bab iii hasil penelitian dan pembahasan 3.1 bentuk bentuk …eprints.umm.ac.id/42596/4/bab...
TRANSCRIPT
-
33
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Bentuk – Bentuk Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri
Berdasarkan hasil penelitian dengan mempelajari kasus tindak pidana
penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh oknum polri serta didukung oleh
hasil wawancara yang telah dilakukan ke beberapa pihak-pihak berkepentingan
untuk memberi data serta informasi terkait penelitian, dengan ini penulis
mengutarakan hasil penelitiannya.
Betuk-bentuk pelanggaran kode etik dalam kualifikasi berat adalah sesuai
ketentuan Pasal 21 ayat (3) PERKAP Nomor 14 tahun 2011 dan PP Nomor 1
tahun 2003 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat yaitu :
Sanksi administratif berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat:
a. Dihukum penjara berdasarkan keputusan mahkamah yang mempunyai
kekuatan hukum tetap dan pertimbangan dari Ankum atau pejabat yang
diberi kuasa untuk memutuskan apakah akan dikenakan atau tidak dalam
kedudukan Polisi.
b. memberikan keterangan palsu atau semasa menjalankan tugas sebagai
anggota polisi Republik Indonesia.
c. Melakukan tindakan yang menentang dengara dan Pancasila.
d. Melanggar sumpah atau janji angggota Polri, Jabatan, dan Kode Etik
Profesi.
e. Meninggalkan tugas secara tidak sah dan sengaja selama 30 hari berturut-
turut.
-
34
f. Melakukan perbuatan yang dapar merugikan/membahayakan dinas polisi.
g. Melakukan bunuh diri untuk menghindari diri dari penyidikan dan / atau
tuntutan hukum atau mati atas tindak pidana yang dilakukannya.
h. Menjadi ahli atau terlibat dalam parti politik dan mengambil jabatan.
i. Dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 3 kali dan dianggap tidak patut untuk
dipertahankan sebagai anggota kepolisian.
Sebagaimana yang dimaksud didalam pelanggaran kode etik profesi Polri
ada 3 (tiga) macam bentuk-bentuk yang termasuk kualifikasi pelanggaran kode
etik (pasal 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Tidak
Dengan Hormat), yaitu antara lain :
a. Meninggalkan tugas secara tidak sah selama dari (30 hari) berturut-turut
(Perkap No.14/2011 Pasal 21 ayat (3) huruf e).
b. Melakukan pelanggaran disiplin (PP No.2/2003 Pasal 5 huruf a jo. Pasal 6)
c. Melakukan tindak pidana (Pasal 21 ayat (3) huruf a dan f Perkap
No.14/2011).
Namun, penulis disini hanya terfokus pada point ke 2 (dua) dan 3 (tiga)
yaitu pelanggaran disiplin dan melakukan tindak pidana yang merugikan instansi
Kepolisian Republik Indonesia. Dikarenakan pada point 2 (dua) terdapat 3
anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran disiplin dan pada point 3 (tiga)
ini terdapat 1 (satu) oknum anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana
berupa penyalahgunaan narkotika diwilayah hukum Polres Metro Jakarta Utara.
Maka, penulis akan menjelaskan point 2 (dua) secara umum tentang pelanggaran
-
35
disiplin dan point 3 (tiga) secara khusus terkait tindak pidana yang dilakukan oleh
oknum kepolisian.
Dari bentuk-bentuk pelanggaran kode etik profesi diatas, perlu diketahui
bahwa tujuan kepolisian tertuang pada pasal 4 Undang-undang No.2 tahun 2002
tentang kepolisian, tujuan kepolisian adalah terpeliharanya keamanan dan
ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.35
Pada point kedua diatas, penulis berpendapat bahwa melakukan
pelanggaran disiplin adalah perbuatan yang tidak tercermin dalam institusi
kepolisian serta melanggar prinsip dan tujuan anggota Polri, dikarenakan anggota
Polri tersebut tidak menjalankan tugas secara professional, proporsonal, dan
procedural. Hal ini bisa menjadi salah satu pemicu atau faktor utama sering
terjadinya pelanggaran didalam institusi kepolisian terutama kedisiplinan
dikarenakan kurangnya pembinaan kedisiplinan secara intensif kepada anggota-
anggotanya yang bermalas-malasan dalam menjalankan tugas. Sehingga perlu
adanya pembinaan secara khusus setiap tahun ataupun setiap bulan untuk
menekan naiknya tingkat pelanggaran kode etik didalam intitusi polri, serta
melakukan evaluasi didalam internal kepolisian terutama kepada anggota
kepolisian yang baru dilantik menjadi anggota polisi.
35 Perkap Nomor 14 tahun 2011, Op.Cit.
-
36
Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 13 KKEP adalah:
(1) Anggota Polisi dilarang:
a. Melakukan, memerintahkan atau turut serta melakukan korupsi, kolusi,
nepotisme, dan / atau gratifikasi.
b. Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri
Nasional, atau pihak ketiga.
c. Mengemukakan dan / atau menolak perintah dinas dalam konteks
pemeriksaan internal kepolisian yang dijalankan oleh tim fungsi
pengawasan mengenai laporan aduan.
d. Menyalahgunakan kuasa dalam menjalankan tugas.
Didalam pasal 5 dan 6 Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 tentang
Kedisiplinan Anggota Polri pun diatur larangan – larangan anggota polri adalah
sebagaimana berikut :
Pada pasal 5 sebagaimana yang dimaksud yaitu: dalam rangka memelihara
kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dilarang:
a. Melakukan tindakan yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat
negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
b. Menjalankan aktiviti politik praktikal.
c. Mengikut aliran yang dapat menyebabkan perpecahan atau mengancam
NKRI.
-
37
d. Bekerja sama dengan orang lain di dalam atau di luar persekitaran kerja
dengan tujuan memperoleh keuntungan peribadi, kelompok atau pihak lain
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.
e. Bertindak sebagai perantara bagi pengusaha atau kumpulan untuk
mendapatkan kerja dari Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.
f. Mempunyai saham / modal dalam perusahaan yang kegiatan
perniagaannya berada dalam kekuasaannya.
g. Bertindak sebagai pelindung dalam perjudian, pelacuran dan tempat
hiburan.
h. Menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang mempunyai
hutang.
i. Menjadi makelar perkara.
j. Mentelantarkan keluarga.
Dalam pasal 6 sebagaimana dimaksud, dalam menjalankan tugas, anggota
Polri dilarang:
a. Membocorkan rahsia operasi Polisi.
b. Tinggalkan kawasan tugas tanpa ijin dari pimpinan.
c. Mengelakkan tanggungjawab dinas.
d. Menggunakan kepentingan negra untuk keuntungan peribadi.
e. Menguasai barang dinas yang tidak dimaksudkan untuknya.
f. Menyewakan dan/atau mengontrakan rumah dinas.
g. Menguasai lebih dari pada satu unit kediaman resmi/dinas.
-
38
h. Pindahkan rumah dinas kepada pihak yang tidak sah.
i. Gunakan bukti untuk keuntungan peribadi.
j. Berpihak dalam perkara pidana yang sedang ditangani.
k. Manipulasi perkara itu.
l. Membuat pendapat negatif tentang rakan sekerja, pemimpin, dan / atau
perpaduan.
m. Mengurusi, mensponsori dan / atau mempengaruhi pegawai dengan
pangkat dan jabatan mereka dalam menerima calon anggota Polisi Negara
Republik Indonesia.
n. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadi sehingga
mengubah arah kebenaran material dari kasus itu.
o. Melakukan upaya paksa untuk penyidikan yang bukan kuasa beliau atau
kewenangannya.
p. Lakukan tindakan yang dapat mengakibatkan, menghalang, atau
merumitkan, salah satu pihak yang dikendalikannya sehingga
menyebabkan bahaya kepada pihak yang sedang dilayani.
q. Menyalahgunakan kuasa.
r. Menghalang perlaksanaan tugas resmi dari kedinasan.
s. Bertindak sewenang-wenangnya terhadap orang bawahan.
t. Penyalahgunaan barang, uang, atau surat berharga yang dimiliki oleh
dinas.
u. Mempunyai, menjual, membeli, menyewa, atau membuang barang,
dokumen, atau surat berharga yang dimiliki dinas secara tidak sah.
-
39
v. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat
Polisi Negara Indonesia, kecuali tugas mereka.
Ketentuan ini adalah suatu panutan dan pedoman bagi anggota kepolisian
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Alasan penulis mengutarakan
pendapat tersebut dikarenakan, pada tahun 2015-2016 telah terjadi 4 (empat) kali
pelanggaran kode etik profesi antara lain pelanggaran kedisiplinan dan
pelanggaran berat dalam kategori tindak pidana penyalahgunaan narkotika.36 Dari
4 (keempat) kasus tersebut, penulis terfokus pada kasus pelanggaran kode etik
profesi terkait penyalahgunaan narkotika sebagai analisis penulisan tugas akhir
ini. Kemudian yang menjadi permasalahan dalam internal kepolisian ini adalah
kurangnya pengawasan secara maksimal baik dari kesehatan, psikologi,
kerohanian dan kedisiplinan dari atasan pada anggotanya dalam menjalankan
tugas serta tanggungjawab sehingga terbukalah celah pada oknum-oknum polri
untuk melakukan pelanggaran.
Kemudian menurut penulis pada point ketiga terkait melakukan tindak
pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 13 Perkap No.14/2011 tentang Kode
Etik Profesi Polri. Perlu diketahui, pelanggaran disiplin dan Kode Etik Profesi
sebagaimana yang dijelaskan akan diperiksa dan dijatuhi hukuman oleh ankum
atau pejabat yang berwenang, jika terbukti dengan kekuatan hukum yang tetap.
Dalam penjatuhan sansi tersebut tidak menghapus perbuatan pidana yang
dilakukan oleh oknum polri sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1)
36 Hasil wawancara dengan bpk. Supriyanta PANUT 1 Provos SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)
-
40
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkap Nomor 14
Tahun 2011. Oleh karena itu, oknum polisi yang kedapatan melakukan perbuatan
melawan hukum atau tindak pidana selanjutnya tetap akan diperiksa dan diproses
secara hukum acara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi
pelanggaran kode etik diinternal kepolisian.
Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan
pelanggaran dalam hal ini Kode Etik Profesi akan dikenakan sanksi Kode Etik
Profesi sesuai takaran tingkat ringan berat pelanggarannya yang disampaikan
dalam bentuk putusan Sidang Kode Etik Polri secara tertulis kepada terperiksa.
Bentuk sanksi moral yang dijatuhkan dapat berupa pernyataan putusan yang
menyatakan terperiksa terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.
Sanksi tersebut diberikan pada kadar ringan dan berat yang disidangkan melalui
sidang komisi kode etik profesi internal kepolisian. Namun apa bila pelanggaran
yang dilakukan termasuk dalam pelanggaran berat maupun ringan dan
dilakukannya terus menerus atau berulangkali, maka oknum tersebut dapat
dijatuhi sanksi PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) sebagaimana yang
dimaksud tidak dapat dipertahankan dalam instansi kepolisian.37
Apabila putusan pidana terhadap oknum polisi tersebut telah berkekuatan
hukum tetap, ia terancam diberhentikan tidak dengan hormat berdasarkan Pasal 12
37 Hasil wawancara dari bpk. Rusadi PAURMIN SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)
-
41
ayat (1) huruf a PP No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia (“PP 1/2003”):38
“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila: dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
Adapun faktor penyebab yang mendominasi terjadinya tindak pidana
penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh oknum Polri adalah:39
a. Faktor keinginan
b. Faktor kesempatan
c. Faktor jabatan
Penulis berpendapat bahwa perlu adanya kerjasama antara masyarakat,
ormas dan institusi kepolisian dalam menangani pelanggaran kode etik profesi
polri ini, dikarenakan masih banyk lagi kasus - kasus yang lain seperti pemerasan,
pemerkosaan ataupun pencurian yang dilakukan oleh oknum polri, akibat yang
ditimbulkan nantinya adalah masyarakat tidak lagi mempercayai kepolisian
sebagai aparat penegak hukum yang baik. Kemudian perlu adanya perubahan dari
anggota polri dalam membangun citra yang baik lagi pada masyarakat, seperti
sosialisasi didalam masyarakat dalam memberikan himbauan untuk
memberanikan diri dalam melaporkan oknum anggotanya yang melakukan
pelanggaran – pelanggaran kode etik maupun tindak pidana. Sehingga nantinya ini
38 Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2003 Tentang PTDH 39 Hasil wawancara dengan bpk. Supriyanta PANUT 1 Provos SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)
http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/18383/nprt/544/pp-no-1-tahun-2003-pemberhentian-anggota-kepolisian-negara-republik-indonesiahttp://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/18383/nprt/544/pp-no-1-tahun-2003-pemberhentian-anggota-kepolisian-negara-republik-indonesia
-
42
membantu bagi dinas kepolisian dan juga masyarakat untuk memberantas dan
menekan naiknya tingkat kriminalitas maupun pelanggaran kode etik profesi
dibagian internal kepolisian.
3.2 Proses Pemeriksaan Terhadap Perkara Pelanggaran Kode Etik Profesi
POLRI Bagi Anggota POLRI Yang Melakukan Tindak Pidana
Dalam hal ini, penulis mendapatkan informasi yaitu sesi wawancara dalam
proses tanya jawab terkait pelanggaran kode etik profesi polri di wilayah hukum
Polres Metro Jakarta Utara. Bahwa telah telibat 1 (satu) oknum anggota polri yang
melakukan tindak pidana berupa memiliki serta menguasai narkotika golongan I
jenis ganja (Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika) pada tahun
2016. Dalam kasus ini penulis akan mendiskripsikan terkait posisi kasusnya
terlebih dahulu. Pada tanggal 22 januari 2015, sekira pukul 09.30 WIB, status
Bripda berinisial GB yang berumur 23 tahun, telah tertidur diruang pos jaga depan
lantai II Mapolres, namun karena dicurigai masih mengkonsumsi narkoba
selanjutnya dilakukan penggeledahan terhadap badannya, ternyata ditemukan satu
bungkus Marlboro yang didalamnya berisi 2 (dua) linting narkotika jenis daun
ganja.40 Selanjutnya lebih lengkapnya telah terlampir laporan polisi dan putusan
sidang kode etiknya anggota polri tersebut.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa didalam
pelanggaran kode etik profesi polri, penanganannya dilakukan oleh tim Pemeriksa
Kepolisian Republik Indonesia.
40 Laporan Polisi, Nomor : LP/03/1/2015/Sippropam
-
43
Divisi Propam adalah salah satu wadah organisasi kepolisian yang
berkosentrasi dibidang pembinaan profesi dan pengamanan dilingkungan internal
kepolisian.
Tugas Div Propam adalah membina dan menyelenggarakan fungsi
pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan
disiplin dan ketertiban anggota Polri dan pelayanan pengaduan tentang adanya
penyimpangan yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Propam terdiri dari 3
fungsi, yaitu:
1. Fungsi pertanggungjawaban profesi berada di bawah pertanggungjawaban Pus Bin Prof.
2. Fungsi pengamanan di lingkungan internal organisasi Polri berada di bawah pertanggungjawaban Pus Panimal.
3. Fungsi Provos dalam penegakan disiplin dan ketertiban dilingkungan Polri berada dibawah pertanggungjawaban Pus Provos.41
Kemudian dari pada itu, ketentuan yang mengenai proses pemeriksaan perkara
pelanggaran kode etik juga diatur dalam pasal 17 ayat (2) dan 22 PERKAP Nomor
14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, Proses Penegakan KEPP
sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui 5 (lima) tahap, yaitu :
a. Pemeriksaan pendahuluan
Pemeriksaan Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan
dengan cara pemeriksaan, pemeriksaan dan audit pengajuan oleh fungsi
Propam dalam bidang Akuntabilitas Profesional.42
b. Sidang KKEP
41Ibid 42Perkap No.14 Tahun 2011, Op.Cit.
-
44
Sidang KKEP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan oleh
KKEP untuk memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh pelanggar yang disangka.43
c. Sidang Komisi Banding
Sidang Komisi banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dilakukan oleh Komisi Rayuan untuk memeriksa dan memutuskan keberatan
yang disampaikan oleh Pelanggar, pasangan, anak, orang tua atau
pendamping.44
d. Penetapan administrasi penjatuhan hukuman
Setelah mendapat keputusan dari Atasan Ankum, penentuan administrasi
hukuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilakukan oleh fungsi
SDM Polri. Ankum yang dimaksud adalah atasan langsung/tidak langsung
atau pejabat yang berwenang dan berhak menjatuhkan hukuman kepada
anggotanya yang melanggar (pasal 15 dan 16 PP nomor 2 tahun 2003).45
Apabila atas pertimbangan Ankum pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dijatuhi hukuman
disiplin, maka pemeriksaan dilakukan melalui sidang disiplin. Pemeriksaan
sebagaimana yang dimaksud dilakukan secara internal Polri.46
e. Pengawasan pelaksanaan putusan dan Rehabilitasi personel
43 Ibid 44 Ibid 45 Ibid 46 Ibid
-
45
Pengawasan pelaksanaan keputusan dan pemulihan personel sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e dan huruf f dilakukan oleh divisi propam
dalam bidang pemulihan anggota tim polisi.47
Hukuman disiplin sesuai yang diatur dalam pasal 9 PP Nomor 2 tahun
2003 ini dapat dikenakan sanksi: 48
a. Teguran tertulis
b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 tahun.
c. Penundaan kenaikan gaji berkala
d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 tahun.
e. Mutasi yang bersifat demosi.
f. Pembebasan dari jabatan.
g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari.
Menurut penulis, setiap pelanggaran disiplin yang dilakukan ataupun
tindak pidana, ada yang dinamakan penjatuhan sanksi dari pihak internal maupun
putusan dari peradilan umum terkhusus tindak pidana, sesuai ketentuan pasal 22
Perkap Nomor 14 tahun 2011 yang berbunyi;
1. Sanksi administrasi dalam bentuk PTDH dikenakan melalui persidangan
KKEP untuk:
47 Ibid 48 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003, Op.Cit.
-
46
a. Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan
ancaman pemenjaraan 4 tahun atau lebih dan telah diputuskan oleh
suatu pengadilan sewenang-wenang.
b. Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, huruf h dan huruf i.
2. Sanksi administrasi dalam bentuk PTDH sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 ayat (3) huruf a melalui d, dan f diputuskan melalui sesi KKEP
setelah pelanggaran pertama yang dibuktikan oleh ucapan mereka melalui
proses pengadilan umum sampai dengan keputusan pengadilan yang
memiliki kekuatan hukum tetap.
Penulis menyimpulkan bahawa semua anggota Polisi Republik Indonesia
yang melanggar kode etika profesional akan diproses secara dalaman dalam sesi
komisi kode etik profesional. Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) adalah
suatu wadah yang dibentuk dilingkungan Polri yang bertugas memeriksa dan
memutus perkara dalam persidangan pelanggaran KKEP sesuai dengan jenjang
kepangkatan. Dalam ketentuan pasal 4 ayat (2) PERKAP Nomor 9 tahun 2012
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara
Repbulik Indonesia, bahwa Kapolri membentuk KKEP untuk memeriksa KEPP
yang dilakukan oleh :
a. Perwira Tinggi (PATI) Polri, dan\
b. Komisarin Bear Polisi (Kombespol) yang menduduki Wakapolda atau
Irwasda.
-
47
Kemudian dari pada itu penulis berpendapat bahwa jika sewaktu-waktu
terjadi pelanggaran kode etik profesi polri yang mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat, maka masyarakat harus melaporkannya ke Sentra Pelayanan
Kepolisian (SPK) untuk ditinjau lebih lanjut dan dilakukannya penyelidikan oleh
tim penyidik dari kepolisian Divisi Profesi dan Pengamanan (DivPropam).
Dalam hal ini, upaya - upaya yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta
Utara untuk menanggulangi terjadinya pelanggaran Kode Etik Profesi Polri adalah
sebagai berikut, biasanya untuk mencegah hal tersebut pimpinan polisi baik secara
langsung maupun tidak langsung sering memberikan arahan dan penekanan untuk
anggotanya terkait bimbingan mental agar tetap pada prinsipnya anggota
kepolisian dan tidak menyimpang dari tugasnya sehingga nantinya tidak
mencederai martabat lembaga kepolisian.49
Menurut penulis, jika suatu waktu ada anggota kepolisian yang
menyalahgunakan kewenangan yang bersifat tindak pidana dalam bentuk apapun
maka anggota kepolisian tersebut telah melanggar kedua peraturan yang telah
mengikat yaitu kode etik profesi dan peraturan kedisiplinan. Sebagaimana yang
dimaksud maka anggota kepolisian tersebut akan diproses secara hokum yang
berlaku dan melalui proses persidangan sidang kode etik untuk penjatuhan sanksi
administrative dan peradilan umum untuk penjatuhan sanksi pidana sesuai
ketentuan pasal 12 ayat (1) PP No.2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkap
No.14/2011.
49Hasil wawancara dengan bpk. Supriyanta PANUT 1 Provos SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)
-
48
Selaras dengan ketentuan Pasal 13 PP No. 2 tahun 2003 menyatakan
bahwa "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijatuhkan disiplin
lebih dari 3 (tiga) kali dan dianggap tidak pantas untuk mempertahankan status
mereka sebagai anggota Kepolisian Nasional Indonesia melalui Rapat Komisi
Etika Profesi Polisi Nasional Republik Indonesia”. Penjatuhan sanksi disiplin
serta sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap
anggota polisi yang bersangkutan (Pasal 12 ayat (1) PP Nomor 2 tahun 2003 jo.
Pasal 28 ayat (2) Perkapolri 14/2011).
Kemudian dari pada itu untuk menjatuhi hukuman kepada pelaku
sebagaimana yang dimaksud anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana
maka dengan ini Ankum selaku yang menjatuhi sanksi KEPP akan melihat bahan
pertimbangannya. Bahan pertimbangan yang dimaksud adalah melalui keseharian
atau Etikanya selama ini dalam kontribusinya kepada Lembaga Kepolisian
sebagaimana bahan pertimbangan ini yang nantinya menjadi rujukan, sanksi apa
yang harus diberikan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran KEPP
tersebut.50
Sebagaimana yang dimaksud diatas, penulis menarik kesimpulan terkait
proses pemeriksaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian kepada salah satu
anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
Berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi dan Pengadilan Negeri Jakarta
Utara, maka pelaku dijerat dengan pasal 12 ayat (1) huruf a PPRI Nomor : 1
Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan dipidana penjara selama 1
50Hasil wawancara dari bpk. Rusadi PAURMIN SIPPropam (Profesi dan Pengamanan)
-
49
(satu) tahun. Penjatuhan sanksi kepada pelaku telah sesuai dengan prosedur yang
ada, sebagaimana ketentuan pasal 22 Perkap Nomor 14 tahun 2011.