bab ii tinjauan umum tentang hereditas,...
TRANSCRIPT
16
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HEREDITAS, LINGKUNGAN DAN
PENDIDIKAN ISLAM
A. Hereditas dan Lingkungan
Persoalan pembawaan pada dasarnya bukan persoalan yang mudah dan
memerlukan penjelasan dan uraian yang cukup panjang. Para ahli pendidikan,
ahli biologi, ahli psikologi dan ahli bidang lainnya memikirkan dan berusaha
mencari jawaban atas pertanyaan: perkembangan manusia itu bergantung kepada
pembawaan ataukah lingkungan? Dengan kata lain, dalam perkembangan anak
muda hingga menjadi dewasa dibawa dari keturunan (pembawaan) atau pengaruh
lingkungan.
1. Hereditas
a. Pengertian Keturunan (Pembawaan)
Keturunan memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Ia lahir ke dunia membawa berbagai warisan yang
berasal dari kedua orang tuanya (bapak-ibu) atau kakek dan neneknya.
Warisan (keturunan atau pembawaan) tersebut yang terpenting, antara lain
bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, intelegensi, bakat, sifat-sifat atau
watak dan penyakit.1
Turunan yang dibawa anak sejak dari kandungan sebagian besar
berasal dari kedua orang tuanya dan selebihnya berasal dari nenek dan
moyangnya dari kedua belah pihak (ibu dan ayahnya). Hal ini sesuai
dengan hukum Mendel yang dicetuskan oleh Gregor Mendel (1857)
setelah mengadakan percobaan mengawinkan berbagai macam tanaman di
kebunnya, antara lain sebagai berikut:
1Ahmad Fauzi, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 98.
43
1) Apabila bunga ros merah dikawinkan dengan putih, hasil bunganya ros
yang berwarna merah jambu.
2) Apabila turunan tersebut (berwarna merah jambu) dikawinkan pada
sesamanya (sama-sama berwarna merah jambu), maka hasilnya
sebagai berikut:
a) 50 % berwarna merah jambu
b) 25 % berwarna merah
c) 25 % berwarna putih
Hukum di atas diyakini berlaku juga bagi manusia. Angka
prosentase tersebut mengandung arti warisan yang diterima anak tidak
selamanya berasal dari kedua orang tuanya, tetapi dapat juga dari nenek
moyang atau kakeknya. Misalnya seorang anak memiliki sifat pemarah.
Itu tidak dimiliki oleh ibu dan bapaknya, tetapi dari kakeknya.2
b. Teori Keturunan
Teori yang mendukung tentang pengaruh keturunan adalah teori
nativisme. Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh
besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utamanya adalah
Arthur Scopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Aliran nativisme
konon dijuluki sebagai aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu
dengan kaca mata hitam. Mengapa demikian, karena para ahli penganut
aliran ini berkeyakinan, bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh
pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh
apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut pesimisme
paedogagis.
Aliran nativisme hingga saat ini masih berpengaruh di kalangan
beberapa ahli, tetapi tidak semutlak dulu. Di antara ahli yang dipandang
2Ibid., hlm. 99.
43
sebagai nativisme adalah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, seorang ahli
linguistik yang sangat terkenal saat itu. Chomsky menganggap, bahwa
perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat dijelaskan
semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga adalah biological
predisposition (kecenderungan biologis) yang dibawa sejak lahir.3
2. Lingkungan
a. Pengertian Lingkungan
Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan
membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak
bergaul juga bermain sehari-hari dan keadaan alam sekitar dengan
iklimnya, flora dan faunanya.4
Menurut Sutari Imam Barnadib, bahwa lingkungan adalah segala
sesuatu yang ada dikeliling individu.5 Menurut Zuhairini, bahwa
lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta
menentukan corak pendidikan Islam, yang tidak sedikit pengaruhnya
terhadap anak didik. Lingkungan yang dimaksud di sini adalah
lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan
anak.6 Dengan demikian, lingkungan adalah tempat di sekitar anak, baik
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
b. Teori tentang Lingkungan
Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme
(empiricism) dengan tokoh utama John Locke (1632-1704). Nama asli
3Ibid., hlm. 108. 4Ibid., hlm. 105. 5Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yogyakarta: Andi Offset,
1987), hlm. 40. 6Zuhairini, op. cit., hlm. 173.
43
aliran ini adalah The School of British Empiricism (aliran empirisme
Inggris). Namun, aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir
Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama
environmentalisme (aliran lingkungan) dan psikologi bernama
environmental psychology (psikologi lingkungan) yang relatif masih baru.
Doktrin aliran empirisme yang amat masyur adalah tabula rasa
sebuah istilah bahasa Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran
kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti
penting pada pengalaman, lingkungan, dan pendidikan. Dalam arti
perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan
pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir
dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisme
(bukan empirisisme) mengganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa,
dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak
menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan
yang mendidiknya.
Faktor orang tua atau keluarga terutama sifat dan keadaan mereka
sangat menentukan arah perkembangan masa depan para siswa yang
mereka lahirkan. Sifat orang tua (parental trail) yang dimaksudkan ialah
gaya khas dalam bersikap, memandang, memikirkan, dan memperlakukan
anak. Contoh: kelahiran bayi yang tidak dihendaki (misalnya akibat
pergaulan bebas) akan menimbulkan sikap dan perlakukan orang tua yang
bersifat menolak (parental rejection). Sebaliknya, sikap orang tua yang
terlalu melindungi anak juga dapat mengganggu perkembangan anak.
Perilaku memanjakan anak secara berlebihan ini, menurut hasil penelitian
Chazen, ternyata berhubungan erat dengan penyimpangan perilaku dan
ketidakmampuan sosial anak di kemudian hari.7
7Ahmad Fauzi, op. cit., hlm. 108-109.
43
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan sebagai usaha membina dan membangun pribadi manusia
dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara
bertahap. Oleh karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada
optimalisasi perkembangan atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana
berlangsung suatu proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan dan
pertumbuhan.8
Ada tiga istilah yang dianggap memiliki arti yang dekat dan tepat
dengan makna pendidikan. Ketiga istilah itu adalah tarbiyah, ta’lim dan
ta’dib. Ketiga istilah ini dalam bahasa Arab mengacu pada kata pendidikan.
a. Tarbiyah (تربية)
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh
Ahmad Tafsir, merumuskan definisi pendidikan dari kata tarbiyah (تربية).
Menurut pendapatnya, kalau tarbiyah berasal dari tiga kata. Pertama, kata
rabba – yarbu ( ,yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua ( يربوا-ربا
rabba –yurabba, yang berarti menjadi besar atau tumbuh dan berkembang.
Ketiga, rabba – yarubba yang berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga, memelihara.9
Lafadz rabba merupakan bentuk kata kerja dari masdar tarbiyah
yang menurut Abdurrahman an-Nahlawi mengandung pengertian bahwa
pendidikan (Tarbiyah) terdiri atas empat unsur sebagai berikut :
1) Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh. 2) Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-
macam. 3) Mengarahkan fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan
kesempurnaan yang layak baginya.
8M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 11. 9Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994), hlm. 29.
43
4) Proses ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.10
Naquib al-Atas berpendapat bahwasanya kata tarbiyah (تربية)
secara semantik tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi
dapat dipakai kepada spesies lain seperti mineral, tanaman dan hewan.11
Menurut Zakiyah Darajad, kata kerja rabb yang berarti mendidik
sudah dipergunakan sejak zaman nabi Muhammad saw., seperti di dalam
al-Qur’an dan Hadits. Dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini
digunakan juga untuk “Tuhan”, mungkin karena juga bersifat mendidik,
mengasuh, memelihara dan mencipta.12
Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata tersebut di
antaranya adalah :
)24:اإلسراء . (رب ارحمهما كما ربيانى صغيراWahai Tuhanku sayangilah keduanya (orang tuaku) sebagaimana mereka telah mengasihaniku (mendidikku) sejak kecil. (Q.S. al-Isra’ : 24)
نسني ركمع ا مننفي لبثتا ودليا ونفي كبرن 18: الشعراء . (قال الم( Berkata (Fir’aun kepada nabi Musa), bukanlah kami telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. (Q.S. asy-Syu’ara : 18)13
Dengan demikian kata tarbiyah mempunyai arti yang luas dan
bermacam-macam penggunaannya, dan dapat diartikan menjadi makna
“pendidikan, pengembangan, pemeliharaan dan penciptaan” yang semua
ini menuju dalam rangka kesempurnaan sesuatu dengan kedudukannya.
10Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. Herry Noer
Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 32 11Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), hlm. 2. 12Zakiah Darajad, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 25-26. 13 Soenarjo dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 428, 574.
43
b. Ta’lim
Lafadz ‘allama merupakan bentuk kata kerja dari masdar ta’lim
yang berarti mengajar. Kata ta’lim dengan kata kerja’allama juga sudah
digunakan pada zaman nabi baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. Kata
‘allama memberi pengertian sekedar memberi tahu atau memberi
pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepribadian, karena
sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang
disebabkan pemberitahuan pengetahuan.14
Menurut Sholeh Abdul Aziz mendefinisikan makna ta’lim adalah
sebagai berikut:
املعلم اإلجياىب اىل اما التعليم فيقصد به نقل املعلومات من املعلم اىل املتعلم، 15.املتعلم املتلقى، الذى ليس له اال ان يتقبل ما يلقيه املعلم
Artinya: “Ta’lim adalah proses transfer ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid, pengajar yang kooperatif kepada anak didik yang seharusnya menerima apa yang disampaikan oleh seorang guru”.
Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang pengertiannya terkait dengan
pendidikan Islam yang mengandung kata-kata tersebut di antaranya
adalah:
)31: البقرة . (وعلم أدم األسمآء كلهاAllah telah mengajarkan kepada kamu (Adam) nama-nama semuanya”. (Q.S. al-Baqarah : 31)
)16: النمل . (وقال ياايها الناس علمنا منطق الطيرBerkata (Sulaiman) : Wahai manusia telah diajarkan kepada kami pengertian bunyi burung”. (Q.S. an-Naml : 16) 16
14Zakiah Darajad dkk., ... op. cit., hlm. 26 15Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Majid, At-Tarbiyah wat-Thuruqut Tadris, Juz I, (Mesir:
Darul Ma’arif, t.th.), hlm. 59. 16Soenarjo dkk., ... op. cit., hlm. 14, 595.
43
Dari pengertian makna tersebut menggambarkan bahwa ta’lim
dalam kerangka pendidikan tidak saja menjangkau wilayah intelektual,
melainkan juga persoalan sikap moral dan perbuatan dari hasil proses
belajar yang dijalaninya sesuai dengan pengetahuan dalam rangka
kehidupannya.
c. Ta’dib
Salah satu konsep kunci utama yang merujuk kepada hakekat dari
inti makna pendidikan adalah istilah ta’dib yang berasal dari kata adab.
Istilah adab dianggap mewakili makna utama pendidikan Islam. Istilah ini
menurut Naquib al-Attas sangat penting dalam rangka memberi arti
pendidikan Islam. Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang
menegaskan pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat hubungannya
dengan kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual ruhaniah, dan juga
adab meliputi kehidupan material dan spiritual. Maka penekanan adab
mencakup amal dan ilmu sehingga mengkombinasikan ilmu dan amal
serta adab secara harmonis, ketiganya sebagai pendidikan. Pendidikan
dalam kenyataannya adalah ta’dib karena adab sebagaimana didefinisikan
mencakup ilmu dan amal sekaligus.17
Adapun kata ta’dib dapat dilihat dalam pernyataan Aisyah dalam
hadits sebagai berikut :
رواه . (أدبته امه وأنت أدبتك امك: حدثنا محمد بن عباد قالت عائسة 18)مسلم
Artinya : “Muhammad ibnu Abbad telah menceritakan kepada kita, bahwa Aisyah berkata : “Ibumu telah mendidiknya, dan kamu telah didik oleh ibumu”. (H.R. Muslim)
17Muhammad Syed Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung: Mizan,
1994), hlm. 52-60. 18Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz. II, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1994), hlm. 464.
43
Ketiga istilah tersebut (tarbiyah, ta’lim dan ta’dib) merupakan satu
kesatuan yang terkait. Artinya, bila pendidikan dinisbatkan kata Ta’dib ia
harus melalui pengajaran (ta’lim) sehingga dengannya diperoleh ilmu. Dari
ilmu yang dimiliki inilah, maka terwujud sikap dan tingkah laku yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Hal ini lazim kita kenal sebagai contoh kognitif,
affektif dan psikomotorik. Sebagaimana dikemukakan Naquib al-Attas
menganggap istilah ta’dib lebih tepat dari istilah tarbiyah dan ta’lim. Yang
dikehendaki dalam pendidikan Islam sampai pada pengakuan. Di samping itu
kata ta’dib mencakup unsur pengetahuan, pengajaran, dan pengasuhan yang
baik. Karenanya ia menganggap istilah ta’dib lebih tepat dalam memberi
makna Pendidikan Islam.19
Pengertian pendidikan Islam ini sebetulnya sudah cukup banyak
dikemukakan oleh para ahli. Meskipun demikian, perlu dicermati dalam
rangka melihat relevansi rumusan baik dalam hubungan dengan dasar makna
maupun dalam kerangka tujuan, fungsi dan prospek kependidikan Islam yang
dikembangkan dalam rangka menjawab permasalahan dan tantangan yang
dihadapi dalam kehidupan umat manusia sekarang dan yang akan datang.
Maka pengertian pendidikan menurut pandangan Islam dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a. Syaikh Musthafa al-Ghulayani
اضلة فى نفوس الناشئين وسقيها بماء التربية هي غرس االخالق الفرشاد والنصيحة حتى تصبح ملكة من ملكات النفس ثم تكون ثمرتها إلا
20.الفاضلة واخلير وحب العمل لنفع الوطنArtinya: “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa
murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan
19Muhammad Syed Naquib al-Attas, ... op. cit., hlm. 64. 20Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189.
43
keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”.
b. Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.21
c. Zuhairini
Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan
kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya
dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan, berbuat berdasarkan nilai-
nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.22
d. Zakiah Daradjat
Pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian muslim. Selanjutnya
digambarkan pengertian pendidikan Islam dengan pernyataan syari’at
Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja,
tetapi harus dididik melalui proses pendidikan.23
Dari beberapa definisi yang dikemukakan tokoh pendidikan di atas,
maka pendidikan Islam adalah proses (usaha) bimbingan secara sistematis
dibawah seorang pendidik menuju ke arah pembentukan kepribadian muslim\,
yaitu terbentuknya manusia beriman dan bertakwa serta memiliki kemampuan
yang teraktualisasikan dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan
alam sekitarnya secara baik, positif dan konstruktif.
2. Dasar-dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Sebagai aktivitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian
muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar-dasar yang
21Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1980), hlm. 19.
22Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), hlm. 152. 23Zakiah Darajad, ... op. cit., hlm. 28.
43
dijadikan landasan kerja. Dengan ini memberikan arah bagi pelaksanaan
pendidikan yang telah diprogramkan. Didalam konteks ini, dasar yang
menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai
kebenaran dan kekuatan yang mendapat menghantarkan peserta didik ke arah
pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari
pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasullah (Hadits).24
Menetapkan al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan
hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada kemauan semata.
Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut
dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah dan
pengalaman kemanusiaan.25
Adapun dasar pelaksanaan pendidikan Islam terutama dalam al-Qur’an
surat asy-Syura ayat 52:
وكذلك أوحينا إليك روحا من أمرنا ما كنت تدري ما الكتاب والاإلميان ها نورن اهلنعج لكناط ودي إلى صرهلت كإنا وادنعب اء منشن ندي به م
) 52 :الشورى( مستقيم“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah al-Kitab (al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. al-Syura’: 52)26
Sunnah Rasul dalam pendidikan Islam itu mempunyai dua fungsi.
Pertama, menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Quran
dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua,
Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw. bersama
24 Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm., 34. 25 Ibib., hlm. 34-35. 26 Soenarjo, op.cit., hlm. 791.
43
shahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang
pernah dilakukannya.
Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan di antaranya.
a. Tujuan dan tugas manusia dimuka bumi, baik secara vertikal maupun
horizontal.
b. Sifat-sifat dasar manusia.
c. Tuntunan mayarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan.
d. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam, setidaknya ada tiga macam
dimensi ideal Islam, yaitu a) Mengandung nilai yang berupaya
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dimuka bumi, b)
Mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih
kehidupan yang lebih baik, c) Mengandung nilai yang dapat memadukan
antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.27
Berdasarkan batasan di atas, para ahli pendidikan mencoba
merumuskan tujuan pendidikan Islam. Tujuan adalah dunia cita, yakni
suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam suasana ideal itu nampak pada
tujuan akhir (ultimate aims of education). Tujuan akhir biasanya dirumuskan
secara padat dan singkat, seperti terbentuknya kepribadian muslim dan
kematangan dan integritas kesempurnaan pribadi.28
Menurut Ahmad D. Marimba bahwa suatu usaha tanpa tujuan tidak
akan berarti apa-apa. Oleh karenanya, setiap usaha pasti ada tujuan dan begitu
pula dalam pendidikan Islam sangat penting adanya tujuan pendidikan yang
dilaksanakan. Ada empat fungsi tujuan dalam pendidikan Islam, yaitu:
a. Tujuan berfungsi mengakhiri usaha, dalam hal ini perlu sekali antisipasi ke depan dan efisiensi dalam tujuan agar tidak terjadi penyimpangan.
27 Syamsul Nizar, op. cit., hlm. 36. 28 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 159-160.
43
b. Tujuan berfungsi mengesahkan usaha, dalam hal ini tujuan dapat menjadi pedoman sebagai arah kegiatan.
c. Tujuan dapat merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan lainnya, baik merupakan kelanjutan tujuan sebelumnya maupun bagi tujuan baru.
d. Tujuan berfungsi memberikan nilai (sifat) pada usaha itu, dalam hal ini ada tujuan yang lebih luhur, mulia dari pada usaha lainnya (bisa juga tujuan dekat, jauh atau tujuan sementara dan tujuan akhir).29
Melihat fungsi tujuan pendidikan seperti tersebut di atas, jelaslah
kiranya bahwa faktor tujuan memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pendidikan. Mengenai tujuan pendidikan ini, penulis kemukakan beberapa
pendapat para ahli pendidikan Islam antara lain :
a. Menurut Mahmud Yunus
Tujuan pendidikan Islam adalah menusia sejati, beriman teguh, beramal
shaleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota
masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi pada Allah
SWT. dan berbakti kepada bangsa dan tanah air, bahkan sesama
manusia.30
b. Menurut Athiyah al-Abrasyi
Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan
jiwa semua mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran-pelajaran
akhlak, setiap guru haruslah memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang
lainnya. Karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi,
sedangkan akhlak yang mulia adalah tiang daripada pendidikan Islam.31
c. Menurut Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany mengemukakan bahwa
tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok yang paling menonjol
yaitu:
29Ahmad D. Marimba, ... op. cit., hlm. 44-46 30Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1977),
hlm. 22. 31Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),
hlm. 1-2.
43
1) Sifat yang bercorak agama dan akhlak 2) Sifat komprehensif yang mencakup segala aspek pribadi pelajar dan
semua aspek perkembangan dalam masyarakat 3) Sikap keseimbangan, kejelasan, tidak ada unsur pertentangan antara
unsur-unsur dan cara pelaksanaannya 4) Sifat realistis dan dapat dilaksanakan, penekanan dan perubahan yang
dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan memperhitungkan perbedaan-perbedaan perorangan di antara individu, mesyarakat dan kebudayaan di mana-mana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.32
d. Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi yang dikutip Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibani telah merumuskan tujuan pendidikan Islam secara
umum ke dalam lima tujuan, sebagai berikut:
1) Untuk membentuk akhlak mulia
2) Persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat
3) Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi kemanfaatannya
4) Menumbuhkan semangat ilmiah pada para pelajar
5) Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik dan perusahaan supaya
dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan tertentu agar dapat
mencari rizki dalam hidup, di samping memelihara segi kerohanian
dan keagamaan.33
e. Menurut Arifin sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib bahwa
perumusan tujuan pendidikan Islam itu harus berorientasi pada hakekat
pendidikan yang meliputi beberapa aspek di antaranya sebagai berikut :
1) Tujuan dan tugas manusia
Yakni manusia bukan diciptakan secara kebetulan melainkan
mempunyai tujuan dan tugas hidup tertentu.
Firman Allah dalam al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 191 sebagai
berikut :
32Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 436. 33Ibid., hlm. 416-417.
43
الذين يذكرون اهللا قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون فى خلق سبحنك فقنا عذاب جنا ماخلقت هذا باطال رب جالسموت واألرض
)191: عمران -ال. (النارArtinya : “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (Q.S. Ali-Imran : 191)34
2) Memperhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia yaitu konsep
tentang manusia bahwa ia diciptakan sebagai khalifah Allah di bumi.
Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 adalah
sebagai berikut:
)30: البقرة . (وإذ قال ربك للملئكة إنى جاعل فى األرض خليفة
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi ”. (Q.S. al-Baqarah : 30)35
Allah SWT. memberitahukan ihwal pemberian karunia Bani
Adam dan penghormatan kepada mereka dengan membicarakan
mereka di al-Mala’ul A’la sebelum mereka diadakan, maka Allah
berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat.
Maksudnya, hai Muhammad ceritakanlah hal itu kepada kaummu:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi, yakni suatu
kaum yang akan menggantikan satu sama lain, kurun demi kurun dan
generasi demi generasi.36 Sebagaimana Allah berfirman: “Dialah yang
34 Soenarjo, dkk., ... op. cit., hlm. 110. 35Ibid., hlm. 13. 36Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani,
1999), hlm. 103-104.
43
menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi” (Q.S. Fathir: 39).
Tugas dan tanggung jawab manusia, yang telah dibebankan oleh
Allah, maka manusia membutuhkan beberapa sarana dan prasarana,
sebagai perangkat modal kerja untuk melaksanakan amanah yang
termasuk amanah itu adalah khalifah, karena khalifah itu mempunyai
pengertian sebagai wakil Tuhan di muka bumi dan itulah
keistimewaan manusia dari makhluk lainnya. Kata khalifah
mempunyai arti mengganti dan melanjutkan, pengganti atau
pemimpin. Untuk itu dibutuhkan pendidikan yang dapat membantu
dan memperlancar tugas amanah yang dipikulkan oleh Allah. Oleh
karena itu manusia membutuhkan pendidikan.37 Serta untuk beribadah
kepada-Nya, penciptaan itu dibekali berbagai macam fitrah yang
berkecenderungan pada al-Hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan)
berupa agama Islam, sebatas kemampuan dan kapasitas ukuran yang
ada.38
3. Tuntutan masyarakat, baik berupa pelestarian nilai budaya, pemenuhan
kebutuhan hidup maupun antisipasi perkembangan dan tuntutan
modern.
4. Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam hal ini terkandung
nilai dalam mengelola kehidupan bagi kesejahteraan di dunia dan
akherat, keseimbangan dan kelestarian keduanya.39
Hal ini didasarkan pada tujuan pendidikan yang menurut az-Zarnuji
meliputi tiga aspek, yaitu: ketuhanan, individualitas dan kemasyarakatan.
Selain pengabdian kepada Tuhan, juga bertujuan untuk membentuk moral
pribadi, intelektual dan kesehatan jasmani serta pembentukan sikap mental
37Marasuddin Siregar, Konsep Pendidikan Ibnu Khlmdun; Suatu Analisa Fenomenologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1999), hlm. 93-95.
38Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 34.
39Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 153-154.
43
kemasyarakatan “amar ma’ruf nahi munkar” dengan rasa tanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat, bersih dari pamrih pribadi.40 Dengan
demikian, jelas sekali bahwa perumusan tujuan pendidikan Islam harus sesuai
dengan hakekat kemanusiaan dan tugas-tugas kehidupan sesuai dengan sifat-
sifat dasar manusia yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan dan
sesuai pula dengan tuntutan masyarakat yang terus mengalami kemajuan serta
sesuai dengan nilai-nilai ideal ajaran Islam bagi kehidupan manusia.
Adapun aspek filosofisnya, tujuan adalah dunia cita, yaitu suasana
ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan suasana ideal itu
nampak pada tujuan akhir (Ultimate Aims of Education). Tujuan akhir
biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti terbentuknya
kepribadian muslim.41
Hasan Langgulung dalam bukunya yang berjudul Manusia dan
Pendidikan, mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah memelihara
kehidupan manusia.42 Ahmad D. Marimba berpendapat, bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.43 Kemudian
dilihat dari tujuan umum pendidikan Islam, maka hal itu sinkron dengan
tujuan agama Islam, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk,
bertakwa dan beribadah dengan baik kepada Allah, sehingga memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akherat.44
Hal ini menunjukkan bahwasanya islam menghendaki agar manusia
dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang
telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah
40Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, (Yogyakarta: al-Amin Press,
1997), hlm. 105-106. 41Ahmad D. Marimba, ... op. cit., hlm. 43. 42Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 33. 43Ahmad D. Marimba, op. cit., hlm. 46. 44Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,
2000), hlm. 142.
43
beribadah kepada Allah, yaitu sebagai hamba (‘a>bid). Ini diketahui dari
surat al-Dza>riya>t ayat 56 sebagai berikut:
)56: الذريات. (وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدونDan Aku tidak menciptaka jin dan manusia, kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. al-Dzariyah: 56)45
Selain itu, tujuan pendidikan Islam, juga tidak lepas dari kaitannya
dengan eksistensi hidup manusia sebagai wakil-Nya (kha>lifah Allah) di
bumi. Salah satu fungsi dan tugas seorang pemimpin (kha>lifah) adalah
kemampuannya dalam memelihara, mengatur dan mengembangkan potensi
dasar yang beragam (heterogen) dari yang dipimpinnya di atas dasar amanah,
dan bukan atas dasar prinsip kepemilikan (privatisasi). Tujuan pendidikan
Islam pada dasarnya memelihara dan mengembangkan hidup ini, sebab hidup
merupakan fitrah yang paling dasar bagi manusia. Hidup bukan hanya terjadi
di dunia ini secara lurus (mustaqi>m) seseorang akan selamat dan bahagia
dalam menuju Tuhan.46 Kaitannya dengan persoalan manusia sebagai khalifah
Allah ini telah dipertegas dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 sebagai
berikut:
نا مل فيهعجليفة قالوا أتض خاعل في الأري جلائكة إنللم كبإذ قال رونو دكمبح حبسن نحناء ومالد فكسيا وفيه فسدا يم لمي أعقال إن لك سقد
)30: البقرة. (لا تعلمونIngatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (QS. al-Baqarah: 30)47
45Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 862. 46M. Irsyad Djuwaeli, op. cit., hlm. 13-14. 47Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 13.
43
3. Fungsi Pendidikan Islam
Pada hakekatnya, pendidikan Islam adalah suatu proses yang
berlangsung secara kontinue dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini,
maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah
pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini
bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta
didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari
kandungan sampai akhir hayat.
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke
tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan yang optimal.
Menurut Hasan Langgulung, pendidikan dapat dilihat dari segi
pandangan individu dan segi pandangan masyarakat serta memandang
pendidikan sebagai suatu transaksi, yaitu proses memberi dan mengambil
antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, tugas dan fungsi
pendidikan dapat dilihat pada tiga pendekatan, sebagai berikut :
a. Pendidikan dipandang sebagai pengembangan potensi.
b. Pendidikan dipandang sebagai pewarisan budaya.
c. Pendidikan dipandang sebagai interaksi antara potensi dan budaya.48
Semua pendekatan dalam fungsi pendidikan ini tidak berjalan sendiri-
sendiri tetapi saling memberikan penekanan yang dapat digunakan melihat
fungsi pendidikan Islam.
a. Fungsi Pengembangan Potensi
Fungsi ini mencerminkan bahwa pendidikan sebagai
pengembangan potensi manusia dalam kehidupannya. Manusia
mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan, sedangkan pendidikan
merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan mengembangkan
48Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988), hlm. 57
43
potensi-potensi yang dimiliki dalam arti berusaha untuk menampakkan
dan mengembangkan (aktualisasi) berbagai potensi manusia dalam Islam
juga disebut dengan fitrah sebagai potensi dasar yang akan dikembangkan
bagi kehidupan manusia.49 Betul fitrah itu sangat beragam. Hasan
Langgulung menyebutnya dengan Asmaul Husna, dengan berdasarkan
bahwa proses penciptaan manusia itu secara non fisik, sebagaimana
Firman Allah SWT. dalam al-Qur’an surat al-Hijr: 29 sebagai berikut:
هتيوفإذا سنسجدي الهوفقع حيور ه منفي تفحن29: احلجر . ( و( Artinya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan
telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka hendaklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (Q.S. al-Hijr: 29)50
Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di
antara makhluk-makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari
unsur jasmani dan rohani atau unsur fisiologis dan unsur psikologis.
Dalam struktur jasmani dan rohani itu, Allah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam
psikologi disebut dengan potensialitas atau disposisi, yang menurut aliran
psikologi behaviorisme disebut prepotence reflexes, yaitu kemampuan
dasar yang secara otomatis dapat berkembang. Dalam pandangan Islam
kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut fitrah, yang dalam
pengertian etimologis mengandung arti kejadian, oleh karena kata fitrah
berasal dari kata kerja fatoro yang berarti “menjadikan”.51
Dalam hal ini dinyatakan bahwa potensi manusia sebagai karunia
Tuhan haruslah dikembangkan, sedangkan pengembangan potensi yang
sesuai dengan petunjuk Allah merupakan “ibadah”. Jadi, tujuan kejadian
49Muhaimin dan Abdul Mujib, ... op. cit., hlm. 138. 50 Soenarjo, ... op. cit., hlm. 393. 51M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 88.
43
manusia dalam rangka ibadah adalah dalam pengertian pengembangan
potensi-potensi manusia sehingga menjadikan dirinya mencapai derajat
kemanusiaan yang tinggi (‘Abid). Derajat ini dicapai dengan
mengaktualisasikan segala potensi yang dikaruniakan Tuhan kepadanya.52
b. Fungsi Pewarisan Budaya
Pendidikan sebagai pewarisan budaya merupakan upaya
pewarisan nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagaimana dinyatakan
bahwa tugas pendidikan Islam selanjutnya adalah mewariskan nilai-nilai
budaya Islam.53
Juga dinyatakan bahwa sukar dibayangkan seseorang tanpa
lingkungan memberikan corak kepada watak dan kepribadian, sebab
lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai-nilai budaya yang
dimilikinya dengan harapan dapat memelihara kepribadian dan identitas
budayanya sepanjang zaman. Peradaban dan budaya (Islam) bisa mati bila
nilai-nilai, norma-norma dan berbagai unsur lain yang dimilikinya
berhenti dan tidak berfungsi dalam mewariskan nilai-nilai itu dari generasi
ke generasi dalam kehidupan. Peradaban Islam bermula dari turunnya
wahyu yang kemudian disosialisasikan kepada pengikutnya sehingga
diikuti dan diterapkan dalam kehidupan. Dari tradisi inilah terbentuk suatu
kelompok manusia yang disebut “ummah Islam” yang terkait dengan
aqidah, syari’ah dan akhlak Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan
as-sunnah sebagai prinsip pokok Islam yang senantiasa dikembangkan
pemahaman dan pengalamannya dalam kehidupan umat manusia. Hal ini
mencerminkan bahwa fungsi pendidikan Islam juga mewariskan ajaran-
ajaran Islam dengan berbagai nilai peradaban ke dalam kehidupan
52Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, ... op. cit., hlm. 60. 53Muhaimin dan Abdul Mujib, ... op. cit., hlm. 141.
43
individu dan masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang sebagai
nilai yang menjadi panutan dalam kehidupan.54
c. Fungsi Interaksi Antara Potensi dan Budaya
Manusia mempunyai potensi dasar sebagai potensi yang
melengkapi manusia untuk tegaknya peradaban dan kebudayaan Islam.
Dalam versi lain, tugas pendidikan adalah menegakkan bimbingan anak
agar ia menjadi dewasa. Yang dimaksud dengan kedewasaan adalah
sebagai berikut :
1) Kedewasaan Psikologis (matang sosial, moral dan emosinya)
2) Kedewasaan Biologis (sampai akil baligh)
3) Kedewasaan Sosiologis (mengenal masyarakat setempat)
4) Kedewasaan Paedagogis (tanggung jawabnya).55
Dalam hubungan dengan Islam mengenai interaksi antara potensi
dan budaya ini lebih jelas lagi manakala potensi yang dinyatakan roh
Allah itu disebut dengan “fitrah”, seperti yang dinyatakan dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, nabi bersabda :
كل : قال النىب صلى اهللا عليه وسلم: عن أبى هريرة رضى اهللا عنه قالرواه . (همولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسان
56)البخارىArtinya : “Dari Abu Hurairah ra. Berkata : Nabi saw. bersabda : “Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R. Bukhari)
Adapun agama yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya itu juga
adalah fitrah, sebagaimana Firman Allah dalam surat ar-Ruum ayat 30
sebagai berikut:
54Hasan Langgulung, ... op. cit., hlm. 61-63. 55Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 70. 56Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1992), hlm. 421.
43
)30 :الروم. (فطرة اهللا التى فطر الناس عليها قليفأقم وجهك للدين حنيفا Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu pada agama dengan selurus-
lurusnya. Itulah Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu”. (Q.S. ar-Ruum : 30)
Jadi, fitrah sebagai potensi yang melengkapi manusia sejak lahir
dan fitrah sebagai “din” yang menjadikan hidup tegaknya peradaban
Islam. Ibarat sebuah mata uang yang memiliki dua sisi, satu sisi sebagai
potensi dan sisi lainnya sebagai din (agama), yang satu berkembang
dalam setiap diri individu, sedangkan yang lain terjadi proses pemindahan
sebagai pewarisan nilai dari generasi ke generasi. Jadi, ada yang bersifat
dari luar dan ada yang dari dalam semua saling berinteraksi membentuk
suatu peradaban Islam yang senantiasa tetap berada dalam kerangka
kehidupan baik sebagai “Abdullah” maupun “khalifatullah” yang
merupakan tujuan kejadian dan hidup manusia.57
4. Materi Pendidikan Islam
Sasaran dan tujuan pendidikan tidak mungkin akan tercapai, kecuali
materi pendidikan terseleksi dengan baik dan tepat. Istilah materi digunakan
di sini untuk sejumlah disiplin. Ilmu yang mengembangkan basis kegiatan
sekolah, dan biasanya diklasifikasikan dalam beberapa subjek materi yang
berbeda-beda. Materi dalam hal ini, intinya adalah subtansi yang akan
disampaikan dalam proses interaksi edukatif kepada anak didik dalam rangka
mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Materi pendidikan anak yang dicanangkan al-Ghazali, baik itu di
rumah maupun di Madrasah Ibtida’iyah pada dasarnya meliputi: pengetahuan
yang menuntutnya adalah fardu ‘ain bagi setiap muslim, yaitu meliputi rukun
iman, cara melakukan perintah-perintah Allah dan prinsip-prinsip tingkah
57Hasan Langgulung, ... op. cit., hlm. 64-65.
43
laku yang benar “dalam bentuknya yang paling sederhana”. Al-Ghazali
memandang mata pelajaran-mata pelajaran ini menguntungkan, baik untuk
pemenuhan praktis terhadap kewajiban-kewajiban agama maupun sebagai alat
untuk memperkuat keimanan anak-anak.58 Oleh karena itu, hal yang terpokok
yang perlu diserap oleh anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan keimanan,
keislaman dan akhlak,59 seperti yang dikatakan oleh pikiran, diamalkan dalam
kehidupan dalam bentuk ibadah dan diungkapkan dalam bentuk perkataan,
sikap, akhlak (perangai) pergaulan dan kehidupan pada umumnya.
Untuk mewujudkan generasi yang kokoh iman dan islamnya,
Abdullah Nasih Ulwan sebagaimana dikutip oleh Raharjo menekankan bahwa
materi pendidikan yang bersifat mendasar dan universal. Materi-materi
pendidikan tersebut adalah pendidikan iman, akhlak, fisik, intelektual, psikis,
sosial dan seksual.60 Sedangkan menurut Chabib Thoha memfokuskan materi
pendidikan pada aspek pendidikan ibadah, pokok-pokok ajaran Islam dan
membaca al-Qur’an, pendidikan akhlak dan pendidikan akidah Islamiyah.61
Sejalan dengan pemikiran Thoha, M. Nipan Abdul halim menambahkannya
dengan pendidikan ekonomi dan kesehatan sebagai penunjang tegaknya
akidah, ibadah dan akhlak anak.62 Adapun yang mendasar adalah:
a. Pendidikan iman (akidah)
Pendidikan akidah adalah inti dari dasar keimanan seseorang yang
harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sedemikian mendasarnya
pendidikan akidah ini bagi anak-anak, karena dengan pendidikan inilah
58Mulyadi Kartanegara, Mozaik Khasanah Islam:Bunga Rampai dari Chicago, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 77.
59 Ahmad Tafsir (ed) Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 113.
60Raharjo,”Dr. Abdullah Nasih Ulwan: Pemikiran-pemikirannya dalam bidang pendidikan”, dalam Ruswan Thoyib (eds), Pemikiran Pendidikan Islam:Kajian Tokoh Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 62.
61Chabib Thoha, Kapita Selekta pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 105.
62M. Nipan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), hlm. 91.
43
anak akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap terhadap
Tuhannya dan apa saja yang mesti mereka perbuat dalam hidup ini.63
Materi pendidikan keimanan ini adalah untuk mengikat anak
dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-dasar syariah. Sejak anak
mulai mengerti dan dapat memahami sesuatu. Adapun tujuan mendasar
dari pendidikan ini adalah agar anak hanya mengenal Islam mengenai
dirinya. Al-Qur’an sebagai imamnya dan Rasulullah sebagai pemimpin
dan teladannya.64 Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat Luqman
ayat 13 sebagai berikut:
وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يابني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم )13: لقمان. (عظيم
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: “hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (QS. Luqman: 114)65
b. Pendidikan ibadah
Materi pendidikan ibadah secara menyeluruh oleh para ulama
telah dikemas dalam sebuah disiplin ilmu yang dinamakan ilmu fikih dan
fikih Islam. Karena seluruh tata peribadatan telah dijelaskan di dalamnya,
sehingga perlu diperkenalkan sejak dini dan sedikit demi sedikit
dibiasakan dalam diri anak, agar kelak mereka tumbuh menjadi insan-
insan yang bertakwa.66 Pendidikan ibadah di sini, khususnya pada
pendidikan shalat yang merupakan tiang dari segala amal ibadah
sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah dalam surat Luqman ayat 17
sebagai berikut:
63Ibid., hlm. 94. 64Raharjo, op. cit., hlm. 62. 65 Soenarjo dkk., op cit., hlm. 654. 66 M. Nipan Abdul Halim, op. cit., hlm. 102.
43
كابا أصلى مع براصكر ونن المع هانوف ورعبالم رأملاة وأقم الص ينابي )17: لقمان(. ذلك من عزم الأمورإن
Hai anakku! Dirikanlah shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan oleh Allah. (QS. Luqman: 17)67
Pendidikan shalat dalam konteks ayat tersebut tidak hanya terbatas
tentang tata cara untuk menjalankan shalat yang lebih bersifat fi’liyah,
melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah shalat. Anak
harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi mungkar serta
jiwanya teruji menjadi orang yang sabar.
c. Pendidikan akhlak
Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral
dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan
kebiasaan oleh anak masa analisa hingga menjadi seorang mukallaf,
seorang yang telah siap untuk mengarungi lautan kehidupan. Tujuan dari
pendidikan akhlak ini adalah untuk membentuk benteng religius yang
berakar pada hati sanubari. Benteng tersebut akan memisahkan anak dari
sifat-sifat negatif, kebiasaan, dosa dan tradisi jahiliyah.68
Keluarga merupakan tempat pertama yang harus meletakkan
pendidikan akhlak dalam diri anak dengan jalan melatih dan membiasakan
hal-hal yang baik. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara
teoritik, melainkan disertai contoh-contoh kongkrit untuk dihayati
maknanya. Kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya.69 Hal
ini sebagaimana Firman Allah dalam surat Luqman ayat 18 sebagai
berikut:
67 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm., 655. 68 Raharjo, op. cit., hlm., 63. 69 Chabib Thaha, op. cit., hlm. 108.
43
حبلا ي ا إن اللهحرض مش في الأرملا تاس وللن كدخ رعصلا تو )18: لقمان(كل مختال فخور
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Luqman: 18)70
d. Pendidikan intelektual
Pendidikan intelektual adalah pembentukan dan pembinaan
berfikir anak dengan segala sesuatu yang bermanfaat, ilmu pengetahuan,
peradaban ilmiah dan modernisme serta kesadaran berfikir dan berbudaya.
Dengan demikian, ilmu rasio dan peradaban anak benar-benar dapat
terbina.71
Pendidikan intelektual ini sangat erat hubungannya dengan
pendidikan iman, moral dan fisik dalam rangka membentuk pribadi anak
secara integral dan di dalam mendidik anak secara sempurna agar menjadi
seorang insan yang konsisten dalam melaksanakan kewajiban, risalah dan
tanggung jawabnya, pelaksanaan pendidikan intelektual ini mencakup tiga
masalah yang krusial dan saling terkait, yaitu kewajiban mengajar,
penyadaran berfikir dan pemeliharaan kesehatan intelektual.72
Dengan diberikannya pokok-pokok pendidikan anak tersebut
diharapkan anak akan tumbuh dewasa menjadi insan mukmin yang benar-
benar shaleh, insan yang kuat akidahnya, mantap ibadahnya, mulia
akhlaknya dan cemerlang pemikirannya, sehingga kepribadian mereka
terbentuk menjadi pribadi muslim yang kuat.
70 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 655. 71 Abdullah Nasih Ulwan”, Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam”, Juz I, Terj, Saefullah Kamali dan
Hari Noer Ali, Pedoman Pendidikan anak Islam, (Semarang: Asy-Syifa’, 1981), hlm. 270. 72 Raharjo, op. cit., hlm. 64.
43
5. Metode Pedidikan Islam
Metode pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam
pendidikan, karena kenyataan materi pendidikan tidak akan dapat dipelajari
dan diterima secara efektif dan efesien, kecuali disampaikan dengan cara-cara
tertentu. Ketiadaan metode pendidikan yang efektif akan menghambat dan
membuang secara sia-sia waktu dan upaya pendidikan.
Istilah metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan. Jadi,
jalan itu bermacam-macam, begitu juga dengan metode.73 Metode diartikan
pula sebagai suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam pendidikan.74 Sedangkan menurut Moh. Athiyah al-Abrasyi
sebagaimana dikutip oleh Omar Muhammad al-Thoumy mendefinisikan
metode sebagai suatu jalan yang kita ikuti untuk memberi faham kepada
murid-murid segala macam pelajaran.75
Dalam konteks pendidikan Islam, tujuan untuk mengembangkan sikap,
pengetahuan, daya cipta dan ketrampilan pada anak dapat dicapai melalui
berbagai metode, maka metode yang digunakan untuk pendidikan anak dalam
Islam adalah melalui metode teladan, teguran, cerita, pembiasaan dan melalui
pengalaman-pengalaman kongkrit.76 Sedangkan menurut M. Fadhil al-Jamaly
menyebutkan metode dari sudut pandang al-Qur’an, yaitu pemberi peringatan,
pemberi pelajaran dan nasehat, historis, keteladanan ibarat yang historis.77
73 Hassan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisis Psikologis, Filsafat dan
Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1989), hlm. 183. 74 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 19. 75Omar Muhammad al-Taumy al-Syaibani, “Filsafatut Tarbiyah al-Islamiyah”, Terj. Hasan
Langgulung”, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551. 76Muhammad Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harum, (Bandung, al-Ma’arif,
1993), hlm. 324. 77Muhammad Fadhil al-Jamaly, op. cit., hlm. 128-134.
43
Adapun di antara metode yang sesuai bagi pendidikan anak dan cocok
untuk diterapkan dalam mendidik anak antara lain sebagai berikut:
a. Metode keteladanan
Metode keteladanan berarti metode dengan memberi contoh, baik
berupa tingkah laku sifat cara berfikir dan sebagainya.78 Keteladanan
memberikan pengaruh yang lebih besar dari pada omelan atau nasehat.79
Ini sejalan dengan pendapat Nashih Ulwan, sebagaimana dikutip oleh
Raharjo yang menyatakan, bahwa metode keteladanan adalah metode
yang paling menentukan keberhasilan dalam menentukan, mempersiapkan
dan membentuk sikap dan prilaku moral, spiritual dan sosial anak.80
Metode keteladanan dalam pendidikan anak adalah metode yang
influitif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan
membentuk anak di dalam moral spiritual dan sosial. hal ini karena
pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan anak yang akan ditirunya
dalam tindak tanduknya dan tata santunnya, didasari atau tidak bahkan
tercetak dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik, baik dalam
ucapan dan perbuatan yang bersifat material dan spiritual, yang diketahui
atau tidak.81
Ini menunjukkan, bahwa pendidikan dengan metode keteladanan
merupakan metode yang berhasil guna. Di dalam al-Qur’an banyak
terdapat ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan bentuk
keteladanan dalam pendidikan. Di antaranya terdapat dalam surat al-
Ahza>b ayat 21 sebagai berikut:
78Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 178. 79Jaudah Muhammad Awwat, Manhaj Islam fi al-Tarbiyah al-Athafal, Terj. Shihabuddin,
Mendidik Anak Secara Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 13. 80Raharjo, op. cit., hlm. 66. 81Abdul Nasih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 2.
43
مواليو و اللهجركان ي نة لمنسة حوول الله أسسفي ر كان لكم لقد )21: األحزاب. (لله كثرياالآخر وذكر ا
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullh itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al-Ahzab: 21)82
Di antara faktor-faktor yang mempunyai pengaruh dalam
pendidikan dan dalam kehidupan manusia sehari-hari adalah uswah
hasanah (suri tauladan) yang diikuti oleh anak-anak dan orang dewasa.83
Ini menunjukkan pentingnya contoh teladan pergaulan yang baik dalam
usaha membentuk kepribadian seseorang. Dan di sini, peran seorang guru
berperan di mana ia harus bisa menjadi contoh yang baik bagi anak-anak
didiknya, karena dalam prakteknya anak didik cenderung meneladani
pendidiknya.
b. Metode pembiasaan
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat
penting, terutama bagi anak-anak. adapun pembiasaan yang harus
dikembangkan dalam diri anak mencakup tingkah laku, ketrampilan,
kecakapan dan pola pikir tertentu.84 Menurut Ahmad Tafsir, pembiasaan
merupakan teknik pendidikan yang jitu, walau ada kritik terhadap metode
ini. Karena cara ini tidak mendidik anak untuk menyadari dengan analisis
apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, pembiasaan ini harus mengarah
kepada kebiasaan yang baik.85
82Soenarjo, dkk., op. cit., Juz II, hlm. 670. 83Muhammad Fadhil Jamaly”, “al-Falsafah al-Tarbiyah fi al-Qur’an”, terj. Judi al Falasani,
Konsep Pendidikan Qur’ani, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 135. 84Hery Noer Aly, op. cit., hlm. 185. 85Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 144.
43
Bentuk metode pembiasaan yang harus ditanamkan dalam diri
anak adalah pembiasaan akidah, ibadah dan akhlak al-karimah.86
Menanamkan kebiasaan itu sulit kadang-kadang memerlukan waktu yang
lama, kesulitan itu disebabkan pada mulanya seorang anak belum
mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakan.
Dalam pendidikan anak, metode ini dapat diterapkan dengan cara
orang tua/guru, memberi atau melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
seperti hidup rukun, tolong menolong, jujur dan lain-lain. Dengan sistem
pengajaran semacam ini anak secara otomatis menjadi terbiasa baik di
sekolah maupun di keluarga.
Bertolak dari dasar-dasar yang Islami dan metode paedagogis ini,
maka wajib bagi setiap orang tua, pendidik, masyarakat dan media masa
berperan aktif untuk mencegah anak dari segala bentuk yang
membahayakaan akidah dan mendorong mereka untuk melakukan tindak
kejahatan dan kehinaan.87 Semua ini dilakukan dalam rangka membantu
untuk merealisasikan metode keteladanan supaya dapat berjalan dengan
baik di dalam membentuk diri pribadi anak menuju yang lebih baik.
c. Metode Nasehat
Di antara metode pendidikan yang telah masyhur sejak berabad-
abad yang silam adalah metode pemberian pembelajaran/nasehat. Metode
ini digunakan dalam pendidikan untuk membuka mata anak-anak pada
hakekatnya sesuatu yang mendorongnya menuju situasi luhur
menghiasinya dengan akhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-
prinsip Islam. Metode ini mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap jiwa dan perasaan.88
86M. Nipan Abdullah Halim, op. cit., hlm. 187. 87Adullah Nasih Ulwan, op. cit., Juz II, hlm. 128-129. 88Raharjo, op. cit., hlm. 69.
43
Metode ini sangat penting, karena seseorang kadang-kadang lebih
senang mendengarkan atau memperhatikan nasehat orang-orang yang ia
cintai dan ia jadikan tempat untuk mengadu segala permasalahan.89
Dengan metode ini pendidik dapat menanamkan pengaruh jiwa melalui
pintunya yang tepat. Bahkan dengan metode ini pendidik mempunyai
kesempatan yang luas untuk mengarahkan anak didik kepada berbagai
kebaikan dan kemaslahatan serta kemajuan masyarakat dan umat.
Hubungannya dengan metode ini al-Qur’an menjelaskan dalam surat al-
Nisa’ ayat 58.
وإذا حكمتم بين الناس أن ان اهللا يأمركم أن تؤدوا األمانات إلى أهلها : النساء(تحكموا بالعدل إن اهللا نعما يعظكم به إن اهللا كان سميعا بصريا
58( Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat (QS. al-Nisa’: 58)90
Dalam metode ini, pendidik hendaknya berusaha menimbulkan kesan
bagi anak didik, bahwa dia adalah yang mempunyai niat baik dan sangat
peduli terhadap kebaikan anak didik.
89Muhammad Fadhil al-Jamaly, op. cit., hlm. 130-131. 90Soenarjo dkk. op. cit., hlm. 128.