bab iii

6
BAB III ANALISIS KASUS Pasien dibawa ke RSOB dengan keluhan penurunan kesadaran dan tampak kuning. Selama satu bulan seelumnya pasien mengeluh mata tampak kuning, disertai rasa mual, dan cepat lelah, ini kemungkinan menunjukkan gejala prodromal dari infeksi virus. Karena gejala infeksi tidak virus adalah tidak spesifik maka dapat dipikirkan bebagai penyebab infeksinya, namun dengan adanya jaundice maka kemungkinan tersebut dapat dipersempit menjadi infeksi pada organ hepar yang disebabkan oleh virus hepatitis, kemungkinan lainnya dapat berupa drug/alcohol induced liver injury, atau penyebab infeksi lain seperti leptospira, candida, brucella, dan mycobacteria, dan pneumocystis. Pemeriksaan yang dapat menyingkirkan penyebab lainnya dari keluhan yang serupa adalah pemeriksaan serologis, yang sudah dilakukan tanggal 9 Januari 2015 (masa perawatan pertama) dengan hasil HbsAg (+). Infeksi virus hepatitis biasanya didahului dengan fase prodromal yang ditandai dengan adanya gejala kontitusional. Gejala-gejala konstitusional tersebut dapat berupa anorexia, nausea, vomitus, fatigue, malaise, athragia, cephalgia, photophobia, pharyngitis, batuk dan coryza, gejala-gejala ini biasanya muncul 1-2 minggu lebih dahulu dari onset jaundice. Nausea, vomitus dan anoreksia biasanya berhubungan dengan perubahan olfaktoris dan gustatoris. Demam bukan gejala yang harus 41

Upload: andrewsiahaan90

Post on 27-Sep-2015

218 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

HE

TRANSCRIPT

BAB IIIANALISIS KASUS

Pasien dibawa ke RSOB dengan keluhan penurunan kesadaran dan tampak kuning. Selama satu bulan seelumnya pasien mengeluh mata tampak kuning, disertai rasa mual, dan cepat lelah, ini kemungkinan menunjukkan gejala prodromal dari infeksi virus. Karena gejala infeksi tidak virus adalah tidak spesifik maka dapat dipikirkan bebagai penyebab infeksinya, namun dengan adanya jaundice maka kemungkinan tersebut dapat dipersempit menjadi infeksi pada organ hepar yang disebabkan oleh virus hepatitis, kemungkinan lainnya dapat berupa drug/alcohol induced liver injury, atau penyebab infeksi lain seperti leptospira, candida, brucella, dan mycobacteria, dan pneumocystis. Pemeriksaan yang dapat menyingkirkan penyebab lainnya dari keluhan yang serupa adalah pemeriksaan serologis, yang sudah dilakukan tanggal 9 Januari 2015 (masa perawatan pertama) dengan hasil HbsAg (+). Infeksi virus hepatitis biasanya didahului dengan fase prodromal yang ditandai dengan adanya gejala kontitusional. Gejala-gejala konstitusional tersebut dapat berupa anorexia, nausea, vomitus, fatigue, malaise, athragia, cephalgia, photophobia, pharyngitis, batuk dan coryza, gejala-gejala ini biasanya muncul 1-2 minggu lebih dahulu dari onset jaundice. Nausea, vomitus dan anoreksia biasanya berhubungan dengan perubahan olfaktoris dan gustatoris. Demam bukan gejala yang harus ada dari fase prodromal, demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (38-39oC) biasanya lebih sering ada pada infeksi virus hepatitis A dan E, dibanding dengan infeksi virus hepatitis B atau C, kecuali jika didahului oleh serum-sickness syndrome. Saat masuk juga pesien tampak sesak dengan respiratory rate 44 x/menit, hal ini dapat menujukkan adanya infeksi paru yang memperberat gejala.Selama 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mulai mengeluhkan kuning yang semakin terlihat jelas, demam yang tinggi, nyeri perut kanan atas, buang air kecil berwarna seperti teh. Dengan munculnya clinical jaundice, biasanya gejala konstitusional prodromal akan menghilang, namun pada sebagian pasien, penurunan berat badan yang ringan (2,5-5 kg) sering terjadi dan geja-gejala prodromalnya akan tetap ada sepanjang fase ikterik. Hepar akan membesar dan nyeri karena peregangan kapsula glisoni dan menyebabkan adanya nyeri perut kanan atas dan rasa tidak nyaman. Jarang terjadi, pasien memiliki gejala kolestasis, menunjukkan adanya obstruksi bilier ekstrahepatik. Splenomegali dan limfadenopati terjadi pada 10-20% pasien.Pasien sudah menunjukkan adanya gangguan neuropsikologis tahap awal selama 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, yaitu ditandai dengan adanya gangguan siklus tidur dan bangun dan selama 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mulai tampak mengantuk. Dengan adanya gangguan kesadaran yang memburuk secara progresif dapat dipertimbangkan beberapa penyebabnya dari gangguan serebrovaskuler, meningitis dan ensefalitis, hipoglikemia, uremia, anoksia serebral, neoplasma dan ensefalopati hepatic. Sesuai dengan anjuran EASL dan AASL tahun 2014 yang mengaakan bahwa diagnosis dari ensefalopati hepatikum dapat ditegakkan degan menyingkirkan penyebab lain maka ensefalopati hepatikum merupakan pilihan terakhir. Penurunan kesaran tanpa ada faktor resiko vaskuler seperti tidak adanya riwayat hipertensi, dyslipidemia ataupun merokok sedikitnya dapat menyingkirkan adanya penyebab serebrovaskuler, dengan ditambah pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelemahan motorik ataupun defek nervus cranialis menunjang hal tersebut, namun untk lebih pastinya dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan. Infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis dan ensefalitis bisa disingkirkan dari pemeriksaan fisik dan anamnesis, meskipun dapat diperjelas dengan pemeriksaan punksi lumbal. Hipoglikemia disingkirkan dengan adanya pemeriksaaan gula darah sewaktu yang bernilai 78 mg/dL. Uremia disingkirkan dengan riwayat penyakit yaitu tidak adanya penyakit ginjal kronik yang diderita ataupun penyebab gagal ginjal akut yang diketahui seperti adanya kekurangan cairan dari muntah atau mencret yang hebat, pemeriksaan penunjang juga ditemuak kadar ureum yang masih dalam batas normal. Anoksia serebral belum bisa disingkirkan karena pada pemeriksaan penunjang analisis gas darah ditemukan tanda-tanda anoksia namun dengan saturasi sampel dibawah 90% hasilnya dapat meragukan. Ensefalopati hepatikum dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan tanda-tanda infeksi virus hepatits yang diderita sebelumnya, diamana ensefalopati hepatikum merupakan salah satu komplikasi penyakit ini, ditemukan pula adanya gangguan neuropsikiatri yaitu gangguan siklus tidur dan bangun serta adaya mengantuk, pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya jaundice yang dapat diamati dari seklera sampai telapak tangan, tanda-tamda sirosis hepatis yaitu hepar teraba keras dengan tepi yang tajam, dan terasa nyeri pada penekanan, serta adanya palmar eritem. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya gangguan fungsi hepar, gambaran sirosis hepatis, splenomegali dan acites, serta adanya kolesitsitis. Dalam ensefalopati hepatikum digolongkan menjadi beberapa kelas berdasarkan West Haven Criteria dan ISHEN criteria, dimana kriteria grading yang digunakan adalah berdasarkan tingkat kesadaran pasien, dimana pasien ini pada waktu masuk tergolong Grade II WHC atau Overt Hepatic Encepahlopathy (OHE) menurut kriteria ISHEN. Maka jika dijabarkan karakteristik HE pasien adalah HE tipe C Grade II Episodic, Dipresipitasi oleh infeksi paru

Pemeriksaan penunjang yang dipakai pada pemeriksaan ensefalopati hepatikum umumnya hanya untuk menyingkirkan diagnose banding lainnya dan mencari faktor presipitasi dari HE.

AASL dan EASL dalam guideline tahun 2014 menetapkan 4 tujuan dalam terapi HE, (1) Terapi supportif, (2) mencari dan melakukan koreksi terhadap fakror presipitasi, (3) menyingkirkan dan melakukan tatalaksana perhadap penyebab gangguan kesadaran lain, dan (4) Memulai tatalaksana empiris dari HE. Penatalaksanaan HE ditargetkan terutama untuk menurunkan kadar ammonia dalam darah, untuk mencegah kerusakan dari neuron otak yang berakibat pada edena serebri. Lini perrtama dari terapi HE adalah penggunaan disakarida non-absorbable, contohnya laktulosa, mekanisme kerjanya adalah sebagai laksatif osmotic yang menyebabkan ammonia tidak sempat dibentuk dalam usus. Selain itu laktulosa menyebabkan proses asidifikasi lumen usus yang nantinya menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bakteri yang membentuk ammonia dan menyuburkan bakneri nonamoniagenik. Lini kedua adalah menggunakan antibiotic yang penyerapannya dalam usus buruk seperti rifaximin, neomisin, mekanisme kerjanya terutama mensupresi pertubuhan bakteri dalam usus. Selain itu diet protein juga diatur kadarnya.42

41