bab iieprints.unpam.ac.id/1881/3/bab ii.docxweb viewmenurut jensen dan meckling dalam (siregar dan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Sinyal
Teori sinyal menurut Prasiwi (2015:35) menekankan kepada pentingnya
informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di
luar perusahaan. Informasi merupakan unsur yang paling penting bagi investor
dan pelaku bisnis, karena menyajikan keterangan, catatan dan gambaran baik
untuk keadaan masa lalu, sekarang dan masa depan bagi kelangsungan hidup
suatu perusahaan.
Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana sebuah perusahaan
seharusnya memberikan sinyal kepada pihak luar perusahaan. Sinyal tersebut
dapat dikatakan sebagai laporan keuangan tahunan perusahaan. Laporan keuangan
hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan informasi yang
penting untuk diketahui oleh pengguna laporan keuangan.
Dengan adanya teori sinyal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak
manajemen perusahaan khususnya perusahaan yang telah go public pasti
memberikan informasi kepada para investor, sehingga investor dapat mengetahui
keadaan perusahaan dan prospek dimasa depan. Dalam hal ini tindakan tax
avoidance yg dilakukan manajemen diharapkan dapat memberikan sinyal positif
kepada pihak investor yang akan meningkatkan keuntungan pemegang saham.
10
2.1.2 Teori Keagenan
Menurut Jensen dan Meckling dalam (Siregar dan Widyawati, 2016:3)
teori keagenan menyatakan bahwa antara manajemen dan pemilik mempunyai
kepentingan yang berbeda. Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan
kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan (Lambert dalam Siregar dan
Widyawati, 2016:3). Model keagenan merancang sebuah sistem yang melibatkan
kedua belah pihak, sehingga diperlukan kontrak kerja antara pemilik (principal)
dan manajemen (agent). Kesepakatan tersebut diharapkan dapat memaksimumkan
untilitas principal dan dapat menjamin agen untuk menerima reward dari hasil
aktivitas pengelolaan perusahaan. Perbedaan kepentingan antara pemilik dan
manajemen terletak pada memaksimalkan manfaat (utility) pemilik (principal)
dengan kendala (constraint) manfaat dan insentif yang akan diterima oleh
manajemen (agent). Kepentingan yang berbeda sering menyebabkan konflik
kepentingan antara pemegang saham/pemilik (principal) dengan manajemen
(agent).
Problem keagenan (agency problem) antara pemegang saham (pemilik
perusahaan) dengan manajer potensial terjadi bila manajemen tidak memiliki
saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham tertentu menginginkan manajer
bekerja dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Principal
ingin untuk dipenuhi haknya yaitu berupa informasi yang menggambarkan
pengelolaan investasi baik berbentuk informasi keuangan (laporan keuangan)
maupun informasi non keuangan (laporan program).
11
Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk
kepentingan pemegang saham, pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang
disebut agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonitor
kegiatan-kegiatan manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi
yang meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta
oportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera
mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham (Atmaja dalam
Nurmala dkk, 2016:4).
Kunci dari teori keagenan ini dengan karakter eksekutif, leverage, dan
konservatisme akuntansi adalah informasi. Karna informasi yang menghubungkan
antara pengelola perusahaan dengan pemegang saham. Manajemen selaku agen
dalam menyusun laporan keuangan dapat melakukan tindakan dengan
memperbesar tingkat leverage dan menggunakan metode konservatisme
akuntansi, selain itu pemegang saham juga memanfaatkan karakter eksekutif yang
berani mengambil risiko untuk memperbesar keuntungan pemegang saham. Cara
yang dilakukannya adalah dengan penghindaran pajak (tax avoidance).
2.1.3 Karakter Eksekutif
Menurut Sriwati Bukit dalam Radiansah dan Nofryanti (2015), karakter
adalah respon langsung yang dilakukan seseorang terhadap setiap stimulus yang
datang dalam keadaan sadar (Golemen), kata karakter itu sendiri berasal dari
bahasa Yunani yaitu “caracteer“ yang artinya tanda, ciri atau gambaran yang
diukir. Eksekutif merupakan individu yang menempati sebuah posisi penting
dalam sebuah posisi dalam system kepemimpinan dalam sebuah perusahaan dan
12
atau suatu organisasi. Karakter eksekutif dibedakan menjadi dua yaitu risk taker
dan risk averse yang tercermin dari besar kecilnya risiko perusahaan. Menurut
Maccrimon dan Wehrung dalam Budiman dan Setiyono (2012:3) Eksekutif yang
memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani dalam mengambil
keputusan bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk memiliki
penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi. Tipe ini
memiliki dorongan kuat untuk memiliki posisi, kesejahteraan, kewenangan yang
lebih tinggi, dan penghasilan yang lebih besar dengan bersedia menerima
konsekuensi risiko yang lebih tinggi pula.
Selain itu, sifat manajemen risk taker memiliki keinginan untuk
mendatangkan cash flow yang tinggi guna memenuhi tujuan pemilik perusahaan
yaitu mendapatkan cash flow dari operasi perusahaan (La Porta dan Silanez dalam
Budiman dan Setyono, 2012:7). Banyaknya keuntungan yang ditawarkan seperti
kekayaan melimpah, penghasilan tinggi, kenaikan jabatan dan pemberian
wewenang atau kekuasaan menjadi motivasi tersendiri bagi para eksekutif
menjadi semakin bersifat risk taker (MacCrimmon dan Wehrung dalam Butje dan
Tjondro, 2014:3).
Sedangkan menurut Handayani dkk., (2016:3) eksekutif yang memiliki
karakter risk averse adalah eksekutif yang cenderung tidak menyukai risiko
sehingga kurang berani dalam mengambil keputusan bisnis. Pembeda diantara
kedua jenis eksekutif tersebut tercermin pada besar kecilnya risiko perusahaan
yang ada. Tinggi rendahnya risiko perusahaan ini mengindikasikan karakter
13
eksekutif apakah termasuk risk averse atau risk taker (Paligorova dalam
Praptidewi dan Sukartha, 2016:3).
Resiko perusahaan sangat berkaitan dengan return yang diperoleh. Resiko
merupakan dari hasil yang diterima dengan yang sudah diekspetasikan maka
resiko akan semakin besar (Maccrimon dan Wehrung dalam Indarti dan Hadi,
2015:2)
2.1.4 Leverage
Menurut Sjahrial (2008:147) leverage adalah penggunaan aktiva dan
sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) berarti
sumber dana berasal dari pinjaman karena memiliki bunga sebagai beban tetap
dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.
Leverage adalah salah satu rasio keuangan yang menggambarkan hubungan antara
hutang perusahaan terhadap modal maupun aset perusahaan (Gusti dalam
Cahyono dkk., 2016:5).
Rasio leverage menggambarkan sumber dana operasi yang digunakan oleh
perusahaan. Perusahaan menggunakan leverage dengan tujuan agar keuntungan
yang diperoleh lebih besar daripada biaya assets dan sumber dananya, dengan
demikian dapat meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya, leverage
juga meningkatkan variabelitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan
ternyata perusahaa ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya
tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang
saham.
14
Menurut Mils dalam Pajriyansyah dan Firmansyah (2016:6) berpendapat
bahwa leverage mencerminkan kompleksitas transaksi keuangan perusahaan ,
sehingga perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki kemampuan
yang lebih untuk menghindari pajak melalui tansaksi keuangan.
Rasio leverage juga menunjukan risiko yang dihadapi perusahaan.
Perusahaan besar lebih cenderung memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya
daripada menggunakan pembiayaan yang berasal dari utang. Perusahaan besar
akan menjadi sorotan pemerintah, sehingga akan menimbulkan kecenderungan
bagi para manajer perusahaan untuk berlaku agresif atau patuh (Maria dan
Kurniasih dalam Darmawan dan Sukharta, 2014:5).
Menurut Pajriyansyah dan Firmansyah (2016:18) Dengan nilai leverage
yang rendah, perusahaan mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk
membayar semua utangnya, begitu pula sebaliknya perusahaan dengan nilai
leverage yang tinggi tidak mempunyai kekayaan yang cukup untuk membayar
utangnya
Berdasarkan pengertian leverage yang sudah dipaparkan leverage adalah
rasio untuk mengukur aset perusahaan berasal dari utang atau modal dengan
maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham.
2.1.5 Konservatisme Akuntansi
Menurut Basu dalam Pramudito dan Sari (2015:3) Konservatisme
Akuntansi adalah praktik menurunkan laba dan aset bersih dalam merespon kabar
buruk, namun tidak menaikkan laba dan menaikkan aset bersih dalam merespon
kabar baik. Menurut Menurut The Financial Accounting Standards Board (FASB,
15
1983) Concepts Statement No. 2 mendifinisikan konservatisme akuntansi yaitu
sikap yang dimiliki oleh akuntan untuk bersikap hati-hati (prudence) terhadap
ketidakpastian dalam pengakuan suatu kejadian ekonomi.
Prinsip konservatisme akuntansi diartikan sebagai pencatatan aktiva milik
perusahaan dengan harga yang lebih rendah dari pada harga perolehannya (cost)
atau mencatat hutang lebih tinggi (Over-stated), selain itu mengakui kemungkinan
rugi yang terjadi namun tidak mengantisipasikan laba yang belum direalisasi
(tidak diakui sebagai pendapatan periode ini) (Sugiono, dkk. dalam Sarra, 2017:7)
Konservatisme terkait dengan melaporkan pandangan yang paling tidak
optimis saat menghadapi ketidakpastian pengukuran. Hal yang paling sering
terjadi sehubungan dengan konsep ini adalah keuntungan tidak diakui sampai
benar-benar terjadi. Konservatisme akuntansi merupakan penentu kualitas laba.
Meskipun laporan keuangan yang konservatif dapat mengurangi kualitas laba.
Secara umum konservatisme akuntansi merupakan konsep akuntansi yang
kontroversial, pada kenyataannya terdapat pro dan kontra seputar penerapan
prinsip konservatisme (Setyaningsih, 2008:3). Jika dikaitkan dengan
penghindaran pajak, komitmen pihak internal perusahaan dan manajemen untuk
menginformasikan laporan keuangan yang transparan akurat dan tidak
menyesatkan adalah faktor yang menentukan tingkat konservatisme akuntansi di
pelaporan keuangan perusahaan (Baharudin dan Wijayanti dalam Sari dkk.,
2016:2).
16
2.1.6 Tindakan Tax Avoidance
Menurut Hutagaol dalam Swingly dan Sukartha (2015:2) tax avoidance
adalah cara untuk menghindari pembayaran pajak secara legal yang dilakukan
oleh Wajib Pajak dengan cara mengurangi jumlah pajak terutangnya tanpa
melanggar peraturan perpajakan atau dengan istilah lainnya mencari kelemahan
peraturan. Menurut Heru dalam Budiman dan Setiyono (2012:5) penghindaran
pajak adalah usaha pengurangan pajak, namun tetap mematuhi ketentuan
peraturan perpajakan seperti memanfaatkan pengecualian dan potongan yang
diperkenankan maupun menunda pajak yang belum diatur dalam peraturan
perpajakan yang berlaku.
Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis di
Undang – Undang dan berada dalam jiwa dari Undang – Undang atau dapat juga
terjadi dalam bunyi ketentuan Undang – Undang tetapi berlawanan dengan jiwa
Undang – Undang (Suandy, 2011:7). Penghidaran pajak ini dapat dikatakan
persoalan yang rumit dan unik karena disatu sisi diperbolehkan, tetapi tidak
diinginkan (Maharani dan Suardana, 2014:2).
Komite urusan fiskal dari Organizationfor Economic Cooperation and
Development (OECD) menyebutkan ada 3 karakter penghindaran pajak sebagai
berikut.
1. Adanya unsur artifisial di mana berbagai pengaturan seolah – olah
terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan
faktor pajak.
17
2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undang –
undang atau menerapkan ketentuan – ketentuan legal untuk berbagai
tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat
undang – undang.
3. Kerahasiaan juga sebagai alat atau cara untuk melakukan penghindaran
pajak dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin (Council
of Executive Secretaries of Tax Organization, 1991 dalam Suandy,
2011:7).
Adapun cara melakukan penghindaran pajak menurut Merks (2007) dalam
Kuniasih dan Sari (2013) dalam Andriyanto (2015) adalah sebagai berikut.
1. Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara – negara
yang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax
haven country) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning).
2. Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansi ekonomi
dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikan beban pajak
yang paling rendah (formal tax planning).
3. Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin
capitalization, treaty shopping, dan controlled foreign corporation
(Spesific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyai
substansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).
Dari definisi tax avoidance diatas dapat disimpulkan bahwa tax avoidance
adalah usaha meminimumkan beban pajak secara legal dengan memanfaatkan
kelemahan undang-undang (loophole).
18
2.2 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Nama Variabel analisis Hasil penelitian Kesenjangan Penelitian
1. Cahyono, Andini, dan Raharjo (2016)
Variabel independen : komite audit, kepemilikan institusional, dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage, dan profitabilitas
Varibel dependen : tindakan tax avoidance
Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance Komite audit, dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage,dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap tindakan tax avoidance
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai karakter aksekutif dan konservatisme akuntansi dan pengukuran terhadap variabel tax avoidance berbeda yaitu menggunakan CETR
2. Pramudito dan Sari (2015)
Variabel independen : konservatisme akuntansi, kepemilikan manajerial dan ukuran dewan komisaris
Varibel dependen : Tax Avoidance
Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap tax avoidance Konservatisme akuntansi dan ukuran dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap tax avoidance
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai karakter eksekutif leverage dan pengukuran terhadap variabel tax avoidance berbeda yaitu menggunakan CETR
3. Swingly dan Sukartha (2015)
Variabel independe : karakter eksekutif, komite
Karakter eksekutif, ukuran perusahaan, dan
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya
19
audit, ukuran perusahaan, Leverage Dan Sales Growth
Variabel dependen: Tax Avoidance
Leverage berpengaruh terhadap tax avoidanceKomite audit dan sales growth tidak berpengaruh terhadap tax avoidance
penelitian mengenai konservatisme akuntansi dan pengukuran terhadap variabel tax avoidance berbeda yaitu menggunakan CETR
4. Sari, Kalbuana, dan Jumadi (2016)
Variabel independen :Konservatisme Akuntansi, Kualitas Audit, dan UkuranPerusahaan
Variabel dependen :Penghindaran Pajak
Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penghindaran pajak Konservatisme akuntansi dan kualitas audit tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai karakter aksekutif dan leverage
5. Maharani danSuardan(2014 )
Variabel independen : Corporate Governance, Profitabilitas Dan Karakteristik Eksekutif
Variabel dependen : Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur
Coorporate governance, Profitabilitas, dan Karakter eksekutif berpengaruh terhadap Tax Avoidance Perusahaan Manufaktur
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai leverage dan konservatisme akuntansi.
6. Darmawan dan Sukartha (2014)
Variabel independen : Corporate Governance, Leverage, Return On Assets, dan Ukuran PerusahaanVariabel
Corporate governance, Return Of Assets dan Ukuran Perusahaan berpengaruh pada penghindaran pajak.
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai karakter aksekutif dan konservatisme
20
dependen : Penghindaran Pajak
Leverage tidak berpengaruh pada penghindaran pajak.
akuntansi dan pengukuran terhadap variabel tax avoidance berbeda yaitu menggunakan CETR
7. Cahyaning Dewi Handayani, Muhammad Abdul Aris, dan Mujiyati (2015)
Varabel independen: Pengaruh Return On Asset, Karakter Eksekutif, Dan Dimensi TataKelola Perusahaan Yang Baik
Variabel dependen : Tax Avoidance
Return On Asset dan Karakter Eksekutifberpengaruh terhadapTax AvoidanceKepemilikan Institusional, Proporsi Dewan KomisarisIndependen, Kualitas Audit, dan Komite Audit tidak berpengaruh terhadapTax Avoidance
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai leveragedan konservatisme akuntansi dan pengukuran terhadap variabel tax avoidance berbeda yaitu menggunakan CETR
8. Sarra (2017) Variabel independen:Konservatisme Akuntansi, Komite Audit dan Dewan Komisaris
Variabel dependen : Penghindaran Pajak
Konservatisme akuntansi dan Kualitas Audit berpengaruh signifikan terhadap Penghindaran Pajak Dewan Komisaris Independen tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap Penghindaran Pajak
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai karakter aksekutif dan leverage.
9 Siahaan (2015)
Variabel independen : Karakter Eksekutif dan Corporate GovernanceVariabel
Karakter Eksekutif dan Corporate Governance berpengaruh dan signifikan Terhadap
Kesenjengan penelitian ini yaitu tidak adanya penelitian mengenai leverage dan
21
dependen : Penghindaran Pajak
Penghindaran Pajak
konservatisme akuntansi.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting (Uma Sekaran dalam Sugiyono, 2014:60). Kerangka konseptual ini
dibuat untuk menggambarkan hubungan antar variabel independen dan variabel
dependen. Apabila peneliti hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara
mandiri, maka yang dilakukan peneliti di samping mengemukakan deskripsi
teoritis untuk masing – masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran
variabel yang di teliti (Sugiyono, 2014:60).
22
H₄
Gambar 2.1Kerangka Konseptual
23
Variabel Independen Variabel Dependen
H4
Pengaruh Karakter Eksekutif, Leverage, dan Konservatisme Akuntansi Terhadap Tindakan Tax Avoidance
(Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di BEI Tahun 2012-2016)
Karakter Eksekutif (X₁)
Tindakan Tax Avoidance (Y)
Peng
aruh
Kar
akte
r Eks
ekut
if, K
omite
Aud
it, U
kura
n Pe
rusa
haan
, Le
vera
ge D
an S
ales
Gro
wth
Pad
a Ta
x Av
oida
nce
(Cal
vin
Swin
gly
dan
I M
ade
Suka
rtha,
201
5)Pe
ngar
uh K
onse
rvat
ism
e A
kunt
ansi
, Kua
litas
Aud
it, U
kura
n Pe
rusa
haan
Te
rhad
ap P
engh
inda
ran
Paja
k (N
ila S
ari,
Naw
ang
Kal
buan
a, d
an A
gus
Jum
adi,
2016
)
Metode Analisis DataStatistik Deskriptif, Uji Asumsi Klasik, Uji Regresi
Linier Berganda, Koefisien Determinasi, Uji T, Uji F
Middle Theory : Teori Keagenan
DEDUKTIF
Hasil dan Kesimpulan
Perpajakan
Grand Theory :Teori Sinyal
Konservatisme Akuntansi (X₃)
Leverage (X₂) INDUKTIF
H3 H
H2
Fenomena
1. Banyaknya perusahaan yang mengingkan laba setelah pajak besar, sehingga perusahaan ingin meminumkan beban pajaknya.
2. sifat manajemen risk taker memiliki keinginan untuk mendatangkan cash flow yang tinggi.
3. tingkat utang yang tinggi diindikasikan semakin tinggi pula perusahaan melakukan penghindaran pajak
4. prinsip konservatisme tidak langsung akan mempengaruhi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan.
H1
2.4 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis menurut Sekaran (2011:135) adalah hubungan yang
diperkirakan secara logis antara dua atau lebih variable yang diungkapkan dalam
bentuk pernyataan yang dapat diuji.
2.4.1 Pengaruh karakter eksekutif terhadap tindakan tax avoidance
Dalam teori keagenan pemegang saham atau disebut principal memberikan
tugas kepada manajemen untuk mengelola perusahaannya dengan baik. Dalam
melaksanakan tugasnya, para eksekutif (CEO, CFO, dan Top Eksekutif) yang
bersifat risk taker akan menguntungkan para pemegang saham disebabkan
eksekutif berani mengambil tindakan-tindakan yang akan meningkatkan cash flow
dengan cara penghindaran pajak.
Menurut Maccrimon dan Wehrung dalam Budiman dan Setyono (2012:3)
mengatakan bahwa, dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan perusahaan
eksekutif memiliki dua karakter yakni sebagai risk taker dan risk averse.
Eksekutif yang memiliki karakter risk taker adalah eksekutif yang lebih berani
dalam mengambil keputusan bisnis dan biasanya memiliki dorongan kuat untuk
memiliki penghasilan, posisi, kesejahteraan, dan kewenangan yang lebih tinggi.
Menurut Low dan Carolina dalam Butje dan Tjondro (2014:3) Semakin eksekutif
bersifat risk taker, nilai ETR akan semakin rendah yang mengindikasikan tax
avoidance makin tinggi..
Budiman dan Setyono (2012), Cahya dan Suardan (2014), dan Swingly
dan Sukharta (2015) menyatakan karakter eksekutif menunjukkan pengaruh
positif signifikan terhadap tindakan tax avoidance. Sedangkan dalam penelitian
24
Radiansah dan Nofryanti karakter eksekutif tidak berpengaruh terhadap tax
avoidance. Untuk menguji pengaruh karakter eksekutif terhadap tindakan tax
avoidance, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Diduga terdapat pengaruh karakter eksekutif terhadap tindakan tax
avoidance
2.4.2 Pengaruh leverage terhadap tindakan tax avoidance
Dalam teori keagenan, agen memenuhi pembiayaan operasional
perusahaan, agen memiliki alternatif dalam mendapatkan dana. Pertama pertama
dana bisa didapatkan dari investasi yang dilakukan oleh pemilik perusahaan atau
pada perusahaan terbuka bisa dengan menjual kepemilikan perusahaan berupa
saham. Dana juga dapat diperoleh dengan melakukan pinjaman ke bank, lembaga
non-bank maupun dari lembaga non formal. Cara yang biasa dilakukan adalah
dengan melakukan pinjaman. Hal ini disetujui oleh principal karna akan
menguntungkan principal disebabkan oleh bunga teteap yang timbul akan
mengurangi laba kena pajak.
Menurut Dharma dan Ardiana (2016:5) Salah satu kebijakan pendanaan
adalah dengan hutang atau leverage merupakan tingkat utang yang digunakan
perusahaan dalam melakukan pembiayaan. Perusahaan yang menggunakan utang
pada komposisi pembiayaan, maka akan ada beban bunga yang harus dibayar.
Semakin tinggi nilai rasio leverage maka semakin tinggi pula jumlah pendanaan
dari utang pihak ketiga yang digunakan perusahaan dan semakin tinggi pula biaya
bunga yang timbul dari utang tersebut. Mulyani dkk.(2014:3) mengatakan bahwa
beban bunga yang bersifat deductible akan menyebabkan laba kena pajak
25
perusahaan menjadi berkurang. Laba kena pajak yang berkurang pada akhirnya
akan mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan.
Mulyani dkk. (2014:7) dan Dharma dan Ardiana (2016) menyatakan
leverage berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Berbeda dengan
penelitian Cahyono dkk. (2016:8) menyatakan leverage tidak berpengaruh
terhadap tindakan tax avoidance. Untuk menguji pengaruh leverage terhadap
tindakan tax avoidance, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
H2 : Diduga terdapat pengaruh leverage terhadap tindakan tax avoidance
2.4.3 Pengaruh konservatisme akuntansi terhadap tindakan tax avoidance
Dalam teori keagenan, principal memanfatkan prinsip konservatisme
akuntansi yang diterapkan agen dalam menyusun laporan keuangan perusahaan
untuk menghindari moral hazard yang disebabkan oleh pihak-pihak yang
mempunyai informasi asimetris, pandangan (horizon) waktu yang terbatas, dan
tanggung jawab yang terbatas. Pada dasarnya manajemen ingin kinerjanya dinilai
baik oleh principal dengan memberi kenutungan yang lebih besar. Cara yang
dilakukannya adalah dengan penghindaran pajak.
Menurut Baharudin dan Wijayanti dalam Pramudito dan Sari (2015:3)
Komitmen pihak internal perusahaan dan manajemen untuk menginformasikan
laporan keuangan yang transparan akurat dan tidak menyesatkan adalah faktor
yang menentukan tingkat konservatisme akuntansi di pelaporan keuangan
perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan prinsip konservatisme yang diterapkan
perusahaan secara tidak langsung akan mempengaruhi laporan keuangan yang
26
diterbitkan perusahaan, dimana laporan keuangan yang disusun tersebut nantinya
akan dijadikan dasar pengambilan keputusan bagi manajemen dalam mengambil
kebijakan terkait dengan perusahaan (Sari dkk. 2016:2)
Sarra (2016) menyatakan konservatisme berpengaruh negatif terhadap
penghindaran pajak. Sedangkan menurut penelitian Sari dkk. (2016)
konservatisme akuntansi tidak berpengaruh terhadap tax avoidance, karena
dengan adanya Peraturan Pemerintah maka kecenderungan untuk melakukan
penghindaran pajak akan semakin sempit meskipun perusahaan memilih metode
akuntansi yang konservatif. Untuk menguji pengaruh konservatisme akuntansi
terhadap tindakan tax avoidance, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
H3 : Diduga terdapat pengaruh konservatisme akuntansi terhadap tindakan
tax avoidance
2.4.4 Pengaruh karakter eksekutif, leverage, dan konservatisme akuntansi
terhadap tindakan tax avoidance
Hipotesis ini menguji pengaruh yang terjadi antara ketiga variabel independen
(karakter eksekutif, leverage, dan konservatisme akuntansi) terhadap variabel
dependen yaitu tindakan tax avoidance. Hipotesis ini akan diuji dengan
menggunakan uji simultan atau uji F. Dengan demikian hipotesis yang diajukan
sebagai berikut :
H4 : Diduga terdapat pengaruh karakter eksekutif, leverage, dan
konservatisme akuntansi terhadap tindakan tax avoidance
27