bab ii tinjauan umum tentang zakat a. pengertian · pdf filedalam al-qur’an dan hadits...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT
A. Pengertian Zakat
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi; lughah) kata zakat merupakan kata dasar
(masdar) dari “zaka” yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Pendapat lain
mengatakan bahwa kata dasar “zaka”, berarti bertambah dan tumbuh, sedangkan
setiap sesuatu yang bertambah disebut zakat artinya bertambah. Bila satu tanaman
tumbuh tanpa cacat, kata-kata zakat berarti bersih. Dari segi istilah, banyak para
ahli mendefinisikannya. Misalnya dari segi istilah fiqh berarti sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang yang berhak,
disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.1
Adapun zakat menurut terminology (syara) berarti hak yang wajib dikeluarkan
dari harta.2 Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan,“Mengeluarkan sebagian
yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas
kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada yang berhak menerimanya (mustahiqq)-
nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl (setahun), bukan
barang tambang dan bukan pertanian.”3Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat
dengan,“Menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai
milik yang khusus, ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT.” 4 Menurut
mazhab Syafi’i mendefinisikan zakat dengan,“Ungkapan untuk keluarnya harta
1 Ibid. hal 38. 2 Wahbah al-Zuhayly.,op.cit, hal.83 3 Wahbah Al- Zuhhayly. op. cit, hal 83. 4 Ibid.
25
2
atau tubuh sesuai dengan cara khusus.”5Menurut mazhab Hanbali mendefinisikan
zakat dengan,“Zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus
untuk kelompok yang khusus pula.”6
Menurut Nawawi, jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat
karena yang dikeluarkan itu “menambah banyak, membuat lebih berarti dan
melindungi kekayaan dari kebinasaan”. Sedangkan menurut Ibnu Taymiyah, jiwa
orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan bersih pula, bersih
dan bertambah maknanya. Hal ini berarti bahwa makna tumbuh dan berkembang
itu tidak hanya diperuntukkan buat harta kekayaan tetapi lebih jauh dari itu.
Dengan mengeluarkan zakat, harta itu menjadi bersih. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT berfirman :
﴾ ١٠٣:التوبة ﴿ خذ من اموالھم صدقة تطھرھم وتزكیھم بھا
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka…(at-Taubah, ayat :103).
Dari ayat ini tergambar bahwa zakat yang dikeluarkan oleh para muzakki itu
dapat mensucikan hati mereka. Suci hati dapat diartikan mereka tidak lagi
mempunyai sifat yang tercela terhadap harta seperti rakus dan kikir. Sebagai
orang yang suci hati dan dapat petunjuk Allah dia akan mengeluarkan harta
bendanya tidak hanya semata-mata karena kewajiban yang diperintahkan Allah,
melainkan benar-benar karena merasa sebagai orang yang mempunyai kelebihan
harta yang ikut bertanggung jawab atas sebagian masyarakat yang terlantar.
5 Ibid. 6 Ibid.
3
Dengan rasa tanggung jawab yang demikian, ia akan mau setiap saat
mengeluarkan hartanya bila orang lain memerlukannya, dan ia akan memiliki jiwa
yang peka terhadap kemiskinan dan kesengsaraan orang lain. Dilihat dari segi si
miskin, zakat dapat membuat hati mereka bersih dan suci. Dengan menerima
zakat, ia dapat mengusir rasa iri dan dengki terhadap muzakki.
Menurut UU No. 38 Tahun 1999 yang dimaksud dengan zakat adalah harta
yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang
muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
B. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan dasar prinsipil untuk menegakkan struktur sosial Islam.
Zakat bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah iuran wajib. Ia adalah
perintah Allah yang harus dilaksanakan. Jadi hukumnya wajib “ain (fardhu ‘ain)
bagi setiap muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh syari’at. Dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak perintah untuk melaksanakan
zakat, antara lain firman Allah dalam Al-Qur’an :
واقیموا الصالة واتواالزكاة وماتقدمواالنفسكم من خیرتجدوهعند اهللا اناهللا بما تعملون بصیر
﴾١١٠:البقرة ﴿
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa-apa yang kamu
usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada
sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan. (al-
Baqarah, ayat :110).
4
Dari sumber ajaran hukum Islam akan ditemukan dasar hukum zakat dalam
Al-Qur’an terdapat dua periode penurunan yaitu periode Mekkah dan Madinah.
Pada periode Mekkah terdapat pada surat al-Mujamil ayat 20, surat al-Bayyinah
ayat 9. Pada periode Madinah terdapat pada surat al-Baqarah ayat 43.
Hadits Nabi saw menyebutkan betapa zakat sangat asasi atas tegaknya Islam,
selain dari syahadat, shalat, dan rukun Islam lainya, sebagaimana diriwayatkan
dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda :
٫شھادةانالالھإالاهللا واشھدان محمدالرسولاهللا : بني االسالم على خمس
وحجالبیت لمن استطاع إلیھ سبیال ٫ وصوم رمضان٫وایتاءالزكاة ٫واقامالصالة
Artinya : Islam didirikan di atas lima dasar : mengikrarkan bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhamad adalah Rasul Allah, mendirikan shalat,
membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan berhaji bagi siapa yang
mampu.
Jadi di dalam hadis tersebut Rasul mengatakan bahwa rukun Islam itu ada
lima yang dimulai dengan syahadat, kedua shalat, dan ketiga zakat. Dengan
demikian zakat, di dalam sunnah dan begitu juga dalam al-Qur’an, adalah dasar
Islam yang ketiga, yang tanpa dasar ketiga itu bangunan Islam tidak akan berdiri
tegak dengan baik.
Menurut UU No.38 tahun 1999 Pasal 2 menyatakan bahwa setiap warga
negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang dimiliki
orang muslim berkewajiban menunaikan zakat. Penjelasan dari Pasal tersebut
bahwa yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah yang berada dan
5
menetap baik di dalam negeri maupun luar negeri, dan yang dimaksud dengan
mampu adalah mampu sesuai dengan ketentuan agama.
C. Tujuan Zakat
Zakat yang mengandung pengertian bersih, suci, berkembang dan bertambah
mempunyai makna yang sangat penting dalam kehidupan manusia baik sebagai
individu maupun masyarakat. Dengan demikian lembaga zakat itu diwajibkan
untuk dilaksanakan guna mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Zakat adalah
ibadah yang memiliki dua dimensi yaitu vertical dan horizontal. Zakat merupakan
ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (habluminallah ; vertical) dan
sebagai kewajiban kepada sesama manusia (habluminnaas; horizontal). Zakat
juga sering disebut sebagai ibadah kesungguhan dalam harta (maaliyah
ijtihadiyyah). Tingkat pentingnya zakat terlihat dari banyak ayat yang
menyandingkan perintah zakat dengan perintah shalat.
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat
merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.
M.A. Mannan di dalam bukunya “Islamic Economics: Theory and Pratice”
menyebutkan bahwa zakat mempunyai prinsip, yaitu :
a. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat
merupakan salah satu manifestasi dari kenyakinan beragamanya.
b. Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat, yaitu
membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada
manusia.
6
c. Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus
dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah
lewat jangka waktu terentu.
d. Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat hanya dibayar oleh orang
yang bebas atau merdeka (hurr).
e. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-
mena, tapi melalui aturan yang diisyaratkan.
Sedangkan tujuan zakat adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi.7
Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si
kaya untuk dialokasikan kepada si miskin. Para cendikiawan muslim banyak
menerangkan tentang tujuan-tujuan zakat, baik secara umum yang menyangkut
tatanan ekonomi, sosial, dan kenegaraan maupun secara khusus yang ditinjau dari
tujuan-tujuan nash secara eksplisit. Yaitu diantaranya:
a. Menyucikan harta dan jiwa muzakki
b. Mengangkat derajat fakir dan miskin
c. Membantu memecahkan masalah para gharimin (orang yang berhutang),
ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan), dan mustahiq lainnya.
d. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan
manusia pada umumnya.
e. Menghilangkan sifat kikir para pemilik harta
7 Hikmat Kurnia., of.cit. hal 9
7
f. Menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati orang-
orang miskin.
g. Menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat
agar tidak ada kesenjangan di antara keduanya.
h. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama
bagi yang memiliki harta.
i. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain padanya
j. Zakat merupakan manisfestasi syukur atas nikmat Allah
k. Berahlak dengan ahlak Allah
l. Mengobati hati dari cinta dunia
m. Mengembangkan kekayaan batin
n. Mengembangkan dan memberkahkan harta
o. Membebaskan si penerima (mustahiq) dari kebutuhan, sehingga dapat
merasa hidup tenteram dan dapat meningkatkan kekhusyukan ibadat
kepada Allah SWT.
p. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai kedilan social.
q. Tujuan yang meliputi bidang moral, social, dan ekonomi; dalam bidang
moral, zakat mengikis ketamakan dan keserakahan hati sikaya. Sedangkan,
dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk menghapuskan kemiskinan dari
masyarakat. Dan di bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan
kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan
wajib kaum muslimin untuk pembendaharaan Negara.
8
Dari tujuan-tujuan di atas tergambar bahwa zakat, sebagai salah satu ibadah
khusus yang langsung kepada Allah mempunyai dampak yang sangat besar untuk
kesejahteraan manusia dalam masyarakat. Dengan terlaksananya lembaga zakat
secara baik dan benar, kesulitan dan penderitaan fakir miskin akan berkurang. Di
samping itu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti masalah-
masalah yang berhubungan dengan para mustahiq juga dapat dipecahkan. Dengan
adanya pemberian zakat para muzakki kepada para mustahiq kekeluargaan
sesama umat Islam semakin nampak, sehingga jurang pemisah antara orang kaya
dengan yang miskin akan berkurang, diharapkan akan hilang sama sekali.
Zakat diperintahkan dengan tujuan untuk menjaga jangan sampai golongan
miskin iri hati terhadap golongan kaya. Membersihkan yang dimaksud oleh
firman Allah dalam ayat perintah zakat dapat dipahami sebagai membersihkan
orang kaya dari sifat kikir dan membersihkan orang miskin dari sifat dengki dan
iri hati.
D. Hikmah Zakat
Kesenjangan penghasilan rezeki dan mata pencarian dikalangan manusia
merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini, dalam penyelesaiannya,
memerlukan campur tangan Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:
﴾ ٧١: النحل ﴿ واهللا فضل بعضكمعلى بعض فىالرزق
Artinya : Dan Allah melebihkan sebagian dari yang lain dalam hal rezeki (an-
Nahl ayat 71).
9
Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah SWT melebihkan sebagian kita dari
sebagian yang lain dalam hal rezeki. Dia mewajibkan orang yang kaya untuk
memberikan hak yang wajib atau fardu kepada orang yang fakir. Kefarduan zakat
merupakan jalan yang paling utama untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut.
Juga, ia bisa merealisasikan sifat gotong royong dan tanggung jawab sosial di
kalangan masyarakat Islam.
Adapun hikmah zakat itu adalah :
Pertama, sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-nya,
menumbuhkan ahlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi,
menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus
mengembangkan harta yang dimiliki. Selain itu zakat juga bisa dijadikan sebagai
neraca, guna menimbang kekuatan iman seorang mukmin serta tingkat
kecintaannya yang tulus kepada Rabbul’izzati. Sebagai tabiatnya, jiwa manusia
senantiasa dihiasi oleh rasa cinta.
Kedua, membantu, menolong dan membina kaum dhuafa maupun mustahiq
lainnya kearah kehidupannya yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga
mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah
kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus memberantas sifat
iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul ketika mereka (orang-orang yang
miskin) melihat orang kaya yang bercukupan hidupnya tidak memperdulikan
mereka.
Ketiga, sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang
dibutuhkan oleh umat Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial
10
dan ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia
(SDM) muslim.
Keempat, untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan distribusi harta,
sehingga diharapkan akan lahir masyarakat yang makmur dan saling mencintai
diatas prinsip ukhuwah Islamiyyah.
Kelima, menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar.
Keenam, zakat adalah ibadah maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial
ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan merupakan perwujudan
solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat
persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antar golongan miskin dan
sebagai penimbun jurang yang terjadi antara golongan yang kuat dengan yang
lemah.
Ketujuh, menunjang terwujudnya system kemasyarakatan Islam yang berdiri atas
prinsip-prinsip : ummatan wahidah (umat yang bersatu), musawwah (umat yang
mamiliki persamaan derajat dan kewajiban), ukhuwah Islamiyyah (persaudaran
Islam), dan takaful ijtima’i ( sama-sama bertanggung jawab).
E. Macam-macam Zakat
Zakat ada dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat mal.
1. Zakat Fitrah
Disamping kewajiban zakat dalam berbagai barang, ada kewajiban lain, yaitu
zakat fitrah. Setiap jiwa yang hidup di kalangan umat Islam, baik bayi, anak-anak,
remaja, dewasa atau tua, laki-laki atau perempuan, wajib membayar zakat
11
fitrahnya. Bagi mereka yang tidak mampu membayar zakat fitrahnya sendiri,
kewajiban membayar zakatnya dipikul oleh orang yang bertanggung jawab
memberi nafkahnya.
Menurut Yusuf Qardhawi ada dua hikmah zakat fitrah.8
Pertama, yang berkenaan dengan orang yang berpuasa di bulan Ramadhan.
Seringkali orang yang berpuasa itu terjerumus pada perkataan dan perbuatan yang
tidak ada manfaatnya padahal puasa yang sempurna adalah puasa lidah dan
anggota tubuh. Orang yang berpuasa seluruh anggota tubuh tidak diijinkan
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT dan Rasul-nya, baik itu
merupakan perbuatan maupun perkataan. Akan tetapi manusia mempunyai
kelemahan, kadang-kadang ia tidak bisa melepaskan diri dari hal-hal tersebut
sehingga datanglah kewajiban zakat fitrah di akhir bulan Ramadhan untuk
membersihkan kotoran puasanya atau menambah kekurang sempurnaan puasanya.
Kedua, adalah hikmah zakat fitrah yang berkenaan dengan masyarakat. Zakat
fitrah itu dapat menumbuhkan rasa kecintaan orang-orang yang membutuhkan.
2. Zakat Mal
Kekayaan (amwal) merupakan bentuk jamak dari kata mal, dan mal bagi
orang Arab, yang dengan bahasannya Qur’an diturunkan kekayaan adalah segala
sesuatu yang dimiliki, namun orang-orang desa sering menghubungkannya
dengan ternak dan orang-orang kota sering menghubungkannya dengan emas dan
perak, tetapi semuanya adalah kekayaan.9
8 Farida Prihatin, Hukum Islam Zakat dan Wakaf Teori dan Prakteknya di Indonesia(Jakarta:UI Press, 2005) hal,52 9 Qardawi, op, cit, hal, 123.
12
Tetapi menurut mazhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, manfaat-manfaat itu
termasuk kekayaan, menurut mereka yang penting bukanlah dapat dipunyai
sendiri tetapi dipunyai dengan menguasai sumbernya. Yang terpenting adalah
bahwa manfaat-manfaat itu dapat dikuasai dengan menguasai tempat dan
sumbernya.
Para ahli hukum positif berpegang pada prinsip ini. Karena bagi mereka
manfaat-manfaat itu adalah kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak pengarang,
hak paten, dan sejenisnya. Oleh karena itu kekayaan menurut mereka lebih luas
dari pada kekayaan menurut para ahli fiqh.10
Pada umumnya jenis-jenis kekayaan itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Zakat emas dan perak
Para ulama sepakat bahwa emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya.
Pendapat ini berdasarkan pada firman Allah SWT dalam surat At-Taubah, ayat 34
yang artinya:
Artinya : ”Dan orang-orang yng menyimpan emas dan perak dan tidak
menfkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa
mereka akan mendapatkan siksa yang pedih”.
Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai zakat emas dan
perak yang dipakai sebagai perhiasan. Menurut Abu Hanifah, emas dan perak baik
berupa perhiasan maupun bukan perhiasan wajib dikeluarkan zakatnya.11
10 Syekh Ali Khafif, Ahkam Muamalat as-sya’iyya, hal, 3-4. 11 Sayid Sabiq, fiqh al-sunnah, Jilid III (Kuwait: Dai al-Bayar,1968) hal.31-32.
13
Sedangkan tiga imam yang lain yaitu Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad Hambal berpendapat bahwa perhiasan dan perak tidak wajib dikeluarkan
zakatnya.12
Perbedaan pendapat ini, mengenai perhiasan yang halal apabila wanita
memakai perhiasan-perhiasan yang tidak boleh dipakai, seperti memakai bejana-
bejana emas dan perak maka hukumnya haram dan ia wajib mengeluarkan
zakatnya.13 Pendapat lain mengatakan bahwa termasuk perhiasan haram adalah
perhiasan yang berlebihan. Nisab zakat emas adalah 20 misqal atau 20 dinar atau
85 gram emas, untuk perak adalah 200 dirham atau 595 gram perak. Emas dan
perak ini baru wajib zakat apabila telah dimiliki selama satu tahun.
2. Zakat hewan ternak
Usaha perternakan merupakan suatu usaha yang sangat bernilai ekonomis,
karena itu dikatagorikan sama dengan pertanian dan perdagangan. Usaha ini
dikenakan zakat.
Syarat untuk dizakati adalah :
a. Termasuk jenis binatang ternak yakni binatang yang
dikembangbiakan melalui peternakan.
b. Jumlahnya telah mencapai nishab.
c. Milik dari peternak.
d. Telah mencpai haul yaitu telah dimiliki selama satu tahun.
e. Bintang tersebut tidak dipekerjakan.
12 Ibid 13 Ibid, hal 34.
14
Peternakan pada masa sekarang diusahakan dengan cara yang modern dan
bertujuan untuk diperdagangkan. Karena itu untuk binatang ternak ini zakatnya
sama dengan zakat perdagangan. Nishabnya sama dengan 85 gram emas dan
kadarnya 2,5 %.
Sedangkan untuk binatang ternak yang digembalakan, merumput sendiri mka
nishabnya adalah nishab binatang ternak.
Tabel 1
Nishab dan Kadar Zakat Unta
Nishab Kadar Zakatnya
5-9 ekor 1 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih
10-14 ekor 2 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih
15-19 ekor 3 ekor kambing betina,umur 1 tahun lebih
20-24 ekor 4 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih
25-35 ekor 1 ekor unta betina, umur 1 tahun lebih
36-45 ekor 1 ekor unta betina, umur 2 tahun lebih
46-60 ekor 1 ekor unta betina, umur 3 tahun lebih
61-75 ekor 1 ekor unta betina, umur 4 tahun lebih
76-90 ekor 2 ekor unta betina, umur 2 tahun lebih
91-120 ekor 2 ekor unta betina, umur 3 tahun lebih
Catatan : jika jumlahya lebih dari 120 ekor maka setiap 40 ekor zakatnya 1 ekor
anak unta betina umur 2-3 tahun, dan setiap 50 ekor zakatnya 1 ekor unta betina
umur 3-4 tahun.
15
Tabel 2
Nishab dan Kadar Zakat Sapi
Nishab Kadar Zakat
30-39 ekor 1 ekor anak sapi betina/jantan, umur 1 tahun lebih
40-59 ekor 1 ekor anak sapi betina/jantan, umur 2 tahun lebih
60-69 ekor 2 ekor anak sapi betina/jantan, umur 1 tahun lebih
70-79 ekor 1 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun dan 1 ekor sapi umur
1 tahun
80-89 ekor 2 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun lebih
90-99 ekor 3 ekor anak sapi betina, umur 1 tahun lebih
100-109 ekor 1 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun lebih dan 2 ekor sapi
umur 1 tahun
110-119 ekor 2 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun dan 1 ekor sapi umur
1 tahun
120 ekor 3 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun atau 4 ekor sapi umur
1 tahun
Catatan : jika banyaknya bertambah, maka setiap 30 ekor zakatnya 1 ekor sapi
umur 1 tahun, setiap 40 ekor zakatnya 1 ekor betina umur 2 tahun.
Tabel 3
Nishab dan Kadar Zakat Kambing
Nishab Kadar Zakat
40-120 ekor 1 ekor kambing betina
121-200 ekor 2 ekor kambing betina
201-300 ekor 3 ekor kambing betina
16
Catatan : jika jumlahnya lebih, maka setiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor
kambing betina. Untuk domba dikeluarkannya yang berumur 1 tahun, sedangkan
untuk kambing yang berumur 2 tahun.
3. Zakat harta perdagangan
Yang dimaksud dengan zakat harta perdagangan adalah segala macam harta
benda yang disiapkan untuk diperjualbelikan oleh pemilik atau penyalurnya, baik
berupa emas, perak, binatang ternak, atau harta hasil petanian yang semuanya itu
juga merupakan barang-barang dan hasil usaha yang harus dizakati, sebelum
menjadi harta perdagangan. Harta perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya
apabila telah mencapai nishab dan haulnya.
Syarat harta perdagangan baru dikenakan zakat adalah :
a. Bila telah menapai nishab yaitu senilai dengan 20 dinar atau sekitar 85
gram emas.
b. Telah mencapai setahun.
c. Ada niat dan tindakan. Maksudnya barang itu dibeli dengan niat untuk di
jual dan mencari keuntungan dan tindakanya yaitu dijual pada pihak lain.
Tidak ada penurunan jumlah sampai melalui batas minimal nishab selama
setahun. Adapun nishab harta perdagangan sama dengan nishab emas dan perak.
Sedangkan hasilnya 1 tahun. Kadar zakatnya dua setengah persen atau satu per
empat puluh dari harga barang tanaman.
Zakat dihitung dari modal, laba, simpanan dan piutang barang dagangan yang
diharapkan dapat kembali lalu dikurangkan hutang baru dikeluarkan zakatnya
sebesar dua setengah persen.
17
4. Zakat hasil tanaman dan buah-buahan
Semua ulama sependapat bahwa gandum, padi, kurma, dan anggur kering
wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishabnya pada waktu
memanen. Adapun nishabnya semua ulama sepakat yaitu lima wasaq (=652,8/653
kg) gandum. Adapun besarnya zakat yang harus dikeluarkan berdasarkan untuk
tumbuhan yang diairi dari sungai atau hujan zakatnya 10% dan yang diairi dengan
bantuan seperti timba, binatang, alat penyiram dan lain-lain zakatnya 5%.
5. Zakat barang tambang (Ma’din) dan Temuan (Rikaz)
Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah 2 : 267 maka barang
tambang dan barang temuan termasuk barang yang dikeluarkan dari bumi maka
wajib dizakati. Barang tersebut harus merupakan harta yang tidak diketahui siapa
pemiliknya. Menurut keempat ulama yaitu Abu Hanifah, Ahmad, Maliki dan
Syafi’i sependapat bahwa untuk harta ma’din tidak diperhitungkan hasil atau
waktu setahun penuh, tetapi wajib dikeluarkan zakatnya disaat adanya seperti
tanaman. Adapun mengenai nishabnya Syafi’i, Maliki dan Ahmad berpendapat
bahwa barang tambang tersebut harus mencapai satu nishab uang yaitu 20 mitsqal
untuk emas dan 200 dirham untuk perak. Ketiganya sependapat bahwa kadar
zakatnya satu perempat puluh, sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa untuk
harta ma’din tidak ada nishab dan kadar zakatnya satu perlima.
6. Zakat hasil laut
Jumhur ulama berpendapat bahwa hasil laut baik berupa mutiara, merjan,
zabarjad ikan, ikan paus dan lain-lain tidak wajib dizakati kecuali menurut salah
18
satu riwayat Ahmad. Ia berpendapat bahwa hasil lautan wajib dikeluarkan
zakatnya apabila sampai satu nishab.14
Pendapat ini nampaknya kurang wajar, karena hasil ikan yang telah digarap
oleh perusahaan-perusahaan besar dengan peralatan modern saat ini memang
menghasilkan uang yang sangat banyak. Bagi ulama yang berpendapat bahwa
ikan harus dikeluarkan zakatnya berpendapat bahwa nishab ikan adalah sampai
200 dirham. Sedangkan hasil laut lain di dalam suatu riwayat pernah disebutkan
bahwa ambar dan mutiara laut wajib dizakati sebesar 20%.
Mengenai zakat hasil laut ini memang tidak ada landasaannya yang tegas,
sehingga diantara ulama sendiri terjadi perbedaan pendapat. Namun jika dilihat
dari surat Al-Baqarah ayat 267 sebagaimana sudah disebutkan jelas bahwa setiap
usaha usaha yang menghasilkan uang dan memenuhi syarat baik nishab dan
haulya wajib dikeluarkan zakatnya.
7. Zakat profesi
Zakat profesi ini termasuk kedalam katagori zakat mal. Menurut Yusuf
Qardhawi zakat profesi ini masuk dalam al-Mal al-Mustafad, yaitu kekayan yang
diperoleh oleh seorang muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan
syari’at agama.15 Sebagian ulama berpendapat bahwa harta pendapatan (profesi)
wajib dikeluarkan zakatnya apabila sudah mencapai nishab. Adapun nishabnya
adalah sama dengan kadar zakat dua setengah persen.
Yusuf Qhardhawi juga berpendapat bahwa harta hasil usaha seperti gaji
pegawai, upah karyawan, pendapatan dokter, insiyur, advokat dan lain-lain yang
14 Qardawi, op.cit.hal. 96. 15 Ibid, hal. 96.
19
mengerjakan profesi tertentu dan juga pendapatan yang diperoleh dari modal yang
diinvestasikan di luar sektor perdagangan, seperti pada mobil, kapal, kapal
terbang, percetakan, tempat-tempat hiburan dan lain-lainnya wajib terkena zakat
persyaratan satu tahun apabila sudah cukup nishab.16
Mengenai zakat profesi ini dalam al-Quran diatur dalam QS. At-Taubah :103,
Al-Baqarah :267, Adz-Dzaariyat :19. sedangkan UU No. 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat mengatur hal ini dalam Pasal 11 ayat (2) huruf f dikatakan
bahwa objek zakat adalah hasil pendapatan dan jasa.
8. Zakat gaji
Yang dimaksud dengan gaji adalah upah yang dibayar di waktu yang tepat.
Selain gaji penghasilan tetap setiap bulan, seseorang pegawai atau karywan
terkadang menerima honorarium sebagai balas jasa terhadap suatu pekerjaan yng
dilkukan di luar tugas pokoknya sebagai pengajar. Berdasarkan al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 267 yang artinya sebagai berikut :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik.
Maka jelaslah bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dan lain-
lain) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan surat Al-Baqarah ayat 267
tersebut yang mengandung pengertian umum, jika penghasilan tersebut telah
melebihi kebutuhan pokok hidupya dan keluarganya berupa sandang, pangan,
papan beserta alat-alat rumah tangga, kendaraan dan lain-lain. Kemudian sisa
penghasilannya masih mencapai nishabnya, yakni 93,6 gram emas dan telah
16 Ibid, hal. 490
20
genap setahun pemilikannya maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5%
dari seluruh peenghasilan yang masih ada pada akhir tahun.
9. Zakat saham dan obligasi
Pada zaman modern ini dikenal satu bentuk kekayaan yang diciptakan oleh
kemajuan dalam bidang industri dan perdagangan, disebut ”saham dan obligasi”.
Saham dan obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi
perdagangan khusus yang disebut ”bursa kertas-kertas berharga” kertas berharga
ini oleh para ahli diberi nama ”nilai terbawa”.
Ada dua pendapat para ilmuan tentang zakat saham dan obligasi.17
a. Pendapat pertama
Pendapat ini memandang saham dan obligasi berdasarkan jenis perusahaan
industri, perdagangan atau campuran keduanya. Saham hanya bisa dinilai setelah
perusahaan yang mencerminkan sebagian kekayaan itu diketahui. Berdasarkan hal
itulah ditetapkan apakah persahaan wajib zakat atau tidak. Pendapat ini
dikemukakan oleh Syekh Abdul Rahman Isa dalam bukunya ”al-Mu’amalat al-
Hadits w Ahkamuha”.
b. Pendapat kedua :
Pendapat ini tidak memandang saham sesuai dengan jenis perusahaannya,
yang berakibat satu perusahaan berbeda dari saham perusahaan jenis lain, tetapi
memandang saham itu satu jenis dan memberinya satu hukum pula tanpa melihat
perusahaan apa yang menerbitkannya. Ulama besar sperti Abu Zahra, Abdur
Rahman dan Abdul Wahab Khalaf berpendapat bahwa saham dan obligasi adalah
17 Qardhawi, loc, cit, hal.491.
21
kekayaan yang diperjualbelikan, dari pandangan ini, maka saham dan obligasi
termasuk dalam keadaan katagori barang dagangan, karena itu termasuk objek
zakat.
10. Zakat perusahaan
Perusahaan yang dapat dikenakan zakat adalah perusahaan yang memproduksi
barang yang halal, atau bergerak dibidang jasa dan atau dibidang keuangan. Para
ulama sepakat menganalogikan zakat perusahaan dengan zakat perdagangan
karena inti kegiatan perusahaan adalah kegiatan perdagangan. Sehingga nisabnya
adalah sama dengan 85 gram emas dan kadarnya 2,5%.
Menurut UU No. 38 tahun 1999 Pasal 11 zakat terdiri atas zakat mal dan zakat
fitri. Sedangkan harta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak, dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. hasil pertambangan;
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz;
Dalam penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya
ditetapkan berdasarkan hukum agama.
22
F. Syarat-syarat Zakat
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan
ulama, syarat wajib zakat adalah milik penuh, berkembang, cukup nishab, lebih
dari kebutuhan biasa, bebas dari hutang, berlaku satu tahun atau sudah sampai
haul, harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik atau halal.
Adapun syarat sahnya, juga menurut kesepakatan mereka, adalah niat yang
menyertai pelaksanaan zakat dan Tamlik (memindahkan harta kepada yang
menerima)
1. Syarat Wajib Zakat
Syarat harta yang wajib untuk dizakati seperti dijelaskan oleh Yusuf Qardawi
adalah sebagai berikut :18
a. Milik penuh
Yang dimksud dengan milik penuh adalah bahwa kekayaan itu harus berada
dibawah control atau dibawah kekuasaan pemilik, atau seperti yang dinyatakan
oleh sebagian ahli fiqh, bahwa kekayaan itu harus berada ditangannya, tidak
tersangkut didalamnya hak orang lain.
b. Berkembang
Kekayaan yang wajib dizakati adalah kekayaan yang dikembangkan atau
mempunyai potensi untuk berkembang menurut bahasa sekarang adalah bahwa
sifat kekayaan itu memberikan keuntungan, atau pendapatan, keuntungan ,
investasi, atau pemasukan. Ataupun kekayaan itu berkembang dengan sendiri,
artinya bertambah dan menghasilkan produksi.
18 Qardawi, op.cit, hal.127-124.
23
c. Cukup nishab
Islam mewajibkan zakat pada kekayaan yang berkembang dengan memberi
ketentuan sendiri yaitu sejumlah tertentu yang dalam ilmu fiqh disebut nishab.
Atau dengan kata lain nishab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang harus
dikeluarkan zakatnya.
d. Lebih dari kebutuhan biasa
Yang dimaksud dengan lebih dari kebutuhan biasa disini adalah “lebih dari
kebutuhan rutin”, oleh karena kebutuhan manusia sesungguhnya banyak sekali
dan bisa tidak terbatas, terutama pada masa kini orang menganggap barang-barang
mewah sebagai kebutuhan rutin adalah suatu yang tidak dapat tidak mesti ada
untuk ketahanan hidup seperti makanan, minuman, pakaian, perumahan dan alat-
alat yang diperlukan untuk itu yaitu buku-buku ilmu pengetetahuan dan
keterampilan serta alat-alat kerja.
e. Bebas dari hutang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat dan harus lebih
dari kebutuhan primer di atas haruslah cukup nishab yang sudah bebas dari
hutang. Bila pemilik mempunyai hutang yang menghabiskan atau mengurangi
jumlah nishab itu, zakat tidaklah wajib, kecuali bagi sebagian ulama fiqh terutama
yang berkenaan dengan kekayaan tunai. Mengenai kekayaan yang kelihatan
seperti ternak dan pertanian maka sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa hutang
tidaklah menghalangi kekayaan itu wajib dizakati. Karena hubungan zakat lebih
kuat kepada kekayaan yang kelihatan itu dan karena lebih nyata maka lebih
menggugah perasaan orang-orang miskin.
24
f. Berlaku setahun, atau telah sampai haulnya.
Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta ditangan pemilik telah berlalu
masanya dua belas bulan Qamariyah. Persyaratan setahun ini hanya buat ternak,
uang kertas dan harta perdagangan yaitu yang dapat dimasukkan dalam istilah
“zakat modal”. Tetapi hasil pertanian buah-buahan, madu, logam mulia, harta
karun dan lain-lainnya yang sejenis, tidaklah dipersyaratkan satu tahun dan
semuanya itu dapat dimasukkan dalm istilah “zakat pendapatan”.
g. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal.
Allah SWT tidak akan menerima zakat dari harta yang tidak baik dan tidak
halal. Ini ditegaskan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 267 , 188 dan Q.S. an-Nissa ayat
29.
Firman Alah dalam Q.S. al-Baqarah ayat 267 :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa-apa yang Kami keluarkan dari
bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan dari padanya, pedahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincangkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
2. Syarat Sah Pelaksanaan Zakat
a. Niat
Para fuqaha sepakat bahwa niat merupakan syarat pelaksanaan zakat.
Pendapat ini berdasarkan sabda Nabi berikut : “Pada dasarnya, amalan-amalan itu
dikerjakan dengan niat.” Pelaksanaan zakat termasuk salah satu amalan. Ia
25
merupakan ibadah seperti halnya salat. Oleh karena itu, ia memerlukan adanya
niat untuk membedakan antara ibadah yang fardu dan nafilah. Mengenai niat ini,
para fuqaha berpendapat :19
Menurut mazhab Hanafi berpendapat bahwa :
“Zakat tidak boleh dikeluarkan kecuali disertai niat yang dilakukan bersamaan
dengan pemberianya kepada fakir.”
Mazhab Maliki berpendapat bahwa :
“Niat disyaratkan dalam zakat sewaktu harta diserahkan kepada mustahiq”
Mazhab Syafi’i bependapat bahwa :
“Niat wajib dilakukan dilakukan di dalam hati, ia tidak disyaratkan untuk
diucapkan dengan lisan.”
Mazhab Hanbali berpendapat bahwa :
“Niat adalah menyatakan sebuah tekad bahwa harta yang dizakati itu adalah zakat
yang dikeluarkan oleh diri sendiri atau zakat yang dikeluarkan dari orang yang
diwakili, seperti anak kecil atau orang gila.
Apabila seseorang menyedekahkan semua hartanya secara tathawwu
(sukarela) dan tidak meniatkannya sebagai zakat, zakatnya belum dianggap sahih.
Ini adalah pendapat jumhur selain mazhab Hanafi. Alasannya, karena bila orang
tersebut tidak berniat untuk melakukan amalan yang fardu. Hal seperti itu sama
halnya dengan apabila dia menyedekahkan sebagian hartanya atau sama halnya
dengan orang yang salat seratus rakaat tetapi tidak berniat memfardhukannya.
19 Al-Zuhayly, op.cit, hal, 155-117
26
b. Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada yang menerima)
Tamlik menjadi syarat sahnya pelaksanaan zakat yakni harta zakat diberikan
kepada mustahiqq. Dengan demikian, seseorang tidak boleh memberikan makan
(kepada mustahiqq), kecuali dengan jalan tamlik. Mazhab Hanafi berpendapat
bahwa zakat tidak boleh diserahkan kepada orang gila dan anak kecil yang belum
mumayyiz (berakal). Kecuali, jika harta yang diberikan tersebut diambil oleh
orang yang berwenang mengambilnya, misalnya ayah, washiy (yang diberi
wasiat), atau yang lainnya. Hal ini berdasarkan ayat berikut :
﴾ ٦٠: التوبة ﴿ انما الصدقات للفقرآء
Artinya : sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir (at-
Taubah :60).
Yang dimaksud sengan sedekah ialah tamlik itu sendiri. Huruf “lam” yang
terdapat dalam kata “al-fuqara”, seperti menurut mazhab Syafi’I adalah “lam
tamlik”
G. Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Dalam al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 yang artinya sebagai berikut :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(At-Taubah : 60).
27
Dari ayat di atas jelas bahwa Allah dengan tegas menunjukan kepada umat Islam
kemana zakat itu harus disalurkan. Hal ini mengingatkan manusia agar mereka
memberikan harta zakat itu kepada orang yang berhak menerimanya. Dengan
petunjuk dari al-Qur’an diharapkan orng-orang yang memang membutuhkan
dapat menerima haknya. Golongan-golangan tersebut adalah :20
1. Fakir dan Miskin
Dalam ayat yang disebutkan di atas, fakir miskin merupakan prioritas utama
dari 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Tujuannya untuk
menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan umat Islam.
Menurut mazhab Hanafi, yang dimaksud dengan fakir adalah orang yang tidak
memiliki harta di bawah nishab menurut hukum zakat yang sah atau nilai sesuatu
yang dimiliki mencapai satu nishab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah
tangga, barang-barang pakaian, buku-buku sebagai keperluan sehari-hari.
Sedangkan pengertian miskin adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa.
Menurut mazhab Maliki, Syafi’I dan Hanbali, yang dimaksud dengan fakir
adalah mereka yang tidak memiliki harta atau penghasilan layak dalam memenuhi
keperluannya seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok
lainnya, baik untuk dirinya sendiri maupun mereka yang menjadi tanggungannya.
Adapun yang dimaksud dengan miskin adalah orang yang mempunyai harta atau
penghasilan yang layak dalam memenuhi keperluannya dan keperluan orang yang
menjadi tanggungannya, tetapi tidak sepenuhnya tercukupi, seperti seseorang
memerlukan 10 dirham tetapi hanya memiliki 7 atau 8 dirham.
20 Farida, op. cit, hal 77-86.
28
Departemen Agama dalam Pedoman Zakat mendefinisikan fakir yaitu orang
yang tidak berharta dan tidak mempunyai pekerjaan atau usaha tetap guna
mencukupi kebutuhan hidupnya (nafkah) dan tidak ada orang yang
menanggungnya (menjamin). Sedangkan miskin yaitu orang-orang yang tidak
dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, meskipun ia mempunyai pekarjaan atau
usaha tetap, tetapi hasil usaha itu belum dapat mencukupi kebutuhannya, dan tidak
ada orang yang menanggungya.
Golongan yang termasuk fakir miskin adalah :21
a. Orang yang tidak mempunyai harta dan usaha sama sekali.
b. Orang yang mempunyai harta atau usaha, tetapi tidak mencukupi untuk
diri dan keluarganya, yaitu penghasilannya tidak memenuhi kebutuhannya.
c. Orang yang mempunyai harta dan usaha, tetapi hanya dapat memenuhi
separuh atau lebih dari kebutuhan keluarganya, atau tidak dapat memenuhi
seluruh kebutuhan pokoknya.
Bagian-bagian mengenai besarnya yang dapat diperoleh fakir dan miskin,
menurut beberapa pendapat mazhab dapat disimpulkan menjadi dua pandangan
pokok :22
a. fakir miskin diberi zakat secukupnya, dan tidak ditentukan menurut
besarnya harta zakat yang diperoleh. Mengenai hal ini masih terbagi dalam
dua mazhab, yaitu diberikan seumur hidup atau cukup setahun saja.
b. Fakir miskin diberi zakat dalam jumlah tertentu dan besar kecilnya
disesuaikan dengan bagian mustahiq lain. 21 Didin Hafidhudin, Panduan Zakat Infak Sedekah, ct.1., (Jakarta:Gema Insani Pers, 1998). hal 40 22 Qardawi, op.cit., hal 528-531.
29
Dalam pemberian zakat ini hendaklah mencukupi. Maksudnya pemberian
zakat ini handaklah diberikan sampai mustahiq tersebut mencukupi hidupnya.
2. Amil Zakat (Pengurus Zakat)
Sasaran ketiga dari harta zakat adalah “amil zakat”. Yang dimaksud dengan
amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat seperti
pengumpul, bendahara, penjaga, pencatat, penghitung dan pembagi harta zakat.23
Dengan adanya pengurus zakat yang dientukan oleh pemerintah atau lembaga,
diharapkan zakat dapat dilaksanakan sebaik-baiknya sesuai dengan tujuan
lembaga zakat itu sendiri yaitu meratakan rezeki dan menciptakan keadilan social.
Meskipun demikian dalam mengangkat mengurus zakat (amil) ada beberapa hal
yang harus dipenuhi.
a. Tugas-tugas Amil Zakat
1. Pengumpul/penghasil zakat
Para petugas penghasil zakat melaksanakan pekerjaan pengumpulan zakat.
Tugas mereka menyerupai tugas para penagih pajak pada zaman sekarang.
Diantara tugas itu, ialah :24
a. Melakukan sensus terhadap orang-orang wajib zakat, macam harta yang
mereka miliki, dan besar harta yang mereka wajib dizakati.
b. Menagihnya dari para wajib zakat.
c. Menyimpan dan menjaga harta muzakki
d. Menyerahkan kepada pengurus pembagi zakat.
2. Pembagian zakat
23 Ibid, hal, 545 24 Ibid, hal. 546
30
Pembagian zakat ini lebih dekat dengan apa yang dilakukan oleh Departemen
Sosial, diantara tugas-tugas itu ialah :25
a. Memilih cara paling baik untuk mengetahui para mustahik zakat
b. Melaksanakan klasifikasi terhadap mereka dan menyatakan hak-hak
mereka
c. Menghitung jumlah kebutuhan mereka dan jumlah biaya yang cukup
untuk mereka dengan jumlah dan kondisi sosialnya.
Tugas-tugas tersebut menunjukan besarnya perhatian-perhatian ulama dalam
pengaturan pembagian zakat, sehingga hak mereka dapat sampai kepada mereka
dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa diminta oleh mereka.
b. Syarat-syarat Amil Zakat
Menurut Yusuf al-Qardhawi, syarat-syarat “amil zakat” itu antara lain adalah :
1. Muslim, karena zakat it urusan kaum muslim.
2. Mukalaf, artinya orang dewasa yang sehat akal dan fikirannya.
3. Jujur, dapat dipercaya, karena nanti ia akan dipercaya untuk memegang
harta kaum muslimin.
4. Memahami hukum-hukum zakat. Sebab jika ia tidak memahami hal
tersebut, berarti ia bukan orang yang cukup baik untuk mengemban tugas
yng diembankan kepadanya, dan memungkinkan untuk melakukan banyak
kesalahan dalam tugasnya.
5. Memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya dan sanggup
memikul tugas itu.
25 Ibid, hal. 547
31
6. Sebagian ulama melarang kerabat Nabi Muhamad SAW untuk menjadi
“amil zakat”. Namun syarat ini banyak dipertentangkan.
7. Sebagian ulama mensyaratkan “amil zakat” itu laki-laki. Tetapi hal ini
nampaknya tidak menutup kemungkinan wanita untuk menjadi “amil
zakat” selagi tugasnya itu sesuai dengan fitrahnya sebagai wanita.
8. Sebagian ulama juga mensyaratkan “amil zakat” itu harus orang merdeka,
bukan seorang hamba. Akan tetapi ada hadist yang artinya :
“ Dengarkanlah oleh kalian dan taatilah. Walaupun yang memerintahkan
kamu seorang budak yang rambutnya keriting seperti kismis” (Ahamad
dan Bukhari).
Dari hadist di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seorang “amil zakat”
asal dia memenuhi syarat meskipun dia budak dapat juga diangkat menjadi
amil zakat.
c. Bagian Amil Zakat
Amil itu adalah pegawai. Maka hendaklah ia diberi upah sesuai dengan
pekerjaannya, tidak terlalu kecil dan juga berlebihan. Menurut riwayat dari Syafi’i
disebutkan, amilin diberi zakat sebesar bagian kelompok lainnya, karena
didasarkan pada pendapatnya yang menyamakan bagian semua golongan
mustahik zakat.bila upah itu lebih besar dari bagian tersebut, haruslah diambilkan
dari harta di luar zakat.
Amil tetap diberi zakat meskipun ia kaya, karena yang diberikan kepadanya
adalah imbalan kerjanya, bukan berupa pertolongan bagi yang membutuhkan. Abu
Daud meriwayatkan hadist dari Nabi SAW yang artinya :
32
“Tidak halal sedekah bagi orang kaya kecuali dalam lima hal: pertama, orang
berperang di jalan Allah. Kedua, karena dia amil zakat. Ketiga, orang berhutang.
Keempat, orang yang membeli barang sedekah dengan hartanya. Kelima, orang
yang tetangganya seorang yang miskin, lalu ia bersedekah kepada orang miskin
itu, maka dihadiahkannya kembali kepada orang kaya itu pula.26
3. Muallaf
Muallaf adalah orang yang masih lemah imannya, karena baru memeluk
agama Islam atau orang yang mempunyai kemauan kuat untuk memeluk agama
Islam tetapi masih ragu-ragu (lemah) kemauannya itu.
Yusuf Qardhawi mangatakan golongan mualaf antara lain mereka yang
diharapkan kecendrungan hatinya atau kayakinannya dapat bertambah terhadap
Islam atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum muslimin, atau harapan akan
adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari
musuh.27
4. Riqab (Memerdekakan budak)
Yang dimaksud dengan budak disini mencakup :
a. Budak mukattab, yakni yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka
apabila melunasi harga dirinya yang telah ditetapkan.
b. Budak-budak biasa
26 Ibid, hal, 556 27 Ibid, hal, 563.
33
Budak mukattab dibantu dengan harta zakat untuk membebaskan mereka dari
belenggu perbudakan, sedang budak biasa dibeli dengan harta itu lalu
dibebaskan.28
Menurut Yusuf Qardhawi cara membebaskan budak dapat dilakukan dengan dua
cara, pertama,menolong hamba mukkatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian
dan kesepakatan dengan tuannya bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta
dengan nilai dan ukuran tertentu maka bebaslah ia. Cara kedua, seseorang dengan
harta zakatnya atau seseorang bersama-sama dengan temannya membeli seorang
budak atau ammah kemudian membebaskannya. Atau penguasa membeli seorang
budak atau ammah dari harta zakat yang diambilnya kemudian ia memerdekakan
budak itu. Cara ini diikuti oleh Imam Malik, Ahmad dan Ishak.29 Jumlah harta
yang dialokasikan untuk riqab ini disesuaikan dengan kebutuhan.
5. Gharimin (orang-orang yang berutang)
Menurut Abu Hanifah, gharim adalah orang yang berutang dan tidak punya
nishab penuh setelah utangnya serta tidak bisa membayar utangnya. Imam Maliki
berpendapat bahwa gharim adalah orang yang tidak memiliki harta yang cukup
untuk membayar utangnya.
Orang yang berutang itu ada dua macam :30
Pertama, mempunyai utang kemaslahatan dirinya sendiri, misalnya untuk nafkah,
pakaian, melaksanakan perkawinan, mengobati orang sakit, mendirikan rumah
dan lain-lain.
28 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid III (Kuwait: Dai al-Bayar, 1968) hal.124 29 Qardhawi, op. cit, hal 616. 30 Ibid., hal, 595.
34
Kedua, orang yang berutang untuk kemaslahatan masyarakat, yaitu untuk
melayani kepentingan masyarakat
Syarat-syarat seseorang dapat digolongkan sebagai gharimin :
a. Ia mempunyai kebutuhan untuk memiliki harta yang dapat membayar
utangnya, sehingga apabila ia kaya dan mampu untuk menutupi utangnya
dengan uang atau benda yang dimilikinya, maka dia tidak berhak
menerima bagian dari zakat.
b. Ia mempunyai utang untuk melaksanakan kataatan atau mengerjakan
sesuatu urusan yang diperbolehkan. Sedangkan apabila ia mempunyai
utang karena sesuatu kemaksiatan seperti minuman keras, perzinaan,
perjudian dan lain-lain pekerjaan yang diharamkan, maka ia jangan diberi
zakat. Juga termasuk orang yang berlebih-lebihan sehingga berhutang.
Tujuan tidak diberi zakat pada orang ini agar dia tidak berbuat maksiat
lagi.
c. Utangnya sudah jatuh tempo
d. Merupakan utang piutang terhadap manusia, jadi nazar dan kifarat yang
termasuk utang kapada Allah tidak termasuk.
Besarnya zakat yang diberikan pada gharim adalah sesuai kebutuhannya atau
sebesar utang yang harus dibayarnya. Apabila utang tersebut sudah dibebaskan
oleh yang berpiutang atau dibayar orang lain atau sudah dapat dilunasi olehnya
bukan dari zakat maka ia wajib mengembalikan zakat tersebut.
35
6. Fi Sabilillah
Menurut Yusuf Qardhawi ciri dari jihad fisabilillah adalah perjuangan yang
sesuai dengan ajaran Islam yang benar, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah,
tidak dicampuri unsur-unsur kesukuan dan kebangsaan, faham kapitalisme barat
atau sosialisme timur, dan senantiasa menjadikan Islam sebagai dasar, sumber,
tujuan, arah, pedoman dan penuntun dalam perjuangannya.31
Sebagian ulama mengatakan bahwa orang-orang melakukan ibadah haji
termasuk golongan fisabilillah, dan ada lagi yang mengatakan para pelajar dan
santri termasuk dalam golongan ini. Jihad pada masa ini bukanlah diartikan hanya
sebatas perang. Dewasa ini jihad fisabilillah dapat berupa bantuan kepada para
da’i, pendirian pusat kegiatan Islam yang representative, menerbitkan media cetak
yang baik untuk menandingi berita-berita yang merusak dan menyesatkan,
membela Islam dari kebohongan-kebohongan, menyebarkan buku-buku tentang
Islam yang baik, yang dapat menjelaskan maksud Islam, keindahan ajaran dan
kebenaran Islam, membuka kesalahan-kesalahan musuh Islam.32
7. Ibnu Sabil
Ibnu Sabil menurut Jumhur ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu orang
yang melitas dari satu daerah ke daerah lain. As-Sabil artinya ath-thariq (jalan).
Para ulama sepakat bahwa musafir yang kehabisan bekal di jalan, boleh diberi
sebagian dari zakat sekedar dapat mencakup keperluannya selama perjalanan
kembali, sekalipun ia adalah orang kaya di tempat tinggalnya.33
31 Ibid, hal, 595-6054. 32 Ibid., hal, 643. 33 Parida,op.cit., hal, 85.
36
Dalam hal ini mereka mensyaratkan perjalanan itu hendaklah dalam
melakukan ketaatan atu tidak dalam kemaksiatan. Mengeni perjalanan mubah
mereka berbeda pendapat yang lebih kuat adalah Syafi’i, yaitu bahwa oarng yang
melakukan perjalanan mubahpun boleh menerima zakat
Orang-orang yang termasuk golongan ibnu sabil :34
a. Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, baik karena salah
perhitungan, tersesat, hilang dicuri atau dirampok, dan lain-lain,
b. Musafir yang bermaksud hendak mengadakan perjalanan untuk
kemaslahatan Islam dan umatnya bukan untuk maksiat, akan tetapi tidak
mendapatkan biaya.
c. Orang yang diusir dan minta suaka. Di antara manusia, ada yang dipaksa
untuk meninggalkan tanah airnya dengan meninggalkan seluruh harta
miliknya. Orang tersebut lari ke negeri lain, demi mempertahankan
keyakinan dan agamanya, dan minta suaka politik.
d. Tuna wisma, yaitu orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang
layak.
e. Anak buangan, yakni anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya
(keluarganya). Anak-anak buangan ini lebih tepat dan lebih layak untuk
mendapatkan perlakuan yang baik.
Zakat sebagai lembaga Islam yang serta hubungannya dengan kehidupan
pribadi, masyarakat dan kemanusiaan, dalam pelaksanaannya perlu terikat kepada
ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu zakat tidak boleh diberikan
34 Hafidhuddin, op.cit., hal. 140-145
37
kepada orang yang tidak termasuk dalam golongan-golongan yang berhak
menerima zakat, dan para muzakki juga tidak boleh mengeluarkan zakat
sekehendaknya sendiri melainkan harus sesuai dengan sasaran zakat yang telah
ditentukan.
H. Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat
Adapun orang-orang yang tidak berhak menerima zakat secara umum adalah :35
1. Orang kaya
Sesuai dengan tujuan zakat adalah memberi kecukupan bagi fakir dan miskin,
maka pemberian zakat terhadap orang kaya akan merusak tujuan zakat itu sendiri.
Orang kaya itu tidak boleh diberi dari bagian orang fakir dan orang-orang
miskin, berdasarkan Sabda Rasulullah SAW yang artinya:
“Tidak halal sedekah-sedekah bagi orang kaya” dan ucapannya pada Mu’az bin
Jabal “Zakat itu diambil dari orang kaya, diantara mereka dan diberikan pada
orang fakirnya.”
Bahwa setiap orang seperti anak, istri atau kerabat yang kewajiban nafkahnya
dibebankan pada orang kaya, maka diharamkan kepada mereka menerima zakat,
karena sesungguhnya mereka itu dianggap cukup dengan nafkah itu, orang kaya
itulah yang memberi kecukupan.
35 Qardhawi. Op.cit. hal, 274.
38
2. Orang yang mampu bekerja
Golongan ini tidak boleh menerima zakat karena dianggap mampu untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya dan tidak boleh menunggu dan mengharapkan
zakat atau sedekah.
Apabila orang itu kuat tetapi tidak mempunyai pekerjaan, maka hal ini dapat
dikecualikan, dan ia dapat ditolong dari harta zakat yang layak. Dalam hadist
dikemukakan adalah :
“Tidak ada bagian dalam zakat buat orang kaya yang mampu bekerja.”
3. Orang yang tidak beragama dan orang kafir yang memerangi Islam
Ini adalah kesepakatan kaum muslimin berdasarkan firman Allah dalm Q.S.
60 ayat 9 yang artinya :
“Sesungguhnya Allah hanyalah melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu, karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu dan membantu untuk mengusir kamu. Dan barang siapa menjadikan
mereka sebagai kawan, maka merekalah orang-orang yang zalim.”
Tidak mengapa bagi seorang muslim memberi kapada orang yang bukan
muslim, sekedar untuk memelihara hubungan kemanusiaan, selama mereka tidak
memerangi kaum muslimin.
4. Anak-anak yang mengeluarkan zakat kepada kedua orangtua dan istri
Hal ini disimpulkan dari hadist dan ayat al-Qur’an yang artinya :
“Dan dari Abbas, ia berkata : Apabila kerabat itu orang yang tidak engkau
tanggung, maka berikanlah mereka itu sebagian dari zakat hartamu, tetapi jika
39
engkau tanggung mereka, maka janganlah engkau berikan harta zakat itu kepada
orang yang menjadi tanggunganmu.”(HR.Astram, dalam sunnahnya).
Dalam al-Qur’an surat 65 ayat 1 yang artinya :
“janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka.” (Q.S. 65 :1).
5. Keluarga Nabi SAW.
Hal ini juga dapat disimpulkan dari hadist dan al-Qur’an yang artinya sebagai
berikut :
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dari mereka.”(Q..S.9 ayat 103).
Hadis, artinya :
“Dari Abu Hurairah, ia berkata : Hasan bin Ali pernah mengambil sebutir kurma
shadaqah, lalu dimakannya. Kemudian bersabdalah Rasulullah SAW :”Buang,
bung, lempar dia, tidakkah engkau tahu, bahwa kita tidak boleh makan barang
shadaqah!.”
I. Tata Cara Pembagian Zakat
1. Pembayaran zakat kepada Imam dan pemberian zakat yang dilakukan oleh
pemiliknya sendiri.
Dalam firman Allah SWT :
والعاملین علیھا
Artinya : pengurus-pengurus zakat
Menunjukan bahwa pengambilan zakat dilakukan oleh imam karena jika
pemilik harta kekayaan diperbolehkan mengeluarkan zakatnya sendiri-sendiri,
40
tidak diperlukan lagi adanya pengurus atau panitia pemungut zakat. Pendapat ini
didukung oleh frman-Nya yang lain,
خذ من اموالھم صدقة
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka (Q.S.at-Taubah ayat 103)
Imam wajib membentuk dan mengutus panitia pemungut zakat karena dahulu
Nabi SAW. Dan para khalifah sesudahnya pernah mengutus para pemungut zakat
mereka. Disamping itu, ada orang yang memiliki harta kekayan yang tidak
mengetahui kewajiban yang dibebankan atas mereka dan ada pula diantara mereka
yang bakhil sehingga sangat diperlukan orang yang memungut zakat dari mereka.
Tetapi ada pula ayat yang menyebutkan bahwa pemilik harta kekayaan dapat
membagikan sendiri zakatnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya,
yaitu
والذین في اموالھم حق معلوم للساءل والمحروم
Artinya : “Dan orang-orang yang di dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi
orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak memiliki apa-apa (yang tidak
meminta) (Q.S. al-Ma’rij ayat 24-25).
Ayat tersebut menyebutkan bahwa di dalam harta kekayaan seseorang terdapat
hak orang-orang miskin yang meminta dan yang tidak mau maminta. Oleh karena
itu, pemilik harta kekayaan tersebut diperbolehkan memberikan hak mereka
secara langsung.
41
Berdasarkan ayat-ayat di atas tersebut, para ulama memberikan rincian
penjelasan mengenai pembagian zakat :36
a. Jika harta kekayaan hendak dizakati itu tersembunyi dan tidak terlihat,
seperti emas, perak, dan barang dagangan yang disimpan di gudang, sang
pemilik diperbolehkan membagikan zakatnya sendiri atau
membayarkannya sendiri kepada imam.
b. Jika harta kekayaannya kelihatan, seperti binatang ternak, tanaman, buah-
buahan. Pembayaran zakatnya melalui Imam, dan jika pemilik harta
kekayaan itu mengeluarkan zakatnya sendiri, tindakannya dianggap tidak
sah.
2. Membagikan zakat pada semua sasaran
Berdasarkan beberapa pendapat, penegasan, dan pentarjihan para mazhab
Fuqaha adalah sebagai berikut :37
a. Mestilah dibagikan kepada semua mustahiq, apabila harta zakat itu banyak
dan semua sasaran ada, kebutuhannya sama atau hampir sama.
b. Ketika diperkirakan ada dalam kenyataannya semua mustahik itu , maka
wajib tidak wajib mempersamakan antara semua sasaran pemberiannya.
c. Diperbolehkan memberikan semua zakat, tertuju pada sebagian sasaran
tertentu saja, untuk mewujudkan kemaslahatan yang sesuai dengan syara.
d. Hendaknya golongan fakir dan miskin adalah sasaran pertama yang harus
menerima zakat, karena memberi kecukupan kepada mereka merupakan
tujuan utama dari zakat.
36 AL-Zuhayly. Op. cit, hal 310-311. 37 Qardhawi, op. cit, hal. 670-672.
42
e. Hendaknya mengambil pendapat mazhab Syafi’I dalam menentukan batas
paling tinggi yang diberikan kepada petugas yang menerima zakat dan
memebagikan zakat itu, yaitu 1/8 dari hasil zakat.
f. Apabila harta zakat itu sedikit, seperti harta perorangan yang tidak begitu
besar, maka dalam keadaan demikian itu diberikan kepada satu sasaran
saja.
J. Pelaksanaan Zakat di Zaman Rasullullah
Syariat tentang zakat baru diterapkan secara efektif pada tahun kedua Hijriyah.
Ketika Nabi Muhamad telah mengemban dua fungsi, yaitu sebagai Rasullullah
dan pemimpin umat, zakat juga mempunyai dua fungsi yaitu ibadah bagi muzakki
dan sumber utama pendapatan Negara. Dalam pengelolaan zakat, Nabi sendiri
turun tangan memberikan contoh dan petunjuk operasionalnya.
Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusian untuk daerah di luar kota
Madinah, Nabi mengutus petugas untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat.
Di antaranya Muaz Ibnu Jabal bagi penduduk Yaman. Para pemimpin yang
ditunjuk Nabi dibekali petunjuk-petunjuk teknis operasional, dan bimbingan serta
peringatan keras dan ancaman sanksi, yang bertujuan agar pelaksanaan dan
pengelolaan zakat benar-benar dapat berjalan dengan sebaik-baiknya. Nabi beserta
keluarganya tidak dibenarkan oleh syara’ sebagai penerima zakat.38
Pelaksanaan zakat pada masa Rasullullah, kemudian diteruskan oleh para
khalifah. Sesudah itu, antara lain, pada pemerintahan Khulafaur Rasyidin, yakni
38 Farida, op. cit. hal 61.
43
khalifah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin
Abi Talib.
Pada masa Umar, perhatian terhadap pelaksanaan zakat sangat besar. Untuk
itu Umar selalu mengontrol para petugas amil zakat dan mengawasi keamanan
gudang penyimpanan harta zakat. Umar tidak segan-segan mengeluarkan ancaman
menindak tegas petugas yang lalai menyalahgunakan harta zakat.
Pada masa khlifah Usman bin Affan penerima zakat makin meningkat,
sehingga gudang Baitul Mal penuh dengan harta zakat. Untuk itu, khalifah dalam
beberapa hal memberi wewenang kepada para wajib zakat, atas nama khalifah ,
menyerahkan sendiri zakatnya langsung kepada yang berhak menerimanya.
Meskipun demikian, Usman tetap mengangkat pejabat yang khusus menangani
zakat sekaligus untuk mengurus lembaga keuangan Negara (Baitul Mal), yaitu
Zaid bin Sabit.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Talib, penerapan dan pelaksanaan zakat
mengikuti khalifh pendahulunya. Harta zakat yang sudah terkumpul,
diperintahkan kepada para petugas, agar segera dibagikan kepada mereka yang
berhak sesuai dengan kebutuhannya dan sangat dihindari penumpukan harta zakat
di Baitul Mal.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa pelaksanan pada masa
Rasullullah telah ditangani secara serius oleh penguasa atau pemerintah. Hal ini
dilakukan mengingat peranan zakat yang besar sekali dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan umat.