bab iii hasil penelitian dan pembahasan 3.1 bentuk bentuk …eprints.umm.ac.id/42596/4/bab...

17
33 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Bentuk Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri Berdasarkan hasil penelitian dengan mempelajari kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh oknum polri serta didukung oleh hasil wawancara yang telah dilakukan ke beberapa pihak-pihak berkepentingan untuk memberi data serta informasi terkait penelitian, dengan ini penulis mengutarakan hasil penelitiannya. Betuk-bentuk pelanggaran kode etik dalam kualifikasi berat adalah sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (3) PERKAP Nomor 14 tahun 2011 dan PP Nomor 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat yaitu : Sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat: a. Dihukum penjara berdasarkan keputusan mahkamah yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan pertimbangan dari Ankum atau pejabat yang diberi kuasa untuk memutuskan apakah akan dikenakan atau tidak dalam kedudukan Polisi. b. memberikan keterangan palsu atau semasa menjalankan tugas sebagai anggota polisi Republik Indonesia. c. Melakukan tindakan yang menentang dengara dan Pancasila. d. Melanggar sumpah atau janji angggota Polri, Jabatan, dan Kode Etik Profesi. e. Meninggalkan tugas secara tidak sah dan sengaja selama 30 hari berturut- turut.

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 33

    BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    3.1 Bentuk – Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri

    Berdasarkan hasil penelitian dengan mempelajari kasus tindak pidana

    penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh oknum polri serta didukung oleh

    hasil wawancara yang telah dilakukan ke beberapa pihak-pihak berkepentingan

    untuk memberi data serta informasi terkait penelitian, dengan ini penulis

    mengutarakan hasil penelitiannya.

    Betuk-bentuk pelanggaran kode etik dalam kualifikasi berat adalah sesuai

    ketentuan Pasal 21 ayat (3) PERKAP Nomor 14 tahun 2011 dan PP Nomor 1

    tahun 2003 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat yaitu :

    Sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat:

    a. Dihukum penjara berdasarkan keputusan mahkamah yang mempunyai

    kekuatan hukum tetap dan pertimbangan dari Ankum atau pejabat yang

    diberi kuasa untuk memutuskan apakah akan dikenakan atau tidak dalam

    kedudukan Polisi.

    b. memberikan keterangan palsu atau semasa menjalankan tugas sebagai

    anggota polisi Republik Indonesia.

    c. Melakukan tindakan yang menentang dengara dan Pancasila.

    d. Melanggar sumpah atau janji angggota Polri, Jabatan, dan Kode Etik

    Profesi.

    e. Meninggalkan tugas secara tidak sah dan sengaja selama 30 hari berturut-

    turut.

  • 34

    f. Melakukan perbuatan yang dapar merugikan/membahayakan dinas polisi.

    g. Melakukan bunuh diri untuk menghindari diri dari penyidikan dan / atau

    tuntutan hukum atau mati atas tindak pidana yang dilakukannya.

    h. Menjadi ahli atau terlibat dalam parti politik dan mengambil jabatan.

    i. Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 kali dan dianggap tidak patut untuk

    dipertahankan sebagai anggota kepolisian.

    Sebagaimana yang dimaksud didalam pelanggaran kode etik profesi Polri

    ada 3 (tiga) macam bentuk-bentuk yang termasuk kualifikasi pelanggaran kode

    etik (pasal 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Tidak

    Dengan Hormat), yaitu antara lain :

    a. Meninggalkan tugas secara tidak sah selama dari (30 hari) berturut-turut

    (Perkap No.14/2011 Pasal 21 ayat (3) huruf e).

    b. Melakukan pelanggaran disiplin (PP No.2/2003 Pasal 5 huruf a jo. Pasal 6)

    c. Melakukan tindak pidana (Pasal 21 ayat (3) huruf a dan f Perkap

    No.14/2011).

    Namun, penulis disini hanya terfokus pada point ke 2 (dua) dan 3 (tiga)

    yaitu pelanggaran disiplin dan melakukan tindak pidana yang merugikan instansi

    Kepolisian Republik Indonesia. Dikarenakan pada point 2 (dua) terdapat 3

    anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran disiplin dan pada point 3 (tiga)

    ini terdapat 1 (satu) oknum anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana

    berupa penyalahgunaan narkotika diwilayah hukum Polres Metro Jakarta Utara.

    Maka, penulis akan menjelaskan point 2 (dua) secara umum tentang pelanggaran

  • 35

    disiplin dan point 3 (tiga) secara khusus terkait tindak pidana yang dilakukan oleh

    oknum kepolisian.

    Dari bentuk-bentuk pelanggaran kode etik profesi diatas, perlu diketahui

    bahwa tujuan kepolisian tertuang pada pasal 4 Undang-undang No.2 tahun 2002

    tentang kepolisian, tujuan kepolisian adalah terpeliharanya keamanan dan

    ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

    pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman

    masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.35

    Pada point kedua diatas, penulis berpendapat bahwa melakukan

    pelanggaran disiplin adalah perbuatan yang tidak tercermin dalam institusi

    kepolisian serta melanggar prinsip dan tujuan anggota Polri, dikarenakan anggota

    Polri tersebut tidak menjalankan tugas secara professional, proporsonal, dan

    procedural. Hal ini bisa menjadi salah satu pemicu atau faktor utama sering

    terjadinya pelanggaran didalam institusi kepolisian terutama kedisiplinan

    dikarenakan kurangnya pembinaan kedisiplinan secara intensif kepada anggota-

    anggotanya yang bermalas-malasan dalam menjalankan tugas. Sehingga perlu

    adanya pembinaan secara khusus setiap tahun ataupun setiap bulan untuk

    menekan naiknya tingkat pelanggaran kode etik didalam intitusi polri, serta

    melakukan evaluasi didalam internal kepolisian terutama kepada anggota

    kepolisian yang baru dilantik menjadi anggota polisi.

    35 Perkap Nomor 14 tahun 2011, Op.Cit.

  • 36

    Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13 KKEP adalah:

    (1) Anggota Polisi dilarang:

    a. Melakukan, memerintahkan atau turut serta melakukan korupsi, kolusi,

    nepotisme, dan / atau gratifikasi.

    b. Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri

    Nasional, atau pihak ketiga.

    c. Mengemukakan dan / atau menolak perintah dinas dalam konteks

    pemeriksaan internal kepolisian yang dijalankan oleh tim fungsi

    pengawasan mengenai laporan aduan.

    d. Menyalahgunakan kuasa dalam menjalankan tugas.

    Didalam pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang

    Kedisiplinan Anggota Polri pun diatur larangan – larangan anggota polri adalah

    sebagaimana berikut :

    Pada pasal 5 sebagaimana yang dimaksud yaitu: dalam rangka memelihara

    kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik

    Indonesia dilarang:

    a. Melakukan tindakan yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat

    negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    b. Menjalankan aktiviti politik praktikal.

    c. Mengikut aliran yang dapat menyebabkan perpecahan atau mengancam

    NKRI.

  • 37

    d. Bekerja sama dengan orang lain di dalam atau di luar persekitaran kerja

    dengan tujuan memperoleh keuntungan peribadi, kelompok atau pihak lain

    yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.

    e. Bertindak sebagai perantara bagi pengusaha atau kumpulan untuk

    mendapatkan kerja dari Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk

    mendapatkan keuntungan pribadi.

    f. Mempunyai saham / modal dalam perusahaan yang kegiatan

    perniagaannya berada dalam kekuasaannya.

    g. Bertindak sebagai pelindung dalam perjudian, pelacuran dan tempat

    hiburan.

    h. Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang mempunyai

    hutang.

    i. Menjadi makelar perkara.

    j. Mentelantarkan keluarga.

    Dalam pasal 6 sebagaimana dimaksud, dalam menjalankan tugas, anggota

    Polri dilarang:

    a. Membocorkan rahsia operasi Polisi.

    b. Tinggalkan kawasan tugas tanpa ijin dari pimpinan.

    c. Mengelakkan tanggungjawab dinas.

    d. Menggunakan kepentingan negra untuk keuntungan peribadi.

    e. Menguasai barang dinas yang tidak dimaksudkan untuknya.

    f. Menyewakan dan/atau mengontrakan rumah dinas.

    g. Menguasai lebih dari pada satu unit kediaman resmi/dinas.

  • 38

    h. Pindahkan rumah dinas kepada pihak yang tidak sah.

    i. Gunakan bukti untuk keuntungan peribadi.

    j. Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani.

    k. Manipulasi perkara itu.

    l. Membuat pendapat negatif tentang rakan sekerja, pemimpin, dan / atau

    perpaduan.

    m. Mengurusi, mensponsori dan / atau mempengaruhi pegawai dengan

    pangkat dan jabatan mereka dalam menerima calon anggota Polisi Negara

    Republik Indonesia.

    n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga

    mengubah arah kebenaran material dari kasus itu.

    o. Melakukan upaya paksa untuk penyidikan yang bukan kuasa beliau atau

    kewenangannya.

    p. Lakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalang, atau

    merumitkan, salah satu pihak yang dikendalikannya sehingga

    menyebabkan bahaya kepada pihak yang sedang dilayani.

    q. Menyalahgunakan kuasa.

    r. Menghalang perlaksanaan tugas resmi dari kedinasan.

    s. Bertindak sewenang-wenangnya terhadap orang bawahan.

    t. Penyalahgunaan barang, uang, atau surat berharga yang dimiliki oleh

    dinas.

    u. Mempunyai, menjual, membeli, menyewa, atau membuang barang,

    dokumen, atau surat berharga yang dimiliki dinas secara tidak sah.

  • 39

    v. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat

    Polisi Negara Indonesia, kecuali tugas mereka.

    Ketentuan ini adalah suatu panutan dan pedoman bagi anggota kepolisian

    dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Alasan penulis mengutarakan

    pendapat tersebut dikarenakan, pada tahun 2015-2016 telah terjadi 4 (empat) kali

    pelanggaran kode etik profesi antara lain pelanggaran kedisiplinan dan

    pelanggaran berat dalam kategori tindak pidana penyalahgunaan narkotika.36 Dari

    4 (keempat) kasus tersebut, penulis terfokus pada kasus pelanggaran kode etik

    profesi terkait penyalahgunaan narkotika sebagai analisis penulisan tugas akhir

    ini. Kemudian yang menjadi permasalahan dalam internal kepolisian ini adalah

    kurangnya pengawasan secara maksimal baik dari kesehatan, psikologi,

    kerohanian dan kedisiplinan dari atasan pada anggotanya dalam menjalankan

    tugas serta tanggungjawab sehingga terbukalah celah pada oknum-oknum polri

    untuk melakukan pelanggaran.

    Kemudian menurut penulis pada point ketiga terkait melakukan tindak

    pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 13 Perkap No.14/2011 tentang Kode

    Etik Profesi Polri. Perlu diketahui, pelanggaran disiplin dan Kode Etik Profesi

    sebagaimana yang dijelaskan akan diperiksa dan dijatuhi hukuman oleh ankum

    atau pejabat yang berwenang, jika terbukti dengan kekuatan hukum yang tetap.

    Dalam penjatuhan sansi tersebut tidak menghapus perbuatan pidana yang

    dilakukan oleh oknum polri sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1)

    36 Hasil wawancara dengan bpk. Supriyanta PANUT 1 Provos SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)

  • 40

    Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkap Nomor 14

    Tahun 2011. Oleh karena itu, oknum polisi yang kedapatan melakukan perbuatan

    melawan hukum atau tindak pidana selanjutnya tetap akan diperiksa dan diproses

    secara hukum acara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi

    pelanggaran kode etik diinternal kepolisian.

    Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan

    pelanggaran dalam hal ini Kode Etik Profesi akan dikenakan sanksi Kode Etik

    Profesi sesuai takaran tingkat ringan berat pelanggarannya yang disampaikan

    dalam bentuk putusan Sidang Kode Etik Polri secara tertulis kepada terperiksa.

    Bentuk sanksi moral yang dijatuhkan dapat berupa pernyataan putusan yang

    menyatakan terperiksa terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.

    Sanksi tersebut diberikan pada kadar ringan dan berat yang disidangkan melalui

    sidang komisi kode etik profesi internal kepolisian. Namun apa bila pelanggaran

    yang dilakukan termasuk dalam pelanggaran berat maupun ringan dan

    dilakukannya terus menerus atau berulangkali, maka oknum tersebut dapat

    dijatuhi sanksi PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) sebagaimana yang

    dimaksud tidak dapat dipertahankan dalam instansi kepolisian.37

    Apabila putusan pidana terhadap oknum polisi tersebut telah berkekuatan

    hukum tetap, ia terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12

    37 Hasil wawancara dari bpk. Rusadi PAURMIN SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)

  • 41

    ayat (1) huruf a PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian

    Negara Republik Indonesia (“PP 1/2003”):38

    “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

    Adapun faktor penyebab yang mendominasi terjadinya tindak pidana

    penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh oknum Polri adalah:39

    a. Faktor keinginan

    b. Faktor kesempatan

    c. Faktor jabatan

    Penulis berpendapat bahwa perlu adanya kerjasama antara masyarakat,

    ormas dan institusi kepolisian dalam menangani pelanggaran kode etik profesi

    polri ini, dikarenakan masih banyk lagi kasus - kasus yang lain seperti pemerasan,

    pemerkosaan ataupun pencurian yang dilakukan oleh oknum polri, akibat yang

    ditimbulkan nantinya adalah masyarakat tidak lagi mempercayai kepolisian

    sebagai aparat penegak hukum yang baik. Kemudian perlu adanya perubahan dari

    anggota polri dalam membangun citra yang baik lagi pada masyarakat, seperti

    sosialisasi didalam masyarakat dalam memberikan himbauan untuk

    memberanikan diri dalam melaporkan oknum anggotanya yang melakukan

    pelanggaran – pelanggaran kode etik maupun tindak pidana. Sehingga nantinya ini

    38 Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2003 Tentang PTDH 39 Hasil wawancara dengan bpk. Supriyanta PANUT 1 Provos SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)

    http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/18383/nprt/544/pp-no-1-tahun-2003-pemberhentian-anggota-kepolisian-negara-republik-indonesiahttp://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/18383/nprt/544/pp-no-1-tahun-2003-pemberhentian-anggota-kepolisian-negara-republik-indonesia

  • 42

    membantu bagi dinas kepolisian dan juga masyarakat untuk memberantas dan

    menekan naiknya tingkat kriminalitas maupun pelanggaran kode etik profesi

    dibagian internal kepolisian.

    3.2 Proses Pemeriksaan Terhadap Perkara Pelanggaran Kode Etik Profesi

    POLRI Bagi Anggota POLRI Yang Melakukan Tindak Pidana

    Dalam hal ini, penulis mendapatkan informasi yaitu sesi wawancara dalam

    proses tanya jawab terkait pelanggaran kode etik profesi polri di wilayah hukum

    Polres Metro Jakarta Utara. Bahwa telah telibat 1 (satu) oknum anggota polri yang

    melakukan tindak pidana berupa memiliki serta menguasai narkotika golongan I

    jenis ganja (Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika) pada tahun

    2016. Dalam kasus ini penulis akan mendiskripsikan terkait posisi kasusnya

    terlebih dahulu. Pada tanggal 22 januari 2015, sekira pukul 09.30 WIB, status

    Bripda berinisial GB yang berumur 23 tahun, telah tertidur diruang pos jaga depan

    lantai II Mapolres, namun karena dicurigai masih mengkonsumsi narkoba

    selanjutnya dilakukan penggeledahan terhadap badannya, ternyata ditemukan satu

    bungkus Marlboro yang didalamnya berisi 2 (dua) linting narkotika jenis daun

    ganja.40 Selanjutnya lebih lengkapnya telah terlampir laporan polisi dan putusan

    sidang kode etiknya anggota polri tersebut.

    Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa didalam

    pelanggaran kode etik profesi polri, penanganannya dilakukan oleh tim Pemeriksa

    Kepolisian Republik Indonesia.

    40 Laporan Polisi, Nomor : LP/03/1/2015/Sippropam

  • 43

    Divisi Propam adalah salah satu wadah organisasi kepolisian yang

    berkosentrasi dibidang pembinaan profesi dan pengamanan dilingkungan internal

    kepolisian.

    Tugas Div Propam adalah membina dan menyelenggarakan fungsi

    pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan

    disiplin dan ketertiban anggota Polri dan pelayanan pengaduan tentang adanya

    penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Propam terdiri dari 3

    fungsi, yaitu:

    1. Fungsi pertanggungjawaban profesi berada di bawah pertanggungjawaban Pus Bin Prof.

    2. Fungsi pengamanan di lingkungan internal organisasi Polri berada di bawah pertanggungjawaban Pus Panimal.

    3. Fungsi Provos dalam penegakan disiplin dan ketertiban dilingkungan Polri berada dibawah pertanggungjawaban Pus Provos.41

    Kemudian dari pada itu, ketentuan yang mengenai proses pemeriksaan perkara

    pelanggaran kode etik juga diatur dalam pasal 17 ayat (2) dan 22 PERKAP Nomor

    14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, Proses Penegakan KEPP

    sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui 5 (lima) tahap, yaitu :

    a. Pemeriksaan pendahuluan

    Pemeriksaan Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan

    dengan cara pemeriksaan, pemeriksaan dan audit pengajuan oleh fungsi

    Propam dalam bidang Akuntabilitas Profesional.42

    b. Sidang KKEP

    41Ibid 42Perkap No.14 Tahun 2011, Op.Cit.

  • 44

    Sidang KKEP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan oleh

    KKEP untuk memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran yang dilakukan

    oleh pelanggar yang disangka.43

    c. Sidang Komisi Banding

    Sidang Komisi banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

    dilakukan oleh Komisi Rayuan untuk memeriksa dan memutuskan keberatan

    yang disampaikan oleh Pelanggar, pasangan, anak, orang tua atau

    pendamping.44

    d. Penetapan administrasi penjatuhan hukuman

    Setelah mendapat keputusan dari Atasan Ankum, penentuan administrasi

    hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan oleh fungsi

    SDM Polri. Ankum yang dimaksud adalah atasan langsung/tidak langsung

    atau pejabat yang berwenang dan berhak menjatuhkan hukuman kepada

    anggotanya yang melanggar (pasal 15 dan 16 PP nomor 2 tahun 2003).45

    Apabila atas pertimbangan Ankum pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh

    anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhi hukuman

    disiplin, maka pemeriksaan dilakukan melalui sidang disiplin. Pemeriksaan

    sebagaimana yang dimaksud dilakukan secara internal Polri.46

    e. Pengawasan pelaksanaan putusan dan Rehabilitasi personel

    43 Ibid 44 Ibid 45 Ibid 46 Ibid

  • 45

    Pengawasan pelaksanaan keputusan dan pemulihan personel sebagaimana

    dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f dilakukan oleh divisi propam

    dalam bidang pemulihan anggota tim polisi.47

    Hukuman disiplin sesuai yang diatur dalam pasal 9 PP Nomor 2 tahun

    2003 ini dapat dikenakan sanksi: 48

    a. Teguran tertulis

    b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 tahun.

    c. Penundaan kenaikan gaji berkala

    d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun.

    e. Mutasi yang bersifat demosi.

    f. Pembebasan dari jabatan.

    g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari.

    Menurut penulis, setiap pelanggaran disiplin yang dilakukan ataupun

    tindak pidana, ada yang dinamakan penjatuhan sanksi dari pihak internal maupun

    putusan dari peradilan umum terkhusus tindak pidana, sesuai ketentuan pasal 22

    Perkap Nomor 14 tahun 2011 yang berbunyi;

    1. Sanksi administrasi dalam bentuk PTDH dikenakan melalui persidangan

    KKEP untuk:

    47 Ibid 48 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003, Op.Cit.

  • 46

    a. Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan

    ancaman pemenjaraan 4 tahun atau lebih dan telah diputuskan oleh

    suatu pengadilan sewenang-wenang.

    b. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h dan huruf i.

    2. Sanksi administrasi dalam bentuk PTDH sebagaimana dimaksud dalam

    pasal 21 ayat (3) huruf a melalui d, dan f diputuskan melalui sesi KKEP

    setelah pelanggaran pertama yang dibuktikan oleh ucapan mereka melalui

    proses pengadilan umum sampai dengan keputusan pengadilan yang

    memiliki kekuatan hukum tetap.

    Penulis menyimpulkan bahawa semua anggota Polisi Republik Indonesia

    yang melanggar kode etika profesional akan diproses secara dalaman dalam sesi

    komisi kode etik profesional. Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) adalah

    suatu wadah yang dibentuk dilingkungan Polri yang bertugas memeriksa dan

    memutus perkara dalam persidangan pelanggaran KKEP sesuai dengan jenjang

    kepangkatan. Dalam ketentuan pasal 4 ayat (2) PERKAP Nomor 9 tahun 2012

    tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara

    Repbulik Indonesia, bahwa Kapolri membentuk KKEP untuk memeriksa KEPP

    yang dilakukan oleh :

    a. Perwira Tinggi (PATI) Polri, dan\

    b. Komisarin Bear Polisi (Kombespol) yang menduduki Wakapolda atau

    Irwasda.

  • 47

    Kemudian dari pada itu penulis berpendapat bahwa jika sewaktu-waktu

    terjadi pelanggaran kode etik profesi polri yang mengakibatkan kerugian bagi

    masyarakat, maka masyarakat harus melaporkannya ke Sentra Pelayanan

    Kepolisian (SPK) untuk ditinjau lebih lanjut dan dilakukannya penyelidikan oleh

    tim penyidik dari kepolisian Divisi Profesi dan Pengamanan (DivPropam).

    Dalam hal ini, upaya - upaya yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta

    Utara untuk menanggulangi terjadinya pelanggaran Kode Etik Profesi Polri adalah

    sebagai berikut, biasanya untuk mencegah hal tersebut pimpinan polisi baik secara

    langsung maupun tidak langsung sering memberikan arahan dan penekanan untuk

    anggotanya terkait bimbingan mental agar tetap pada prinsipnya anggota

    kepolisian dan tidak menyimpang dari tugasnya sehingga nantinya tidak

    mencederai martabat lembaga kepolisian.49

    Menurut penulis, jika suatu waktu ada anggota kepolisian yang

    menyalahgunakan kewenangan yang bersifat tindak pidana dalam bentuk apapun

    maka anggota kepolisian tersebut telah melanggar kedua peraturan yang telah

    mengikat yaitu kode etik profesi dan peraturan kedisiplinan. Sebagaimana yang

    dimaksud maka anggota kepolisian tersebut akan diproses secara hokum yang

    berlaku dan melalui proses persidangan sidang kode etik untuk penjatuhan sanksi

    administrative dan peradilan umum untuk penjatuhan sanksi pidana sesuai

    ketentuan pasal 12 ayat (1) PP No.2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkap

    No.14/2011.

    49Hasil wawancara dengan bpk. Supriyanta PANUT 1 Provos SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)

  • 48

    Selaras dengan ketentuan Pasal 13 PP No. 2 tahun 2003 menyatakan

    bahwa "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhkan disiplin

    lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak pantas untuk mempertahankan status

    mereka sebagai anggota Kepolisian Nasional Indonesia melalui Rapat Komisi

    Etika Profesi Polisi Nasional Republik Indonesia”. Penjatuhan sanksi disiplin

    serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap

    anggota polisi yang bersangkutan (Pasal 12 ayat (1) PP Nomor 2 tahun 2003 jo.

    Pasal 28 ayat (2) Perkapolri 14/2011).

    Kemudian dari pada itu untuk menjatuhi hukuman kepada pelaku

    sebagaimana yang dimaksud anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana

    maka dengan ini Ankum selaku yang menjatuhi sanksi KEPP akan melihat bahan

    pertimbangannya. Bahan pertimbangan yang dimaksud adalah melalui keseharian

    atau Etikanya selama ini dalam kontribusinya kepada Lembaga Kepolisian

    sebagaimana bahan pertimbangan ini yang nantinya menjadi rujukan, sanksi apa

    yang harus diberikan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran KEPP

    tersebut.50

    Sebagaimana yang dimaksud diatas, penulis menarik kesimpulan terkait

    proses pemeriksaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian kepada salah satu

    anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

    Berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi dan Pengadilan Negeri Jakarta

    Utara, maka pelaku dijerat dengan pasal 12 ayat (1) huruf a PPRI Nomor : 1

    Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan dipidana penjara selama 1

    50Hasil wawancara dari bpk. Rusadi PAURMIN SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)

  • 49

    (satu) tahun. Penjatuhan sanksi kepada pelaku telah sesuai dengan prosedur yang

    ada, sebagaimana ketentuan pasal 22 Perkap Nomor 14 tahun 2011.