bab iii
DESCRIPTION
jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjTRANSCRIPT
BAB III
INDENTIFIKASI PROBLEM PRODUKSI
3.1. Problem Produksi
Di dalam memproduksikan fluida reservoir, selalu diusahakan agar sumur
tetap berproduksi secara optimum. Menurunnya kapasitas produksi dan laju
produksi minyak secara drastis dari suatu sumur minyak merupakan problem
produksi. Problem produksi ini harus diidentifikasi secara dini untuk dapat
ditangani sebelum problem terjadi maupun setelah terjadi. Penanganan problem
produksi yang tepat akan mengembalikan sumur berproduksi dengan kapasitas
yang optimum.
Pada prinsipnya problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya
produksi minyak di suatu sumur dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok :
A.Menurunnya produktivitas formasi
- Problem kepasiran
- Problem coning baik gas maupun air
B.Menurunnya laju produksi
- Problem emulsi
- Problem scale
- Problem korosi
- Problem parafin
3.2. Sebab – sebab Problem Produksi
Problem produksi yang terjadi sangat bergantung pada karakteristik batuan
reservoir, karakteristik fluida reservoir, dan kondisi reservoir itu sendiri. Oleh
karena itu faktor-faktor diatas manjadi acuan untuk mengetahui sebab-sebab
terjadinya problem produksi.
120
121
3.2.1. Kepasiran
Problem kepasiran adalah ikut terproduksinya pasir bersama dengan aliran
fluida reservoir. Problem ini umumnya terjadi pada formasi-formasi yang
dangkal, berumur batuan tersier terutama pada seri miocene.
Sebab – sebab dari terproduksinya pasir berhubungan dengan :
- Tenaga pengerukan (drag force), yaitu tenaga yang terjadi oleh aliran
fluida dimana laju aliran dan visositasnya meningkat menjadi lebih
tinggi.
- Pengurangan kekuatan formasinya, hal ini sering dihubungkan dengan
produksi air, karena melarutkan material penyemen atau pengurangan
gaya kapiler dengan meningkatnya saturasi air.
- Penurunan tekanan reservoir, dengan penurunan ini akan mengganggu
sifat penyemenan antar batuan.
Ikut terproduksinya pasir pada operasi produksi menimbulkan problem
produksi. Problem produksi ini biasanya berhubungan dengan formasi dangkal
berumur tersier yang umumnya batupasir berjenis lepas-lepas (unconsolidated
sand) dengan sementasi antar butiran kurang kuat. Hal ini berarti pekerjaan
komplesi sumur menjadi perhatian kritis dalam zona-zona kepasiran. Berdasarkan
kemudahan pasir ikut terproduksi maka formasi batupasir dibedakan ke dalam tiga
jenis sebagai berikut :
1. Quicksand
Pada formasi jenis ini ikatan antar butiran pasir lemah sehingga mudah
bergerak bersama-sama fluida produksi (tersuspensi oleh fluida). Pasir ini ikut
terproduksi secara kontinyu dengan kapasitas kepasiran tetap selama kapasitas
produksi fluida juga tetap. Ikut terproduksinya pasir jenis ini tidak
menyebabkan terjadinya pembesaran lubang di sekitar sumur karena rongga-
rongga yang semula ditempati pasir yang ikut terproduksi selalu diisi oleh
pasir yang tersuspensi fluida produksi.
2. Packed Sand
Formasi pasir jenis ini mempunyai bahan penyemen yang sangat sedikit
sehingga kekuatan sementasinya sangat lemah dan pasir mudah terproduksi
122
bersama-sama fluida pada kapasitas produksi yang tertentu. Ikut
terproduksinya pasir ini menyebabkan rongga-rongga di sekitar lubang
perforasi yang semula ditempati oleh pasir yang ikut terproduksi.
Pembentukan rongga-rongga ini tidak berlangsung terus karena pada suatu
saat terbentuknya lengkungan ketsatbilan pasir (sand arch) di sekitar lubang
perforasi yang mampu menahan terproduksinya butiran pasir (Gambar 3.1.).
Problem lengkungan kestabilan pasir ini dapat runtuh dalam jumlah yang
besar akibat adanya lempung atau lanau yang hampir tidak punya kekuatan
rekat sama sekali terhadap butiran pasir.
3. Friable Sand
Pada formasi pasir jenis ini ikatan antar butirnya nampak cukup kuat tetapi
pada kenyataannya butiran pasair dapat tererosi oleh fluida yang terproduksi.
Sama halnya packed sand, jenis friable sand bisa menyebabkan terbentuknya
rongga-rongga di sekeliling lubang perforasi. Kepasiran berkurang dengan
terbentuknya lengkungan pasir dengan kestabilan lemah. Runtuhnya
lengkungan pasir menyebabkan kepasiran dalam jumlah besar. Selain
kekuatan formasi (kemampuan formasi untuk menahan butiran pasir untuk
tetap pada tempatnya) maka faktor lain yang menyebabkan kepasiran adalah
sebagai berikut :
1. Tingginya kapasitas produksi fluida gaya seret fluida yang bekerja pada
lengkungan kestabilan pasir juga tinggi. Jika penurunan tekanan telah
melewati batas kestabilan lengkungan pasir, maka lengkungan kestabilan
menjadi runtuh. Lengkungan kestabilan yang lebih kecil umumnya lebih
kuat
2. Pertambahan saturasi air menyebabkan gaya kapileritas yang menahan
butiran pasir pada lengkungan kestabilan menjadi berkurang atau hilang
sama sekali, sehingga lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh.
Faktor –faktor yang mempengaruhi rusaknya kestabilan formasi pasir
tercakup dalam sifat batuan itu sendiri disamping pengaruh fluida, faktor – faktor
tersebut adalah:
123
1. Kecepatan aliran; adalah fungsi penurunan tekanan aliran formasi. Semakin
besar aliran fluda, semakin besar pula gaya seret fluida yang bekerja pada
busur kestabilan. Dengan membesarnya kecepatan fluida, kestabilan formasi
semakin berkurang dan dapat menyebabkan runtuhnya formasi
2. Sementasi batuan; faktor sementasi tergantung pada tingkat konsolidasi
batuan. Formasi dengan faktor sementasi lebih kecil dari 1,8 merupakan
formasi yang tidak stabil dan sering terjadi problem kepasiran pada formasi
ini.
3. Kandungan lempung formasi; Pada umumnya formasi pasir mengandung
lempung sebagai matrik atau semen batuan dan kadar clay lining akan
bertambah besar jika diameter pori – pori mengecil. Biasanya lempung
mempunyai sifat yang basah air atau water wet, sehingga apabila air bebas
melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat;
lempung menjadi lembek dan gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap
material yang dilaluinya akan naik. Akibatnya , butiran pasir cenderung
bergerak ke lubang sumur, apabila air formasi mulai terproduksi.
Pembengkakan (swelling) lempung menyebabkan ruang pori semakin
mengecil, sehingga porositas batuan berkurang. Dengan begitu, permeabilitas
akan mengalami penurunan pula.
4. Migrasi butir – butir halus; butir – butir halus formasi didefinisikan oleh
Muecke adalah butir – butir halus yang dapat melewati saringan mesh
terkecil, yaitu 400 mesh atau 37 m, diendapkan sewaktu terbentuknya
batuan dan masuk ke dalam formasi pada waktu operasi pemboran dan
komplesi sumur. Material padat yang sangat halus ini terdapat di dalam ruang
pori – pori sebagai indiidu partikel yang bebas bermigrasi bersama aliran
fluida. Dengan ikut terproduksinya partikel ke lubang sumur kemudian ke
permukaan dan dianggap sebagai pasir, sedangkan sisanya akan menyumbat
pori – pori disekitar lubang sumur. Karena tertutupnya pori – pori akan
menyebabkan penurunan permeabilitas dan naiknya gradien tekanan pada
busur kestabilan, sehingga gaya akibat aliran semakin tinggi. Penambahan
gaya ini menjadi penyebab runtuhnya kestabilan formasi..
124
Kepasiran dapat menghambat kelangsungan operasi produksi, baik pada
sumur atau di permukaan. Kepasiran menimbulkan problem sebagai berikut :
1. Kapasitas produksi turun dratis akibat naiknya butiran pasir tersuspensi dalam
fluida produksi. Faktor lainnya antara lain : tersumbatnya lubang perforasi
dan pipa salur di permukaan.
2. Pembengkokan selubung atau liner akibat terbentuknya rongga-rongga di
sekitar lubang perforasi karena pasir terproduksi terus-menerus ke
permukaan.
3. Pengikisan atau erosi pada peralatan produksi di bawah permukaan dan di
permukaan pada choke atau di persimpangan pipa salur.
3.2.1.1.Penyebab Terjadinya Kepasiran
Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan dari ikatan butiran-
butiran pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesekan ( frictional force ) serta
tumbukan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi melampaui
batas maksimum dari laju aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-
butiran pasir akan ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak ke permukaan .
Selain itu problem kepasiran juga dapat terjadi secara teknis yaitu
disebabkan oleh banyak hal diantaranya tenaga pengerukan ( drag force ),
penurunan kekuatan formasi, bertambahnya saturasi air, penurunan tekanan
formasi, tingginya kapasitas produksi.
Secara umum, problem kepasiran sebenarnya dapat diindikasikan dengan
kriteria parameter sebagai berikut :
Faktor sementasi batuan yang relatif kecil (kurang atau sama dengan 1.7).
Kekuatan formasi yang relatif kecil (kurang dari 0.8 x 1012 psi2).
Laju produksi yang besar (lebih besar dari laju produksi kritis)
menyebabkan gaya seret fluida menjadi besar. Hal ini mengakibatkan
lengkungan kesetabilan pasir menjadi runtuh.
Pertambahan saturasi air akan menyebabkan clay yang ada dalam formasi
mengembang. Hal ini mengakibatkan lengkungan kestabilan menjadi
berkurang, sehingga lengkungan kestabilan pasir mudah runtuh.
125
3.2.1.3.Pencegahan Problem Kepasiran
Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran adalah
dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran.
Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana
apabila sumur tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka akan
menimbulkan masalah kepasiran.
3.2.1.4.Penanggulangan Problem Kepasiran
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah
kepasiran, yaitu :
1. Pengurangan drag force
cara ini dinggap paling murah dan paling efektif.
2. Sand Clean Up
Dikerjakan dan dilaksanakan untuk sumur-sumur yang mengalami
problem kepasiran dengan “Field Up Rate” (kecepatan pasir menutupi lubang
sumur) yang paling rendah dan hanya mengganggu laju produksi secara berkala,
karena lubang perforasi tertutup oleh pasir atau lempung.
Teknik dan peralatan yang dapat diaplikasikan untuk Sand Clean Up
adalah:
a) Sand bailer / Sand Pump
Dimana alat ini berbentuk barrel yang dirangkai dengan tubing dan
dimasukkan ke dalam lubang sumur dengan rangkaian tubing atau wire line dan
sampai kedalaman yang diinginkan dan setelah barrel penuh berisi pasir,
rangkaian tubing / wire line diangkat ke permukaan, selanjutnya pasir dibersihkan
di permukaan, begitu seterusnya sampai tinggi pasir dibawah lubang perforasi.
Semua operasi cabut masuk rangkaian tubing dan wire line menggunakan work
over rig.
b) Clean Up Sand
Membersihkan pasir dengan menggunakan rangkaian tubing atau coil
tubing, dimana water gel di pompakan / disirkulasikan ke dalam lubang sumur
sampai tinggi pasir dibawah tinggi lubang perforasi. Operasi tersebut
menggunakan work over rig atau tubing unit.
126
c) Vacum Clean Sand
Dikerjakan dengan menggunakan Coil Tubing Unit (CTU) yang diujung
coil tubing dipasang “Vacum Tool” yang dikoneksikan dengan Dual String Coil
Tubing (diameter 2.375” dan 1.25”), dimasukkan kedalam sumur dan dipompakan
fluida water gel / fresh water melalui coil tubing menghasilkan efek jetting di
“Vacum Tool” yang menghisap pasir dan mengalir ke permukaan melalui
anmulus CT – CT.
3. Sand Consolidation
Dikerjakan untuk sumur-sumur yang mengalami kepasiran dengan “Fill
Up Rate” yang cepat / tinggi dan dapat merusak peralatan produksi (obrasive).
Seperti pompa, tubing, drifice dll, sehingga laju produksi tidak optimum bahkan
sumur tersebut tidak dapat berproduksi lagi.
Peralatan yang digunakan untuk sand consolidation adalah :
a) Screen / Slotted Liner
Menggunakan screen yang ditempatkan I depan perforasi untuk mencegah
dan manyaring pasir dari lubang perforasi. Ukuran lubang dari screen ditentukan
oleh analisa butiran (sleve analisis) dari pasir produksi.
b) Gravel Pack
Menggunakan gravel (pasir) yang ditempatkan di anmulus antara screen
dan perforated casing, dengan cara dicampur dengan water gel dan dipompakan
melalui gravel pack tool. Ukuran butiran dari butiran gravel tersebut ditentukan
oleh analisa butiran (Sieve Analisis) dari pasir yang terproduksi.
c) Sand Resin Coated
Menggunakan pasir / gravel yang ditempatkan di formasi dengan cara
dicampur dengan water gel dan dipompakan masuk ke dalam formasi dan di
aktifkan resinnya dengan menggunakan activator.
4. Sand Fracturing
Dilakukan untuk mengatasi sumur-sumur yang mengalami problem selain
kepasiran juga mengalami problem kerusakan formasi (Formastion Damage) mis
scale, filtrate lumpur/bonding semen jelek atau dikarenakan permeabilitas batuan
yang rendah. Teknik dan peralatan yang dibutuhkan untuk sand frac adalah :
127
a) Frac Pack
Menggunakan fracturing unit yang digunakan untuk menempatkan pasir /
gravel di formasi dan di screen-screen casing perforated anmulus, dengan cara
memompakan pasir yang dicampur dengan water gel melewati gravel pack tool
(Square Position) pada tekanan diatas tekanan rekam formasi, setelah jumlah pasir
sesuai dengan fracturing program atau mengalami screen out. Gravel Pack Tool di
set pada posisi (Circulated) dan di lanjutkan dengan memompakan pasir sampai
kondisi pack di annulus screen-casing tercapai.
b) Damage Frac
Menggunakan pasir / gravel yang ditempatkan di formasi dengan cara
dicampur dengan water gel dan dipompakan dengan fracturing unit pada tekanan
diatas tekanan formasi. Dengan terisinya formasi dengan pasir yang butirannya
lebih homogen dan permeabilitasnya diharapkan formasi mengalami kenaikan
permeabilitas dan mengalami stabilitas formasi yang lebih baik sehingga pasir
tidak terproduksi ke lubang sumur.
3.2.2 Coning
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan
produksi minyak, tetapi juga dapat mengakibatkan sumur ditutup atau
ditinggalkan sebelum waktunya. Selain itu terproduksinya air atau gas yang
berlebihan akan menyebabkan proses pengolahan selanjutnya menjadi lebih sulit.
Terproduksinya air atau gas berlebihan dapat disebabkan karena:
1. Pergerakan air atau posisi batas air – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
2. Pergerakan gas atau batas gas – minyak telah mencapai lubang
perforasi.
3. Terjadinya water fingering atau gas fingering
3.2.2.1 Water Coning
Water coning didefinisikan sebagi gerakan vertikal dari air yang
memotong bidang perlapisan formasi produktif seperti terlihat dalam Gambar 3.2.
128
Water coning tidak akan memotong penghalang permeabilitas vertikal kecuali
pada rekahan alami atau buatan.
Gambar 3.1. Terjadinya Problem Produksi Water Coning
Water coning yang tinggi sering terjadi pada reservoir terumbu karang
atau reservoir lain yang memiliki permeabilitas relatif air yang tinggi. Water
coning terjadi karena produksi sumur melebihi kondisi aliran kritis sehingga air
yang berada di aquifer terikut aliran fluida produksi dan menghambat aliran
hidrokarbon ke permukaan.
129
3.2.2.2 Gas Coning
Gas coning atau terproduksinya gas secara berlebihan yang berasal dari
gas terlarut dalam minyak, tudung gas primer atau sekunder dan aliran gas dari
zona gas di atas atau di bawah zona minyak.
Kurva kelakuan rasio gas/minyak (GOR) dari reservoir minyak
berhubungan dengan jenis mekanisme pendorong. Pada reservoir bertenaga
dorong gas terlarut terjadi kenaikkan saturasi gas (Sg) akibat penurunan tekanan
selama pengambilan minyak. Jika gas terlarut dalam minyak terbebaskan, maka
gas mengalir menuju sumur dan menjadi fluida yang paling mobil karena tekanan
yang terus-menerus.
Jika tidak ada penghalang permeabilitas vertikal, maka gas mengembang
ke dalam interval produktif. Adanya beda tekanan yang tinggi di sumur, maka gas
coning terjadi pada sumur yang memiliki perubahan permeabilitas vertikal secara
kontinyu. Dalam reservoir berlapis-lapis, aliran gas di atas atau di bawah zona
minyak terjadi karena adanya selubung yang pecah, pecahnya semen dan rekahan-
rekahan yang berhubungan dengan zona gas.
3.2.2.3. Penyebab Terjadinya Coning
Adanya tekanan drowdown yang besar di sekitar lubang sumur
Reservoir dengan permeabilitas tinggi menunjukan kecendrungan
terjadinya masalah coning rendah karena tekanan drawdown di sekitar
lubang sumur kecil
Laju produksi yang melebihi laju alir kritis water coning dan gas coning
3.2.2.4. Laju Alir Kritis
Laju alir kritis didefinisikan sebagai laju produksi maksimum dimana
hanya minyak yang diproduksikan (air dan atau gas tidak ikut terproduksi).
Laju alir kritis tergantung pada permeabilitas minyak effektif, viscositas
minyak, perbedaan densitas antara munyak dan air atau minyak dan gas,dan
permeabilitas vertikal (kv).
Untuk formasi produktif dengan water-oil-contact (WOC) dan atau gas-
oil-contact (GOC), laju alir kritisnya didapat dari persamaan berikut ini :
Metode Craft dan Hawkins
130
.......................................... (3-1)
.......................................... (3-2)
Dimana :
qo = laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi coning),
STB/hari
PR = productivity ratio
Pws = tekanan statik sumur terkoreksi pada setengah interval produksi, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur pada setengah interval produksi, psi
b’ = rasio penembusan, hp/h
hp = ketebalan interval perforasi, ft
h = ketebalan kolom minyak, ft
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
μo = viscositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, RB/stb
Metode Meyer, Gardner dan Pirson
Pada metode ini, Metode Meyer, Gardner dan Pirson memberikan
persamaan-persamaan untuk gas coning, water coning dan gas-water coning,
persaman-persamaan itu adalah sebagai berikut:
Persamaan untuk menghitung laju produksi bila terjadi gas coning :
.................................. (3-3)
Persamaan untuk menghitung laju produksi bila terjadi water coning
....................................... (3-4)
131
Persamaan untuk menghitung laju produksi bila terjadi gas dan water coning
...(3-6)
Dimana :
qo = laju alir kritis (laju produksi minyak maksimum tanpa terjadi (gas
coning), STB/hari
ρo = densitas minyak, gm/cc
ρg = densitas gas, gm/cc
μo = viscositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, RB/stb
ko = permeabilitas efektif minyak, md
hp = ketebalan interval perforasi, ft
h = ketebalan kolom minyak, ft
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Metode Joshi
Joshi mengembangkan persamaan laju alir kritis untuk sumur vertikal
sebagai berikut :
................................... (3-7)
Laju alir kritis untuk sumur horisontal, qo,h, dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut :
................................................... (3-8)
................................................ (3-9)
132
Dimana:
qo,v = laju alir kritis sumur vertikal, STB/hari
ρo = densitas minyak, gm/cc
ρg = densitas gas, gm/cc
Iv = jarak antara permukaan minyak-gas dan perforasi atas dari sumur
vertikal, ft
kh = permeabilitas horisontal, ft
h = ketebalan kolom minyak, ft
Ih = jarak antara sumur horisontal dan permukaan minyak-gas, ft
rw’ = jari-jari effektif radius sumur
A = percepatan aliran
3.2.3. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur. Dalam
emulsi salah satu cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa butiran-butiran
yang sangat kecil. Kondisi-kondisi yang menyebabkan terbentuknya emulsi
adalah sebagai berikut :
1. Adanya dua macam zat cair yang tidak saling campur pada kondisi tertentu.
2. Adanya zat koloid yang membantu terbentuknya emulsi (emulsifying agent).
3. Adanya agitasi (pengadukan) yang mampu menghamburkan salah satu cairan
menjadi tetes-tetes (droplet) dalam cairan yang lainnya.
Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan dalam
cairan lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi semacam itu
ditinjau dari viskositasnya. Sedang berdasarkan fasanya maka emulsi dibagi
menjadi dua yaitu :
1. Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak sebagai fasa
eksternal dan air menjadi fasa internal.
2. Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya.
133
Kestabilan emulsi merupakan ketahanan emulsi terhadap tenaga yang
memecahkan emulsi. Kestabilan emulsi tergantung pada faktor-faktor berikut ini :
1. Emulsifying agent yang merupakan faktor penentu kestabilan emulsi. Tanpa
emulsifying agent tidak akan terjadi emulsi yang stabil karena tenaga
emulsifying agent berpengaruh pada kestabilan emulsi.
2. Viskositas yang merupakan sifat keengganan fluida untuk mengalir. Minyak
bervikositas tinggi cenderung menahan butiran air dalam jumlah besar.
Minyak bervikositas tinggi membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
melepaskan droplet air.
3. Specific gravity (SG) yang merupakan berat zat dalam cairan per satuan
volume tertentu. Perbedaan SG yang besar menyebabkan waktu pemisahan
emulsi lebih cepat sehingga minyak berat (SG besar, 0API kecil) cenderung
menyimpan droplet air lebih lama.
4. Prosentase air yang besar cenderung membentuk emulsi tidak stabil karena
droplet per satuan volumenya lebih besar sehingga bisa bergabung menjadi
droplet yang lebih besar dan mudah terpisah dari minyak dengan gaya berat
sendiri.
Umur emulsi sejalan dengan waktu dimana masih terdapat prosentase air
dalam minyak maka emulsi lebih stabil dan sukar diperlakukan.
134
Gambar 3.2. Proses terjadinya emulsi
3.2.4. Pengendapan Scale
Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada bidang
permukaan yang bersentuhan dengan air formasi sewaktu minyak diproduksikan
ke permukaan. Timbulnya endapan scale tergantung dari komposisi air yang
diproduksikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat reaksi pembentukan scale di
bawah ini :
1. BaCl2 + Na2SO4 BaSO4 + 2 NaCl scale barium sulfat dengan air tak
kompatibel.
2. SrCl2 + MgSO4 SrSO4 + MgCl2 scale strontium sulfat dengan air tak
kompatibel.
3. CaCl2 + Na2SO4 CaCO4 + 2 NaCl scale gipsum dengan air tak kompatibel
dan supersaturasi.
4. 2 NaHCO3 + CaCl2 CaCO3 + 2 NaCl + CO2 + H2O scale kalsium karbonat
dengan air tak kompatibel.
5. Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O scale kalsium karbonat dengan
supersaturasi sampai terjadi penurunan tekanan, panas dan adanya agitasi.
135
Air mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mempertahankan
komponennya yang terdiri dari ion-ion agar tetap dalam larutan air. Jika kelarutan
ion terlampaui maka komponen menjadiu terpisah dari larutan sebagai padatan,
dan membentuk endapan scale.
Sebab-sebab terjadinya endapan scale antara lain :
1. Air tak kompatibel
Air tak kompatibel adalah bercampurnya dua jenis air yang tak dapat campur
akibat adanya kandungan dan sifat kimia ion-ion air formasi yang berbeda.
Jika dua macam air ini bercampur maka terjadi ion-ion yang berlainan sifat
tersebut sehingga menyebabkan terbentuknya zat baru tersusun atas kristal-
kristal atau endapan scale.
2. Penurunan tekanan
Selama produksi terjadi penurunan tekanan reservoir akibat fluida
diproduksikan ke permukaan. Penurunan tekanan ini terjadi pada formasi ke
dasar sumur, ke permukaan dan dari kepala sumur ke tangki penimbun.
Adanya penurunan tekanan ini, maka gas CO2 jadi terlepas dari ion-ion
bikarbonat. Pelepasan CO2 menyebabkan berubahnya kelarutan ion yang
terkandung dalam air formasi sehingga mempercepat terjadinya endapan scale.
3. Perubahan temperatur
Sejalan dengan berubahnya temperatur (ada kenaikkan temperatur ) terjadi
penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan ion yang menyebabkan
terbentuknya endapan scale. Perubahan temperatur ini disebabkan oleh
penurunan tekanan.
4. Faktor-faktor lainnya
Agitasi menyebabkan terjadinya turbulensi aliran, sehingga endapan scale
lebih cepat terbentuk. Semakin lama waktu kontak semakin besar pula
endapan scale yang terbentuk. Semakin besar pH larutan mempercepat
terbentuknya endapan scale.
3.2.4.1. Tempat Terbentuknya Scale
Pembentukan scale biasanya terjadi bidang-bidang yang bersentuhan
secara langsung dengan air formasi selama proses produksi, seperti pada matrik
136
dan rekahan formasi, lubang sumur, rangkaian pompa dalam sumur (downhole
pump), pipa produksi, pipa selubung, pipa alir, serta peralatan produksi di
permukaan (surface facilities).
Gambar 3.3 Ilustrasi Endapan Scale
a. Pada Pipa b. Pada Matriks Formasi
3.2.4.2.Mekanisme Pembentukan Scale
Faktor utama yang berpengaruh terhadap pembentukan, pertumbuhan
kristal serta pengendapan scale antara lain adalah perubahan kondisi reservoir
(penurunan tekanan reservoir dan perubahan temperatur), percampuran dua jenis
air yang mempunyai susunan mineral tidak sesuai, penguapan (akibat dari
perubahan konsentrasi), pengadukan (agitasi, pengaruh dari turbulensi), waktu
kontak antara padatan dengan permukaan media pengendapan serta perubahan pH
air.
Pe na m p a ng Pip aEnd a p a n Sc a le
Sc a le
Alira n Air
M a triks Ba tua n M inya k
A
B
137
Proses pembentukan endapan scale dapat dikategorikan dalam tiga tahapan
pokok, yaitu:
1) Tahap Pembentukan Inti (nukleasi)
Pada tahap ini ion-ion yang terkandung dalam air formasi akan mengalami
reaksi kimia untuk membentuk inti kristal. Inti kristal yang terbentuk sangat halus
sehingga tidak akan mengendap dalam proses aliran.
2) Tahap Pertumbuhan Inti
Pada tahap pertumbuhan inti kristal akan menarik molekul-molekul yang
lain, sehingga inti akan tumbuh menjadi butiran yang lebih besar, dengan
diameter 0,001 – 0,1 (ukuran koloid), kemudian tumbuh lagi sampai diameter
0,1 – 10 (kristal halus). Kristal akan mulai mengendap saat pertumbuhannya
mencapai diameter > 10 (kristal kasar).
3) Tahap Pengendapan
Kecepatan pengendapan kristal dipengaruhi oleh ukuran dan berat jenis
kristal yang membesar pada tahap sebelumnya. Selain itu proses pengendapan
juga dipengaruhi oleh aliran fluida pembawa, dimana kristal akan mengendap
apabila kecepatan pengendapan lebih besar dari kecepatan aliran fluida.
Kondisi-kondisi yang mendukung pembentukan dan pengendapan scale
• Air mengandung ion-ion yang memiliki kecenderungan untuk membentuk
senyawa-senyawa yang mempunyai angka kelarutan rendah.
• Adanya perubahan kondisi fisik atau komposisi air yang akan menurunkan
kelarutan lebih rendah dari konsentrasi yang ada.
• Kenaikan temperatur akan menyebabkan terjadinya proses penguapan,
sehingga akan terjadi perubahan kelarutan.
• Air formasi yang mempunyai derajat keasaman (pH) besar akan
mempercepat terbentuknya endapan scale.
3.2.4.3.Jenis-Jenis ScaleTabel 3.1 Jenis Komponen Endapan scale
Chemical Name Chemical Formula Mineral Name
Water Soluble Scale
Sodium Chloride NaCl Halite
138
Acid Soluble ScalesCalcium Carbonate
Iron Carbonate Iron Sulfide Iron Oxide Iron Oxide
Magnesium Hydroxide
CaCO3 FeCO3 FeS7 Fe2O3 Fe2O4
Mg(OH)2
Calcite Siderite Trolite
Hematite Magnetit Brucite
Acid Insoluble ScalesCalcium Sulfate Calcium Sulfate Barium Sulfate
Strontium Sulfate Barium-Strontium Sulfate
CaSO4 CaSO4 . 2H2O
BaSO4 SrSO4
BaSr(SO4)2
AnhydriteGypsumBarite
Celestite
Tabel 3.2 Jenis Scale yang Umum di Lapangan MinyakJenis Scale Rumus Kimia Faktor yang Berpengaruh
Kalsium Karbonat (Kalsit)
CaCO3 Penurunan Tekanan (CO2) Perubahan Temperatur Kandungan Garam Terlarut Perubahan Keasaman (pH)
Kalsium Sulfat Gypsum (sering) Hemi-Hydrate
Anhydrite
CaSO4 + 2 H2OCaSO4 + 1/2H2O
CaSO4
Perubahan Tekanan dan Temperatur
Kandungan Garam Terlarut
Barium Sulfate Strontium Sulfate
BaSO4
SrSO4
Perubahan Tekanan dan Temperatur
Kandungan Garam Terlarut Komponen Besi Besi Karbonat Sulfida Besi
Ferrous Hydroxide Ferric Hydroxide
Oksida Besi
FeCO3 FeS
Fe(OH)2 Fe(OH)3
Fe2O3
Korosi Kandungan Garam Terlarut Derajat Keasaman (pH)
Jenis-jenis scale yang umum terjadi :a) Kalsium Karbonat
Scale kalsium karbonat merupakan endapan senyawa CaCO3 (kalsit) yang
terbentuk dari hasil reaksi antara ion kalsium (Ca) dengan ion karbonat (CO32-)
139
ataupun dengan ion bikarbonat (HCO3-), dengan reaksi pembentukan sebagai
berikut :
Ca 2+ + CO3 2- ® CaCO3$Ca 2++ + 2(HCO3 -) ® CaCO3$ + CO2 + H2O
Faktor ataupun kondisi yang mempengaruhi pembentukan scale kalsium
karbonat antara lain adalah perubahan kondisi reservoir (tekanan dan temperatur),
alkalinitas air, serta kandungan garam terlarut, dimana kecenderungan
terbentuknya scale kalsium karbonat akan meningkat dengan:
• meningkatnya temperatur
• penurunan tekanan parsial CO2
• peningkatan pH
• penurunan kandungan gas terlarut secara keseluruhan
b) Kalsium SulfatScale kalsium sulfat terbentuk dari pengendapan padatan berdasarkan pada
persamaan reaksi sebagai berikut :
Ca2+ + SO42- ® CaSO4
Jenis scale kalsium sulfat pada umumnya berupa gypsum atau hydrous
calsium sulfate (CaSO4 . 2H2O) yang bersifat stabil pada kondisi temperatur 40 oC
dan tekanan yang lenih kecil dari tekanan atmosfer. Pada kondisi temperatur yang
lebih tinggi, akan terbentuk anhydrite (CaSO4) ataupun hemi-hidrate (CaSO4 . ½
H2O), dimana CaSO4 hanya terbentuk pada temperatur tinggi, seperti boiller
ataupun heater treater di permukaan, dan tidak mengendap pada formasi ataupun
peralatan bawah permukaan.
c) Barium Sulfat
Scale barium sulfat merupakan jenis scale yang mempunyai kadar
kelarutan kecil, sehingga tidak mudah untuk larut, Barium sulfat terbentuk dari
pengendapan padatan berdasarkan pada persamaan reaksi sebagai berikut :
Ba 2+ + SO4 2- ® BaSO4
Kecilnya harga kelarutan barium sulfat serta besarnya perbedaan dengan
kelarutan scale yang lain, menjadikan scale jenis ini memiliki kecenderungan
140
yang cukup besar untuk terbentuk jika kedua ion pembentuknya (Ba 2+ dan SO4 2-)
terkandung dalam air.
3.2.4.4.Cara Mencegah Terbentuknya Scale
Menghindari tercampurnya air yang incompatible (tidak boleh campur)
Mengubah komposisi air dengan water dilution ( pengencer air ) atau
mengontrol pH
Menghilangkan zat pembentuk scale
Penambahan scale control chemical
3.2.4.5.Cara Mengatasi Problem Scale
Penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)
Acidizing (Penambahan larutan HCl atau HCl:HF )
3.2.5. Problem Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan
lingkungan yang korosif. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang
merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan
lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan
dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam
besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida,
setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk
pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi
dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi
oksida). Korosi atau secara awam lebih dikenal dengan istilah pengkaratan
merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi
lingkungan. Penyelidikan tentang sistim elektrokimia telah banyak membantu
menjelaskan mengenai korosi ini, yaitu reaksi kimia antara logam dengan zat-zat
yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada di dalam matrik
logam itu sendiri. Jadi dilihat dari sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya
merupakan reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang kontak
langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Pada umumnya suatu peralatan
elektronik mengandung komponen logam yang mempunyai waktu hidup atau
141
masa pakai tertentu. Korosi pada komponen-komponen tersebut dapat
menimbulkan kerugian ekonomi akibat berkurangnya masa produktif peralatan
elektronik. Korosi bahkan dapat menyebabkan terjadinya gangguan berupa
terjadinya hubungan pendek (konsluiting) yang dapat mengarah kepada terjadinya
kecelakaan. Masalah korosi peralatan elektronik merupakan salah satu sumber
yang dapat memicu kegagaan operasional serta keselamatan kerja pada suatu
industri. Oleh sebab itu, masalah ini sudah selayaknya mendapat perhatian yang
serius dari berbagai kalangan.
Dalam kehidupan sehari-hari, korosi dapat kita jumpai terjadi pada
berbagai jenis logam. Bangunan-bangunan maupun peralatan elektronik yang
memakai komponen logam seperti seng, tembaga, besi-baja dan sebagainya
semuanya dapat terserang oleh korosi ini. Seng untuk atap dapat bocor karena
termakan korosi. Demikian juga besi untuk pagar tidak dapat terbebas dari
masalah korosi. Jembatan dari baja maupun badan mobil dapat menjadi rapuh
karena peristiwa alamiah yang disebut korosi. Selain pada perkakas logam ukuran
besar, korosi ternyata juga mampu menyerang logam pada komponen-komponen
renik peralatan elektronik, mulai dari jam digital hingga komputer, serta
peralatan-peralatan canggih lainnya yang digunakan dalam berbagai aktivitas
umat manusia, baik dalam kegiatan industri maupun di dalam rumah tangga.
Korosi merupakan masalah teknis dan ilmiah yang serius. Di negara-
negara maju sekalipun, masalah ini secara ilmiah belum tuntas terjawab hingga
saat ini. Selain merupakan masalah ilmu permukaan yang merupakan kajian dan
perlu ditangani secara fisika, korosi juga menyangkut kinetika reaksi yang
menjadi wilayah kajian para ahli kimia. Korosi juga menjadi masalah ekonomi
karena menyangkut umur, penyusutan dan efisiensi pemakaian suatu bahan
maupun peralatan dalam kegiatan industri. Milyaran Dolas AS telah dibelanjakan
setiap tahunnya untuk merawat jembatan, peralatan perkantoran, kendaraan
bermotor, mesin- mesin industri serta peralatan elektronik lainnya agar umur
konstruksinya dapat bertahan lebih lama. Banyak negara telah berusaha
menghitung biaya korosi nasional dengan cara yang berbeda-beda, umumnya
jatuh pada nilai yang berkisar antara 1,5 – 5,0 persen dari GNP. Para praktisi saat
142
ini cenderung sepakat untuk menetapkan biaya korosi sekitar 3,5 persen dari
GNP. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh korosi tidak hanya biaya langsung
seperti pergantian peralatan industri, perawatan jembatan, konstruksi dan
sebagainya, tetapi juga biaya tidak langsung seperti terganggunya proses produksi
dalam industri serta kelancaran transportasi yang umumnya lebih besar
dibandingkan biaya langsung.
Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan
meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur kelumit
yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan sebagainya. Faktor dari
lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan
zat-zat kimia yang bersifat korosif dan sebagainya. Bahan-bahan korosif (yang
dapat menyebabkan korosi) terdiri atas asam, basa serta garam, baik dalam bentuk
senyawa an-organik maupun organik.
Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif ke udara dapat
mempercepat proses korosi. Udara dalam ruangan yang terlalu asam atau basa
dapat memeprcepat proses korosi peralatan elektronik yang ada dalam ruangan
tersebut. Flour, hidrogen fluorida beserta persenyawaan-persenyawaannya dikenal
sebagai bahan korosif. Dalam industri, bahan ini umumnya dipakai untuk sintesa
bahan-bahan organik. Ammoniak (NH3) merupakan bahan kimia yang cukup
banyak digunakan dalam kegiatan industri. Pada suhu dan tekanan normal, bahan
ini berada dalam bentuk gas dan sangat mudah terlepas ke udara. Ammoniak
dalam kegiatan industri umumnya digunakan untuk sintesa bahan organik, sebagai
bahan anti beku di dalam alat pendingin, juga sebagai bahan untuk pembuatan
pupuk. Bejana-bejana penyimpan ammoniak harus selalu diperiksa untuk
mencegah terjadinya kebocoran dan pelepasan bahan ini ke udara.
Embun pagi saat ini umumnya mengandung aneka partikel aerosol, debu
serta gas-gas asam seperti NOx dan SOx. Dalam batubara terdapat belerang atau
sulfur (S) yang apabila dibakar berubah menjadi oksida belerang. Masalah utama
berkaitan dengan peningkatan penggunaan batubara adalah dilepaskannya gas-gas
polutan seperti oksida nitrogen (NOx) dan oksida belerang (SOx). Walaupun
143
sebagian besar pusat tenaga listrik batubara telah menggunakan alat pembersih
endapan (presipitator) untuk membersihkan partikel-partikel kecil dari asap
batubara, namun NOx dan SOx yang merupakan senyawa gas dengan bebasnya
naik melewati cerobong dan terlepas ke udara bebas. Di dalam udara, kedua gas
tersebut dapat berubah menjadi asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4).
Oleh sebab itu, udara menjadi terlalu asam dan bersifat korosif dengan terlarutnya
gas-gas asam tersebut di dalam udara. Udara yang asam ini tentu dapat
berinteraksi dengan apa saja, termasuk komponen-komponen renik di dalam
peralatan elektronik. Jika hal itu terjadi, maka proses korosi tidak dapat dihindari
lagi.
Korosi yang menyerang piranti maupun komponen-komponen elektronika
dapat mengakibatan kerusakan bahkan kecelakaan. Karena korosi ini maka sifat
elektrik komponen-komponen elektronika dalam komputer, televisi, video,
kalkulator, jam digital dan sebagainya menjadi rusak. Korosi dapat menyebabkan
terbentuknya lapisan non-konduktor pada komponen elektronik. Oleh sebab itu,
dalam lingkungan dengan tingkat pencemaran tinggi, aneka barang mulai dari
komponen elektronika renik sampai jembatan baja semakin mudah rusak, bahkan
hancur karena korosi. Dalam beberapa kasus, hubungan pendek yang terjadi pada
peralatan elektronik dapat menyebabkan terjadinya kebakaran yang menimbulkan
kerugian bukan hanya dalam bentuk kehilangan atau kerusakan materi, tetapi juga
korban nyawa.
3.2.5.1. Penyebab Terjadinya Korosi
Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi dengan minyak
dan gas pada saat diproduksikan ke permukaan. Air bersifat asam atau garam, atau
keduanya dan kecenderungan mengkorosi logam yang disentuhnya. Besi
umumnya mudah bersenyawa dengan sulfida dan oksigen, sehingga korosi yang
dihasilkan berupa feri oksida. Untuk itu adanya anggapan bahwa korosi
merupakan reaksi antara besi dengan oksigen atau hidrogen sulfida sebagai
berikut :
4 Fe+++ + 3 O2 2 Fe2O3 (karat)
Fe++ + H2S FeS + H2 (karat)
144
Besi tidak bisa bereaksi dengan oksigen kering atau hidrogen sulfida kering pada
temperatur biasa karena korosi hanya dapat terjadi jika ada air.
Korosi sebenarnya merupakan proses elektrokimia yaitu proses listrik
yang terjadi setelah reaksi kimia dan disebabkan oleh kandungan garam dan asam
dalam air. Jika ada dua permukaan logam berbeda muatan listrik maka terjadi
aliran listrik melalui air.
Korosi pada logam dapat dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda
mempunyai kecenderungan yang berbeda terhadap korosi.
2. Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat
dengan naiknya konduktivitas. Disamping itu pengkaratan oleh air juga
akan meningkat dengan menurunnya pH air.
3. Kelarutan gas, dimana oksigen, karbon dioksida atau hidrogen sulfida
yang terlarut didalam air akan menaikkan korosivitas secara drastis. Gas
yang terlarut adalah sebab utama problem korosi.
3.2.5.2. Mekanisme Korosi
Mekanisme korosi tidak terlepas dari reaksi elektrokimia. Reaksi
elektrokimia melibatkan perpindahan elektron-elektron. Perpindahan electron
merupakan hasil reaksi redoks (reduksi-oksidasi). Mekanisme korosi melalui
reaksi elektrokimia melibatkan reaksi anodik di daerah anodik. Reaksi anodik
(oksidasi) diindikasikan melalui peningkatan valensi atau produk elektron-
elektron. Reaksi anodik yang terjadi pada proses korosi logam yaitu :
M Mn+ + ne
Proses korosi dari logam M adalah proses oksidasi logam menjadi satu ion (n+)
dalam pelepasan n elektron. Harga dari n bergantung dari sifat logam sebagai
contoh besi :
Fe Fe2+ + 2e
Reaksi katodik juga berlangsung di proses korosi. Reaksi katodik diindikasikan
melalui penurunan nilai valensi atau konsumsi elektron-elektron yang dihasilkan
145
dari reaksi anodik. Reaksi katodik terletak di daerah katoda. Beberapa jenis reaksi
katodik yang terjadi selama proses korosi logam yaitu :
Pelepasan gas hydrogen : 2H-- + 2e H2
Reduksi oksigen : O2 +4H-- + 4e H2O
O2+ H2O4 4OH--
Reduksi ion logam : Fe 3+ + e Fe 2+
Pengendapan logam : 3Na + + 3 e 3 Na
Reduksi ion hydrogen : O2 +4H+ + 4 e 2H2O
O2+ 2H2O + 4e 4OH--
Reaksi katodik dimana oksigen dari udara akan larut dalam larutan
terbuka. Reaksi korosi tersebut sebagai berikut :
2 Fe +O2 Fe2O3
3.2.5.3. Korosi Atmosferik
Tanpa disadari, setiap hari kita berurusan dengan korosi atmosferik,
misalnya karat pada pagar, mobil, atau peralatan rumah tangga lainnya. Korosi
atmosferik merupakan hasil interaksi logam dengan atmosfer ambient di
sekitarnya, yang terjadi akibat kelembaban dan oksigen di udara, dan diperparah
dengan adanya polutan seperti gas-gas atau garam-garam yang terkandung di
udara.
Atmosfer yang berpengaruh pada korosi atmosferik dapat dikategorikan menjadi :
Rural. Daerah rural paling tidak korosif karena hanya mengandung sedikit
polutan, dan lebih banyak dipengaruhi oleh embun, oksigen dan CO2.
Urban. Bahan korosif pada daerah urban adalah SOx dan NOx yang
berasal dari emisi kendaraan bermotor dan sedikit aktivitas industri.
146
Kondisi atmosfer daerah industri sangat berkaitan dengan polutan yang
dihasilkan oleh industri, seperti SO2, klorida, phospat dan nitrat.
Pantai/laut. Pantai/laut merupakan daerah paling korosif, karena
atmosfernya mengandung partikel klorida yang bersifat agresif dann
mempercepat laju korosi.
Peralatan industri minyak bumi (misalnya anjungan produksi, kilang
minyak, tangki timbun, sistem perpipaan, kapal tanker) umumnya berada di
daerah industri atau laut atau gabungan keduanya, di mana kondisi atmosfer
mengandung polutan-polutan yang korosif berupa sulfur dan klorida, sehingga
peralatan tersebut sangat rawan terhadap serangan korosi atmosferik. Apabila
tidak dilakukan tindakan yang tepat, dampak korosi atmosferik dapat berakibat
mulai dari kegagalan peralatan hingga membahayakan keselamatan pekerja,
misalnya tiang anjungan produksi lepas pantai yang keropos, atau tangga tangki
timbun yang berkarat.
A. Mekanisme Korosi Atmosferik
Proses terjadinya korosi atmosferik dimulai dari pengembunan uap air di
permukaan logam yang membentuk lapisan tipis (lapisan film elektrolit). Lapisan
tipis air ini kemudian melarutkan partikel-partikel dan gas dari udara ambien, dan
bertindak sebagai elektrolit tempat terjadinya reaksi korosi.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik sangat dipengaruhi kondisi cuaca lokal, sehingga tidak
ada dua tempat di dunia ini yang memiliki karakteristik korosi atmosferik yang
sama satu dengan yang lain. Parameter atmosfer yang sangat mempengaruhi laju
korosi atmosferik adalah kelembaban udara relatif, temperatur, curah hujan, arah
dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara ambien.
Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan
ion klorida, sehingga kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara
digunakan sebagai basis dalam menentukan kategori korosivitas atmosfer pada
suatu lokasi/lingkungan berdasarkan ISO 9223. SO2 berasal dari polusi industri,
yang jika terlarut dalam larutan akuatik di permukaan logam akan membentuk
H2S dan/atau H2SO4 yang akan mempercepat laju korosi atmosferik. Ion klorida
147
dalam salinitas udara akan terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan
kemudian menyerang logam, sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di
permukaan logam. Apabila suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida
sangat tinggi, seperti daerah industri di tepi laut, maka dapat diperkirakan daerah
tersebut akan memiliki karakter atmosfer dengan laju korosi atmosferik yang
sangat tinggi.
C. Pengamatan Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik pada dasarnya diamati dengan menggunakan dua
pendekatan, yaitu dengan mengukur parameter atmosferik, serta exposure test
menggunakan sampel logam. Data parameter atmosferik, seperti kelembaban
udara relatif, temperatur ambien, curah hujan, dan kadar polutan (misalnya kadar
SO2 dan ion klorida di udara) dapat diperoleh melalui pengukuran di udara
ambien. Selanjutnya laju korosi untuk masing-masing logam diketahui dengan
mengidentifikasi data exposure test dari masing-masing lingkungan (rural,
laut/pantai, industri). Dari hasil pengamatan tersebut, dapat diketahui jenis logam
yang sesuai untuk lingkungan tertentu. Lebih jauh lagi, dapat diturunkan suatu
persamaan matematis antara parameter atmosferik dengan laju korosi logam yang
terukur saat exposure test.
Salah satu metode yang umum digunakan untuk pengamatan korosi
atmosferik adalah metode mengikuti standar ISO. Dari hasil pengamatan yang
dilakukan sesuai standar ISO 9225 dan 9226, dapat dilakukan klasifikasi korosi di
lingkungan sesuai standar ISO 9223 dan selanjutnya dapat menentukan material
yang cocok dengan kondisi atmosferik setempat serta menentukan metode
pengendalian korosi yang sesuai. Metode lain yang dapat juga digunakan untuk
pengamatan korosi atmosferik adalah PACER LIME, yang dikembangkan untuk
manajemen perawatan sistem struktur pesawat terbang.
Jika tidak tersedia korelasi antara laju korosi atmosferik dengan parameter
atmosferik (karena umumnya korelasi atau data korosi berdasarkan atmosferik
jarang dijumpai), maka kerusakan akibat korosi atmosferik harus diperkirakan
dengan pengukuran langsung. Cara termudah untuk melakukan pengukuran korosi
atmosferik adalah dengan metode kupon. Dari hasil paparan, dapat dianalisa untuk
148
kehilangan berat, densitas dan kedalaman pit, dan analisa-analisa lain. Tipe kupon
yang biasa digunakan adalah kupon panel datar yang dipaparkan pada rak
paparan. Jenis spesimen lain yang biasa digunakan juga adalah U-bend atau C-
ring untuk mempelajari SCC pada lingkungan atmosferik yang diamati.
Kelemahan untuk metode kupon yang konvensional adalah memerlukan
waktu paparan yang sangat panjang untuk memperoleh data yang sah; tidak jarang
waktu paparan dapat mencapai 20 tahun atau lebih. Untuk mengatasi hal ini, dapat
digunakan beberapa variasi spesimen kupon, seperti helical coil (sesuai dengan
ISO 9226). Kelebihan dari helical coil adalah rasio luas berbanding berat yang
lebih tinggi daripada kupon panel akan memberikan sensitivitas pengukuran laju
korosi yang lebih baik.
Jenis spesimen lain yang dapat digunakan adalah bimetalic specimen, di
mana kawat dililitkan pada sekrup dari jenis logam yang berbeda. Spesimen ini
digunakan pada uji CLIMAT (Classify Industrial and Marine Atmosphere) dan
akan memberikan sensitivitas pengukuran yang lebih baik. Umumnya spesimen
yang digunakan adalah kawat aluminium yang dililitkan pada sekrup tembaga dan
baja, karena kombinasi logam-logam ini memberikan sensitivitas pengukuran
tertinggi untuk lingkungan industri dan laut/pantai. Pada tes ini, indeks korosivitas
atmosferik ditentukan sebagai persen kehilangan massa pada kawat aluminium.
D. Pengendalian Korosi Atmosferik
Hanya ada 2 metoda yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan
korosi atmosferik, yaitu coating dan pemilihan material yang sesuai, atau
gabungan keduanya. Dari hasil penentuan karakteristik atmosfer dan pengukuran
laju korosi di tempat peralatan industri minyak bumi berada atau akan dibangun,
dapat ditentukan jenis material dan coating yang sesuai untuk membangun
konstruksi peralatan yang tahan terhadap korosi atmosferik. Penentuan ini
tentunya juga mempertimbangkan faktor biaya dan keekonomian. Dari hasil
analisis, seringkali terjadi penggunaan logam yang tidak terlalu tahan korosi
atmosfer (misalnya baja karbon) namun dilindungi sistem coating lebih ekonomis
daripada baja paduan yang tahan korosi namun tidak dilindungi sistem coating.
3.2.5.4. Penanggulangan Korosi
149
Korosi merupakan efek yang paling merusak pada logam, oleh karena itu
untuk melindungi logam digunakan banyak cara, yang semuanya ditujukan agar
logam tidak cepat rusak karena korosi. Kerusakan karena korosi bisa mencapai
1000 kali lipat lebih cepat pada logam dibandingkan karena pengaruh yang lain.
Karena itu timbul berbagai penelitian untuk melindungi logam ini dari pengaruh
korosi, dari cara cara yang sederhana seperti hanya dengan melapis permukaan
logam dengan mengecat sampai cara cara yang paling modern dengan membuat
logam paduan yang tahan terhadap korosi.
Cara cara penanggulangan korosi antara lain:
1) Melapis permukaan logam dengan cat.
2) Melapis permukaan logam dengan proses pelapisan atau Electroplating.
3) Membuat lapisan yang tahan terhadap korosi seperti Anodizing Plant .
4) Membuat sistem perlindungan dengan anoda korban.
5) Membuat logam paduan yang tahan terhadap korosi.
Dari metoda-metoda pelapisan tersebut, masing masing mempunyai
keunggulan dan kekurangan. Melapis logam dengan cat merupakan cara yang
paling mudah dan murah, tetapi paling cepat rusak daya tahannya. Sedangkan
membuat logam paduan adalah cara yang paling rumit dan mahal, tetapi daya
tahannya paling bagus. Logam paduan juga ditujukan untuk hal hal lain seperti
membuat logam yang kuat tapi ringan, atau logam yang keras tapi getas seperti
baja dan sebagainya.
Peristiwa korosi pada logam merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindari, namun dapat dihambat maupun dikendalikan untuk mengurangi
kerugian dan mencegah dampak negatif yang diakibatkannya. Dengan
penanganan ini umur produktif peralatan elektronik menjadi panjang sesuai
dengan yang direncanakan, bahkan dapat diperpanjang untuk memperoleh nilai
ekonomi yang lebih tinggi. Upaya penanganan korosi diharapkan dapat banyak
menghemat biaya opersional, sehingga berpengaruh terhadap efisiensi dalam
suatu kegiatan industri.
Pengendalian korosi biasanya merupakan serangkaian pekerjaan yang terpadu,
antara lain:
150
1) Perancangan geometris alat atau benda kerja
2) Pemilihan bahan yang sesuai dengan lingkungan
3) Pelapisan dengan bahan lain lain untuk mengisolasi bahan dari
lingkungan, atau coating
4) Pemberian bahan kimia pada media mengalir yang dapat menghambat
korosi, atau inhibisi
5) Proteksi katodik yaitu memasok arus negatif ke badan benda kerja agar
terhindar dari reaksi oksidasi oleh lingkungan.
6) Inspeksi rutin terhadap kinerja semua upaya proteksi yang dilakukan
7) Pemeliharaan kebersihan.
Pengendalian korosi pada peralatan elektronik dapat dilakukan melalui
pengendalian lingkungan atau ruangan di mana peralatan tersebut ditempatkan.
Penanganan masalah korosi berkaitan dengan perawatan dan perbaikan fasilitas
produksi serta peralatan penunjang lainnya. Kegiatan ini harus dapat
mengidentifikasi, mengantisipasi dan menangani masalah korosi pada alat, mesin
dan fasilitas industri secara keseluruhan. Pemantauan korosi perlu dilakukan
secara periodik. Upaya menghambat laju korosi harus terintegrasi dengan program
perawatan dan perbaikan sehingga diperoleh hasil yang terbaik. Pengendalian laju
korosi melalui pengendalian lingkungan umumnya dilakukan dengan menjaga
kelembaban udara dan pengendalian keasaman lingkungan. Namun pengendalian
lingkungan ini hanya mungkin dilakukan untuk peralatan yang berada dalam suatu
ruangan, dan tidak mungkin dilakukan terhadap fasilitas yang berinteraksi
langsung dengan lingkungan di luar ruangan. Upaya pengendalian korosi ini harus
melibatkan semua fihak yang terlibat dalam pengoperasian alat, mesin, instalasi
serta fasilitas lainnya. Masalah korosi dan upaya pengendaliannya perlu
diperkenalkan kepada seluruh jajaran direksi dan karyawan yang terlibat langsung
dalam kegiatan industri.
Ada beberapa usaha yang dapat ditempuh dalam upaya pengendalian
korosi peralatan elektronik, antara lain adalah :
Menyimpan bahan-bahan korosif sebaik mungkin sehingga terjadinya
kebocoran, penguapan serta pelepasan ke lingkungan dapat dihindari.
151
Pengecekan bejana penyimpan bahan kimia korosif yang mudah menguap
perlu dilakukan secara periodik, sehingga adanya kebocoran bahan
tersebut segera dikenali dan dapat diambil tindakan sedini mungkin untuk
menghindari efek yang lebih luas.
Melakukan pemeliharaan rumah tangga perusahaan secara baik termasuk
ketertiban dan kebersihan dalam perusahaan.
Pengoperasian alat dehumidifier untuk mengurangi kelembaban udara
dalam ruangan yang di dalamnya menyimpan peralatan elektronik mahal
dan rentan terhadap serangan korosi. Peralatan-peralatan elektronik yang
rawan terhadap pengaruh korosi perlu disimpan di ruang tertutup, jauh dari
kemungkinan pencemaran udara akibat terlepasnya bahan-bahan
korosif ke lingkungan.
Menutup alat sewaktu tidak dipergunakan untuk menghindari masuknya
debu-debu ke dalam alat. Perlu diketahui bahwa debu dapat tertempeli
polutan korosif yang apabila terbang terbawa udara dapat masuk ke dalam
alat dan menempelkan dirinya ke permukaan komponen-komponen
elektronik di dalam alat tersebut.
Pendidikan tentang faktor-faktor penyebab korosi dan akibatnya perlu juga
diberikan kepada karyawan yang bersentuhan langsung dengan
pengoperasian alat, agar mereka selalu menjaga dan mau mengikuti
instruksi-instruksi yang digariskan dalam kaitannya dengan
perawatan peralatan elektronik.
3.2.5.5. Masalah-masalah di Lapangan
Banyak sekali di dunia industri dan fasilitas umum terjadi proses korosi
disebabkan oleh fenomena biokorosi akibat adanya bakteri. Kasus-kasus tersebut
yaitu :
a. Pipa-pipa bawah tanah di Industri minyak dan gas bumi
Dalam suatu contoh kasus dari perusahaan Korea Gas Corporation
(KOGAS) menggunakan pipa-pipa gas yang dilapis denganpolyethylene (APL 5L
X-65). Selama instalasi, pipa dilas tiap 12 meter dan diproteksi dengan impressed
152
current proteksi katodik dengan potensial proteksi –850 mV (vs saturated
Cu/CuSO4). Kemudian beberapa tahun dicek kondisi lapis lindung maupun korosi
aktif menggunakan pengujian potensial gardien5, hasilnya berupa letak-letak
coating defect di sepanjang pipa. Kegagalan selanjutnya yaitu adanya disbonded
coating area di permukaan pipa yang disebabkan adanya arus proteksi katodik
yang berlebihan terekspos. Coating defect dan daerah disbonded coating sangat
baik untuk perkembangan mikroba anaerob. Pada disbonded coating area terjadi
korosi local (pitting), lubang pit berbentuk hemisspherikal dalam tiap-tiap
kelompok. Kedalaman pit 5-7 mm (0,22 – 0,47 mm/year)4, bentuk pit ini
menindikasikan karakter bakteri reduksi sulfat.
b. Peralatan sistem pemyemprot pemadam kebakaran
Di kota Kalifornia Amerika serikat, departemen pemadam kebakaran
mengalami masalah cukup sulit dimana debit air alat system penyemprot turun
walau tekanan cukup besar, setelah diselidiki maka di dalam alat penyemprot
terjadi suatu korosi yang disebabkan oleh aktifitas mikroba dipermukaan dinding
bagian dalam yang terbuat dari baja karbon dan tembaga saat beberapa bulan
pembelian.
Ini disebabkan adanya biodeposit (turbucle) yang tumbuh di di dinding
bagian dalam, kemudian di dalam biodeposit tersebut terjadi aktifitas degradasi
lokal berupa korosi pitting sehingga mengurangi tebal pipa dan aktifitas ini
menghasilkan senyawa H2S di lubang pit yang mengakibatkan keadaan asam dan
mempercepat kelarutan logam.
3.2.6. Pengendapan Parafin
Parafin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam minyak
mentah. Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan oleh
perubahan komposisi hidrokarbon , kandungan wax (lilin) di dalam crude oil,
turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin mengental
(pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum rumus
parafin adalah CnH2n+2.
153
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan
hidrokarbon dan hidrogen antara C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan
material organik dan inorganik lain
Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia
minyak dan temperatur. Pengendapan akan terjadi jika temperatur permukaan
lebih rendah daripada crude oil. Viskositas crude oil akan meningkat dengan
adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan menjadi
sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut
titik tuang (pour point).
3.2.6.1. Penyebab Problem Parafin
Terbentuknya endapan parafin disebabkan oleh perubahan kesetimbangan
fluida reservoir akibat menurunnya kelarutan lilin dalam minyak mentah.
Pengendapan yang terjadi pada sumur produksi dipengaruhi oleh kelarutan
minyak mentah dan kandungan lilin dalam minyak. Kristal-kristal lilin yang
menjarum berhamburan dalam minyak mentah saat berbentuk kristal-kristal
tunggal. Bahan penginti (nucleating agent) yang terdapat bersama-sama dengan
kristal lilin dapat memisahkan diri dari larutan minyak mentah dan membentuk
endapan dalam sumur produksi.
Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal adalah penurunan
tekanan karena kelarutan lilin dalam minyak mentah menurun saat menurunnya
temperatur. Adanya gerakan ekspansi gas pada lubang perforasi dan di dasar
sumur dapat menyebabkan terjadinya pendinginan atau penurunan temperatur
sampai di bawah titik cair parafin, sehingga timbul parafin dan aspal. Terlepasnya
gas dan hidrokarbon ringan dari minyak mentah bisa menyebabkan penurunnan
kelarutan lilin, sehingga terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR yang tinggi
dapat mempercepat terbentuknya endapan parafin dan aspal.
Selain itu endapan parafin juga disebabkan oleh faktor sebagai berikut :
Turunnya tekanan reservoir
Hilangnya fraksi ringan minyak
154
Pemindahan panas dari minyak ke dinding pipa dan diteruskan ke tempat
sekitarnya.
Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata.
Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.
Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa.
Terhentinya aliran fluida
3.2.6.2. Tempat Terbentuknya Endapan Parafin
Sepanjang zona perforasi
Pada tubing
Flow line
Separator
Di stock tank
3.2.6.3. Cara Mengatasi Problem Parafin
Mekanik (direservoir : hydraulic fracturing, di tubing dengan alat scraper
dan cutter dan di flowline dengan alat pigging )
Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak
diesel) dengan cara pemanasan (pemakaian heater treater, steam
stimulation atau thermal recovery seperti injeksi uap)
Pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene
Acidizing
3.3. Identifikasi Problem Produksi
Untuk mengetahui problem produksi, perlu dilakukan identifikasi problem
produksi tersebut, dalam usaha pencegahan dan penanggulangannya. Sehingga
bila terjadi penurunan kapasitas produksi dari sumur minyak, maka segera dapat
dilakukan penanggulangan. Usaha penanggulangan problem produksi secara tepat
akan mengembalikan produksi sumur menjadi berproduksi dengan kapasitas
optimum.
Problem produksi yang mengakibatkan tidak optimumnya minyak yang
diproduksikan di suatu sumur, yaitu pertama menurunnya produktifitas formasi.
Pengidentifikasian problem produksi ini bertumpu pada reservoar dan
155
masalahnya. Macam problem yang menyebabkan menurunya produktifitas
formasi, antara lain; problem kepasiran, problem produksi air dan gas berlebihan,
invasi cairan dan invasi padatan. Kedua, menurunnya laju produksi.
Pengidentifikasian problem produksi yang kedua ini dititikberatkan pada material
produksi. Akibat yang ditimbulkan lebih luas, tidak hanya di formasi tetapi juga
dapat berlanjut sampai ke permukaan, bahkan sampai ke refinery (pengilangan).
Problem ini meliputi: problem emulsi, problem scale, problem korosi, problem
parafin.
Identifikasi problem produksi secara visual dilakukan di permukaan
dengan cara mengamati laju produksi yang tercatat pada meter aliran. Penurunan
laju produksi secara drastis memberikan informasi adanya problem produksi pada
sumur. Analisa BS&W (Basic Sediment & Water) yang diambil di kepala sumur,
choke manifold dan keluaran separator juga dapat mengidentifikasikan adanya
problem produksi. Telah diketahui bahwa hasil analisa BS&W (dalam persen)
bisa memberikan informasi tentang jumlah sedimen/padatan dalam minyak
mentah berhubungan kepasiran atau air formasi yang mengandung bahan-bahan
pembentuk endapan scale, gas-gas korosif dan bahan emulsi. Analisa lanjutan
adalah analisa fluida reservoir (uji PVT) di laboratorium untuk mendapatkan sifat
fisik fluida.
Uji produksi menghasilkan data laju produksi untuk masing-masing fasa
yaitu laju produksi minyak (Qo), air (Qw) dan gas (Qg), sehingga identifikasi
problem produksi seperti water atas gas coning dapat dilakukan dengan
mengamati rasio gas/minyak (GOR), kadar air (WC) dan rasio air/minyak (WOR).
Uji produksi adalah kegiatan produksi sumur yang dilakukan secara rutin.
Choke manifold atau orifice digunakan dalam uji produksi untuk mendapatkan
data laju produksi gas. Laju produksi minyak diperoleh dari separator atau tangki
pengumpul. Sedangkan basic sediment and water (BS dan W) didapatkan melalui
centrifuge.
156
A. Peralatan Produksi
Peralatan uji produksi di permukaaan antara lain : choke manifold,
separator, tangki pengumpul dan centrifuge yang dipakai untuk mengukur
besaran-besaran produksi.
1. Choke Manifold
Choke manifold mempunyai dua fungsi yaitu :
a). Mengatur aliran dari wellhead. Untuk keperluan ini choke manifold
memiliki tiga cabang yaitu :
- Manifold baypass (tengah) digunakan untuk mengalirkan fluida pada saat
clean up period.
- Choke manifold (kiri dan kanan) digunakan untuk mengatur kapasitas
aliran fluida yang masuk separator pada saat flowing period dengan
mengganti-ganti ukuran-ukuran choke yang telah dipersiapkan.
Penggantian ukuran choke menyebabkan perubahan tekanan dan
temperatur kepala sumur (FWHP dan FWHT).
b). Menutup aliran fluida dari wellhead bila diperlukan. Misalnya untuk
memperoleh data tekanan dan temperatur di kepala sumur pada waktu
tutup sumur (SWHP dan SWHT).
2. Separator
Fungsi utama separator adalah untuk memisahkan gas, minyak dan air yang
datang dari sumur minyak atau gas, sehingga dapat dilakukan pengukuran data
laju produksi gas, minyak dan air. Laju produksi dapat berubah jika ukuran
choke yang dipasang di manifold dirubah. Bentuk separator ada tiga macam
yaitu : vertikal, horisontal dan sferikal.
3. Tangki Pengumpul
Tangki pengumpul digunakan untuk menampung minyak dan air yang keluar
dari separator-separator dengan maksud untuk mengambil tambahan sampel
fluida, jika oil meter atau water meter tidak berfungsi dengan baik untuk
mengukur laju produksi minyak atau air dan untuk kepentingan kalibrasi
kapasitas minyak atau air dan untuk kepentingan kalibrasi kapasitas minyak
atau air dapat ditentukan pada tangki pengumpul. Caranya dengan mengukur
157
waktu yang dibutuhkan untuk pengisian satu satuan tangki pengumpul yang
sudah diberi tanda (misalnya 1 bbl) kemudian dilakukan perhitungan kapasitas
produksinya.
B. Laju Produksi Minyak, Gas dan AirLaju produksi dari sumur bisa terdiri dari tiga macam yaitu laju produksi
minyak, gas dan air. Besarnya ketiga laju produksi sangat penting dalam uji
produksi. Laju produksi minyak (Qo) ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut :
.............................................................. (3-10)
dimana :
Qo = Laju Produksi minyak pada keadaan standart, STBO/d.
Fm = Koefisien oil meter. Ditentukan dari kalibrasi oil meter dan
umumnya diambil Fm = 1.
K = Koreksi volume ke temperatur standart (600F).
Shr = Faktor penyusutan minyak. Ditentukan dari shrinkage meter.
BSW = Basic sediment and water. Ditentukan dengan centrifuge.
R = Selisih pembacaan oil meter, bbl untuk interval T.
T = Interval waktu alir, jam.
Untuk mengukur minyak bersih memakai meteran aliran, maka faktor
meteran harus ditetapkan dulu melalui kalibrasi. Jika meteran dengan kompresator
temperatur dan gravity otomatis, maka pembacaan sudah dikonversikan untuk
volume minyak pada 600F.
Laju produksi air (Qw) dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
.................................................................................................. (3-11)
Laju produksi gas (Qg) dihitung berdasarkan pembacaan tekanan, temperatur, gas
gravity dan ukuran jepitan atau orifice yang digunakan :
1. Perhitungan melalui jepitan (di kepala sumur) untuk temperatur alir dan gas
gravity diketahui :
158
........................................................................................... (3-12)
2. Perhitungan melalui jepitan untuk temperatur alir dan gas gravity tidak
diketahui :
............................................................................................... (3-13)
dimana :
Qg = laju produksi gas, MSCF/d.
C = Koefisien jepitan.
P = Tekanan masuk, psi.
g = Specific gravity gas.
T = Temperatur alir, 0R (T0R = 460 + T0F).
3. Perhitungan melalui orifice meter (di separator )
...................................................................................... (3-14)
dimana :
Qg = Laju produksi gas pada kondisi reservoir, cuft/d
C1 = Konstanta aliran orific. Yaitu kapasitas aliran dalam cuft/jam
pada kondisi reservoir jika pressure extension, .
hw = Beda tekanan, in. Udara.
Pf = Tekanan statik, psi.
Harga C1 dapat diperoleh dari hasil kali beberapa faktor yang dinyatakan
sebagai berikut :
...............................................................
(3-15)
dimana :
Fb = Faktor dasar aliran orific.
Fr = Faktor bilangan Reynolds.
......................................................................................... (3-16)
Y = Faktor ekspansi.
159
Fpb = Faktor tekanan dasar sumur.
Ftb = Faktor temperatur dasar sumur.
................................................................................................... (3-17)
Tb = Temperatur dasar sumur absolut.
Fg = Faktor specific gravity gas.
Ftf = Faktor temperatur alir gas yang diukur bukan pada 600F.
..................................................................................................... (3-18)
Tf = Temperatur alir absolut sebenarnya.
Fm = Faktor meteran (hanya alat ukur jenis merkuri).
Fpv= Faktor superkompressibilitas.
C. Gas Oil Ratio, Water Oil Ratio dan Gas Liquid Ratio
Selama berlangsungnya produksi terjadi penurunan tekanan reservoir
terus-menerus. Setelah melewati tekanan titik gelembung maka gas yang semula
terlarut dalam minyak terbebaskan. Gas yang terbebaskan ini ikut terproduksi
bersama minyak. Rasio gas/minyak (GOR) adalah perbandingan gas bebas atau
gas terlarut dalam minyak dan gas tanpoa adanya air yang ikut terproduksi, maka
minyak dan gas ikutan mengalir bersama-sama ke permukaan. Secara matematis,
GOR dinyatakan sebagai perbandingan antara laju produksi gas (Qg) dan laju
produksi minyak (Qo) dalam kondisi reservoir sebagai berikut :
.......................................................................... (3-19)
Untuk menyatakan kondisi permukaan, maka Persamaan 3-26 berubah menjadi :
..................................................... (3-20)
dimana :
GOR = Rs = Rasio gas/minyak pada kondisi reservoir, SCF/STB.
Qg = Laju produksi gas, cuft/d.
Qo = Laju produksi minyak, bbl/d.
kg = Permeabilitas efektif gas, md.
160
ko = Permeabilitas efektif minyak, md.
g = Viskositas gas, cp.
o = Viskositas minyak, cp.
(GOR)permukaaan = RP = GOR Produksi, SCF/STB.
Bo = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB.
Bg = Faktor volume formasi gas, cuft/SCF.
Untuk Ps di atas Pb, maka produksi fluida belum menghasilkan gas bebas
sehingga harga GOR sama dengan keluaran gas dalam minyak mula-mula (Rsi).
Dengan naiknya produksi kumulatif, maka Ps sampai di bawah Pb dan gas
bergerak ke permukaan sehingga Sg sumur naik dan ko turun, yang selanjutnya
menaikkan GOR produksi.
Rasio air/minyak (WOR) adalah perbandingan antara laju produksi air
(Qw) terhadap laju produksi minyak (Qo). Jika reservoir berproduksi minyak dan
air tanpa adanya gas yang ikut terproduksi, maka minyak dan air mengalir
bersama-sama ke permukaan. Pada kondisi reservoir besarnya WOR dapat
ditulis sebagai berikut :
........................................................................ (3-21)
Untuk kondisi permukaan WOR dinyatakan sebagai berikut :
.............................................................................. (3-22)
dimana harga faktor volume formasi air (Bw) = 1.0 bbl/STB.
Jika aliran minyak yang bercampur dengan air dan gas, maka diturunkan
persamaan rasio gas/cairan (GLR). GLR didefinisikan sebagai perbandingan
antara laju produksi gas (Qg) dan laju produksi cairan total (Qo + Qw). Persamaan
GLR dinyatakan sebagai berikut :
............................................ (3-23)
dimana w = viskositas air (cp) dan kw = permeabilitas efektif air (md) dan Bw
= 1.0 bbl/STB.
D. Basic Sediment and Water
161
Penentuan kadar air dan sedimern (BS & W) dari minyak mentah
dilakukan memakai centrifuge yang terdiri dari centrifuge, centrifuge tube 100 ml
dan transformer. Sampel BS & W diambil di kepala sumur, choke manifold atau
keluaran separator jika dimungkinkan.
Caranya adalah sebagai berikut :
1. Mengambil 100 ml sampel minyak dari kepala sumur sebanyak 4 kali.
2. Memasukkan sampel ke dalam centrifuge tube dalam posisi berpasangan.
3. Centrifuge tube dimasukkan ke dalam centrifuge.
4. Menghubungkan centrifuge dengan trnasformer.
5. Mengatur timer dalam 10 menit.
6. Mengatur regulator pada posisi 0 dan membaca putaran tiap menit (rpm).
7. Setelah berhenti, mengambil centrifuge tube dan melaporkan BS & W dalam
prosen.
8. Jika minyak berelmusi tinggi, maka sampel ditambahkan emulsion breaker 3
tetes.
Informasi yang bisa didapatkan dari analisa BS & W adalah identifikasi
kandungan sedimen/padatan dalam minyak mentah, emulsi, korosi & scale.
E. Identifikasi Water Cut
Identifikasi water cut pertama kali dengan mengamati kelakuan kurva log
resistivitas, baik kurva resistivitas induksi dalam (Rd) dan mikrosferikal (RMSFL)
ditunjang dengan log porositas densitas-netron dan kurva gamma ray. Kurva
resistivitas mendefinisikan keberadaan air yang memiliki konduktivitas tinggi
(beresistivitas rendah) dari pembacaan kurva Rd < RMSFL. Kurva densitas dan
netron menunjukkan harga yang tinggi, karena air berdensitas tinggi dan banyak
mengandung atom hidrogen minyak. Kurva gamma ray mendefinisikan lapisan
porus dan permeabel berkandungan air dan minyak.
Identifikasi selanjutnya dilakukan dengan uji produksi melalui pengukuran
laju produksi air dan laju cairan total. Water Cut (WC) didefinisikan sebagai
perbandingan antara laju produksi air (Qw) dan laju propduksi cairan total (Qo +
Qw) dan dinyatakan sebagai berikut :
162
....................................................... (3-24)
dimana : Bw = 1.0 bbl/STB.
3.3.1. Identifikasi Kepasiran
Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan dari ikatan butir-butir
pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesekan serta tumbukan yang
ditimbulkan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi
melampaui batas maksimum dari laju aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga
butiran-butiran pasir akan ikut terproduksi bersama-sama minyak ke permukaan.
Butiran - butiran pasir yang terkumpul di dalam suatu sistem akan
membentuk suatu ikatan antar butiran itu sendiri dalam suatu ikatan sementasi
yang mana ikatan sementasi tersebut membuat butiran-butiran itu pasir bersatu
dan kuat. Semakin besar harga faktor sementasi yang didapat, maka akan semakin
kuat ikatan antar butiran – butiran pasir yang ada dan semakin terkonsolidasi,
demikian juga sebaliknya semakin rendah harga faktor sementasi, semakin rendah
tingkat konsolidasinya, dan akhirnya butiran - butiran pasir tersebut akan mudah
lepas.
Harga faktor sementasi ini dapat diketahui dari analisa yang dilakukan
pada core yang didapatkan dan analisa tersebut merupakan analisa core spesial
yang merupakan rangkaian dari suatu penilaian formasi. Dimana merupakan harga
faktor sementasi yang diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasikan
adanya kemungkinan problem kepasiran, semakin kecil faktor sementasi yang
diperoleh maka semakin besar kemungkinan problem kepasiran terbentuk.
Archie mengemukakan suatu persamaan yang meupakan hubungan antara
porositas, faktor sementasi dan faktor formasi, yang dapat digunakan untuk
menentukan sementasi batuan, ini ditunjukkan dalam persamaan :
..…………………………………………………………. (3-25)
..…………………………………………………… (3-26)
dimana ;
163
F = faktor formasi
= porositas batuan
m = faktor sementasi
Ro = resistivitas batuan dengan saturasi 100% air
Rw = resistivitas air formasi
Tabel 3.3Faktor Sementasi untuk Berbagai Jenis Batuan
Litologi Harga mBatupasir
Loose uncemented sandSlightly cemented sandModeratly cemented sandWell – cemented sand
BatugampingModeratly porous limestoneSome oolitic limestone
1,31,3 – 1,71,7 – 1,91,9 – 2,2
22,8
3.3.1.1.Metoda Identifikasi Kepasiran
Untuk mengidentifikasi jenis pasir formasi perlu dikumpulkan berbagai
bukti dan data yang berkaitan dengan formasi batu pasir tersebut. Informasi yang
terbaik adalah dari batu inti (Core) yang diambil dari tiap lapisan kedalaman batu
pasir, namun tidak jarang bahwa core yang diambil tidak bisa mewakili sifat
lapisan batu pasir yang sebenarnya. Oleh karena kesalahan-kesalahan melakukan
coring, terutama pada lapisan batu pasir lepas (Unconsolidated Sands).
Juga lakukan monitoring terhadap konsentrasi pasir, monitoring terhadap
konsentrasi pasir yang diproduksikan bersama dengan fluida produksi. Cara ini
dapat membedakan jenis pasir dengan kategori atau type “quicksand” jika
produksi pasir relatif konstant, “Partially Consolidated” bila produksi sand yang
ditampung terjadi funktuasi, dan dikategorikan sebagai pasir “Suiable” bila
konsentrasi pasir terproduksi menurun bertahap hingga minimum.
Metoda analisa log sumuran dapat pula dilakukan untuk mengenali kekuatan
relatif dari tiap lapisan pasir, namun perlu diketahui bahwa beberapa type lapisan
164
pasir yang berbeda dapat ditemui dibawah permukaan melalui hasil rekam log
sumuran tersebut. Pada saat dapat dijumpai produk-produk analisa rekam sumuran
yang dikhususkan untuk identifikasi sifat-sifat mekanik batuan pada lapisan yang
ditembus.
Bahkan juga dapat dilakukan pekerjaan “Well Core Image” yang mampu
menangkap kenampakan (Feature) batuan yang ditembus untuk lebih mengenali
karakteristik inisitas stress batuan.
Untuk dapat memberikan pertimbangan mengenai desain sand control
yang sesuai bagi type batu pasir lapisan berpotensi pasiran, maka dilakukan
analisa-analisa sebagai berikut :
1) Analisa Ayakan Butiran
Analisa Ayakan Butiran batu pasir dari sample yang benar-benar dapat
mewakili interval lapisan batu pasir (sample perfoot) untuk mengetahui distribusi
ukuran butiran batu pasir sedemikian sehingga dapat memberikan ukuran gravel
site yang tepat atau pun ukuran spasi screen yang optimum. Sehingga didapatkan
hasil minimasi pasir terproduksi atau menghentikan sama sekali produksi pasir
yang mungkin terjadi, namun tujuan produksi fluida reservoir tetap terjaga.
2) Analisa Tingkat Stabilitas Clay
Hadirnya Clay dalam satuan batu pasir mempunyai pengaruh besar
terhadap keefektifan penanganan control pasir. Antara lain dengan mengetahui
type Clay, konsentrasi serta kandungan Clay dalam matrik maupun pori batuan.
Analisa Clay ini biasanya dilakukan dengan menggunakan “X-ray Diffraction
Analisis” untuk menentukan tipe dan jumlah tiap Clay yang ada.
3) Analisa Kelarutan Asam
Uji kelakuan sampel batu pasir terhadap asam perlu dilakukan agar pada
pekerjaan keasaman untuk tujuan pembersihan daerah sekitar sumur akibat
kerusakan oleh lumpur pemboran cukup efektif tanpa merusak matrik batuan. Jadi
perlu dianalisa untung – ruginya pengasaman.
4) Analisa Kompatibilitas Fluida
165
Berbagai aditif dan bahan kimia yang akan dipakai untuk penanganan
sumur perlu diuji kecocokannya agar tidak menimbulkan kerusakan-kerusakan
pada formasi yang produktif. Seperti test emulasi, korosi.
5) Uji Porositas dan Permeabilitas
Uji ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya indikasi permasalahan
Clay, selain untuk menentukan analisa kerja pengasaman dan kontrol pasir.
6) Analisa Wettability
Walaupun pada umumnya pasir bersifat water wet, namun perlu dilakukan
verifikasi dilaboratorium. Jika ternyata mempunyai sifat oil wet, maka akan
menimbulkan permasalahan jika dilakukan “Plastic Treatment”. Kepastian sifat
pembasahan batu pasir ini juga sangat diperlukan untuk desain kontrol pasir.
3.3.2. Identifikasi Coning
Produksi air atau gas yang berlebihan sebelum waktunya merupakan
indikasi terjadinya water / gas coning dan water / gas fingering. Oleh karena itu
sejak awal produksi, sumur sudah harus diperhatikan kemungkinan –
kemungkinan penanggulangannya.
Penyebab water / gas coning adalah adanya zone air / gas yang cukup
besar dibawah maupun diatas zone minyak. Untuk mengidentifikasi suatu sumur
akan mengalami water / gas coning perlu diketahui antara lain:
a. Jenis Reservoir
Misalnya reservoir water drive untuk kasus water coning dan reservor gas
cap drive untuk kasus gas coning. Sedangkan data untuk mengetahui jenis
reservoir tersebut diperoleh dari data eksplorasi.
b. Karakteristik Reservoir
Data karakteristik reservoir meliputi:
- Ketebalan zone minyak, yang diperoleh dari logging
- Permeabilitas efektif minyak dari arah vertikal dan horisontal,
diperoleh dari analisa inti batuan.
- Massa jenis minyak, air dan gas, diperoleh dari analisa fluida reservoir.
- Faktor volume formasi dan viskositas fluida, yang diperoleh dari FVT.
166
Dari data diatas maka dapat dihitung kapasitas produksi kritis. Dengan
perhitungan tersebut dapat diperkirakan kapan sumur tersebut akan memproduksi
air atau gas.
Penyebab dari water atau gas fingering karena adanya perbedaan
permeabilitas pada reservoir berlapis. Data yang perlu diketahui untuk
mengidentifikasi problem ini adalah:
a. Karateristik Reservoir meliputi :
- Densitas air, gas, dan minyak , yang diperoleh dari analisa fluida reservoir.
- Tebal reservoir dan jari – jari lubang bor, diperoleh dari logging.
- Jari – jari pengurasan, diperoleh dari test sumur
- Permeabilitas efektif minyak, diperoleh dari analisa inti batuan.
- Viscositas, yang diperoleh dari FVT
b. Jenis Reservoir
c. Kondisi Reservoir
- Tekanan, diperoleh dari well test.
Dengan menempatkan perforasi dan menggunakan laju aliran yang sesuai,
tentunya diharapkan problem ini dapat dihindari semaksimal mungkin.
3.3.3. Identifikasi Emulsi
Jenis water in oil emultion jika dibandingkan dengan oil in water emultion
lebih sering terjadi dan ditemui di lapangan. Karena sering ditemukan, maka
untuk mengidentifikasikan ada tidaknya emulsi tersebut dapat digunakan salah
satu cara yaitu berupa analisa fluida hidrokarbon yang dilakukan di laboratorium.
Adapun metode yang digunakan adalah “ Dean and Stark Methode “, ini
merupakan pengidentifikasian problem emulsi secara tidak langsung
Sedangkan identifikasi secara langsung dapat dilihat dari hasil production
test yang berupa yang berupa water oil ratio (WOR). Dari WOR tersebut dapat
dilihat bahwa semakin besar harga WOR maka makin besar pula kandungan air
dalam minyak, maka tendensi untuk timbulnya emulsi menjadi makin besar.
Disamping itu dari tipe tenaga pendorong air (water drive mechanism) juga dapat
167
menimbulkan emulsi karena semakin banyak air yang ikut terproduksi sejalan
dengan produksi jika dibandingkan dengan minyak yang ada.
Pada analisa fluida formasi tadi harga standar yang diijinkan untuk
perbandingan antara air dengan minyak berkisar antara 2 – 3%. Diatas ataupun
dibawah harga standart tersebut dapat menyebabkan kemungkinan timbulnya
emulsi, baik itu water in oil emultion maupun oil in water emultion.
3.3.4. Identifikasi Endapan Scale
Identifikasi problem dapat dilakukan dari air formasi yang diambil dari
production test. Identifikasi ini dilakukan dengan mengadakan perhitungan
kelarutan.
Perhitungan kelarutan dapat digunakan untuk meramalkan pembentukan
beberapa scale. Perhitungan tersebut mengindikasikan derajat dan scaling tendensi
(kecenderungan pembentukan scale). Harga yang didapat dari prosedur
perhitungan sebaiknya diambil hanya sebagai petunjuk karena anggapan yang
mempermudah telah dibuat pada penurunan setiap persamaan. Sedangkan
kelarutan pada air alamiah adalah gejala yang komplek. Apabila ditemukan
sumber air yang menunjukkan gejala scaling maka harus dihindari atau
melakukan treatment. Begitu pula harus dihindari tercampurnya air yang analisa
komposisinya menunjukkan kecenderungan pengendapan scale. Berikut akan
diuraikan perhitungan kelarutan calsium carbonat, calsium sulfat, dan barium
sulfat.
a. Perhitungan calcium carbonat
Metode yang dipakai adalah metode Stiff dan Davis sebagai perluasan metode
Langelier. Indeks kelarutan dari Langelier dikembangkan untuk
memperkirakan pembentukan scale CaCO3 dari fresh water oleh Stiff dan
Davis untuk digunakan dalam analisa air formasi.
Persamaan empirisnya adalah sebagai berikut:
SI = pH – pHs …………………………………… (3-27)
pHs = K – p Ca – p Alk …………………………………… (3-28)
SI = pH – K – p Ca – p Alk …………………………… (3-29)
168
Dimana :
SI = Scaling indeks. Jika SI berharga (-), air dibawah kejenuhan dan
scale tidak terbentuk.
pH = pH air sebenarnya
K = konstanta yang merupakan fungsi komposisi, salinitas dan
temperatur air. Harga K didapat dari hubungan grafik dengan ionic
strength dan temperatur air.
Ionic Strength adalah :
= ½ (c1z12 + c2z2
2 + c3z32 + ……….. cnzn
2)
c = Konsentrasi ion dalam mole/1000 gr air
z = Valensi ion
………………………………………….
(3-30)
………………………….(3-31)
Dimana total alkalinity = CO32- + HCO3
-
Dalam menghitung kelarutan Kalsium Carbonat dengan cara ini, kita harus
mengetahui pH, temperatur air dan konsentrasi ion-ion : Na+, Ca++, Mg++, Cl-,
CO32-, HCO3
-, dan SO.
Sangat penting bahwa pH CO32- dan HCO3
- diukur di lapangan segera
setelah contoh diambil, karena parameter ini berubah sangat cepat setelah
sampling. Perhitungan yang akurat tidak bila diperoleh di laboratorium.
Harga K adalah fungsi dari ionis strength dan chart untuk menentukan p
Ca dan p Alk yang didapat dari grafik (Lampiran).
Hasil dari perhitungan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil SI negatif, maka air tidak jenuh dengan CaCO3 dan scale tidak
terbentuk.
2. Hasil SI positif, maka air diatas kejenuhan CaCO3 dan terdapat indikasi
terbentuknya scale.
3. Hasil SI nol, maka air pada titik kejenuhan.
169
b. Perhitungan kelarutan Calcium Sulfate (Gypsum)
Metode yang digunakan adalah Metode Skillman, McDonald dan Stiff.
Metode ini banyak digunakan untuk memperkirakan kelarutan Gypsum di
lapangan minyak pada temperatur diatas 80oC.
Metode ini didasarkan pada penguykuran kelarutan thermodinamika dan
mempunyai dasar teoritis sebagai berikut :
……...…………………………………… (3-32)
Dimana :
S = Kelarutan gypsum hasil perhitungan (meq/l)
K = Konstanta yang merupakan fungsi komposisi air dan temperatur yang
disebut Solubility Product Constant (konstanta hasil kelarutan). Harga K
didapat dari grafik korelasi dengan ionic strength seperti halnya pada
CaCO3. k sebagai fungsi ionic strength diberikan pada lampiran.
X = Kelebihan konsentrasi ion dalam grol/liter. Ini adalah perbedaan
konsentrasi ion Calcium dan Sulfate.
Data yang sama diperlukan dalam perhitungan ini seperti halnya pada
perhitungan SI. Perhitungan kelarutan gypsum (ml/l) dibanding dengan
konsentrasi aktual Ca== dan SO42- yang terdapat di dalam air.
Jika S lebih kecil dari yang terkecil dari kedua konsentrasi (Ca++ dan SO42-)
maka scale gypsum akan terbentuk. Jika S lebih besar maka air tidak dijenuhi
oleh gypsum dan scaling tidak mungkin terbentuk.
c. Perhitungan kelarutan Barium Sulfate
Kita dapat mempekirakan kelarutan BaSO4 dalam air yang mengandung ion
sodium dan chlorida yang agak dominan dan ion calcium yang sangat kecil,
tetapi hal tersebut tidak begitu penting karena kelarutan BaSO4 sangat
terbatas sehingga adanya ion Ba++ dan SO4= menujukkan kemungkinan
terbentuknya scale.
Pembentukan scale dan plugging di sumur injeksi sering diakibatkan oleh
bercampurnya dua atau lebih air yang sesungguhnya tidak boleh digabungkan
(incompatible). Bila air tersebut dialirkan sendiri-sendiri maka tidak akan
170
menyebabkan problem scale, tetapi bila digabungkan akan terjadi reaksi
antara ion-ion yang terlarut dari masing-masing air dan membentuk endapan.
Sebagai contoh : adalah salah bila mencampur air yang mengandung banyak
ion Ba++ dan air yang mengandung banyak ion SO4=, karena endapan BaSO4
akan terbentuk.
Situasi akan menjadi rumit bila lebih dari dua air yang bercampur.
Mencampurkan dua atau lebih air yang incompatible dipermukaan tidak
dianjurkan digunakan untuk sumur injeksi.
Problem lain akan timbul jika air injeksi tidak compatible dengan air formasi.
Tetapi hanya sedikit plugging yang disebabkan oleh hal tersebut pada sumur
injeksi, karena hanya sedikit daerah kontak air injeksi dan formasi. Problem
yang serius timbul sesudah air injeksi menerobos (breaktrough) ke sumur
produksi dimana kesempatan air untuk kontak semakin besar, sehingga
semakin banyak air injeksi yang terproduksi dan akan semakin banyak
pembentukan scale (di daerah produksi).
Kompabilitas dari air yang bercampur dapat diperkirakan dengan
perhitungan atau dengan percobaan. Penentuan dengan percobaan lebih dapat
dipercaya apabila contoh air yang akan bercampur ada.
Perhiyungan kelarutan yang dilakukan adalah:
1. Analisa air yang akan dicampur
2. Hitung komposisi anion dan kation untuk beberapa perbandingan
percampuran yang mungkin terjadi
3. Hitung kecenderungan pengendapan scale
Sedangkan pengetesan kompabilitas air adalah sebagai berikut: Air contoh yang
akan dicampur di saring untuk menghilangkan padatan yang tersuspensi dan
kemudian dicampur pada berbagai macam perbandingan, kemudian diamati
apakah menimbulkan endapan atau tidak.
3.3.5. Identifikasi Korosi
Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya
problem korosi, yaitu :
171
1. Pemeriksaan secara langsung
Pada metode ini peralatan yang digunakan diperiksa secara langsung
kerusakan yang terjadi akibat adanya korosi. Metode ini memang mudah dan
sederhana, tetapi tentu saja pemeriksaannya hanya terbatas pada peralatan yang
terlihat oleh mata, sedang bagian dalam peralatan digunakan peralatan tersendiri.
a. Caliper Survey
Caliper survey dilakukan untuk memeriksan bagian dalam tubing atau casing.
Cara ini sangat berguna untuk mengetahui area kerusakan akibat korosi.
b. Casing Thickness Log
Disini digunakan suatu alat untuk mengukur ketebalan casing. Jika logam yang
hilang dari bagian dalam casing diukur dengan caliper log, maka kehilangan
logam pada bagian luar casing dapat diperkirakan dari data thickness log.
c. Mengukur Kehilangan Logam dengan Coupons
Disini sepotong logam (coupon) disisipkan ke dalam sistem untuk suatu waktu
tertentu. Sebelumnya logam tersebut ditimbang dahulu. Dengan demikian
dapat ditentukan jumlah logam yang hilang, masa jenis logam dan waktu yang
diperlukan. Laju korosi biasa dinyatakan dalam mils per year (MPY).
…………… (3-33)
……. (3-34)
Adapun satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan derajat korosi adalah:
Laju korosi < 5 MPY ; korosi ringan
Laju korosi 5 MPY ; korosi sedang
Laju korosi 15 MPY ; korosi berat
2. Pemeriksaan secara tidak langsung
Mengetahui korosi secara tidak langsung yaitu dengan mengadakan
analisa air formasi, hal ini dimaksudkan untuk:
a. Memperkirakan adanya korosi dengan menentukan kadar O2, H2S, CO2
dalam air yang diproduksikan.
172
b. Mengetahui efektifitas inhibitor dengan jalan menentukan kadar besi
dalam fluida yang diproduksikan sebelum dan sesudah pemakaian
inhibitor.
3. Pengukuran ketebalan metal dari satu sisi
Dengan menggunakan audio gauge dan penetron dapat mengukur
ketebalan pipa dan dinding tangki hanya dari satu sisi sisi saja. Audio gauge
mengukur kecepatan suara dalam metal sedangkan penetron mengintensitaskan
sinar gamma yang dihamburkan oleh metal.
3.3.6. Identifikasi Endapan Parafin
Masalah endapan parafin pada prinsipnya terjadi karena sifat yang dimiliki
oleh minyak yang diproduksikan, yaitu berkaitan dengan komposisi minyak,
dimana komposisi minyak tersbut dapat mempengaruhi harga titik kabut (cloud
point) dan titik tuang (pour point) dari minyak yang bersangkutan
Pada umumnya endapan parafin terjadi bila minyak yang diproduksikan
banyak mengandung komponen berat (C18 - C38) atau biasa disebut minyak berat,
dengan demikian dapat dikatakan bahwa minyak berat sering menimbulkan
endapan parafin. Selain itu parafin dapat juga terbentuk jika temperatur minyak
lebih rendah dari pour dan cloud pointnya.
Kemungkinan terbentuknya endapan parafin dapat diidentifikasikan dari
analisa drilling log pada contoh cutting yang didapatkan dari analisa tersebut
dapat diperkirakan jenis hidrokarbon yang ada apakah termasuk minyak berat atau
minyak ringan.
Selain dari analisa drilling log endapan parafin dapat juga
diidentifikasikan dari analisa air formasi yang dilakukan di laboratorium yang
berupa uji harga pour point dan cloud point dari minyak yang ada, dimana
endapan parafin akan terbentuk pada temperatur yang lebih rendah dari pour point
serta cloud point-nya.
Dengan demikian identifikasi problem endapan parafin dapat dilakukan
dari data yang didapat dari penilaian formasi seperti drilling log dan analisa air
formasi.