bab iii

22
BAB III LAKU PANAS DENGAN KONDISI NON-EKUILIBRIUM 3.1. Pengerasan Pengerasan adalah salah satu proses laku panas dengan kondisi non-equilibrium dan pendinginan berlangsung pada kondisi non- equilibrium, sehingga strukturmikro akan diperoleh adalah strukturmikro yang tidak equilibrium. Baja yang mempunyai kekerasan tertentu bergantung pada komposisi kimia terutama karbon. Semakin tinggi kadar karbon semakin keras dan dapat diperoleh dengan laku panas untuk memperoleh struktur martensit. Proses seperti tersebut dinamakan hardening. Proses hardening dilakukan dengan cara pemanasan baja hingga mencapai temperatur austenit, kemudian dipertahankan beberapa waktu, kemudian didinginkan dengan cepat. Dari proses tersebut menghasilkan martensit yang keras. Pada umumnya setelah proses hardening dilanjutkan dengan proses tempering. Pada baja dengan kadar karbon rendah kenaikan kekerasan setelah dihardening tidak berarti, maka pengerasan hanya dapat dilakukan dengan kadar karbon yang memadahi tidak kurang dari 0,3%C. Jadi makin tinggi kadar karbon, makin tinggi kekerasan yang dapat dicapai, tetapi sampai batas tertentu (±0,4%C) kekerasannya menjadi turun. Dalam hal ini terjadi karena dengan kadar karbon ( dalam austenit) semakin tinggi akan menyebabkan retained austenit makin banyak. Pada kondisi pemenasan tidak semua karbon dalam baja akan larut didalam austenit, tergantung pada tingginya temperatur pemanasan. Maka kekerasan yang terjadi setelah proses hardening banyak bergantung pada beberapa kondisi : tingginya temperatur austenit, homogenity austenit, laju pendinginan, kondisi permukaan logam, ukuran/berat logam dan hardenability dari logam itu sendiri. 3.2. Temperatur austeniting Temperatur austenit yang dianjurkan untuk melakukan hardening adalah 25-50 0 C diatas temperatur kritis A 3 untuk baja hypoeutektoid dan 25-50 0 C untuk baja hypereutektoid diatas temeperatur kritis A 1 3.3. Homogenity austenit

Upload: fayuang

Post on 24-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

material teknik 2

TRANSCRIPT

BAB IIILAKU PANAS DENGAN KONDISI NON-EKUILIBRIUM

3.1. Pengerasan Pengerasan adalah salah satu proses laku panas dengan kondisi non-equilibrium dan pendinginan berlangsung pada kondisi non-equilibrium, sehingga strukturmikro akan diperoleh adalah strukturmikro yang tidak equilibrium. Baja yang mempunyai kekerasan tertentu bergantung pada komposisi kimia terutama karbon. Semakin tinggi kadar karbon semakin keras dan dapat diperoleh dengan laku panas untuk memperoleh struktur martensit. Proses seperti tersebut dinamakan hardening.Proses hardening dilakukan dengan cara pemanasan baja hingga mencapai temperatur austenit, kemudian dipertahankan beberapa waktu, kemudian didinginkan dengan cepat. Dari proses tersebut menghasilkan martensit yang keras. Pada umumnya setelah proses hardening dilanjutkan dengan proses tempering. Pada baja dengan kadar karbon rendah kenaikan kekerasan setelah dihardening tidak berarti, maka pengerasan hanya dapat dilakukan dengan kadar karbon yang memadahi tidak kurang dari 0,3%C. Jadi makin tinggi kadar karbon, makin tinggi kekerasan yang dapat dicapai, tetapi sampai batas tertentu (0,4%C) kekerasannya menjadi turun. Dalam hal ini terjadi karena dengan kadar karbon ( dalam austenit) semakin tinggi akan menyebabkan retained austenit makin banyak. Pada kondisi pemenasan tidak semua karbon dalam baja akan larut didalam austenit, tergantung pada tingginya temperatur pemanasan. Maka kekerasan yang terjadi setelah proses hardening banyak bergantung pada beberapa kondisi : tingginya temperatur austenit, homogenity austenit, laju pendinginan, kondisi permukaan logam, ukuran/berat logam dan hardenability dari logam itu sendiri.

3.2. Temperatur austeniting Temperatur austenit yang dianjurkan untuk melakukan hardening adalah 25-500C diatas temperatur kritis A3 untuk baja hypoeutektoid dan 25-500C untuk baja hypereutektoid diatas temeperatur kritis A1

3.3. Homogenity austenit Pada pemanasan secara equilibrium dapat diperoleh struktur yang mempunyai komposisi homogen, karena pada proses pemanasan lambat, atom-atom dapat berdifusi secara sempurna sehingga dapat mencapai keadaan yang homogen. Jika sebaliknya pada proses pemanasan lebih cepat difusi yang terjadi belum menyeluruh, sehingga keadaan homogen masih belum tercapai. Sebagai contoh pada baja hypoeutektoid, pada waktu pemanasan mencapai temperatur kritis A1 diatas sedikit, maka pearlit mulai bertransformasi menjadi austenit dengan komposisi sekitar 0,8%C dan pada temperatur lebih tinggi, ferrit mulai menjadi austenit, tetapi austenit yang terjadi masih mengandung karbon sedikit. Setelah mencapai temperatur kritis atas masih ada austenit dengan komposisi yang tidak sama, kemudian diquenching akan akan menghasilkan martensit dengan kadar karbon tidak sama pula dan kemungkinan juga ada austenit yang tidak menjadi martensit. Untuk lebih homogen pada austenit, maka perlu diberi kesempata pada atom-atom untuk berdiffusi secara sempurna dengan cara diberi holding time untuk mencapai austenit yang homogen. Lama holding time bergantung pada laju pemanasan, makin tinggi laju memanasan, maka makin panjang holding time yang diberikan. Pemanasan dengan dapur listrik (laju pemanasan rendah), tidak memerlukan holding time yang panjang, karena diffusi sudah terjadi selama pemanasan yang mendekati temperatur austeniting.

3.4 Laju pendinginan Untuk memperoleh struktur sepenuhnya martensit, maka laju pendinginan harus dapat mencapai laju pendinginan kritis (critice cooling rate) CCR. Dengan laju pendinginan yang kurang dari CCR akan menjadikan sebagian austenit tidak bertransformasi menjadi martensit, tetapi menjadi struktur lain, sehingga kekerasan yang diperoleh tidak tercapai. Laju pendinginan yang terjadi pada benda kerja tergantung beberapa faktor : Media pendinginan (panas jenis, kondutivitas panas) Temperatur media pendingin Kuat sirkulasi/olahan pada media pendingin beberapa media Pendingin yang sering digunakan pada proses hardening menurut kekuatan pendinginannya Brine (air + 10% garam dapur) Air Salt bath (garam air, dipanaskan sampai mencair) Minyak/oli UdaraPada gambar 3.1`menunjukan perbandingan kemampuan pendingin dari bermacam media terhadap baja tahan karat dengan diameter dan panjang setengah inchi tanpa agitasi (agitasi kekuatan akan bertambah)

Gambar 3.1

3.5. Kondisi permukaan Jika baja berhubungan dengan udara terbuka (atmosfer) yang oksidasing dan saat berada didalam dapur pemanas masih mengandung uap air atau oksigen, maka akan terbentuk lapisan kulit yang terdiri dari oksid besi yang disebut terak (scale). Scale yang terbentuk tipis tidak jadi masalah, tetapi scale yang tebal (0,005 inchi) dapat mempengaruhi laju pendinginan. Pendinginan akan terhambat akan menyebabkan tidak tercapainya CCR, juga ada kemungkinan dari scale akan menyebabkan tidak meratanya permukaan yang satu dengan yang lain (terpecah dan terlepas scale), sehingga hasil kekerasan tidak sama. Cara pencegahan terjadinya scale : Copper plating, pelapisan permukaan dengan tembaga sebagai pelindung terhadap atmosfir Protective atmosphire, memasukan gas yang tidak bereaksi dengan baja kedalam dapur pemanas. Biasanya gas yang digunakan adalah: gas hidrogen, amoniak, gas hasil pembakaran gas hydrokarbon seperti methan dan propan (pembakaran gas dilakukan tersendiri diluar dapur pemanas Liquid salt pots (salt bath), pemanasan dilakukan didalam garam yang dicairkan yang bersifat netral terhadap baja Cast iron chips, baja yang dipanaskan ditimbun dengan kepingan kepingan besi tuang, sehingga oksigen yang masuk kedalam dapur pemanas akan terperangkap/bereaksi dengan besi tuang (tidak mencapai baja)

3.6. Ukuran dan berat logam Pada proses pendinginan permukaan benda kerja yang berhubungan langsung dengan media pendingin, maka rasio antara luas permukaan dengan berat benda kerja menjadi faktor penting dalam menentukan laju pendinginan. Luas permukaan merupakan fungsi dari bentuk geometris dan ukuran benda kerja. Rasio yang besar akan menjadikan laju pendinginan cukup tinggi. Sebagai contoh pada benda kerja bentuk pelat akan lebih cepat dingin dari pada bentuk bola., karena angka perbandingan luas permukaan per berat lebih besar. Benda yang lebih kecil akan lebih mudah menjadi artensit gambar 3.2

Gambar 3.2 I-T diagram pendinginan permukaan

3.7. Hardenebility Pada proses pembentukan martensit akan diperoleh dengan laju pendinginan kritis CCR tercapai dan kadar karbon mencukupi. Jika proses laju pendinginan lebih lambat dari CCR, maka jumlah martensit yang terbentuk akan berkurang dan yang terjadi sifat kekerasan berkurang gambar 3.3

Gambar 3.3 hubungan antara kadar karbon dalam austenit, martensit dan kekerasan

Hardenibility merupakan kemampuan baja yang dapat dikerasan hingga diperoleh martensit dengan kekerasan tertentu pada kedalaman tertentu. Kekerasan tertentu dapat dicapai jika baja dapat mencapai jumlah martensit tertentu dengan laju pendinginan tertentu. Sebuah benda kerja didinginkan dengan media tertentu,maka paling cepat menjadi dingin adalah bagian paling dekat permukaan atau laju pendinginan permukaan paling cepat dingin. Pada gambar 3.4 memperlihatkan kurva pendinginan beberapa titik pada kedalaman benda kerja. Kemudian kurva pendinginan diplot pada diagram transformasi CCT akan diperoleh bahwa bagian dekat permukaan mencapai CCR, sedang bagian lebih dalam tidak mencapai CCR (martensit makin kecil/kekerasan makin berkurang). Sebagai contoh yang dilakukan pada sebuah batang baja setelah mengalami quenching, kemudian dipotong dan diukur kekerasan dari titik paling luar ke titik paling dalam (arah pusat benda). Hasil pengukura kemudian diplot menghasilkan kurva distribusi kekerasan dari batang baja yang disebut hardness penetration atau harness treverse diagram

(a)(b)b)

(c)

Gambar 3.4 kurva : a)pendinginan berbagai posisi didalam batang berdiameter, b) pendinginan permukaan dan inti batang berdiameter diplot pada CCT, c) distribusi kekerasan pada penampang batang

Laju pendinginan pada benda kerja yang ukuran besar akan lebih lambat pendinginan dibandingkan dengan yang lebih kecil, sehingga permukaan bagian luar akan memperoleh kekerasan maksimum sedang benda kerja lebih cenderung memperoleh kekerasan hampir rata

3.7.1 Jominy hardenability testJominy merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui kekerasan suatu benda kerja setelah mengalami proses pemanasan yang dilanjutkan dengan proses pendinginan. Pengujian seperti ini dinamakan Jominy and-quenched hardenability test, karena menggunakan pada sebuah batang yang diquench pada salah satu ujungnya untuk di uji. Sebuah batang baja silindris ukuran 1 inchi panjang 4 inchi dipanaskan didalam pemanas (furnace) sampai temperatur austenit dan didiamkan pada temperatur austenit (holding time),kemudian dikeluarkan dari furnace. Setelah dikeluarkan benda kerja dicepit pada salah satu ujungnya sedang ujung lain disemprot dengan pancaran air yang keluar dari nozzel berdiameter inchi bertemperatur 240C dan jarak permukaan nozzel dengan ujung benda kerja inchi. Setelah dingin dengan temperatur ruang, selanjutnya ditest kekerasan sepanjang sisi silinder dan hasilnya dibuat grafik kekerasan terhadap jarak dari paling ujung sampai tengah. Korelasi sepanjang benda uji Jominy dan transformasi pendinginan kontinyu (CCT) seperti contoh pada gambar 3.5c diagram CCT untuk baja paduan curva pendingin empat posisi Jominy yang berbeda dan mikrostruktur yang dihasilkan masing-masing. Curva hardenibility untuk lima baja paduan yang berbeda mempunyai 0,4wt%C ditunjukakan pada gambar 3.5d. Profil kekerasan menunjukan adanya pengaruh laju pendinginan pada mikrostruktur. Pada ujung quenched, laju quench mendekati 6000C/det, 100% martensit untuk lima paduan. Untuk laju pendinginan lebih rendah 700C/det atau jarak Jominy lebih jauh diatas 6,4 mm, mikrostruktur baja 1040 domonasi pearlit dengan proetektoid ferrit. Strukturmikro empat baja paduan paling utama campuran martensit dan bainit, bainit akan bertambah dengan menurunnya laju pendinginan.

Gambar 3.5 pengujiana cara Jominy: a) dan b) bentuk dan ukuran benda uji , c) hasil pengukuran kekerasan dan kurva pendinginan, d) kurva beberapa jenis baja pada diagram kekerasan vs jarak ujung quenched(c)(d)

Gambar 3.6 hubungan kekerasan vs jarak quenching pada beberapa baja paduan

Kurva hardenability bergantung pada kandungan karbon seperti pada gambar 3.6 dan 3.7 yang konsentrasi pada baja paduan yang bervariasi. Kekerasan pada Jominy keadaan bertambah dengan konsentrasi pada karbon.

b)a)

Gambar 3.7 kurva : a)hardenability pada empat baja 8600 paduan menunjukan kandungan karbon, b) batas maksimum dan minimum

Selama quenching baja energi panas telah ditransfer ke permukaan sebelumnya,dapat menyebar ke media quenching. Sekwensinya laju pendinginan didalam dan keseluruhan didalam struktur baja menjadi bervariasi dengan posisi dan bergantung pada geometri dan ukuran. Gambar 3.8a dan 3.8b menunjukan laju quenching 7000C sebagai fungsi diameter batang silinder keadaan empat radial (permukaan, radius, radius dan pusat). Gambar 3.8a quenching yang diaduk pada air dan gambar 3.8b quenching diaduk pada oli.

Gambar 3.8 pendinginan a) dengan air, b) dengan oli

Pada baja paduan bentuk silinder yang telah diquenching , permukaan bergantung tidak hanya komposisi dan media quenching, tetapi juga diameter. Sifat mekanik pada baja yang telah diquenching dan selanjutnya ditempering yang juga fungsi dari diameter. Kejadian dapat ditunjukaan pada gambar 3.9 baja 4140 di quenching dengan oli diplot dengan kekuatan tarik, yield strength dan ductility versus temperatur tempering untuk empat macam ukuran diameter

Gambar 3.9 diagram a)temperatur vs tensile strength, b) temperatur vc yield strength, c) temperatur vc ductility3.7.2. Grossman hardenability Baja yang akan diuji kekerasan dengan metode Grossman adalah sejumlah benda uji berbentuk batang silindris dari berbagai diameter dengan panjang lima kali diameter. Benda uji dipanaskan hingga mencapai temperatur austenit selanjutnya diquenching didalam media pendingin tertentu. Setelah dingin benda uji di potong melintang dan diamati strukturmikro pada penampang, diukur kekerasan sepanjang penampang, kemudian diplot kurva penetrasi kekerasan seperti pada gambar 3.10.Dari hasil pengukuran/pengamatan mikrostruktur dicari pada bagian yang tepat 50% martensit dan diameter ini disebut diameter kritis D0. Dengan media pendingin dan kekuatan pendinginan (severety of quench) H tertentu Pada tabel menunjukan harga faktor intensitas pendinginan (seerity of quench) H dari beberapa media pendingin dan berbagai kekuatan agitasi. Makin tinggi intensitas pendingin makin besar harga diameter kritis pada baja dan harga tertinggi H = tak terhingga yaitu pada pendinginan ideal. Diameter kritis pada pendinginan ideal dinamakan diameter kritis ideal Di. Hubungan antara diameter kritis D0 dengan diameter kritis ideal Di seperti pada gambar 3.11. Diameter kritis ideal merupakan ukuran dari hardenability pada baja dan tidak tergantung pada kondisi pendinginan. Jika harga Di diperoleh, maka harga diameter kritis D0 pada kondisi berbagai pendinginan dengan harga H dapat diperoleh dengan seperti pada gambar 3.11 dan 3.12

Gambar 3.10 penetrasian baja seri 1040 dan baja 6140

Gambar 3.11 hubungan antara diameter kritis D0 dengan diameter kritis ideal Di

Gambar 3.12

3.8. Tempering Tempering baja adalah suatu proses dimana baja sebelumnya keras atau normal biasanya dipanaskan pada temperatur dibawah temperatur kritis dan didinginkan dengan laju pendinginan tertentu, terutama untuk menambah keuletan (ductility) dan ketangguhan (toughness), tetapi juga untuk menambah grain size of matrix. Baja ditemper dengan pemanasan kembali sesudah dikeraskan untuk mencapai nilai spesifik sifat mekanik dan juga untuk relieve quenching stress dan untuk menjamin dimensi yang stabil. Tempering biasanya digunakan untuk relieve stress dan mengurangi kekerasan seperti contoh selama pengelasan dan juga untuk relieve stress disebabkan oleh pembentukan dan machining.Prinsip variabelnya: Tempering temperatur Time at temperatur Cooling rate the tempering temperatur Composition of the steel, including carbon content, alloy content and residual elementsTempering dilakukan dengan proses pemanasan dibawah temperatur kritis kemudian ditahan beberapa waktu, kemudian didinginkan kembali. Dengan pemanasan kembali, martensit yang strutur metastabil berupa larutan padat jenuh (supersaturated) dimana karbon terperangkap dalam struktur BCT, akan mulai melepas karbon yang mengendap (precipitation).sebagai karbida besi, sedang BCT berangsur menjadi BCC (besi , ferrit).. Dengan lepasnya karbon, maka tegangan dalam struktur BCT akan berkurang. Beberapa hubungan empiris yang telah dibuat antara tensile strenght dan kekerasan pada tempering baja sepertinya pengukuran pada umumnya yang digunakan untuk mengevaluasi baja ditempering seperti pada gambar 3.13 yang menunjukan pengaruh temperatur tempering terhadap kekerasan, tensile strenght, yied strength, elongation dan reduction in area pada baja karbon (AISI 1050) dijaga waktu satu jam. Dapat dilihat bahwa kekerasan dan strength berkurang pada temperatur tempering bertambah. Keuletan, perpanjangan atau pengurangan luasan bertambah. Baja paduan medium 4340 sifat mekanik akan berubah setelah ditempering dengan media oli seperti pada gambar 3.14 dan 3.15

Gambar 3.13 efek dari tempering terhadap sifat mekanik pada baja 1050 berdiameter 38mm diquenching dalam air dengan komposisi 0,52%C, 0,93%Mn

Gambar 3.15 efek tempering diquenching dengan oli pada baja 4140 terhadap ketangguhan fungsi temperatur

Gambar 3.14 efek tempering diquenching dengan oli pada baja 4340

Dengan difusinya karbon dan elemen paduan untuk membentu karbida adalah temperatur dan waktu bebas. Efek dari waktu tempering pada kekerasan baja dengan karbon 0,82% bervariasi temperatur seperti pada gambar 3.16Pengaruh terhadap kandungan karbon pada sifat baja ditempering ditunjukan pada gambar 3.17 yang terkandung pada kekerasan terhadap 14 baja karbon yang ditempering dengan ring antara 2050sampai 7050C dan waktu dari 10 menit-24 jam. Pada gambar 3.18 menunjukan hubungan antara kekerasan maksimum dan kandungan karbon yang mampu dicapai pada quenching.

Gambar 3.16 efek terhadap waktu padaempet tempering temperatur

Gambar 3.17 hubungan antara kandungan karbon dan kekerasan

Gambar 3.18 hubungan antara kandungan karbon dan kekerasan

3.9. Austempering Austempering adalah proses laku panas yang dikembangkan langsung dari diagram transformasi isothermal (diagram I-T) untuk memperoleh struktur yang sepenuhnya bainit. Temperatur austempering prosesnya sama dengan temperatur pada annealing/hardening, bedanya pada pendinginan yang dilakukan dengan quenching samapai ketemperatur diatas MS dan didiamkan samapi

Gambar 3.19 diagram transformasi pendinginan austempering dengan konvensional

transformasi menjadi bainit semua. Sebagai media pendingin digunakan garam cair (salt bath) dengan temperatur 2000-4250C (tidak terjadi martensit). Hasil austempering mempunyai kekuatan/kekerasan (RC 45 55) dengan keuletan/ketangguhan tinggi. Gambar 3.19 memperlihatkan proses austempering yang membedakan antara proses quenching konvensional dengan austempering. Juga dapat dilihat austempering tidak memerlukan tempering sesudah quenching. Strutur akhir proses austempering adalah bainit, sedang dari hasil quenching dan tempering diperoleh martensit tempering. Perbandingan sifat mekanik dari quenching dan tempering dengan yang diaustempering pada baja seperti pada gambar 3.20 dan 3.21. Hasil proses austempering tidak terjadi adanya distorsi/retak sedangkan pada proses quenching dan tempering kemungkinan akan terjadi distorsi/retak dikarenakan adanya perbedaan temperatur antara permukaan dengan bagian dalam.

Gambar 3.20

Gambar 3.21

3.10. Martemperingan Proses martempering atau marquenching merupakan cara untuk menghindari terjadinya distorsi/retak pada pengerasan baja. Proses pelaksanaannya hampir sama dengan austeniting kemudian didinginkan cepat (quenching) dengan garam cair sampai temperatur sedikit diatas MS kemudian ditahan beberapa saat supaya temperatur sama bagian dalam dan luar. Sebelum mulai transformasi menjadi bainit segera dilakukan pendinginan dengan cara mengeluarkan dari cairan garam dan didinginkan di ruangan terbuka gambar 3.22a, b, c dan 3.23. Karena pendinginan udara dari temperatur diatas MS dan gradian temperatur sedikit, maka pembentukan martensit berlangsung pada seluruh benda kerja pada saat bersamaan, sehingga tidak akan timbul adanya keretakan/distorsi. Setelah transformasi menjadi martensit perlu dilanjutkan dengan tempering untuk mengembalikan sebagian keul etan/ketangguhan. Strukturmikro akhir dari martempering adalah tempered martensite.

Gambar 3.22

Gambar 3.23

3.10. Tegangan sisa Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang ada didalam benda kerja setelah hilangnya gaya yang bekerja. Terjadinya tegangan sisa akibat adanya deformasi plastik yang tidak uniform. Sebagaimana pada proses laku panas, deformasi yang tidak uniform dapat terjadi karena adanya gradien temperatur atau perubahan fase terutama pada saat pendinginan. Akibat adanya tegangan sisa dapat menimbulkan distorsi, retak atau rendahnya kemampuan menerima tegangan dari luar.Selama quenching pada logam/benda kerja terdapat gradien temperatur dan logam memuai dengan naiknya temperatur, maka terjadi perbedaan pemuaian dalam logam yang mengakibatkan adanya tegangan. Pada perubahan fase, seperti austenit FCC menjadi martensit BCT atau bainit atau pearlit, semua akan menyebabkan perubahan dimensi/volume, sehingga akan menimbulkan tegangan. Jika tegangan melampaui yield, maka akan terjadi plastik flow yang memungkinkan timbulnya distorsi, bahkan melampaui batas kekuatan dan terjadi retak. Dengan kemampuan terjadinya tegangan sisa sudah mengurangi kemampuan benda kerja menerima beban, sebelum benda menerima tegangan dari luar sudah ada tegangan, sehingga dengan bekerjanya tegangan dari luar maka benda kerja sudah mengalami tegangan yang melampaui yield atau batas patah. Bagaimana arah dan besarnya tegangan sisa terjadi suatu proses laku panas merupakan masalah sanangat komplek, karena dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama bentuk/ukuran benda kerja, hardenibility, koefisien perambatan panas dan muai panas, media pendinginan dll. Dan perlu diingat saat temperatur tinggi yield dan kekuatan patah menjadi rendah dan struktur yang terjadi misal : ferrit, pearlit, bainit dan martensit mempunyai sifat/keuletanyang berbeda, maka reaksi terhadap tegangan yang ada akan berbeda. Dengan demikian sangat penting untuk diperhatikan pada saat melakukan suatu proses laku panas, terutama pada proses pengerasan.