bab ii tinjauan umum tentang hereditas,...

32
16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HEREDITAS, LINGKUNGAN DAN PENDIDIKAN ISLAM A. Hereditas dan Lingkungan Persoalan pembawaan pada dasarnya bukan persoalan yang mudah dan memerlukan penjelasan dan uraian yang cukup panjang. Para ahli pendidikan, ahli biologi, ahli psikologi dan ahli bidang lainnya memikirkan dan berusaha mencari jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung kepada pembawaan ataukah lingkungan? Dengan kata lain, dalam perkembangan anak muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan (pembawaan) atau pengaruh lingkungan. 1. Hereditas a. Pengertian Keturunan (Pembawaan) Keturunan memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Ia lahir ke dunia membawa berbagai warisan yang berasal dari kedua orang tuanya (bapak-ibu) atau kakek dan neneknya. Warisan (keturunan atau pembawaan) tersebut yang terpenting, antara lain bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit. 1 Turunan yang dibawa anak sejak dari kandungan sebagian besar berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai dengan hukum Mendel yang dicetuskan oleh Gregor Mendel (1857) setelah mengadakan percobaan mengawinkan berbagai macam tanaman di kebunnya, antara lain sebagai berikut: 1 Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 98.

Upload: tranbao

Post on 04-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

16

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HEREDITAS, LINGKUNGAN DAN

PENDIDIKAN ISLAM

A. Hereditas dan Lingkungan

Persoalan pembawaan pada dasarnya bukan persoalan yang mudah dan

memerlukan penjelasan dan uraian yang cukup panjang. Para ahli pendidikan,

ahli biologi, ahli psikologi dan ahli bidang lainnya memikirkan dan berusaha

mencari jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung kepada

pembawaan ataukah lingkungan? Dengan kata lain, dalam perkembangan anak

muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan (pembawaan) atau pengaruh

lingkungan.

1. Hereditas

a. Pengertian Keturunan (Pembawaan)

Keturunan memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak. Ia lahir ke dunia membawa berbagai warisan yang

berasal dari kedua orang tuanya (bapak-ibu) atau kakek dan neneknya.

Warisan (keturunan atau pembawaan) tersebut yang terpenting, antara lain

bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau

watak dan penyakit.1

Turunan yang dibawa anak sejak dari kandungan sebagian besar

berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan

moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai

dengan hukum Mendel yang dicetuskan oleh Gregor Mendel (1857)

setelah mengadakan percobaan mengawinkan berbagai macam tanaman di

kebunnya, antara lain sebagai berikut:

1Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 98.

43

1) Apabila bunga ros merah dikawinkan dengan putih, hasil bunganya ros

yang berwarna merah jambu.

2) Apabila turunan tersebut (berwarna merah jambu) dikawinkan pada

sesamanya (sama-sama berwarna merah jambu), maka hasilnya

sebagai berikut:

a) 50 % berwarna merah jambu

b) 25 % berwarna merah

c) 25 % berwarna putih

Hukum di atas diyakini berlaku juga bagi manusia. Angka

prosentase tersebut mengandung arti warisan yang diterima anak tidak

selamanya berasal dari kedua orang tuanya, tetapi dapat juga dari nenek

moyang atau kakeknya. Misalnya seorang anak memiliki sifat pemarah.

Itu tidak dimiliki oleh ibu dan bapaknya, tetapi dari kakeknya.2

b. Teori Keturunan

Teori yang mendukung tentang pengaruh keturunan adalah teori

nativisme. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh

besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utamanya adalah

Arthur Scopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran nativisme

konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu

dengan kaca mata hitam. Mengapa demikian, karena para ahli penganut

aliran ini berkeyakinan, bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh

pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh

apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut pesimisme

paedogagis.

Aliran nativisme hingga saat ini masih berpengaruh di kalangan

beberapa ahli, tetapi tidak semutlak dulu. Di antara ahli yang dipandang

2Ibid., hlm. 99.

43

sebagai nativisme adalah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli

linguistik yang sangat terkenal saat itu. Chomsky menganggap, bahwa

perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan

semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga adalah biological

predisposition (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.3

2. Lingkungan

a. Pengertian Lingkungan

Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan

perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan

membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak

bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan

iklimnya, flora dan faunanya.4

Menurut Sutari Imam Barnadib, bahwa lingkungan adalah segala

sesuatu yang ada dikeliling individu.5 Menurut Zuhairini, bahwa

lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta

menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya

terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah

lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan

anak.6 Dengan demikian, lingkungan adalah tempat di sekitar anak, baik

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

b. Teori tentang Lingkungan

Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme

(empiricism) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli

3Ibid., hlm. 108. 4Ibid., hlm. 105. 5Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset,

1987), hlm. 40. 6Zuhairini, op. cit., hlm. 173.

43

aliran ini adalah The School of British Empiricism (aliran empirisme

Inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir

Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama

environmentalisme (aliran lingkungan) dan psikologi bernama

environmental psychology (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru.

Doktrin aliran empirisme yang amat masyur adalah tabula rasa

sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran

kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti

penting pada pengalaman, lingkungan, dan pendidikan. Dalam arti

perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan

pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir

dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisme

(bukan empirisisme) mengganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa,

dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak

menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan

yang mendidiknya.

Faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka

sangat menentukan arah perkembangan masa depan para siswa yang

mereka lahirkan. Sifat orang tua (parental trail) yang dimaksudkan ialah

gaya khas dalam bersikap, memandang, memikirkan, dan memperlakukan

anak. Contoh: kelahiran bayi yang tidak dihendaki (misalnya akibat

pergaulan bebas) akan menimbulkan sikap dan perlakukan orang tua yang

bersifat menolak (parental rejection). Sebaliknya, sikap orang tua yang

terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan anak.

Perilaku memanjakan anak secara berlebihan ini, menurut hasil penelitian

Chazen, ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan perilaku dan

ketidakmampuan sosial anak di kemudian hari.7

7Ahmad Fauzi, op. cit., hlm. 108-109.

43

B. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan sebagai usaha membina dan membangun pribadi manusia

dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara

bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada

optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana

berlangsung suatu proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan dan

pertumbuhan.8

Ada tiga istilah yang dianggap memiliki arti yang dekat dan tepat

dengan makna pendidikan. Ketiga istilah itu adalah tarbiyah, ta’lim dan

ta’dib. Ketiga istilah ini dalam bahasa Arab mengacu pada kata pendidikan.

a. Tarbiyah (تربية)

Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh

Ahmad Tafsir, merumuskan definisi pendidikan dari kata tarbiyah (تربية).

Menurut pendapatnya, kalau tarbiyah berasal dari tiga kata. Pertama, kata

rabba – yarbu ( ,yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua ( يربوا-ربا

rabba –yurabba, yang berarti menjadi besar atau tumbuh dan berkembang.

Ketiga, rabba – yarubba yang berarti memperbaiki, menguasai urusan,

menuntun, menjaga, memelihara.9

Lafadz rabba merupakan bentuk kata kerja dari masdar tarbiyah

yang menurut Abdurrahman an-Nahlawi mengandung pengertian bahwa

pendidikan (Tarbiyah) terdiri atas empat unsur sebagai berikut :

1) Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. 2) Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-

macam. 3) Mengarahkan fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan

kesempurnaan yang layak baginya.

8M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 11. 9Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1994), hlm. 29.

43

4) Proses ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.10

Naquib al-Atas berpendapat bahwasanya kata tarbiyah (تربية)

secara semantik tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi

dapat dipakai kepada spesies lain seperti mineral, tanaman dan hewan.11

Menurut Zakiyah Darajad, kata kerja rabb yang berarti mendidik

sudah dipergunakan sejak zaman nabi Muhammad saw., seperti di dalam

al-Qur’an dan Hadits. Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini

digunakan juga untuk “Tuhan”, mungkin karena juga bersifat mendidik,

mengasuh, memelihara dan mencipta.12

Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata tersebut di

antaranya adalah :

)24:اإلسراء . (رب ارحمهما كما ربيانى صغيراWahai Tuhanku sayangilah keduanya (orang tuaku) sebagaimana mereka telah mengasihaniku (mendidikku) sejak kecil. (Q.S. al-Isra’ : 24)

نسني ركمع ا مننفي لبثتا ودليا ونفي كبرن 18: الشعراء . (قال الم( Berkata (Fir’aun kepada nabi Musa), bukanlah kami telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. (Q.S. asy-Syu’ara : 18)13

Dengan demikian kata tarbiyah mempunyai arti yang luas dan

bermacam-macam penggunaannya, dan dapat diartikan menjadi makna

“pendidikan, pengembangan, pemeliharaan dan penciptaan” yang semua

ini menuju dalam rangka kesempurnaan sesuatu dengan kedudukannya.

10Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. Herry Noer

Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 32 11Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), hlm. 2. 12Zakiah Darajad, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 25-26. 13 Soenarjo dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 428, 574.

43

b. Ta’lim

Lafadz ‘allama merupakan bentuk kata kerja dari masdar ta’lim

yang berarti mengajar. Kata ta’lim dengan kata kerja’allama juga sudah

digunakan pada zaman nabi baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. Kata

‘allama memberi pengertian sekedar memberi tahu atau memberi

pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena

sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang

disebabkan pemberitahuan pengetahuan.14

Menurut Sholeh Abdul Aziz mendefinisikan makna ta’lim adalah

sebagai berikut:

املعلم اإلجياىب اىل اما التعليم فيقصد به نقل املعلومات من املعلم اىل املتعلم، 15.املتعلم املتلقى، الذى ليس له اال ان يتقبل ما يلقيه املعلم

Artinya: “Ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid, pengajar yang kooperatif kepada anak didik yang seharusnya menerima apa yang disampaikan oleh seorang guru”.

Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang pengertiannya terkait dengan

pendidikan Islam yang mengandung kata-kata tersebut di antaranya

adalah:

)31: البقرة . (وعلم أدم األسمآء كلهاAllah telah mengajarkan kepada kamu (Adam) nama-nama semuanya”. (Q.S. al-Baqarah : 31)

)16: النمل . (وقال ياايها الناس علمنا منطق الطيرBerkata (Sulaiman) : Wahai manusia telah diajarkan kepada kami pengertian bunyi burung”. (Q.S. an-Naml : 16) 16

14Zakiah Darajad dkk., ... op. cit., hlm. 26 15Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Majid, At-Tarbiyah wat-Thuruqut Tadris, Juz I, (Mesir:

Darul Ma’arif, t.th.), hlm. 59. 16Soenarjo dkk., ... op. cit., hlm. 14, 595.

43

Dari pengertian makna tersebut menggambarkan bahwa ta’lim

dalam kerangka pendidikan tidak saja menjangkau wilayah intelektual,

melainkan juga persoalan sikap moral dan perbuatan dari hasil proses

belajar yang dijalaninya sesuai dengan pengetahuan dalam rangka

kehidupannya.

c. Ta’dib

Salah satu konsep kunci utama yang merujuk kepada hakekat dari

inti makna pendidikan adalah istilah ta’dib yang berasal dari kata adab.

Istilah adab dianggap mewakili makna utama pendidikan Islam. Istilah ini

menurut Naquib al-Attas sangat penting dalam rangka memberi arti

pendidikan Islam. Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang

menegaskan pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat hubungannya

dengan kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual ruhaniah, dan juga

adab meliputi kehidupan material dan spiritual. Maka penekanan adab

mencakup amal dan ilmu sehingga mengkombinasikan ilmu dan amal

serta adab secara harmonis, ketiganya sebagai pendidikan. Pendidikan

dalam kenyataannya adalah ta’dib karena adab sebagaimana didefinisikan

mencakup ilmu dan amal sekaligus.17

Adapun kata ta’dib dapat dilihat dalam pernyataan Aisyah dalam

hadits sebagai berikut :

رواه . (أدبته امه وأنت أدبتك امك: حدثنا محمد بن عباد قالت عائسة 18)مسلم

Artinya : “Muhammad ibnu Abbad telah menceritakan kepada kita, bahwa Aisyah berkata : “Ibumu telah mendidiknya, dan kamu telah didik oleh ibumu”. (H.R. Muslim)

17Muhammad Syed Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung: Mizan,

1994), hlm. 52-60. 18Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz. II, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1994), hlm. 464.

43

Ketiga istilah tersebut (tarbiyah, ta’lim dan ta’dib) merupakan satu

kesatuan yang terkait. Artinya, bila pendidikan dinisbatkan kata Ta’dib ia

harus melalui pengajaran (ta’lim) sehingga dengannya diperoleh ilmu. Dari

ilmu yang dimiliki inilah, maka terwujud sikap dan tingkah laku yang sesuai

dengan tujuan pendidikan. Hal ini lazim kita kenal sebagai contoh kognitif,

affektif dan psikomotorik. Sebagaimana dikemukakan Naquib al-Attas

menganggap istilah ta’dib lebih tepat dari istilah tarbiyah dan ta’lim. Yang

dikehendaki dalam pendidikan Islam sampai pada pengakuan. Di samping itu

kata ta’dib mencakup unsur pengetahuan, pengajaran, dan pengasuhan yang

baik. Karenanya ia menganggap istilah ta’dib lebih tepat dalam memberi

makna Pendidikan Islam.19

Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak

dikemukakan oleh para ahli. Meskipun demikian, perlu dicermati dalam

rangka melihat relevansi rumusan baik dalam hubungan dengan dasar makna

maupun dalam kerangka tujuan, fungsi dan prospek kependidikan Islam yang

dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang

dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang.

Maka pengertian pendidikan menurut pandangan Islam dapat

dikemukakan sebagai berikut:

a. Syaikh Musthafa al-Ghulayani

اضلة فى نفوس الناشئين وسقيها بماء التربية هي غرس االخالق الفرشاد والنصيحة حتى تصبح ملكة من ملكات النفس ثم تكون ثمرتها إلا

20.الفاضلة واخلير وحب العمل لنفع الوطنArtinya: “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa

murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan

19Muhammad Syed Naquib al-Attas, ... op. cit., hlm. 64. 20Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189.

43

keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”.

b. Ahmad D. Marimba

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama.21

c. Zuhairini

Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan

kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya

dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan, berbuat berdasarkan nilai-

nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.22

d. Zakiah Daradjat

Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim. Selanjutnya

digambarkan pengertian pendidikan Islam dengan pernyataan syari’at

Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja,

tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.23

Dari beberapa definisi yang dikemukakan tokoh pendidikan di atas,

maka pendidikan Islam adalah proses (usaha) bimbingan secara sistematis

dibawah seorang pendidik menuju ke arah pembentukan kepribadian muslim\,

yaitu terbentuknya manusia beriman dan bertakwa serta memiliki kemampuan

yang teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan

alam sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif.

2. Dasar-dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian

muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar-dasar yang

21Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980), hlm. 19.

22Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), hlm. 152. 23Zakiah Darajad, ... op. cit., hlm. 28.

43

dijadikan landasan kerja. Dengan ini memberikan arah bagi pelaksanaan

pendidikan yang telah diprogramkan. Didalam konteks ini, dasar yang

menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai

kebenaran dan kekuatan yang mendapat menghantarkan peserta didik ke arah

pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari

pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasullah (Hadits).24

Menetapkan al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan

hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada kemauan semata.

Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut

dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah dan

pengalaman kemanusiaan.25

Adapun dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama dalam al-Qur’an

surat asy-Syura ayat 52:

وكذلك أوحينا إليك روحا من أمرنا ما كنت تدري ما الكتاب والاإلميان ها نورن اهلنعج لكناط ودي إلى صرهلت كإنا وادنعب اء منشن ندي به م

) 52 :الشورى( مستقيم“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. al-Syura’: 52)26

Sunnah Rasul dalam pendidikan Islam itu mempunyai dua fungsi.

Pertama, menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Quran

dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua,

Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw. bersama

24 Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm., 34. 25 Ibib., hlm. 34-35. 26 Soenarjo, op.cit., hlm. 791.

43

shahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang

pernah dilakukannya.

Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam ada beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan di antaranya.

a. Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun

horizontal.

b. Sifat-sifat dasar manusia.

c. Tuntunan mayarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.

d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam, setidaknya ada tiga macam

dimensi ideal Islam, yaitu a) Mengandung nilai yang berupaya

meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dimuka bumi, b)

Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih

kehidupan yang lebih baik, c) Mengandung nilai yang dapat memadukan

antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.27

Berdasarkan batasan di atas, para ahli pendidikan mencoba

merumuskan tujuan pendidikan Islam. Tujuan adalah dunia cita, yakni

suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam suasana ideal itu nampak pada

tujuan akhir (ultimate aims of education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan

secara padat dan singkat, seperti terbentuknya kepribadian muslim dan

kematangan dan integritas kesempurnaan pribadi.28

Menurut Ahmad D. Marimba bahwa suatu usaha tanpa tujuan tidak

akan berarti apa-apa. Oleh karenanya, setiap usaha pasti ada tujuan dan begitu

pula dalam pendidikan Islam sangat penting adanya tujuan pendidikan yang

dilaksanakan. Ada empat fungsi tujuan dalam pendidikan Islam, yaitu:

a. Tujuan berfungsi mengakhiri usaha, dalam hal ini perlu sekali antisipasi ke depan dan efisiensi dalam tujuan agar tidak terjadi penyimpangan.

27 Syamsul Nizar, op. cit., hlm. 36. 28 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 159-160.

43

b. Tujuan berfungsi mengesahkan usaha, dalam hal ini tujuan dapat menjadi pedoman sebagai arah kegiatan.

c. Tujuan dapat merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan lainnya, baik merupakan kelanjutan tujuan sebelumnya maupun bagi tujuan baru.

d. Tujuan berfungsi memberikan nilai (sifat) pada usaha itu, dalam hal ini ada tujuan yang lebih luhur, mulia dari pada usaha lainnya (bisa juga tujuan dekat, jauh atau tujuan sementara dan tujuan akhir).29

Melihat fungsi tujuan pendidikan seperti tersebut di atas, jelaslah

kiranya bahwa faktor tujuan memiliki peran yang sangat penting dalam proses

pendidikan. Mengenai tujuan pendidikan ini, penulis kemukakan beberapa

pendapat para ahli pendidikan Islam antara lain :

a. Menurut Mahmud Yunus

Tujuan pendidikan Islam adalah menusia sejati, beriman teguh, beramal

shaleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota

masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi pada Allah

SWT. dan berbakti kepada bangsa dan tanah air, bahkan sesama

manusia.30

b. Menurut Athiyah al-Abrasyi

Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan

jiwa semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran

akhlak, setiap guru haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang

lainnya. Karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi,

sedangkan akhlak yang mulia adalah tiang daripada pendidikan Islam.31

c. Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany mengemukakan bahwa

tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok yang paling menonjol

yaitu:

29Ahmad D. Marimba, ... op. cit., hlm. 44-46 30Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1977),

hlm. 22. 31Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),

hlm. 1-2.

43

1) Sifat yang bercorak agama dan akhlak 2) Sifat komprehensif yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan

semua aspek perkembangan dalam masyarakat 3) Sikap keseimbangan, kejelasan, tidak ada unsur pertentangan antara

unsur-unsur dan cara pelaksanaannya 4) Sifat realistis dan dapat dilaksanakan, penekanan dan perubahan yang

dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan memperhitungkan perbedaan-perbedaan perorangan di antara individu, mesyarakat dan kebudayaan di mana-mana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.32

d. Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip Omar Muhammad

al-Toumy al-Syaibani telah merumuskan tujuan pendidikan Islam secara

umum ke dalam lima tujuan, sebagai berikut:

1) Untuk membentuk akhlak mulia

2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat

3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi kemanfaatannya

4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada para pelajar

5) Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik dan perusahaan supaya

dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan tertentu agar dapat

mencari rizki dalam hidup, di samping memelihara segi kerohanian

dan keagamaan.33

e. Menurut Arifin sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib bahwa

perumusan tujuan pendidikan Islam itu harus berorientasi pada hakekat

pendidikan yang meliputi beberapa aspek di antaranya sebagai berikut :

1) Tujuan dan tugas manusia

Yakni manusia bukan diciptakan secara kebetulan melainkan

mempunyai tujuan dan tugas hidup tertentu.

Firman Allah dalam al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 191 sebagai

berikut :

32Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Langgulung,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 436. 33Ibid., hlm. 416-417.

43

الذين يذكرون اهللا قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون فى خلق سبحنك فقنا عذاب جنا ماخلقت هذا باطال رب جالسموت واألرض

)191: عمران -ال. (النارArtinya : “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri

atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali-Imran : 191)34

2) Memperhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia yaitu konsep

tentang manusia bahwa ia diciptakan sebagai khalifah Allah di bumi.

Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 adalah

sebagai berikut:

)30: البقرة . (وإذ قال ربك للملئكة إنى جاعل فى األرض خليفة

Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ”. (Q.S. al-Baqarah : 30)35

Allah SWT. memberitahukan ihwal pemberian karunia Bani

Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan

mereka di al-Mala’ul A’la sebelum mereka diadakan, maka Allah

berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat.

Maksudnya, hai Muhammad ceritakanlah hal itu kepada kaummu:

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi, yakni suatu

kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun dan

generasi demi generasi.36 Sebagaimana Allah berfirman: “Dialah yang

34 Soenarjo, dkk., ... op. cit., hlm. 110. 35Ibid., hlm. 13. 36Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani,

1999), hlm. 103-104.

43

menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi” (Q.S. Fathir: 39).

Tugas dan tanggung jawab manusia, yang telah dibebankan oleh

Allah, maka manusia membutuhkan beberapa sarana dan prasarana,

sebagai perangkat modal kerja untuk melaksanakan amanah yang

termasuk amanah itu adalah khalifah, karena khalifah itu mempunyai

pengertian sebagai wakil Tuhan di muka bumi dan itulah

keistimewaan manusia dari makhluk lainnya. Kata khalifah

mempunyai arti mengganti dan melanjutkan, pengganti atau

pemimpin. Untuk itu dibutuhkan pendidikan yang dapat membantu

dan memperlancar tugas amanah yang dipikulkan oleh Allah. Oleh

karena itu manusia membutuhkan pendidikan.37 Serta untuk beribadah

kepada-Nya, penciptaan itu dibekali berbagai macam fitrah yang

berkecenderungan pada al-Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan)

berupa agama Islam, sebatas kemampuan dan kapasitas ukuran yang

ada.38

3. Tuntutan masyarakat, baik berupa pelestarian nilai budaya, pemenuhan

kebutuhan hidup maupun antisipasi perkembangan dan tuntutan

modern.

4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam hal ini terkandung

nilai dalam mengelola kehidupan bagi kesejahteraan di dunia dan

akherat, keseimbangan dan kelestarian keduanya.39

Hal ini didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut az-Zarnuji

meliputi tiga aspek, yaitu: ketuhanan, individualitas dan kemasyarakatan.

Selain pengabdian kepada Tuhan, juga bertujuan untuk membentuk moral

pribadi, intelektual dan kesehatan jasmani serta pembentukan sikap mental

37Marasuddin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khlmdun; Suatu Analisa Fenomenologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1999), hlm. 93-95.

38Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 34.

39Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 153-154.

43

kemasyarakatan “amar ma’ruf nahi munkar” dengan rasa tanggung jawab

terhadap kesejahteraan masyarakat, bersih dari pamrih pribadi.40 Dengan

demikian, jelas sekali bahwa perumusan tujuan pendidikan Islam harus sesuai

dengan hakekat kemanusiaan dan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan sifat-

sifat dasar manusia yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan dan

sesuai pula dengan tuntutan masyarakat yang terus mengalami kemajuan serta

sesuai dengan nilai-nilai ideal ajaran Islam bagi kehidupan manusia.

Adapun aspek filosofisnya, tujuan adalah dunia cita, yaitu suasana

ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan suasana ideal itu

nampak pada tujuan akhir (Ultimate Aims of Education). Tujuan akhir

biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti terbentuknya

kepribadian muslim.41

Hasan Langgulung dalam bukunya yang berjudul Manusia dan

Pendidikan, mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah memelihara

kehidupan manusia.42 Ahmad D. Marimba berpendapat, bahwa tujuan

pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.43 Kemudian

dilihat dari tujuan umum pendidikan Islam, maka hal itu sinkron dengan

tujuan agama Islam, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk,

bertakwa dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh

kebahagiaan di dunia dan di akherat.44

Hal ini menunjukkan bahwasanya islam menghendaki agar manusia

dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang

telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah

40Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta: al-Amin Press,

1997), hlm. 105-106. 41Ahmad D. Marimba, ... op. cit., hlm. 43. 42Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan

Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 33. 43Ahmad D. Marimba, op. cit., hlm. 46. 44Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,

2000), hlm. 142.

43

beribadah kepada Allah, yaitu sebagai hamba (‘a>bid). Ini diketahui dari

surat al-Dza>riya>t ayat 56 sebagai berikut:

)56: الذريات. (وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدونDan Aku tidak menciptaka jin dan manusia, kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. al-Dzariyah: 56)45

Selain itu, tujuan pendidikan Islam, juga tidak lepas dari kaitannya

dengan eksistensi hidup manusia sebagai wakil-Nya (kha>lifah Allah) di

bumi. Salah satu fungsi dan tugas seorang pemimpin (kha>lifah) adalah

kemampuannya dalam memelihara, mengatur dan mengembangkan potensi

dasar yang beragam (heterogen) dari yang dipimpinnya di atas dasar amanah,

dan bukan atas dasar prinsip kepemilikan (privatisasi). Tujuan pendidikan

Islam pada dasarnya memelihara dan mengembangkan hidup ini, sebab hidup

merupakan fitrah yang paling dasar bagi manusia. Hidup bukan hanya terjadi

di dunia ini secara lurus (mustaqi>m) seseorang akan selamat dan bahagia

dalam menuju Tuhan.46 Kaitannya dengan persoalan manusia sebagai khalifah

Allah ini telah dipertegas dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 sebagai

berikut:

نا مل فيهعجليفة قالوا أتض خاعل في الأري جلائكة إنللم كبإذ قال رونو دكمبح حبسن نحناء ومالد فكسيا وفيه فسدا يم لمي أعقال إن لك سقد

)30: البقرة. (لا تعلمونIngatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS. al-Baqarah: 30)47

45Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 862. 46M. Irsyad Djuwaeli, op. cit., hlm. 13-14. 47Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 13.

43

3. Fungsi Pendidikan Islam

Pada hakekatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang

berlangsung secara kontinue dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini,

maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah

pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini

bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta

didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari

kandungan sampai akhir hayat.

Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan

mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke

tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan yang optimal.

Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari segi

pandangan individu dan segi pandangan masyarakat serta memandang

pendidikan sebagai suatu transaksi, yaitu proses memberi dan mengambil

antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, tugas dan fungsi

pendidikan dapat dilihat pada tiga pendekatan, sebagai berikut :

a. Pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi.

b. Pendidikan dipandang sebagai pewarisan budaya.

c. Pendidikan dipandang sebagai interaksi antara potensi dan budaya.48

Semua pendekatan dalam fungsi pendidikan ini tidak berjalan sendiri-

sendiri tetapi saling memberikan penekanan yang dapat digunakan melihat

fungsi pendidikan Islam.

a. Fungsi Pengembangan Potensi

Fungsi ini mencerminkan bahwa pendidikan sebagai

pengembangan potensi manusia dalam kehidupannya. Manusia

mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan

merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan

48Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 57

43

potensi-potensi yang dimiliki dalam arti berusaha untuk menampakkan

dan mengembangkan (aktualisasi) berbagai potensi manusia dalam Islam

juga disebut dengan fitrah sebagai potensi dasar yang akan dikembangkan

bagi kehidupan manusia.49 Betul fitrah itu sangat beragam. Hasan

Langgulung menyebutnya dengan Asmaul Husna, dengan berdasarkan

bahwa proses penciptaan manusia itu secara non fisik, sebagaimana

Firman Allah SWT. dalam al-Qur’an surat al-Hijr: 29 sebagai berikut:

هتيوفإذا سنسجدي الهوفقع حيور ه منفي تفحن29: احلجر . ( و( Artinya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan

telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka hendaklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (Q.S. al-Hijr: 29)50

Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di

antara makhluk-makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari

unsur jasmani dan rohani atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.

Dalam struktur jasmani dan rohani itu, Allah memberikan seperangkat

kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam

psikologi disebut dengan potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran

psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes, yaitu kemampuan

dasar yang secara otomatis dapat berkembang. Dalam pandangan Islam

kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah, yang dalam

pengertian etimologis mengandung arti kejadian, oleh karena kata fitrah

berasal dari kata kerja fatoro yang berarti “menjadikan”.51

Dalam hal ini dinyatakan bahwa potensi manusia sebagai karunia

Tuhan haruslah dikembangkan, sedangkan pengembangan potensi yang

sesuai dengan petunjuk Allah merupakan “ibadah”. Jadi, tujuan kejadian

49Muhaimin dan Abdul Mujib, ... op. cit., hlm. 138. 50 Soenarjo, ... op. cit., hlm. 393. 51M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 88.

43

manusia dalam rangka ibadah adalah dalam pengertian pengembangan

potensi-potensi manusia sehingga menjadikan dirinya mencapai derajat

kemanusiaan yang tinggi (‘Abid). Derajat ini dicapai dengan

mengaktualisasikan segala potensi yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.52

b. Fungsi Pewarisan Budaya

Pendidikan sebagai pewarisan budaya merupakan upaya

pewarisan nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagaimana dinyatakan

bahwa tugas pendidikan Islam selanjutnya adalah mewariskan nilai-nilai

budaya Islam.53

Juga dinyatakan bahwa sukar dibayangkan seseorang tanpa

lingkungan memberikan corak kepada watak dan kepribadian, sebab

lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang

dimilikinya dengan harapan dapat memelihara kepribadian dan identitas

budayanya sepanjang zaman. Peradaban dan budaya (Islam) bisa mati bila

nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lain yang dimilikinya

berhenti dan tidak berfungsi dalam mewariskan nilai-nilai itu dari generasi

ke generasi dalam kehidupan. Peradaban Islam bermula dari turunnya

wahyu yang kemudian disosialisasikan kepada pengikutnya sehingga

diikuti dan diterapkan dalam kehidupan. Dari tradisi inilah terbentuk suatu

kelompok manusia yang disebut “ummah Islam” yang terkait dengan

aqidah, syari’ah dan akhlak Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan

as-sunnah sebagai prinsip pokok Islam yang senantiasa dikembangkan

pemahaman dan pengalamannya dalam kehidupan umat manusia. Hal ini

mencerminkan bahwa fungsi pendidikan Islam juga mewariskan ajaran-

ajaran Islam dengan berbagai nilai peradaban ke dalam kehidupan

52Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, ... op. cit., hlm. 60. 53Muhaimin dan Abdul Mujib, ... op. cit., hlm. 141.

43

individu dan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai

nilai yang menjadi panutan dalam kehidupan.54

c. Fungsi Interaksi Antara Potensi dan Budaya

Manusia mempunyai potensi dasar sebagai potensi yang

melengkapi manusia untuk tegaknya peradaban dan kebudayaan Islam.

Dalam versi lain, tugas pendidikan adalah menegakkan bimbingan anak

agar ia menjadi dewasa. Yang dimaksud dengan kedewasaan adalah

sebagai berikut :

1) Kedewasaan Psikologis (matang sosial, moral dan emosinya)

2) Kedewasaan Biologis (sampai akil baligh)

3) Kedewasaan Sosiologis (mengenal masyarakat setempat)

4) Kedewasaan Paedagogis (tanggung jawabnya).55

Dalam hubungan dengan Islam mengenai interaksi antara potensi

dan budaya ini lebih jelas lagi manakala potensi yang dinyatakan roh

Allah itu disebut dengan “fitrah”, seperti yang dinyatakan dalam sebuah

hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, nabi bersabda :

كل : قال النىب صلى اهللا عليه وسلم: عن أبى هريرة رضى اهللا عنه قالرواه . (همولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسان

56)البخارىArtinya : “Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Nabi saw. bersabda : “Setiap

anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R. Bukhari)

Adapun agama yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya itu juga

adalah fitrah, sebagaimana Firman Allah dalam surat ar-Ruum ayat 30

sebagai berikut:

54Hasan Langgulung, ... op. cit., hlm. 61-63. 55Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 70. 56Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1992), hlm. 421.

43

)30 :الروم. (فطرة اهللا التى فطر الناس عليها قليفأقم وجهك للدين حنيفا Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu pada agama dengan selurus-

lurusnya. Itulah Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S. ar-Ruum : 30)

Jadi, fitrah sebagai potensi yang melengkapi manusia sejak lahir

dan fitrah sebagai “din” yang menjadikan hidup tegaknya peradaban

Islam. Ibarat sebuah mata uang yang memiliki dua sisi, satu sisi sebagai

potensi dan sisi lainnya sebagai din (agama), yang satu berkembang

dalam setiap diri individu, sedangkan yang lain terjadi proses pemindahan

sebagai pewarisan nilai dari generasi ke generasi. Jadi, ada yang bersifat

dari luar dan ada yang dari dalam semua saling berinteraksi membentuk

suatu peradaban Islam yang senantiasa tetap berada dalam kerangka

kehidupan baik sebagai “Abdullah” maupun “khalifatullah” yang

merupakan tujuan kejadian dan hidup manusia.57

4. Materi Pendidikan Islam

Sasaran dan tujuan pendidikan tidak mungkin akan tercapai, kecuali

materi pendidikan terseleksi dengan baik dan tepat. Istilah materi digunakan

di sini untuk sejumlah disiplin. Ilmu yang mengembangkan basis kegiatan

sekolah, dan biasanya diklasifikasikan dalam beberapa subjek materi yang

berbeda-beda. Materi dalam hal ini, intinya adalah subtansi yang akan

disampaikan dalam proses interaksi edukatif kepada anak didik dalam rangka

mencapai tujuan yang ingin dicapai.

Materi pendidikan anak yang dicanangkan al-Ghazali, baik itu di

rumah maupun di Madrasah Ibtida’iyah pada dasarnya meliputi: pengetahuan

yang menuntutnya adalah fardu ‘ain bagi setiap muslim, yaitu meliputi rukun

iman, cara melakukan perintah-perintah Allah dan prinsip-prinsip tingkah

57Hasan Langgulung, ... op. cit., hlm. 64-65.

43

laku yang benar “dalam bentuknya yang paling sederhana”. Al-Ghazali

memandang mata pelajaran-mata pelajaran ini menguntungkan, baik untuk

pemenuhan praktis terhadap kewajiban-kewajiban agama maupun sebagai alat

untuk memperkuat keimanan anak-anak.58 Oleh karena itu, hal yang terpokok

yang perlu diserap oleh anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan keimanan,

keislaman dan akhlak,59 seperti yang dikatakan oleh pikiran, diamalkan dalam

kehidupan dalam bentuk ibadah dan diungkapkan dalam bentuk perkataan,

sikap, akhlak (perangai) pergaulan dan kehidupan pada umumnya.

Untuk mewujudkan generasi yang kokoh iman dan islamnya,

Abdullah Nasih Ulwan sebagaimana dikutip oleh Raharjo menekankan bahwa

materi pendidikan yang bersifat mendasar dan universal. Materi-materi

pendidikan tersebut adalah pendidikan iman, akhlak, fisik, intelektual, psikis,

sosial dan seksual.60 Sedangkan menurut Chabib Thoha memfokuskan materi

pendidikan pada aspek pendidikan ibadah, pokok-pokok ajaran Islam dan

membaca al-Qur’an, pendidikan akhlak dan pendidikan akidah Islamiyah.61

Sejalan dengan pemikiran Thoha, M. Nipan Abdul halim menambahkannya

dengan pendidikan ekonomi dan kesehatan sebagai penunjang tegaknya

akidah, ibadah dan akhlak anak.62 Adapun yang mendasar adalah:

a. Pendidikan iman (akidah)

Pendidikan akidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang

harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sedemikian mendasarnya

pendidikan akidah ini bagi anak-anak, karena dengan pendidikan inilah

58Mulyadi Kartanegara, Mozaik Khasanah Islam:Bunga Rampai dari Chicago, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 77.

59 Ahmad Tafsir (ed) Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 113.

60Raharjo,”Dr. Abdullah Nasih Ulwan: Pemikiran-pemikirannya dalam bidang pendidikan”, dalam Ruswan Thoyib (eds), Pemikiran Pendidikan Islam:Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 62.

61Chabib Thoha, Kapita Selekta pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 105.

62M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 91.

43

anak akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap terhadap

Tuhannya dan apa saja yang mesti mereka perbuat dalam hidup ini.63

Materi pendidikan keimanan ini adalah untuk mengikat anak

dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah. Sejak anak

mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu. Adapun tujuan mendasar

dari pendidikan ini adalah agar anak hanya mengenal Islam mengenai

dirinya. Al-Qur’an sebagai imamnya dan Rasulullah sebagai pemimpin

dan teladannya.64 Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat Luqman

ayat 13 sebagai berikut:

وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يابني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم )13: لقمان. (عظيم

Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: “hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (QS. Luqman: 114)65

b. Pendidikan ibadah

Materi pendidikan ibadah secara menyeluruh oleh para ulama

telah dikemas dalam sebuah disiplin ilmu yang dinamakan ilmu fikih dan

fikih Islam. Karena seluruh tata peribadatan telah dijelaskan di dalamnya,

sehingga perlu diperkenalkan sejak dini dan sedikit demi sedikit

dibiasakan dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insan-

insan yang bertakwa.66 Pendidikan ibadah di sini, khususnya pada

pendidikan shalat yang merupakan tiang dari segala amal ibadah

sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah dalam surat Luqman ayat 17

sebagai berikut:

63Ibid., hlm. 94. 64Raharjo, op. cit., hlm. 62. 65 Soenarjo dkk., op cit., hlm. 654. 66 M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 102.

43

كابا أصلى مع براصكر ونن المع هانوف ورعبالم رأملاة وأقم الص ينابي )17: لقمان(. ذلك من عزم الأمورإن

Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. (QS. Luqman: 17)67

Pendidikan shalat dalam konteks ayat tersebut tidak hanya terbatas

tentang tata cara untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fi’liyah,

melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah shalat. Anak

harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta

jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.

c. Pendidikan akhlak

Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral

dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan

kebiasaan oleh anak masa analisa hingga menjadi seorang mukallaf,

seorang yang telah siap untuk mengarungi lautan kehidupan. Tujuan dari

pendidikan akhlak ini adalah untuk membentuk benteng religius yang

berakar pada hati sanubari. Benteng tersebut akan memisahkan anak dari

sifat-sifat negatif, kebiasaan, dosa dan tradisi jahiliyah.68

Keluarga merupakan tempat pertama yang harus meletakkan

pendidikan akhlak dalam diri anak dengan jalan melatih dan membiasakan

hal-hal yang baik. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara

teoritik, melainkan disertai contoh-contoh kongkrit untuk dihayati

maknanya. Kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya.69 Hal

ini sebagaimana Firman Allah dalam surat Luqman ayat 18 sebagai

berikut:

67 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm., 655. 68 Raharjo, op. cit., hlm., 63. 69 Chabib Thaha, op. cit., hlm. 108.

43

حبلا ي ا إن اللهحرض مش في الأرملا تاس وللن كدخ رعصلا تو )18: لقمان(كل مختال فخور

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Luqman: 18)70

d. Pendidikan intelektual

Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan

berfikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan,

peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berfikir dan berbudaya.

Dengan demikian, ilmu rasio dan peradaban anak benar-benar dapat

terbina.71

Pendidikan intelektual ini sangat erat hubungannya dengan

pendidikan iman, moral dan fisik dalam rangka membentuk pribadi anak

secara integral dan di dalam mendidik anak secara sempurna agar menjadi

seorang insan yang konsisten dalam melaksanakan kewajiban, risalah dan

tanggung jawabnya, pelaksanaan pendidikan intelektual ini mencakup tiga

masalah yang krusial dan saling terkait, yaitu kewajiban mengajar,

penyadaran berfikir dan pemeliharaan kesehatan intelektual.72

Dengan diberikannya pokok-pokok pendidikan anak tersebut

diharapkan anak akan tumbuh dewasa menjadi insan mukmin yang benar-

benar shaleh, insan yang kuat akidahnya, mantap ibadahnya, mulia

akhlaknya dan cemerlang pemikirannya, sehingga kepribadian mereka

terbentuk menjadi pribadi muslim yang kuat.

70 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 655. 71 Abdullah Nasih Ulwan”, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam”, Juz I, Terj, Saefullah Kamali dan

Hari Noer Ali, Pedoman Pendidikan anak Islam, (Semarang: Asy-Syifa’, 1981), hlm. 270. 72 Raharjo, op. cit., hlm. 64.

43

5. Metode Pedidikan Islam

Metode pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam

pendidikan, karena kenyataan materi pendidikan tidak akan dapat dipelajari

dan diterima secara efektif dan efesien, kecuali disampaikan dengan cara-cara

tertentu. Ketiadaan metode pendidikan yang efektif akan menghambat dan

membuang secara sia-sia waktu dan upaya pendidikan.

Istilah metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jadi,

jalan itu bermacam-macam, begitu juga dengan metode.73 Metode diartikan

pula sebagai suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dalam pendidikan.74 Sedangkan menurut Moh. Athiyah al-Abrasyi

sebagaimana dikutip oleh Omar Muhammad al-Thoumy mendefinisikan

metode sebagai suatu jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada

murid-murid segala macam pelajaran.75

Dalam konteks pendidikan Islam, tujuan untuk mengembangkan sikap,

pengetahuan, daya cipta dan ketrampilan pada anak dapat dicapai melalui

berbagai metode, maka metode yang digunakan untuk pendidikan anak dalam

Islam adalah melalui metode teladan, teguran, cerita, pembiasaan dan melalui

pengalaman-pengalaman kongkrit.76 Sedangkan menurut M. Fadhil al-Jamaly

menyebutkan metode dari sudut pandang al-Qur’an, yaitu pemberi peringatan,

pemberi pelajaran dan nasehat, historis, keteladanan ibarat yang historis.77

73 Hassan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan

Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 183. 74 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 19. 75Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani, “Filsafatut Tarbiyah al-Islamiyah”, Terj. Hasan

Langgulung”, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551. 76Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harum, (Bandung, al-Ma’arif,

1993), hlm. 324. 77Muhammad Fadhil al-Jamaly, op. cit., hlm. 128-134.

43

Adapun di antara metode yang sesuai bagi pendidikan anak dan cocok

untuk diterapkan dalam mendidik anak antara lain sebagai berikut:

a. Metode keteladanan

Metode keteladanan berarti metode dengan memberi contoh, baik

berupa tingkah laku sifat cara berfikir dan sebagainya.78 Keteladanan

memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada omelan atau nasehat.79

Ini sejalan dengan pendapat Nashih Ulwan, sebagaimana dikutip oleh

Raharjo yang menyatakan, bahwa metode keteladanan adalah metode

yang paling menentukan keberhasilan dalam menentukan, mempersiapkan

dan membentuk sikap dan prilaku moral, spiritual dan sosial anak.80

Metode keteladanan dalam pendidikan anak adalah metode yang

influitif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan

membentuk anak di dalam moral spiritual dan sosial. hal ini karena

pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya

dalam tindak tanduknya dan tata santunnya, didasari atau tidak bahkan

tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik, baik dalam

ucapan dan perbuatan yang bersifat material dan spiritual, yang diketahui

atau tidak.81

Ini menunjukkan, bahwa pendidikan dengan metode keteladanan

merupakan metode yang berhasil guna. Di dalam al-Qur’an banyak

terdapat ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan bentuk

keteladanan dalam pendidikan. Di antaranya terdapat dalam surat al-

Ahza>b ayat 21 sebagai berikut:

78Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 178. 79Jaudah Muhammad Awwat, Manhaj Islam fi al-Tarbiyah al-Athafal, Terj. Shihabuddin,

Mendidik Anak Secara Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 13. 80Raharjo, op. cit., hlm. 66. 81Abdul Nasih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 2.

43

مواليو و اللهجركان ي نة لمنسة حوول الله أسسفي ر كان لكم لقد )21: األحزاب. (لله كثرياالآخر وذكر ا

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullh itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21)82

Di antara faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dalam

pendidikan dan dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah uswah

hasanah (suri tauladan) yang diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa.83

Ini menunjukkan pentingnya contoh teladan pergaulan yang baik dalam

usaha membentuk kepribadian seseorang. Dan di sini, peran seorang guru

berperan di mana ia harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak

didiknya, karena dalam prakteknya anak didik cenderung meneladani

pendidiknya.

b. Metode pembiasaan

Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat

penting, terutama bagi anak-anak. adapun pembiasaan yang harus

dikembangkan dalam diri anak mencakup tingkah laku, ketrampilan,

kecakapan dan pola pikir tertentu.84 Menurut Ahmad Tafsir, pembiasaan

merupakan teknik pendidikan yang jitu, walau ada kritik terhadap metode

ini. Karena cara ini tidak mendidik anak untuk menyadari dengan analisis

apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan ini harus mengarah

kepada kebiasaan yang baik.85

82Soenarjo, dkk., op. cit., Juz II, hlm. 670. 83Muhammad Fadhil Jamaly”, “al-Falsafah al-Tarbiyah fi al-Qur’an”, terj. Judi al Falasani,

Konsep Pendidikan Qur’ani, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 135. 84Hery Noer Aly, op. cit., hlm. 185. 85Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 144.

43

Bentuk metode pembiasaan yang harus ditanamkan dalam diri

anak adalah pembiasaan akidah, ibadah dan akhlak al-karimah.86

Menanamkan kebiasaan itu sulit kadang-kadang memerlukan waktu yang

lama, kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang anak belum

mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakan.

Dalam pendidikan anak, metode ini dapat diterapkan dengan cara

orang tua/guru, memberi atau melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik,

seperti hidup rukun, tolong menolong, jujur dan lain-lain. Dengan sistem

pengajaran semacam ini anak secara otomatis menjadi terbiasa baik di

sekolah maupun di keluarga.

Bertolak dari dasar-dasar yang Islami dan metode paedagogis ini,

maka wajib bagi setiap orang tua, pendidik, masyarakat dan media masa

berperan aktif untuk mencegah anak dari segala bentuk yang

membahayakaan akidah dan mendorong mereka untuk melakukan tindak

kejahatan dan kehinaan.87 Semua ini dilakukan dalam rangka membantu

untuk merealisasikan metode keteladanan supaya dapat berjalan dengan

baik di dalam membentuk diri pribadi anak menuju yang lebih baik.

c. Metode Nasehat

Di antara metode pendidikan yang telah masyhur sejak berabad-

abad yang silam adalah metode pemberian pembelajaran/nasehat. Metode

ini digunakan dalam pendidikan untuk membuka mata anak-anak pada

hakekatnya sesuatu yang mendorongnya menuju situasi luhur

menghiasinya dengan akhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-

prinsip Islam. Metode ini mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap jiwa dan perasaan.88

86M. Nipan Abdullah Halim, op. cit., hlm. 187. 87Adullah Nasih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 128-129. 88Raharjo, op. cit., hlm. 69.

43

Metode ini sangat penting, karena seseorang kadang-kadang lebih

senang mendengarkan atau memperhatikan nasehat orang-orang yang ia

cintai dan ia jadikan tempat untuk mengadu segala permasalahan.89

Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh jiwa melalui

pintunya yang tepat. Bahkan dengan metode ini pendidik mempunyai

kesempatan yang luas untuk mengarahkan anak didik kepada berbagai

kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan masyarakat dan umat.

Hubungannya dengan metode ini al-Qur’an menjelaskan dalam surat al-

Nisa’ ayat 58.

وإذا حكمتم بين الناس أن ان اهللا يأمركم أن تؤدوا األمانات إلى أهلها : النساء(تحكموا بالعدل إن اهللا نعما يعظكم به إن اهللا كان سميعا بصريا

58( Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat (QS. al-Nisa’: 58)90

Dalam metode ini, pendidik hendaknya berusaha menimbulkan kesan

bagi anak didik, bahwa dia adalah yang mempunyai niat baik dan sangat

peduli terhadap kebaikan anak didik.

89Muhammad Fadhil al-Jamaly, op. cit., hlm. 130-131. 90Soenarjo dkk. op. cit., hlm. 128.