pernyataan lalai tidak diperlukan dalam hal tertentu, yakni;25 (i) jika dalam
persetujuan ditentukan termijn waktu; (ii) Debitur sama sekali tidak memenuhi
prestasi; (iii) Debitur keliru memenuhi prestasi; (iv) ditentukan dalam undang-
undang bahwa wanprestasi terjadi demi hukum; dan (v) jika debitur mengakui
atau memberitahukan bahwa dia dalam keadaan wanprestasi.
10. Mariam Darus Badrulzaman,26
Lembaga pernyataan lalai tidak diperlukan apabila peringatan diadakan untuk
jangka waktu tertentu, karena dengan dilampauinya waktu, maka berarti
debitur telah tidak memenuhi perikatan.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan untuk penelitian ini adalah penelitian yuridis
normatif, yaitu penelitian untuk mengidentifikasi konsep, prinsip, dan asas dalam suatu
peraturan perundang-undangan. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka,
meliputi;27 (i) Bahan hukum primer, yakni undang-undang dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, serta berbagai putusan, (ii) Bahan hukum sekunder, yaitu hasil karya dari kalangan
hukum, dan (iii) Bahan hukum tertier, yaitu kamus umum dan kamus hukum.
Hasil Penelitian
Tak hanya para sarjana dengan doktrin mereka, beberapa Hakim juga mendukung
adanya pernyataan lalai dalam putusan-putusan mereka, dimana dijelaskan bahwa debitur
benar telah lalai dan gugatan kreditur dapat dinyatakan diterima setelah si kreditur
memberikan somasi pada debitur, yang di antaranya adalah:
No. No. Perkara Tahun Kaedah
1. Putusan R.v.J. Surabaya
12 Juni 1912
1912 Untuk menyatakan seseorang
telah melakukan wanprestasi,
maka terlebih dahulu harus sudah
25 Munir Fuady, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000),
hlm. 89. 26 Badrulzaman, K.U.H Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, hlm. 25. 27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Depok: UI Press, 2010), hlm. 52.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
8
dilakukan penagihan resmi oleh
juru sita yakni somasi.
2. Putusan H.R. 29 Januari
1915
1915 Somasi tidak mengkonstantir
keadaan lalai, tetapi suatu
peringatan agar debitur
berprestasi. Kalau masih tidak
memenuhi, maka somasi baru
menjadikan debitur dalam
keadaan lalai. Suatu somasi dapat
diberikan sebelum waktu yang
ditentukan dalam perjanjian lewat,
asal di dalamnya kreditur
menuntut debitur untuk memenuhi
kewajibannya pada saat yang
diperjanjikan atau sesudahnya.
3. Putusan HgH. 15 Juli
1915
1915 Bila diikuti pendapat bahwa
somasi mengkonstantir, maka
tidak mungkin diberikan somasi
sebelum matangnya prestasi untuk
ditagih.
4. Putusan HgH. Tanggal 18
Februari 1926
1926 Perjanjian tanpa ketentuan waktu,
misalnya perjanjian jual beli
barang, mengharuskan adanya
somasi yang menentukan kapan si
penjual harus menyerahkan
barang.
5. Putusan HgH. Tanggal 17
April 1930
1930 Kreditur harus memberikan
somasi kepada Debitur dengan
iktikad baik yakni pemberian
jangka waktu yang pantas dan
layak kepada debitur untuk
memenuhi kewajibannya.
6. Yurisprudensi Mahkamah 1952- Apabila dalam perjanjian
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
9
Agung No.
186K/SIP/1959 jo.
Putusan Pengadilan
Tinggi Surabaya No.
235/PDT/1953 jo.
Putusan Pengadilan
Negeri Pamekasan No.
94/1952
1959 ditentukan dengan tegas kapan
pihak yang bersangkutan harus
melaksanakan sesuatu dan setelah
lampau waktu yang ditentukan ia
belum juga melaksanakannya, ia
menurut hukum belum dapat
dikataan alpa memenuhi kewaiban
perjanjian selama hal tersebut
belum dinyatakan kepadanya
secara tertulis oleh pihak lawan
(ingebreke stelling).
7. Yurisprudensi Mahkamah
Agung No.
852/K/SIP/1972
1973 Untuk seseorang dapat dikatakan
wanprestasi, maka harus ada
somasi. Menilik belum
dilakukannya somasi dalam
perkara ini, maka gugatan tersebut
dinyatakan tidak dapat diterima.
Adapun permintaan untuk
memenuhi yang diperjanjikan itu
tidak diharuskan dengan teguran
oleh juru sita.
8. Yurisprudensi Mahkamah
Agung No. 1508
K/PDT/2009
2009 Somasi dianggap perlu karena
berisi peringatan untuk
mengadakan musyawarah berupa
mediasi, konsiliasi, dan arbitrase
yang merupakan kewajiban bagi
para pihak apabila terdapat
sengketa.
9. Putusan No.
47/PDT.G/2011/PN.TMK
jo. Putusan No.
25/PDT/2012/PT.JPR dan
Putusan No. 1730
2011-
2012
2013
Gugatan penggugat tidaklah
premature, mengingat Penggugat
telah berkali-kali melakukan
penagihan langsung ke rumah
Tergugat yang mana hal tersebut
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
10
K/Pdt/2013 dapat dianggap sebagai somasi.
10. Putusan No.
32/Pdt.G/2014/PN.PDG
2014 Meskipun Penggugat telah lalai
dalam pembayaran, seharusnya
Tergugat melakukan somasi dan
bukan langsung melakukan
pembatalan perjanjian serta
penarikan objek perjanjian tanpa
seizin Penggugat. Somasi di sini
harus mempertimbangkan jangka
waktu yang pantas dan
menghiraukan biaya yang telah
dikeluarkan oleh Penggugat serta
itikad baik Penggugat.
11. SEMA No. 3 Tahun 1963
Tentang Gagasan
Menganggap Burgerlijk
Wetboek Tidak Sebagai
Undang-Undang jo.
Putusan MA No. 117
K/SIP/1956 Tanggal 12
Juni 1956
1963
jo.
1956
Mahkamah Agung sudah pernah
memutus, diantara dua orang
bahwa pengiriman turunan surat
gugatan kepada tergugat dapat
dianggap sebagai penagihan, oleh
karena si tergugat masih dapat
menghindarkan terkabulnya
gugatan dengan membayar
utangnya sebelum hari sidang
pengadilan.
12. Putusan No.
14/PDT.G/2011/PN.SPG
2011 Surat gugatan yang dilayangkan
ke Pengadilan dan oleh
Pengadilan melalui juru sita
diampaikan kepada Tergugat
dapat dipandang sebagai suatu
somasi.
Menjadi pertanyaan sekarang apakah semua bentuk wanprestasi memerlukan somasi
untuk menjadikan debitur benar telah lalai? Tak hanya para sarjana dengan doktrin mereka,
beberapa Hakim juga menyetujui tidak perlunya suatu pernyataan lalai dalam suatu kondisi
atau keadaan tertentu, dimana dijelaskan bahwa suatu gugatan dapat diterima meski si
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
11
kreditur tidak terlebih dahulu memberikan somasi kepada debitur, yang mana hal ini ternyata
dalam putusan-putusan sebagaimana berikut:
No. No. Perkara Tahun Kaidah
1. Putusan HgH. tanggal
28 Agustus 1912
1912 Jika kita tahu bahwa debitur telah
membawa dirinya dalam keadaan
yang tidak mungkin lagi untuk
berprestasi atau prestasinya untuk
selanjutnya sudah tidak berguna
lagi bagi kreditur, maka somasi
tidak ada gunanya lagi.
2. Putusan HgH. Batavia 3
November 1904
1904 Dalam hal keliru berprestasi
tidak perlu somasi.
3. Putusan Raad van
Justitie tanggal 13
Agustus 1920
1920 Somasi pada asasnya diperlukan
kecuali ternyata bahwa tenggang
waktu yang disebutkan dalam
perikatan merupakan batas
akhir.28
4. Putusan Nomor 131
/Pdt.G/2014/PN Plg
2014 Bahwa perjanjian dengan batas
akhir atau verbal termijn tidak
lagi memerlukan pernyataan lalai.
Pembahasan
Berikut merupakan penjelasan daripada putusan-putusan di atas.
1. Perlunya Pernyataan Lalai (Somasi) Karena Somasi bersifat Konstitutif
Berdasarkan pendapat dalam Putusan H.R. 29 Januari 1915 yang dimuat dalam
P. De Prez, Gids Burgerlijk Recht, Deel I, No. 87, yang tertuang dalam (salah
satu bagian putusan) No. 246/PDT.G/2014/PN.JKT.PST, somasi dianggap
diperlukan agar gugatan Termohon Kasasi dahulu Penggugat dikabulkan dan
tuntutan ganti rugi atas dasar penyerahan yang terlambat bisa berhasil,
mengingat dalam perjanjian antara Penggugat dan Tergugat tidak menutup
28 Ibid., hlm. 104-105.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
12
kemungkinan untuk menyerahkan objek perjanjian setelah waktu yang
ditetapkan.
2. Gugatan Tidak Dapat Diterima Bila Belum Dilakukan Somasi
Dalam Yurisprudensi MA RI No. 852/K/SIP/1972 tertanggal 12 September
1973 ini, Drs. Hutasoit Mardjohan menjadi Penggugat melawan PT
International Country Hotel Corporation Indonesia, S.B Abas, dan M.L Pohan,
sebagai Tergugat. Pada intinya,29 Putusan ini menyatakan bahwa untuk
seseorang dapat dikatakan wanprestasi, maka harus ada somasi. Menilik belum
dilakukannya somasi dalam perkara ini, maka gugatan tersebut dinyatakan
tidak dapat diterima.
3. Perjanjian dengan Jangka Waktu Pemenuhan Bukan Verbal Termijn
Memerlukan Pernyataan Lalai (Somasi)
Dalam Yurispudensi Mahkamah Agung No. 186K/SIP/1959 tertanggal 1 Juli
1959, Para pihak berperkara adalah Said Wachidin melawan Perseroan
Terbatas N.V. Aniem.30 Pada pokoknya, Putusan Mahkamah Agung No.
186K/SIP/1959 tertanggal 1 Juli 1959 ini menyatakan bahwa apabila dalam
perjanjian ditentukan dengan tegas kapan pihak yang bersangkutan harus
melaksanakan sesuatu dan setelah lampau waktu yang ditentukan ia belum
juga melaksanakannya, ia menurut hukum belum dapat dikatakan alpa
memenuhi kewajiban perjanjian selama hal tersebut belum dinyatakan
kepadanya secara tertulis oleh pihak lawan.31 Dengan demikian, suatu
ketentuan waktu belum tentu merupakan batas akhir prestasi, yang mana
dengan hal ini berarti lewatnya waktu saja belum menjadikan debitur dalam
keadaan lalai sehingga diperlukan suatu pernyataan lalai atau somasi, kecuali
kalau perikatan tersebut mengakibatkan si debitur harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang telah ditentukan.32
4. Perjanjian Tanpa Ketentuan Waktu Memerlukan Pernyataan Lalai
29 Dyah Ayu Pratiwi, A. Rahmad Budiono, dan Istislam, “Penyelesaian Hukum oleh Bank terhadap
Nasabah kartu Kredit yang Wanoprestasi Studi di Kota Malang,” Law Student Journal Universitas Brawijaya
(2016), hlm. 16. 30 Kenny Wiston, “Hukum Sipil” http://www.kennywiston.com/hukumsipil.htm, diakses pada 1 Desember
2016. 31 Chidir Ali, Yurisprudensi Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 13. 32 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 103.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
13
Pada HgH. Tanggal 18 Februari 1926, disebutkan bahwa dalam perjanjian
tanpa ketentuan waktu, misalnya perjanjian jual beli barang, mengharuskan
adanya somasi yang menentukan kapan si penjual harus menyerahkan barang.
5. Somasi dengan Penagihan Resmi oleh Juru Sita
R.v.J. Surabaya 12 Juni 1912 pernah mempertimbangkan bahwa untuk
menyatakan seorang telah melakukan wanprestasi terlebih dahulu harus sudah
dilakukan penagihan resmi oleh juru sita yakni somasi. Namun disebutkan
dalam buku J. Satrio Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, bahwa
mengenai putusan R.v.J. Surabaya di atas, oleh Mahkamah Agung diperbaiki
dengan Putusan No. 852 K/Sip/1972 dengan mengemukakan bahwa
permintaan untuk memenuhi yang diperjanjikan tidak diharuskan dengan
teguran oleh juru sita.33
6. Somasi dengan Pengiriman Turunan Surat Gugatan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 telah menghapus
keberlakuan dari Pasal 1238 KUHPerdata, dimana disebutkan bahwa
Mahkamah Agung sudah pernah memutus diantara dua orang Tionghoa,
bahwa pengiriman turunan surat gugatan kepada tergugat yang juga sebagai
debitur dapat dianggap sebagi penagihan, oleh karena si tergugat masih dapat
menghindarkan terkabulnya gugatan dengan membayar utangnya sebelum hari
sidang pengadilan. Hal yang sama juga tercantum dalam Putusan MA No. 117
K/SIP/1956 tanggal 12 Juni 1956, dimana dikatakan bahwa gugatan yang
terlebih dahulu telah diberitahukan kepada Tergugat dapat dipandang sebagai
surat penagihan,34 pun Putusan No. 14/PDT.G/2011/PN.SPG yang
menyebutkan bahwa surat gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan dan oleh
Pengadilan melalui juru sita disampaikan kepada Tergugat dapat dipandang
sebagai suatu somasi sehingga diperbolehkan si Penggugat untuk mengajukan
gugatan ke Pengadilan.
7. Somasi Secara Lisan dengan Penagihan Langsung
33 Ibid., hlm. 119, vide Mahkamah Agung Republik Indonesia, Rangkuman Jurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia, hlm. 35.
34 J. Satrio, “Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi Bagian I”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbfb836aa5d0/beberapa-segi-hukum-tentang-somasi-bagian-i-
brioleh-j-satrio-, diakses pada 19 Desember 2016 vide J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya,
hlm. 133.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
14
Perihal somasi secara lisan dengan penagihan langsung ini ternyata dalam
Putusan No. 47/PDT.G/2011/PN.TMK jo. Putusan Pengadilan Tinggi No.
25/PDT/2012/PT.JPR mengenai utang-piutang. Dalam perkara ini, Tergugat
melakukan wanprestasi yang termasuk dalam kategori terlambat berprestasi,
karena Penggugat sebenarnya masih menghendaki adanya pelunasan utang si
Tergugat. Mengutip pendapat R. Setiawan dan J. Satrio,35 untuk wanprestasi
dengan kategori terlambat melakukan prestasi, Penggugat yang merasa masih
membutuhkan pelaksanaan prestasi tersebut hendaknya mengajukan somasi
kepada Tergugat. Apalagi, ditambah fakta bahwa antara Penggugat dan
Tergugat dalam perkara ini tidaklah membuat suatu perjanjian tertulis dengan
mana jangka waktu pelunasan tercantum. Majelis Hakim menyebut bahwa
gugatan penggugat tidak premature dan dapat diterima, mengingat Penggugat
telah berkali-kali melakukan penagihan langsung ke rumah Tergugat yang
mana hal tersebut dapat dianggap sebagai somasi. Tak hanya putusan-putusan ,
Putusan No. 1730 K/Pdt/2013 yang juga telah berkekuatan hukum tetap
membahas perihal sama terkait dengan diperbolehkannya somasi secara lisan
melalui penagihan langsung. Dengan demikian, menilik putusan-putusan di
atas dan mengutip V. Brakel dalam Leerboek van het Nederlandse
Verbintenissenrecht, perihal somasi secara lisan melalui penagihan langsung
adalah diperbolehkan mengingat bentuk formal dari somasi sendiri dewasa ini
sudah mulai ditinggalkan.36
8. Somasi Berisi Teguran Agar Debitur Menjalankan Kewajibannya
Menilik Putusan No. 1508 K/PDT/2009, somasi dianggap perlu karena berisi
peringatan untuk mengadakan musyawarah berupa mediasi, konsiliasi, dan
arbitrase yang merupakan kewajiban bagi para pihak apabila terdapat sengketa.
Somasi di sini, selain sebagai peringatan atau teguran agar Tergugat
melasanakan prestasinya dengan melakukan pembayaran dana proyek kepada
Penggugat, juga sebagai peringatan agar Tergugat mau melaksanakan
kewajibannya untuk mengadakan musyawarah dengan pihak Penggugat guna
penyelesaian masalah.
9. Perlunya Somasi dengan Iktikad Baik Berupa Jangka Waktu yang Layak
35 Ibid., hlm. 135 36 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 110.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
15
Dalam Putusan HgH tanggal 17 April 1930 disebutkan jika kepada Tergugat
selaku debitur harus diberikan suatu jangka waktu yang patut untuk membayar
utang, sehingga somasi untuk segera membayar yang diajukan Penggugat
sebagai kreditur tidak mempunyai daya menjadikan tergugat dalam keadaan
lalai, karena meniadakan jangka waktu yang layak tersebut.
10. Perlunya Somasi dengan Mempertimbangkan Jangka Waktu yang
Pantas, Itikad Baik Debitur, dan Besaran Biaya yang Telah Dikeluarkan
Dalam Putusan No. 32/Pdt.G/2014/PN.PDG ini, dengan mempertimbangkan
besar biaya yang telah diangsur atau dikeluarkan oleh Tergugat terkait dengan
cicilan mobil dumtruck, adanya itikad baik dari Penggugat untuk melunasi
angsuran dengan menjadikan satu angsuran-angsuran sebelumnya untuk
dibayar oleh Penggugat di bulan September, serta perihal wanprestasi yang
tergolong “terlambat berprestasi” dengan mana pemenuhan prestasi berupa
pembayaran angsuran tersebut sebenarnya masih dikehendaki oleh Tergugat
pun jangka waktu yang terdapat dalam perjanjian tersebut dianggap bukan
sebagai batas akhir mengingat ketiadaan klausul mengenai denda, maka sudah
sepatutnya Tergugat memberikan somasi dengan jangka waktu pantas;
sebagaimana menurut J. Satrio37 bahwa suatu somasi seharusnya memberikan
tenggang waktu yang layak menurut bentuk prestasinya sebagai wujud itikad
baik dari Kreditur.
11. Somasi Tidak Perlu Jika Debitur Telah Membawa Dirinya Dalam
Keadaan yang Tidak Mungkin Lagi Untuk Berprestasi
Putusan HgH. tanggal 28 Agustus 1912 menyatakan, dengan mendasarkan
pada prinsip bahwa somasi dimaksudkan untuk menegur debitur agar mau
berprestasi maka kalau kita tahu bahwa debitur telah membawa dirinya dalam
keadaan yang tidak mungkin lagi untuk berprestasi atau prestasinya untuk
selanjutnya sudah tidak berguna lagi bagi kreditur, maka somasi tidak ada
gunanya lagi.38
12. Tidak Perlu Ada Somasi dalam Hal Debitur Keliru Berprestasi
HgH. Batavia tertanggal 3 November 1904 menyebutkan, dalam hal debitur
keliru berprestasi, maka tidak perlu diajukan somasi. Perihal ini mendapatkan
37 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 109-112. 38 Ibid., hlm. 136
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
16
komentar dari Pitlo yang menyatakan bahwa tidak perlunya somasi hanya
diperuntukkan bagi debitur yang keliru berprestasi dengan akibat negative
namun beritikad buruk, serta debitur keliru berprestasi dengan akibat positif.
13. Perjanjian dengan Batas Akhir (Verbal Termijn) Tidak Memerlukan
Pernyataan Lalai (Somasi)
Dalam Putusan No. 131 /Pdt.G/2014/PN Plg ini, Majelis Hakim menolak
gugatan Penggugat mengingat penarikan kendaraan oleh Tergugat telah sesuai
dengan perjanjian a quo, dimana Penggugat secara hukum telah dianggap lalai
melaksanakan kewajiban sesuai dengan isi Pasal 7 Perjanjian Pembiayaan
yakni:
Lewatnya waktu satu hari pembayaran angsuran pun dari tanggal yang telah ditetapkan dalam perjanjian sudah merupakan bukti sempurna mengenai kelalaian debitur untuk memenuhi kewajibannya menurut perjanjian ini tanpa diperlukan adanya teguran, somasi dari kreditur atau juru sita pengadilan atau pihak lain yang ditunjuk oleh kreditur.39
Menilik Perjanjian Pembiayaan a quo yang kiranya telah memenuhi syarat-
syarat sah dan asas perjanjian, dalam hal ini suatu ketentuan waktu merupakan
batas akhir prestasi, yang mana dengan lewatnya waktu saja telah menjadikan
debitur dalam keadaan lalai sehingga tidak diperlukan suatu pernyataan lalai.40
Perihal ini ternyata pula dalam pasal 1243 KUHPerdata serta Pasal 1238
KUHPerdata.
Yang perlu diingat adalah perjanjian yang secara tegas menyatakan jangka
waktu pemenuhan dengan batas akhir, maka debitur dapat dikatakan lalai
dengan lewatnya waktu. Namun jika Kreditur tetap memberikan somasi, maka
tindakannya dianggap sebagai pelepasan atas haknya.41 Hal ini ternyata dalam
Putusan Raad van Justitie tanggal 13 Agustus 1920, dimana Penggugat selaku
Pembeli telah melepaskan hak-nya untuk mendapatkan ganti rugi terhitung
sejak si Penjual lalai dalam menyerahkan objek jual beli berupa kopi; dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai batas akhir. Namun,
39 Pengadilan Negeri Palembang, Putusan No. 131 /Pdt.G/2014/PN Plg, hlm. 6. 40 J. Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya, hlm. 103. 41 Ibid., hlm. 104-105 vide Putusan Raad van Justitie Batavia tanggal 13 Augustus 1920.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
17
karena Penggugat ternyata di sini kemudian memberikan somasi kepada
Tergugat agar memenuhi kewajibannya pada tanggal “sesudah“ jangka waktu
ditetapkan, yakni 31 Juli 1919 menjadi 8 Agustus 1919, maka apabila Tergugat
tetap mangkir, maka ganti rugi tersebut dihitung dari tanggal 31 Juli 1919,
bukannya 8 Agustus 1919.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:
a. Wanprestasi (kelalaian) mempunyai “akibat-akibat yang begitu penting”, maka
harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang benar melakukan wanprestasi
atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka
Hakim.42 Pada umumnya, apabila tidak ditentukan lain dalam kontrak atau
undang-undang, wanprestasinya si debitur resmi terjadi setelah debitur
dinyatakan lalai oleh kreditur (ingebrekestelling), yakni dengan
dikeluarkannya pernyataan lalai oleh pihak kreditur,43 sebagaimana yang
tertera dalam Pasal 1238 KUHPerdata jo. Pasal 1243 KUHPerdata. Jadi pada
asasnya, seorang Debitur harus terlebih dahulu diberikan pernyataan lalai,
setelah ia mengabaikan dan tetap lalai untuk berprestasi, maka dapat dikatakan
bahwa benar ia telah wanprestasi dan untuk itu si Kreditur berhak menuntut
ganti rugi juga bunga.
b. Dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang berbunyi, “Debitur dinyatakan lalai
dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan
dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”44 Namun keberlakuan
Pasal 1238 KUHPerdata tersebut dihapus oleh SEMA No. 3 Tahun 1963,
sehingga pernyataan lalai (somasi) tidak terikat oleh bentuk-bentuk khusus,
bahkan penagihan secara lisan serta pengiriman turunan surat gugatan saja
dapat menjadi pernyataan lalai atau somasi dari kreditur terhadap debitur.
42 Soebekti, Hukum Perjanjian, cet. 19, (Jakarta: Intermasa, 2002), hlm. 7. 43 Ibid., hlm. 105. 44 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Soebekti dan R.
Tjitrosudibio, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009), Ps. 1238.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
18
c. Urgensi Hakim untuk menyatakan perlu tidaknya suatu pernyataan lalai dalam
suatu perkara agar debitur dinyatakan benar wanprestasi sehingga gugatan
dapat dikabulkan digantungkan pada keadaan masing-masing dan fakta-fakta
yang terjadi dalam persidangan berkenaan kasus. Misalnya fakta bahwa dalam
perkara terkait, bentuk wanprestasi debitur merupakan “terlambat berprestasi”,
bahwa perjanjian bersangkutan antara debitur dan kreditur ternyata tidak
memiliki ketentuan waktu, serta bahwa perjanjian terkait antara debitur dan
kreditur sebenarnya memuat perihal jangka waktu namun bukan batas akhir
prestasi atau (verbal termijn). Kemudian, untuk tidak perlunya pernyataan lalai
diajukan, Majelis Hakim banyak mengamini pendapat daripada sarjana-
sarjana, misalnya dengan mendasarkan pada keyakinan bahwa debitur telah
membawa dirinya dalam keadaan yang tidak mungkin lagi untuk berprestasi
atau prestasinya untuk selanjutnya sudah tidak berguna lagi bagi kreditur, yang
mana merupakan pendapat dari J. Satrio; dalam hal debitur keliru berprestasi,
utamanya keliru berprestasi positif dan negative dengan itikad buruk, yang
mana berdasarkan pendapat Pitlo; dan fakta bahwa dalam perjanjian dengan
ketentuan waktu yang merupakan batas akhir tidak dibutuhkan somasi yang
mana mengamini pendapat Munir Fuady dan Mariam Darus Badrulzaman,
serta Pasal 1243 dan Pasal 1238 KUHPerdata itu sendiri.
Saran
Mahkamah Agung seharusnya memberikan pedoman perihal pengajuan pernyataan
lalai; pada wanprestasi yang bagaimanakah seharusnya si kreditur terlebih dahulu mengajukan
somasi pada debitur agar tuntutan-tuntutannya dalam suatu gugatan diterima dan sebaliknya.
Adapun untuk Hakim-Hakim seluruh Indonesia pemutus perkara perdata berkenaan dengan
wanprestasi dan pernyataan lalai, diperbolehkan untuk memutus apakah suatu perkara harus
terlebih dahulu diajukan pernyataan lalai (somasi) atau tidak, namun dengan catatan bahwa
Majelis Hakim telah memberikan pertimbangannya secara tepat dengan memasukkan dalil-
dalil pendukung, baik itu doktrin para sarjana atau yurisprudensi terdahulu, sehingga tidak
dengan tiba-tiba menjatuhkan amar atau menolak sesuatu atau menerima sesuatu tanpa alasan
dan pertimbangan yang jelas.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
19
Referensi
Buku
Ali, Chidir. Yurisprudensi Hukum Perikatan. Bandung: Alumni, 1983.
Badrulzaman, Mariam Darus. K.U.H Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung: Alumni,
1983.
Fuady, Munir. Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Harahap, Yahya. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 1982.
J. Satrio. Hukum Perikatan: Perikatan pada Umumnya. Bandung: Alumni, 1999.
Miru, Ahmadi dan Sakka Pati. Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2008.
Pitlo. Het Verbintenissenrecht naar het Nederlands Burgerlijk Wetboek. Cet. 3. Harleem: Tjeenk-Willink en
Zoon, 1952.
Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Bandung: Sumur Bandung,
1981.
R. Setiawan. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Binacipta, 1977.
Soebekti. Aneka Perjanjian. Cet. 10. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.
_______. Hukum Perjanjian. Cet. 19. Jakarta: Intermasa, 2002.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: UI Press, 2010.
Artikel
Pratiwi, Dyah Ayu, A. Rahmad Budiono, dan Istislam. “Penyelesaian Hukum oleh Bank terhadap Nasabah kartu
Kredit yang Wanoprestasi Studi di Kota Malang.” Law Student Journal Universitas Brawijaya (2016),
Hlm. 1-21.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh Soebekti dan R. Tjitrosudibio.
Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Gagasan Menganggap
Burgerlijk Wetboek Tidak Sebagai Undang-Undang, SEMA No. 3 Tahun 1963.
Putusan Pengadilan
Hogerrechtshof Batavia. Putusan HgH. Tanggal 3 November 1904.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017
20
_______. Putusan HgH. Tanggal 28 Agustus 1912.
_______. Putusan HgH. Tanggal 15 Juli 1915.
_______. Putusan HgH. Tanggal 18 Februari 1926.
_______. Putusan HgH. Tanggal 17 April 1930.
Hoger Raad Belanda. Putusan H.R. Tanggal 29 Januari 1915.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan No. 117 K/SIP/1956.
_______. Putusan No. 186K/SIP/1959.
_______. Putusan No. 852/K/SIP/1972.
_______. Putusan No. 1508 K/PDT/2009.
_______. Putusan No. 1730 K/Pdt/2013.
Pengadilan Negeri Padang. Putusan No. 32/Pdt.G/2014/PN.PDG.
Pengadilan Negeri Palembang. Putusan Nomor 131 /Pdt.G/2014/PN Plg.
Pengadilan Negeri Pamekasan. Putusan No. 94/PDT.G/1952.
Pengadilan Negeri Sampang. Putusan No. 14/PDT.G/2011/PN.SPG.
Pengadilan Negeri Timika. Putusan No. 47/PDT.G/2011/PN.TMK.
Pengadilan Tinggi Jayapura. Putusan No. 25/PDT/2012/PT.JPR.
Pengadilan Tinggi Surabaya. Putusan No. 235/PDT/1953.
Raad Van Justitie Surabaya. Putusan R.v.J. Surabaya Tanggal 12 Juni 1912.
_______. Putusan R.v.J. Surabaya Tanggal 13 Agustus 1920.
Internet
J. Satrio. “Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi Bagian I”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cbfb836aa5d0/beberapa-segi-hukum-tentang-somasi-
bagian-i-brioleh-j-satrio-. Diakses 19 Desember 2016.
Wiston, Kenny. “Hukum Sipil” http://www.kennywiston.com/hukumsipil.htm. Diakses 1 Desember 2016.
Urgensi Pernyataan ..., Btari Divergensi Maharani, FH UI, 2017