bab ii tinjauan umum menganai kriminalisasi, tindak … ii.pdf28 bab ii tinjauan umum menganai...

25
28 BAB II TINJAUAN UMUM MENGANAI KRIMINALISASI, TINDAK PIDANA TEKNOLOGI INFORMASI DAN DATA IDENTITAS DIRI DENGAN TEKNIK PHISING 2.1 Pengertian Mengenai Kriminalisasi Kriminalisasi merupakan objek studi hukum pidana materiil yang membahas penentuan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana tertentu. Perbuatan tercela yang sebelumnya tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan terlarang dijustifikasi sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana. Menurut Soerjono Soekanto, kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya. 1 Pengertian kriminalisasi dapat pula dilihat dari perspektif nilai. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan kriminalisasi adalah perubahan nilai yang menyebabkan sejumlah perbuatan yang sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak tercela dan 1 Soerjono Soekanto, op.cit, h.62

Upload: dangdang

Post on 09-Aug-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

28

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGANAI KRIMINALISASI, TINDAK PIDANA

TEKNOLOGI INFORMASI DAN DATA IDENTITAS DIRI DENGAN

TEKNIK PHISING

2.1 Pengertian Mengenai Kriminalisasi

Kriminalisasi merupakan objek studi hukum pidana materiil yang membahas

penentuan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana

tertentu. Perbuatan tercela yang sebelumnya tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan

terlarang dijustifikasi sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana.

Menurut Soerjono Soekanto, kriminalisasi merupakan tindakan atau penetapan

penguasa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat atau

golongan-golongan masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dapat dipidana

menjadi perbuatan pidana atau membuat suatu perbuatan menjadi perbuatan kriminal

dan karena itu dapat dipidana oleh pemerintah dengan cara kerja atas namanya.1

Pengertian kriminalisasi dapat pula dilihat dari perspektif nilai. Dalam hal ini

yang dimaksudkan dengan kriminalisasi adalah perubahan nilai yang menyebabkan

sejumlah perbuatan yang sebelumnya merupakan perbuatan yang tidak tercela dan

1 Soerjono Soekanto, op.cit, h.62

29

tidak dituntut pidana, berubah menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan perlu

dipidana.2

Pengertian kriminalisasi tersebut menjelaskan bahwa ruang lingkup

kriminalisasi terbatas pada penetapan suatu perbuatan sebagai tindak pidana yang

diancam dengan sanksi pidana. Berhubungan dengan masalah kriminalisasi, Muladi

mengingatkan mengenai beberapa ukuran yang secara doktrinal harus diperhatikan

sebagai pedoman, yaitu sebagai berikut :

1. Kriminalisasi tidak boleh terkesan menimbulkan overkriminalisasi yang

masuk kategori the misuse of criminal sanction (penyalahgunaan sanksi

pidana)

2. Kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc

3. Kriminalisasi harus mengandung unsur korban victimizing baik aktual

maupun potensial

4. Kriminalisasi harus memperhitungkan analisa biaya dan hasil dan prinsip

ultimum remedium

5. Kriminalisasi harus menghasilkan peraturan yang enforceable

6. Kriminalisasi harus mampu memperoleh dukungan publik.

7. Kriminalisasi harus mengandung unsur subsosialitet mengakibatkan bahaya

bagi masyarakat, sekalipun kecil sekali

8. Kriminalisasi harus memperhatikan peringatan bahwa setiap peraturan pidana

membatasi kebebasan rakyat dan memberikan kemungkinan kepada aparat

penegak hukum untuk mengekang kebebasan itu.3

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat meliputi perubahan besar

dalam susunan masyarakat yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bersama dan

perubahan nilai-nilai budaya yang mempengaruhi alam pikiran, mentalitas serta jiwa.

Perubahan sosial tidak hanya berarti perubahan struktur dan fungsi masyarakat, tetapi

2 Rusli Effendi dkk, op.cit, h. 64-65

3 Muladi, op.cit, h. 256

30

di dalamnya terkandung juga perubahan nilai, sikap dan pola tingkah laku

masyarakat. Perubahan nilai pada dasarnya adalah perubahan pedoman kelakuan

dalam kehidupan masyarakat. Jenis perubahan nilai dapat dibedakan dalam dua hal,

yaitu:

1. Perubahan nilai-nilai budaya primordial yang ditentukan oleh kelompok

kekerabatan, komunikasi desa, ke suatu sistem budaya nasional .

2. Perubahan sistem nilai tradisional kepada sistem nilai budaya modern.4

2.1.1 Asas-asas Kriminalisasi

Asas adalah prinsip-prinsip atau dasar-dasar atau landasan pembuatan suatu

peraturan, kebijakan dan keputusan mengenai aktivitas hidup manusia. Asas hukum

merupakan norma etis, konsepsi falsafah negara, dan doktrin politik. Di samping itu,

asas hukum juga merupakan pikiran-pikiran yang menuntun, pilihan terhadap

kebijakan, prinsip hukum, pandangan manusia dan masyarakat, kerangka harapan

masyarakat. Ukuran kepatutan menurut hukum dapat dicari dalam pikiran-pikiran

yang ada di belakang naskah undang-undang. Ada tiga asas kriminalisasi yang perlu

diperhatikan pembentuk undang-undang dalam menetapkan suatu perbuatan sebagai

tindak pidana beserta ancaman sanksi pidananya, yakni asas legalitas, asas

subsidiaritas, dan asas persamaan/kesamaan.5

4 Koentjaraningrat, op.cit, h. 26

5 Roeslan Saleh, 1993, “Kebijakan Kriminalisasi Dan Dekriminalisasi: Apa Yang Dibicarakan

Sosiologi Hukum Dalam Pembaruan Hukum Pidana Indonesia”, Fakultas Hukum UII, Yogyakarta, h.

38-39

31

a) Asas legalitas

Asas yang esensinya terdapat dalam ungkapan nullum delictum, nulla

poena sie praevia lege poenali yang dikemukakan oleh Von Feurbach.

Ungkapan itu mengandung pengertian bahwa “tidak ada suatu perbuatan yang

dapat dipidana kecuali atas perundang-undangan pidana yang sudah ada

sebelum perbuatan itu dilakukan”. Asas legalitas adalah asas yang paling

penting dalam hukum pidana, khususnya asas pokok dalam penetapan

kriminalisasi.6

Dalam doktrin hukum pidana ada enam macam fungsi asas legalitas, diantaranya:

a. Pada hakikatnya, asas legalitas dirancang untuk memberi maklumat kepada

publik seluas mungkin tentang apa yang dilarang oleh hukum pidana sehingga

mereka dapat menyesuaikan tingkah lakunya.

b. Menurut aliran klasik, asas legalitas mempunyai fungsi untuk membatasi

ruang lingkup hukum pidana. Sedangkan dalam aliran modern asas legalitas

merupakan instrumen untuk mencapai tujuan perlindungan masyarakat.

c. Fungsi asas legalitas adalah untuk mengamankan posisi hukum rakyat

terhadap negara (penguasa). Hal ini adalah tafsiran tradisional yang telah

mengenyampingkan arti asas legalitas sepenuhnya seperti dimaksudkan oleh

ahli-ahli hukum pidana pada abad ke XVIII (delapan belas).

d. Asas legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana, mengharapkan lebih banyak

lagi daripada hanya akan melindungi warga masyarakat dari kesewenang-

wenangan pemerintah. Asas legalitas itu diharapkan memainkan peranan yang

lebih positif, yaitu harus menentukan tingkatan tingkatan dari persoalan yang

ditangani oleh suatu sistem hukum pidana yang sudah tidak dapat dipakai lagi.

e. Tujuan utama asas legalitas adalah untuk membatasi kesewenang-wenangan

yang mungkin timbul dalam hukum pidana dan mengawasi serta membatasi

pelaksanaan dari kekuasaan itu atau menormakan fungsi pengawasan dari

hukum pidana itu. Fungsi pengawasan ini juga merupakan fungsi asas

kesamaan, asas subsidiaritas, asas proporsionalitas, dan asas publisitas.

6 Ibid, h.39

32

f. Asas legalitas memberikan kepastian hukum kepada masyarakat mengenai

perbuatan-perbuatan yang dilarang (tindak pidana) yang disertai dengan

ancaman pidana tertentu. Dengan adanya penetapan perbuatan terlarang itu

berarti ada kepastian (pedoman) dalam bertingkah laku bagi masyarakat.7

Keenam fungsi asas legalitas tersebut, fungsi asas legalitas yang paling

relevan dalam konteks kriminalisasi adalah fungsi kedua yang berkenaan dengan

fungsi untuk membatasi ruang lingkup hukum pidana, dan fungsi ketiga yang

berkaitan dengan fungsi mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara. Fungsi

asas legalitas untuk mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara dan fungsi

untuk melindungi anggota masyarakat dari tindakan sewenang-wenang pihak

pemerintah merupakan dimensi politik hukum dari asas legalitas.

Keberadaan hukum pidana harus dibatasi karena hukum pidana merupakan

bidang hukum yang paling keras dengan sanksi yang sangat berat, termasuk sanksi

pidana mati. Hukum pidana digunakan hanya untuk melindungi kepentingan

masyarakat yang sangat vital bagi kehidupan bersama. Perbuatan-perbuatan yang

perlu dikriminalisasi adalah perbuatan-perbuatan yang secara langsung mengganggu

ketertiban kehidupan masyarakat.

Fungsi mengamankan posisi hukum rakyat terhadap negara juga harus

menjadi fokus perhatian hukum pidana. Hukum pidana harus dapat menjamin hak-

hak dasar setiap warga negara, dan pembatasan terhadap hak-hak dasar warga negara

melalui instrumen hukum pidana sematamata dimaksudkan untuk menjamin hakhak

7 Roeslan Saleh mengutip Antonie A.G. Peter, 1981, Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif,

Aksara Baru, Jakarta, h. 28

33

dasar bagi semua warga negara. Fungsi asas legalitas untuk mengamankan posisi

hukum rakyat terhadap negara dan fungsi untuk melindungi anggota masyarakat dari

tindakan sewenang-wenang pihak pemerintah merupakan dimensi politik hukum dari

asas legalitas.8

Praktek perundang-undangan asas legalitas ternyata tidak dapat memainkan

peranan untuk melindungi posisi hukum rakyat terhadap penguasa dan untuk

membatasi kesewenang wenangan pemerintah di dalam membuat hukum dan proses

penegakan hukum. Asas legalitas hanya berfungsi sebagai dasar hukum bagi

pemerintah untuk bertindak mengatur kehidupan masyarakat melalui penetapan

tindak pidana yang tidak jarang merugikan kepentingan masyarakat, terutama pada

masa Orde Baru. Dengan bertambahnya tindak pidana, bukan hanya merusak dimensi

kegunaan dari asas legalitas menjadi rusak, tetapi juga asas perlindungan hukum.9

Disamping berlandaskan kepada asas legalitas, kebijakan kriminalisasi juga harus

berdasarkan kepada asas subsidiaritas. Artinya, hukum pidana harus ditempatkan

sebagai ultimum remedium (senjata pamungkas) dalam penanggulangan kejahatan

yang menggunakan instrumen penal, bukan sebagai primum remedium (senjata

utama) untuk mengatasi masalah kriminalitas. Penerapan asas subsidiaritas dalam

kebijakan kriminalisasi dan dekriminalisasi mengharuskan adanya penyelidikan

tentang efektivitas penggunaan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan atau

8 Ibid, h. 28

9 Ibid, h. 61-62

34

perbuatan-perbuatan yang merugikan masyarakat. Penggunaan asas subsidiaritas

dalam praktek perundang-undangan ternyata tidak berjalan seperti diharapkan.

Hukum pidana tidak merupakan ultimum remedium melainkan sebagai primum

remedium. Penentuan pidana telah menimbulkan beban terlalu berat dan sangat

berlebihan terhadap para justiciable dan lembaga-lembaga hukum pidana.10

Kenyataan yang terjadi dalam praktek perundangundangan adalah adanya keyakinan

kuat di kalangan pembentuk undang-undang bahwa penetapan suatu perbuatan

sebagai perbuatan terlarang yang disertai dengan ancaman pidana berat mempunyai

pengaruh otomatis terhadap perilaku anggota masyarakat.

Latar belakang semakin perlunya menggunakan asas subsidiaritas dalam

penentuan perbuatan terlarang didorong oleh dua faktor. Pertama, penggunaan asas

subsidiaritas akan mendorong lahirnya hukum pidana yang adil. Kedua, praktek

perundang-undangan menimbulkan dampak negatif terhadap sistem hukum pidana

akibat adanya overkriminalisasi dan overpenalisasi sehingga hukum pidana menjadi

kehilangan pengaruhnya dalam masyarakat. Di samping itu, overkriminalisasi dan

overpenalisasi semakin memperberat beban kerja aparatur hukum dalam proses

peradilan pidana. Akibat selanjutnya, hukum pidana tidak dapat berfungsi dengan

baik dan karenanya pula kehilangan wibawa.11

10 Ibid, h. 58

11 Roeslan Saleh, op.cit, Asas Hukum , h. 48

35

Selain asas legalitas dan asas subsidiaritas, ada asas lain yang juga

mempunyai kedudukan penting dalam proses kriminalisasi, yaitu asas

persamaan/kesamaan. Kesamaan adalah kesederhanaan dan kejelasan. Kesederhanaan

serta kejelasan itu akan menimbulkan ketertiban. Menurut Servan dan Letrossne asas

kesamaan bukanlah pernyataan dari aspirasi tentang hukum pidana yang lebih adil.

Asas kesamaan lebih merupakan suatu keinginan diadakannya sistem hukum pidana

yang lebih jelas dan sederhana.12 Sedangkan Lacretelle berpendapat bahwa asas

kesamaan tidaklah hanya suatu dorongan bagi hukum pidana yang bersifat adil, tetapi

juga untuk hukuman pidana yang tepat. Asas-asas kriminalisasi tersebut ini adalah

asas-asas yang bersifat kritis normatif. Dikatakan kritis, oleh karena dia dikemukakan

sebagai ukuran untuk menilai tentang sifat adilnya hukum pidana, dan normatif oleh

karena dia mempunyai fungsi mengatur terhadap kebijaksanaan pemerintah dalam

bidang hukum pidana.13

2.1.2 Kriteria Kriminalisasi

Menurut Bassiouni, keputusan untuk melakukan kriminalisasi dan

dekriminalisasi harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang

mempertimbangkan bermacam-macam faktor termasuk:

a. Keseimbangan sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan

hasil-hasil yang ingin dicapai.

12 Ibid, h. 36-37

13 Ibid, h. 14

36

b. Analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya

dengan tujuan tujuan yang ingin dicari.

c. Penilaian atau penaksiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam

kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian

sumber-sumber tenaga manusia.

d. Pengaruh sosial kriminalisasi dan dekriminalisasi yang berkenaan

dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruhnya yang sekunder.14

Pandangan lain dikemukakan oleh Soedarto yang mengungkapkan bahwa

dalam menghadapi masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan

nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata

materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila. Sehubungan dengan ini,

(penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan

dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu

sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan

hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki,

yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil atau spiritual)

atas warga masyarakat.

c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya

dan hasil (cost benefit principle).

d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau

kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan

sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting).15

Kriteria kriminalisasi yang dikemukakan Soedarto di atas mempunyai

persamaan dengan kriteria kriminalisasi hasil rumusan (kesimpulan) Simposium

Pembaruan Hukum Pidana yang menyebutkan beberapa kriteria umum sebagai

berikut:

14 Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti,

Bandung, h.82

15 Sudarto, op.cit, h. 44-48

37

a. Apakah perbuatan itu tidak disukai atau dibenci oleh masyarakat

karena merugikan, atau dapat merugikan, mendatangkan korban atau

dapat mendatangkan korban?

b. Apakah biaya mengkriminalisasi seimbang dengan hasilnya yang akan

dicapai, artinya cost pembuatan undang-undang, pengawasan dan

penegakan hukum, serta beban yang dipikul oleh korban, dan pelaku

kejahatan itu sendiri harus seimbang dengan situasi tertib hukum yang

akan dicapai?

c. Apakah akan makin menambah beban aparat penegak hukum yang

tidak seimbang atau nyata-nyata tidak dapat diemban oleh kemampuan

yang dimilikinya?

d. Apakah perbuatan-perbuatan itu menghambat atau menghalangi

citacita bangsa Indonesia sehingga merupakan bahaya bagi

keseluruhan masyarakat?16

Adapun menurut Moeljatno ada tiga kriteria kriminalisasi dalam proses

pembaruan hukum pidana.

a. Penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan terlarang (perbuatan

pidana) harus sesuai dengan perasaan hukum yang hidup dalam

masyarakat.

b. Kedua, apakah ancaman pidana dan penjatuhan pidana itu adalah jalan

yang utama untuk mencegah dilanggarnya larangan-larangan tersebut.

c. Ketiga, apakah pemerintah dengan melewati alat-alat negara yang

bersangkutan, betul-betul mampu untuk benar-benar melaksanakan

ancaman pidana kalau ternyata ada yang melanggar larangan.17

2.2 Pengertian serta Jenis dan Bentuk Tindak Pidana Teknologi informasi

(Cyber Crime)

Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang

berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) dan tindakan kejahatan yang

menggunakan komputer. Ada ahli yang menyamakan antara tindak kejahatan cyber

16 Barda Nawawi Arief II, op.cit., h. 38-40

17 Moeljatno, 1985, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Cipta, Jakarta, h. 5

38

dengan tindak kejahatan komputer dan ada ahli yang membedakan di antara

keduanya.

2.2.1 Pengertian Cyber Crime

Sebelum mengurai pengertian cyber crime secara terperinci, maka terlebih

dahulu akan dijelaskan “induk” cybercrimes yaitu cyber space. cyber space

dipandang sebagai sebuah dunia komunikasi yang berbasis komputer. Dalam hal ini,

cyber space dianggap sebagai sebuah realitas baru dalam kehidupan manusia yang

bahasa sehari-hari dikenal dengan internet.

Realita baru ini dalam kenyataannya terbentuk melalui jaringan computer

yang menghubungkan antar negara atau antar benua yang berbasis protocol

transmission control protocol/internet protocol (aturan kendali sambungan/ aturan

sambungan internet). Hal ini berati, dalam sistem kerjanya dapat dikaitkan bahwa

cyber space (internet) telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas.

Internet digambarkan sebagai kumpulan jaringan computer yang terdiri dari sejumlah

jaringan yang lebih kecil yang mempunyai sistem jaringan yang berbeda-beda.18

Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran teknologi canggih komputer

dengan jaringan internet telah membawa manfaat besar bagi manusia.

Pemanfaatannya tidak saja dalam pemerintahan, dunia swasta/perusahaan,akan tetapi

sudah menjangkau pada seluruh sector kehidupan termasuk segala keperluan rumah

tangga. Komputer (internet) telah mampu membuka cakrawala baru dalam kehidupan

18 Kenny Wiston, 2001, The Internet: Issues of jurisdicto and Controversies Surrounding Domain

Names,Bandung, Citra Aditya, h.7

39

manusia baik dalam konteks sarana telekomunikasi dan informasi yang menjajikan

menembus batas-batas Negara maupun penyebaran dan pertukaran ilmu pengetahuan

dan gagasan di kalangan ilmuan di seluruh dunia.

Akan tetapi, kemajuan teknologi informasi (internet) dan segala bentuk

manfaat di dalamnya membawa dampak negatif tersendiri di mana semakin

mudahnya para pelaku penjahat untuk melakukan aksinya yang semakin merisaukan

masyarakat. Penyalahgunaan yang terjadi dalam cyber space inilah yang kemudian

dikenal dengan cyber crime atau didalam literatur lain digunakan istilah computer

crime.

Dalam beberapa kepustakaan, cyber crime sering diidentikan sebagai

computer crime. Menurut the U.S. Departement of Justice, computer crime sebagai

:”Any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration,

investigation,or prosecution (Tindakan ilegal apapun yang memerlukan pengetahuan

teknologi komputer dengan tujuan melakukan tindakan yang buruk, investigasi, atau

melakukan suatu tuntutan)”. Pendapat lain dikemukakan oleh Organization for

Economic Coorporation Development (OECD) yang menggunakan istilah computer

related crime yang berarti : “ Ant illegal, unethicall or unauthorized behavior

involving automatic data processing and/or transmission data (Perilaku ilegal, tidak

etik, serta tidak sesuai wewenang yang melibatkan proses pengolahan data).

Dari berbagai pengertian computer crime di atas, maka dapat dirumuskan

bahwa computer crime merupakan perbuatan melawan yang dilakukan dengan

40

memakai computer sebagai sarana/alat atau komponen sebagai objek, baik untuk

memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.19

Cyber Crime di sisi lain bukan hanya menggunakan kecanggihan teknologi

komputer, akan tetapi juga melibatkan teknologi telekomunikasi di dalam

pengoperasiannya.20 Hal ini dapat dilihat dari pandangan Indra Safitri yang

mengemukakan bahwa kejahatan dunia maya adalah jenis kejahatan yang berkaitan

dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki katarestik

yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat

keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan

diakses oleh pelanggan internet.21

2.2.2 Beberapa Bentuk Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cyber Crime)

Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang berbasis

computer dan jaringan telekomunikasi dalam beberapa literatur dan praktiknya

dikelompokan dalam beberapa bentuk, antara lain:

1. Unauthorized access to computer system and service, yaitu

kejahatan yang dilakukan ke dalam suatu sistem jaringan komputer

secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik

sistem jaringan komputer yang dimasukinya.

2. Illegal contents, yaitu kejahatan dengan memasukan data atau

informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis,

19 Maskun, op.cit, h.48

20 Ari Juliano, 2000, Cyber Crime : Sebuah Fenomena di Dunia Maya, (Cited July 7, 2015),

Available From URL : www.theceli.com

21 Agus Raharjo, 2002, Cyber Crime : Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan

Berteknologi, Bandung : Citra Aditya, h.222

41

dan dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban

umum.

3. Data Forgery, yaitu kejahatan yang memalsukan data pada

dokumen dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless

dokumen melalui internet.

4. Cyber Spionage, yaitu kejahatn yang memanfaatkan jaringan

intternet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain,

dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network

system) pihak sasaran.

5. Cyber sabotageand exortion, yaitu kejahatan yang dilakukan

dengan membuat gangguan, perusakan, atau penghancuran

terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan yang

tersambung dengan internet.

6. Offence against intellectual property, yaitu kekayaan yang

ditujukan terhadap hak kekayaan intelektual yang dimiliki

seseorang di internet.

7. Infrigement of privacy,yaitu kejahatan yang ditunjukan terhadap

informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan

rahasia.

8. Identity theft or phising, yaitu Phising merupakan salah satu

bentuk dari kejahatan Internet yang disebut identity theft. Phising

adalah pengiriman e-mail palsu (dalam istilah jargon internet e-

mail palsu tersebut disebut spoofed e-mail kepada seseorang atau

suatu perusahaan atau suatu organisasi dengan menyatakan bahwa

pengirim adalah suatu entitas bisnis yang sah. Pengiriman e-mail

paslu tersebut bertujuan untuk menipu penerima agar

mengungkapkan informasi mengenai diri penerima.

2.3 Pengertian Data Identitas Diri dan Phising

2.3.1 Pengertian Data identitas diri

Data identitas diri adalah merupakan ungkapan yang digunakan orang-orang

dibidang komputer untuk menyatakan user name atau id, password (kata sandi), dan

data-data pribadi lainnya seperti nama ibu kandung, alamat rumah dll. Menurut

kamus besar bahasa Indonesia kata “data” keterangan yang benar dan nyata dan

“sensitif” adalah cepat menerima rangsangan jadi dapat disimpulkan data identitas

42

diri adalah keterangan fakta yang nyata yang sangat peka terhadap rangsangan

sehingga kerahasiannya harus terjaga. Data identitas diri yang dimaksud terdiri dari

identitas diri seperti nama lengkap, nama ibu kandung, alamat, nomor telepon,

username atau id dan password.

a. Username atau Id

Pengertian username atau id adalah nama yang menjadi identitas pengguna

komputer atau internet, bagian dari syarat pembuatan sebuah account.22

b. Password atau Kata Sandi

Sistem keamanan akan membandingkan kode-kode yang dimasukkan

oleh pengguna (yang terdiri atas nama pengguna/user name dan password)

dengan daftar atau basis data yang disimpan oleh sistem keamanan sistem atau

jaringan tersebut (dengan menggunakan metode autentikasi tertentu, seperti

halnya kriptografi, hash atau lainnya). Jika kode yang dibandingkan cocok,

maka sistem keamanan akan mengizinkan akses kepada pengguna tersebut

terhadap layanan dan sumber daya yang terdapat di dalam jaringan atau sistem

tersebut, sesuai dengan level keamanan yang dimiliki oleh pengguna tersebut.

Idealnya, kata kunci merupakan gabungan dari karakter teks alfabet (A-Z, a-z),

angka (0-9), tanda baca (!?,.=-) atau karakter lainnya yang tidak dapat (atau

susah) ditebak oleh para intruder sistem atau jaringan. Meskipun begitu,

banyak pengguna yang menggunakan kata sandi yang berupa kata-kata yang

22 KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia)

43

mudah diingat, seperti halnya yang terdapat

dalam kamus, ensiklopedia (seperti nama tokoh, dan lainnya), atau yang

mudah ditebak oleh intruder sistem.23

2.3.2 Phising atau Identity Theft

Ketika melakukan pengecekan terhadap e-mail, atau dari internet Service

Provider, atau dari business entity yang lain biasanya memang sering berhubungan

dengan anda. E-mail tersebut meminta agar user memasukan informasi-informasi

sensitif, seperti misalnya nomor rekening bank, nomor kartu kredit, nomor soal

security, password, dan lain-lain data menyangkut data pribadi. E-mail tersebut

meminta kepada user untuk misalnya “ Just click on the link below”. Apabila user

menerima e-mail seperti itu berhati-hatilah, karena jika anda secara gegabah

memenuhi begitu saja apa yang diminta atau diinstruksikan di dalam e-mail itu maka

besar kemungkinannya user menjadi korban suatu kejahatan komputer yang disebut

phising.

a. Pengertian Phising

Phising merupakan salah satu bentuk dari kejahatan Internet yang disebut

identity theft. Phising adalah pengiriman e-mail palsu (dalam istilah jargon internet e-

mail palsu tersebut disebut spoofed e-mail kepada seseorang atau suatu perusahaan

atau suatu organisasi dengan menyatakan bahwa pengirim adalah suatu entitas bisnis

yang sah. Pengiriman e-mail paslu tersebut bertujuan untuk menipu penerima agar

23 Wikipedia, 2015, ”Kata Sandi”, Wikipedia.org, ( cited 2015 July 7, 2015), Available from URL:

https://id.wikipedia.org/wiki/Kata_sandi#Catatan_kaki

44

mengungkapkan informasi mengnai diri penerima. Pengirim e-mail tersebut

menampilkan e-mail itu dalam bentuk dan dengan isi seperti suatu e-mail yang bukan

e-mail palsu. Penerima yang mengira bahwa e-mail yang diterimanya itu adalah e-

mail yang bukan e-mail palsu akan menanggapi e-mail tersebut dengan mengunjungi

website pengirim e-mail dan kemudian terpancing untuk mengungkapkan informasi

mengenai diri penerima, antara lain berupa password, nomorcredit card, nomor

social security, dan nomor rekening bank sebagaimana yang diminta oleh pengirim e-

mail dalam e-mailnya itu . Website tersebut tidak lain adalah website-websitre palsu

yang memang sengaja dibuat untuk mencuri informasi pribadi dari korbannya. 24

Dalam Anti-Phising Actof 2005 Amerika Serikat, phising dijelaskan sebagai

berikut :

One class of such seams,called ‘phising’, uses false e-mail return

addresses, stolen graphics,stylistic imitation,misleading or disguised hyperlinks, so

called ‘social engineering’ and other artifices to trick user into revealing personally

indentifiable information. After obtaining this information, the ‘phiser’ then uses

information to create unlawful indentification documents and/or unlawfully obtain

money or property.

Terjemahan Bebasnya : Satu kelas dari teknik penyambungan, disebut

"phising", menggunakan alamat e-mail palsu, grafik curian, peniruan format

penulisan, tautan yang menyesatkan atau disamarkan yang disebut "teknik sosial" dan

tiruan lainnya yang bertujuan untuk mengakali pengguna untuk memaparkan

informasi pribadinya. Setelah mendapatkan informasi tersebut, pelaku

menggunakannya untuk membuat dokumen berisikan identifikasi yang melanggar

hukum dan atau menghasilkan uang atau properti yang melanggar hukum).

24 Sutan Remy, 2009, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, Grafiti, Jakarta, h. 63-64

45

Pada umumnya phising memang dilakukan melalui e-mail, tetapi ada pula

yang dilakukan melaluli sms pada handphone. Sekalipun banyak e-mail palsu

tersebut tampil meyakinkan (seperti yang asli), yaitu lengkap dengan logo persuhaan

dan menampilkan links kepada website yang asli, tetapi banyak yang tampil sangat

menggelikan karena dilakukan oleh amatir (bukan professional). Hal itu tampak dari

formatnya yang acak-acakan, terjadinya kesalahan-kesalahan grammar dalam

kalimat-kalimat yang ditulis, dan terjadinya kekeliruan spelling dari kata-kata yang

digunakan.

b. Sejarah “Phising”

Istilah “phising” tercatat pertama kalinya pada tanggal 2 Januari 1996 dalam

the alt.online-service.america-online Usenet news group sekalipun istilah tersebut

tidak mustahil telah pernah muncul sebelumnya dalam edisi cetak (print edition) dari

majalah hacker 2600. Bagaimana teknik ‘phising’ diuraikan secara jelas pada tahun

1987 dalam suatu makalah dan persentasi yang disampaikan kepada International HP

User Group, Interex. Istilah “phising” merupakan suatu varian dari kata atau istilah

“fishing” yang mungkin terpengaruh oleh kemunculan istilah “phreaking” ( yang

berasal dari kata “ freaking” yang diganti huruf f-nya menjadi ph) dan merujuk

secara tidak langsung kepada [emakaian unpan (baits) yang makin canggih yang

bertujuan dapat memperoleh tangkapan (catch) infoemasi keuangan (financial

information) dan password dari pidak yang dituju.

46

Kata phising juga mungkin dikaitkan kepada “leetspeak”, dimana “ph” sering

dipakai sebagai pengganti kata”f”. Leetspeak, yang dikenal juga dengan istilah

hackspeak, adalah suatu tipe komunikasi dimana pengguna mengganti huruf-huruf

dengan angka atau huruf lain. Misalnya “leets” pada kata “leetspeak” diubah

menjadi “1337”.

Menurut Senator Patrick Leahy, dalam pidatonya yang disampaikan ketika

memperkenalkan rancangan undang-undang Anti-Phising Act 2005 pada tanggal 28

Februari 2005, penggunaan istilah “phising” di dunia Internet berasal dari olahraga

“fishing” (memancing) yang merupakan analogi dari teknik olahraga memancing

dalam melempar umpan pancing dengan umpan e-mail yang meyakinkan agar

berhasil dengan baik menangkap korban yang dituju.25

c. Kuantitas Penjahat Phising

Jumlah dan makin hebatnya kecanggihan phising dari waktu ke waktu makin

meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir ini,puluhan juta orang Amerika telah

menjadi korban e-mail palsu, web pages palsu, dan pop-up palsu yang bertujuan

untuk memperoleh data keuangan pribadi. Hal itu menjadikan kejahatan phising

sebagai salah satu cyber crime yang tumbuh dengan cepat.

Presiden Bush dahulu dalam pidatonya ketika menandatangani undang-

undang berkaitan dengan identitytheft, yaitu Identity Thefty penalty Enchancement

25 Ibid, h.65

47

Act pada Juli 2004 mengemukakan bahwa identity theft merupakan “one of the fastest

growing financial crimes in our nation (salah satu kejahatan finansial yang

berkembang pesat di negara kita)”. Bush mengemukan dalam pidatonya itu bahwa

dalam pidatonya “Last year alone, nearly 10 million Americans had their identities

stolen by criminals who rob them and the nation business of nearly $50 bilion

through fraudulent transactions “Setahun yang lalu, hampir 10 juta warga amerika

yang dicuri identitasnya oleh para kriminal yang merenggut keuangan mereka dan

juga negara sebesar hampir 50 miliar melalui penipuan transaksi).” Dari pidato

presiden Bush tersebut dan betapa besar jumlah kerugian dana yang diderita korban

dari tansaksi-transaksi kejahatan tersebut.”26

Pada bulan September 2003 tercatat sebanyak 279 kejahatan phising,demikian

menurut MessageLab,Inc., yaitu suatu e-mail security company yang berkedudukan

di Newyork. Pada bulan Maret 2004, jumlah tersebut meningkat menjadi 215.643.

jumlah tersebut tidak berubah, yaitu 205.953 pada bulan April dan 247.027 di bulan

Mei. Jumlah terbesar adalah pada bulan Jaunari 2004 ketika MessegeLab mencatat

ada sebanyak 337.050 phising e-mail. Menurut Mark Sunner, Chief Technology

26 James B.Coney, Deputy Attorney General, President Bush Signs Identity Theft Penalty

Enchanchments Act, whitehouse.gov, (cited July 7, 2015), Available from URL:

http://www.whitehouse.gov/news/release/2004/07/20050715-3.html

48

Officer dari Messegelabs hanya dalam sepuluh bulan jumlah tersebut meningkat

menjadi 800 kali.27

The Anti-Phising Working Group (APWG) melaporkan bahwa jumlah phising

yang baru telah meningkat dengan rata-rata 38% selama 6 bulan terakhir selama

tahun 2004,sementara itu phising website yangbaru meningkat sebesar 24% perbulan

sejak Agustus 2004. Sementara itu, phising attack semakin canggih saja. Terdapat

bukti bahwa phising attack tersebut bahkan ditopang oleh kejahatan terorganisasi

(organized crime). Di antara phising attack tersebut akhir-akhir ini juga melibatkan

penggunakan spyware, yaitu jenis software yang dipasang secara rahasia ke dalam

komputer korban untuk secara diam-diam pelaku kejahatan phising dapat

menangkap/mencuri informasi mengenai rekening korban apabila mengunjungi

website yang sah.28

Menurut berita CBS News tanggal 27 Oktober 2004, bahkan identitas bayi

dan anak-anak juga berhasil dibajak. Para pencuri tersebut menyadari bahwa

kejahatan mereka baru lama sekali dapat terungkap apabila yang mereka pilih sebagai

korbannya adalah orang-orang tua atau kaum muda karena orang-orang ini tidak

secara teratur melakukan pengecekan terhadap laporan kartu kredit dan laporan

27 Sharon Gaudin, Online Phising Scams Exploding, itmanagement.earth.com, (cited July 7,

2015), Available from URL: http://itmanagement.earth.com/secu/print.php/3382341

28 U.S Senator Patrick Leahy, New Leahy Bill Target Internet “PHISING” and “PHARMING”

That Steal Billion of Dolars Annualy From Consumers, (cited July 7, 2015), Available from URL:

http:// leahy.senate.gov/press/200503/030105.html

49

keuangannya. Apabila yang menjadi korban adalah anak kecil atau bayi yang baru

lahir, baru pada waktu itu anak-anak mengajukan kredit pelajar (student loan) atau

mengajukan permohonan kartu kredit untuk pertamakalinya, kejahatan mereka itu

terungkap.29

Di Inggris (United Kingdom), para nasabah bank seperti Barclays, NatWest,

Lloyds TSB dan Halifax telah menjadi korban kejahatan phising. Di Amerika Utara,

pada nasabah dari TD Canada Trust, Citi-bank, Ebay’s paypal dan Visa telah banyak

menjadi korban phising. Para nasabah empat bank, dan Commonwealth Bank of

Autralia, juga tidak luput dari sasaran para phiser.

E-mail yangbanyak dikirimkan oleh para phiser tersebut ternyata selalu ada

yang berhasil memakan korban. Menurut the Anti-Phising Working Group (APWG),

keberhasilannya sampai 5%.

Beberapa kasus pencurian data dapat dikemukakan sebagai berikut ( Bisnis

Indonesia, 26 Februari 2008):

1. 92 juta catatan e-mail dicuri dari server American Online, tahun

2004.

2. Pencurian 50 juta data pensiunan Jepang karena kecerobohan di

pembukuan badan keamanan Jepang membuat Shinzo Abe

terdepak dari kursi perdana mentri,tahun 2007.

3. Data 40 juta pelanggan Master Card, American Express, Discover,

dan Visa dicuri dari Card System Solution, perusahaan pemasok

kartu elektronik, tahun 2005.

29 Ray Martin, Phising: The Lastest Online Scam, (cited July 7, 2015), Available from URL:

http//www.cbsnews.com/stories/2004/10/26/earlyshow/contributors/raymartin/main651574.shtml?sour

ce=search_story

50

4. Pemerintah Amerika Serikat kehilangan informasi berkaitan

dengan keberadaan 26,5 juta berkas sukarelawan, tahun 2006.

5. Pemerintah Inggris kehilangan data 25 juta orang, hampir separuh

jumlah penduduk. Data itu meliputi alamat, kelahiran, rekening

bank,dan polis asuransi, terjadi pada tahun 2007.

6. Kepolisian Indonesia pada tahun 2008 berhasil membekuk sindikat

kejahatan asal Malaysia yang telah menyadap 7,2 juta data kartu

kredit. Setelah data kartu kredit tersebut ‘dibersihkan’ oleh dua

perusahaan principal, yaitu Visa International dan MasterCard,

diketahui bahwa 2 juta di antaranya berasal dari Indonesia. Hal itu

merupakan kasus terbesar di Indonesia bahkan disebut-sebut

terbesar di Asia Pasifik.

d. Modus Operandi Phising

Banyak teknik yang digunakan dalam phising oleh para phiser di

dunia virtual (cyberspace). Dibawah inidikemukakan beberapa cara yang

sering digunakan:

a. Dragnet Method

Melakukan phising dengan menggunakan metode jala (dragnet

method) karena metode ini dilakukan dengan menggunakan

spammed e-mail, yang berisi identifikasi perusahaan ( corporate

identification) yang palsu ( seperti trademarks, logos, dancorporate

name) yang dikirimkan kepada banyak orang (misalnya nasabah

dari lembaga-lembaga keuangan tertentu atau anggota-anggota dari

satu situs lelang tertentu) kepada website-website atau pop-up

widows. Informasi palsu yang dikirimkan kepada penerima e-mail

tersebut akan memicu para penerima e-mail tersebut untuk memberi

tangapannya dengan cepat, khususnya para korban akan melakukan

clicking pada links yang tertera dalam e-mail tersebut sehingga

mereka tergiring untuk memasuki website atau pop-up windows

dimana untuk dapat memasuki website atau pop-up windows itu

terlebih dahulu harus memasukan data pribadi seperti id dan

password atau nomor rekening serta data pribadi lainnya.

Oleh karena itu cara yang digunakan oleh phiser yang

bersangkutan tidak ubahnya seperti orang yang menebar jala

(dragnet), maka phising dengan metode ini disebut metode jala atau

51

dragnet method. Pada metode jala atau dragnet method, phiser yang

bersangkutan tidak secara spesifik menyebutkan dimana emailnya

kepada siapa e-mail tersebut dikirimkan. Artinya, e-mail tersebut

dikirimkan kepada siapa saja dalam jumlah yang banyak sekali.

Phiser tersebut hanya berharap bahwa informasi palsu yang

dikirimkan kepada siapa saja itu akan berhasil menjaring orang-

orang tertentu yang tertipu untuk merespon e-mail palsu tersebut

dengan mengungkapkan nomor rekening bank, nomor credit card ,

id, password dan data pribadi lainnya.

b. Rod and Reel Method

Berbeda dengan dragnet method, pada rod and reel method para

phiser menuliskan nama dari penerima dalam e-mail yang

dikirimkannya itu. Seperti halnya dengan praktik-praktik phising,

sudah tentu e-mail yang dikirimkan berisi informasi palsu dan

meminta agar penerima e-mail yang dikirimkan memberikan informasi

palsu dan meminta agar penerima e-mail mengungkapkan data pribadi

dan data keuangannya.

c. Lobsterpot Method

Teknik ini hanya menggunakan website palsu yang tampak seperti

website dari suatu perusahaan yang sah. Sasaran korban dari para

phiser dipilih terbatas hanya kepada beberapa orang atau perusahaan

tertentu. Para phiser sebelumnya sudah mengidentifikasi beberapa

calon korbannya. Para phiser tersebut tidak menunggu datangnya

permintaan dari para korbannya itu untuk melakukan phising yang

bertujuan mengarahkan para korbannya mengunjungi website palsu

yang diciptakan oleh mereka. Cukuplah bagi para phiser itu bahwa

korban menemukan website palsu tersebut sebagai website yang sah.

Serangan yang dilakukan oleh para phiser tersebut terjadi pada lapisan

Protokol. Apabila tujuan para phiser itu adalah untuk dapat mengakses

situs yang secured (secured sites) atau untuk menyembunyikan

identitas para phiser itu, maka para phiser tersebut memperoleh alamat

korban (tanpa sepengetahuan korban) yang mereka lakukan dengan

cara memalsukan jalur informasi dari e-mail tersebut agar tampak

seakan-akan e-mail tersebut berasal dari rekening korban (bukan

tampak berasal dari rekening para phiser itu). Mereka dapat

melakukan hal tersebut dengan menggunakan ‘sniffers”. Karena

informasi tersebut dimaksudkan untuk ditunjukan kepada komputer

tertentu melalui komputer-komputer lain ketika dikirimkan sebelum

sampai kepada komputer yang dituju, maka sniffers dapat digunakan

untuk terutama menangkap informasi yang sedang dikirimkan ketika

52

dalam perjalannya kepada kepada computer yang ditujunya. Perlu

dipahami bahwa sniffer software dapat diprogram untuk mengirimkan

data kepada komputer tertentu saja atau kepada semua komputer.

d. Gillnet Phising

Pada gillnet phising, para phiser memperkenalkan malicious code

kedalam e-mail dan website mereka. Para phiser tersebut, misalnya

menyalahgunakan browser functionality dengan memasukan hostile

contens ke dalam pop-up windows. Hanya dengan membuka e-mail

tertentu atau melakukan browsing pada website tertentu, para

pengguna internet dapat kemasukan trojan horse ke dalam sistem

mereka. Dalam beberapa kasus, malicious code dapat mengubah

setting dari sistem mereka sehingga yang ingin mengunjungi banking

website yang sah akan tergiring untuk mengunjungi suatu phising site.

Pada kasus-kasus yang lain, malicious code dapat mencatat keystroke

dan password tersebut penerima apabila mereka mengunjungi banking

sites yang resmi dan kemudian keystrokes dan password tersebut akan

dikirimkan kepada para phiser yang bersangkutan untuk nantinya

digunakan untuk mengakses rekening-rekening keuangan mereka.

Pada kasus-kasus yang lain, malicious code dapat mencatat keystroke

dan password penerima apabila mereka mengunjungi banking sites

yang resmi, dan kemudian keystroke dan password tersebut akan

dikirimkan kepada para phiser yang bersangkutan yang nantinya

digunakan untuk mengakses rekening-rekening keuangan mereka.30

30Sutan remy, op.cit, h.68-72