bab iii

46
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINISI PERSALINAN Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viabel melalui jalan lahir biasa dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. 1 Menurut sumber lain dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu. 2 3.2 PEMBAGIAN PERSALINAN Menurut cara persalinan dibagi menjadi : 5 1. Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa komplikasi. 5 Tidak ada disporposi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang diobati dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi operatif. 1 2. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat seperti dengan cunam atau ekstraktor vacum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi, dan sebagainya maupun melalui dinding perut dengan operasi caesarea, kelahiran janin prematur, pada janin letak 9

Upload: antari-puspita-primananda

Post on 03-Feb-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bekas secsio sesarea

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI PERSALINAN

Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viabel

melalui jalan lahir biasa dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.1 Menurut sumber lain

dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan

selaput dari tubuh ibu. 2

3.2 PEMBAGIAN PERSALINAN

Menurut cara persalinan dibagi menjadi :5

1. Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan

cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang

kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu

berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa

komplikasi.5

Tidak ada disporposi fetopelvik, tidak ada kehamilan ganda dan tidak ada yang diobati

dengan sedasi berat, analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi operatif.1

2. Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat seperti

dengan cunam atau ekstraktor vacum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi, dan

sebagainya maupun melalui dinding perut dengan operasi caesarea, kelahiran janin

prematur, pada janin letak sungsang, letak melintang, terdapat disporposi fetopelvik,

dan kehamilan ganda.1,5

3.3 PERSALINAN NORMAL

Persalinan dimulai (in partu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan

pada serviks (menipis dan membuka) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.

Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. Persalinan

normal merupakan sebuah proses berkelanjutan yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :

1. Tahap pertama persalinan adalah interval antara onset persalinan dan serviks

membuka lengkap

2. Tahap kedua persalinan adalah interval antara pembukaan lengkap serviks dan

kelahiran bayi

3. Tahap ketiga adalah periode antara kelahiran bayi dengan lahirnya plasenta.

9

Page 2: BAB III

10

Lama waktu yang diperlukan untuk tahap pertama persalinan pada primipara bervariasi

antara 6-18 jam, sedangkan pada multipara sekitar 2-10 jam. Kecepatan pembukaan serviks

selama fase aktif adalah 1,2 cm per jam pada kehamilan pertama dan 1,5 cm per jam pada

kehamilan yang berikutnya. Durasi tahap kedua adalah 30 menit sampai 3 jam pada primipara

dan 5-30 menit pada multipara. Untuk primi maupun multipara durasi tahap ketiga berkisar 0-

30 menit untuk semua kehamilan.

Beberapa minggu menjelang persalinan, intensitas kontraksi Braxton Hicks semakin

meningkat. Pada masa itu terjadi pembentukan segmen bawah uterus untuk mengakomodasi

bagian terendah janin. Perbedaan true labor dengan false labor :

Tabel 3.1 Kontraksi pada Persalinan

Kontraksi pada persalinan sejati

(true labor)

Kontraksi pada persalinan palsu

(false labor)

Kontraksi terjadi pada interval yang

teratur

Kontraksi terjadi pada interval yang

acak

Interval secara bertahap semakin

pendek

Interval tetap lama

Intensitas secara bertahap meningkat Intensitas tidak berubah

Rasa tidak nyaman terasa di punggung

dan abdomen

Rasa tidak nyaman terutama di

abdomen bagian bawah

Serviks membuka Serviks tidak membuka

Rasa tidak nyaman tidak hilang dengan

sedasi

Rasa tidak nyaman biasanya reda

dengan sedasi

Tabel 3.2 Diagnosis Tahap dan Fase dalam Persalinan

Gejala dan tanda Kala Fase

Serviks belum berdilatasi Persalinan

palsu/ belum

inpartu

Serviks berdilatasi kurang dari 4

cm

I Laten

Serviks 4-9 cm

- Kecepatan pembukaan 1cm

I Aktif

Page 3: BAB III

11

atau lebih per jam

- Penurunan kepala

Serviks membuka lengkap (10cm)

- Penurunan kepala berlanjut

- Belum ada keinginan untuk

meneran

II Awal (non-ekspulsif)

Serviks membuka lengkap (10cm)

- Bagian terbawah telah

mencapai dasar panggul

- Ibu meneran

II Akhir (ekspulsif)

Proses persalinan dipengaruhi oleh POWER, PASSAGE, PASSENGER, PSYCHE: 2

Power, yang mendorong anak keluar, yaitu :

His

Tenaga mengejan/meneran

1. His

a. His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir kehamilan

sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi rahim yang disebut his

pendahuluan atau his palsu. His ini sebenarnya, hanya merupakan peningkatan

kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut

bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari

pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek,

tidak bertambah kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang. His

pendahuluan tidak bertambah kuat seiring majunya waktu, bertentangan dengan his

persalinan yang makin lama makin kuat. Hal yang paling penting adalah bahwa his

pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada serviks.

b. His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan

dengan sifat kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini

mungkin disebabkan oleh anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh

serabut otot rahim yang berkontraksi pada ganglion saraf di dalam serviks dan

segmen bawah rahim, regangan serviks, atau regangan dan tarikan pada

peritoneum sewaktu kontraksi. His yang sempurna bila terdapat (a) kontraksi yang

simetris, (b) kontraksi paling kuat atau adanya dominasi di fundus uteri, dan (c)

sesudah itu terjadi relaksasi.

Page 4: BAB III

12

c. Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat

juga dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari

tangan. Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai

kontraksi dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal

tuba. Kontraksi rahim bersifat berkala dan yang harus diperhatikan ialah sebagai

berikut :

Lamanya kontraksi; berlangsung 47-75 detik

Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intrauterin sampai 35

mmHg.

Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam

10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.

Gambar 3.1 Kontraksi Uterus yang Dominan di Fundus

2. Tenaga mengejan/meneran

a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong

anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan

peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika

pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim.

b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang lumpuh

otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan juga

melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.

3. Passage, adalah keadaan jalan lahir. Jalan lahir mempunyai kedudukan penting

dalam proses persalinan untuk mencapai kelahiran bayi. Dengan demikian evaluasi

Page 5: BAB III

13

jalan lahir merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah persalinan dapat

berlangsung pervaginam atau sectio secaria.

4. Passenger, adalah janinnya sendiri. Sikap, letak, presentasi dan posisi janin di dalam

rahim memain peran penting dalam proses persalinan.

5. Psyche, adalah kejiwaan ibu. Pada proses melahirkan bayi, pengaruh-pengaruh psikis

bisa menghambat dan memperlambat proses kelahiran, atau bisa juga mempercepat

kelahiran. Maka fungsi biologis dari reproduksi itu amat dipengaruhi oleh kehidupan

psikis dan kehidupan emosional wanita yang bersangkutan.

3.4 KALA PERSALINAN

Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu 3 :

Kala I : Waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan lengkap

10 cm, disebut kala pembukaan.

Kala II : Kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah

kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir

Kala III : Waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri

Kala IV : Satu jam setelah plasenta lahir lengkap

3.4.1 Kala I (Kala Pembukaan)

Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini

berasal dari lendir kanalis servikalis mulai membuka atau mendatar. Proses membukanya

serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.

1. Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai

mencapai ukuran diameter 3 cm

2. Fase Aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:

a. Fase kselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm

b. Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat

cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm

c. Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam

pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian,

akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

Page 6: BAB III

14

Gambar 3.2 Fase Persalinan Normal

Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula berupa

sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang tipis.2

Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa suatu

lubang dengan diameter beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui anak dengan

diameter sekitar 10 cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio, segmen

bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu saluran.2

Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada

yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan

mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada

multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan

eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I selesai

apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-

kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. 1

Page 7: BAB III

15

Gambar 3.3 Proses Pendataran serviks pada Multigravida dan Primigravida

Gambar 3.4 Pendataran dan dilatasi serviks sempurna pada Multigravida dan

Primigravida

3.4.2 Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.

Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan

tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.

Ibu merasa pula : 2

1. Tekanan pada rektum

2. Hendak buang air besar

3. Perineum mulai menonjol dan melebar

4. Anus membuka

5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva

pada waktu his.

Page 8: BAB III

16

Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan

suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat

sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada primigravida kala

II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam1.

Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah presentasi

belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas panggul dengan

sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih sering daripada ubun-ubun

kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan pergerakan anak dalam presentasi belakang

kepala dengan posisi ubun-ubun kecil kiri melintang.

Gerakan-gerakan pokok persalinan adalah Engagement, Descens (penurunan kepala),

Fleksi, Rotasi interna (putaran paksi dalam), Ekstensi, Rotasi eksterna (putaran paksi luar),

dan Ekspulsi.

Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang berlangsung

pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement terjadi fleksi dan

penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian

terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus

menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala turun

ke dalam panggul. 1,2,3,4

Gambar 3.5 Gerakan-gerakan Utama Kepala pada Persalinan

1. Engagement

Page 9: BAB III

17

Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal

kepala janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut

sebagai engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir

kehamilan. Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala ke dalam

pintu atas panggul dan majunya kepala.

Gambar 3.6 Pengukuran Engagement

Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke

dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir

kehamilan. Tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan

persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya terjadi dengan

sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan.2

Sinklitisme

Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang kepala,

engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati pintu atas

panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-

ubun kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita temukan.

Apabila diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul, kepala berada

dalam sinklitisme.

Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian

depan dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak

lurus terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut tidak

tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.

Page 10: BAB III

18

Gambar 3.7 Sinklitismus

Asinklitisme

Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala membuat

sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula terjadi asinklitismus

posterior yang menurut Litzman ialah apabila keadaan sebaliknya dari

asinklitismus anterior1.

Gambar 3.8 Asinklitismus anterior Gambar 3.9 Asinklitismus posterior

Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun

jika derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sefalopelvik pada

panggul yang berukuran normal sekalipun. Perubahan yang berturut-turut dari

asinklitismus posterior ke anterior mempermudah desensus dengan

Page 11: BAB III

19

memungkinkan kepala janin mengambil kesempatan memanfaatkan daerah-

daerah yang paling luas di rongga panggul4.

2. Descens (penurunan kepala)

Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara,

engagement dapat terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut

mungkin belum terjadi sampai dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita

multipara, desensus biasanya mulai bersamaan dengan engagement. Descens

terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya4:

a. Tekanan cairan amnion

b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi

c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen

d. Ekstensi dan pelurusan badan janin

3. Fleksi

Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau

dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke

dada janin dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan

diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.

Gambar 3.10 Proses Fleksi

Page 12: BAB III

20

Gambar 3.11 Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang,

(C) Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap

4. Rotasi Interna (Putaran Paksi Dalam)

Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan

sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan,

ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah

daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan, ke bawah

simfisis. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena

putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan

bentuk jalan lahir, khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul.

Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan

majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke Hodge III kadang-

kadang baru terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul.2

Page 13: BAB III

21

Gambar 3.12 Mekanisme persalinan pada posisi oksiput anterior kiri

Gambar 3.13 Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A). Asinklitismus

posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan (B) Asinklitismus anterior,

(C) Engagement, (D) Rotasi dan ekstensi.

5. Ekstensi

Setelah putaran paksi dalam selesai dan kepala sampai di dasar panggul

terjadilah ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan

lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala

harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala

akan tertekan pada perineum dan menembusnya. Pada kepala, bekerja dua

kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan yang satunya disebabkan oleh

tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultannya ialah kekuatan ke

arah depan atas.2

Page 14: BAB III

22

Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju

karena kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan subocciput

sehingga pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar,

dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput

yang menjadi pusat pemutaran disebut hipomoklion.2

Gambar 3.14 Permulaan Ekstensi Kepala

6. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar) 2

Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali kearah

punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran

paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan : putaran paksi

luar). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan

tuber ischiadicum sesisi. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang

sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri dalam diameter

anteroposterior pintu bawah panggul.

Gambar 3.15 Rotasi Eksterna

Page 15: BAB III

23

7. Ekspulsi 2

Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan

menjadi hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan

menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan

lahir.

Gambar 3.16 Kelahiran Bahu Depan dan Belakang

3.4.3 Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)

Terdiri dari 2 fase, yaitu : (1) fase pelepasan plasenta, (2) fase pengeluaran plasenta.

Setelah anak lahir, his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah beberapa menit. His ini

dinamakan his pelepasan plasenta yang berfungsi melepaskan plasenta, sehingga terletak

pada segmen bawah rahim atau bagian atas vagina. Pada masa ini, uterus akan teraba sebagai

tumor yang keras, segmen atas melebar karena mengandung plasenta, dan fundus uteri teraba

sedikit di bawah pusat. 1,2

Pada kala II persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan rongga uterus

setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran rongga tempat

melekatnya plesenta. Karena tempat perlekatan ini semakin mengecil, sedangkan plasenta

tidak berubah, maka plasenta akan berlipat, menebal kemudian lepas dari dinding uterus.

Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina.

Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar sehingga perubahan

bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan plasenta. Jika keadaan ini dibiarkan, setelah

plasenta lepas, fundus uteri naik, sedikit hingga setinggi pusat atau lebih, bagian tali pusat

diluar vulva menjadi lebih panjang.3

Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah rahim

bagian atas vagina sehingga mengangkat uterus yang berkontraksi. Seiring lepasnya plasenta,

Page 16: BAB III

24

dengan sendirinya bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang. Lamanya kala plasenta

kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya memakan waktu 2-3 menit.

Tanda-tanda pelepasan plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini :

a. Perubahan bentuk dan tinggi fundus

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus

berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus

berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti

buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat

b. Tali pusat memanjang

Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (Tanda Ahfeld)

c. Semburan darah mendadak dan singkat

Darah yang terkumpul di belakang plasenta membantu mendorong plasenta

keluar dan dibantu oleh gaya gravity. Apabila kumpulan darah dalam ruang di antara

dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka

darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Perdarahan agak banyak

(±250 cc)

3.4.4 Kala IV (Kala Pengawasan)

Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk

mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. Tujuh pokok

penting yang harus diperhatikan pada kala 4 : 1) kontraksi uterus harus baik, 2) tidak ada

perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, 3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah

lahir lengkap, 4) kandung kencing harus kosong, 5) luka-luka di perineum harus dirawat dan

tidak ada hematoma, 6) resume keadaan umum bayi, dan 7) resume keadaan umum ibu.

3.5 KLASIFIKASI PERSALINAN LAMA

Adapun distosia/persalinan lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola persalinannya.

Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok. Yaitu kelainan

pada kala I fase laten yang disebut fase laten memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan

kelainan pada kala II yang disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I

fase aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan pertama pada

kala I fase aktif disebut protraction disorder. Kelainan kedua, disebut arrest disorder.

Page 17: BAB III

25

Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami pemanjangan, beberapa

literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih lama menjadi dua kelompok utama,

yaitu disproporsi sefalopelfik (cephalopelvic disproportion/CPD) dan kelompok lainnya

adalah failure to progress. Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang

memanjang disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada kelompok

kedua disebabkan secara murni oleh gangguan kekuatan persalinan.

3.6 PATOFISIOLOGI PERSALINAN LAMA

Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan memahami proses yang

terjadi pada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat akhir persalinan. Dengan

memahaminya, kita dapat mengetahui dan memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan

terhambatnya persalinan. Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir,

segmen bawah rahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka. Jaringan otot di

fundus masih belum berkontraksi dengan kuat. Setelah pembukaan lengkap, hubungan

mekanis antara ukuran kepala janin, posisi dan kapasitas pelvis yang disebut proporsi

fetopelvik (fetopelvic proportion), menjadi semakin nyata ketika janin turun. Abnormalitas

dalam proporsi fetopelvik, biasanya akan semakin nyata ketika kala II persalinan dimulai.

Penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu disfungsi uterus

murni dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini terkadang tidak dapat digunakan

karena kedua kelainan tersebut terkadang terjadi bersamaan.

3.7 GAMBARAN KLINIK

Gambaran Klinik dari persalinan lama dapat dijelaskan berdasarkan fase persalinan

yang mengalami pemanjangan.

3.7.1 Fase Laten Memanjang

Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk

menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preaptory

division) hanya terjadi sedikit pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada

komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division) adalah saat

pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase

Page 18: BAB III

26

deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakan-

gerakan dasr janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran

paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul.

Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.

Gambar 3.17 Perjalanan Persalinan Normal

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal

adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten yang sesuai dengan

tahap persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi

fase aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

Gambar 3.18 Urutan Rata-rata Kurva Pembukaan Serviks pada Persalinan Nulipara

Page 19: BAB III

27

Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan

kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientasi kontraksi uterus berlangsung bersama

pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam

fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2 jam bagi nulipara dan 1,5 cm untuk ibu

multipara. Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu.

Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama

fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara

Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain adalah anestesia regional

atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami

pendataran atau tidak membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat

atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam dalam memperbaiki fase laten

berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari.

Karena adanya kemungkinan persalinan palsu tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.

3.7.2 Fase Aktif Memanjang

Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva

memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam

hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara

konsistensi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih bersamaan dengan

kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif.

Demikian pula kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena

awal persalinan dapat secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif

harus berlangsung.

Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada nulipara adalah

1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalh 1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara

yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3 – 4 cm dapat diharapkan mencapai

pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat.

Sokol dan rekan melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif,

sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.

Memahami analasis Friedman mengenai fase aktif bahwa kecepatan penurunan janin

diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan.

Page 20: BAB III

28

Penurunan dimulai pada saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8

cm. Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction

(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest (macet, tak maju).

Protraksi merupakan kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, yang untuk

nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1

cm per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang

dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm per jam. Sementara itu, ia

mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan atau penurunan.

Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam,

dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.

Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda, dimana disproporsi

sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan kelainan protraksi. Sedangkan

disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada 45% ibu dengan persalinan macet. Ketertkaitan

atau faktor lain yang berperan dalam persalinan yang berkepanjangan dan macet adalah

sedasi berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang berkepanjang

dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi

sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah

penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet

tanpa disproporsi sefalopelvik.

Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO mengajukan

penggunaan partograf dalam tatalaksana persalinan. Dimana berdasarkan partograf ini, partus

lama dapat didagnosa bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam.

Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria

diagnosa yang berbeda,. Kriteria diagnosa tersebut ditampilkan pada tabel 3.3 dibawah ini.

Page 21: BAB III

29

Tabel 3.3 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan

Pola Persalinan Nulipara Multipara

Persalinan Lama

Pembukaan < 1,2 cm/jam <1,5 cm/ jam

Penurunan < 1,0 cm/jam < 2,0 cm/jam

Persalinan Macet

Tidak ada pembukaan > 2 jam > 2 jam

Tidak ada penurunan > 1 jam > 1 jam

3.7.3 Kala Dua Memanjang

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan keluarnya

janin. Median durasinya adalah 50 menit untuk nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada

ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali

usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin

sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar, atau dengan kelainan

gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat

memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam

apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang menjadi 2 jam

pada penggunaan anestesia regional.

Page 22: BAB III

30

3.8 DIAGNOSIS PERSALINAN LAMA

Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi yang

disarankan ditampilkan pada tabel 3.4 dibawah ini.

Tabel 3.4 Klasifikasi persalinan lama berdasarkan pola persalinannya

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat membantu dalam

mempermudah diagnosa persalinan lama. Alat bantu tersebut adalah partograf. Partograf

terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan. Kedua jenis gangguan dalam

fase aktif dapat didagnosa dengan melihat grafik yang terbentuk pada partograf. Protraction

disorder pada fase aktif (partus lama) dapat didiagnosa bila bila pembukaan serviks kurang

dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet) didiagnosa

bila tidak terjadi penambahan pembukaan serviks dalam jangka waktu 2 jam maupun

penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1 jam. Adapun contoh gambaran partograf untuk

mendiagnosa persalinan lama (protraction disorder) ditampilkan pada 3.21, sementara

persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) diperlihatkan pada gambar 3.22.

Page 23: BAB III

31

Gambar 3.19 Kelainan Protraksi pada Fase Aktif Persalinan (Partus Lama)

Gambar 3.20 Arrest disorder pada Fase Aktif Persalinan (Partus Tak Maju/ Macet)

3.9 TATALAKSANA PERSALINAN LAMA

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah

mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah

akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab

persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri

persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akan dilaukan per

abdominam melalui seksio sesarea.

Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu disproporsi

sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada

Page 24: BAB III

32

pasien dengan persalinan lama merupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea.

Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor

risiko panggul sempit (misal: tinggi badadan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau

janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000 gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat

berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi

sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah menunggu. Hal

ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten berkepanjangan.

Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak

perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak

perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu dinyatakan

mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4

cm maka pasien diaktakan berada dalam fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila

terjadi perubahan dalam penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban

dan lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah

delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.

Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan yang

dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau arrest

disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju, maka besar

kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Bila

yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi

efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik), curigai

kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien,

maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana

yang dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya pengeluaran janin. Hal

ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko

berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II

memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal

tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dngan oksitosin. Bila

percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan janin, maka dilakukan upaya

pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut tergantung pada posisi kepala janin. Bila

Page 25: BAB III

33

kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala

janin berada di bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau

dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung

penonjolan tulang kepala janin berada diantara station 0 dan station -2, maka janin dilahirkan

dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5

diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka

janin dilahirkan secara seksio sesaria.

3.10 KOMPLIKASI

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak yang

dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara lain adalah:

1. Infeksi Intrapartum

Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,

terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus amnion dan

menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu

dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah

konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan

bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama

apabila terjadi persalinan lama.

2. Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus

lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio

sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala

tidak engaged dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat

teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin

retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan

melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan

persalinan perabdominam segera.

Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandel, yaitu pembentukan

cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang

Page 26: BAB III

34

terhambat disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi

semacam ini, cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan menandakan akan

rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan

anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio

sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.

3. Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju

untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan dninding

panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi

nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula

vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada

persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama

mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang

belum berkembang.

4. Cedera Otot-otot Dasar Panggul

Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar panggul

atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada

persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit.saat kelahiran bayi, dasar

panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah akibat upaya

mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dasar panggul, sehingga terjadi

perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat semakin besar

kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini akan

menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

5. Kaput Suksedaneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang

besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan

menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul

sementara kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan

upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.

Page 27: BAB III

35

6. Molase Kepala Janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang

tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase (molding,

moulage). Perubahan ini biasanya tidak menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila

distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan tentorium, laserasi

pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin.

3.11 DEFINISI INDUKSI PERSALINAN 8,9,10

Induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau

sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. Indikasi-indikasi

yang penting ialah postmaturitas dan hipertensi pada kehamilan lebih dari 37 minggu. Untuk

dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi, diantaranya :

1. Hendaknya serviks uteri sudah “matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis

dan sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, sumbu serviks menghadap ke depan.

2. Tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD)

3. Tidak ada kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan

4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul

Apabila kondisi-kondisi ini tidak dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin tidak memberi

hasil yang diharapkan.

3.12 INDIKASI INDUKSI PERSALINAN

Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu. Indikasi yang berasal dari

ibu adalah

1. Kelainan hipertensi pada kehamilan

2. Diabetes

3. Perdarahan Antepartum

Indikasi yang berasal dari anak antara lain :

1. Kehamilan lewat waktu

2. Ketuban pecah dini.

3. Kematian janin dalam rahim

4. Restriksi pertumbuhan intrauteri

5. Isoimunisasi dan penyakit kongenital janin yang mayor.

Page 28: BAB III

36

3.13 KONTRAINDIKASI INDUKSI PERSALINAN

Kontraindikasi dari induksi persalinan ada yang absolut dan yang relatif.

Kontraindikasi absolut adalah:

1. Disproposi sefalopelvik absolut

2. Gawat janin

3. Plasenta previa totalis

4. Vasa previa

5. Presentasi abnormal

6. Riwayat seksio sesaria klasik sebelumnya

7. Presentasi bokong

Kontraindikasi yang sifatnya relatif adalah :

1. Perdarahan antepartum

2. Grande multiparitas

3. Riwayat seksio sesaria sebelumnya (SSTP)

4. Malposisi dan malpresentasi

Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak

memberikan hasil yang diharapkan. Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor

bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama dengan 3 maka angka kegagalan induksi mencapai

lebih dari 20% dan berakhir pada seksio sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan

kemungkinan akan berhasil. Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks.

Tabel 3.5 Skor Bishop

Page 29: BAB III

37

3.14 KLASIFIKASI INDUKSI PERSALINAN

Induksi persalinan terbagi atas:

1. Secara Medis

a. Infus oksitosin

Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus. Estrogen akan

merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat

produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta

dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Regimen dari oksitosin

bermacam-macam, diperlukan dosis yang adekuat untuk menghasilkan efek pada uterus.

Dosisnya antara 4 sampai 16 miliunit per menit. Dosis untuk tiap orang berbeda-beda, namun

biasanya dimulai dengan dosis rendah sambil melihat kontraksi uterus dan kemajuan

persalinan. Syarat-syarat pemberian infus oksitosin agar infus oksitosin berhasil dalam

menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun janin, maka

diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :

1. Kehamilan aterm

2. Ukuran panggul normal

3. Tak ada CPD

4. Janin dalam presentasi belakang kepala

5. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)

Teknik infus oksitosin berencana

1. Semalam sebelum drip oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas

2. Pagi harinya penderita diberi pencahar

3. Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik

4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU

5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena

melalui aliran infus dengan jarum abocath no 18 G

6. Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah

7. Tetesan dimulai dengan 8 mU (1 mU = 2 tetes) permenit dinaikan 4 mU setiap

30 menit. Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU.

Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka

berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan kekuatan

kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.

Page 30: BAB III

38

8. Pederita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk

kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda – tanda ruptur uteri membakat,

maupun tanda – tanda gawat janin.

9. bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan

oksitosin dipertahankan. Sebaiknya bila terjadi kontraksi rahim yang sangat

kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara dihentikan.

10. Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai

yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta.

11. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam

bila his telah kuat dan adekuat.

b. Prostaglandin

Pemberian prostaladin dapat merangsang otok -otot polos termasuk juga otot-otot

rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha.

Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infus intravena

(Nalador) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria). Pada kehamilan aterm,

induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif untuk memperpendek proses persalinan,

menurunkan angka seksio sesaria dan menurunkan angka apgar skor yang kurang dari 4.

Selain melunakkan servik prostaglandin juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan

curah jantung 30%. Juga merelaksasi otot polos gastrointestinal dan bronchial.

c. Cairan hipertonik intra uteri

Pemberian cairan hipertonik intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim

pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam

hipertonik 20 , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan

prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat

menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan

pembekuan darah.

2. Secara manipulatif

a. Amniotomi

Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian

bawah depan (fore water) maupun dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus

(drewsmith catheter) atau dengan omnihook yang sering dikombinasikan dengan pemberian

oksitosin. Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi

dalam merangsang timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori mengemukakan bahwa :

Page 31: BAB III

39

Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga

kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks

Amniotomi menyebabkan berkurangnya aliran darah didalam rahim kirakira

40 menit setelah amniotomi dikerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi

otot - otot rahim dan keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim.

Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung menekan dinding serviks

dimana didalamnya terdapat banyak syaraf – syaraf yang merangsang

kontraksi rahim.

Gambar 3.21. Cara Melakukan Amniotomi

b. Melepas selaput ketuban dari bagian bawah rahim (stripping of the membrane).

Stripping of the membrane, ialah melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah

rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup

efektif dalam merangsang timbulnya his.

c. Pemakaian rangsangan listrik

Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain

ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan

pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim.

d. Rangsangan pada puting susu (breast stimulation )

Sebagaimana diketahui rangsangan putting susu dapat mempengaruhi hipofisis

posterior untuk mengeluarkan oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Pada salah satu

puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari si ibu.

Page 32: BAB III

40

3.15 KOMPLIKASI INDUKSI PERSALINAN

Komplikasi induksi persalingan dengan pemberian oksitosin dalam infus intravena

dengan pemecahan ketuban cukup aman bagi ibu apabila syarat-syarat seperti disebut diatas

dipenuhi. Komplikasi induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya adalah :

1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam

pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan

dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya proses induksi dihentikan dan dilakukan

operasi Caesar. Kontraksi yang dihasilkan oleh uterus dapat menurunkan denyut

jantung janin.

2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat

janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, penolong

harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin,

proses induksi harus dihentikan.

3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang

sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.

4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai.

Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan

menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu

seketika.

5. Janin bisa mengalami ikterus neonatorum dan aspirasi air ketuban.

6. Infeksi dan ruptur uterus juga merupakan komplikasi yang terjadi pada induksi

persalinan walaupun jumlahnya sedikit.