bab iii case tri wisudawati

4
BAB III ANALISIS KASUS Seorang anak perempuan berusia 12 tahun dibawa ke RSUD dr. Ibnu Sutowo Baturaja dengan keluhan utama demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis didapatkan keluhan tambahan berupa mual, muntah, nyeri perut, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah terasa pahit, mulut bau, dan BAB cair. Beberapa penyakit yang terkait dengan keluhan utama demam lama antara lain adalah demam tifoid, malaria, dan tuberkulosis. Pada pasien ini, demam naik turun, namun turun tidak pernah sampai mencapai suhu normal tubuh, demam naik terutama pada malam hari. Demam disertai menggil, tidak disertai berkeringat dan tidak didapatkan riwayat batuk lama dan riwayat kontak dengan penderita penyakit batuk lama, serta riwayat kesulitan penambahan berat badan, sehingga diagnosis tuberculosis dapat dijauhkan. Demam pada malaria merupakan demam yang bersifat intermiten, ditandai dengan demam menggigil yang naik turun, namun dapat mencapai nilai normal suhu tubuh saat demam turun. Tipe demam tersebut berbeda dengan tipe demam yang dialami oleh penderita pada kasus ini. Pada pasien ini didapatkan menggigil, tidak ada riwayat pernah terkena malaria, jarang keluar pada malam hari, dan tidur tidak memakai kelambu serta banyak pakaian tergantung di belakang pintu kamar, sehingga diagnosis demam akibat malaria dapat dipikirkan sebagai diagnosis banding. Namun, pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan DDR sebayak 2 kali (di Puskes dan RSUD

Upload: fajar-ahmad-prasetya

Post on 09-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

oke

TRANSCRIPT

BAB IIIANALISIS KASUSSeorang anak perempuan berusia 12 tahun dibawa ke RSUD dr. Ibnu Sutowo Baturaja dengan keluhan utama demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis didapatkan keluhan tambahan berupa mual, muntah, nyeri perut, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah terasa pahit, mulut bau, dan BAB cair. Beberapa penyakit yang terkait dengan keluhan utama demam lama antara lain adalah demam tifoid, malaria, dan tuberkulosis. Pada pasien ini, demam naik turun, namun turun tidak pernah sampai mencapai suhu normal tubuh, demam naik terutama pada malam hari. Demam disertai menggil, tidak disertai berkeringat dan tidak didapatkan riwayat batuk lama dan riwayat kontak dengan penderita penyakit batuk lama, serta riwayat kesulitan penambahan berat badan, sehingga diagnosis tuberculosis dapat dijauhkan. Demam pada malaria merupakan demam yang bersifat intermiten, ditandai dengan demam menggigil yang naik turun, namun dapat mencapai nilai normal suhu tubuh saat demam turun. Tipe demam tersebut berbeda dengan tipe demam yang dialami oleh penderita pada kasus ini. Pada pasien ini didapatkan menggigil, tidak ada riwayat pernah terkena malaria, jarang keluar pada malam hari, dan tidur tidak memakai kelambu serta banyak pakaian tergantung di belakang pintu kamar, sehingga diagnosis demam akibat malaria dapat dipikirkan sebagai diagnosis banding. Namun, pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan DDR sebayak 2 kali (di Puskes dan RSUD Ibnu Sutowo) dan hasilnya adalah negatif pada kedua tes, sehingga demam akibat malaria dapat disingkirkan.Dari anamnesis, tipe demam pada pasien ini lebih mengarah pada demam tifoid, yaitu demam naik turun yang meningkat terutama pada malam hari dan tidak pernah mencapai suhu normal, dengan gejala gastrointestinal berupa mual, muntah dan nyeri perut. Demam tifoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii dengan penularan secara feco-oral. Pada riwayat kebiasaan dan pola hidup didapatkan bahwa pasien ini sering jajan di pinggir jalan dan di kantin sekolah, pasien juga jarang mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun sebelum dan sesudah makan, sehingga mempermudah transmisi S.typhii ke dalam tubuh. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 15 April 2015 didapatkan nyeri tekan epigastrium dan umbilikal. Konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan titer antigen Salmonella typhii O dan Salmonella paratyphii AH.Salmonella typhii masuk ke tubuh melalui bahan makanan atau minuman yang tercemar kuman S. Typhii yang secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Saat kuman masuk ke saluran pencernaan, sebagian kuman mati oleh asam lambung. Semakin banyak kuman yang masuk, sistem imun akan berespon dengan mengingkatkan asam lambung sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung itu sendiri. Oleh karena itu, pasien ini merasakan mual dan nyeri ulu hati. Sebagian kuman dapat lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag yang terdapat di lamina propria dan selanjutnya dibawa ke plague payeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ tersebut kuman ini dapat menimbulkan peradangan sehingga dapat menimbulkan hepatomegali pada sebagian kasus demam typhoid.Makrofag yang telah teraktivasi dan hiperaktif akan melepaskan beberapa mediator inflamasi yang dapat menimbulkan instabilitas vaskular. Makrofag yang hiperaktif juga dapat menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan, yang kemudian dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah. Demam disebabkan karena Salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen endogen (IL1) oleh leukosit pada jaringan yang meradang. Adanya IL1 ini akan menginduksi pembentukan prostaglandin E2 dari asam arakidonat yang selanjutnya menaikkan set up panas tubuh yang berada di hipotalamus. Kenaikan set up menyebabkan kenaikan aktifitas metabolisme sel sebagai raspon tubuh untuk dapat mencapai suhu hipotalamus.Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini didapatkan titer O aglutinin sebesar 1/320. Menurut Poorwo Soedarmo dan Mubin (2008), bila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 sekali periksa atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali (dalam satu minggu), maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan ( positif ). Oleh karena itu, berdasarkan kesesuaian antara patogenesis penyakit demam tifoid dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini, yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pada pasien ini adalah demam typhoid. Pemeriksaan anjuran untuk menyingkirkan diagnosis banding pada kasus ini antara lain adalah mantouks test, DDR, pemeriksaan urin dan feses rutin. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi penatalaksanaan supportif, simptomatik, kausatif, dan edukatif. Karena invasi kuman pada plaque payeri ileum distal yang dapat menimbulkan perforasi, maka penatalaksanaan supportif pada pasien ini meliputi tirah baring dan diet yang dapat meringankan kerja usus. IVFD diperlukan karena pasien lemas dan anoreksia sehingga tidak dapat makan per oral. Selain itu, IVFD juga diperlukan untuk memasukan obat injeksi secara berulang sehingga tidak menyakiti pasien. Terapi simptomatik meliputi antipiretik (bila suhu diatas 38,5o C), dan mukoprotektor bagi lambung. Terapi kausatif meliputi antibiotik. Edukasi juga sangat diperlukan pada kasus ini agar pasien tidak terjangkit penyakit yang sama dan keluarga pasien juga dapat terhindar dari demam tifoid.