bab iii deskripsi wilayah 3.1 gambaran umum kota batueprints.umm.ac.id/40314/4/bab iii.pdfkota batu...

24
57 BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1 Gambaran Umum Kota Batu Kota Batu merupakan salah satu Kota yang baru terbentuk pada tahun 2001 sebagai pecahan dari Kabupaten Malang.Sebelumnya wilayah Kota Batu merupakan bagian dari Sub Satuan Wilayah Pengembangan 1 (SSWP 1) Malang Utara.Kota ini sedang mempersiapkan diri untuk mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan serta mengevaluasian proyek-proyek pembangunan secara mandiri sehingga masyarakat di wilayah ini semakin rneningkat kesejahterannya Kota Batu yang terletak 800 meter diatas permukaan air laut ini dikarunia keindahan alam yang memikat.Potensi ini tercermin dari kekayaan produksi pertanian, buah dan sayuran, serta panorama pegunungan dan perbukitan.Sehingga dijuluki the real tourism city of Indonesia oleh Bappenas (Dokumen Cipta Karya tahun 2010). Tanggal 21 Juni 2001 Batu disahkan menjadi Kota Administratif berdasarkan UU No. 11 tahun 2001. Dan tanggal 17 Oktober 2001 Batu telah diresmikan menjadi daerah otonom yang terpisah dengan wilayah Kabupaten Malang dan Kota Malang. 3.1.1 Visi dan Misi Kota Batu a. Visi Kota Batu Kota Batu sentra Pertanian Organik berbasis Kepariwisataan Internasional

Upload: others

Post on 17-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

57

BAB III

DESKRIPSI WILAYAH

3.1 Gambaran Umum Kota Batu

Kota Batu merupakan salah satu Kota yang baru terbentuk pada tahun

2001 sebagai pecahan dari Kabupaten Malang.Sebelumnya wilayah Kota Batu

merupakan bagian dari Sub Satuan Wilayah Pengembangan 1 (SSWP 1)

Malang Utara.Kota ini sedang mempersiapkan diri untuk mampu melakukan

perencanaan, pelaksanaan serta mengevaluasian proyek-proyek pembangunan

secara mandiri sehingga masyarakat di wilayah ini semakin rneningkat

kesejahterannya Kota Batu yang terletak 800 meter diatas permukaan air laut

ini dikarunia keindahan alam yang memikat.Potensi ini tercermin dari

kekayaan produksi pertanian, buah dan sayuran, serta panorama pegunungan

dan perbukitan.Sehingga dijuluki the real tourism city of Indonesia oleh

Bappenas (Dokumen Cipta Karya tahun 2010). Tanggal 21 Juni 2001 Batu

disahkan menjadi Kota Administratif berdasarkan UU No. 11 tahun 2001. Dan

tanggal 17 Oktober 2001 Batu telah diresmikan menjadi daerah otonom yang

terpisah dengan wilayah Kabupaten Malang dan Kota Malang.

3.1.1 Visi dan Misi Kota Batu

a. Visi Kota Batu

Kota Batu sentra Pertanian Organik berbasis Kepariwisataan

Internasional

58

b. Misi Kota Batu

1. Peningkatan kualits hidup antar umat beragama

2. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan

3. Mengembangkan pertanian organik dan perdagangan hasil

pertanian organik

4. Meningkatkan posisi peran dari Kota sentra pariwisata menjadi

Kota Kepariwisataan Internasional

5. Optimalisasi Pemerintahan Daerah

6. Peningkatan kualitas pendidik dan lembaga pendidikan

7. Peningkatan kualitas kesehatan

8. Pengembangan Infrastruktur (Sektor Fisik) khususnya perkantoran

Pemerintah, fasilitas publik, prasarana dan sarana lalu lintas

9. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintah Desa, guna

peningkatan pelayanan kepada masyarakat

10. Menciptakan stabilitas dan kehidupan politik di Kota Batu yang

harmonis dan demokratis

11. Pemberdayaan masyarakat melalui koperasi dan Usaha kecil

Menengah (UKM).

59

3.1.2 Kondisi Geografis dan Luas Wilayah Kota Batu

Gambar 3.1.2 Peta Kota Batu

Sumber : Batu Dalam Angka Tahun 2017

Ditinjau dari astronomi, Kota Batu terletak diantara 122°17’

sampai dengan 122°57’ Bujur Timur dan 7°44’ sampai dengan 8°26’

Lintang Selatan. Adapun batas-batas wilayah Kota Batu adalah sebagai

berikut :

- Sebelah Utara: Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan;

- Sebelah Timur: Kabupaten Malang;

- Sebelah Selatan: Kabupaten Blitar dan Malang;

- Sebelah Barat : Kabupaten Malang.

Luas kawasan Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar 199,09

Km² terbagi ke dalam tiga Kecamatan dan Kecamatan Bumiaji merupakan

Kecamatan yang wilayahnya paling luas dibandingkan dua Kecamatan

lainnya. Kecamatan Bumiaji merupakan kecamatan yang paling luas

60

wilayahnya yaitu 12.797,89 ha sedangkan Kecamatan Batu dan

Kecamatan Junrejo masing-masing luas wilayahnya 4.545,81 ha dan

2.565,02 ha.

Kota Batu terletak pada ketinggian rata-rata 862 m di atas

permukaan laut. Dilihat dari ketinggian wilayahnya, sebagian besar daerah

di Kota Batu terletak di daerah perbukitan/lereng.Seperti halnya daerah

lain di Indonesia, Kota Batu mengikuti perubahan putaran 2 iklim, musim

hujan dan musim kemarau. Pada tahun 2016, hujan hampir terjadi di setiap

bulan. Rata-rata curah hujan pada tahun 2016 yang tercatat pada

pengamatan yang dilakukan oleh Badan Meterologi Klimatologi dan

Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso mencapai rata-rata 189

mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 129 hari.

Suhu rata-rata untuk kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan

Februari yaitu sebesar 95 persen. Kondisi topografi Kota Batu yang

sebagian besar pegunungan dan perbukitan menjadikan Kota Batu terkenal

sebagai daerah dingin. Rata-rata suhu udara selama tahun 2016 adalah 23

derajat celcius dengan suhu terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu

sebesar 21 derajat celcius (Dokumen Badan Pusat Statistika Kota Batu

tahun 2017).

61

3.1.3 Kependudukan Kota Batu

Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Data kependudukan merupakan salah satu data pokok yang sangat

diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena

penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Fungsi

obyek bermakna penduduk menjadi target dan sasaran pembangunan yang

dilakukan oleh penduduk, dan fungsi subyek bermakna penduduk adalah

pelaku tunggal dari sebuah pembangunan. Kedua fungsi tadi diharapkan

berjalan seiring dan sejalan secara integral. Berdasarkan hasil Registrasi

Penduduk akhir tahun, jumlah Penduduk Kota Batu, pada tahun 2011

tercatat sebesar 214.321 jiwa dengan tingkat kepadatan 1.077 orang/km.

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukan bahwa 50,48

persen adalah penduduk laki-laki dan 49,52 persen adalah penduduk

perempuan dengan angka sex ratio sebesar 101,92 persen (Dokumen

Bappeda Kota Batu tahun 2013).

Penduduk Kota Batu berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2016

sebanyak 202.319 jiwa yang terdiri atas 101.719 jiwa penduduk laki-laki

dan 100.600 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi

jumlah penduduk tahun 2015, penduduk Kota Batu mengalami

pertumbuhan sebesar 0,91%. Sementara itu besarnya angka rasio jenis

kelamin tahun 2016 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan

sebesar 101.Kepadatan penduduk di Kota Batu tahun 2016 mencapai

4.921 jiwa/km2. Kepadatan Penduduk di 3 kecamatan cukup beragam

dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Batu dengan

62

kepadatan sebesar 2.071 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Bumiaji

sebesar 898 jiwa/Km2.

Tabel 3.1.3 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan

Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Batu, 2010, 2015, dan

2016

Kecamat

an

Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan

Penduduk Pertahun

(%)

2010 2015 2016 2010-

2015

2015-2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Batu 88.178 93.227 94.123 5,73 % 0,97 %

Junrejo 46.382 49.505 50.079 6,73 % 1,16 %

Bumiaji 55.624 57.753 58.108 3,83 % 0,61 %

Kota

Batu

190.18

4

200.48

5

202.319 5,42 % 0,91%

Sumber: Batu Dalam Angka Kota Batu tahun 2017

Tenaga Kerja

Berikut adalah jumlah penduduk Kota Batu berdasarkan mata

pencahariannya :(Dokumen Cipta Karya tahun 2010).

Pegawai Negeri/TNI : 12.379(Jiwa)

Pegawai Perusahaan Swasta : 2.959 (Jiwa)

Pedagang/Pengusaha : 5.634 (Jiwa)

Petani/Peternak : 23.195 (Jiwa)

Lainnya : 56.00

63

3.1.4 Sosial dan Pendidikan Kota Batu

Menurut data dari Dinas Pendidikan Kota Batu, dari sisi

kelengkapan fasilitas pendidikan yang dapat diakses oleh penduduk di

Kota Batu secara umum sudah cukup baik, di setiap Kecamatan sudah

tersedia fasilitas sekolah dasar sampai dengan SMA (Sekolah Menengah

Atas). Dari sisi jumlah pengajar pun, jumlahnya sudah cukup terlihat dari

rasio guru-murid pada masing-masing jenjang pendidikan. Kalau dilihat

partisipasi sekolah berdasarkan Susenas tahun 2016 penduduk usia 7-24

tahun di Kota Batu sebesar 79% sedang bersekolah. Bila dilihat menurut

kelompok usia sekolah yaitu 7-12 tahun, 13-15 tahun, 16-18 tahun dan 19-

24 tahun masing-masing sebesar 100 %, 98%, 87% dan 46% sedang

bersekolah. Selain partisipasi sekolah, Survei Sosial Ekonomi Nasional

juga menunjukkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk di Kota

Batu. Pada tahun 2016, penduduk usia 15 tahun ke atas di Kota Batu

sebagian besar jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan yaitu SMP ke

bawah (67,26 %). Hanya 2,14 % memiliki ijazah Diploma (D1/D2/D3),

dan 5,29 % lulusan sarjana (D4/S1), sementara hanya 0,53 % memiliki

ijazah pascasarjana (S2/S3) (Dokumen Batu Dalam Angka 2017).

3.1.5 Kondisi Ekosistem Kota Batu

Kota Batu memiliki 3 (tiga) buah gunung yang telah dikenal dan

telah diakui secara nasional.Gunung-gunung tersebut adalahGunung

Panderman (2010 m), Gunung Welirang (3156 m), Gunung Arjuno (3339

m) dan masih banyak lagi lainnya. Dengan kondisi topografi pegunungan

64

dan perbukitan tersebut menjadikan Kota Batu terkenal sebagai daerah

dingin. Temperatur rata-rata kota Batu 2l,5°C, dengan temperatur tertinggi

27,2°C dan terendah 14,9°C.Rata-rata kelembaban nisbi udara 86' % dan

kecepatan angin 10,73 km/jam. Curah hujan tertinggi di kecamatan

Bumiaji sebesar 2471 mm dan hari hujan 134 hari(Dokumen Cipta Karya

tahun 2010).

Tabel 3.1.5 Luas Lahan di Kecamatan Kota Batu

No. Kecamat

an

Sawah

Teknis

(Ha)

Sawah

½

Teknis

(Ha)

Sawah

Sederha

na

Pekaran

gan

(Ha)

Tegal

(Ha)

Hutan

(Ha)

1. Batu 590 71 7 374,71 944,8

81

1.111

5,90

2. Junrejo 828 193 77 23,61 92,30 1.311,

10

3. Bumiaji 666 15 15 462,67 2.286,

39

8.644,

20

Kota

Batu

2.086 279 99 860,99 3.323,

57

11.07

1,20

Sumber: Dokumentasi Dinas Pertanian Kota Batu Tahun 2017

3.1.6 Pertanian Kota Batu

Kota Batu merupakan kota pariwisata dengan basis pertanian.

Penduduk Kota Batu hampir sebagian besar bermata pencaharian utama

sebagai petani.Oleh karena itu menjadi suatu keharusan bagi Pemerintah Kota

Batu untuk memprioritaskan sektor pertanian dan pariwisata dalam

pembanguan ekonomi dan wilayah.Sektor Pertanian merupakan sektor

unggulan yang diharapkan dapat bersinergi dengan pertumbuhan sektor

lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan industri.

65

Dilihat dari keadaan geografinya, Kota Batu dapat dibagi menjadi 4

jenis tanah.Pertama jenis tanah Andosol, berupa lahan tanah yang paling

subur meliputi Kecamatan Batu seluas 1.831,04 ha, Kecamatan Junrejo seluas

1.526,19 ha dan Kecamatan Bumiaji seluas 2.873,89 ha. Kedua jenis

Kambisol, berupa jenis tanah yang cukup subur meliputi Kecamatan Batu

seluas 889,31 ha, Kecamatan Junrejo 741,25 ha dan Kecamatan Bumiaji

1395,81 ha. Ketiga tanah Alluvial, berupa tanah yang kurang subur dan

mengandung kapur meliputi Kecamatan Batu seluas 239,86 ha, Kecamatan

Junrejo 199,93 ha dan Kecamatan Bumiaji 376,48 ha. Dan yang terakhir jenis

tanah Latosol meliputi Batu seluas 260,34 ha, Kecamatan Junrejo 217,00 ha

dan Kecamatan Bumiaji 408,61 ha (Dokumen Badan Statistika Kota Batu

tahun 2017).

Jenis Lahan Menurut Penggunaan

Luas lahan sawah di Kota Batu tahun 2016 sebesar 2.399,74 Ha, yang

terdiri dari 650,78 Ha berada di Kecamatan Batu, 1.062 Ha di Kecamatan

Junrejo dan sisanya 686,96 Ha di Kecamatan Bumiaji. Berdasarkan sebaran

wilayah di Kota Batu, luas lahan pertanian bukan sawah terluas berada di

Kecamatan Bumiaji yaitu sebesar 10.931,06 Ha, sementara di Kecamatan

Batu dan Kecamatan Junrejo masing-masing sebesar 2.061,48 Ha dan

1.404,39 Ha.

Data luas lahan bukan sawah di Kota Batu mencapai 14.396,93

Ha.Lahan bukan sawah mempunyai berbagai penggunaan mulai dari yang

produktif, non-produktif dan konservatif. Sebagian besar lahan bukan sawah

66

adalah berupa penggunaan lahan lainnya sebesar 11.073,36 Ha, yang

sebagian besar berada di wilayah kecamatan Bumiaji (8.644,67 Ha). Luas

lahan bukan sawah sisanya digunakan sebagai tegal/kebun.

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu,

terdapat 22 jenis sayuran yang dihasilkan/ditanam di wilayah Kota Batu pada

Tahun 2016.Selain jenis tanaman sayuran, Kota Batu juga potensi dalam hal

produksi buah-buahan yaitu terdapat beberapa jenis tanaman buah-buahan

yang dihasilkan selama tahun 2016.Tanaman buah-buahan Apel dan Jeruk

Siam/Keprok merupakan jenis tanaman buah-buahan terbesar yang ditanam

dan dihasilkan pada setiap Triwulan selama tahun 2016.

3.1.6.1 Sejarah Pertanian Kota Batu

Kota Batu adalah suatu daerah yang mempunyai berbagai macam

akar budaya seperti agraris yakni perjalan sejarah pertanian khususnya di

daerah Kota Batu yang telah ada sejak jaman Prasejarah dan berlanjut

hingga sampai saat ini. Oleh sebab itulah, pemahaman terhadap mengnai

pertanian di daerah Kota Batu tidak hanya cukup apabila sekedar melihat

saja keberadaannya seperti saat ini, namun perlu pula untuk menelusuri

bagaimana pekembangan pertanian Kota Batu dari masa ke masa. Dengan

kata lain hendaklah melihat sejarah Kota Batu baik pertaniannya dilihat

dengan perspektif historis. Berbicara mengenai Kota Batu sebagai daerah

pertanian tidak bisalah kita harus melihat Kota Batu dari sisi sebagai daerah

yang dikelilingi oleh gunung berapi, adanya endapan lava dan lahar dari

merapi yang membuat tanah di Kota Batu menjadikannya subur.

67

a. Kota Batu Daerah Pertanian dari Masa ke Masa

Kita lihat bahwa bukti-bukti peninggalan prasejarah membuktikan

bahwa Kota Batu sebagai daerah yang subur telah menjadikan daerah

pertanian yang sangat menjanjikan. Sayur-mayur, buah dan makanan pokok

pun tumbuh subur di wilayah Kota Batu. Lebih lagi bila dilihat dengan

bertambahnya pengetahuan masyarakatnya yang telah menggunakan teknik

bercocok tanam ke arah yang lebih baik dan sudah mulai memanfaatkan air

sungai sebagai saluran irigasi. Secara garis besar di masa saat ini kita bisa

lacak sebagai awal Kota Batu memulai sebagai daerah pertanian yang

dimana pada masa ini masyarakatnya mulai bercocok tanam. Kita bisa

melihatnya lagi pada masyarakatnya yang berpengaruh pada kepercayaan

religi mereka kepada pola pikir pengaturan masa tanam mereka. Pada

konteks ini pada periodisasi selanjutnya adalah periode Hindu dan Budha.

Secara periodisasi selepas masa pasejara yang bisa kita lihat bahwasanya

Kota Batu yang waktu itu masih meupakan wilayah Malang Kota maka

pentahapannya yang bisa kita lihat adalah : (Debora Sulistyo, 2012: 33-34).

1. Kota Batu pada Masa Pemerintahan Kanyuruhan hingga Mataram

Pada prasasti Kanyuruhan (760 M) yang memberitahukan

bahawasannya pada abad VIII Malang dan sekitarnya termasuk saat ini

Kota Batu itu masih bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Kanyuruhan.

Setelah itu Kanyuruhan mulai berubah status dari Kerajaan bawahan

(vassal) karena ekspansi dari Kerajaan Balitung yang menuju ke Jawa

Timur sekita penghujung abad XI.

68

Secara tradisi mengenai masalah untuk penduduk tua setempat di

Dusun Ngujung yang sekarang berada di di Desa Pandanrejo yang dimana

pada masa prasasti kubu-kubu bisa jadi disebut-sebut sebagai Desa

Sekarpandan pada masa dulunya. Kota Batu yang sangat subur dengan

berbagai hasil pertanian yang sangat melimpah dan wajar saja kalau pada

masa itu Kota Batu sudah terbilang maju.

Pada masa Pemerintahan Kanyuruhan hingga Mataram yakni

petani mulai bercocok tanam pada pertanian padi. Prasasti Sangguran

ditemukan di daerah Dusun Ngandat dan penemuan prasasti Ngandat

terletak di daerah Desa Dadaptulis yang dulunya Desa Dadaptulis dan

Desa Ngandat menjadi daerah satu kesatuan tetapi karena adanya

perkembangan Kota Batu yang semakin maju, akhirnya Punden Ngandat

tidak diwilayah Mojorejo namun di Dadaptulis.

2. Kota Batu pada Masa Pemerintahan Kediri sampai Singhasari

Pada dalam prasasti Hantang (1035 M) yang memberikan

informasi bahwa kerajaan Kediri atau Panjalu mendapatkan kemenangan

atas Hemabhupati yakni seorang penguasa yang sesungguhnya yang masih

berkerabat dengan raja Panjalu pada saat itu. Demikianlah Malang Raya

(wilayah Timur Gunung Kawi) berada di bawah kekuasaan Kemaharjaan

Kediri dan kekuasaan Hemabhupati akhirnya sejak saat itu menjadi

Tumapel sejak tahun 1135.

Pada kejelasaan ini, secara samar kita hanya bisa melihat dan

mengikuti jejak para keveradaan penguasa yang ada pada saat itu yang

69

sedang untuk menanamkan jejak pertaniannya pada masa saat itu yang

memang tidak adanya kejelasan. Namun demikian kalo Ken Ndok adalah

gadis bertani dengan disamping itu mulai berkembangnya kelompok –

kelompok Pande besi di desa Sangguran yang sekarang bernama

Songgokerto saat ini (dengan mengingat kembali Empu Supo juga seorang

pembuat keris yang sangat disegani pada masa kejayaannya dan beliau

merupakan pendiri Candi Suppo di daerah Songgoriti) masyarakat

tetapnya lebih bermata pencarian sebagai petani juga.

3. Kota Batu pada Masa Pemerintahan Majapahit

Menurut pada Negarakretagama dinyatakan pula dengan tegas

bahwasanya Desa Batu dan Desa Batan adalah Desa yang berlainan yang

sama-sama diperuntukkan untuk wangsa Wisnu. Namun, boleh jadi pada

wilayah Batwan ada di utara sungai Brantas sedangakn untuk daerah Kota

Batu ada di sebelah selatan sungai Brantas. Kota Batu disamping itu

sebagai kawasan pertanian yang sangat menjanjikan sejak jaman

prasejarah. Kota Batu juga telah menjadi daerah peristirahatan bagi seluruh

keluarga Majapahit sejak jama Raja Hayam Wuruk karena melimpahnya

keindahan alam yang disajikan oleh Kota Batu sebagai daerah yang akan

karunia pegunungan yang sejuk dan tenang. Pada masa ini Kota Batu

merupakan lumbung pokok dan yang penghasil berbagai macam pertanian

yang bisa dipasok ke daerah lain sekitarnya.

Seperti pada masa ini di Kelurahan Sisir pernah dijumpai miniatur

seperti lumbung Batu panjang 75 cm dengan tinggi 60 cm yang bagian

70

atasnya diengkapi dengan model pahatan yakni berupa dua ekor burung

(tepatnya sangka bersayap atribut yang erat kaitannya dengan Sri dan

Wisnu) dan ditemukan temuan lain yakni berupa miniatur candi berukuran

48x48 cm dengan tinggi 60 cm. Perlulah kita ketahui bahwasanya sejak

pemerintahan semenjak masa pemerintahan Mataram hingga pemerintahan

Majapahit akhir, setidak-tidaknya ada 3 Desa yang mendapatkan status

sima yaitu Batu, Batwan dan Sangguran dengan ditambah pula Desa

Ngujung sebagai daeah Sima pula. Meskipun posisi Kota Batu berada di

pinggiran pusat pemerintahan Majapahit namun keberadaannya sebagai

penunjang kebutuhan khususnya produk pertanian untuk daerah sekitarnya

yang sangat besar dan sangat berarti. Begitupun dengan pada masa Hindu

dan Budha sejak abad X hingga XV Masehi, Kota Batu adalah dulu

merupakan daerah yang terdiri dari sejumlah desa pertanian dan kerajinan.

Secara sosial masyarakatnya, kemasyarakatan Kota Batu bukan warga

dalam keraton (marga/warga I jro) melainkan masyarakat luar keraton

yang dimana mereka hanya warga perdesaan agraris.

4. Kota Batu pada Masa Kolonial

Pada abad ini XIX Jawa sudah mulai merupakan daerah agraris

yang dimana sebagian penduduknya sudah mulai mengandalkan dari

sektor pertanian, termasuk peternakan. Pada masa ini pertanianpun sudah

diusahakan sudah menggunakan cara tradisional, teknologipun yang

digunakan juga bersifat tradisional yang memadai yang dimana untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya yang masih ada pada tingkatan subsistensi

yang dimana para petaninya masih untuk memenuhi kebutuhan

71

keluarganya bukan untuk komersial. Setelah pemerintahan Inggris

berakhir, yaitu pada tahun 1816 pada masa ini Indonesia kembali lagi

dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda yang dimana pada masa

“kedua” penjajahan ini yang dimana sangat terkenal adalah sistem tanam

paksanya yang dierapkan oleh Van den Bosch yang pelaksanaannya

dimulai pada tahun 1830 yang terdapat ketentuan-ketentuan dalam

pelaksanaan sistem tanam paksa ini. Namun pada akhirnya didalam

prakteknya terdapat banyak sekali penyimpangan-penyimpangan

didalamnya.

Pada masa Kolonial yakni di Daerah Sumber Brantas adalah

kawasan yang masih hutan dan sebagai pnyangga air di wilayah Malang.

Di daerah Junggo dan Jurang Kuali (antara Sumber Brantas dan Daerah

Junggo menjadi lahan perkebunan dan kopi) sedangkan pada pusat

pemerintahan Kecamatan Batu pada saat itu masih terletak di daerah

Junggo. Area perkebunan kopi pada saat itu mengalami perluasan lahan

yang dimana setelah pemberlakuan sistem tanan paksa yang digagas oleh

Johanes Van De Bosch pada tahun 1829 dan telah disetujui oleh Raja

Belanda pada tahun 1830 yang dalam gagasannya stiap desa haruslah

menyisihakn sebagian tanahnya unuk ditanami komoditi ekspor khususnya

kopi, tebu dan nila. Pada sistem tersebut yang sangat berpeluang

mengambil keuntungan adalah para kaum elit desa dan penjabat

berwenang diatasnya dan para pedagang non pribumi (Cina dan Arab),

maupun penjabat pemerintah dan pedagang Eropa.

72

Pada saat ditentulannya sistem tanam paksa pada daerah Kota Batu

dan Undang-undang Agraria membuka peluang besar khususnya bagi para

pengusaha Belanda dan para Tiong Hoa yang membuka areal-areal

perkebunan baru yang terletak di utara maupun di daerah selatan Brantas.

Jika pada masa Hindu-Budha dan pada masa perkmbangan Islam di Kota

Batu, pertanian di masa itu masihlah bersifat perekonomian keluarga dan

masih bersifat subsistensi. Maka dikatakan pada masa Hindia Belanda

muncullah sejenis usaha-usaha pertanian dan perkebunan yang berskala

besar yang dipimpin oleh perusahaan partikelir. Namun pada tahun 1925

daerah Kota Batu khususnya pada daerah Punten yang sangat terkenal

dengan julukan sebagai produsen jeruk hingga mancanegara pada saat itu

petani jeruk sekaligus para pemasok bibit jeruk sangatlah sukses yang

berada di daerah bernama Tam’ian. Pada tahun 1930-an selain jeruk

masyarakat sudah mulai melirik apel dan mereka mengambl tanaman ini

dari daerah tetangga merak yakni daerah Australia. Usaha ini sukses dan

berkat inisiatif tuan Pegtel yang sangat suka sekali dengan menikmati

makan buah apel dan membuang isinya sembarangan dan tumbuhlah

menjadi buah apel.

Kota Batu pada jaman penjajahan Belanda dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Posisi Kota Batu terletak di wilayah barat Ibu Kota Kabupaten

(regent) Malang;

73

2. Sejak setengah abad Kompeni Belanda yang telah menduduki

Malang tahun 1767 yakni sekiar tahun 1812 yaitu di daerah Kota Batu

yang pada khususnya di sub kawasan pada utara Brantas yang mulai di

kenal dengan sebagai areal perkebunan yakni untuk jenis tanaman kopi;

3. Tepatnya pada tahun 1874 Kota Batu sudah termasuk di dalam

wilayah Kecamatan Sisir yakni Kabupaten Malang sedangkan untuk

wilayah utara Brantas itu mengikuti Kecamatan Junggo berdasarkan

stb. Th.1887 no. 72 tertanggal pada 11-03-1874;

4. Untuk tahun 1887 no. 194 tertulis bahwa Kecamatan Sisir berubah

menjadi Kecamatan Batu yang sebagai wilayah Penanggungan

Kabupaten Malang, stb. Th.1887 no. 194.

5. Kota Batu pada Masa Kedudukan Jepang

Kota Batu pada masa pendudukan Jepang memiliki berbagai fungsi

strategis dikarenakan adanya angkatan laut Jepang yang untuk wilayah

Malang tersebut berkedudukan di daerah Pujon. Terletaknya garis

kesatuan militer yang selalu melewati Kota Batu. Dengan topografi Kota

Batu sebagai daerah yang bergunung dan berbukit-bukit dari sudut para

militer Jepang yang sangat bagus sebagai tempat daerah pertahanan yang

di kala itu Jepang terlibat dalam kasus perang Dunia II atau sering disebut

dengan perang Asia Timur Raya. Pada saat itu kekerasan dan kekejaman

sering mereka lakukan kepada penduduk pribumi khususnya. Lamanya

waktu yang mereka lakukan yakni kurang dari setahun kedatangannya,

para petani di daerah Kota Batu mulai merasakan kekejaman yang

74

dilontarkan ole kaum Jepang yang dimana hasil pertanian penduduk petani

di rampas oleh mereka dan tidak itu saja hasil sawah ladangnya para petani

harus diserahkan ke Dai Nipon. Jikapun dilakukan pembelian pemerintah

dengan memasang harga yang sangat tidak sesuai ddan kemudia mereka

menjualkannya dengan harga yang sangat-sangat tinggi. Para petanipun

buan pemilik riil atas sawah-sawahnya sendiri, bahkan mereka telah

melakukan tindakan seperti pencuri di lahannya sendiri yakni secara diam-

diam dan pada masa itu petani miskin dan menderita sekali.

Pada masa penjajahan Jepang yang pemerintah Jepang mulai

menetapkan bahwa apabila para petani hendak memanen hasil ladangnya

sehari sebelumnya para petani itu harus melaporkannya ke petugas

semacam koperasi yang telah dibuat oleh Jepang pada masa itu yang

dimana keesokan harinya petugas itu akan datang ke lahan milik para

petaninya untuk membeli sebagian hasil panen mereka. Hasil pertanian

yang diperoleh dengan melakukan perampasan, setoran wajib atau sistem

pajak dan pembelian dengan harga rendah kemudia ditimbun oleh kaum

Jepang di dalam gua-gua buatan Jepang. Di daerah Cangar Sumber

Brantas, Tlekung, Sisir, Songgokerto, dukuh Kletak Kelurahan Temas dan

Junrejo di daerah tersebut terdapat gua-gua buatan Jepang yang dulu

tempat menimbun hasil panen para petani.

6. Kota Batu Masa Kemerdekaan

Setelah adanya perang kemerdekaan yang dimana para warganya

mulai mengalami kesulitanpenyediaan bahan pangan akibat adanya perang

75

tersebut. Faktor ini terjadi dikarenakannya pada daerah Kota Batu terutama

pada daerah Punten hasil jeruk sudah tidak lagi bagus dan sementara itu

untuk daerah Kota Batu dan Junrejo yakni tidak adanya perubahan pada

komoditi tanaman jagung, padi dan sayuran. Pada akhirnya pada masa ini

para petani sudah mulai menjadi petani padi dan sayur yakni terutama

untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka atau memenuhi kebutuhan

subsistensi. Pada masa kemerdekaan, secara kewilayahan berdasarkan

pada UU No.2 tahun 1950 mengenai perihal “Pembentukan Provinsi Jawa

Timur”, junto UU No.12 thun 1950 tentang “Pembentukan Daerah-daerah

Kabupaten di Lingkungan Provinsi Jawa Timur” diterapkanlah Kecamatan

Batu yang merupakan bagian dari Kawedanan Pujon yang ditempatkan

dalam wilayah Kabupaten Malang.

Dilihat secara perekomonian setelah terjadinya perang

kemerdekaan yang berangsur-angsur yang menjadikan lebih baik dan pada

amsa itu andalan utama para penduduknya yakni tetap berbasis pertanian.

Selanjutnya pada era tahun 70-an inilah dari hasil pertanian yang semula

hanya memgandalkan padi dan sayur terutama pada daerah utara Brantas

yang kini mulai melirik pertanian berbasis pertanian apel yang semula

hanya dilakukan oleh orang-orang Belanda dan merupakan perkebunan

yang berskala besar seperti di Kota Batu, Tulungrejo dan Sidomulyo dan

kini menjadikannya booming pada tahun era 70-an tersebut dan hampir

semua para petani di daerah utara Brantas kini mulai beralih komoditas

padi dan sayur menjadi komoditas apel. Pada saat itulah Apel menjadi

76

sebagai maskotnya icon Kota Batu dan mempopulerkan Kota Batu

sebagai Kota Apel.

Pada kasus ini berbeda dengan selatan Brantas Kota Batu dan

Junrejo sekarang, Batu lebih banyak pada komoditas padi dan sayur begitu

pula dengan wilayah Junrejo sama dengan komoditas yang rata-rata yakni

padi da sayur. Kota Batu akhrirnya kini lebih berkembang dan cenderung

kearah perdagangan dikarenakan sebab posisi keberadaannya yang di

pusat wilayah sedangkan Junrejo hanyalah lebih kearah industri rumahan.

7. Kota Batu pada Masa Saat Kini

Pada masa kini yakni pada peraturan pemerintah No. 12 tahun

1993 yang menetapkan peningkatan status Batu sebagai Kota Kecamatan

dan menjadikan Kota Administratif (Kotatif) dalam naungan Kabupaten

Malang. Kotatif Kota Batu terdiri atas dari 3 Kecamatan yakni Kecamatan

Bumiaji, Kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo. Dengan alasan

pendekatan inilah pelayanan pada amsyarakatnya dan penataan begitupun

dengan pengembangan wilayah Kota Batu sebagai Kota Administratif

yang berkembang secara signitifikan baik secara fisik maupun dengan

ekonominya. Namun demikian tetap saja pilar utama perekonomian Kota

Batu adalah pertanian dan kota Batu akhirnya menjadi Kota berdasarkan

UU No. 11 tahun 2001 yang meningkat statusnya menjadikan Kota dengan

3 wilayah kecamatan dan 24 desa/kelurahan.

Pertanian Kota Batu pada masa kini tetap pada dasarnya yakni

perekonomian tetap pada berbasis pertanian dan kini lebih cenderung ke

77

arah pertanian holtikultura yakni yang berupa sayir, tanaman hias dan

terutama pada buah apel yang menjadi icon Kota Batu tersebut. meskipun

pada era tahun 2012 apel nampaknya sudah tidak lagi dan terkenal pada

era 80-an karena adanya persaingan pasar global termasuk banyaknya

buah impor dari luar dan kondisi unsur hara yang ada pada tanah serta

adanya perubahan iklim di Kota Batu inilah yang menyebabkan apel tidak

lagi menjadi komoditas utama para petani tetapi primadona utama Kota

Batu adalah saat ini sayuran.

3.1.6.2 Jumlah Gapoktan/Kelompok Tani

Kota Batu merupakan Kota sentra pertanian yang dimana

mayoritasnya masyarakat mengandalkan petani. Pada saat ini jumlah

Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Kota Batu mencapai 28 Gapoktan

dari 3 Kecamatan di Kota Batu yakni Kecamatan Bumiaji, Kecamatan

batu dan Kecamatan Junrejo. Dengan jumlah 28 Gapoktan di Kota Batu

tersebut diikuti oleh jumlah kelompok tani dengan jumlah 231 di Kota

Batu di 3 Kecamatan yakni Kecamatan Batu, Junrejo dan Bumiaji

(Dokumen Sistem Informasi Pertanian Kota Batu tahun 2017).

3.1.6.3 Jumlah Kelompok Tani Berbasis Organik

Pemerintah Kota Batu pada tahun 2011 mencanangkan program

mengenai sistem pertanian organik yang dimana para petani diharuskan

menggunakan sistem organik.Petani di Kota Batu yang

sebelumnyamenggunakan sistem konvensional kini sudah mulai beralih

dengan menggunakan sistem pertanian organik dengan program yang

78

dicanangkan oleh Pemerintahan Kota Batu. Berikut tabel rekap data

kelompok tani di 3 Kecamatan Kota Batu yang sudah beralih ke organik

dan mendapatkan nomor sertifikasi organik:

Tabel 3.1.6.3 Rekap Data Kelompok Tani di Kota Batu

No. Nama Operator Jumlah

Anggot

a

Luas

Lahan

Komodit

as

Tahun

Berdiri

No.

Sertifikat

1. Kelompok Tani

Sri Anom Mulyo

04 Glonggong

Kelurahan Temas

Kec. Batu Kota

Batu

3

Orang

0,64 Ha Sayur 1979 209-LSO-

005-IDN-

10-17

2. Kelompok Tani

Gawe Rejo

Dusun Rejoso RT.

002 RW. 010 Desa

Junrejo Kec.

Junrejo Kota Batu

6

Orang

0,495 Ha Sayur,

Padi dan

Buah

2005 212-LSO-

005-IDN-

10-17

3. Kelompok Tani

Tanuse

Jln. Indragiri Rt.005

Rw.010 Dusun

Sumberejo Desa

Sumberejo

Kecamatan Batu

Kota Batu

27

Orang

7,2912

Ha

Sayur,

Buah dan

Kopi

2007 226-LSO-

005-IDN-

11-17

4. Kelompok Tani

Organik Temas

Jl. Wukir Nomor 79

Temas Batu Jawa

Timur

3

Orang

3000 m2 Tanaman

Holtikult

ura

2007 111-

LSPO-

005-IDN-

05-15

5. Kelompok Tani

Tani Maju 01

Dusun Junggo RT.

006 RW. 008 Desa

Tulungrejo Kec.

Bumiaji Kota Batu

5

Orang

1,2 Ha Sayur,

Kopi,

Jamur

2007 207-LSO-

005-IDN-

10-17

6. Kelompok Tani

Makmur

Sejahtera

Dusun Krajan RT.

034 RW. 006 Desa

Giripurno Kec.

Bumiaji Kota Batu.

6

Orang

0,77 Ha Sayur,

Padi,

Jeruk,

Jambu

Kristal

2008 201-LSO-

005-IDN-

09-17

7. Gapoktan Torong

Makmur

Jl. Wukir Ratawu

No.4 Rt.1 Rw.5

Dusun Krajan Desa

Torongrejo

4

Orang

1500 m2

(5000+1

50000

log)

Sayur

dan

Jamur

2008 225-LSO-

005-11-17

79

Kecamatan Junrejo

Kota Batu

8. Gapoktan

Sembodo Makmur

Jl. Mojoasri No.77

RT.05 RW.02 Desa

Mojorejo

Kec.Junrejo Kota

Batu

19

Orang

0,893 Ha Sayur,

Padi,

Jeruk

2009 198-LSO-

005-IDN-

09-17

9. Gapoktan Rukun

Makmur

Jl. Cendana No.39

RT.01 RW.06

Dadaptulis Dalam

Kelurahan

Dadaprejo

Kec.Junrejo Kota

Batu

18

Orang

22.500

m2

Padi,

Sayur,

Buah,

Pupuk

dan

Pestisida

Nabati

2009 200-LSO-

005-IDN-

09-17

10. Gapoktan Beji

Makmur

Dusun Krajan Sae

Rt. 03 Rw. 01 Desa

Beji Kec. Junrejo

Kota Batu

155

Orang

16 Ha Buah,

Padi dan

Sayur

2009 211-LSO-

005-IDN-

10-17

11. Gapoktan

Sembodo Makmur

Jl. Mojoasri No.77

RT.05 RW.02

Ds.Mojorejo

Kec.Junrejo Kota

Batu

1

Orang

2.490 m2 Jeruk 2009 166-

LSPO-

005-IDN-

11-16

12. Gapoktan

Sembodo Makmur

Jl. Mojoasri No.77

RT.05 RW.02 Desa

Mojorejo

Kec.Junrejo Kota

Batu

19

Orang

0,893 Ha Padi,

Sayur

dan Jeruk

2009 198-LSO-

005-IDN-

09-17

13. Gapoktan Sri

Mulyo

Dsn. Caru Rt. 23

Rw.06 Ds.Pendem

Kec. Junrejo Kota

Batu Jawa Timur

2

Orang

1,4 Ha Padi dan

Sayur

2009 167-

LSPO-

005-IDN-

11-16

14. Kelompok Tani

Harapan Kita

Dusun Kandangan

RT. 006 RW. 004

Desa Gunungsari

Kec. Bumiaji Kota

Batu

34

Orang

0,52 Ha Sayur

dan Buah

2010 203-LSO-

005-IDN-

10-17

15. Gapoktan Mitra

Sejati

Dusun Dadapan

RT.05 RW.05Desa

Pandanrejo Kec.

Bumiaji Kota Batu

4

Orang

0,52 Ha Buah dan

Sayur

2010 208-LSO-

005-IDN-

10-17

80

16. Kelompok Tani

Anjasmoro

Organik

Dusun Jurang Kuali

RT. 004 RW. 006

Desa

Sumberbrantas

Kec. Bumiaji Kota

Batu

15

Orang

0,28 Ha Sayur,

Buah

Pupuk

2014 202-LSO-

005-IDN-

09-17

17. Gapoktan Usaha

Tani

Kelurahan Sisir

Kec.Batu Kota Batu

3

Orang

0,4 Ha Sayur 2016 210-LSO-

005-IDN-

10-17

18. Gapoktan Mitra

Arjuna untuk

Kelompok

Bumiaji Sejahtera

Jln.Kopral Kasdi

No 39 RT

03.RW.01 Dusun

Banaran Desa

Bumiaji Kecamatan

Bumiaji Kota Batu

1

Orang

2.700 m2 Sayur 2016 168-

LSPO-

005-IDN-

11-16

19. Gapoktan Mitra

Arjuna Untuk

Kelompok Tani

Agronusa

Mushroom

Dusun Wonorejo

RT 06 RW 14 Desa

Tulungrejo

Kecamatan Bumiaji

Kota Batu Jawa

Timur

1

Orang

2

Kumbun

g

Jamur 2016 169-

LSPO-

005-IDN-

11-16

Sumber: Dokumen Dinas Pertanian Kota Batu, Tahun 2017