bab iii

20
BAB III TINJAUAN PUSTAKA SIROSIS HEPATIS Definisi Sirosis hepatis (liver cirrhosis) merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Yunani scirrhus yang artinya warna orange atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat otopsi. Banyak bentuk kerusakna hati yang ditandai fibrosis. Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya ireversibel. WHO memberikan batsan histologis sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat difus, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang abnormal. Progresivitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. 5 Epidemiologi Sirosis hati di jumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Kejadian sirosis hepatis untuk tiap negara berbeda- beda. Menurut SPELLBERG, SCHIFF; kejadian di Cma, Ceylon dan India berkisar antara 4 - 7 %, di Afrika Timur 6,7 %, di Chili 8,5 % dan di Amerika Serikat ditemukan 2 - 4 % dari hasil otopsi. Kejadian sirhosis hati di Yogyakarta menurut ARYONO ;

Upload: saputra-tri-nopianto

Post on 11-Dec-2014

36 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

ghsd

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

SIROSIS HEPATIS

Definisi

Sirosis hepatis (liver cirrhosis) merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati.

Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa

Yunani scirrhus yang artinya warna orange atau kuning kecoklatan permukaan hati yang

tampak saat otopsi. Banyak bentuk kerusakna hati yang ditandai fibrosis.

Batasan fibrosis sendiri adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti

kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dalam hati. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati

bersifat reversibel. Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya

ireversibel.

WHO memberikan batsan histologis sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat

difus, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang

abnormal. Progresivitas kerusakan hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa minggu

sampai beberapa tahun.5

Epidemiologi

Sirosis hati di jumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Kejadian sirosis hepatis

untuk tiap negara berbeda-beda. Menurut SPELLBERG, SCHIFF; kejadian di Cma, Ceylon

dan India berkisar antara 4 - 7 %, di Afrika Timur 6,7 %, di Chili 8,5 % dan di Amerika

Serikat ditemukan 2 - 4 % dari hasil otopsi. Kejadian sirhosis hati di Yogyakarta menurut

ARYONO ; selama observasi 6 tahun (1969 - 1974) ditemukan 5,35 % dari seluruh penderita

yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Pugeran Yogyakarta. Berdasar

pengamatan penulis selama 9 tahun (1966 - 1974) ditemukan 5,2 % dari seluruh penderita

yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Di RSUP

Padang menurut YULIUS dan HANIF selama tahun 1968 - 1972 ditemukan 39,3% penderita

sirosis dari seluruh penderita penyakit hati. 6

Klasifikasi

Kalsifikasi morfologi

Kalsifikasi morfologi jarang dipakai karena sering tumpang tindih satu sama lain.

Sirosis mikronoduler-nodul berbentuk uniform, diamter kurang dari tiga milmeter.

Penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemokromatosis, obstruksi billier, obstruksi vena

Page 2: BAB III

hepatika. Sirosis makronoduler- nodul bervariasi dengan diamter lebih dari tiga milimeter.

Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi alfa1antritripsin,

sirorosis bilier. Sirosis campuran antara makronouler dan mikronoduler.6

Klasifikasi etiologi

Sebagian besar jenis sirosis dapat dikalsifikasikan secara etiologis menjadi7:

1. Alkoholik

2. Kriptogenik dan post hepatitis

3. Biliaris

4. Kardiak

5. Metabolik, keturunan dan terkait obat.

Dinegara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama kaibat

Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B

menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20%

penyebabnya tidak diketahui.7

Patofisiologi Fibrosis

Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbanagn antara produksi matriks

esktarselular dan proses degenerasinya. Matriks esktraseluler terdiri dari jaringan ikat

kolagen, glikoproetin dan proteoglikan. Sel-sel stelata, berada dalam ruangan perisinusoidal,

merupakan sel penting untuk produksi matriks ekstraseluler. Sel stelata dapat mulai diaktifasi

menjai sel pembentuk kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Seperti faktor yang dilepaskan

oleh sel hepatosit, sel Kupfer dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati. Sebagai

contoh peningkatan kadar TGF B-1 (dijumpai pada pasien hepatitis C) akan merang sel

stelata untuk memproduksi kolagen.

Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse(ruang antara hepatosit dan sinusoid)

dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi sinusoid. Sel sel

stelata yang aktif juga mempunyai sifat konstriksi. Kapilarisasi sinusoid dan konstriksi dapat

memacu hipertensi portal.6

Manifestasi Klinis dan Temuan Klinis

Manifestasi klinis

Page 3: BAB III

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga terkadang ditemukan saat pada

waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karenakelainan penyakit lain.

Gejala awal sirosis kompensata bersifat non spesifik seperti perasaan mudah lelah dan lemas,

mual dan muntah, anoreksia, berat badanberkurang, dan pada laki-laki dapat terjadi

impotensi, testis mengecil, sampaihilangnya dorongan seksualitas.

Gejala-gejala lebih menonjol jika sudah terjadi sirosis dekompensata ,terutama bila

muncul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputihilangnya rambut badan,

gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi, gangguanpembekuan darah, perdarahan gusi,

epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus,muntah darah, melena, serta perubahan mental,

meliputi mudah lupa, sukarkonsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.7

Temuan Klinis

Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider

telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering

ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada

anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa

ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat,

walaupun ukuran lesi kecil.

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal

ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini juga tidak

spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan

keganasan hematologi.Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal

dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan

akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang

lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.

Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri. Kontraktur

Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan

dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa

ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga

mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae

laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga

hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke

arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira

Page 4: BAB III

fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik

bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan

nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau

napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat

pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat

bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin

terlihat gelap seperti air teh.

Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepakngepak dari tangan,

dorsofleksi tangan.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:

1. Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar

2. Batu pada vesika felea akibat hemolisis

3. Pembesaran kelenjar parotis terutama sirosis alkohlik, hal ini akibat sekunder infiltrasi

lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan

tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).

Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:8

1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang

menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit

dan tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan

sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit

(Price, 2006).

2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis.

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk

pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan

tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya

asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).

3. Hati yang membesar.

Page 5: BAB III

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar

sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan

(Price, 2006).

4. Hipertensi portal.

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas

nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran

darah melalui hati (Price, 2006).

Hipertensi Portal

Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan vena porta yang menetap diatas

normal yaitu 6 – 12 cm H2O. Tanpa memnadng penyakit yang mendasarinya, mekanisme

primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatn resistensi terhadap aliran darah melalui

hati. Pembebanan berlebihan sistem porta ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna

menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan balik pada sistem porta menyebabkan

splenomegali dan bertanggung jawab atas timbulnya asites.

Asites merupakan penimbunan cairan intraperitonial yang mengandung sedikit

protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler

usus dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.

Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat

pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan

dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus).

Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdoemn dan timbulnya

sirkluasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa)

Pemeriksaan Laboratorium

Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.

Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine berkurang, dan pada penderita

yang berat ekskresinya kurang dari 3 mEq (0,1 g).

Tinja

Mungin terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah.

Page 6: BAB III

Darah

Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang

dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau

karena spienomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal

maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai lekopeni bersamaan dengan adanya

trombositopeni. Waktu protrombin memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun

telah diberi pengobatan dengan vitamin K. Gambaran sumsum tulang terdapat

makronormoblastik dan terjadi kenaikan plasma sel pada keadaan kenaikan kadar globulin

dalam darah.6

Tes Faal Hati

Tes faal hati pada sirosis, SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST

lebih meningkat daripada ALT. Alkali fosfatase, kurang dari 2-3 kali bats normal. Gamma

glutamil transpeptidase (GGT), konsetrasinya sperti halnya alkalifosfatse pada penyakit hati,

konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik. Bilirubin meningkat pada fase

dekompensata.

Albumin sintesisnya dijaringan hati, konsetrasinya menurun sesuai perburukan hati.

Globulin, onsetrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri

dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.7

Page 7: BAB III

Gambar. Gejala Klinik Sirosis Hati

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya

hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di

hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit.

Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati

tumpul. Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan

hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

Selain itu juga USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan

pelebaran vena portaserta skring adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.6

Diagnosis

Pada stadium kompensata sempuran terkadang sangat sulit menegakan diagnosis

sirosis hepatis pada saat ini penegakan diagnosa sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik,

laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksan biopsi hati atau

laparoskopi.7

Page 8: BAB III

Komplikasi

Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: Edema dan asites, SBP, Perdarahan

saluran cerna, Sindroma hepato-renal, Sindroma hepato-pulmoner, Hipersplenisme, dan

Kanker hati.

Asites9

Definisi

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum, asites dapat

disebabkan oleh bayak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum

dapat terjadai melalui dua mekanisme yaitu transudasi dan eksudasi. Asites yang ada

hubungnya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan

cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.

Patofisiologi

Tertimbunya cairan didalam rongga peritoneum merupakan manifestasi dari kelebihan

garam/natrium dan air secara total dalam tubuh, tetapi tidak diketahui secara jelas faktro

pencetusnya. Terbentuk asites merupakan suatu proses patofisiologis yang kompleks dengan

melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukan diterangkan dalam 3 hipotesis

berdasarkan temuan eksperimental dan klinik sebagai berikut.

1. Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah

terjadainya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splansik vaskular bed

disebabkan hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler

kalpiler splanknik dengan akibat menurunya volume darah efektif dalam sirkulasi.

Penurunan volume efektif intravaskular direspon oleh ginjal untuk melakukan

kompensasi dengan menahai air dan garam lebih banyak melalui renin-aldosteron-

simpatis dan melepaskan hormon antodiuretik aldosteron lebih banyak.

2. Teori overflow mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah

retesni air dan garam yang berlebihan tanpa disertai penuruna volume darah efektif.

3. Teori vasodilatasi arteri perifer dapat menyatukan dua teori tersebut. Menurut teori

ini , faktor pembentukan asites yang amat penting adalah hipertensi porta sebagai

faktor lokal dan gangguan fungsi ginjal sebagai fakotr sistemik. Akibat vasokontriksi

dan fibrotisasi terjadi peningkatan resistensi sistem porta dan terjadi hipertensi porta.

Peningkatan resistensi porta diimbangi dengan vasodilatasi spalnknik bed oleh

vasodilator endogen. Peningkatan resistensi sistem porta yang diikuti peningkatan

aliran darah akibat vasodilatasi splanknik bed menyebabkan hipertensi porta menetap.

Page 9: BAB III

Hipertensi porta akan meningkatkan tekan transudasi terutam disinusoid dan

selanjutnya kapiler usus. Transudat akan terkumpul di peritoneum.

Hipoalbuminemia, walupun hipertensi portal sangat berperan dalam pembentukan

asites deang terjadinya peningkatan tekaan hidrostatik pada pembuluh darah kapiler

splanknik, makan hipoalbuminemia juga mempunyai peranmelalui tekanan onkotik

plasmamenurun sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ronga peritoneum

Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)6

Cairan dalam rongga perut merupakan tempat ideal untukpertumbuhan kuman. Dalam

keadaan normal, rongga perut hanyamengandung sedikit cairan, sehingga mampu

menghambat infeksi danmemusnahkan bakteri yang masuk ke dalam rongga perut (biasanya

dariusus), atau mengarahkan bakteri ke vena porta atau hati, di mana merekaakan dibunuh

semua. Pada sirosis, cairan yang mengumpul dalam peruttidak mampu lagi untuk

menghambat invasi bakteri secara normal. Selainitu, lebih banyak bakteri yang mampu

mendapatkan jalannya sendiri dariusus ke asites. Karena itu infeksi dalam perut dan asites ini

disebutsebagai peritonitis bakterispontan (spontaneous bacterial peritonitis) atauSBP. SBP

merupakan komplikasi yang mengancam jiwa pasien.Beberapa pasien SBP ada yang tidak

mempunyai keluhan sama sekali,namun sebagian lagi mengeluh demam, menggigil, nyeri

abdomen, rasatak enak di perut, diare dan asites yang memburuk.

Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) dibagi menjadi tiga subkelompok: (1)

peritonitis bakteri spontan didefinisikan jika positif ditemukanbakteri dalam asites, bersama

dengan leukosit polimorfonuklear yangmeningkat dalam ascites (> 250 sel/mm3).

Mikroorganisme yangmenyebabkan SBP terdapat dalam 60% -70% kasus. (2) Kultur

negatifasites neutrocytic (Culture-negative neutrocytic ascites , CNNA) ,penimbunan cairan

(asites) steril, infeksi bakteri tidak dapat dibuktikandengan kultur, hanya peningkatan jumlah

leukosit polimorfonuklear diatasbatas 250 sel/mm3 yang terlihat. Jika sampel asites

mengandung darah,SBP diagnosis dibuat dengan menemukan lebih dari satu

granulositneutrophilic per 250 eritrosit. (3) Monomicrobial non-neutrocyticbacterascites

(hanya bacterascites) jarang dijelaskan. Pada gangguan ini,positif kultur bakteri tidak disertai

dengan peningkatan leukosit. Hal inibiasanya terungkap dalam Child-Pugh pasien kelas A.

Pemulihan daribacterascites dapat terjadi secara spontan (pada 60% -80%), atau

dapatberkembang menjadi SBP khas. Bacterascites cukup sering tanpa gejala,dan antibiotik

digunakan hanya jika gejala muncul dan temuan kulturpersisten.

Page 10: BAB III

Perdarahan Varises Esofagus6

Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat alirandarah dari usus yang

kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkantekanan dalam vena porta (hipertensi

portal). Sebagai hasil peningkatanaliran darah dan peningkatan vena porta ini, vena-vena di

bagian bawahesofagus dan bagian bawah atas lambung akan melebar, sehingga timbulvarises

esofagus dan lambung. Semakin tinggi tekanan portalnya.Semakin besar varisesnya, dan

makin besar kemungkinannya pasienmengalami perdarahan varises (Hernomo,

2007).Hipertensi portal adalah peningkatan patologis dalam gradientekanan portal (perbedaan

antara tekanandalam vena portal dan venacava inferior). Hal ini terjadi karena peningkatan

aliran darah portal ataupeningkatan resistensi vaskuler atau kombinasi keduanya. Pada

sirosishepatis, faktor utama yang menyebabkan hipertensi portal adalahpeningkatan resistensi

aliran darah portal dan kemudian berkembangmenjadi peningkatan aliran darah

portalPerdarahan varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yangcepat, dapat berakibat

fatal. Keluhan perdarahan varises bisa berupamuntah darah atau hematemesis. Bahan yang

dimuntahkan dapatberwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti kopi (

coffeegrounds appearance)akibat efek asam lambung terhadap darah.Buangair besar

berwarna hitam dan lembek (melena) dan keluhan lemah danpusing pada saat posisi berubah

( orthostatic dizziness atau fainting),yang disebabkan penurunan tekanan darah mendadak

saat melakukanperubahan posisi berdiri dari berbaring. Perdarahan juga dapat timbul

darivarises manapun dalam usus. Misalnya dalam kolon, meskipun ini jarangterjadi.

Meskipun belum jelas mekanismenya, pasien yang masuk rumah sakit dengan perdarahan

aktif varises esofagus, berisiko tinggi untukmengalami PBS.

Enselopati Hepatik6

Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akandigunakan oleh bakteri-

bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini,beberapa bahan akan terbentuk dalam

usus.Bahan-bahan ini sebagianakan terserap kembali ke dalam tubuh. Beberapa diantaranya

misalnyaamonia, berbahaya terhadap otak. Dalam keadaan normal, bahan-bahantoksik

dibawa dari usus lewat vena porta masuk ke dalam hati untukdidetoksifikasi (Hernomo,

2007).Pada sirosis, sel-sel hati tidak berfungsi normal, baik akibatkerusakan maupun akibat

hilangnya hubungan normal sel-sel ini dengandarah. Sebagai tambahan , beberapa bagian

darah dalam vena portatidak dapat masuk ke dalam hati, tetapi langsung masuk ke vena yang

lain(bypass). Akibatnya, bahan-bahan toksik dalam darah tidak dapat masukke dalam hati.

Sehingga terjadi akumulasi bahan ini di dalam darah.Apabila bahan-bahan ini terkumpul

cukup banyak, fungsi otak akanterganggu. Kondisi ini disebut enselopati hepatik. Tidur lebih

Page 11: BAB III

banyak padasiang dibanding malam ( perubahan pola tidur) merupakan tanda awaenselopati

hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudahtersinggung, tidakmampu berkonsentrasi, atau

menghitung, kehilangan memori, bingung,dan penurunan kesadaran secara bertahap.

Akhirnya enselopati hepatikyang berat dapat menimbulkan koma dan kematian (Hernomo,

2007).Bahan-bahan toksik ini juga menyebabkan otak pasien sangatsensitif terhadap obat-

obatyang normalnya disaring dan didetoksifikasidalam hati. Dosis berapa obat tersebut harus

dikurangi untuk menghindariefek toksik yang meningkat pada sirosis, terutama obat

golongan sedatifdan obat tidur. Sebagai alternatif, dapat dipilih obat-obat yang lain yangtidak

didetoksifikasi atau dieliminasi lewat hati namun lewat ginjal. Ada tigatipe enselopati hepatik

yang mendasari : tipe A, askibat gagal hati akut;tipe B, akibat pintasan porto-sistemik tanpa

sirosis dan tipe C, akibatpenyakit hati kronik atau sirosis dengan atau tanpa pintasan porto-

sistemik. Dalam beberapa penelitian Enselopati hepatikum dikaitkan denganstatus gizi.

Peneltian soros dkk dengan metode prospektif mengevaluasiEnselopati hepatikum pada 128

pasien dengan sirosis hepatis dariberbagai etiologi. Enselopati hepatikum ini dievaluasi

denganmenggunakan kriteria West Haven dan dua tes psikometri (numberconnection test A

dan B). Enselopati hepatikum didefinisikan sebagaienselopati hepatikum terbuka menurut

kriteria West Haven dan / ataunumber connection test A dan / atau B > 3 standar deviasi dari

populasiumum. Status gizi dievaluasi dengan pengukuran BMI dan antropometriserta

estimasi perubahan berat terakhir. Malnutrisi didefinisikan sebagaipengukuran antropometri

bawah persentil ke-5 sesuai dengan nilai-nilaistandar untuk populasi umum dan / atau BMI <

20 kg/m2Kalaitzakisdan / ataupenurunan berat badan ≥ 5% -10% dalam 3-6 bulan

sebelumnya. Penyakitdiabetes melitus juga dinilai dengan pengukuran glukosa puasa. Dari

hasil peneltian 40% dari pasien tersebut kekurangan gizi, 26% menderita diabetes, dan 34%

enselopati hepatikum. Pasien denganmalnutrisi lebih sering menderita enselopati hepatikum

dibandingkandengan mereka yang tidak kekurangan gizi (46% vs 27%, P = 0,031).Dalam

analisis multivariat, waktu yang dibutuhkan untuk melakukannumber connection test A

secara independen berkorelasi dengan umur,keparahan sirosis dinyatakan dalam skor Child-

Pugh, diabetes danmalnutrisi. Dalam penelitian ini mereka tidak melaporkan seberapa

banyakpasien memiliki diabetes mellitus. Namun, risiko diabetes mellitus telahdilaporkan

meningkat pada pasien dengan sirosis karena hepatitis C danmayoritas pasien yang terdaftar

dalam studi ini 56% memiliki sirosis virus.Oleh karena itu tidak diketahui apakah pasien

dengan enselopatihepatikum memiliki proporsi yang lebih tinggi memiliki

diabetesdibandingkan dengan pasien tanpa enselopati hepatikum.

Page 12: BAB III

Penatalaksanaan7

Siorsis merupakan penyakit yang ireversibel. Oleh karena itu, terapinya ditujukan untuk

mengurangi proses penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan

hati, pencegahan dan penanganan kompilkasi.

Penatalaksanaan sirosis kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi:

1. Menghilangkan etiologi dari sirosis, misalnya:

- Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik.

- Pemberian asetaminofen, kolkisin dan obat herbal yang dapat menghambat

kolagenik.

- Pada hepattis autoimun, bisa diberiakn steroid atau imunosupresif.

- Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi

menjadi normal dan diulang sesuia kebutuhan.

- Penyakit hati non alkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis.

- Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin(analog nuklesida) merupakan

terapi utama. Lamivudin diberiakn 100 mg secara oral setiap hari selama satu

tahun. Interferon alfa diberiakn secara suntikan subkutan 3 MIU, 3x1 minggu

selama 4-6 bulan.

- Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara subkutan dengan dosis 5 MIU, 3x1 minggu

dan kombinasi ribavirib 800-1000 mg/selama 6 bulan.

2. Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon, kolkisin,

metrotreksat, vitamin A dan obat herbal sedang dalam peneltian.

Penatalaksanaan sirosis dekompensata

1. Asites

- Tirah baring

- Diet rendah garam : sebanyak 5.2 gram atau 90 mmol/hari

- Diuretik : spironolakton 100-200 mg/hari

Respon diuretik bisa dimonitor dengan penuruna BB 0,5 kg/hari (tanpa edema

kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana pemberian spironolakton

tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari(max. 160

mg/hari).

Page 13: BAB III

- Parasintesis dilakukan bila sites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan pemberian

albumin.

2. Peritonitis bakterial spontan

Diberiakn antibiotik, seperti sefotaksim IV, amoksisilin atau aminoglikosida.

3. Varises esofagus

- Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat penyekat beta(propanolol)

- Waktu perarahn akut bisa deberikan preparat somatostatin atau oktreoid,

diteruskan dengan tindakan skleroskopi atau liagasi endoskopi.

4. Enselofati hepatik

- Laktusa, untuk mengelurakan amonia

- Neomisi, untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia

- Diet rendah protein 0.5 gram/kgBB/hari.

Prognosis

Berikut kalsifikasi Child-Pugh yang dapat digunakan untuk prognosis pasien sirosis.

Terbagi dalam; Child A yang mempunyai prognose baik. Child B yang mempunyai prognose

sedang, dan Child C yang mempunyai prognose buruk, yang dapat dilihat pada tabel di

bahwa ini.6

Tabel. Klasifikasi Menurut Kriteria Child

A B C

1. Asites Negatif Dapat terkontrol Tidak dapat dikontrol

2. Nutrisi Baik Sedang Jelek

(85%) (70 - 85 %) (70 %)

3. Kelainan Neurogis Negatif Minimal Lanjut

4. Bilirubin (mg %) ≤ 1,5 1,5 – 3 ≥ 3

5. Albumin (gr %) ≥ 3,5 3,0 – 3,5 ≤ 3,0