bab iii

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori B. Kerangka Teori Luka Fase Pelepasan mediator Pelepasan sitokin TNF-⍺ dan IL-1 Memproduksi IL-6 Protein plasma fase akut meningkat (fibrinogen) Pembentukan (+) Terapi oksigen hiperbarik Produksi TNF-⍺ dan IL-1. IL-6 Protein plasma fase akut (fibrinogen) menurun LED Meningkat

Upload: lydia-april

Post on 26-Nov-2015

39 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

,lm

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan TeoriB. Kerangka Teori Luka iris

Fase Inflamasi

(+) Terapi oksigen hiperbarik selama 3 hari

Pelepasan mediator inflamasi

Produksi TNF- dan IL-1. IL-6 menurun

Pelepasan sitokin TNF- dan IL-1

Protein plasma fase akut (fibrinogen) menurun

Memproduksi IL-6

LED Meningkat

Pembentukan rouleaux

Protein plasma fase akut meningkat (fibrinogen)

LED meningkat

Fase penyembuhan luka terjadi melalui 3 fase yaitu, fase inflamasi, fase proleferatif, dan fase remodelling. Dimana saat fase inflamasi, melibatkan banyak mediator inflamasi. Sitokin IL-1, IL-6, dan TNF merupakan mediator reaksi fase akut yang paling penting. Sitokin diproduksi oleh leukosit berfungsi sebagai respon terhadap infeksi, cedera imun, toksik, dan dilepaskan secara sistemik dalam bentuk kaskade sitokin. TNF menginduksi produksi IL-1 yang selanjutnya menginduksi produksi IL-6, TNF, dan IL-1 bekerja pada pusat pengaturan suhu (termoregulator) hipotalamus melalui produksi PGE likal yang selanjutnya menginduksi demam. Sedangkan IL-6 merangsang sintesis hepatik beberapa protein plasma, terutama fibrinogen, peningkatan kadar fibrinogen menyebabkan eritorsit lebih mudah beraglutinasi sehingga pada inflamasi terjadi peningkatan laju endap darah.Dengan terapi oksigen hiperbarik, produksi sitokin TNF, IL-1, dan IL-6 menurun. Sehingga protein plasma terutama fibrinogen yang diproduksi oleh hati juga akan menurun, menyebabkan eritrosit tidak mudah beraglutinasi, pembentukan rouleux menurun kemudian laju endap darah juga akan menurun.

C. Kerangka KonsepKerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.

Variabel Independent Variabel DependentLaju Endap DarahOksigen hiperbarik (O2 100%) yang dialirkan pada Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) selama 3 hari

D. Hipotesis Penelitian1. Hipotesis 0:Terapi oksigen hiperbarik tidak dapat menurunkan LED terhadap penyembuhan luka iris hari ke-3 pada yikus putih jantan galur Wistar.2. Hipotesis 1:Terapi pksigen hiperbarik dapat menurunkan LED terhadap penyembuhan luka iris hari ke-3 pada tikus putih jantan galur Wistar.BAB IIIMETODE PENELITIANA. Rancangan dan Desain PenelitianJenis penelitian akan dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan post test only control group design merupakan suatu eksperimen yang kelompok intervensi dan kelompok kontrolnya telah dirandomisasi, rancangan ini memungkinkan peneliti mengukur perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen dengan cara membandingkan kelompok tersebut dengan kelompok control. (Notoatmodjo, 2002)

Keterangan:P : PopulasiR : RandomisasiK1: Kelompok kontrol tanpa diberi terapi oksighen hiperbarikK2: kelompok perlakuan dengan terapi oksigen hiperbarikP1: Perlakuan dengan luka iris tanpa diberi tanpa terapi oksigen hiperbarikP2: Perlakuan dengan luka iris diberi terapi oksigen hiperbarik 2,4 ATA selama 60 menit dalam 3 hariO1: Observasi 1O2: Observasi 2

B. Populasi, Sampel, Besar sampel, Teknik Pengambilan Sampel1. PopulasiPopulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah hewan percobaan yaitu tikus putih jantan galur Wistar.2. SampelSampel yang digunakan yaitu tikus putih jantan galur Wistar dengan kondisi sehat fisik berumur 2-3 bulan dnegan berat badan 150-170 gram.3. Besar Sampel4. Teknik Pengambilan SampelPengambilan sampel penelitian untuk pengelompokan perlakuan menggunakan metode Simple Random Sampling. Karena hewan coba diambil secara acak. Pada rancangan ini dimungkinkan setiap hewan memiliki peluang yang sama mendapat kesempatan sebagai sampel baik dalam kelompok control, maupun kelompok perlakuan.C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi1. Kriteria Inklusia. Jenis Wistarb. Umur kurang lebih 2-3 bulanc. Berat Badan kurang lebih 150-170 gramd. Jenis kelamin jantan2. Kriteria Eksklusia. Sakit dalam masa persiapan atau adaptasib. Tidak bisa melakukan aktifitas sesuai dengan yang direncanakanc. Mati dalam masa penelitianD. Variabel Penelitian1. Klasifikasi Variabela. Variabel BebasOksigen hiperbarik (O2 100%) yang dialirkan pada Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) selama 3 hari.b. Variabel TergantungLaju endap darahc. Variabel Kendali1) Jenis hewan coba yang digunakan2) Jenis kelamin, umur, berat badan3) Kesehatan fisik hewan coba4) Waktu yang digunakan dalam pemberian perlakuan2. Definisi Operasional Variabela. Oksigen hiperbarikOksigen hiperbarik adalah pemerian oksigen yang memiliki tekanan tinggi untuk pengobatan dan dilaksanakan di dalam RUBT. Biasanya dilakukan dengan pemberian tekanan 2,4 ATA selama 60 menit. (Rijadi, 2009).Perlakuan diberi pemaparan oksigen murni (100%) dalam ruang udara bertekanan tinggi Comex Professional Deep Diving Equipment seri 9606, referensi 407040, pembuatan pada tahun 1996 yang didapatkan di lakesla Rumah Sakit angkatan laut Dr. Ramelan Surabaya.b. Luka IrisLuka iris adalah luka yang diakibatkan karena benda atau alat bermata tajam yang terjadi dengan tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh. Dimana mempunyai ciri-ciri tepi dan permukaan luka rata, sudut luka lancip, dan tidak mengenai tulang (Hariadi, 2012).c. Laju endap darahLED merupakan salah satu pengukuran tidak langsung terhadap protein inflamasi fase akut selain C-reactive protein. Perubahan protein inflamasi menunjukkan keberadaan dan intensitas inflamasi (Sacher, 2004).d. Hewan coba1) Hewan coba penelitian adalah tikus putih jantan galur Wistar berumur kurang lebih 2-3 bulan, dengan berat badan 150-170 gram yang diukur dengan timbangan torbal (Thorsiom balance).2) Kesehatan fisik hean coba, yaitu berbadan sehat dengan ciri-ciri sebagai berikut (Farris dan Griffth, 1962): Bermata jernih Bulu memikat Gerakan aktif atau lincah Tinja baik atau tidak lembek Berat badan tidak turun lebih dari 10 % selama proses aklimatisasi.3) Pemeliharaan dan perawatan hewan coba dilakukan pada sebuah kandang yang berukuran 40 X 30 X 12 cm. Masing-masing kandang berisi 5 ekor hewan coba. Kandang terbuat dari bak plastik yang ditutup dengan anyaman kawat dan beralas sekam. Setiap hari sekam diganti agar kebersihan kandang terjaga. Makanan yang digunakan adalah makanan jenis Pokphand dan pemberian minum Aqua.E. Alat dan Bahan Penelitian1. Alat PenelitianAlat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:a. Kandang berukuran 40 X 30 X 12 cmb. Tempat makanan (pelet)c. Tempat minum untuk tikusd. Timbangan torbal (Thorsion balance) untuk mengukur berat badan tikuse. Lempengan logam untuk alas pembedahan tikuf. Alat pembedahan tikus berupa pisau, gunting, dan pinsetg. Tabung reaksi 5 mlh. Spuit 3 milimeter untuk mengambil sampel darahi. Tissue dan kapasj. Ruang oksigen hiperbarik (chamber) hewan, serie: 2000/04420140 CE 0197 93/42 MDDk. Oksigen 100%l. Jarum suntikm. Alat ukur untuk memeriksa LED2. Bahan PenelitianBahan yang digunakan adalah sampel darah tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan 150-170 gram berumur kurang lebih 2-3 bulan dan kondisi fisik yang sehat, kemudian sampel darah dicampur dengan larutan Ethylene Diamine tetra Acetate (EDTA) agar tidak menggumpal (Matra, 2013).F. Lokasi dan Waktu PenelitianLokasi dan waktu penelitian dilakuakan di Lakesla, rumah sakit Angkatan Laut Dr. Ramelan Surabaya dan Laboratorium BiokimiaG. Prosedur Penelitian1. AklimatisasiAklimatisasi hewan coba dilakukan selama 2 hari terhadap makanan serta hawa di dalam laboratorium.2. Pembagian Kelompok hewan CobaPembagian kelompok hewan coba dilakukan secara acak, yaitu:a. K1: Kelompok kontrol tanpa pemberian terapi oksigen hiperbarikb. K2: Kelompok perlakuan dengan pemberian terapi oksigen hiperbarik3. Penimbangan berat badanPenimbangan berat badan dilakukan satu kali sebelum masuk masa aklimatisasi dan satu kali dilakukan pada akhir masa aklimatisasi untuk memastikan tikus masuk dalam criteria inklusi. Hewan coba ditimbang dengan menggunakan timbangan torbal. Penimbangan ditujukan untuk homogenitas berat badan tikus (Marta, 2013)4. Pelaksanaan Perlakuana. Pelaksanaan perlakuan oksigen hiperbarikHewan coba dimasukkan ke dalam Animal Chamber atau Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) khusus untuk hewan coba. Animal Chamber dialiri dengan oksigen murni (100%).b. Persyaratan etikImplikasi etik pada tikus putih sebagai hewan coba mengikuti animal ethic. Hal yang perlu dilaksanakan sesuai etik antara lain perawatan tikus outih dalam kandang yaitu pemberian makan dan minum, aliran udara ke dalam ruang kandang, perlakuan saat penelitian pengambilan unit analisis penelitian dan pemusnahannya.c. Pembiusan Pembiusan dilakukan dengan menggunakan larutan diethyl ether. Tikus dimasukkan ke dalam wadah kaca kemudian ditutup dengan kasa, selanjutnya larutan diethyl ether diteteskan ke dalam wadah tersebut. Tikus diangkat dari wadahnya jika tidak bergerak lagi kira-kira -1 menit setelah penetesan diethyl ether. Tikus kemudian diletakkan di atas alas bedah untuk pengambilan darah intrakardial.d. Pembuatan luka insisiSebanyak 20 ekor hewan coba terlebih dahulu dicukur bulunya pad bagian punggung dengan menggunakan gunting hingga daerah yang akan diinsisi terbebas dari bulu. Insisi dilakukan sepanjang kurang lebih 2 cm, dengan kedalaman kurang lebih 0,5 cm pada daerah yang sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 %, sehingga luka yang dibuat merupakan luka steril. Kulit yang diinsisi diregangkan dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri bertindak sebagai peregang dan penekan. Scapel dipegang dengan tangan kanan membentuk sudut 30-40 dengan kulit insisi dilakukan dengan menarik scapel ke arah kaudal (Agussalim, 2011).e. Prosedur pengambilan darahPengambilan darah tikus dilakukan setelah pembiusan dengan pengambilan langsung dari jantung sebanyak kurang lebih 3 ml.Berikut merupakan cara pengambilan darah pada tikus (Farris,1962)1. Tikus yang telah dibius diletakkan pada lempengan logam untuk dilakukan pembedahan.2. Pembedahan dilakukan dengan alat-alat bedah yang dimulai dengan memnuka kulit sampai otot dengan menggunting mulai daerah epigastrium sampai tampak jantung tikus.3. Pengambilan darah dilakuan sebanyak 3 ml dari ventrikel dengan menggunakan spuit 3 ml untuk dilakukan pemeriksaan.4. Darah yang telah diambil dimasukkan kedalam tabung yang telah berisi EDTA, kemudian digoyang-goyangkan supaya darah tercampur homogen dengan EDTA.5. Tikus selanjutnya di-euthanasia dengan cara dislokasi cervical.f. Pemeriksaan laju endap darah Darah yang didapatkan dari pengambilan darah tikus putih diperiksa laju endap darah dengan menggunakan metode Wintrobe, darah dengan antikoagulan yang tidak diencerkan dibiarkan menetap selama 1 jam dalam sebuah tabung yang tingginya 100 mm dan garis tengahnya 2,8 mm. Nilai normal adalah sampai 8 mm/jam untuk laki-laki, dan untuk 15 mm/jam untuk perempuan.

5. Cara Analisa DataData yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dioalh secara statistic dengan menggunakan program SPSS 17.0. Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan dengan uji statistic deskriptif. Sebelumnya dilakuakn uji normalitas. Apabila hasilnya normal, maka dilakukan uji t bebas (independent t-test). Apabila hasilnya tidak normal, maka dilakukan uji Mann-Whitney.

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangLuka dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, luka dapat diartikan sebagai rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh suatu trauma. Luka iris merupakan salah satu macam dari luka, yang didefinisikan sebagai luka akibat benda/alat yang bermata tajam yang terjadi dengan suatu tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh. Ciri dari luka iris adalah tepi dan permukaan luka rata, sudut luka lancip, tidak ada jembatan jaringan, rambut terpotong, tidak ada luka memar atau lecet disekitarnya, tidak mengenai tulang dan panjang luka lebih besar dari dalam luka (Apuranto, et al, 2012).Proses penyembuhan luka terjadi melalui 3 tahap yang saling berkaitan dan tergantung pada tipe/jenis dan derajat luka. Penyembuhan luka terdiri dari fase inflamasi yaitu proses menghentikan perdarahan dan mempersiapkan temapt luka menjadi bersih dari benda asing atau kuman sebelum proses penyembuhan dimulai, setelah itu dilanjutkan fase proliferasi atau granulasi dimana terjadi pemebentukan jaringan granulasi untuk menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka, dan yang terakhir adalah fase maturasi atau deferensiasi untuk memoles jaringan penyembuhan yang telah terbentuk menjadi lebih matang dan fungsional (Morris and Malt, 1995).Salah satu efek sistemik pada fase inflamasi pada proses penyembuhan luka adalah terjadinya peningkatan protein plasma fase akut yang mengakibatkan laju endap darah meningkat. Hal tersebut sesuai fungsi LED, dimana LED memiliki tiga fungsi utama yaitu, sebagai alat bantu dalam mendeteksi proses peradangan pemantau perjalanan ataupun aktivitas penyakit dan sebagai pemeriksaan untuk peradangan atau neoplasma yang tersembunyi. Sebagian besar dari penyakit peradangan akut, kronis serta neoplasma menunjukkan peningkatan LED. LED merupakan salah satu pengukuran tidak langsung terhadap protein inflamasi fase akut selain C-reactive protein (CRP). LED dipengaruhi oleh fibrinogen, immunoglobulin M, dan alpha 2 makroglobulin. Perubahan protein plasma inflamasi menunjukkan keberadaan dan intensitas inflamasi (Sacher, 2004).

Tahun 1960an menunjukkan hasil penelitian dan dalam kenyataan klinis bahwa pada setiap luka selalu terdapat hipoksia, dengan adanya oksigen merupakan faktor yang berperan dalam menentukan proses penyembuhan luka, pertahanan terhadap infeksi serta mempunyai efek yang baik terhadap aliran darah dan kelangsungan hidup jaringan yang iskemik (Rijadi, 2009).Pemberian oksigen untuk penyembuhan luka bisa didapatkan dari terapi oksigen hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik digunakan dalam perawatan penyembuhan luka. Selainn faktor yang mendasari (misalnya, penyakit pembuluh darah, gizi, infeksi, dan adanya jaringan nekrotik) harus segera ditangani secara bersamaan agar dapat mencapai kesembuhan yang baik dan kapasitas fungsional (Latham, 2012).Berdasarkan data di atas maka hal ini mendorong peneliti untuk melakuakn penelitian mengenai pengaruh terapi oksigen hiperbarik terhadap LED pada penyembuhan luka iris pada tikus putih galur Wistar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terapi oksigen hiperbarik menurunkan LED.

B. Rumusan MasalahApakah terapi oksigen hiperbarik menurunkan LED pada penyembuhan luka iris hari ke 3 pada tikus putih jantan galur Wistar?

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumMengetahui pengaruh terapi hiperbarik terhadap proses penyembuhan luka iris hari ke 3 pada tikus putih jantan galur Wistar.2. Tujuan KhususMengetahu pengaruh terapi hiperbarik terhadap penurunan LED pada penyembuhan luka iris hari ke 3 pada tikus putih jantan Wistar.

D. Manfaat Penelitian1. Manfaat teoritisDapat memperoleh pengetahuan teoritis tentang mekanisme pengaruh terapi hiperbarik terhadap penurunan LED pada penyembuhan luka iris hari ke 3 pada tikus putih jantan galur Wistar.2. Manfaat praktisDapat memberikan masukan bagi pelayanan kesehatan dalam mepercepat proses penyembuhan luka iris dengan terapi oksigen hiperbarik. Serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan terapi hiperbarik.