bab iii hasil penelitian dan pembahasan a. dasar …eprints.ums.ac.id/38776/7/bab iii.pdf · f....

26
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum dan Prosedur Penetapan Wali Pengganti terhadap Wali Adhal/Enggan 1. Gambaran Umum Perkara Wali Adhal dalam Penetapan No.005/Pdt.P/2012/PA.Skh Bahwa pada tanggal 20 Februari 2012 telah terjadi pengajuan permohonan Wali Adhal yang diajukan oleh Pemohon ke Pengadilan Agama Sukoharjo dikarenakan keinginan Pemohon untuk melangsungkan pernikahan dengan calon suami pilihannya yaitu SUPARJO bin NGADIMAN tidak direstui oleh orang tua (wali) Pemohon yaitu SENEN PRAPTO WIYONO. Pemohon mengajukan permohonan Wali Adhal dikarenakan calon suami Pemohon telah meminang Pemohon sebanyak 3 kali kepada ayah Pemohon namun ayah pemohon tetap pada pendiriannya. Pemohon dan calon suami pemohon tetap pada pendiriannya untuk melangsungkan pernikahan walaupun tanpa persetujuan dan restu dari orang tua pemohon dengan alasan bahwa hubungan antara pemohon dan calon suami pemohon telah berlangsung selama 10 tahun dan telah terjalin sedemikian erat dan sulit untuk dipisahkan. Hal ini bila tidak segera melangsungkan pernikahan antara pemohon dan calon suami pemohon dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan Hukum Islam. Alasan lain pemohon adalah calon suami pemohon telah 30

Upload: vuongdieu

Post on 17-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

30

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum dan Prosedur Penetapan Wali Pengganti terhadap Wali

Adhal/Enggan

1. Gambaran Umum Perkara Wali Adhal dalam Penetapan

No.005/Pdt.P/2012/PA.Skh

Bahwa pada tanggal 20 Februari 2012 telah terjadi pengajuan

permohonan Wali Adhal yang diajukan oleh Pemohon ke Pengadilan

Agama Sukoharjo dikarenakan keinginan Pemohon untuk melangsungkan

pernikahan dengan calon suami pilihannya yaitu SUPARJO bin

NGADIMAN tidak direstui oleh orang tua (wali) Pemohon yaitu SENEN

PRAPTO WIYONO. Pemohon mengajukan permohonan Wali Adhal

dikarenakan calon suami Pemohon telah meminang Pemohon sebanyak 3

kali kepada ayah Pemohon namun ayah pemohon tetap pada pendiriannya.

Pemohon dan calon suami pemohon tetap pada pendiriannya untuk

melangsungkan pernikahan walaupun tanpa persetujuan dan restu dari

orang tua pemohon dengan alasan bahwa hubungan antara pemohon dan

calon suami pemohon telah berlangsung selama 10 tahun dan telah terjalin

sedemikian erat dan sulit untuk dipisahkan. Hal ini bila tidak segera

melangsungkan pernikahan antara pemohon dan calon suami pemohon

dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan

Hukum Islam. Alasan lain pemohon adalah calon suami pemohon telah

30

31

dianggap mampu bertanggung jawab sepenuhnya kepada pemohon atau

dengan kata lain calon suami pemohon telah dianggap mampu menafkahi

pemohon karena telah memiliki penghasilan sebesar Rp. 1.500.000,- setiap

bulannya. Antara pemohon dan calon suami pemohon juga telah

memenuhi syarat-syarat untuk menikah baik menurut aturan hukum yang

berlaku maupun menurut agama dan antara keduanya tidak terdapat

larangan-larangan untuk melangsungkan pernikahan baik menurut

ketentuan Hukum Islam maupun perundang-undangan yang berlaku.

2. Duduk Perkara atau Permasalahan Hukum

Pemohon anak kandung dari Bp. Senen Prapto Wiyono yang

bertempat tinggal di Ds. Joho RT.01 RW.02, Desa Joho, Kecamatan

Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo hendak melangsungkan pernikahan

dengan Suparjo putra Bp. Ngadiman yang bertempat tinggal di Ds. Joho

RT.01 RW.02, Desa Joho, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

Dalam surat permohonannya pemohon menerangkan bahwa

pemohon dan calon suami pemohon telah sedemikian erat dan sulit

dipisahkan, karena telah berlangsung selama 10 tahun dan telah siap untuk

menjadi suami istri dengan melaksanakan perkawinan.

Pemohon telah melakukan pendekatan dan memohon kepada ayah

kandung pemohon sebagai wali nikah untuk menerima pinangan dan

selanjutnya menikahkan pemohon dengan calon suami pemohon.

Walaupun calon suami pemohon telah meminang pemohon 3 kali, namun

ayah kandung pemohon menolak dengan alasan pesan dari kakek dan

32

neneknya, pemohon tidak boleh menikah dengan tetangga dekat dan

letaknya ke arah selatan lurus. Pemohon berpendapat bahwa penolakan

ayah pemohon tersebut tidak berdasarkan hukum.

Berdasarkan semua uraian tersebut di atas, maka pemohon

memohon kepada Ketua Pengadilan Agama Sukoharjo berkenan

menetapkan hal-hal sebagai berikut.

a. Mengabulkan permohonan pemohon;

b. Menetapkan, wali nikah pemohon adalah adhal;

c. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;

d. Memberi putusan yang seadil-adilnya.

Dalam persidangan pemohon hadir bersama calon suami dan dua

orang saksi sedangkan ayah kandung pemohon sebagai calon wali nikah

pemohon tidak hadir. Ketidakkehadiran ayah kandung pemohon tidak pula

mengirim wakil/kuasanya yang sah dan tidak ternyata disebabkan oleh

suatu halangan yang sah.

3. Pertimbangan atau Dasar Hukum dan Prosedur Penetapan Wali

Pengganti Karena Wali Adhal/Enggan

Pemohon dalam surat permohonannya tertanggal 20 Februari 2012

yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor:

0042/Pdt.P/2010/PA.Skh tanggal 20 Februari 2012, telah mengemukakan

alasan-alasan sebagai berikut.

a. Bahwa pemohon bermaksud akan melangsungkan pernikahan dengan

calon suami pemohon, umur 34 tahun, pekerjaan dagang, bertempat

33

kediaman di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo dan

keduanya siap menjadi suami istri.

b. Bahwa yang berhak menjadi wali dalam pernikahan pemohon adalah

ayah kandung pemohon bernama Senen Prapto Wiyono, yang

bertempat kediaman di Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo.

c. Bahwa calon suami pemohon telah meminang Pemohon 3 kali, namun

wali nikah pemohon tetap menolak dengan alasan pesan dari kakek

dan nenek, pemohon tidak boleh menikah dengan tetangga dekat dan

pemohon tidak boleh menikah dengan calon suami yang letaknya ke

arah selatan lurus.

d. Bahwa pemohon telah berusaha keras melakukan pendekatan kepada

wali pemohon agar menerima pinangan calon suami pemohon, tetapi

wali pemohon tetap pada pendiriannya tidak memberi ijin dan

menolak menikahkan;

e. Bahwa pemohon mengajukan pemberitahuan hendak menikah

dihadapan Pegawai Pencatat Nikah pada KUA Kecamatan Mojolaban,

Kabupaten Sukoharjo, tetapi ditolak dengan surat penolakan Nomor:

Kk.11.11.07/97/II/2012.

f. Bahwa berdasarkan surat penolakan dari KUA Kecamatan Mojolaban

tersebut, pemohon tetap bertekad bulat untuk melangsungkan

pernikahan dengan calon suami pemohon, karena pemohon telah siap

untuk menjadi seorang istri demikian juga calon suami pemohon siap

menjadi seorang suami, tidak ada larangan untuk menikah menurut

34

Hukum Islam maupun peraturan perundang-undangan, maka

selayaknya jika pernikahan ini dilaksanakan. Berdasarkan alasan-

alasan tersebut, pemohon mengajukan permohonan kepada Ketua

Pengadilan Agama Sukoharjo untuk menetapkan sebagai berikut.

- Mengabulkan permohonan pemohon;

- Menetapkan wali nikah pemohon adalah adhal;

- Menetapkan biaya perkara menurut hukum;

Bahwa pemeriksaan perkara dimulai dengan membacakan surat

permohonan pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon.

Bahwa wali pemohon maupun wakil/kuasanya tidak hadir dalam

persidangan, meskipun Pengadilan Agama telah memanggil dengan resmi,

sah dan patut. Bahwa tidak ternyata ketidakhadiran wali pemohon

disebabkan oleh suatu halangan yang sah.

Bahwa di depan sidang, pemohon telah mengajukan alat bukti

berupa Surat Penolakan pernikahan dari KUA Kecamatan Mojolaban,

Kabupaten Sukoharjo, Nomor: Kk.11.11.07/97/II/2012 (Tanda P.7).

Pemohon juga menghadirkan calon suami dan saksi-saksi dengan

kesaksiannya sebagai berikut.

Saksi kesatu, telah memberikan keterangan di bawah sumpah

sebagai berikut.

a. Bahwa Saksi kenal dengan Pemohon dan orang tua Pemohon karena

masih adahubungan keluarga dengan Pemohon;

b. Bahwa saksi tahu Pemohon mau menikah dengan Suparjo;

35

c. Bahwa ia telah mencintai Pemohon dan pernah melamar Pemohon

kepada ayah kandung Pemohon secara langsung sebanyak 3 kali,

namun belum merestui rencana pernikahan dirinya dengan Pemohon

alasannya karena adanya pesan dari kakek Pemohon bahwa Pemohon

tidak boleh menikah dengan tetangga (sekampung);

d. Bahwa antara Pemohon dengan calon suaminya sudah saling mencintai

bahkan sudah melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri

bahkan Pemohon sudah hamil 3 bulan;

e. Bahwa antara dirinya dengan Pemohon, tidak ada hubungan keluarga

atau semenda atau sesusuan yang dapat menghalangi dilangsungkan-

nya pernikahan dirinya dengan Pemohon;

Saksi kedua, telah memberikan keterangan di bawah sumpah

sebagai berikut.

a. Bahwa Saksi kenal dengan Pemohon dan orang tua Pemohon, karena

saksi adalah Paman Pemohon dan juga sebagai tetangga Pemohon;

b. Bahwa saksi telah mengetahui Pemohon telah menjalin hubungan

dengan seorang laki-laki bernama Suparjo bersatatus jejaka dan sudah

melakukan hubungan kelamin dan Pemohon sudah hamil 3 bulan, dan

berniat untuk meresmikan hubungan keduanya ke jenjang pernikahan;

c. Bahwa ia telah mencintai Pemohon dan pernah melamar Pemohon

kepada ayah kandung Pemohon secara langsung sebanyak 3 kali,

namun belum merestui rencana pernikahan dirinya dengan Pemohon

alasannya karena adanya pesandari kakek Pemohon bahwa Pemohon

tidak boleh menikah dengan tetangga (sekampung);

36

d. Bahwa, calon suami sudah bekerja sebagai pedagang batu bata dengan

berpenghasilan Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) setiap

bulannya;

e. Bahwa antara Pemohon dengan calon suaminya tersebut tidak ada

hubungan keluarga, sesusuan, semenda, atau hubungan lain yang dapat

menghalangi dilangsungkannya pernikahan;

Bahwa perkara ini perkara permohonan penolakan perkawinan oleh

Pegawai Pencatat Nikah disebabkan wali adhal, termasuk dalam bidang

perkawinan antara orang-orang yang beragama Islam, sehingga sesuai

dengan ketentuan Pasal 49 huruf a vide penjelasan Pasal 49 huruf a angka

5 dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2006, Pengadilan Agama Sukoharjo secara absolut berwenang untuk

mengadili perkara ini. Hal ini sesuai dengan bukti-bukti sebagai berikut.

a. Surat bukti P.1, ternyata Pemohon bertempat tinggal di wilayah hukum

Pengadilan Agama Sukoharjo, maka Pengadilan Agama Sukoharjo

secara relatif berwenang untuk memeriksa perkara ini;

b. Bukti P.3, P.4, P.5, bahwa Pemohon adalah anak kandung dari,

SENEN PRAPTO WIYONO

c. Bukti P.7, ternyata Pemohon yang akan melangsungkan pernikahan

dengan calon suaminya bernama Rusiyanto yang berstatus duda (bukti

P.4), telah ditolak oleh Pegawai Pencatat Pernikahan Kantor urusan

Agama Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo dengan alasan wali

37

Pemohon bernama SENENPRAPTO WIYONO enggan (adhal) untuk

menikahkan kedua calon mempelai;

d. Bukti P.2, P.6 dan P.8, bahwa calon suami bernama SUPARJO

bertempat tinggal di Joho, Mojolaban, bersatus jejaka anak kandung

dari Ngadiman;

Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Agama Nomor 2

tahun 1987, Pengadilan Agama dalam memeriksa dan menetapkan

adhalnya wali dengana cara singkat yaitu permohonan Pemohon dengan

menghadirkan wali Pemohon, sementara itu wali Pemohon tersebut tidak

hadir menghadap di persidangan, maka ketidakhadirannya merupakan

indikator keengganan wali Pemohon tersebut;

Adapun prosedur ataupun proses perkara penetapan wali adhal di

Pengadilan Agama Sukoharjo melalui beberapa tahap sebagai berikut.

a. Meja 1

1) Menerima surat gugatan dan salinannya;

2) Menaksir panjar biaya

3) Membuat SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar)

b. Kasir

1) Menerima uang panjar dan membukukannya;

2) Menandatangani SKUM;

3) Memberi nomor pada SKUM dan tanda lunas.

c. Meja II

1) Mendaftar permohonan dalam register;

38

2) Memberi nomor perkara pada surat permohonan sesuai nomor

SKUM;

3) Menyerahkan kembali kepada pemohon satu helai surat

permohonan;

4) Mengatur berkas perkara dan menyerahkan kepada Ketua melalui

wakil panitera dan panitera.

d. Ketua Pengadilan Agama

1) Mempelajari berkas;

2) Membuat PMH (Penetapan Majelis Hakim);

e. Panitera

1) Menunjuk panitera sidang;

2) Menyerahkan berkas kepada majelis.

f. Majelis Hakim

1) Membuat PHS (Penetapan Hari Sidang) dan perintah memanggil

para pihak oleh juru sita;

2) Menyidangkan perkara;

3) Memberitahukan kepada Meja II dan Kasir yang berkaitan dengan

tugas mereka.

4) Memutus perkara

g. Meja III

1) Menerima berkas dari majelis hakim;

2) Memberitahukan isi penetapan kepada pihak yang tidak hadir lewat

juru sita;

39

3) Menyerahkan salinan kepada pemohon dan pihak-pihak terkait;

4) Menyerahkan berkas yang telah dijahit kepada Panitera Muda

Hukum.

h. Panitera Muda Hukum

1) Mendata perkara;

2) Melaporkan perkara;

3) Mengarsipkan berkas perkara.

Proses persidangan melalui beberapa tahap yaitu:

a. Pemanggilan pihak-pihak, yaitu pemohon dan wali

Panggilan maupun pemanggilan menurut hukum acara perdata

ialah menyampaikan secara resmi (official) dan patut (properly) kepada

pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan, agar

memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan

majelis hakim atau pengadilan.1 Menurut Pasal 388 dan Pasal 390 ayat

(1) HIR, yang berfungsi melakukan panggilan adalah juru sita. Hanya

yang dilakukan jurusita panggilan dianggap resmi dan sah.

Kewenangan juru sita ini berdasarkan Pasal 121 ayat (1) HIR

diperolehnya lewat perintah ketua (majelis hakim) yang dituangkan

pada penetapan hari sidang atau penetapan pemberitahuan. Adapun

aturan pemanggilan pihak-pihak berperkara sebagai berikut.

1) Jika panggilan pertama untuk sidang pertama kepada penggugat

atau pemohon dilakukan dengan patut tetapi ia atau kuasa sahnya

1Irfan, 2012, Hukum Acara Perdata, dalam http://irfanrz.blogspot.co.id/2012/10/hukum-acara-

perdata.html diunduh 20 Oktober 2015

40

tidak hadir, maka sebelum perkaranya diputuskan atau digugurkan,

ia dapat dipanggil untuk kedua kalinya. Pasal 124, 126 HIR/Pasal

148,150 RBg.

2) Jika panggilan pertama untuk sidang pertama kepada tergugat atau

termohon (dalam perkara contentiosa) sudah dilakukan dengan

patut, ia atau kuasa sahnya tidak hadir maka sebelum perkaranya di

putus dengan verstek, ia dapat dipanggil untuk kedua kalinya. Pasal

124, 126 HIR/Pasal 148,150 RBg

3) Apabila tergugat atau termohon lebih dari seorang sedangkan pada

panggilan pertama untuk sidang pertama, ada yang hadir dan ada

yang tidak hadir maka sidang wajib ditunda. Kepada yang belum

hadir dipanggil kembali untuk kedua kalinya sedangkan kepada

yang telah hadir cukup diberitahukan langsung. Setelah panggilan

kedua ini, perkara akan diperiksa. Tidak perduli apakah hadir

semua ataukah hadir sebagian. Pasal 127 HIR/Pasal 151 RBg

4) Panggilan terhadap tergugat atau termohon yang berada diluar

negeri dilakukan melalui Perwakilan Republik Indonesia.

5) Tergugat atau termohon yang sudah dipanggil pertama untuk

sidang pertama dengan patut, ia atau kuasa sahnya tidak hadir

tetapi ia mengajukan eksepsi (perlawanan), baik eksepsi relatif

maupun eksepsi absolut, Pangadilan Agama wajib mengadili

terlebih dahulu akan eksepsi tersebut. Jika ternyata bahwa eksepsi

tersebut tidak beralasan maka Pengadilan Agama sebelum

41

memutus verstek, masih dapat untuk melakukan panggilan kedua

kalinya. Pasal 125 HIR/Pasal 149 RBg

6) Jika tergugat atau termohon tidak diketahui tempat tinggalnya,

sedangkan perkara itu bukan tentang gugatan cerai, maka pangilan

kepada yang tidak diketahui tempat tinggalnya tersebut dilakukan

dengan cara menempelkan panggilan pada Papan Pengumuman

Pengadilan Agama, dengan tenggang waktu antara panggilan dan

sidang adalah 30 hari.

7) Jika pihak yang dipanggil itu sudah meninggal dunia maka

panggilan disampaikan kepada ahli warisnya, tetapi jika ahli

warisnya tidak dikenal maka disampaikan melalui Lurah/Kepala

Desa tempat tinggal terakhir si mayit. Pasal 390/Pasal 719 RBg

8) Jika petugas yang memanggil sudah beertemu dengan pihak yang

dipanggil tetapi ia membangkang tidak mau menerima atau tidak

mau menandatangani relas panggilan maka oleh petugas tersebut

dibuat catatan pada relas panggilan bahwa ia sudah bertemu tetapi

pihak yang dipanggil tidak mau menerima/tidak mau

menandatangani relas panggilan. Tanggal catatan tersebut sama

dengan tanggal panggilan telah disampaikan.

b. Usaha perdamaian

Dalam proses persidangan perkara perdata, sebelum

dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim,

pertama-tama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara.

42

Menurut Pasal 130 HIR (Herziene Indonesisch Reglement), jika pada

hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, pengadilan

negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka. Jika

perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam sebuah akta

(surat), dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati perjanjian

yang dibuat. Akta tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan

pengadilan biasa.2

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003

sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Pasal 130 HIR secara tegas

mengintegrasikan proses mediasi ke dalam proses beracara di

pengadilan. Pasal 12 ayat (2) menjelaskan bahwa pengadilan baru

diperbolehkan memeriksa perkara melalui hukum acara perdata biasa

apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan.

Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan

yang dilakukan melalui perundingan diantara pihak-pihak yang

berperkara. Perundingan itu dibantu oleh mediator yang berkedudukan

sebagai pihak ketiga (netral) dan berfungsi untuk membantu para pihak

dalam mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa yang sebaik-

baiknya dan saling menguntungkan. Mediator dapat berasal dari

mediator pengadilan maupun mediator luar pengadilan yang memenuhi

syarat memiliki sertifikat mediator. Seperti hakim bukan pemeriksa

2Antok, 2013, Proses Perdamaian dalam Peradilan, dalam http://antokyudi78.blogspot.co.id/

2013/04/proses-perdamaian-dalam-peradilan.htmldiunduh 20 Oktober 2015

43

perkara, advokat, profesi yang menguasai sengketa pokok dan hakim

majelis pemeriksa perkara.

Mediasi dapat diselenggarakan di salah satu ruang Pengadilan

Tingkat Pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh para pihak.

Mediator hakim tidak boleh menyelenggarakan mediasi di luar

pengadilan. Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan

Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya. [Pasal 20 Perma No. 1 Tahun

2008]. Para pihak dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil

menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan

perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke

pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian

dengan cara mengajukan gugatan. Pengajuan gugatannya harus disertai

atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen

yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek

sengketa.

Hakim di hadapan para pihak hanya akan menguatkan

kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila

kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:

1) Sesuai kehendak para pihak;

2) Tidak bertentangan dengan hukum;

3) Tidak merugikan pihak ketiga;

4) Dapat dieksekusi.

44

5) Dengan iktikad baik. [Pasal 23 Perma No. 1 Tahun 2008]

c. Pembacaan surat permohonan

Jika dalam pemanggilan wali tidak hadir dan atau usaha

perdamaian kedua pihak oleh majelis hakim tidak berhasil, maka

persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat permohonan

pemohon oleh hakim.

d. Pemeriksaan persidangan

Permohonan wali adhal termasuk perkara voluntair. Proses

perkara voluntair berbeda dengan perkara contentious, yaitu:

1) Proses pemeriksaan bersifat ex-parte atau sepihak. Proses ex-parte

bersifat sederhana, yakni hanya mendengarkan keterangan

Pemohon atau kuasanya sehubungan dengan permohonan,

memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon dan tidak

ada replik, duplik, dan kesimpulan;

2) Pemeriksaan sidang hanya keterangan dan bukti Pemohon, tidak

berlangsung secara contradictoir atau optegenspraak, artinya

dalam pemeriksaan tidak ada hambatan pihak lain;

3) Tidak diterapkan seluruh asas persidangan, misalnya asas

mendengarkan kedua belah pihak atau asas memberi kesempatan

yang sama.

Pemeriksaan adhalnya wali di persidangan dengan acara singkat

dan dilakukan secara terbuka untuk umum. Pembuktian adhalnya wali

dilakukan dengan wali memberi keterangan dan harus dipertimbangkan

45

oleh hakim dengan mengutamakan kepentingan Pemohon. Apabila

wali yang enggan menikahkan tersebut mempunyai alasan-alasan yang

kuat menurut hukum perkawinan, maka permohonan Pemohon akan

ditolak. Sekiranya perkawinan tetap dilangsungkan, maka ijabnya tidak

sah atau batil.

Hakim bertugas untuk membuktikan benar tidaknya peristiwa

atau fakta yang diajukan para pihak dengan pembuktian. Pembuktian

merupakan cara untuk menunjukkan kejelasan perkara kepada hakim

oleh kedua belah pihak yang beperkara.

Pembuktian dalam hukum perdata adalah membenarkan

hubungan hukum dalam proses perdata, yaitu apabila hakim

mengabulkan tuntutan penggugat. Hal ini berarti bahwa hakim menarik

kesimpulan bahwa apa yang dikemukakan penggugat sebagai

hubungan hukum antara penggugat dan tergugat adalah benar.3

Pembuktian dalam arti luas adalah memperkuat kesimpulan hakim

dengan syarat-syarat bukti yang sah. Pasal 163 Reglemen Indonesia

menentukan bahwa barang siapa mengaku mempunyai hak atau

memajukan peristiwa untuk menguatkan pengakuan haknya atau untuk

membantah haknya orang lain, maka orang itu harus membuktikan

benar adanya hak atau peristiwa itu. Dalam sistem Reglemen

Indonesia, hakim dalam mengambil keputusan terikat di dalam cara

mencapai keputusannya yang hanya berdasar alat-alat bukti yang sah

3Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm.137

46

sehingga dengan demikian hakim dapat mengambil keputusan. Pasal

1866 KUHPerdata menyebutkan alat-alat bukti terdiri atas: bukti

tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan,

pengakuan, dan sumpah.

Hakim mengkualifikasikan fakta yang telah terbukti itu dengan

menilai peristiwa yang telah dibuktikan untuk kemudian dituangkan

dalam pertimbangan hakim. Hakim kemudian menetapkan hukumnya

yang dituangkan dalam amar putusan.

e. Pembacaan hasil penetapan majelis hakim

Berdasarkan alasan dan berbagai Pasal yang mengatur tentang

ketentuan-ketentuan wali adhal dijadikan oleh Majelis Hakim sebagai

pertimbangan hukum dan juga mendengarkan keterangan saksi-saksi

dari kedua belah pihak dan bukti-bukti yang ada, maka majelis hakim

menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1) Mengabulkan Permohonan Pemohon;

2) Menetapkan wali nikah Pemohon adalah wali adhal;

3) Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara

yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp. 316.000,- (tiga ratus

enam belas ribu rupiah.

Penetapan pembebanan biaya perkara kepada Pemohon oleh

Majelis Hakim berdasarkan pada keterangan Pasal 89 ayat 1 UU No.7

Tahun 1989 jo. UU No.3 tahun 2006 bahwa semua biaya yang timbul

dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon.

47

B. Akibat Hukum dari Penetapan Wali Adhal/Enggan

1. Pernikahan Dengan Wali

Suatu perkawinan dianggap sah bila dilakukan menurut masing-

masing agama dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun

1974). Karena itu, perkawinan bagi setiap orang yang beragama Islam itu

sah hukumnya apabila dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Islam

(Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974). Ketentuan tersebut menyangkut

syarat dan rukun perkawinan yang salah satunya adalah adanya wali nikah.

Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Agama No.30 Tahun 2005 tentang

Wali Hakim bahwa keabsahan suatu perkawinan menurut Agama Islam

ditentukan antara lain oleh adanya wali nikah.

Perkawinan atau pernikahan yang dilakukan tanpa adanya wali

nikah dari mempelai wanita harus diketahui dulu alasannya. Apakah

alasannya syar’i atau tidak syar’i? Alasan syar’i adalah alasan yang

dibenarkan oleh hukum (Islam) seperti mempelai perempuan telah dilamar

dan belum dibatalkan, calon suami orang kafir ataupun fasik dan calon

suami cacat tubuh yang menghalangi tugasnya sebagai suami.

Wali nikah yang menolak menikahkan anak gadisnya karena

alasan syar’i, maka wali wajib ditaati dan kewaliannya tidak berpindah

kepada pihak lain (wali hakim). Jika mempelai perempuan memaksakan

diri menikah dalam kondisi tersebut, maka akad nikahnya tidak sah atau

batil walaupun dinikahkan oleh wali hakim.4 Karena hak perwalian

mempelai perempuan tetap pada wali nashab dan tidak berpindah kepada

4 HAS Alhamdani, 1989, Risalah Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, hlm. 90-91

48

wali hakim sehingga pernikahan tersebut sama dengan tanpa wali yang

hukumnya batil. Sabda Rasulullah SAW, “Tidak (sah) nikah kecuali

dengan wali.” (HR. Ahmad)

Wali nikah dalam pernikahan menjadi pihak pertama dalam aqad

nikah, yaitu yang berwenang menikahkan mempelai perempuan atau

melakukan ijab. Mempelai perempuan tidak berhak menikahkan dirinya

sendiri tanpa adanya wali yang berhak dari mempelai perempuan. Setiap

pernikahan disyaratkan adanya wali bagi perempuan. Jika pernikahan

tidak dipenuhi syarat adanya wali bagi perempuan, maka pernikahan

tersebut adalah batal. Umumnya wali nikah dari mempelai perempuan

adalah orang tua kandung, tetapi jika memang orang tua kandung

berhalangan dapat diwakilkan oleh paman, kakek, saudara laki-laki

sebagai wali nasab. Ada istilah wali kafalah dalam pernikahan dengan wali

tersebut yaitu perwalian yang timbul karena seorang lelaki yang

menanggung dan mendidik perempuan yang tidak mempunyai orang tua

lagi, sehingga ia seakan telah menjadi orang tua perempuan tersebut.

Pernikahan dengan wali nikah kadang terjadi wali menolak

menikahkan anak gadisnya karena alasan tidak syar’i yaitu tidak

berdasarkan atau dibenarkan oleh hukum syara’. Seperti alasan tidak

berasal dari suku yang sama, keluarga miskin, bukan sarjana, bukan

pejabat (pegawai) dan tidak rupawan. Hal tersebut tidak ada dasarnya

dalam pandangan syariah. Jika wali menolak menikahkan mempelai

perempuan karena alasan tidak syar’i seperti tersebut, maka wali tersebut

disebut wali adhal. Makna adhal tersebut diartikan sebagai menghalangi

49

seorang perempuan untuk menikahkannya jika perempuan itu telah

menuntut nikah.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 232.

Yang artinya:

“Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin

lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di

antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan

kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari

kemudian di antara kamu. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci.

Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”

Adanya wali adhal, maka perwaliannya pindah ke wali hakim,

yaitu orang yang memegang kekuasaan (penguasa) yang berwenang

menjalankan hukum Islam.5

2. Akibat Hukum dari Penetapan Wali Adhal/Enggan

Penetapan wali adhal diatur dalam Peraturan Menteri Agama No.2

Tahun 1987 Pasal 2 ayat (2) dan (3), yang menyebutkan sebagai berikut.

Ayat (2) Untuk menyatakan adhalnya Wali sebagaimana tersebut ayat (1)

Pasal ini ditetapkan dengan keputusan Pengadilan Agama yang

mewilayahi tempat tinggal calon mempelai perempuan.

Ayat (3) Pengadilan Agama memeriksa dan menetapkan adhalnya Wali

dengan cara singkat atas permohonan calon mempelai

5Muhammad Jawad Mughniyah, 1994, al-Figh ‘ala Mazahib al-Khamzah. Alih bahasa Afif

Muhammad, Jakarta: Basrie Press, hlm.58

50

perempuan dengan menghadirkan wali calon mempelai

perempuan.

Adapun sebab-sebab terjadinya wali hakim berdasarkan Kompilasi

Hukum Islam Pasal 23 ayat (1) adalah apabila mempelai perempuan tidak

mempunyai wali nasab sama sekali atau tidak mungkin menghadirkannya

atau tidak diketahui tempat tinggalnya. Sedangkan berdasarkan Keputusan

Menteri Agama No. 2 Tahun 1987 Pasal 2 Ayat (2) dinyatakan bahwa:

Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah

Indonesia atau di luar negeri/wilayah ekstra-teritorial Indonesia

ternyata tidak mempunyai Wali Nasab yang berhak atau Wali

Nasabnya tidak memenuhi syarat atau mafqud atau berhalangan

atau adhal, maka nikahnya dapat dilangsungkan dengan Wali

Hakim.

Pengertian memenuhi syarat pada ayat ini adalah syarat-syarat pada

hukum Islam seperti baliq, berakal, Islam dan lain-lain. Sedangkan yang

dimaksud dengan berhalangan dalam ayat ini adalah walinya ada tetapi

sedang ditahan dan tidak dapat dijumpai, sedang umrah atau haji, sakit

keras yang tidak dapat dijumpai, masalah al-qasri yang sulit dihubungi

dan sebagainya.

Adanya penetapan wali adhal/enggan dari Pengadilan Agama maka

harus ada pengganti wali nikah Pemohon. Berdasarkan penetapan

Pengadilan Agama Sukoharjo Nomor: 005/Pdt.P/2012/PA/Skh. Bahwa

larangan kawin antara seorang pria dengan seorang wanita telah diatur

dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 44 KHI, sementara itu alasan

keberatan/keengganan wali Pemohon untuk menikahkan Pemohon dengan

calon suami Pemohon tidak termasuk dalam ketentuan pasal-pasal di atas,

51

karenanya keengganan wali Pemohon tersebut tidak mempunyai alasan

yang sah.

Bahwa karena wali Pemohon terbukti enggan/adhal menikahkan

Pemohon dengan Calon Suami Pemohon, maka pernikahan keduanya

dapat dilangsungkan dengan wali hakim sebagaimana dimaksud Pasal 23

Kompilasi Hukum Islam. Bahwa Majelis perlu mengetengahkan doktrin

dalam hukum Islam sebagaimana tersebut dalam kitab Mughnil Mughtaj

halaman 3 yang diambil alih sebagaipendapat Majelis Hakim, artinya:

“Demikian pula dikawinkan oleh Hakim, apabila wali nasabnya

adhal walaupun dengan dipaksa atau enggan mengawinkan,

selanjutnya dikatakan kalau mereka enggan mengawinkannya,

maka Hakimlah yang mengawinkannya dan tidak boleh sekali-laki

pindah perwaliannya kepada wali yang jauh.”

Dalam kehidupan masyarakat, banyak terjadi praktek perkawinan

dengan menggunakan wali hakim, yaitu pejabat yang oleh Menteri Agama

atau pejabat yang ditunjuk olehnya untuk bertindak sebagai wali nikah

bagi calon mempelai perempuan yang tidak mempunyai wali. Hal ini

terjadi karena mempelai perempuan yang tidak mempunyai wali nasab

sama sekali atau wali melakukan adhal atau menolak menjadi wali nikah.

Ketentuan penggunaan wali hakim atau sulthan ini berdasarkan hadits

sebagai berikut.

Dari 'Aisyah, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya:

Siapa pun di antara wanita yang menikah tanpa seizin walinya,

maka nikahnya batal. Jika lelakinya telah menyenggamainya, maka

ia berhak atas maharnya, karena ia telah menghalalkan

kehormatannya. Jika pihak wali enggan menikahkan, maka

hakimlah yang bertindak menjadi wali bagi seseorang yang tidak

ada walinya. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi).

52

Keterangan seperti ini sesuai dengan azas penentuan hukum atau

menghilangkan kesulitan. Karena wanita akan melaksanakan pemikahan,

tetapi tidak ada wali yang berhak untuk menikahkannya, maka untuk

mengatasi kesulitan itu digunakan wali hakim. Demikian juga sesuai

dengan azas taisir (mempermudah) dan tahfif (memperingan). Sehingga

aturan seperti ini cocok sekali dan telah memenuhi konsep demi

kemaslahatan manusia.

Dalam suatu perkawinan harus memenuhi adanya rukun dan syarat

perkawinan, salah satu rukun perkawinan adalah adanya wali. Perkawinan

tidak dapat dilangsungkan tanpa adanya seorang wali, karena dalam

perkawinan tanpa hadirnya seorang wali maka perkawinan tersebut dapat

dianggap tidak memenuhi rukun perkawinan. Berdasarkan Pasal 20

Kompilasi Hukum Islam, wali dibedakan menjadi dua yaitu wali Nasab

dan wali Hakim. Wali hakim dapat bertindak menjadi wali dalam

perkawinan apabila wali nasab memang tidak ada, sedang berpergian jauh

atau tidak ada ditempat, sedang berada di dalam penjara wali menjadi

tahanan yang tidak boleh dijumpai, sedang berihram haji atau umrah,

menolak atau berkeberatan bertindak sebagai wali, dan wali nasab yang

ada tidak memenuhi syarat.

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987,

Wali Hakim adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau

pejabat yang ditunjuk olehnya untuk bertindak sebagai wali nikah bagi

calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali. Kedudukan wali

53

hakim itu sama pentingnya seperti halnya wali bagi seorang wanita. Wali

hakim dapat bertindak sebagai wali nikah dalam pelaksanaan akad nikah

jika ada masalah yang terjadi pada wali yang paling berhak bagi wanita

itu, atau bagi calon mempelai wanita yang tidak mempunyai wali. Wali

Hakim berperan sebagai pengganti dari wali nasab ketika terhalang dalam

pandangan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan, atau

menolak untuk melaksanakan ijab akad nikah (adhal) dalam perkawinan.

Kedudukan wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah adalah

sebagai wali pengganti dari wali wanita, atau yang menggantikan

kedudukan wali nikah dari seorang calon mempelai wanita karena dalam

keadaan tertentu wali (dalam hal ini ayah kandung pemohon) tidak bisa

atau tidak mau menjadi wali nikah bagi anaknya. Jadi, wali hakim disini

kedudukan dan wewenangnya sama dengan wali nasab atau wali yang

berhak atas wanita yang berada di bawah perwaliannya. Wali hakim dapat

berfungsi membantu bertindak menggantikan wali nasab bagi calon

mempelai wanita untuk menikahkan dengan calon mempelai laki-laki agar

memenuhi persyaratan yang sah menurut Hukum Agama Islam dan harus

sesuai pula ketentuan dalam perundangan-perundangan yang berlaku.

Penggunaan wali hakim adalah sah apabila wali nasab masih ada

tetapi enggan atau adhal dan tidak mengajukan keberatan atau pembatalan

atas perkawinan tersebut. Wali hakim berperan untuk mengatasi kesulitan

dalam perkawinan jika calon mempelai wanita tidak mempunyai wali

nikah. Dengan adanya wali hakim yang menggantikan wali nikah bagi

54

calon mempelai wanita tersebut, maka tujuan utama dari perkawinan akan

tercapai. Wali hakim berfungsi untuk mempermudah dan memperingan

dalam pelaksanaan perkawinan bagi wanita yang tidak mempunyai wali,

hal ini untuk mendapatkan kemaslahatan bagi para pihak yang ada

hubungannya dengan perkawinan tersebut. Setelah wali hakim tersebut

menikahkan mempelai perempuan berdasarkan penetapan yang

dikeluarkan oleh hakim Pengadilan Agama bahwa wali nasab dari

mempelai perempuan tersebut dinyatakan adhal maka selesai sudah

kewajibannya dan kewajiban sebagai wali hakim dicabut kembali oleh

Hakim Pengadilan Agama. Sedangkan hak yang mungkin saja timbul dari

pelaksanaan akad nikah yaitu sama dengan hak-hak yang dimiliki oleh

wali nasabnya. Misalnya saja dalam hal membatalkan pernikahan tersebut

apabila ternyata terdapat syarat-syarat yang belum dilengkapi atau dengan

kata lain wali nasabnya juga ikut berhak membatalkan pernikahan

tersebut.

Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 Pasal 6,

disebutkan sebagai berikut:

(1) Sebelum akad nikah dilangsungkan Wali Hakim meminta

kembali kepada Wali Nasabnya untuk menikahkan calon

mempelai wanita, sekalipun sudah ada penetapan Pengadilan

Agama tentang adhalnya Wali.

(2) Apabila Wali Nasabnya tetap adhal, maka akad nikah

dilangsungkan dengan Wali Hakim.

Sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987 tentang

wali hakim yaitu Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku pegawai

pencatat nikah dapat ditunjuk menjadi wali hakim dalam wilayahnya

55

untuk menikahkan mempelai wanita dengan pria pilihannya. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1987,

yang menyebutkan: (1) Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan selaku

Pegawai Pencatat Nikah ditunjuk menjadi Wali Hakim dalam wilayahnya

untuk menikahkan mempelai wanita sebagai dimaksud Pasal 2 ayat (1)

peraturan ini. (2) Apabila di wilayah kecamatan, Kepala Kantor Urusan

Agama Kecamatan berhalangan atau tidak ada, maka Kepala Seksi Urusan

Agama Islam atas nama Kepala Kantor Departemen Agama

Kabupaten/Kotamadya diberi kuasa untuk atas nama Menteri Agama

menunjuk Wakil/Pembantu Pegawai Pencatat Nikah untuk sementara

menjadi Wali Hakim dalam wilayahnya.