bab ii tinjauan umum rumah sakit dan instalasi farmasi

51
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit (RS) adalah bagian integral dari suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan secara komprehensif, penembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif). Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik (WHO, 1957). Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang dimaksud dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat (Kemenkes RI, 2009). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.983/MenKes/SK/XI/1992 tentang 4

Upload: sambas-bos-kefir

Post on 24-Jul-2015

1.806 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

BAB IITINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi Rumah Sakit

Rumah Sakit (RS) adalah bagian integral dari suatu organisasi social dan

kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan secara komprehensif,

penembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif). Rumah sakit

juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik

(WHO, 1957).

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

yang dimaksud dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat (Kemenkes RI,

2009).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.983/MenKes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum,

yang dimaksudkan dengan Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang

memberikan pelayanan kesehatan bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.

Pelayanan medis spesialistik dasar adalah pelayanan spesialistik penyakit

dalam, kebidanan dan penyakit kandungan, bedah dan kesehatan anak. Pelayanan

medis spesialistik luas adalah pelayanan medis spesialistik dasar ditambah dengan

pelayanan spesialistik telinga, hidung, dan tenggorokan, mata, syaraf, jiwa, kulit,

4

Page 2: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

5

dan kelamin, jantung, paru, radiologi, anastesi, rehabilitasi medis dan patologi

anatomi. Pelayanan medis subspesialistik luas adalah pelayanan subspesialistik di

setiap spesialisasi yang ada. Contoh: endokrinologi, gastrohepatologi, nefrologi,

geriatri, dan lain-lain.

2.1.2. Misi dan Visi Rumah Sakit

Penyusunan misi dan visi rumah sakit merupakan fase penting dalam

tindakan strategis rumah sakit. Menetapkan misi dan visi bukanlah proses yang

mudah. Pernyataan misi dan visi merupakan hasil pemikiran bersama dan

disepakati oleh seluruh anggota rumah sakit. Misi dan visi bersama ini

memberikan fokus dan energi untuk pengembangan organisasi.

Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah

sakit didirikan, apa tugasnya, dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan

kegiatan. Maksud utama misi memberi kejelasan fokus kepada seluruh personel

rumah sakit, dan memberikan pengertian bahwa cara dan apa yang dilakukan

mereka adalah terikat pada maksud yang lebih besar.

Visi rumah sakit merupakan pernyataan tetap (permanen) untuk

mengkomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan

maksud, lingkup usaha/kegiatan dan kepemimpinan kompetitif, memberikan

kerangka kerja yang mengatur hubungan antara rumah sakit dan “stakeholders”.

Isi pernyataan visi tidak hanya berupa gagasan-gagasan kosong, melainkan

gambaran mengenai keadaan lembaga di masa depan yang berpijak dari masa

sekarang.

Page 3: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

6

Jadi, fokus misi harus internal rumah sakit, sedang fokus visi adalah

eksternal untuk stakeholders.

2.1.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit

mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan, dengan mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu

dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanaan upaya rujukan.

Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi

yaitu :

1. Menyelenggarakan pelayanan medis,

2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan nonmedis,

3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan,

4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan,

5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan,

6. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan,

7. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan (Siregar dan Lia, 2004).

2.1.4. Personalia Tenaga Kesehatan Rumah Sakit

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 mengenai

Tenaga Kesehatan, maka tenaga kesehatan di Rumah sakit dibagi menjadi :

1. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi,

2. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan,

Page 4: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

7

3. Tenaga kefarmasiaan meliputi apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan

asisten apoteker,

4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi mikrobiologi kesehatan, penyuluh

kesehatan, administrator kesehatan, epidemiologi kesehatan, entomolog

kesehatan dan sanitarian,

5. Tenaga gizi meliputi nutrisions dan dietisien,

6. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapi, okupasiterapis dan terapi wicara,

7. Tenaga keteknisan medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,

teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik,

teknisi transfusi dan perekam medis.

2.1.5. Struktur Organisasi Rumah sakit

Struktur organisasi rumah sakit tergantung dari besarnya Rumah sakit dan

fasilitas yang dimiliki. Rumah sakit yang lebih kecil akan memiliki struktur

organisasi yang lebih sederhana, sebaliknya rumah sakit yang lebih besar akan

memiliki pembagian sub unit yang lebih banyak

Struktur organisasi rumah sakit di Indonesia pada umumnya terdiri atas

Badan Pengurus Yayasan, Dewan Pembina, Dewan Penyantun, Badan Penasehat,

dan Badan Penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil

direktur, komite medik, satuan pengawas, dan berbagai bagian instalasi.

Tergantung pada besarnya rumah sakit, dapat terdiri atas satu atau empat wakil

direktur. Wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, wakil direktur

pelayanan medik, wakil direktur keuangan dan administrasi. Staf Medik

Page 5: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

8

Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri dari

dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di

suatu rumah sakit. Komite medik adalah wadah nonstruktural yang anggotanya

terdiri atas ketua-ketua SMF.

2.1.6. Klasifikasi Rumah sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria (Siregar dan Lia,

2004) sebagai berikut :

1. Berdasarkan Kepemilikan

a. Rumah sakit Umum Pemerintah

Rumah Sakit Umum Pemerintah adalah rumah sakit yang dibiayai,

diselenggarakan dan diawasi oleh pemerintah baik pemerintah pusat

(Departemen Kesehatan), Pemerintah Daerah, ABRI, Departemen

Pertahanan dan Keamanan maupun Badan Umum Milik Negara (BUMN).

Rumah sakit ini bersifat non profit. Rumah Sakit Umum Pemerintah dapat

diklasifikasikan berdasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan

peralatan.

1) Rumah Sakit Kelas A

Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik yang bersifat spesialistik dan subspesialistik luas. Mempunyai

kapasitas tempat tidur minimal 400 buah (Permenkes 340, 2010) dan

merupakan Rumah sakit rujukan tertinggi, seperti RSUP Dr. Cipto

Mangunkusumo.

Page 6: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

9

2) Rumah Sakit Kelas B

Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis, meliputi Pelayanan

Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis

Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik

Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi-Mulut, Pelayanan

Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan, Pelayanan Kebidanan,

Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.

Rumah Sakit kelas B harus mempunyai kapasitas tempat tidur

minimal 200 buah. (Permenkes 340, 2010).

3) Rumah Sakit Kelas C

Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medis sekurang-kurangnya 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4

Pelayanan Spesialis Penunjang Medik. Mempunyai kapasitas tempat

tidur minimal 100 buah. (Permenkes 340, 2010).

4) Rumah sakit Kelas D

Rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medic sekurang-kurangnya 2 Pelayanan Medik Spesialis Dasar.

Memiliki kapasitas tempat tidur minimal 50 buah. (Permenkes 340,

2010).

b. Rumah Sakit Swasta

Rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan, organisasi

keagamaan atau Badan Hukum lain dan dapat juga bekerja sama dengan

Page 7: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

10

institusi Pendidikan. Rumah sakit ini bertanggung jawab terhadap

penyantun dana dan umumnya tidak memungut pajak kepada pelanggan

mereka. Rumah sakit ini dapat bersifat profit dan non profit.

Berdasarkan Keputusan Menteri Republik Indonesia No.

806b/Menkes/SK/XII/1987, klasifikasi Rumah sakit Umum Swasta, yaitu:

1) Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, memberikan pelayanan medis

bersifat umum,

2) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, memberikan pelayanan medis

bersifat umum dan spesialistik 4 dasar lengkap,

3) Rumah Sakit Umum Swasta Madya, memberikan pelayanan medis

bersifat umum, spesialistik dan subspesialitik.

2. Berdasarkan Bentuk Pelayanan

a. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit yang melayani semua bentuk pelayanan kesehatan sesuai

dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit

bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.

b. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis

pelayanan tertentu seperti Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Kusta,

Rumah Sakit Paru, Rumah Sakit Mata, dll.

Page 8: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

11

3. Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit

a. Rumah Sakit Untuk Perawatan Jangka Pendek

Rumah sakit ini melayani pasien dengan penyakit-penyakit kambuhan

yang dapat dirawat dalam periode waktu relatif pendek, misalnya rumah

sakit yang menyediakan pelayanan spesialis.

b. Rumah Sakit Untuk Perawatan Jangka Panjang

Rumah sakit ini melayani pasien dengan penyakit-penyakit kronik yang

harus berobat secara tetap dan dalam jangka waktu yang panjang,

misalnya Rumah Sakit Rehabilitasi dan Rumah Sakit Jiwa.

4. Berdasarkan Hubungannya Dengan Lembaga Pendidikan

a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan

program latihan untuk berbagai profesi.

b. Rumah sakit non pendidikan, yaitu yaitu rumah sakit yang tidak

menyelenggarakan program latihan untuk berbagai profesi dan tidak

memiliki hubungan kerjasama dengan universitas.

5. Berdasarkan Status Akreditasi

Terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum

terakreditasi. Rumah sakit yang telah diakreditasi adalah rumah sakit yang

telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang

menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk

melakukan kegiatan tertentu.

Page 9: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

12

2.1.7 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi

Komite medik menurut PerMenKes No 244/MenKes/PER/III/2008 adalah

wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari Ketua Staf Medis

Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah sakit. Komite

Medik berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.

PFT adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai

garis komunikasi organisasi antara staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

(IFRS). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan

dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada

obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat

bagi pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk

mencapai terapi obat yang rasional. PFT ini meningkatkan penggunaan obat

secara rasional melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk

seleksi obat, pengadaan, penggunaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi

penderita dan staf profesional.

Ketua PFT dipilih dari dokter yang diusulkan oleh komite medik dan

disetujui pimpinan rumah sakit. Ketua adalah seorang anggota staf medik yang

memahami benar dan pendukung kemajuan IFRS, dan ia adalah dokter yang

mempunyai pengetahuan mendalam di bidang farmakologi klinik. Sekretaris

panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang ditunjuk oleh kepala

IFRS. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap SMF yang ada di rumah

sakit.

Page 10: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

13

Peran apoteker dalam PFT ini sangat strategis dan penting karena semua

kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit

di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.

Agar dapat mengemban tugasnya secara baik dan benar, para apoteker

harus secara mendasar dan mendalam dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi,

farmakologi klinik, farmakoepidemiologi, dan farmakoekonomi disamping ilmu-

ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan profesionalnya

dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit.

Tugas apoteker dalam PFT menurut SK MenKes No. 1197/MENKES/SK/

X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit antara lain :

1. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris),

2. Menetapkan jadwal pertemuan,

3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan,

4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan dalam

pertemuan,

5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada

pimpinan Rumah sakit,

6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada

seluruh pihak yang terkait,

7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan,

8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan

antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain,

Page 11: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

14

9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia

Farmasi dan Terapi,

10. Melaksanakan pendidikan, pelatihan, serta pengkajian dan penggunaan obat,

11. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaann

obat pada pihak terkait.

2.1.8 Formularium Rumah Sakit

Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia

Farmasi dan Terapi untuk digunakan di Rumah sakit dan dapat direvisi pada

setiap batas waktu yang ditentukan.

Komposisi Formularium :

1. Halaman judul,

2. Daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)

3. Daftar isi,

4. Informasi mengenai kebijakan dan prosedur dibidang obat,

5. Lampiran.

Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan

terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf

medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan

menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih

mempertimbangkan kesejahteraan pasien.

Page 12: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

15

Kegunaan formularium di Rumah sakit:

1. Membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit,

2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar

memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal.

Tahapan proses penyusunan Formularium di Rumah sakit:

1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional

(SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik,

2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi,

3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Sub Komite Farmasi dan

Terapi.

4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Sub Komite Farmasi

dan Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan

balik,

5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF,

6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam formularium,

7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi,

8. Melakukan edukasi mengenai formularium kepada staf dan melakukan

monitoring.

Pedoman penggunaan Formularium meliputi :

1. Membuat kesepakatan antara staf medis dan berbagai disiplin ilmu dengan

PFT dalam menentukan kerangka mengenai tujuan, organisasi, fungsi dan

ruang lingkup. Staf medik harus mendukung Sistem Formularium yang

diusulkan oleh KFT.

Page 13: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

16

2. Staf medik harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan

tiap-tiap institusi.

3. Staf medik harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh PFT

untuk menguasai sistem Formularium yang dikembangkan oleh PFT.

4. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.

5. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi

Farmasi.

6. Membuat Prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek

terapinya sama, seperti :

a. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang

sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diterima.

b. Dokter yang mempunyai obat pilihan terhadap obat paten tertentu harus

didasarkan pada pertimbangan Farmakologi dan Terapi.

c. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber

obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh

dokter untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

IFRS adalah fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan

seorang apoteker dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi

persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara

profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan

Page 14: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

17

kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;

pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi;

dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan;

pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh

perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis.

2.2.2 Visi, Misi dan Tujuan Instalasi Rumah Sakit

Visi IFRS adalah terselenggaranya pelaksanaan dan pengelolaan dalam

pelayanan, pekerjaan kefarmasian di rumah sakit termasuk pelayanan farmasi

klinik.

Misi pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah mengadakan terapi obat

yang optimal bagi semua penderita, menjamin mutu tertinggi dan pelayanan

dengan biaya yang paling efektif serta memberikan pendidikan dan pengetahuan

baru di bidang kefarmasian melalui penelitian bagi staf medik, mahasiswa, dan

masyarakat.

Tujuan IFRS adalah:

1. Memberi manfaat kepada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan,

dan kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan

memenuhi syarat.

2. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah

sakit yang memenuhi syarat.

3. Menjamin praktik profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan

pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan

Page 15: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

18

melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi.

4. Meningkatkan penelitian dalam praktik farmasi rumah sakit dan dalam ilmu

farmasetik pada umumnya.

5. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi

antara para apoteker rumah sakit, anggota profesi, dan spesialisasi yang

serumpun.

6. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk :

a. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi

b. Mengembangkan dan memberikan pelayanan farmasi klinik

c. Melakukan dan berfartisifasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan dalam

program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa, dan

masyarakat.

7. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktik farmasi rumah sakit

kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi, dan profesional

kesehatan lainnya.

8. Membantu menyediakan personel pendukung yang bermutu untuk IFRS

9. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.

2.2.3 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Tugas utama IFRS adalah bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta

pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup

perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan

farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat

Page 16: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

19

jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh

perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis. (Siregar,

2004).

Fungsi IFRS adalah memberikan pelayanan yang bermutu dan berorientasi

pada kepentingan masyarakat meliputi 2 fungsi yaitu:

1. Pelayanan farmasi yang berorientasi pada produk/farmasi nonklinik yaitu

mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien mulai dari

perencanaan,pengadaan, penerimaan, penyimpanan, produksi, pendistribusian

dan evaluasi penggunaan perbekalan farmasi.

2. Pelayanan farmasi yang berorientasi pada pasien/farmasi klinik, meliputi:

a. Mewujudkan perilaku sehat melalui penggunaan obat rasional termasuk

pencegahan dan rehabilitasinya.

b. Mengidentifikasikan permasalahan yang berhubungan dengan obat

melalui kerjasama dengan pasien dan tenaga kesehatan lain.

c. Memonitor penggunaan obat dan melakukan pengkajian terhadap

penggunaan obat yang diberikan kepada pasien.

d. Memberi informasi mengenai hal yang berhubungan dengan obat.

e. Melakukan konseling kepada pasien/keluarga pasien maupun kepada

tenaga kesehatan untuk mendapatkan terapi yang rasional.

f. Melakukan pelayanan TPN (Total Parenteral Nutrition), IV admixture

dan pelayanan pencampuran obat sitostatik (Handling Sitostatika).

g. Berperan serta dalam kepanitiaan seperti Panitia Farmasi dan Terapi

(PFT).

Page 17: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

20

2.2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Dalam KepMenKes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Pengelolaan Perbekalan Farmasi merupakan

suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,

administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan

pelayanan.

Tujuan pengelolaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut :

a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.

b. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan

c. Meningkatkan kompetensi tenaga farmasi

d. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna

e. Melaksanakn pengendalian mutu pelayanan.

2.2.4.1. Pemilihan

Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau maslah kesehatan yang

terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan

kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai

menjaga dan memperbaharui standar obat.

Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia

Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna

transaksi pembelian.

Page 18: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

21

2.2.4.2. Perencanaan

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga

perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk

menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara

lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi

disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Perencanaan harus berpedoman pada :

a. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, Ketentuan

setempat yang berlaku

b. Data catatan medik

c. Anggaran yang tersedia

d. Penetapan prioritas

e. Siklus penyakit

f. Sisa persediaan

g. Data pemakaian periode yang lalu

h. Rencana pengembangan.

2.2.4.3. Pengadaan

Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah

direncanakan dan disetujui, melalu :

Page 19: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

22

a. Pembelian secara tender yang dilakukan oleh Panitia Pembelian Barang

Farmasi ataupun secara langsung dari rekanan (pabrik, distributor, pedagang

besar farmasi)

b. Produksi (pembuatan), meliputi produksi steril dan produksi non steril.

c. Donasi, sumbangan atau hibah.

2.2.4.4. Produksi

Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk dan pengemasan kembali

sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di rumah sakit.

Beberapa kriteria obat yang dapt diproduksi di rumah sakit :

a. Sediaan farmasi dengan formula khusus

b. Sediaan farmasi dengan harga murah

c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil

d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran

e. Sediaan farmasi untuk penelitian

f. Sediaan nutrisi untuk parenteral

g. Rekontruksi sediaan obat kanker

2.2.4.5. Penerimaan

Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah

diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,

konsinyasi atau sumbangan.

Page 20: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

23

Beberapa pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi :

a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa

b. Barang harus dari distributor utama

c. Harus mempunyai Material Safety Dta Sheet (MSDS)

d. Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai certificate of

origin

e. Tanggal daluarsa minimal 2 tahun

2.2.4.6. Penyimpanan

Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan

yang ditetapkan :

a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya

b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya

c. Mudah tidaknya meledak atau terbakar

d. Tahan atau tidaknya terhadap cahaya

disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan

farmasi sesuai dengan kebutuhan.

Penyimpanan perbekalan farmasi bertujuan untuk menjamin kualitas dan

kuantitas perbekalan farmasi serta memudahkan pengambilan. Metode

penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan alfabet, jenis perbekalan farmasi,

kestabilan, farmakologi, keamanan dan sistem First In First Out (FIFO) atau First

Expired First Out (FEFO). Pengendalian yang dilakukan adalah pengendalian

terhadap lingkungan (suhu, cahaya, kelembaban, kondisi sanitasi, dan ventilasi)

Page 21: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

24

untuk mempertahankan obat dan alat kesehatan dalam kondisi dan persyaratan

yang tepat. Sistem pencatatan keluar masuknya barang juga perlu diperhatikan

dengan penerapan penggunaan kartu stok serta sistem penyimpanan yang

digunakan untuk mencegah tertimbunnya barang-barang lama yang dapat

mengakibatkan terlewatnya waktu daluarsa obat atau sediaan lainnya.

2.2.4.7. Pendistribusian

Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit

untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat

jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.

Pendistribusian perbekalan farmasi bertujuan untuk memastikan

pemberian obat yang tepat dan benar kepada pasien dengan dosis dan jumlah yang

sesuai dengan yang diresepkan dan instruksi yang jelas serta dalam kemasan yang

menjamin potensi obat serta menjamin tersedianya perbekalan farmasi saat

dibutuhkan dengan kualitas yang baik sesuai yang dibutuhkan.

Sistem distribusi obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu :

1) Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)

Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang

dipusatkan pada satu tempat Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi seluruh

perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu

maupun kebutuhan barang dasar ruangan, disuplai langsung dari pusat

pelayanan farmasi tersebut.

Page 22: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

25

2) Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)

Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang

mempunyai cabang didekat unit perawatan penderita di suatu rumah sakit

tempat personel IFRS bekerja memberikan pelayanan farmasi klinik dan non

klinik. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi.

Dengan meningkatnya besar dan luas rumah sakit serta jumlah tempat tidur

terjadi kecenderungan bahwa IFRS semakin jauh dari daerah perawatan

penderita rawat inap. Oleh karena itu pengadaan IFRS desentralisasi

merupakan suatu metode efektif utuk membawa pelayanan farmasi lebih

dekat pada penderita dan staf profesional. Pada sistem desentralisasi,

penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi

dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi Farmasi dalam hal ini

bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi

yang ada di depo farmasi atau satelit farmasi.

3) Kombinasi Sentralisasi dan Desentralisasi

Biasanya hanya dosis awal dan dalam keadaan darurat yang dilayani cabang

IFRS (depo). Dosis delanjutnya dilayani IFRS sentral. Semua pekerjaan lain

yang tersentralisasi, seperti pengemasan dan pencampuran sediaan intravena

juga dimulai dari IFRS sentral.

Sedangkan pelayanan distribusi perbekalan farmasi kepada pasien dibagi

menjadi empat, yaitu :

1) Sistem Resep Individual

Page 23: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

26

Sistem resep individual adalah sistem penyampaian obat kepada penderita

rawat inap oleh Instalasi Farmasi Rumah sakit sesuai dengan resep yang

ditulis oleh dokter, meliputi persiapan dan pemberian etiket sesuai dengan

nama penderita dan obat yang diberikan sesuai dengan resep penderita yang

bersangkutan. Keuntungan sistem resep individual adalah :

a. Semua resep secara langsung dikaji terlebih dahulu oleh apoteker

sebelum obat disiapkan, untuk mencegah kesalahan pengobatan dan

menentukan dosis yang tepat.

b. Memberikan kesempatan terjadinya interaksi profesional antara dokter,

perawat, dan apoteker dan penderita.

c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.

d. Mempermudah penagihan biaya obat pasien.

Keterbatasan sistem distribusi obat resep individual antara lain:

keterlambatan obat sampai ke pasien karena memerlukan waktu yang lebih

lama, jumlah kebutuhan personel IFRS meningkat, kemungkinan terjadi

kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada saat persiapan konsumsi.

2) Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock)

Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah sistem

penyampaian obat kepada penderita rawat inap berdasarkan permintaan

dokter atau keperluan masing-masing penderita dan obatnya disiapkan sendiri

oleh perawat dari persediaan obat yang ada di ruang perawatan. Biasanya

dipakai pada RSU pemerintah karena jarang dipakai obat-obatan mahal

kecuali pada resep khusus.

Page 24: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

27

Keuntungan sistem total floor stock adalah:

a. Obat yang diperlukan cepat tersedia bagi penderita.

b. Mengurangi beban kerja Instalasi Farmasi dan pengurangan jumlah

kebutuhan personel IFRS.

c. Berkurangnya penyalinan kembali resep obat.

d. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS.

Sedangkan keterbatasan sistem persediaan lengkap di ruangan adalah :

a. Meningkatnya kesalahan pengobatan karena kurangnya pengawasan

langsung apoteker pada resep setiap penderita.

b. Meningkatnya persediaan obat di ruang perawatan.

c. Meningkatnya resiko kehilangan obat, bahaya kerusakan obat.

d. Terlalu banyak waktu perawat yang terpakai untuk melayani obat

penderita sehingga perhatian pada perawatan penderita berkurang.

3) Sistem Kombinasi Resep Individual dan Persediaan Lengkap di Ruangan

Sistem distribusi obat kombinasi persediaan ruang dan resep individual

adalah sistem penyampaian obat kepada penderita berdasarkan permintaan

dokter, sebagian obat disiapkan oleh Instalasi Farmasi sesuai dengan resep

dokter dan sebagian lagi disiapkan dari persediaan obat yang terdapat di

ruangan. Kelebihan sistem kombinasi ini adalah :

a. Pengkajian resep dilakukan oleh apoteker di Instalasi Farmasi Rumah

sakit.

Page 25: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

28

b. Obat segera tersedia karena obat yang tersedia di ruangan hanya obat-obat

yang digunakan sehari-hari oleh penderita.

c. Terjadi interaksi yang dekat antara apoteker, perawat, dan dokter.

d. Mengurangi resiko terjadinya kesalahan pengobatan.

e. Persediaan obat di ruang tidak memerlukan tempat yang terlalu besar jika

dibandingkan dengan sistem persediaan lengkap di ruang.

Keterbatasan sistem kombinasi ini antara lain penanganannya yang belum

optimal, adanya kemungkinan obat terlambat sampai ke pasien dan masih

memerlukan tempat untuk menyimpan persediaan obat di ruangan.

4) Sistem Unit Dosis Tunggal (Single Unit Dose)

Sistem distribusi unit dosis adalah sistem penyampaian dan pengendalian

obat yang dikoordinasikan oleh Intalasi Farmasi Rumah sakit yang obatnya

menggunakan wadah dalam bentuk kemasan dosis tunggal yang siap pakai

dalam jumlah persediaan yang cukup untuk satu waktu tertentu. Sistem ini

sepenuhnya pateient oriented. Obat dosis unit adalah obat yang diorder

dokter untuk penderita, terdiri atas satu atau beberapa jenis obat yang masing-

masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang

cukup untuk suatu waktu tertentu. Unsur khusus yang menjadi dasar semua

sistem dosis unit adalah obat yang dikandung dalam kemasan unit tunggal,

didispensing dalam bentuk siap konsumsi, dan bentuk kebanyakan obat tidak

lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang

perawatan penderita pada setiap waktu.

Page 26: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

29

Kelebihannya antara lain :

a. Dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan penggunaan obat

karena obat yang telah diperiksa oleh apoteker akan diperiksa kembali

oleh perawat saat akan diberikan kepada penderita.

b. Menghemat biaya pasien karena pasien hanya membayar obat yang

dikonsumsinya saja.

c. Peniadaan duplikasi resep yang berlebihan.

d. Perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk merawat pasien.

e. Pengurangan kerugian biaya obat yang tak terbayar pasien.

f. Mengurangi pencurian dan penggunaan obat yang sia-sia.

g. Menghemat ruangan di ruang perawat.

2.2.5. Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan Farmasi klinik adalah pelayanan Farmasi yang diberikan

sebagai bagian dari perawatan penderita melalui interaksi dengan profesi

kesehatan lainnya yang secara langsung terkait dengan perawatan penderita.

Ruang lingkupnya meliputi pengkajian order obat, pengambilan sejarah

pengobatan penderita, pembuatan profil pengobatan penderita (P3), partisipasi

dalam kunjungan ke ruangan perawatan penderita, pemantauan terapi obat (PTO),

pendidikan dan konseling bagi penderita, pelayanan informasi obat bagi profesi

Page 27: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

30

kesehatan, peranan dalam program jaminan mutu, evaluasi penggunaan obat

(EPO), dan pemantauan reaksi obat yang merugikan.

Pelayanan Farmasi Klinis meliputi:

1. Pengambilan Sejarah Pengobatan Penderita

Pengambilan sejarah pengobatan pasien dilakukan dengan

menggunakan dua metode yaitu wawancara dan metode kuesioner. Tujuan

dilakukannya pengambilan sejarah pasien adalah untuk memperoleh

informasi mengenai penggunaan obat pasien tersebut, yang dapat digunakan

untuk membantu penetapan diagnosa dan atau pengobatan pasien. Informasi

yang diperoleh adalah perilaku umum pasien terhadap penggunaan obat,

kecenderungan perilaku drug abuse, efek samping obat pada masa lalu, cara

pemakaian obat yang tidak benar, penyimpanan obat oleh pasien, masalah

terhadap pemilihan obat yang diresepkan.

2. Pengkajian dan pelayanan resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat,

pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur

pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan

pemberian obat (medication error).

a. Tujuan

Untuk menganalisa adanya masalah terkait obat; bila ditemukan masalah

terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Page 28: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

31

b. Kegiatan

Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi, persyaratan farmasetis, persyaratan klinis baik untuk pasien

rawat inap maupun pasien rawat jalan.

c. Persyaratan administrasi meliputi :

1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien

2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter

3) Tanggal resep

4) Ruangan/unit asal resep

5) Persyaratan farmasetik meliputi :

6) Nama obat, bentuk, kekuatan sediaan

7) Dosis, jumlah obat

8) Stabilitas

9) Aturan dan cara penggunaan

d. Persyaratan klinis meliputi :

1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

2) Duplikasi pengobatan

3) Alergi, dan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD)

4) Kontraindikasi

5) Interaksi obat

Page 29: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

32

3. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat meliputi kegiatan:

a. Memberikan dan menyampaikan informasi kepada konsumen secara aktif

dan pasif,

b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui

telefon, surat dan tatap muka,

c. Menyediakan informasi bagi Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan

dengan penyusunan Formularium Rumah sakit,

d. Bersama dengan pelayanan kesehatan Rumah sakit melakukan kegiatan

penyuluhan bagi pasien rawat jalan atau rawat inap,

e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga Farmasi dan tenaga

kesehatan lainnya,

f. Mengkoordinasikan penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan

kefarmasian.

4. Pelayanan Konseling Pasien

Instalasi Farmasi Rumah sakit mengadakan pelayanan konseling

penderita yang merupakan suatu proses sistemik untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan

penggunaan obat. Kegiatan pelayanan ini diutamakan untuk pasien rawat

jalan, karena pasien bertanggung jawab atas obatnya sendiri.

Langkah-langkah pelaksanaan pelayanan konseling obat meliputi :

a. Menghilangkan barrier (penghalang) yang ada dalam komunikasi antara

Apoteker dan penderita yaitu:

Page 30: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

33

1) Barrier risk (Ruangan yang kurang nyaman, kondisi fisik pasien yang

sedang sakit),

2) Barrier psikologis (Tingkat pendidikan pasien dan rasa takut pasien).

3) Barrier komunikasi (Verbal dan non verbal)

b. Menggunakan Metode Konseling yaitu:

1) Three Prime Question

Menanyakan 3 pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan

oleh Apoteker kepada pasien

- Bagaimana penjelasan Dokter tentang obat Anda?

- Bagaimana penjelasan Dokter tentang cara pakai obat Anda?

- Bagaiman penjelasan Dokter tentang harapan memakai obat ini?

2) Show and Tell

Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.

3) Final Verification

- Meminta pasien untuk menulang instruksi

- Untuk menyakinkan bahwa pasien tidak ada yang terlewatkan

- Koreksi bila ada kesalahan

c. Memahami Kondisi Pasien, Penyakit dan Obatnya

d. Mencari dan mengikuti terus perkembangan dan ilmu pengetahuan yang

berhubungan dengan kesehatan (penyakit dan obatnya), sehingga dapat

mendukung pelaksanaan konseling yang selalu up to date.

Faktor yang perlu diperhatikan adalah kriteria pasien, yaitu :

Page 31: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

34

1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal,

ibu hamil dan menyusui),

2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi,

dll),

3) Pasien yang menggunakan obat – obatan dengan instruksi khusus

(penggunaan kortikosteroid dengan tappering downloff),

4) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi yang sempit

(digoksin, phenytoin),

5) Pasien yang mneggunakan banyak obat (polifarmasi),

6) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan yang rendah.

5. Pemantau Reaksi Obat Yang Merugikan

Kegiatan pemantauan reaksi obat yang merugikan merupakan bagian dari

kegiatan Panitia Farmasi dan Terapi, yang lebih dikenal dengan istilah

Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Laporan efek samping obat umumnya berasal dari ruang perawatan,

laporan tersebut dikirim kepada tim (MESO) dari Panitia Farmasi dan Terapi

untuk diverifikasi, dianalisa dan dievaluasi. Kegiatan MESO dilaporkan ke

panitia MESO nasional untuk dilakuakan tindak lanjutnya (berupa regulasi,

feed back kepada pelapor).

Page 32: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

35

2.2.6. Tata Ruang Instalasi Farmasi Rumah sakit

Di rumah sakit pada umumnya Instalasi Farmasi berlokasi pada suatu

daerah yang baik dan dekat dengan pelayanan pasien sehingga mempermudah

sistem komunikasi dan transfortasi. Di Instalasi Farmasi harus tersedia gudang

penyimpanan obat untuk menjamin keamanan dan stabilitas obat. Instalasi

Farmasi juga memiliki suatu tempat dan sarana yang didesain khusus sesuai untuk

penyiapan, pembuatan dan pencampuran sediaan parenteral, sediaan steril dan

pengemasannya. Selain itu, terdapat suatu ruangan khusus bagi apoteker dalam

melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien dan ruang khusus bagi Kepala

Instalasi Farmasi Rumah sakit.

2.2.7. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah sakit

Struktur organisasi Farmasi Rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Instalasi farmasi adalah sarana penunjang UPF,

2. Instalasi farmasi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur,

3. Besar kecilnya Instalasi farmasi ditentukan oleh beban kerja,

4. Instalasi farmasi dipimpin oleh tenaga atau pegawai dalam jabatan

fungsional.

Page 33: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

36

2.2.8. Sumber Daya Manusia

Dalam melaksanakan tugasnya Instalasi Farmasi Rumah sakit memerlukan

Sumber Daya Manusia atau ketenagaan yang meliputi:

1. Tenaga kesehatan Apoteker Farmasi Rumah sakit (Hospital Pharmascist),

2. Tenaga kesehatan sarjana atau ahli Farmasi (Apoteker),

3. Tenaga kesehatan menengah (Asisten Apoteker),

4. Tenaga juru resep, pembersih atau tenaga lain yang bekerja dalam

penyelenggaraan lancarnya arus kerja.

Kualifikasi tenaga kefarmasian sesuai dengan peraturan yang berlaku di

Indonesia adalah termasuk dalam tenaga kesehatan yang harus terdaftar dan

mempunyai izin kerja.

2.3. Instalasi Central Sterilization Supply Department (CSSD)

Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat

Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang

menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat

atau bahan yang membutuhkan kondisi steril.

Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh:

1. Besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial,

2. Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia

di lingkungan Rumah sakit.

Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk

keperluan perawatan pasien di Rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah

Page 34: Bab II Tinjauan Umum Rumah Sakit Dan Instalasi Farmasi

37

menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan

peralatan medis ke berbagai ruangan di Rumah sakit untuk kepentingan perawatan

pasien. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,

pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, member

label, sterilisasi, sampai proses distribusi. Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan

dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini

maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko

kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril.