bab ii tinjauan umum terhadap novel dan sosiologi
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL
DAN SOSIOLOGI SASTRA
2.1 Defenisi Novel
Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti
“sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek
dalam bentuk prosa”. Dalam bahasa Jerman novel disebut novella dan dalam
bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke
dalam bahasa Indonesia.
Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam
kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya
sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang
tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya
pada dunia nyata (Nugiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang
disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa dan tempat yang bersifat
imajiner.
Menurut Jacob Sumardjo (1999:11), novel adalah genre sastra yang
berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur
suspensi dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi
pembacanya. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang
berdasarkan dari pada fakta
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel
Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai
sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur yang berkaitan satu
dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Sehingga dengan unsur-
unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud.
Secara garis besar unsur-unsur pembangun sebuah novel antara lain:
1. Unsur intrinsik
Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang
membaca sebuah karya sastra.
Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung
turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur inilah yang
membuat sebuah novel berwujud.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur atau plot, penokohan, latar,
sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan lain-lain.
a. Tema
Istilah tema menurut Scarbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari
bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’. Disebut demikian
karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga
sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang
diciptakannya. Tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan
Universitas Sumatera Utara
pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca
harus terlebih dahulu memahami unsure signifikan yang membangun suatu cerita,
menyimpulkan makna, yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya
dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
b. Alur atau Plot
Plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita, tiap
kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya.
Alur terbagi dua bagian, yaitu alur maju yaitu apabila peristiwa bergerak
secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur
mundur yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.
c. Penokohan
penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui
karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Penokohan
mencakup pada masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan atau karakter
tokoh, dan bagaimana penempatan atau pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan
sekaligus mencakup pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam
sebuah cerita.
Universitas Sumatera Utara
d. Latar
Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat terwujud dekor (tempat), dan juga terwujud waktu-
waktu tertentu. Biasanya latar diketengahkan melalui baris-baris deskriptif.
e. Sudut Pandang
Menurut Aminuddin (2000 : 90) sudut pandang adalah cara pengarang
menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan
yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,
latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya
fiksi kepada pembaca.
Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi,
Teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan
gagasan ceritanya.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan
bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang
berbeda satu sama lain. hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.
g. Amanat
Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan
pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai
kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.
Universitas Sumatera Utara
2.Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu
sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem
organisme karya sastra tersebut. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai
unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra. Unsur
ekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita
yang dihasilkan.
Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur intrinsik juga memiliki
beberapa unsur diantaranya subjektifitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya yang
ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi
penciptaan karya sastra, yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupa
kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi
kepengarangan seseorang.
Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan
sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama
dan sebagainya.
2.1.2 Klasifikasi Novel
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.
Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas
pada masyarakat. Novel merupakan dunia dalam sekala yang lebih besar dan
kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual,
namun semuanya tetap saling berkaitan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jacob Sumardjo dalam Suroto (1989:27), novel terdiri dari dua
jenis yaitu novel pop (novel populer) dan novel serius.
1. Novel populer
Novel popular adalah novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah
yang aktual dan menzaman , namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel
populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens dan tidak
berusaha meresapi masalah kehidupan, karena akan dapat membuat novel
menjadi berat dan dapat berubah menjadi novel serius.
Ciri-ciri novel populer yaitu :
1. Temanya selalu menceritakan kisah asmara belaka tanpa
masalah lain yang lebih serius.
2. Novel populer terlalu menekankan plot cerita sehingga
mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsur-
unsur novel lainnya.
3. Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional, cerita
disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca,
akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan
kehidupan, dangkal tanpa pendalaman.
4. Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artifisial, tidak
nyata dalam kehidupan. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam
cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.
Universitas Sumatera Utara
5. Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang
rata-rata tunduk pada hukum konvensional.
6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup
dikalangan muda-mudi kontemporer, dan Indonesia pengaruh
gaya berbicara serta bahasa sehari-hari Jakarta sangat
berpengaruh dalam novel jenis populer ini.
2. Novel Serius (novel sastra)
Novel serius atau novel sastra harus sanggup memberikan serba
kemungkinan. Jika ingin memahami novel sastra diperlukan daya konsentrasi
yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan
kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan
sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.
Ciri-ciri novel serius yaitu :
1. Dalam tema : karya sastra tidak hanya berputar-putar dalam
masalah cerita asmara muda-mudi belaka, ia membuka diri
terhadap semua masalah yang penting untuk menyempurnakan
hidup manusia. Masalah cinta dalam karya sastra kadang hanya
penting untuk menyusun plot cerita, sedang masalah yang
sebenarnya berkembang diluar itu.
2. Jalan cerita memang penting, tetapi bukan merupakan daya tarik
utamanya. Cerita itu selalu diimbangi bobot yang lain , seperti
karakterisasi, setting cerita, tema, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
3. Karya sastra tidak hanya berhenti di gejala permukaan saja, tetapi
selalu mencoba memahami secara mendalam dan mendasar suatu
masalah.
4. Kejadian atau pengalaman yang diceritakan dalam karya sastra bisa
dialami atau sudah dialami dan akan terus dialami oleh manusia
mana saja dan kapan saja. Karya sastra membicarakan hal-hal yang
universal dan nyata, bukan kejadian yang artifisial dan bersifat
kebetulan.
5. Sastra selalu bergerak, selalu segar dan baru. Ia tidak mau berhenti
pada konvensialisme. Penuh inovasi.
6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa standar, dan bukan slang atau
mode sesaat.
Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel
“Rashomon Gate” ini kedalam novel serius karena dalam novel ini menceritakan
tentang kehidupan nyata pada masa di zaman Heian-kyo Jepang.
2.2 Setting Novel Rashomon Gate
Setiap peristiwa dalam kehidupan pada dasarnya juga selalu berlangsung di
tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan daerah, misalnya kota atau desa,
lokal, misalnya rumah, bunga-bungaan, dan yang lainnya. Pada sisi lain, kegiatan
tersebut juga selalu berada dalam waktu tertentu serta dilatar belakangi peristiwa
tertentu pula, mungkin kegiatan kerja kantor, universitas, keluarga, maupun
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dengan paparan di atas, berlaku juga dalam cerita fiksi karena peristiwa-
peristiwa dalam cerita fiksi juga dilatarbelakangi oleh tempat, waktu, maupun
situasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi, setting bukan hanya berfungsi
sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Ia
juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna
tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan
emosi atau aspek kejiwaan pembacanya (Aminuddin, 2000:67). Jadi dengan
demikian setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat,
waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan psikologis.
Unsur-unsur setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:
2.2.1 Latar Tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi . unsur tempat yang digunakan mungkin berupa nama
tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa
nama jelas. Dalam novel ‘Rashomon Gate’ mengambil latar tempat berada di
beberapa tempat di Kyoto- Jepang. Peristiwa– yang peristiwa tersebut terjadi di
tempat-tempat seperti di universitas, kantor , rumah , kuil dan lain-lain.
2.2.2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut
biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar
Universitas Sumatera Utara
waktu maka dalam novel ‘Rashomon Gate’ mengakat cerita pada abad ke-11 yang
pada zaman itu masih banyak tradisi , takhayul dan lain-lain.
2.2.3. Latar Sosial Budaya
Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku
kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi
maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan
bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial,
konflik sosial yang terjadi pada masyarakat.
Demikian juga pada novel ‘Rashomon Gate’ terdapat ruang
lingkup tempat waktu sebagai wahana para tokohnya mengalami berbagai
pengalaman dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel
‘Rashomon Gate’ ini terjadi di Jepang. Novel yang berlatar belakang kebudayaan
dan strata sosial yang ada di jepang pada abad ke-11 yang membawa kita seakan-
akan hidup di Zaman Heian. Strata sosial dan kebudayaan yang berbeda. Yang
membuat novel ini lebih seru dan menarik untuk dibaca. Rashomon gate adalah
pintu gerbang besar di selatan ibukota Kyoto-Jepang. Pada saat itu semua orang
tahu bahwa kalangan miskin disana yang tidak sanggup mengupayakan
pemakaman meninggalkan mayat disana. Dan pihak berwenang akan
mengumpulkannya untuk kemudian membakarnya bersama mayat-mayat yang
lain. Oleh karena itu selain penjahat, tidak ada seorangpun yang datang setelah
malam.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kondisi demikian Hal ini juga membuat keadaan masyarakat
jepang semakin kacau dan banyak terjadinya pembunuhan dan kasus- kasus
lainnya.
2.3 Biografi Pengarang
Iggrid .J. Parker adalah salah satu penulis yang paling dihormati di
Virginia. Dia lahir di Jerman 1958. Inggrid merupakan peraih shamus award pada
untuk cerita pendek” Akitada’s First Case”dan novel The Dragon Scroll,
Rashomon Gate dan Hell screen. Dan saat ini ia tinggal di Virginia beach,
Virginia. Inggrid .J. Parker seorang penulis yang tidak begitu ingin kehidupan
pribadinya diekspos karena bagi beliau tulisan-tulisan nyag lebih penting di
ekspos dari pada kehidupan pribadinya.
2.4 Sosiologi dalam Kajian Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal
dari akar kata sosio/socius (Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos berarti
ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi)
masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan
antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sastra dari
akar kata (sansekerta) berarti mengarahkan , mengajar, memberi petunjuk, dan
intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk
mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra
bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan,
artinya kumpulan hasil karya sastra yang baik (Nyoman, 2003:1).
Universitas Sumatera Utara
Sesungguhnya kedua ilmu tersebut yaitu sosiologi dan sastra memiliki
objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian , hakikat
sosiologi dan sastra berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi
adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang sastra sosiologi
merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri, sebagaimana
ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan, fiksi dan fakta
(Nyoman, 2003:2).
Menurut Ratna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra
yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan
antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:
1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek
kemasayarakatannya.
2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek
kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.
3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan
masyarakat yang melatarbelakangi.
4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah antara sastra dengan
masyarakat, dan
5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepedensi antara sastra
dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas
dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang
dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih
mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial.
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang reflektif. Penelitian
ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin
kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran
sastra tidak dalam kekosongan moral. Kehidupan sosial akan menjadi picu
lahirnya karya sastra. Karya sastra yang sukses yaitu karya sastra yang dapat
merefleksikan zamannya.
Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam
kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian,
sastra tetap diakui sebagai ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu
sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan
sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan
tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis.
Didalam genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre
prosalah yang dianggap paling diminati dalam menampilkan unsur-unsur sosial.
Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsur-
unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan
masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga
cenderung merupakan bahasa sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
Bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah
dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsive
sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Oleh karena itu lah, menurut
Nyoman (2004:336) karya sastra lebih jelas mewakili ciri-ciri zamannya. Seperti
pada novel ‘’Rashomon Gate” yang menunjukkan kehidupan masyarakat Jepang
pada zaman Heian pada abad ke-11 mencerita kan tentang strata sosial yang
berbeda di Jepang yang membawa kita seakan-akan hidup di zaman tersebut.
Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan sengan ilmu sosial dan
humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra. Penyajian secara
tidak langsung, dengan menggunakan bahasa metaforis konotatif, memungkinkan
untuk menanamkan secara lebih intern masalah-masalah kehidupan terhadap
pembaca. Artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya satra dengan hakikat yaitu
imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia
kehidupan yang lain yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Inilah aspek-
aspek sosial karya sastra.
Dimana karya sastra diberikan kemungkinan yang luas untuk mengakses
emosi, obsesi, dan berbagai kecendrungan yang tidak mungkin tercapai dalam
kehidupan sehari-hari. selama pembaca karya sastra pembaca secara bebas
menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain.
Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi
sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga
memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang terlibat
adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi,dan politik. Yang perlu diperhatikan
Universitas Sumatera Utara
dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-
ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu.
Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra
dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dilakukan
menurut Nyoman (2004:339-340) meliputi tiga macam, yaitu:
1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung didalam karya
sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang
pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model
hubungan yang terjadi disebut refleksi.
2. Sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan
antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang
bersifat dialetika.
3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi
tertentu , dilakukan dengan disiplin tertentu. Model analisis inilah yang
pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua.
Di dalam menganalisis dengan menggunakan sosiologi sastra,
masyarakatlah yang harus lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan
karya sastra, bukan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara