bab ii tinpus a10bdw-4

5
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sambung Nyawa Sambung nyawa (Gyanura procumbens (L.) Merr.) merupakan tanaman obat yang telah dikenal luas oleh dunia tanaman obat herbal. Nama tanaman ini sering disalah artikan dengan tanaman lain yang masih satu famili, yaitu daun dewa (Gyanura pseudochina) (Winarto, 2003) Tanaman Gyanura procumbens (L) Merr. Berbentuk perdu tegak bila masih muda dan dapat merambat setelah cukup tua. Bila daunnya diremas bau aromatis. Batangnya segi empat beruas-ruas, panjang ruas dari pangkal sampai ke ujung semakin pendek, ruas berwarna hijau dengan bercak ungu. Daun tunggal bentuk elips memanjang atau bulat telur terbalik tersebar, tepi daun bertoreh dan berambut halus. Tangkai daun panjang 0.5-3.5 cm, helaian daun panjang 3.5-12.5 cm, lebar 1- 5.5 cm. Helaian daun bagian atas berwarna hijau dan bagian bawah berwarna hijau muda dan mengkilat dengan kedua permukaan daun berambut pendek. Tulang daun menyirip dan menonjol pada permukaan daun bagian bawah. Pada tiap pangkal ruas terdapat tunas kecil berwarna hijau kekuningan. Sambung nyawa mempunyai bunga bongkol, di dalam bongkol terdapat bunga tabung berwarna kuning oranye coklat kemerahan panjang 1-1.5 cm, berbau tidak enak. Tiap tangkai daun dan helai daunnya mempunyai banyak sel kelenjar minyak (IPTEKnet, 2005). Kandungan Kimia Winarto (2003) menjelaskan daun sambung nyawa (Gyanura procumbens) pada sejumlah penelitian mengandung sejumlah bahan aktif. Antara lain flavonoid (7,3,4 trihidroksiflavon), glikosida keursetin, asam fenolet (terdiri dari asam kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoate, asam vanilat, triterpenoid, saponin, steroid, dan minyak atsiri. IPTEKnet (2005) menyatakan bahwa daun mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid (triterpenoid). Metabolit yang terdapat dalam ekstrak yang larut dalam etanol 95% antara lain asam klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat. Hasil analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapisan tipis dapat dideteksi

Upload: adhietdhamara

Post on 27-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

u

TRANSCRIPT

  

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Sambung Nyawa

Sambung nyawa (Gyanura procumbens (L.) Merr.) merupakan tanaman

obat yang telah dikenal luas oleh dunia tanaman obat herbal. Nama tanaman ini

sering disalah artikan dengan tanaman lain yang masih satu famili, yaitu daun

dewa (Gyanura pseudochina) (Winarto, 2003)

Tanaman Gyanura procumbens (L) Merr. Berbentuk perdu tegak bila

masih muda dan dapat merambat setelah cukup tua. Bila daunnya diremas bau

aromatis. Batangnya segi empat beruas-ruas, panjang ruas dari pangkal sampai ke

ujung semakin pendek, ruas berwarna hijau dengan bercak ungu. Daun tunggal

bentuk elips memanjang atau bulat telur terbalik tersebar, tepi daun bertoreh dan

berambut halus. Tangkai daun panjang 0.5-3.5 cm, helaian daun panjang 3.5-12.5

cm, lebar 1- 5.5 cm. Helaian daun bagian atas berwarna hijau dan bagian bawah

berwarna hijau muda dan mengkilat dengan kedua permukaan daun berambut

pendek. Tulang daun menyirip dan menonjol pada permukaan daun bagian bawah.

Pada tiap pangkal ruas terdapat tunas kecil berwarna hijau kekuningan. Sambung

nyawa mempunyai bunga bongkol, di dalam bongkol terdapat bunga tabung

berwarna kuning oranye coklat kemerahan panjang 1-1.5 cm, berbau tidak enak.

Tiap tangkai daun dan helai daunnya mempunyai banyak sel kelenjar minyak

(IPTEKnet, 2005).

Kandungan Kimia

Winarto (2003) menjelaskan daun sambung nyawa (Gyanura procumbens)

pada sejumlah penelitian mengandung sejumlah bahan aktif. Antara lain flavonoid

(7,3,4 trihidroksiflavon), glikosida keursetin, asam fenolet (terdiri dari asam

kafeat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoate, asam vanilat, triterpenoid,

saponin, steroid, dan minyak atsiri. IPTEKnet (2005) menyatakan bahwa daun

mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, steroid (triterpenoid). Metabolit

yang terdapat dalam ekstrak yang larut dalam etanol 95% antara lain asam

klorogenat, asam kafeat, asam vanilat, asam p-kumarat, asam p-hidroksi benzoat.

Hasil analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapisan tipis dapat dideteksi

5  

  

keberadaan sterol, triterpen, senyawa fenolik (antara lain flavonoid), polifenol,

dan minyak atsiri.

Komponen minyak atsiri paling sedikit terdiri dari 6 senyawa monoterpen,

4 senyawa seskuiterpen, 2 macam senyawa dengan ikatan rangkap, 2 senyawa

dengan gugus aldehida dan keton. Hasil penelitian dalam upaya isolasi flavonoid

dilaporkan keberadaan 2 macam senyawa flavonoid yaitu bercak 1 terdiri dari 2

buah senyawa flavonol dan auron; sedangkan pada bercak 11 diduga kaemferol

(suatu flavonol).

Senyawa yang terkandung dalam etanol daun antara lain flavon / flavonol

(3-hidroksi flavon) dengan gugus hidroksil pada posisi 4',7 dan 6 atau 8 dengan

substitusi gugus 5-hidroksi. Bila senyawa tersebut suatu flavonol, maka gugus

hidroksil pada posisi 3 dalam keadaan tersubstitusi. Di samping itu diduga

keberadaan isoflavon dengan gugus hidroksil pada posisi 6 atau 7,8 (cincin A)

tanpa gugus hidroksil pada cincin B.

Aplikasinya di dunia kesehatan manusia, daun sambung nyawa memiliki

berbagai khasiat. Antara lain mengendalikan tekanan darah (Listyani, 2004),

menghambat pertumbuhan sel kanker T47D dengan efek yang bergantung pada

dosis (Jenie dan Meiyanto, 2007), dan menurunkan kadar gula dan lemak dalam

darah (Nada, 2008).

Radiasi Sinar Matahari

Sinar matahari pada kulit manusia dapat menyebabkan penuaan dini pada

kulit, kanker kulit, dan penyebab perubahan pada kulit. Paparan sinar UV, UV-A

ataupun UV-B, dari sinar matahari menjadi penyebabkan 90% penuaan dini pada

kulit. Banyak perubahan kulit menjadi tanda dari penuaan dini, seperti kulit yang

bersisik, merupakan akibat dari penyinaran radiasi UV yang berlebihan (Brannon,

2006).

Sinar matahari tersusun dari beberapa spektrum elektromagnetik yang

dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombangnya, yaitu sinar

UV, cahaya tampak, dan inframerah. Sinar UV merupakan spektrum

elektromagnetik yang berada antara 100 – 400 nm (Soehenge, et. al., 1997). Sinar

UV dapat digolongkan menjadi 3 jenis berdasarkan panjang gelombangnya. Yaitu

6  

  

UV-A (320 – 390 nm), UV-B (280 - 320 nm), dan UV-C (Kurang dari 280 nm)

(SUN Zeng-ling, 2000). Sebagian besar dari radiasi UV-A (90%) dan 10% radiasi

UV-B akan menembus atmosfer dan mencapai permukaan bumi (WHO, 2003).

Sedangkan UV-C bersifat karsinogenik yang sebagian besar diserap oleh lapisan

ozon dan tidak pernah mencapai permukaan bumi (Dresbach, 2007).

Gambar 1. Susunan spektrum sinar UV

Lapisan ozon yang terdapat pada lapisan stratosfer tengah dan bawah bumi

dapat menyerap secara keseluruhan sinar UV pada gelombang 220 – 320 nm,

namun penyerapan sinar UV-B yang memiliki panjang gelombang 280 – 320 nm

tidak terjadi secara efektif. Hal ini dikarenakan tingkat penyerapan dari ozon

bergerak secara eksponensial dan pada panjang gelombang sinar UV-B tingkat

penyerapan UV sangat rendah (Baird, 2005). Kemampuan menyaring ini

tergantung pada ketinggian tempat, latitude, dan tingkat penutupan awan

(Higenkamp, 2006).

Sinar UV yang masuk ke permukaan yang paling berbahaya adalah UV-B

karena berpengaruh buruk pada tanaman, organisme laut, kulit manusia, dan DNA

(Higenkamp, 2006). Pengaruh dari peningkatan UV-B pada tanaman terlihat pada

peningkatan konsentrasi senyawa penyerap UV-B seperti flavonoid, yang

memiliki fungsi untuk melindungi tanaman dari pengaruh buruk UV-B. Sebagai

contoh, akumulasi flavonoid pada epidermis gandum melindungi daun dari

fotosintesis yang tertekan. Peningkatan UV-B juga menyebabkan perubahan

konsentrasi dari komponen minor seperti alkaloid dan kaumarin (Kondratyev,

2000).

7  

  

Radiasi UV-B pada tingkatan 0.63 Wm-2 pada tanaman kacang polong

menurunkan tingkat pembukaan stomata pada bagian atas dan bawah daun hingga

80%. Pertumbuhan pada paparan UV-B 0.3 Wm-2 menyebabkan penurunan

pembukaan stomata bagian atas hingga 23% namun tidak memberikan pengaruh

pada pembukaan stomata bagian bawah (Nogués, 1999).

Penelitian yang berbeda pada tanaman kapas menunjukkan bahwa daun

yang terpapar sinar UV-B mengalami klorosis dan nekrosis yang tingkatannya

dipengaruhi oleh intensitas dan lama paparan sinar. Bersamaan dengan perubahan

morfologi yang tampak, fotosintesis mengalami penurunan akibat dari hilangnya

pigmen – pigmen fotosintesis, akan tetapi tidak memberikan pengaruh pada waktu

panen, waktu pembungaan, dan rasio penambahan daun pada batang utama

(Reddy, 2003).

Flavonoids

Flavonoid merupakan senyawa fenol alami terbesar. Penyebarannya di

alam, kegunaannya dalam kehidupan menjadikan flavonoid adalah senyawa kimia

organik yang penting. Senyawa flavonoid adalah senyawa C15 yang terbentuk 2

senyawa fenol yang terhubung dengan 3 unit karbon. Karakteristik dari siklik A

adalah pola dari phloroglucinol atau resorcinol hydroxylation dan siklik B

biasanya 4-, 3.4-, atau 3,4,5-hydroxylated. (Geissman, 1969)

Gambar 2. Rangka flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu senyawa aromatik dalam tanaman yang

proses biosintesisnya merupakan gabungan dari jalur asam sikimat dan jalur asam

asetat malonat. Jalur asam sikimat akan membentuk fenilalanin yang merupakan

salah satu asam amino aromatik yang dapat menghasilkan p-asam kumarat. Jalur

asam malonat akan menghasilkan asetil-CoA yang menghasilkan malonil-CoA

setelah mengikat satu molekul CO2. Flavonoid pertama dihasilkan segera setelah

8  

  

kedua jalur tersebut bertemu. Flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk

pada biosintesis adalah khalkon (Hahlbrock dalam Markham, 1988). Oleh karena

itu, semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesisnya sama

Gambar 3. Biosintesis flavonoid

Berbagai pembahasan tentang bermacam – macam kegunaan dari

flavonoid pada tanaman telah banyak diketahui. Sebagian besar fungsi flavonoid

berperan penting bagi tanaman untuk bertahan hidup, seperti penarik bagi

serangga untuk membantu polinasi dan penyebaran benih, perangsang bakteri

Rhizobium untuk memfiksasi nitrogen, dan resorpsi zat hara untuk pembentukan

daun. Selain itu flavonoid berperan dalam membantu tanaman bertahan hidup

dalam kondisi suboptimal (Gould, 2006).