bab iii dasar teori
TRANSCRIPT
![Page 1: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
BAB III
DASAR TEORI
Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari bahan-bahan organik
kayu-kayuan/tumbuhan ditambah proses pematangan thermal, biokimia, fisika
dan waktu, dalam suasana an-oxid (tanpa O2) dan pemanasan tanpa/sedikit
oksigen (pyrolysis) (Sukandarumidi, 1995). Berdasarkan Badan Standarisasi
Nasional Indonesia (1997) tentang batubara, pengertian endapan batubara adalah
endapan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang
telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh panas
dan tekanan selama waktu geologi, yang berat kandungan bahan organiknya lebih
dari 50 % atau volume dari inherent moisture lebih dari 70 %.
III.1. Pembentukan Batubara
Batubara terbentuk dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan
waktu yang lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika,
kimia ataupun keadaan geologi. Untuk memahami bagaimana batubara terbentuk
dari tumbuh-tumbuhan perlu diketahui di mana batubara terbentuk dan faktor-
faktor yang akan mempengaruhinya. (Sukandarumidi, 1995)
Untuk menjelaskan tempat terbentuknya batubara dikenal dua macam
teori, yaitu:
a. Teori Insitu.
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya di tempat di mana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan
demikian maka setelah tumbuhan tersebut mati, belum mengalami proses
transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
Tugas Akhir Type II A 15
![Page 2: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran luas dan merata, kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif
kecil. Salah satu contoh batubara yang terbentuk seperti ini adalah di provinsi
Sumatera Selatan yaitu di lapangan batubara Muara Enim.
b. Teori Drift.
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadinya di tempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati diangkut oleh media air
dan terakumulasi di suatu tempat, tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami
proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai
penyebaran tidak luas tetapi dijumpai di beberapa tempat, secara kualitas kurang
baik karena banyak material pengotor yang terangkut bersama selama proses
pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat sedimentasi. Batubara yang
terbentuk seperti ini di Indonesia didapatkan di lapangan batubara Delta Mahakam
Purba, Kalimantan Timur.
Dalam mempelajari genesa dari batubara terdapat dua hal pokok dimana
kedua hal ini saling berkaitan yaitu gambut dan batubara. Dua hal ini merupakan
hasil dari suatu proses yang berurutan terhadap bahan dasar yang sama
(tumbuhan). Dalam proses pembentukan batubara terbagi menjadi dua tahapan,
yaitu :
1. Tahap Biokimia.
Setelah tanaman mati, maka proses degradasi kimia lebih banyak berperan.
Bila tanaman yang telah mati tersebut terakumulasi di dalam lingkungan rawa
maka akan jenuh air sehingga akan terjadi proses penghancuran. Pada proses ini
Tugas Akhir Type II A 16
![Page 3: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
terjadi aktivitas mikrobiologi yang berupa penghancuran bagian tanaman yang
lunak seperti cellulose, photoplasma dan pasti oleh bakteri dan fungi. Sedangkan
bagian yang keras seperti lilin, damar, kulit kayu dan fragmen akan tertinggal.
Reaksi pembentukan batubara:
5(C6H10O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + COcellulosa lignite gas metan
6(C6H10O5) → C22H20O3 + 5CH4 + 10H2O + 8CO2 + COcellulosa bituminous gas metan
Tahap ini lebih merupakan proses perubahan dari bahan tumbuh-tumbuhan
yang mengalami pembusukan dan kemudian terakumulasi hingga membentuk
peat (gambut). Jika menguntungkan tahap ini akan membentuk peat yang
berwarna hitam gelap atau dengan struktur amorf. Dan jika tidak menguntungkan
akan terbentuk peat yang mengandung material-material kayu dan material-
material lain yang tidak teruraikan (tidak mengalami dekomposisi) dengan warna
coklat. Dengan demikian peat merupakan tahap awal dalam pembentukan
batubara yang merupakan pemadatan dari bahan tumbuhan yang mengalamai
pembusukan dan kemudian terakumulasi.
2. Tahap Dinamokimia / Metamorfisme.
Tahap ini merupakan tahap perubahan yang terjadi karena faktor tekanan
dan temperatur (panas). Jika peat sudah terbentuk, maka proses selanjutnya
tergantung keadaannya. Pada saat peat tertimbun oleh sedimen-sedimen, maka
pada saat itu pula akan mengalami tekanan yang diakibatkan oleh beban yang
berlebihan dari sedimen di atas, sehingga tekanan yang ditimbulkan tersebut
merupakan aktivitas pertama yang menyebabkan perubahan terhadap sisa-sisa
organik atau tumbuhan tersebut. Sumber panas dapat juga berasal dari panas bumi
Tugas Akhir Type II A 17
![Page 4: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
atau karena intrusi. White (1925 dalam Thomas and Larry, 1992), menyatakan
bahwa tekanan horisontal merupakan pengaruh yang paling efektif dalam proses
metamorfisme dan peningkatan dalam kandungan karbon pada batubara. Dengan
demikian tahap kimia dan metamorfisme merupakan tahap dari terbentuknya peat
ketingkat batubara yang lebih tinggi, yaitu lignit, bitumina, dan antrasit.
Penelusuran secara lateral terhadap suatu pelamparan batubara terkadang
menunjukan bahwa pelamparan menjadi terbagi (bercabang), pada jarak yang
relatif dekat, oleh suatu tubuh sedimen bukan batubara yang berbentuk baji
sehingga membentuk dua pelamparan batubara yang jelas, begitu pula dengan dua
pelamparan batubara yang terpisahkan oleh lapisan bukan batubara dengan
ketebalan yang signifikan, ketika di telusuri secara lateral dapat dilihat bergabung
membentuk satu pelamparan batubara. Gejala ini disebut spliting, pada kasus
tertentu di mana tebal lapisan bukan batubara relatif lebih kecil disebut parting
(Gambar 5). Pola pembelahan individu pelamparan batubara, dapat menunjukkan
bentuk yang beragam. Lapisan bukan batubara pada spliting dan parting
pelamparan batubara biasanya merupakan hasil dari pembentukan chanel yang
bersifat kontemporer atau pembentukan danau di dalam rawa gambut di mana
akumulasi material organik tergantikan untuk sesaat oleh akumulasi material
klastik pada daerah-daerah tersebut, namun ketika suplai detritus itu berhenti,
maka vegetasi kembali tumbuh dan pembentukan gambut terjadi kembali.
III.2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Batubara
Pembentukan batubara merupakan proses yang kompleks. Akumulasi
batubara hanya dapat terjadi bila ada keseimbangan yang tepat. Menurut Shell
Tugas Akhir Type II A 18
![Page 5: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
(1976 dalam Soejitno, 1995), ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pembentukan batubara, yaitu:
1. Posisi Geotektonik.
Faktor letak geotektonik sangat memegang peranan penting dalam
hubungannya dengan pembentukan cekungan pengendapan batubara. Endapan
batubara pada lingkungan air payau, di daerah cekungan fore deep umumnya
mempunyai penyebaran luas, tebal dan secara petrografis sifatnya tidak konsisten
karena daerahnya luas sehingga terdapat banyak variasi faktor yang berpengaruh.
Endapan batubara pada lingkungan air tawar di lingkungan intramontane
umumnya tidak begitu tebal, banyak sisipan batulanau sampai batulempung,
secara petrografis sifatnya kebanyakan konsisten karena daerah penyebarannya
tidak terlalu luas. Endapan batubara di daerah lingkungan delta pada umumnya
penyebarannya tidak menerus. Endapan gambut yang kemudian menjadi batubara
di daerah delta diendapkan pada daerah rawa di antara sungai.
2. Posisi Geografi
Posisi geografi erat hubungannya dengan adanya tumbuh-tumbuhan. Di
daerah tropis dan subtropis biasanya lebih banyak terdapat hutan daripada daerah
kutub hal ini memungkinkan terbentuknya endapan gambut lebih besar di daerah
tropis dan subtropis daripada di daerah kutub. Lingkungan untuk perkembangan
endapan gambut sebagai asal pembentukan batubara dipengaruhi oleh :
a. Kenaikan muka air tanah yang lambat atau dasar cekungan mengalami
penurunan yang lambat, sehingga endapan gambut terhindar dari abrasi air
laut.
Tugas Akhir Type II A 19
![Page 6: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/6.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
b. Adanya penghalang rawa-rawa dari abrasi air laut seperti penghalang pantai,
gosong pasir atau tanggul alam untuk mempertahankan endapan gambut dari
banjir air sungai dan abrasi dari air laut.
c. Relief dataran yang rendah, sehingga pengendapan material fluviatil berbutir
halus akan menutupi endapan gambut yang terbentuk terlebih dahulu.
Gambar 5 Beberapa tipe spliting pada pelamparan batubara, (a) tipe sederhana, (b) tipe progresif, (c) tipe zig–zag. (Britten et al, 1975 dalam Syafrizal, 2000)
3. Paleotopografi
Topografi purba yang baik sebagai daerah pengendapan adalah berupa
dataran berawa, terbebas dari pengaruh endapan klastis yang terbawa air sungai.
Daerah demikian umumnya terdapat di daerah foreland atau dekat pantai.
4. Iklim
Tugas Akhir Type II A 20
![Page 7: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/7.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
Gambut berasal dari tumbuhan, sedangkan tumbuhan dalam
perkembangannya dipengaruhi oleh iklim, khususnya kelembaban. Tumbuh-
tumbuhan di daerah tropis pada umunya dapat tumbuh sampai 30 meter dalam
jangka waktu 7 sampai 9 tahun, sedangkan dalam jangka waktu yang sama di
daerah dingin angka pertumbuhan tersebut hanya 5 sampai 6 meter.
5. Tumbuh-tumbuhan
Tumbuh-tumbuhan terbentuk dari banyak unsur, terdiri dari inti kayu,
kayu luar, kulit kayu, daun, spora, benang sari, resin. Batubara terbentuk dari
campuran unsur tumbuh-tumbuhan tersebut. Secara umum dikatakan bahwa pada
kondisi yang sama batubara yang sebagian besar terbentuk dari kayu lebih baik
mutunya daripada batubara yang sebagian besar berasal dari kulit kayu dan resin.
6. Pembusukan
Pembusukan tumbuh-tumbuhan adalah proses biokimia atas bahan organik
tumbuh-tumbuhan yang merupakan proses pembentukan gambut. Bakteri dan
jamur bekerja lebih aktif di daerah kering dan bertemperatur hangat dan lembab
daripada di daerah kering dan bertemperatur dingin. Pembusukan tersebut dapat
terhalang dengan tidak adanya kontak langsung antara bekas tumbuhan dengan
udara, terutama oksigen. Kadar pembusukan akan berpengaruh pada batubara
yang terbentuk.
7. Proses Penurunan Dasar Cekungan, Trangresi dan Regresi
Lapisan batubara yang terdapat pada kulit bumi ada yang tipis dan ada
pula yang sangat tebal. Untuk menghasilkan batubara yang tebal diperlukan
endapan gambut yang sangat tebal dan suatu kondisi tertentu, yaitu apabila pada
kondisi muka air laut tetap, harus ada gerak turun (subsident) dasar cekungan
Tugas Akhir Type II A 21
![Page 8: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/8.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
yang simbang dengan kecepatan penumpukkan (akumulasi) bahan tumbuhan yang
telah mati. Apabila gerak turun lebih cepat dari pada akumulasi tumbuh-tumbuhan
yang mati, akibatnya pembentukan gambut terhenti, karena seluruh hutannya
terendam air yang cukup dalam, tidak ada lagi tumbuh-tumbuhan yang hidup.
Sebaliknya apabila gerak turun lebih lambat daripada kecepatan penumpukan
tumbuh-tumbuhan yang mati, maka tumbuh-tumbuhan tersebut tidak terawetkan
oleh proses oksidasi, karena tertumpuk di atas permukaan air sehingga
berhubungan langsung dengan udara.
Proses pengendapan gambut dapat terhenti karena dasar cekungan turun
ataupun terangkat terlalu cepat, dapat pula karena adanya trangresi yang cepat.
Hal ini dicirikan oleh adanya sedimen marine (fossil marine) di atas lapisan
batubara. Pada kondisi trangresi berjalan sangat lambat, walaupun tanpa adanya
proses penurunan dasar cekungan, dapat pula terendapkan gambut tebal apabila
kecepatan air naik seimbang dengan kecepatan pengendapan bekas tumbuh-
tumbuhan. Pada proses trangresi, gambut akan terendapkan kearah darat.
Pada kondisi regresi, gambut juga dapat diendapkan. Apabila proses
regresi sangat lambat, endapan gambut bisa agak tebal, akan tetapi bila regresi
agak cepat, endapan gambutnya akan tipis. Pada proses regresi, gambut akan
terendapkan ke arah laut.
8. Waktu Geologi
Waktu geologi berpengaruh pada banyaknya jenis tumbuh-tumbuhan,
sehingga juga berpengaruh terhadap sejarah pengendapan batubara dan
metamorfosa organik. Endapan gambut yang berumur lebih tua lebih besar
kemungkinannya tertimbun oleh sedimen lebih tebal daripada endapan gambut
Tugas Akhir Type II A 22
![Page 9: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/9.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
yang berumur muda. Apabila kondisi demikian terjadi, maka pembatubaraan dari
batubara yang berumur tua akan mempunyai peringkat yang lebih tinggi daripada
batubara yang berumur muda.
9. Sejarah Setelah Pengendapan
Sejarah cekungan batubara sangat bergantung pada posisi geotektonik,
karena posisi geotektonik mempengaruhi perkembangan pembentukan batubara
dan cekungan batubara. Pengaruh tersebut meliputi ketebalan lapisan penutup di
atas batubara, pergerakan akibat tektonik dan erosi. Selain itu sejarah geologi
endapan batubara juga berpengaruh terhadap terbentukanya struktur cekungan
batubara, pensesaran dan atau intrusi oleh batuan magnetik.
10. Metamorfosa Organik
Metamorfosa organik batubara atau pembatubaraan adalah proses yang
menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai
tingkatan. Metamorfosa ini mencakup secara kimia dan secara fisika atas tumbuh-
tumbuhan yang telah mati di bawah permukaan air.
III.3. Klasifikasi Batubara
Batubara bukan hanya material yang heterogen, tetapi juga merupakan
material yang beragam. Jenis batubara dapat dilihat dari umurnya (rank),
kandungan mineralnya (grade), elemen tumbuhan pembentuk batubara (type).
Klasifikasi batubara menurut ASTM (American Society for Testing and
Materials) adalah klasifikasi yang bersifat komersial dan didasarkan atas jumlah
karbon tertambat (fixed carbon) untuk batubara dengan rank tinggi dan didasarkan
atas nilai kalori (calorivic value) untuk batubara dengan rank rendah. Klasifikasi
batubara menurut ASTM menggunakan basis dry mineral matter free (dmmf),
Tugas Akhir Type II A 23
![Page 10: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
sedangkan hasil analisis batubara di laboratorium PT. Berau Coal menggunakan
air dry base (adb) sehingga untuk pengklasifikasian batubara menurut ASTM
harus terlebih dahulu mengubah basis adb menjadi basis dmmf. Dalam mengubah
basis adb menjadi dmmf digunakan suatu rumus yang disebut Parr Formula’s,
yaitu :
Dimana : Btu = British thermal unit per pound (1.8 x CV adb).
FC = Prosentase fixed carbon dalam adb.
M = Prosentase moisture dalam adb.
A = Prosentase abu dalam adb.
S = Prosentase belerang dalam adb.
Klasifikasikan batubara menurut ASTM dikelompokkan menjadi beberapa
kelas berdasarkan kualitasnya (Australian Code for Reporting Identified Coal
Resources and Reserves, 1996), yaitu :
1. Anthracite
a) Meta Anthracite, merupakan kelompok Super-Anthracite, yaitu dengan
jumlah karbon lebih besar dari 98% dan zat terbang kurang dari 2%. Jenis
ini jarang ditemukan di alam.
b) Anthracite, digunakan sebagai bahan bakar yang baik dan mempunyai
unsur karbon 92 % - 98%, zat terbang 2% - 8%, warna hitam metalik,
pembakaran pendek, nyala biru pucat, mengeluarkan sedikit bau dan
bidang pecah membulat atau seperti pecahan gelas (concoiddal fracture).
Tugas Akhir Type II A 24
![Page 11: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
c) Semi-Anthracite, prosentase karbon antara 86% - 92%, unsur zat terbang
8% - 14%, bidang pecah yang membulat tidak berkembang dengan baik
dan banyak terdapat baji-baji sehingga batubara jenis ini sangat mudah
diremas (friable), kandungan abu rendah, mempunyai nyala yang tidak
terang dan pembakaran pendek.
2. Bituminous
a) Low Volatile Bituminous, kadar zat terbang rendah antara 14% - 22% dan
mengandung karbon sekitar 78%-86%.
b) Medium Volatile Bitominous, kadar zat terbang sedang berkisar antara
22% - 31%. Jumlah karbon antara 69% - 78% pada pembakaran tidak
memberikan asap atau sering disebut sebagai smoke less.
c) High Volatile A Bitominous, kadar zat terbang tinggi lebih dari 31%,
jumlah karbon kurang dari 59% dan nilai kalornya sebesar atau lebih dari
14000 Btu (777 kal/gram, db).
d) High Volatile B Bituminous, ditentukan oleh nilai kalor yang berkisar
antara 13000 - 14000 Btu (7222-7777 kal/gram, db).
e) High Volatile C Bituminous, mempunyai nilai kalor antara 11500 – 13000
Btu (6111 – 72222 kal/gram, db).
3. Sub-Bituminous
Mempunyai sifat pertengahan antara lignit dan bitominous, warna hitam,
kilap lilin sampai tidak begitu nyata, kandungan air dan zat terbang tinggi,
kandungan sulfur rendah sehingga bahan bakar ini cocok digunakan untuk
pembangkit tenaga listrik dan berdasarkan nilai kalorinya, batubara ini dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Tugas Akhir Type II A 25
![Page 12: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/12.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
a) Sub-Bituminous A (10500 -11500 Btu/lb, dmmf)
b) Sub-Bituminous B (9500 - 10500 Btu/lb, dmmf)
c) Sub-Bituminous C (8300 - 9500 Btu/lb, dmmf)
4. Lignite
Batubara lignit ini mempunyai nilai kalor kurang dari 4611 kal/gram (db),
kandungan air 30%-40%.
Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi internasional yang hampir sama
dengan klasifikasi ASTM baik dasar analisis yang digunakan maupun parameter
yang digunakan kecuali untuk satuan calorific value (CV) yang dipakai dalam
klasifikasi intenasional adalah Kcal/Kg, sedangkan menurut ASTM adalah Btu/lb.
III.4. Analisis Kualitas Batubara
Untuk mengetahui kualitas batubara yang akan ditambang maka pada
penyelidikan detil dilakukan suatu pemboran untuk pengambilan contoh
(corring). Contoh tersebut kemudian dianalisis untuk diketahui kualitasnya.
Pengambilan contoh biasanya dilakukan dengan sistim channel sampling yaitu
contoh diambil searah dengan strike (arah horizontal) dan bila memungkinkan
dapat diambil berdasarkan ketebalan (arah vertikal).
Analisis yang dilakukan pada seam batubara mencakup kajian yang lebih
memberikan nilai pada batubara secara kualitas (basic analisis), yaitu:
1. Kandungan air (moisture content).
Kandungan air (moisture content) dapat berpengaruh pada jumlah
pemakaian udara primernya. Pada batubara dengan kandungan moisture yang
tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan
batubara tersebut pada suhu ke luar mill tetap. Selain itu juga berpengaruh pada
Tugas Akhir Type II A 26
![Page 13: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/13.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
saat pengangkutan dan penggerusan. Kandungan air (moisture content) yang
terdapat pada batubara dibedakan menjadi :
a. Kandungan air total (total moistuire), adalah banyaknya air yang terkandung
dalam batubara sesuai dengan kondisi lapangan (as received), baik yang
terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi luar. Kandungan air
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya iklim dan ukuran butir.
b. Kandungan air bebas (free moisture), merupakan air yang diserap oleh
permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
c. Kandungan air bawaan (inherent moisture), merupakan kandungan
air bawaan saat terbentuknya batubara.
2. Kandungan abu (ash content).
Kandungan abu adalah residu dari sisa pembakaran batubara yang terdiri
dari oksida-oksida logam maupun non logam serta komponen-komponen batubara
yang tidak terbakar dengan sempurna. Parting adalah salah satu hal yang
berpengaruh pada kadar abu dalam batubara. Prinsip dari penetapan kadar abu
pada batubara adalah contoh batubara yang sudah dihaluskan dibakar pada suhu
tertentu sampai didapatkan residu dalam bentuk abu. Sebenarnya batubara tidak
mengandung abu melainkan mineral metter.
Abu merupakan suatu parameter dimana setelah batubara dibakar dengan
sempurna, material yang tidak terbakar adalah abu sebagai sisa pembakaran. Abu
yang terjadi dalam pembakaran batubara akan membentuk oksida-oksida SiO2,
Al2O3, TiO2, MnO4, CaO, MgO, Na2O, K2O. Pada saat pembakaran batubara,
kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang bakar dan
daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) dan sebagian membentuk abu
Tugas Akhir Type II A 27
![Page 14: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
dasar (bottom ash) sekitar 20 % dalam bentuk abu dasar dan 80 % dalam bentuk
abu terbang. Semakin tinggi kandungan abu maka tingkat pengotoran (foulding),
keausan dan korosi pada peralatan yang dilaluinya semakin tinggi pula.
3. Kandungan zat terbang (volatile matter).
Merupakan zat aktif yang menghasilkan energi atau panas apabila batubara
tersebut dibakar secara sempurna pada kondisi tertentu. Umumnya terdiri dari gas-
gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbonmonoksida dan metan. Zat
terbang tersebut erat kaitannya dengan rank dari batubara, makin tinggi
kandungannya makin rendah kelasnya. Kandungan zat terbang yang tinggi akan
lebih mempercepat pembakaran karbon padatnya dan sebaliknya zat terbang yang
rendah lebih mempersukar proses pembakaran.
Zat terbang mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas api.
Batubara dengan kadar zat terbang yang tinggi, akan menghasilkan nyala yang
panjang di atas grate fire dan batubara dengan kadar zat terbang yang rendah,
akan menghasilkan nyala yang pendek.
4. Kandungan karbon tertambat (fixed carbon).
Karbon tertambat adalah parameter yang tidak ditentukan secara analisis
melainkan merupakan selisih 100 % dengan jumlah kadar moisture, ash dan
volatile metter. Karbon tertambat merupakan karbon yang tertinggal sesudah
penentuan zat terbang dengan adanya pengeluaran zat terbang dan kandungan air
maka karbon tertambat secara otomatis akan naik sehingga makin tinggi
kandungan karbonnya, kelas batubara semakin baik. Perbandingan antara karbon
padat dengan zat terbang disebut fuel ratio. Berdasarkan fuel ratio tersebut dapat
diketahui derajat batubara.
Tugas Akhir Type II A 28
![Page 15: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/15.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
5. Nilai kalori (calorific value).
Nilai kalori atau caloric value adalah jumlah unit panas yang dikeluarkan
per unit bahan bakar dengan oksigen, nitrogen, dan oksida nitrogen,
karbondioksida, sulfurdioksida, uap air abu padat. Nilai kalor dapat dibedakan
menjadi dua macam yakni nilai kalor net yaitu nilai kalor pembakaran dihitung
dalam keadaan semua air (H2O) berwujud gas. Sedangkan nilai kalor yang lain
ialah nilai kalor gross yaitu nilai kalor pembakaran diukur dalam keadaan semua
air (H2O) berwujud cair. Harga nilai kalor yang dapat dilaporkan pada hasil
analisis adalah harga gross calorific value dan biasanya dengan dasar air dried.
Sedangkan nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan pada pembakaran batubara
adalah net calorific value yang dapat dihitung dengan harga panas yang
dipengaruhi oleh kandungan total dari air dan abu.
Batubara yang mempunyai nilai kalori tinggi akan menghasilkan panas
yang tinggi pada saat pembakaran. Sedangkan batubara yang berkalori rendah
akan menghasilkan panas yang rendah pada saat pembakaran.
6. Kadar belerang (sulphur content).
Sulfur di dalam batubara terdiri dari sulfur organik dan sulfur anorganik,
sulfur organik biasanya terdapat dalam batubara seiring dengan pembentukan
batubara dan berasal dari tumbuhan pembentuk batubara tersebut. Sedangkan
anorganik sulfur berasal dari lingkungan dimana batubara tersebut terbentuk atau
dari mineral yang berada disekeliling batubara atau bahkan yang berada dalam
seam batubara yang membentuk parting, splitting, band dan lain-lain. Sulfur atau
belerang dapat berbeda dalam batubara sebagai mineral pirit, markasit, Ca sulfur
atau belerang organik yang pada pembakaran dapat berubah menjadi SO2.
Tugas Akhir Type II A 29
![Page 16: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/16.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang
terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari
letak embun sulfur, disamping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu
pada peralatan elektrostatic precipator.
III.5. Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan Batubara
Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara merupakan
pengelompokan yang didasarkan atas keyakinan geologi dan kelayakan ekonomi.
Keyakinan geologi adalah tingkat kepercayaan tentang keberadaan batubara yang
ditentukan oleh tingkat kerapatan titik informasi geologi. Sumber daya adalah
endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Cadangan adalah bagian
dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas dan
kualitasnya yang pada saat kajian kelayakan dinyatakan ekonomis untuk
ditambang.
Menurut Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1997), sumber daya dan
cadangan batubara dikelompokkan menjadi beberapa kelas, yaitu:
1. Sumber daya batubara hipotetik (hypothetical coal resource) adalah jumlah
batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap survei tinjau.
2. Sumber daya batubara tereka (inferred coal resource) adalah jumlah batubara
di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap
prospeksi.
Tugas Akhir Type II A 30
![Page 17: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/17.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
3. Sumber daya batubara terunjuk (indicated coal resource) adalah jumlah
batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi pendahuluan.
4 Sumber daya batubara terukur (measured coal resource) adalah jumlah
batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang
dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi rinci.
5 Cadangan batubara terkira (probable coal reserve) adalah sumber daya
batubara terunjuk dan sebagian sumber daya batubara terukur, tetapi
berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi
sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak.
6 Cadangan batubara terbukti (proved coal reserve) adalah sumber daya
batubara terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait
telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak.
III.6. Perhitungan Sumber Daya Batubara
Salah satu hal yang menentukan dalam pengusahaan batubara adalah
besaran potensi cadangan (reserves) batubara di daerah yang bersangkutan.
Dengan mengetahui berbagai potensi cadangan batubara di suatu daerah maka
program pengembangan dalam rangka pengusahaan batubara akan lebih terarah.
Perhitungan sumber daya batubara bermanfaat untuk hal-hal berikut ini :
1. Memberikan taksiran dari kuantitas (tonase) dan kualitas dari sumber daya
batubara.
Tugas Akhir Type II A 31
![Page 18: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/18.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
2. Jumlah sumber daya menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam
perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya.
3. Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan taksiran
sumber daya. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi
pembuangan tanah penutup, pabrik pencucian batubara, bengkel, dan fasilitas
lainnya.
Dalam melakukan perhitungan sumber daya batubara data-data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Data Survey
Peta topografi daerah penelitian dengan skala 1 : 1000 dan data koordinat
(dalam UTM) setiap lokasi titik bor daerah penelitian.
2. Data Pemboran
Selain peta penyebaran titik bor, data-data pemboran yang perlu
ditampilkan meliputi: koordinat titik bor, elevasi titik bor, total kedalaman,
deskripsi dan ketebalan batubara serta batuan lainnya. Pada setiap titik bor
dilakukan deskripsi ciri fisik litologi yang di catat dalam bentuk log bor dengan
skala 1 : 100, data ini didapatkan dari hasil analisis cutting/chip sample dan hasil
corring secara megaskopis. Dari informasi tersebut akan diketahui kedalaman, dan
ketebalan lapisan batubara serta interval contoh batubara. Hasil pemboran
kemudian dibuat database, dimana batubara diberi kode CO, litologi pengapitnya
diberi kode WA sedangkan tanah/soil diberi kode WH.
Pada pengambilan data pemboran ini digunakan tiga cara pemboran yaitu
open hole atau pilot hole, touch core dan full corring. Pada open hole atau pilot
hole data yang diperoleh berupa kedalaman pemboran dan informasi dari cutting
Tugas Akhir Type II A 32
![Page 19: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/19.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
yang keluar pada saat pemboran. Pemerian terhadap cutting yang keluar biasanya
dilakukan setiap interval 1 meter. Dari pemboran dengan touch core, data yang
diperoleh berupa kedalaman, cutting dan corring. Untuk corring dilakukan pada
initerval yang mengandung batubara (diperoleh dari Electrical Log atau log
listrik). Untuk hasil corring batubara diharuskan recoverinya (Rc) lebih dari 90 %,
jika Rc nya kurang dari 90 % harus dibor ulang (redrill). Sedangkan pemboran
dengan sistem full corring data yang diperoleh sangat akurat mulai dari
kedalaman, litologi, struktur sedimen, fosil (megaskopis). Data dari full corring
ini digunakan juga untuk keperluan geologi teknik.
3. Data Kualitas.
Contoh batubara yang diperoleh dari kegiatan pemboran (corring)
kemudian dianalisis untuk dapat diketahui kualitasnya dengan metode ply by ply,
selanjutnya contoh batubara ini dibawa ke laboratorium untuk dianalisis
kualitasnya.
III.6.1. Metode Perhitungan Sumber Daya Batubara
1. Metode Circular (Metode radius pengaruh)
Sistem ini ditujukan pada pengukuran bahan galian yang berbentuk
perlapisan (tabular) yang memiliki ketebalan dan kemiringan lapisan yang relatif
konsisten. Prosedur atau teknik perhitungan dalam sistem USGS adalah dengan
membuat lingkaran-lingkaran (setengah lingkaran) pada setiap titik informasi
endapan batubara yaitu singkapan batubara dan lokasi titik pemboran (Gambar 6)
Sumber daya yang dihitung terdiri dari sumber daya terukur (measured coal)
dalam radius lingkaran 0 - 400 m dan sumber daya terunjuk (indicated coal)
dalam radius lingkaran 400 - 1200 m, yang keduanya termasuk ke dalam jenis
Tugas Akhir Type II A 33
![Page 20: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/20.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
sumber daya demonstrated coal (USGS/Wood dkk., 1983 dalam Australian Code
for Reporting Identified Coal Resources and Reserves, 1996). Selanjutnya untuk
perhitungan tonase (W) batubara digunakan rumus :
W = L x t x BJ dimana : L = Luas daerah terhitung (m2)
t = Tebal rata-rata batubara sejenis (m)
BJ = Berat jenis batubara (ton/m3)
Gambar 6. Teknik perhitungan sumber daya batubara berdasarkan sistem circular. (Australian Code for Reporting Identified Coal Resources and Reserves, 1996)
2. Metode Poligon (area of influence)
Metode ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen
dan mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam
Tugas Akhir Type II A 34
![Page 21: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/21.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
poligon ditaksir dengan nilai contoh yang berada di tengah-tengah poligon
sehingga metode ini sering disebut dengan metode poligon daerah pengaruh
(areal of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara
dua titik contoh dengan satu garis sumbu. (Gambar 7)
Gambar 7. Poligon untuk pengukuran volume batubara. (Syafrizal, 2000)
III.6.2. Pemrosesan Data
Pemrosesan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara manual atau
cara komputer, yaitu :
1. Cara Manual
Data yang dihasilkan dari perekaman kemudian dianalisis menjadi
lembaran peta atau tabel, antara lain peta singkapan dan pengambilan contoh,
peta geologi permukaan, penampang geologi, penampang lintasan stratigrafi,
profil batubara (baik dari singkapan, sumur uji atau parit uji), peta lokasi titik bor,
rekaman core log, rekaman log geofisika, korelasi kontur struktur.
Tugas Akhir Type II A 35
![Page 22: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/22.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
Gambar 8. Diagram alir proses pemodelan geologi dengan software minescape 4.113 (PT. Berau Coal, 2000)
2. Cara Komputer
Untuk menyimpan dan menampilkan data dipergunakan database.
Tujuannya adalah kecepatan pemanggilan data yang diinginkan menurut susunan
format tertentu. Data-data tersebut dikelompokan dalam :
a. Data survey, terdiri dari koordinat dan elevasi lubang bor,
b. Data electrical log, dapat ditampilkan atau dicetak
c. Data litologi, dimasukan dalam bentuk kode,
d. Data kualitas, menyimpan data dari hasil uji laboratorium.
Persyaratan mutlak yang harus dipenuhi dalam kegiatan evaluasi data
adalah tersedianya atau didapatkannya data yang benar sesuai fakta di lapangan.
Pada pembuatan pelaporan ini penulis menggunakan software minescape 4.113
pemodelan geologi yang digunakan pada perusahaan PT. Berau Coal. (Gambar 8)
Tugas Akhir Type II A 36
![Page 23: Bab III Dasar Teori](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022012400/563dbb5a550346aa9aac6b37/html5/thumbnails/23.jpg)
BAB III. DASAR TEORI
Tugas Akhir Type II A 37