bab ii tinjauan umum terhadap novel dan sosiologi

15
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI SASTRA 2.1 Defenisi Novel Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti “sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Dalam bahasa Jerman novel disebut novella dan dalam bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia. Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nugiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa dan tempat yang bersifat imajiner. Menurut Jacob Sumardjo (1999:11), novel adalah genre sastra yang berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur suspensi dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang berdasarkan dari pada fakta Universitas Sumatera Utara

Upload: truongdat

Post on 30-Dec-2016

231 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL

DAN SOSIOLOGI SASTRA

2.1 Defenisi Novel

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harfiah berarti

“sebuah barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek

dalam bentuk prosa”. Dalam bahasa Jerman novel disebut novella dan dalam

bahasa Inggris disebut dengan novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke

dalam bahasa Indonesia.

Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra. Prosa dalam

kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya

sastra yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang

tidak ada dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya

pada dunia nyata (Nugiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang

disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa dan tempat yang bersifat

imajiner.

Menurut Jacob Sumardjo (1999:11), novel adalah genre sastra yang

berupa cerita, mudah dibaca dan dicerna, juga kebanyakan mengandung unsur

suspensi dalam alur ceritanya yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi

pembacanya. Walau bersifat imajiner namun ada juga karya fiksi atau novel yang

berdasarkan dari pada fakta

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Novel

Novel merupakan sebuah totalitas, suatu panduan bersifat artistik. Sebagai

sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian atau unsur yang berkaitan satu

dengan yang lain secara erat dan saling menguntungkan. Sehingga dengan unsur-

unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan terwujud.

Secara garis besar unsur-unsur pembangun sebuah novel antara lain:

1. Unsur intrinsik

Unsur intrinsik merupakan unsur-unsur yang berada dalam karya sastra itu

sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya

sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika orang-orang

membaca sebuah karya sastra.

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung

turut serta membangun cerita. Keterpaduan antar berbagai unsur inilah yang

membuat sebuah novel berwujud.

Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur atau plot, penokohan, latar,

sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan lain-lain.

a. Tema

Istilah tema menurut Scarbach dalam Aminuddin (2000:91) berasal dari

bahasa latin yang berarti ‘tempat meletakkan suatu perangkat’. Disebut demikian

karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang

diciptakannya. Tema adalah kaitan hubungan antara makna dengan tujuan

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema pembaca

harus terlebih dahulu memahami unsure signifikan yang membangun suatu cerita,

menyimpulkan makna, yang dikandungnya, serta mampu menghubungkannya

dengan tujuan penciptaan pengarangnya.

b. Alur atau Plot

Plot atau alur merupakan urutan kejadian dalam sebuah cerita, tiap

kejadian tersebut dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu

disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lainnya.

Alur terbagi dua bagian, yaitu alur maju yaitu apabila peristiwa bergerak

secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur

mundur yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung.

c. Penokohan

penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui

karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. Penokohan

mencakup pada masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan atau karakter

tokoh, dan bagaimana penempatan atau pelukisannya dalam sebuah cerita

sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan

sekaligus mencakup pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam

sebuah cerita.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

d. Latar

Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam

cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

berlangsung. Latar dapat terwujud dekor (tempat), dan juga terwujud waktu-

waktu tertentu. Biasanya latar diketengahkan melalui baris-baris deskriptif.

e. Sudut Pandang

Menurut Aminuddin (2000 : 90) sudut pandang adalah cara pengarang

menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkanya. Cara atau pandangan

yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,

latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk sebuah cerita dalam sebuah karya

fiksi kepada pembaca.

Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi,

Teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan

gagasan ceritanya.

f. Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan tingkah laku pengarang dalam menggunakan

bahasa dalam membuat karyanya. Gaya bahasa yang digunakan pengarang

berbeda satu sama lain. hal ini dapat menjadi sebuah ciri khas seorang pengarang.

g. Amanat

Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan

pengarang pada pembacanya. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai

kebenaran dan hal itulah yang ingin disampaikan pada pembacanya.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

2.Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu

sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem

organisme karya sastra tersebut. Secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai

unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra. Unsur

ekstrinsik karya sastra cukup berpengaruh terhadap totalitas keterpaduan cerita

yang dihasilkan.

Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur intrinsik juga memiliki

beberapa unsur diantaranya subjektifitas individu pengarang yang memiliki sikap,

keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi karya yang

ditulisnya. Unsur ekstrinsik merupakan segala faktor yang melatarbelakangi

penciptaan karya sastra, yang merupakan milik subjektif pengarang yang berupa

kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi

kepengarangan seseorang.

Unsur-unsur ekstrinsik meliputi tradisi dan nilai-nilai, struktur kehidupan

sosial, keyakinan dan pandangan hidup, suasana politik, lingkungan hidup, agama

dan sebagainya.

2.1.2 Klasifikasi Novel

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.

Bentuk sastra ini paling banyak beredar, karena daya komunikasinya yang luas

pada masyarakat. Novel merupakan dunia dalam sekala yang lebih besar dan

kompleks, mencakup berbagai pengalaman kehidupan yang dipandang aktual,

namun semuanya tetap saling berkaitan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

Menurut Jacob Sumardjo dalam Suroto (1989:27), novel terdiri dari dua

jenis yaitu novel pop (novel populer) dan novel serius.

1. Novel populer

Novel popular adalah novel yang populer pada masanya dan banyak

penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah

yang aktual dan menzaman , namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel

populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara intens dan tidak

berusaha meresapi masalah kehidupan, karena akan dapat membuat novel

menjadi berat dan dapat berubah menjadi novel serius.

Ciri-ciri novel populer yaitu :

1. Temanya selalu menceritakan kisah asmara belaka tanpa

masalah lain yang lebih serius.

2. Novel populer terlalu menekankan plot cerita sehingga

mengabaikan karakterisasi, problem kehidupan dan unsur-

unsur novel lainnya.

3. Biasanya cerita disampaikan dengan gaya emosional, cerita

disusun dengan tujuan meruntuhkan air mata pembaca,

akibatnya novel demikian hanya mengungkapkan permukaan

kehidupan, dangkal tanpa pendalaman.

4. Masalah yang dibahas kadang-kadang juga artifisial, tidak

nyata dalam kehidupan. Isi cerita hanya mungkin terjadi dalam

cerita itu sendiri, tidak dalam kehidupan nyata.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

5. Karena cerita ditulis untuk konsumsi massa, maka pengarang

rata-rata tunduk pada hukum konvensional.

6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa aktual, yang hidup

dikalangan muda-mudi kontemporer, dan Indonesia pengaruh

gaya berbicara serta bahasa sehari-hari Jakarta sangat

berpengaruh dalam novel jenis populer ini.

2. Novel Serius (novel sastra)

Novel serius atau novel sastra harus sanggup memberikan serba

kemungkinan. Jika ingin memahami novel sastra diperlukan daya konsentrasi

yang tinggi dan disertai kemauan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan

kehidupan yang ditampilkan dalam novel jenis ini disoroti dan diungkapkan

sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.

Ciri-ciri novel serius yaitu :

1. Dalam tema : karya sastra tidak hanya berputar-putar dalam

masalah cerita asmara muda-mudi belaka, ia membuka diri

terhadap semua masalah yang penting untuk menyempurnakan

hidup manusia. Masalah cinta dalam karya sastra kadang hanya

penting untuk menyusun plot cerita, sedang masalah yang

sebenarnya berkembang diluar itu.

2. Jalan cerita memang penting, tetapi bukan merupakan daya tarik

utamanya. Cerita itu selalu diimbangi bobot yang lain , seperti

karakterisasi, setting cerita, tema, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

3. Karya sastra tidak hanya berhenti di gejala permukaan saja, tetapi

selalu mencoba memahami secara mendalam dan mendasar suatu

masalah.

4. Kejadian atau pengalaman yang diceritakan dalam karya sastra bisa

dialami atau sudah dialami dan akan terus dialami oleh manusia

mana saja dan kapan saja. Karya sastra membicarakan hal-hal yang

universal dan nyata, bukan kejadian yang artifisial dan bersifat

kebetulan.

5. Sastra selalu bergerak, selalu segar dan baru. Ia tidak mau berhenti

pada konvensialisme. Penuh inovasi.

6. Bahasa yang dipakai adalah bahasa standar, dan bukan slang atau

mode sesaat.

Dilihat dari penggolongannya, maka penulis memasukkan novel

“Rashomon Gate” ini kedalam novel serius karena dalam novel ini menceritakan

tentang kehidupan nyata pada masa di zaman Heian-kyo Jepang.

2.2 Setting Novel Rashomon Gate

Setiap peristiwa dalam kehidupan pada dasarnya juga selalu berlangsung di

tempat-tempat tertentu yang berhubungan dengan daerah, misalnya kota atau desa,

lokal, misalnya rumah, bunga-bungaan, dan yang lainnya. Pada sisi lain, kegiatan

tersebut juga selalu berada dalam waktu tertentu serta dilatar belakangi peristiwa

tertentu pula, mungkin kegiatan kerja kantor, universitas, keluarga, maupun

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

Dengan paparan di atas, berlaku juga dalam cerita fiksi karena peristiwa-

peristiwa dalam cerita fiksi juga dilatarbelakangi oleh tempat, waktu, maupun

situasi tertentu. Akan tetapi dalam karya fiksi, setting bukan hanya berfungsi

sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat suatu cerita menjadi logis. Ia

juga memiliki fungsi psikologis sehingga setting pun mampu menuansakan makna

tertentu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan

emosi atau aspek kejiwaan pembacanya (Aminuddin, 2000:67). Jadi dengan

demikian setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat,

waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan psikologis.

Unsur-unsur setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu:

2.2.1 Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi . unsur tempat yang digunakan mungkin berupa nama

tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa

nama jelas. Dalam novel ‘Rashomon Gate’ mengambil latar tempat berada di

beberapa tempat di Kyoto- Jepang. Peristiwa– yang peristiwa tersebut terjadi di

tempat-tempat seperti di universitas, kantor , rumah , kuil dan lain-lain.

2.2.2. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang kaitannya atau dapat

dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Oleh sebab itu dalam kaitannya sebagai latar

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

waktu maka dalam novel ‘Rashomon Gate’ mengakat cerita pada abad ke-11 yang

pada zaman itu masih banyak tradisi , takhayul dan lain-lain.

2.2.3. Latar Sosial Budaya

Latar sosial menyaran kepada hal-hal yang berhubungan dengan prilaku

kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi

maupun nonfiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan

hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan

bersikap, dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial,

konflik sosial yang terjadi pada masyarakat.

Demikian juga pada novel ‘Rashomon Gate’ terdapat ruang

lingkup tempat waktu sebagai wahana para tokohnya mengalami berbagai

pengalaman dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam novel

‘Rashomon Gate’ ini terjadi di Jepang. Novel yang berlatar belakang kebudayaan

dan strata sosial yang ada di jepang pada abad ke-11 yang membawa kita seakan-

akan hidup di Zaman Heian. Strata sosial dan kebudayaan yang berbeda. Yang

membuat novel ini lebih seru dan menarik untuk dibaca. Rashomon gate adalah

pintu gerbang besar di selatan ibukota Kyoto-Jepang. Pada saat itu semua orang

tahu bahwa kalangan miskin disana yang tidak sanggup mengupayakan

pemakaman meninggalkan mayat disana. Dan pihak berwenang akan

mengumpulkannya untuk kemudian membakarnya bersama mayat-mayat yang

lain. Oleh karena itu selain penjahat, tidak ada seorangpun yang datang setelah

malam.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

Dengan kondisi demikian Hal ini juga membuat keadaan masyarakat

jepang semakin kacau dan banyak terjadinya pembunuhan dan kasus- kasus

lainnya.

2.3 Biografi Pengarang

Iggrid .J. Parker adalah salah satu penulis yang paling dihormati di

Virginia. Dia lahir di Jerman 1958. Inggrid merupakan peraih shamus award pada

untuk cerita pendek” Akitada’s First Case”dan novel The Dragon Scroll,

Rashomon Gate dan Hell screen. Dan saat ini ia tinggal di Virginia beach,

Virginia. Inggrid .J. Parker seorang penulis yang tidak begitu ingin kehidupan

pribadinya diekspos karena bagi beliau tulisan-tulisan nyag lebih penting di

ekspos dari pada kehidupan pribadinya.

2.4 Sosiologi dalam Kajian Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal

dari akar kata sosio/socius (Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos berarti

ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi)

masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan

antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris. Sastra dari

akar kata (sansekerta) berarti mengarahkan , mengajar, memberi petunjuk, dan

intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat untuk

mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra

bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan,

artinya kumpulan hasil karya sastra yang baik (Nyoman, 2003:1).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

Sesungguhnya kedua ilmu tersebut yaitu sosiologi dan sastra memiliki

objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat. Meskipun demikian , hakikat

sosiologi dan sastra berbeda, bahkan bertentangan secara diametral. Sosiologi

adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang sastra sosiologi

merupakan perbedaan hakikat, sebagai perbedaan ciri-ciri, sebagaimana

ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan, fiksi dan fakta

(Nyoman, 2003:2).

Menurut Ratna (2003: 2) ada sejumlah definisi mengenai sosiologi sastra

yang perlu dipertimbangkan dalam rangka menemukan objektivitas hubungan

antara karya sastra dengan masyarakat, antara lain:

1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan pertimbangan aspek

kemasayarakatannya.

2. Pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek

kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya.

3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan

masyarakat yang melatarbelakangi.

4. Sosiologi sastra adalah hubungan dua arah antara sastra dengan

masyarakat, dan

5. Sosiologi sastra berusaha menemukan kualitas interdepedensi antara sastra

dan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra tidak terlepas

dari manusia dan masyarakat yang bertumpu pada karya sastra sebagai objek yang

dibicarakan. Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih

mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial.

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang reflektif. Penelitian

ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin

kehidupan masyarakat. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran

sastra tidak dalam kekosongan moral. Kehidupan sosial akan menjadi picu

lahirnya karya sastra. Karya sastra yang sukses yaitu karya sastra yang dapat

merefleksikan zamannya.

Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam

kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian,

sastra tetap diakui sebagai ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu

sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan

sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan

tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis.

Didalam genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre

prosalah yang dianggap paling diminati dalam menampilkan unsur-unsur sosial.

Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsur-

unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan

masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga

cenderung merupakan bahasa sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

Bahasa yang umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah

dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsive

sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Oleh karena itu lah, menurut

Nyoman (2004:336) karya sastra lebih jelas mewakili ciri-ciri zamannya. Seperti

pada novel ‘’Rashomon Gate” yang menunjukkan kehidupan masyarakat Jepang

pada zaman Heian pada abad ke-11 mencerita kan tentang strata sosial yang

berbeda di Jepang yang membawa kita seakan-akan hidup di zaman tersebut.

Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan sengan ilmu sosial dan

humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra. Penyajian secara

tidak langsung, dengan menggunakan bahasa metaforis konotatif, memungkinkan

untuk menanamkan secara lebih intern masalah-masalah kehidupan terhadap

pembaca. Artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya satra dengan hakikat yaitu

imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia

kehidupan yang lain yang berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Inilah aspek-

aspek sosial karya sastra.

Dimana karya sastra diberikan kemungkinan yang luas untuk mengakses

emosi, obsesi, dan berbagai kecendrungan yang tidak mungkin tercapai dalam

kehidupan sehari-hari. selama pembaca karya sastra pembaca secara bebas

menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain.

Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi

sastra adalah sastra dan sosiologi. Dengan pertimbangan bahwa karya sastra juga

memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang terlibat

adalah sejarah, filsafat, agama, ekonomi,dan politik. Yang perlu diperhatikan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL DAN SOSIOLOGI

dalam penelitian sosiologi sastra adalah dominasi karya sastra, sedangkan ilmu-

ilmu yang lain berfungsi sebagai pembantu.

Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra

dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dilakukan

menurut Nyoman (2004:339-340) meliputi tiga macam, yaitu:

1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung didalam karya

sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang

pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model

hubungan yang terjadi disebut refleksi.

2. Sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan

antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang

bersifat dialetika.

3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi

tertentu , dilakukan dengan disiplin tertentu. Model analisis inilah yang

pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua.

Di dalam menganalisis dengan menggunakan sosiologi sastra,

masyarakatlah yang harus lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan

karya sastra, bukan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara