bab ii tinjauan umum 2.1. tinjauan umum mengenai online ... bab ii.pdfsengketa yang sama dengan...
TRANSCRIPT
1
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1. Tinjauan Umum Mengenai Online Dispute Resolution (ODR)
2.1.1. Sejarah Online Dispute Resolution
Perkembangan globalisasi yang berlangsung pada masa kini telah
menyebabkan berbagai perubahan yang signifikan terhadap aspek-aspek di dunia
ini, misalnya saja pada aspek perekonomian, perdagangan, politik, kebudayaan,
dan berbagai aspek lainnya. Perkembangan globalisasi yang terus berlangsung
dapat terlihat jelas pada sektor perdagangan internasional, hal ini dapat dilihat
pada aktifitas perdagangan internasional itu sendiri. Aktifitas perdagangan
internasional juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan globalisasi,
terlebih aktifitas perdagangan tersebut dipengaruhi dengan kemajuan teknologi
informasi merupakan sebagai salah satu pilar globalisasi.1
Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang, jasa,
maupun teknologi yang dilakukan dalam negara atau lintas batas
negara.Transaksi, jual-beli, tawar-menawar, ekspor-impor merupakan bagian
daripada aktifitas-aktifitas perdagangan internasional. Dalam suatu aktifitas
perdagangan internasional yang tentunya dilakukan oleh masyarakat internasional,
tidak menutup kemungkinan terjadinya suatu sengketa antara para pihak yang
terlibat dalam aktifitas perdagangan tersebut. Apabila terjadi sengketa diantara
para pihak yang terlibat dalam perdagangan internasional, sengketa tersebut dapat
1
Shinta Dewi, op.cit.
2
diselesaikan secara litigasi atau non-litigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi
merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui lembaga peradilan dan
prosesnya dilakukan dengan prosedur pengadilan, sedangkan yang dimaksud
dengan penyelesaian sengketa secara non-litigasi yaitu penyelesaian sengketa
diluar pengadilan atau dapat disebut dengan penyelesaian sengketa alternatif.2
Penyelesaian sengketa alternatif atau dengan istilah lain disebut dengan
Alternatif Dispute Resolution (selanjutnya disebut dengan “ADR”) merupakan
salah satu penyelesaian sengketa yang diminati oleh para pelaku perdagangan
internasional. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa perkembangan
teknologi informasi telah mempengaruhi perubahan terhadap perdagangan
internasional, begitu pula halnya dengan penyelesaian sengketa alternatif atau
ADR yang turut berkembang akibat terpengaruh dengan kemajuan teknologi
informasi.3
Penyelesaian sengketa alternatif yang terpengaruh dengan kemajuan
teknologi informasi ini dapat disebut dengan Online Dipsute Resolution
(selanjutnya disebut dengan “ODR”). ODR merupakan metode penyelesaian
sengketa yang sama dengan metode ADR, yang membedakannya hanya terletak
pada mekanismenya yaitu secara online.4
Perkembangan teknologi informasi berupa interconnection-networking
(selanjutnya disebut dengan “internet”) dimulai pada tahun 1969, namun
2
Dodoy Suharyati, 2013, Perspektif Penyelesaian Sengketa Bisnis di Indonesia, URL:
http://stihpada.ac.id/perspektif-penyelesaian-sengketa-bisnis-di-indonesia/, diakses pada Sabtu 17
Oktober 2015.
3Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, op.cit.
4Meria Utama, op.cit, h.1838.
3
kebutuhan terhadap ODR tidak muncul pada saat itu hingga awal tahun 1990-an.5
Sejarah singkat dan perkembangan daripada ODR ini dapat diklasifikasikan ke
dalam 3 (tiga) periode yaitu sebelum dan hingga tahun 1995 (the elementary
stage); periode sejak tahun 1995 sampai 1998 atau 1999 (the experimental stage),
dan periode masa kini (entrepreneurial stage).6
a. The Elementary Stage (sebelum dan hingga tahun 1995)
ODR dimulai sebelum tahun 1995, namun pada periode ini hanya
menerapkan beberapa prosedur penyelesaian sengketa yang bersifat
khusus yang diterapkan secara informal ke dalam konteks online.Pada
periode ini istilah ODR belum ditemukan, begitu pula juga dengan
lembaga-lembaga penyelesaian sengketa yang secara khusus ditujukan
untuk ODR.Adapun sengketa perdagangan pertama yang terjadi pada
periode ini yaitu terjadi pada April 1994 mengenai sengketa spam.
b. The Experimental Stage (tahun 1995-1998)
Pada periode kedua ini, eksistensi daripada ODR semakin
berkembang seiring dengan perkembangan internet, terutama sebagai
media perdagangan internasional.Berbagai aktifitas perdagangan
internasional melalui dunia maya terus berkembang, seperti misalnya
penawaran jual-beli barang melalui fasilitas internet.Semakin berkembang
aktifitas perdagangan internasional melalui internet, semakin besar pula
5Ethan Katsh, “Online Dispute Resolution: Some Implications for the Emergence of Law
in Cyberspace”, Lex Electronicavol.10 n°3, Hiver/Winter 2006, URL: http://www.lex-
electronica.org/docs/articles_65.pdf, diakses pada Sabtu 18 April 2015, h.3.
6Rafal Morek, 2005, Jurnal: “Regulation of Online Dispute Resolution: Between Law
and Technology), URL:http://www.odr.info/cyberweek/Regulation %20of%20ODR_Rafal%
20Morek.doc., diakses pada Sabtu 18 April 2015, h. 9.
4
peluang terjadinya perselisihan atau sengketa antar pelaku perdagangan
internasional yang terjadi melalui internet. Selama periode ini pengakuan
terhadap lembaga yang menyediakan mengenai penyelesaian sengketa
online terus dibutuhkan seiring dengan peningkatan penggunaan internet
dalam perdagangan internasional. Adapun pelopor perkembangan ODR
selama periode ini, lebih banyak dilakukan oleh para akademisi dan
lembaga non-profit. Pada periode ini berbagai rencana melalui
dibentuknya suatu lembaga dirancang untuk memungkinkan mereka yang
bersengketa, mendapatkan penyelesaiannya tanpa harus bertemu. Sebagai
contoh, pada periode ini terdapat kasus pertama yang dimediasi oleh
Ombudsman Office Online, yaitu sebagai lembaga mediasi online yang
disediakan oleh University of Massachusetts, dalam pelaksanaannya
terdapat mediator yang bekerja secara online membantu seorang pemilik
situs pribadi dalam menyelesaikansengketanya terhadap lembaga koran
lokal dengan gugatan pelanggaran atas hak cipta.7
c. Entrepreneurial Stage (masa kini)
Eksistensi ODR pada periode “entrepreneurial stage” atau pada
masa kekinian ini sudah semakin diakui dan dibutuhkan keberadaannya
dalam menyelesaikan suatu sengketa perdagangan internasional.Dimana
pada masa kini entitas perdagangan internasional telah menunjukkan
minatnya dalam menyelesaikan sengketa secara online, hal ini dikarenakan
7Rafal Morek, op.cit, h.11.
5
efektifitas dan efesiensi waktu penyelesaian sengketa secara online sangat
diutamakan oleh para pedagang atau pebisnis. Dengan demikian, selama
periode ini sebagian besar ODR telah diterima sebagai proses yang
diperlukan di ranah dunia maya (cyberspace) atau yang disebut juga ranah
online, dan telah menunjukkan bahwa ODR dapat digunakan dalam
menyelesaikan sengketa perdagangan yang timbul baik secara online atau
offline. Akibat daripada semakin diminatinya ODR tersebut, pada periode
ini banyak lembaga yang menawarkan penyelesaian sengketa melalui
ODR meskipun dalam pembangunan dan penerapannya sistem ODR
membutuhkan biaya yang tinggi.Pada akhirnya eksistensi ODR pada masa
kini telah diakui dan dibutuhkan oleh kepentingan komersial yang berasal
dari ranahonline untuk menyelesaikan sengketa yang timbul, dan pada
masa kini beberapa negara bagian mengutamakan ODR untuk
menyelesaikan sengketa yang timbul akibat aktifitas di dunia maya atau
online.
Berdasarkan ulasan singkat mengenai sejarah ODR tersebut, dapat
disimpulkan bahwa eksistensi ODR akan semakin diakui dan dibutuhkan seiring
dengan perkembangan aktifitas perdagangan melalui internet. Dimana peran ODR
akan semakin besar ketika adanya peningkatan yang tinggi terhadap aktifitas
perdagangan antara berbagai pelaku perdagangan internasional, dan keberadaan
ODR itu sendiri tidak dapat dihindari atau bahkan dihentikan perkembangannya.
6
1.1.2. Pengertian Online Dispute Resolution (ODR)
Setiap sengketa yang timbul dari aktifitas perdagangan elektronik atau
electronic commerce (e-commerce) dapat disebut dengan e-commerce dispute.8
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa semakin tinggi aktifitas e-
commerce maka semakin besar peluang terjadinya suatu sengketa yang timbul
karenanya, dan salah satu sengketa yang timbul yaitu akibat dari perbuatan hukum
dalam e-contract. Pada umumnya suatu sengketa perdagangan diselesaikan
melalui proses litigasi atau non-litigasi secara langsung, namun pada masa kini
terdapat suatu mekanisme yang inovatif dalam menyelesaikan suatu sengketa
yang timbul dari aktifitas perdagangan di dunia maya (e-commerce) yaitu disebut
dengan penyelesaian sengketa melalui internet atau dikenal dengan sebutan
Online Dispute Resolution (ODR).
Penyelesaian sengketa melalui online atau ODR ini muncul dari praktek
penyelesaian sengketa konvensional, namun yang membedakannya hanyalah
penggunaan teknologi baru berupa internet sebagai fasilitasnya. Pablo Cortés
memberikan pendapat mengenai definisi ODR dalam jurnalnya, yaitu “ODR in the
consumer context refers to the use of ICT tools and methods (usually alternative
to the court system) employed by businesses and consumers (B2C) to settle
conflicts that arise out of economic transactions between the parties, particularly
in e-commerce.”9 Melalui pendapat Pablo Cortés tersebut dapat dikatakan bahwa
ODR dalam konteks perdagangan memiliki arti bahwa ODR mengacu pada
8Roger LeRoy Miller & Gaylord A. Jentz, 2002, Law for E-Commerce, Thomson
Learning, United States, h. 60.
9Pablo Cortés (selanjutnya disebut dengan Pablo Cortés I), tanpa tahun, Online Dispute
Resolution for Consumers: Online Dispute Resolution Methods for Settling Business to Consumer
Conflicts, URL: http://www.mediate.com/pdf/cortes.pdf, diakses pada Kamis 05 Februari 2015.
7
penggunaan ICT (Information and Communication Technology) atau teknologi
informasi dan komunikasi dan metode penyelesaian sengketa alternatif yang
digunakan oleh para pebisnis dan konsumen (B2C) untuk menyelesaikan sengketa
yang muncul akibat transaksi ekonomi antara para pihak, khususnya dalam e-
commerce.
Gabrielle Kaufmann-Kohler dan Thomas Schultz memberikan pendapat
mengenai definisi daripada ODR, yaitu “ODR is usually defined either as a sui
generis form of dispute resolution or as online alternative dispute resolution
(online ADR).”10
Berdasarkan pendapat tersebut dapat didefinisikan bahwa ODR
biasanya dikatakan sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang sui generis atau
sebagai penyelesaian sengketa alternatif secara online.
Senada dengan definisi-definisi sebelumnya, Feliksas Petrauskas dan Eglė
Kybartienė juga memberikan definisi mengenai ODR.
“Online dispute resolution is a branch of dispute resolution which
uses technology to facilitate the resolution of disputes between parties. It
primarily involves negotiation, mediation or arbitration, or a combination
of all three. In this respect it is often seen as being the online equivalent of
alternative dispute resolution. However, ODR can also augment these
traditional means of resolving disputes by applying innovative techniques
and online technologies to the process.”11
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut,
dapat dikatakan bahwa ODR merupakan inovasi baru terhadap mekanisme
penyelesaian sengketa non-litigasi atau penyelesaian sengketa alternatif
khususnya mengenai sengketa terkait aktifitas e-commerce yang dimana dalam
10Gabrielle Kaufmann-Kohler danThomas Schultz, 2004, Online Dispute Resolution:
Challenges for Contemporary Justice, Kluwer Law International, Netherlands, h.5.
11
Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, op.cit.
8
penyelesaiannya menggunakan fasilitas internet, dan ODR ini merupakan bentuk
penyelesaian sengketa alternatif yang bersifat khusus atau tersendiri (sui generis).
ODR lebih tepat diterapkan pada sengketa-sengketa terkait aktifitase-
commerce internasional, terutama pada sengketa-sengketa yang bernilai kecil.
ODR mencakup sejumlah proses yang secara umum mempunyai dua ciri: “DR”
(yakni dispute resolution) dan “O” (yakni online). Dengan kata lain,
menyelesaikan sengketa dan dilakukan secara elektronik.12
Pada ODR ini semua
bentuk penyelesaian sengketa alternatif dapat dilakukan melalui fasilitas internet.
1.1.3. Jenis-jenis ODR
ODR sebagai suatu metode yang inovatif dalam menyelesaikan suatu
sengketa yang khususnya sengketa tersebut muncul akibat aktifitas e-commerce,
seperti halnya sengketa e-contract, sangat diminati para pelaku e-commerce
karena penyelesaian sengketa melalui ODR ini dapat menyelesaikan sengketa
dengan cepat dan efisien.
ODR yang dikatakan sebagai penggabungan aplikasi dan jaringan
komputer untuk menyelesaikan sengketa dengan metode penyelesaian sengketa
alternatif konvensional memiliki 4 (empat) macam sistem ODR, sebagaimana
dijelaskan oleh Esther van den Heuvel dalam jurnalnya, adalah sebagai berikut:13
Online settlement, using an expert system to automatically settle financial claims;
12Andi Julia Cakrawala, op.cit, h.101-102.
13
Esther van den Heuvel, tanpa tahun, Online Dispute Resolution as a Solution to Cross-
Border E-Disputes, URL: http://www.oecd.org/internet/consumer/1878940.pdf., diakses pada
Minggu, 8 Februari 2015, h.8
9
Online arbitration, using a website to resolve disputes with the aid of qualified arbitrators;
Online resolution of consumer complaints, using e-mail to handle certain
types of consumer complaints;
Online mediation, using a website to resolve disputes with the aid of qualified mediators;
Namun tidak semua jenis-jenis ODR tersebut berkembang dengan baik,
hanya beberapa diantara 4 (empat) jenis ODR tersebut yang berhasil mengalami
kemajuan, yaitu online settlement dan online arbitration.14
Adapun penjelasan
daripada masing-masing jenis ODR tersebut ialah sebagai berikut:
a. Online Settlement
Online Settlement ini terlebih mengenai penyelesaian sengketa gugatan
finansial. Penyelesaian sengketa online mengenai gugatan finansial ini
berkembang di Amerika Serikat. ODR jenis ini merupakan jenis penyelesaian
sengketa yang paling berkembang, walaupun jenis ODR ini tidak selalu
berhubungan dengan sengketa yang timbul akibat aktifitas-aktifitas yang
terjadi di dunia maya atau disebut dengan e-disputes. Adapun website pertama
yang menawarkan penyelesaian sengketa online mengenai financial claims
adalah Cybersettle dan setelahnya disusul oleh keberadaan Clicknsettle.15
b. Online Arbitration
Online arbitration atau arbitrase online sekarang ini lebih sering
digunakan atau diterapkan di Kanada berdasarkan e-Resolution yang
merupakan sebuah pengadilan yang sebenarnya untuk menyelesaikan sengketa
14Feliksas Petrauskas & Eglė Kybartienė, op.cit, h.924.
15
Esther van den Heuvel, op.cit.
10
domain name.16
Adapun institusi yang berwenang menyelesaikan sengketa
domain name tersebut ialah Internet Corporation for Assignment Names and
Numbers (The ICANN).The ICANN menyelesaikan suatu sengketa domain
name berdasarkan kebijakan yang mereka miliki sendiri, yaitu The ICANN
Uniform Domain-Name-Dispute-Resolution Policy. Keberadaan daripada
online arbitration ini semakin terus berkembang dan dibutuhkan.
c. Online resolution of consumer complaints
ODR jenis ini tidaklah menerapkan secara utuh mekanisme
penyelesaian sengketa melalui online, hanya menerapkan beberapa prosedur
yang dilakukan secara online. Adapun lembaga yang menyediakan jasa
penyelesaian sengketa ODR jenis ini ialah BBBOnLine yang merupakan
cabang korporasi Central Better Business Bureau (CBBB). BBBOnLine
mengembangkan penyelesaian sengketa yang berasal dari consumer
complaints (keluhan konsumen) yang berada di Amerika Serikat.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui BBBOnLine merupakan
mekanisme yang bersifat semi-online, hal ini dapat dilihat dari mekanisme
pengajuan keluhan (complaiment submitted) dilakukan secara online, namun
penyelesaian daripada sengketa tersebut tidak diselesaikan secara online pula,
melainkan dilakukan melalui mekanisme konsiliasi yang sederhana. Apabila
konsiliasi ini tidak menghasilkan suatu penyelesaian, maka pihak BBBOnLine
akan mengadakan suatu proses mediasi yang dimana dalam mediasi tersebut
16Ibid, h.9.
11
menggunakan e-mail atau telepon sebagai sarana untuk koresponden atau
berkomunikasi.
Selain menawarkan penyelesaian sengketa semi-online tersebut,
BBBOnLine juga menyediakan jasa penyelesaian sengketa yang lebih formal
tetapi tidak melalui online yaitu dengan menyelesaikan sengketa secara
mediasi dan beberapa program arbitrase yang dilakukan secara tatap muka
(face-to-face).
d. Online mediation
Online mediation sebagai salah satu jenis ODR yang diminati, ODR
jenis ini terlebih menyelesaikan sengketa yang bernilai kecil.Sesuai dengan
istilahnya, online mediation tidak dilakukan secara face-to-face, melainkan
penyelesaian sengketa ini dilakukan secara online.Ini berarti bahwa para
pelaku bisnis internasional yang masing-masing berada di negara yang
berbeda dapat menggunakan sarana online mediation ini untuk menyelesaikan
sengketanya.
ODR jenis ini pada umumnya disediakan oleh beberapa organisasi,
salah satunya ialah organisasi yang berada di Amerika Serikat yaitu Online
Mediators, yang merupakan suatu website yang menawarkan mediasi secara
online melalui website yang telah mereka sediakan atau melalui program lain
yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Adapun salah satu organisasi yang
memiliki jasa penyelesaian sengketa online mediation tersebut ialah
Squaretrade, yang merupakan hasil daripada research projectUniversity of
Massachusetts.
12
Squaretrade tidak hanya menawarkan online mediation, Squaretrade
akan menyelesaikan sengketa para pihak dengan melalui proses konsiliasi
terlebih dahulu, dan kemudian akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu
online mediation atau mediasi online. Apabila dengan cara ini tidak
memberikan hasil, maka para pihak dapat meminta pendapat kepada mediator
untuk memberikan solusi. Ini artinya mediator bukan lagi memberikan
penyelesaian sengketa melalui mediasi, tetapi telah mengacu pada tahap
berikutnya sebagai arbitrator.17
1.1.4. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan ODR
Berbagai macam penyelesaian sengketa ditawarkan untuk menyelesaikan
suatu sengketa e-contract yang timbul akibat aktifitas e-commerce, baik itu
penyelesaian sengketa secara litigasi hingga non-litigasi dan masing-masing jenis
penyelesaian sengketa memiliki kelebihan dan kekurangan atau dengan istilah lain
segi positif dan segi negatif daripada jenis penyelesaian sengketa tersebut.
Membahas mengenai salah satu jenis penyelesaian sengketa alternatif yang
inovatif ini, ODR, juga memiliki kelebihan dan kekurangan apabila
menyelesaikan sengketa e-contract melalui ODR. Adapun kelebihan dan
kekurangan penggunaan ODR berdasarkan penjabaran sebelumnya, adalah
sebagai berikut:
17Ibid, h.12
13
a. Kelebihan Penyelesaian Sengketa melalui ODR
1. Time and Cost Savings
Penyelesaian sengketa secara online tentunya dapat
mengefisiensikan waktu bagi para pebisnis antar negara yang terlibat
dalam suatu sengketa yang timbul dari aktifitas bisnis/perdagangan
internasional secara online. Penggunaan internet untuk menyelesaikan
suatu sengketa dapat mempercepat procedure penyelesaian sengketa para
pihak, hal ini dikarenakan ODR memberikan kebebasan bagi para pihak
untuk menentukan waktu untuk proses penyelesaian atau dapat disebut
bahwa ppara pihak memiliki waktu yang fleksibel dalam menyelesaikan
sengketa. Prinsip “Time is Money” merupakan hal yang terpenting bagi
para pebisnis lintas negara, penyelesaian sengketa yang tidak perlu adanya
suatu pertemuan akan memudahkan bagi pebisnis yang terlibat sengketa,
selain pebisnis tersebut dapat menyelesaikan sengketanya secara online,
sebagian waktunya dapat ia sisihkan untuk tetap bekerja.
Selain itu, dikarenakan tidak adanya suatu pertemuan untuk
menyelesaikan sengketa, mengingat pada para pihak ini dibatasi jarak
yang jauh, maka para pihak dapat menghemat/menyimpan uang (cost
savings) dikarenakan tidak adanya keperluan akomodasi untuk saling
bertemu dalam penyelesaian sengketanya.
14
2. Convenience of the Procedure
ODR menyediakan penggunaan komunikasi yang menggunakan sistem
asynchronous18
, sistem ini memudahkan para pihak untuk saling bertukar
pendapat tanpa harus saling merasa terintimidasi.19
Biasanya para pihak
yang bersengketa enggan melakukan pertemuan dengan pihak lawan, hal
ini dikarenakan pada umumnya pihak yang dituntut memiliki perasaan
takut akan diintimidasi oleh pihak lawan.
3. Selection of The Third Parties
Selain kelebihan ODR sebelumnya, kelebihan ODR lainnya adalah proses
penunjukan arbiter. Pada ODR para pihak dapat mengontrol lebih atas
proses (misalnya pemilihan waktu) dalam menyelesaikan sengketanya
tersebut. Selain itu para pihak dapat memilih pihak ketiga yang dirasa
tepat untuk menyelesaikan sengketanya dan menentukan prosesnya.20
b. Kekurangan Penyelesaian Sengketa melalui ODR
Selain memiliki keuntungan atau sisi positif daripada penggunaan
ODR, adapun beberapa kerugian atau sisi negatif penggunaan ODR sebagai
sarana penyelesaian sengketa e-commerce, yaitu:
1. Potentionally to Miss-understanding
18
Yang dimaksud dengan “Asynchronous” merupakan sistem teknologi informasi dan
komunikasi yang menunjang penyelesaian sengketa melalui ODR dengan memanfaatkan program
yang terkendali untuk pengguna tanpa harus menunggu proses dan tidak memakan waktu yang
lama.
19
Pablo Cortés (selanjutnya disebut dengan “Pablo Cortés II”), 2011, Online Dispute
Resolution for Consumer in the European Union, Routledge, New York, h.56.
20
Ibid., h.57.
15
Penyelesaian sengketa yang dilakukan tanpa adanya pertemuan
atau tatap muka antara kedua belah pihak yang bersengketa, sebagaimana
halnya dalam ODR, tidak selamanya mendatangkan suatu keunggulan.
Terkadang hal tersebut dapat menjadi kendala atau mempengaruhi
daripada hasil penyelesaian sengketa.Kurangnya intensitas atau bahkan
tidak ada pertemuan secara langsung antar para pihak dan pihak ketiga,
menyebabkan tidak adanya spontanitas dan tanggapnya interaksi oleh para
pihak. Selain itu penyelesaian sengketa akan lebih efektif dilakukan ketika
para pihak dapat saling berkomunikasi secara langsung, karena dengan
berkomunikasi secara langsung dapat dimengerti lebih baik agar tidak
muncul kesalahpahaman.
Dalam ODR, percakapan sebagian besar dilakukan pada sebuat
“chat room” atau melalui “video conference”, perlu diingat apabila pihak
yang bersengketa ialah pihak yang berasaal dari negara dan memiliki
budaya bahasa yang berbeda. Perbedaan bahasa dapat mengacaukan atau
membuat adanya miss-communication atau miss-understanding dalam
proses diskusi/penyelesaian sengketanya.
2. Internet Disruption
Penyelesaian sengketa melalui ODR yang tentunya menggunakan
fasilitas internet, terkadang menjadi kendala bagi penggunanya.Hal ini
dikarenakan akses internet di dunia tidak menjamin meratanya akses
secara cepat.Bahkan akses internet dapat menimbulkan masalah bagi
beberapa pihak yang bersengketa, terlebih mereka yang memiliki sengketa
16
yang timbul dari transaksi off-line.Sulitnya akses fasilitas ODR yang
menggunakan internet terkadang dapat membuat tidak nyaman dan
merugikan orang-orang yang kurang akrab dengan teknologi komputer.
3. Confidentiality Concern
ADR pada umumnya tidak mencatat hal-hal yang terkait mengenai
sengketa serta penyelesaiannya, sedangkan pada ADR yang dilakukan
melalui fasilitas dunia maya atau ODR ini dalam proses menyelesaikan
sengketanya pastinya dicatat dalam bentuk elektronik. Maksudnya adalah
dimana proses penyelesaian sengketa online ini dalam menyelesaikan
sengketanya akan secara langsung tersimpan dalam data elektronik oleh
sistem yang telah disediakan oleh instansi penyelesaian sengketa online
tersebut.
Hal inilah yang menjadi kekurangan atau sisi negatif daripada
penggunaan ODR, yaitu mengenai kerahasiaan daripada sengketa, para
pihak, dan proses penyelesaiannya, karena bisa saja para pihak yang lain
mencetak dan bahkan mendistribusikan dokumen-dokumen yang berkaitan
dengan sengketa melalui e-mail dengan mudah dan tanpa seizin atau
sepengetahuan pihak yang lain. Kerahasiaan inilah yang dianggap
merugikan dengan menggunakan ODR.
Walaupun ODR memiliki kekurangan atau sisi negatifnya, namun
eksistensi daripada ODR tidak dapat dihindari seiring dengan perkembangan
teknologi, dan bahkan masyarakat internasional harus siap untuk menghadapi
17
eksistensi ODR ini. Beberapa kelebihan yang dimiliki ODR akan menunjang dan
menutupi kekurangan penggunaan ODR, dan bahkan kedepannya akan terdapat
mekanisme yang semakin bertambah keefektifan daripada penggunaan ODR.
1.1.5. ODR di Berbagai Negara
Seperti halnya perkembangan teknologi internet yang semakin meluas dan
menyentuh setiap aspek di berbagai negara, begitu pula halnya dengan meluasnya
metode penyelesaian sengketa secara online atau yang disebut dengan ODR.
Kehadiran ODR hingga saat ini telah dikenal hampir diseluruh negara, dan bahkan
pada beberapa negara penyelesaian sengketa secara online ini digemari para
pebisnis yang bersengketa karena dinilai efektif dan efisien.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya jenis ODR yang paling
banyak diminati adalah Online Arbitration dan Online Mediation. Eksistensi ODR
di berbagai negara, menunjukan bahwa tidak sedikit negara mengakui cara
penyelesaian sengketa secara online tersebut, adapun beberapa negara yang telah
menerapkan sistem atau metode penyelesaian sengketa perdagangan melalui ODR
misalnya Amerika Serikat, Eropa, Singapura, dan Afrika.
a. Eksistensi ODR di Amerika Serikat
Keberadaan ODR di Amerika Serikat dapat dilihat dengan adanya
suatu lembaga arbitrase yang menyediakan jasa penyelesaian sengketa secara
online. Lembaga arbitrase tersebut ialah American Arbitration Association,
yang merupakan suatu lembaga atau operator layanan alternatif penyelesaian
sengketa (ADR) yang menangani sengketa pekerjaan, kekayaan intelektual,
18
konsumen, teknologi, jasa keuangan, kesehatan, konstruksi, dan sengketa
perdagangan internasional. Pada American Arbitration Association ini
memiliki The Supplementary Procedure untuk menyelesaikan sengketa
arbitrase secara online.
Dalam melaksanakan proses arbitrase secara online di Amerika,
American Arbitration Association mengeluarkan peraturan tambahan
(supplementary rules) yang mulai pada tahun 2001. Maksud diadakannya
supplementary rules adalah untuk memfasilitasi penggunaan sarana-sarana
elektronik dalam berarbitrase jika disetujui para pihak.21
b. Eksistensi ODR di Eropa
Hampir beberapa dekade telah berlalu, terlebih sejak pertama kalinya
ODR dibuat di Eropa, dan telah terdapat puluhan situs ODR.Dapat dikatakan
bahwa Eropa merupakan tempat lahirnya ODR melalui forum diskusi
internasional pada tahun 2002. Pada forum diskusi internasional tersebut,
terdapat beberapa para ahli dan para sarjana yang membahas mengenai ODR,
diantaranya ialah Daewon Choi yang merupakan perwakilan dari United
Nations Economic and Social Commission for Europe (UNECE) dan Profesor
Ethan Katsh dari University of Massachusetts, yang juga sebagai pencipta
daripada situs ODR yaitu www.odr.info.
Penggunaan ODR semakin berkembang di Eropa, pada tahun 2000,
telah tercatat di Inggris untuk pertama kalinya meluncurkan jasa penyelesaian
sengketa pertama yang berbasis ODR, yaitu InterSettle, e-Settle dan We Can
21Andi Julia Cakrawala, op.cit, h.240.
19
Settle.22
Penyelesaian sengketa yang berbasis ODR tersebut dibentuk oleh para
praktisi hukum.
c. Eksistensi ODR di Singapura
Singapura merupakan salah satu negara di Asia yang telah melangkah
jauh dalam memanfaatkan teknologi komunikasi berupa internet, begitu pula
halnya dengan perkembangan e-commerce di Singapura.Tingginya tingkat
penggunaan e-commerce di Singapura, membuka peluang timbulnya suatu
sengketa dunia maya.Dengan begitu, peluang penerapan penyelesaian
sengketa secara online juga sangat besar.Hal ini menjadi pertimbangan untuk
menerapkan penyelesaian sengketa online berupa arbitrase online.
Di Singapura telah terdapat beberapa lembaga pemerintah yang
memberikan perhatian mengenai permasalahan ini, adapun lembaga-lembaga
tersebut ialah Singapore Academy of Law dan Singapore Subordinate Court.
Selain lembaga pemerintah, lembaga arbitrase konvensional di Singapura juga
telah mendekati penggunaan fasilitas arbitrase online, yaitu Singapore
International Arbitration Centre.
Singapore Academy of Law membentuk Dispute Managersebagai
bentuk daripada penyelesaian sengketa alternatif secara online (ODR). Dispute
Managermemberikan penyelesaian sengketa melalui negosiasi, mediasi dan
penilaian kasus (case appraisal). Semua komunikasi dilakukan melalui
password dan situs yang dienkripsi secara aman (a secure encrypted site).23
22Marta Poblet and Graham Ross, 2013, ODR in Europe, URL:
http://www.mediate.com/pdf/poblet_ross.pdf, diakses pada Minggu 03 Mei 2015, h.10
23Ibid, h.264.
20
Kemudian pada SIAC telah mengatur mengenai oral evidence, yaitu
kesaksian secara lisan dan dapat dilakukan melalui fasilitas media
elektronik.Namun aturan ini tidak tercantum secara tegas dalam SIAC Rules,
karena prosedur ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kesepakatan yang
dibuat oleh para pihak.
d. Eksistensi ODR di Afrika24
Afrika merupakan benua yang wilayahnya sangat luas, dan memiliki
penduduk serta kekayaan alam yang melimpah. Seperti halnya negara lain
yang semakin berkembang akibat globalisasi, Afrika juga mengalami
perkembangan yang pesat, salah satunya mengenai budaya daripada
penyelesaian suatu sengketa. Walaupun beberapa aspek di Afrika telah
mengalami perkembangan, namun penerapan teknologi dalam penyelesaian
sengketa belum dapat berjalan sepenuhnya.Selain itu Afrika telah mendekati
penggunaan ODR dalam sistem penyelesaian sengketa yang dihadapi oleh
konsumen e-commerce.Hal ini dapat dilihat dengan adanya “The
Onlineombud” di Afrika Selatan yang menargetkan sengketa konsumen
diselesaikan melalui pendekatan ODR. Adapun pendekatan mekanisme ODR
yang ditawarkan ialah Online Quick View dan Online Recommendation,
namun apabila terjadi kegagalan dalam mengakses mekanisme tersebut, The
Onlineombud tetap menawarkan mediasi dan arbitrase secara offline.
Onlineombud ini mempertimbangkan sengketa yang diajukan oleh
konsumen yaitu hanya menangani sengketa antara konsumen dan jasa
24Mohamed S. Abdel Wahab, 2013, Online Dispute Resolution for Africa, URL:
http://www.mediate.com/pdf/wahab1.pdf, diakses pada Minggu 03 Mei 2015.
21
provider (service provider) yang merupakan individu, permasalahan bisnis
kecil, penjamin kredit, permasalahan seseorang yang mengalami kerugian
finansial akibat jasa provider, dan lain sebagainya.
1.2. Tinjauan Umum Mengenai Electronic Contract (E-Contract)
1.2.1. Pengertian E-Contract
Istilah e-commerce secara sederhana mengacu pada transaksi bisnis yang
dilakukan melalui penggunaan media elektronik, sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa aktifitas e-commerce juga tidak terlepas dari diadakannya
suatu pembuatan kesepakatan yang dituangkan ke dalam bentuk kontrak.Konsep
pembentukan kontrak dalam bisnis atau perdagangan antar negara itu sendiri juga
turut berkembang sesuai dengan keadaan perdagangan itu. Perdagangan yang
dilakukan melalui media elektronik atau yang disebut dengan e-commerce juga
akan mempengaruhi pembentukan dari kontrak tersebut, para pebisnis yang
melakukan aktifitas perdagangannya melalui dunia maya tentunya memiliki
beberapa alasan tersendiri mengapa lebih memilih melakukan hubungan bisnis
atau dagang tanpa bertatap muka, yaitu salah satunya ialah efisiensi waktu dan
lebih hemat biaya.
Para pebisnis yang turut dalam aktifitas e-commerce pada umumnya
berada dalam wilayah yang berbeda, sehingga melakukan segala aktifitas yang
berkaitan dengan perdagangan atau bisnisnya dilakukan tanpa bertatap muka atau
dengan kata lain lebih memilih memanfaatkan teknologi informasi. Begitu pula
dalam pembentukan kontrak dalam perdagangan atau bisnis internasional yang
22
dilakukan oleh kedua belah pihak. Seiring dengan perkembangan media
elektronik, para pebisnis membuat atau mengadakan kontrak perdagangannya
dengan menggunakan media elektronik atau yang pada saat ini disebut dengan
Electronic Contract (selanjutnya disebut dengan “E-Contract”).
Ohanes Baljian25
memberikan definisi daripada e-contract yaitu “…the
online electronic simulation of the traditional (paper based) commercial
contracts, which is legal agreement between 2 or more parties for certain
conditions such price, delivery terms, payment method, where one party accepts
the conditions offers by another party. While parties meet face-to-face in
traditional contract, messages and other types of technology mediates between the
parties when forging an e-contract.” Melalui definisi tersebut dapat diketahui
bahwa e-contract merupakan sebagai tiruan atau contoh daripada kontrak
perdagangan konvensional (paper based) yang berisikan perjanjian hukum antara
dua pihak atau lebih untuk menentukan harga, persyaratan pengiriman, metode
pembayaran dan lainnya, dimana salah satu pihak tersebut menerima penawaran
yang ditawarkan oleh pihak lainnya. Sementara ketika para pihak melakukan
pertemuan secara tatap muka dalam kontrak perdagangan konvensional, namun
pada pelaksanaan e-contract ini segala perbuatan yang berkaitan dengan kontrak
perdagangan internasional dilakukan melalui media teknologi yang menjadi
wadah bagi para pihak.
Sebenarnya tidak terdapat definisi yang pasti mengenai e-contract, definisi
lainnya mengenai e-contract, diberikan oleh Edmon Makarim yaitu dengan
25Ohanes Baljian, 2012, e-Contracts: Legal Challenges, Shiremyth, ISBN: 978-1-4716-
9312-0, URL: www.shiremyth.com, diakses pada Jumat 25 September 2015.
23
menggunakan istilah kontrak online.26
Kontrak online merupakan perikatan
ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan
jaringan (networking) dari sistem informasi berbasiskan komputer (computer
based information system) dengan sistem (e-contract) adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih yang dilakukan dengan enggunakan media komputer, khususnya
jaringan internet.27
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan atas
apa yang dimaksud dengan kontrak elektronik atau e-contract ini, pada dasarnya
e-contract sama dengan kontrak pada umumnya yaitu memuat suatu perjanjian
yang mengikat dua atau lebih pihak, namun dalam proses pembentukan dan
bentuk daripada kontrak tersebut berbasis media elektronik.
E-Contract tentunya merupakan bentuk daripada kontrak tertulis namun
tidak dituangkan diatas kertas, melainkan dalam bentuk elektronik yaitu misalnya
dengan menggunakan media e-mail atau software lainnya. Para pebisnis atau
pedagang yang mengadakan aktifitas jual beli baik barang maupun jasa, pada
umumnya mengadakan suatu kontrak agar adanya suatu hubungan hukum yang
mengikat antara pembeli dan penjual. Begitupula halnya dalam aktifitas
perdagangan atau bisnis internasional, adanya kontrak diantara para pihak
sangatlah diperlukan mengingat kedua belah pihak dipisahkan oleh territorial
sehingga diperlukan hubungan hukum yang mengikat tersebut.
Seiring dengan pesatnya perkembangan e-commerce ditengah-tengah
masyarakat internasional yang serba memanfaatkan fasilitas media elektronik,
26Tanpa nama, op.cit.
27
Ibid.
24
begitu pula halnya dengan pembentukan kontrak tersebut. Para pebisnis antar
negara, kali ini telah menggunakan e-contract sebagai pengikat hubungan bisnis
internasionalnya. E-Contract yang dipergunakan oleh para pebisnis atau pedagang
internasional ini dapat dibuat seperti kontrak konvensional, hanya saja dituangkan
dalam bentuk elektronik dan juga penandatanganan e-contract tersebut dilakukan
secara elektronik yaitu e-signature. Selain bentuk e-contract yang mengadopsi
kontrak konvensional, lazimnya bentuke-contract yang dipergunakan adalah
kontrak baku yang biasa dinamakan take it or leave it contract28
, salah satu
contohnya adalah e-contract dalam bentuk “Click to Agree”. E-contract dalam
bentuk “Click to Agree” yang merupakan e-contract baku dikarenakan penjual
atau pihak yang menawarkan telah menentukan isi daripada kontrak dan pihak
pembeli (acceptance) hanya menentukan apakah ia setuju terhadap isi
kesepakatan tersebut ataukah tidak sebelum adanya suatu transaksi. Bentuk
kontrak seperti ini memang sulit dihindari karena transaksi melalui elektronik
menghendaki transaksi yang cepat, sesuai dengan sifat teknologi informasi
tersebut.29
Bentuk-bentuk daripada suatu kontrak yang semakin mengikuti
perkembangan jaman dan memenuhi kebutuhan para pihak dalam berkontrak,
telah dibuat dan dilaksanakan berdasarkan teori kebebasan berkontrak. Teori
kebebasan berkontrak yang diterapkan oleh para pelaku usaha dalam mengikatkan
hak dan kewajibannya, diterapkan sesuai dengan kebutuhan mereka. Kebebasan
berkontrak bagi para pihak, terutama dalam menentukan isi perjanjian dan bentuk
28Sukarmi, tanpa tahun, Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-bayang Pelaku
Usaha, tanpa tempat, Pustaka Sutra, h.66.
29
Huala Adolf II, op.cit, h.41.
25
daripada perjanjian tersebut dapat dilakukan dalam bentuk apapun, maksudnya
ialah kontrak tersebut dapat dibuat dalam bentuk elektronik, dan hal ini adalah sah
selama bentuk daripada kontrak tersebut tidak melanggar syarat daripada sahnya
suatu kontrak dan tentunya kontrak yang dibuat dalam bentuk e-contract tersebut
harus mencantumkan adanya suatu kesepakatan para pihak.
Metode yang digunakan dalam e-contract internasional pun biasanya
menggunakan metode dengan menggunakan e-mail, website contact, dan
online/click to agree contracts.30
Namun e-contract yang pada umumnya
dipergunakan dalam e-commerce, ialah:
a. Click Wrap Contract
E-Contract jenis ini dipergunakan ketika adanya suatu aktifitas e-
commerce di bidang jual beli software (download software) melalui
internet dengan menggunakan e-mail account atau selain membeli
software, jenis e-contract ini juga dipergunakan ketika membeli barang-
barang secara online. Clickwrap Contracts ini pada umumnya dituangkan
ke dalam bentuk “click ikon” yaitu kontrak baku, dimana pembeli
melakukan persetujuannya hanya dengan mengklik ikon “I agree”atau “I
agree to the Terms and Conditions”. Ikon persetujuan tersebut biasanya
dibarengi dengan adanya pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh pihak
penjual dan apabila pembeli setuju dengan ketentuan yang ditawarkan,
maka pembeli hanya tinggal mengklik ikon persetujuan tersebut sebelum
akhirnya melanjutkan ke tahap berikutnya.
30Vijay Dalmia, 2015, Types of Electronic Contracts, URL:
http://www.slideshare.net/envydalmia/types-of-electronic-contracts, diakses pada Rabu 23
September 2015.
26
b. Browsewrap Contract
Browsewrap contract merupakan salah satu bentuk e-contract yang lazim
digunakan dalam e-commerce. Browsewrap merupakan web-site
agreement atau disebut sebagai perjanjian situs web yang dimana
persetujuan atas perjanjian itu dilakukan dengan cara mengunjungi suatu
situs web (atau pada umumnya melalui suatu hyperlink).31
Browsewrap
contract ini tidak meminta persetujuan atau dilakukannya suatu
kesepakatan melalui mengklik ikon “I agree” seperti halnya pada
Clickwrap Contract, namun pada e-contract jenis ini adanya suatu
persetujuan dilakukan ketika pembeli memasuki situs lainnya melalui link
yang telah disediakan. Pebisnis yang menawarkan biasanya mengklaim
bahwa pengguna setuju dengan e-contract tersebut dengan mengambil
tindakan tertentu seperti menggunakan situs web atau mengunduh suatu
perangkat lunak.32
1.2.2. Syarat Sahnya E-Contract
Keabsahan atau syarat sahnya suatu kontrak internasional konvensional
(paper based) yaitu adanya suatu penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance).
Selain itu para pihak yang terlibat di dalam kontrak internasional melakukan suatu
31Christina L. Kunz, et.al, 2003, Browse-Wrap Agreements: Validity of Implied Assent in
Electronic Form Agreements, Law Journal Vol. 59, No. 1 (November 2003): The Business Lawyer,
American Bar Association, URL: http://www.jstor.org/stable/40688197, diakses pada Kamis, 24
September 2015, h.279-280.
32
Ibid.
27
pertukaran pikiran atau negosiasi melalui pertemuan (face-to-face) untuk
menguatkan isi daripada kontrak tersebut.33
E-Contract internasional yang pada umumnya dipergunakan dalam e-
commerce yaitu dalam bentuk kontrak baku atau biasa disebut sebagai adhesion
contract. E-Contract dalam bentuk adhesion contract, tentunya tidak adanya suatu
pertukaran pikiran atau “meeting of minds” antara kedua belah pihak sebelum
adanya kesepakatan mengenai isi kontrak tersebut.Tidak adanya negosiasi atau
“meeting of minds” ini disebabkan pembuatan kontrak tersebut tidak dengan
adanya pertemuan antara pihak, hal ini dikarenakan proses pembentukan hingga
kesepakatan kontrak terkomputerisasi melalui program perangkat lunak yang
dirancang dengan baik sehingga tidak memungkinkan e-consumer atau pihak yang
terlibat dalam e-contract untuk berinteraksi dengan pihak lainnya.34
Dengan tidak adanya suatu negosiasi antara para pihak mengenai isi dari e-
contract tersebut, maka timbul suatu pertanyaan mengenai syarat atau kapan suatu
e-contract tersebut dapat dikatakan sah mengikat para pihak.Kontrak internasional
yang menggunakan komunikasi elektronik diatur dalam United Nations
Convention on the Use of Electronic Communications in International Contracts,
dalam konvensi tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai suatu persyaratan
formil tertentu untuk keabsahan suatu kontrak.35
Artinya, Konvensi tidak
33
Jane P. Mallor, Et.Al, 2010, Business Law: The Ethical, Global, And E-Commerce
Environment (Fourteenth Edition), Mcgraw-Hill/Irwin, New York, H.292.
34
Mo Zhang, 2007, Contractual Choice Of Law In Contracts Of Adhesion And Party
Autonomy, Legal Studies Research Paper Series: Research Paper No. 2007-25, Temple
University, URL: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1017841, diakses pada
Kamis 24 September 2015, h.12.
35
Huala Adolf II, op.cit, h.45.
28
mensyaratkan suatu bentuk tertentu untuk suatu kontrak.36
Maka e-contract dalam
bentuk Clickwrap Contract dan Browsewrap Contract yang merupakan bentuk
adhesion e-contract, diakui keberadaannya berdasarkan konvensi ini.
Sehingga dalam menentukan syarat sah atau keabsahan daripada e-
contract tersebut dapat ditinjau berdasarkan United Nations Convention on the
Use of Electronic Communications in International Contracts. Walaupun
konvensi ini tidak menentukan syarat formal daripada suatu kontrak internasional,
namun konvensi ini menyadari apabila hukum suatu negara (anggota) Konvensi
mengharuskan adanya suatu persyaratan formal atas kontrak internasional yang
menggunakan komunikasi elektronik, yaitu seperti adanya suatu keharusan atas
syarat kontrak harus tertulis, ditandatangani atau dibuat dalam bentuk yang asli.37
Article 9 regarding Form requirements of United Nations Convention on
the Use of Electronic Communications in International Contracts, telah
memberikan jawaban atas syarat sahnya atau keabsahan daripada suatu e-contract,
khususnya dalam bentuk Clickwrap Contract dan Browsewrap Contract, apakah
cukup hanya dengan mengklik ikon “I Agree”.Beberapa poin dalam Article 9
menentukan sebagai berikut:
Article 9 Form requirements
(2) Where the law requires that a communication or a contract should be in
writing, or provides consequences for the absence of a writing, that
requirement is met by an electronic communication if the information
contained therein is accessible so as to be usable for subsequent reference.
(3) Where the law requires that a communication or a contract should be signed
by a party, or provides consequences for the absence of a signature, that
requirement is met in relation to an electronic communication if:
36
Ibid.
37
Ibid.
29
(a) A method is used to identify the party and to indicate that
party’sintentionin respect of the information contained in the electronic
communication;and
(b) The method used is either:
(i) As reliable as appropriate for the purpose for which theelectronic
communication was generated or communicated,in the light of all the
circumstances, including any relevantagreement; or
(ii) Proven in fact to have fulfilled the functions described in subparagraph
(a) above, by itself or together with furtherevidence.
Berdasarkan Article 9 tersebut, maka e-contract dalam bentuk Clickwrap
Contract dan Browsewrap Contract yang hanya melalui tahap offer dan
acceptance tanpa adanya suatu “meeting of minds”dapat dikatakan sebagai syarat
sahnya suatu e-contract. Sebagaimana ditentukan dalam Article 9, bahwa apabila
hukum dari suatu negara mensyaratkan kontrak internasional tersebut:
a. Kontrak Harus Tertulis
Dalam Konvensi ini, dapat diinterpretasikan bahwa syarat kontrak harus
tertulis tidaklah benar-benar harus tertulis diatas kertas (paper based)
melainkan kontrak tersebut harus dapat diakses kembali atau digunakan
kembali sebagai sebuah acuan lebih lanjut (…that requirement is met by an
electronic communication if the information contained therein is
accessible so as to be usable for subsequent reference.)
b. Kontrak Harus Ada Tanda Tangan
Syarat yang paling penting daripada suatu kontrak internasional yaitu
adalah adanya suatu tanda tangan dari kedua belah pihak yang dapat
mencerminkan bahwa para pihak telah menyepakati apa yang telah mereka
negosiasikan. Namun apabila melihat pada metode e-contract dalam
bentuk adhesion e-contract yang tidak adanya suatu negosiasi, maka
30
berdasarkan Konvensi ini dapat dinterpretasikan bahwa syarat tanda
tangan dipandang dipenuhi apabila para pihak menggunakan metode
tertentu yang dapat mengenai para pihak dan dapat mengenali kehendak
para pihak yang tertuang dalam informasi yang termuat dalam komunikasi
elektronik tersebut (…A method is used to identify the party and to
indicate that party’s intention in respect of the information contained in
the electronic communication;).
Maka berdasarkan ketentuan pada United Nations Convention on the Use
of Electronic Communications in International Contracts, syarat sah atau
keabsahan daripada e-contract dalam bentuk Clickwrap dan Browsewrap yang
sering dipergunakan dalam e-commerce internasional ditentukan ketika pihak
penerima (offeree) atau e-consumer setuju dengan mengklik ikon “I Agree” atau
mengunjungi suatu hyperlink yang disediakan (bentuk offering) oleh pihak
penjual.
1.2.3. Sengketa E-Contract
Hubungan-hubungan internasional baik itu yang diadakan antar negara,
negara dengan organisasi internasional, negara dengan individu, atau bahkan
individu dengan individu tidak selamanya akan berjalan dengan baik. Pergerakan
aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat internasional, acap kali terjadi suatu
sengketa dalam hubungannya tersebut.Begitu pula halnya dengan aktifitase-
31
commerce yang dilakukan melalui media internet ini tidak dapat dihindari
timbulnya suatu permasalahan atau yang lazim disebut dengan sengketa.
Aktifitas e-commerce dimana para pihak e-commerce ini tidak saling
bertemu baik dalam proses tawar-menawar, kesepakatan penjualan atau
pembelian, transaksi perdagangan, atau bahkan saat menyetujui kontrak baku
yang dilakukan melalui media elektronik (e-contract), terlebih para pelaku e-
commerce berada di negara atau wilayah yang berbeda. Minimnya intensitas atau
bahkan tidak ada proses pertemuan secara langsung oleh antar para pihak,
tentunya tidak menutup kemungkinan timbulnya kesalahpahaman para pihak
dalam proses transaksi e-commerce tersebut, terutama pada saat menyetujui e-
contract yang bersifat baku, sehingga menjadi sengketa diantara para pihak pelaku
e-commerce.
Sengketa e-commerce internasional dapat dikatakan sebagai suatu situasi
ketika dua atau lebih pelaku perdagangan elektronik yang melakukan aktifitas
perdagangan secara lintas batas negara, memiliki pandangan yang bertentangan
mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang telah disepakati
dalam e-contract yang mengikat kedua belah pihak. Sengketa e-contract tentunya
timbul akibat persetujuan atas kontrak tersebut dilakukan secara online tersebut,
maka klasifikasi sengketa yang ditimbulkannya pun akan berkaitan erat dengan
pelaksanaan e-contract.
Suatu sengketa e-contract yang timbul akibat aktifitas e-commerce
internasional tidak dapat begitu saja ditetapkan jenisnya, hanya saja jenis sengketa
e-contracttersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis daripada e-contract itu
32
sendiri.Sengketa yang timbul dari e-contract juga tidak jarang seperti sengketa
yang timbul dari kontrak internasional konvensional (paper based), yaitu
misalnya tidak terpenuhinya salah salah satu hak yang dimiliki oleh pihak yang
terikat dalam kontrak tersebut. E-Contract yang sebagian besar dibuat tanpa
adanya suatu pertemuan antara para pihak dan hanya melakukan persesuaian
kehendak atas isi daripada kontrak tersebut melalui media online, akan lebih besar
kemungkinan timbulnya sengketa, terlebih kesepakatan yang dituangkan dalam
bentuk penandatanganan kontrak dilakukan menggunakan e-signature.
Misalnya saja Fujitatsu merupakan seorang pedagang robot pembersih
kandang sapi yang berdomisili di Jepang, kemudian seorang pembeli asal
Australia bernama Andrew, tertarik untuk membeli sejumlah 10 (sepuluh) robot
pembersih kandang sehingga ia menghubungi Fujitatsu. Komunikasi antara
Fujitatsu dan pembeli asal Australia tersebut dilakukan hanya melalui media
elektronik yaitu e-mail. Sehingga mereka sepakat untuk membuat suatu kontrak
jual beli yang dibuat dalam bentuk elektronik dikarenakan para pihak tidak dapat
bertemu. Dalam e-contract tersebut telah disepakati bahwa Penjual akan
mengirimkan 5 (lima) unit robot terlebih dahulu dan Pembeli membayar setengah
dari harga yang telah ditentukan. Untuk menerima 5 (lima) unit robot lagi pembeli
harus melunasi seluruh biaya, termasuk biaya pengiriman. Setelah e-contract
tersebut disepakati, Fujitatsu mengirimkan 5 (lima) unit robot kepada pembeli dan
begitu pula sebaliknya pembeli telah membayar setengah dari biaya yang telah
disepakati. Dua bulan kemudian pembeli melunasi seluruh biaya pembelian,
namun pembeli tidak menerima kiriman 5 (lima) unit robot yang disepakati
33
bahkan hampir lewat dari jangka waktu yang ditentukan. Karena Pembeli merasa
mengalami kerugian dan Penjual dirasa telah melakukan wanprestasi dan telah
melanggar kontrak yang mereka sepakati, maka Pembeli melayangkan gugatan
kepada Penjual.
Adapun beberapa sengketa e-contractdalam bentuk Clickwrap dan
Browsewrap, yaitu salah satunya sengketa padaAppliance Zone, LLC v. NexTag,
Inc.38
Appliance Zone, LLC merupakan operator dari situs web perbandingan
belanja online dan NexTag, Inc. adalah salah satu pedagang online.Sengketa ini
bermula dari situs web milik NexTag yang mensyaratkan para pedagangnya untuk
menyetujui Terms of Service yang disediakan NexTag pada situs webnya dengan
mengklik ikon kontak yang berada di sebelah kalimat “I accept the NexTag Terms
of Service”. Namun, kalimat-kalimat yang ada pada terms tersebut tidak
dinyatakan secara eksplisit, hanya terdapat sebuah kalimat yang menyambungkan
(hyperlinked) dengan terms-nya sendiri. Termstersebut mengandung klausul
pemilihan forum.
Penggungat menyatakan bahwa tidak seharusnya klausula pemilihan
forum tersebut mengikat, karena terms tersebut sangatlah banyak dan padat
sehingga tidak dapat menarik minat pedagang untuk membaca dan menelaah isi
daripada terms tersebut. Selain itu penggugat beragumen bahwa para pihak tidak
memiliki kedudukan yang sama pada posisi tawar-menawar (unequal bargaining
power). Dalam menolak pendapat penggugat mengenai terms tersebut terlalu
38
Juliet M. Moringiello & William L. Reynolds, 2010, Electronic Contracting Cases
2009-2010, URL: http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1628688, diakses pada
Kamis 24 September 2015, h.3-5.
34
padat dan tidak menarik, pengadilan memberikan catatan bahwa presentasi dari
terms milik NexTag merupakan “typical of the online retail industry”.
Kemudian, Pengadilan mengakui bahwa terms tersebut sudah sangat jelas
diberi label dan ditempatkan pada tempat yang sangat jelas dapat terlihat dalam
suatu halaman web (“in a highly visible portion of the web page”). Namun
penggugat menyatakan bahwa terms tersebut tidak ditempatkan dekat dengan
kotak “I agree”. Lalu, pengadilan menemukan bahwa persyaratan yang diperiksa
oleh penggugat yaitu adanya kotak tambahan mengenai “further clarity and
equity to the process.” Selain itu pengadilan menemukan bahwa semua
pernyataan yang dicantumkan pada situs web tersebut telah memberikan
pemberitahuan yang memadai dari suatu “terms”, maka penggugat terikat oleh
aturan dasar hukum kontrak yaitu para offeree dianggap mengetahui persyaratan
dan persetujuan untuk terikat dengan mereka. Sengketa ini merupakan sengketa
yang timbul dari e-contract jenis Clickwrap.
Selain sengketa diatas, sengketa pada Hines c. Overstock.com, Inc.39
,
merupakan sengketa Browsewrap yang menggambarkan bahwa dalam situs web
tersebut terdapat suatu kalimat dimana pengguna akan terikat pada “Terms and
Conditions” yang terletak dekat pada kalimat pertama dari tulisan tersebut. Terms
and Conditions yang diberikan oleh Overstock.com menyatakan bahwa
“[e]ntering this site will constitute your acceptance of these Terms and
Conditions.” Pada saat proses pembuktian, pengadilan menemukan bahwa
Penggugat tidak memiliki pemberitahuan yang memadai dari istilah tersebut, dan
39
Ibid., h.8-9.
35
pengadilan menyatakan bahwa Penggugat tidak terikat oleh klausul arbitrase
sebagaimana yang terdapat dalam Terms and Conditions. Pada sengketa Hines ini
dapatlah dipetik suatu pelajaran bahwa bagaimana untuk tidak menyediakan
Terms and Conditions pada laman situs web.
Penggugat menyatakan bahwa ketika ia mengunjungi situs web
Overstock.com untuk membeli sebuah vacuum, ia tidak pernah menyadari atas
terms tersebut. Sebenarnya, link yang menghubungkan pada terms tersebut
terletak pada bawah laman web dan dibuat dalam ukuran kecil diantara link
privacy policy dan Overstock.com trademark. Pembeli seharusnya lebih teliti
membaca semua hal yang terdapat dalam suatu situs belanja online dan
membacanya sampai halaman terakhir selama dalam proses pemesanan barang.
Pengadilan yang menangani sengketa ini, fokus pada pemberitahuan yang ada
dalam web.Pengadilan menekankan pada penentuan validitas daripada suatu
browserap terms, dimana persyaratan utama adalah apakah pengguna situs web
“memiliki pemberitahuan yang bersifat aktual atau konstruktif dari syarat dan
ketentuan (terms and conditions) sebelum menggunakan situs tersebut.”. Aturan
ini mencerminkan aturan umum kontrak baik mengenai kontrak dalam bentuk
tertulis (paper based) atau e-contract, dimana aturan umum tersebut menyatakan
bahwa syarat tersebut harus dapat dikomunikasikan.
Berdasarkan contoh sengketa-sengketa diatas, dapat diklasifikasikan jenis
daripada sengketa e-contract yaitu:
36
A. Breach of Contract
Breach of contract is a failure of a party to a contract to perform his or
her obligations as agreed to within the contract.40
Breach of contract atau
pelanggaran terhadap kontrak sering terjadi ketika isi kontrak tidak
dilaksanakan oleh salah satu pihak.Breach of contract tidak hanya timbul
dari adanya kontrak internasional konvensional, tapi juga dapat terjadi
pada e-contract, ketika salah satu pihak tidak dapat memenuhi hak dari
pihak lainnya.
B. Missunderstanding of E-Contract Terms
Missunderstanding of e-contract terms ini maksudnya ialah dimana
terdapat penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan yang telah ditentukan
oleh pihak penjual atau penawar (offeror) terhadap offeree.
Missunderstanding of e-contract terms biasanya terjadi pada e-contract
dalam bentuk Clickwrap dan Browsewrap, hal ini dikarenakan e-contract
tersebut bersifat baku (telah ditentukan oleh offeror saja) tanpa adanya
suatu pertukaran pikiran sebelum offeree tersebut menyatakan
persetujuannya dengan mengklik ikon “I Agree”. Selain kesalahpahaman
atas ketentuan yang terdapat dalam e-contract, kurangnya ketelitian oleh
pihak pembeli atau offeree ini juga sering terjadi sehingga akan
menimbulkan suatu sengketa dikemudian hari.
40
Lloyd Duhaime, tanpa tahun, Duhaime’s Law Dictionary, URL:
http://www.duhaime.org/LegalDictionary/B/BreachofContract.aspx, diakses pada Minggu 27
September 2015.
37
1.3. Tinjauan Umum Mengenai Penyelesaian Sengketa E-Contract
1.3.1. Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa E-Contract
E-Contract merupakan bagian daripada aktifitas e-commerce, sebagaimana
telah diuraikan mengenai sengketa e-contract sebelumnya, dapatlah dilihat bahwa
e-contract timbul akibat dari kebutuhan para e-consumer dalam aktifitas e-
commerce.Berkaitan halnya dengan sengketa e-contract yang timbul dari aktifitas
e-commerce dan bagaimana suatu sengketa dapat diselesaikan, telah menjadi
keharusan dalam setiap sistem hukum untuk mengatur dan memberikan
penyelesaian terhadap sengketa tersebut, termasuk juga mengenai penyelesaian
sengketa e-contract yang timbul dari aktifitas e-commerce dalam hukum
internasional.
Dalam menghadapi sengketa tersebut, para pihak dalam e-contract
tentunya memiliki perbedaan-perbedaan pendapat untuk menyelesaikan
sengketanya. E-Contract sebagai salah satu implementasi aktifitas e-commerce
internasional, merupakan salah satu bagian daripada aktifitas perdagangan
internasional pada umumnya, begitu pula mengenai prinsip-prinsip yang
digunakan dalam menjalankan aktifitas e-commerce internasional baik itu dalam
proses hingga penyelesaian sengketa yang timbul dapat menggunakan prinsip-
prinsip perdagangan internasional tersebut.
Prinsip-prinsip perdagangan internasional yang juga menjadi dasar
daripada aktifitas e-commerce ini diatur dalam hukum perdagangan internasional
itu sendiri. Dimana prinsip-prinsip ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
menyelesaikan sengketa e-commerce internasional, termasuk sengketa e-contract,
38
hal ini dikarenakane-contract merupakan bagian daripada e-commerce. Adapun
prinsip-prinsip dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan e-commerce
adalah sebagai berikut:41
1) Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus)
Prinsip kesepakatan para pihak ini merupakan prinsip yang
fundamental dalam penyelesaian sengketa perdagangan internasional
termasuk dalam penyelesaian sengketa yang terkait dengane-
commerce.Prinsip ini merupakan sebagai dasar apakah sengketa tersebut
diakhiri atau tidak, dan prinsip ini erat kaitannya dengan kesepakatan para
pihak dalam memilih cara-cara penyelesaian sengketa, hingga badan
peradilan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa tersebut.
2) Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Prinsip ini merupakan prinsip yang mengutamakan kebebasan yang
dimiliki para pihak untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme
bagaimana sengketa terkait e-commerce tersebut dapat diselesaikan.
Prinsip ini termuat secara dalam Pasal 7 The UNCITRAL Model Law on
International Commercial Arbitration, yang memuat mengenai perjanjian
menyerahkan sengketa kepada arbitrase merupakan kesepakatan atau
perjanjian para pihak, adapun pengertian daripada isi pasal tersebut ialah
bahwa penyerahan suatu sengketa ke badan arbitrase haruslah berdasarkan
41
Yahya Ahmad Zein, 2009, Kontrak Elektronik & Penyelesaian Sengketa Bisnis E-
Commerce dalam Transaksi Nasional & Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung, h.86-90.
39
pada kebebasan para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Dapat
disimpulkan bahwa para pihak dalam menghadapi sengketa yang
dimilikinya, mereka memiliki kebebasan penuh untuk memilih cara-cara
apa yang mereka gunakan dalam menyelesaikan sengketanya.
3) Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
Selain prinsip kebebasan memilih cara penyelesaian sengketa,
prinsip kebebasan memilih hukum juga menjadi prinsip yang mendasar
dalam menyelesaikan sengketa terkait perdagangan. Prinsip ini merupakan
sumber di mana pengadilan akan memutuskan sengketa berdasarkan
prinsip keadilan, kepatutan atau kelayakan atas suatu penyelesaian
sengketa terkait perdagangan tersebut.
Prinsip kebebasan memilih hukum ini tidak mutlak diberikan oleh
para pihak. Kebebasan memilih hukum (lex cause) tentunya dibatasi
dengan beberapa ketentuan yaitu dalam memilih hukum haruslah hukum
yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau ketertiban umum,
kebebasan tersebut harus dilaksanakan dengan iktikad baik, hanya berlaku
untuk hubungan bisnis (kontrak), hanya berlaku dalam bidang hukum
bisnis (dagang), tidak berlaku untuk menyelesaikan sengketa tanah, dan
tidak untuk menyelundupkan hukum.
40
4) Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
Prinsip ini mensyaratkan serta mewajibkan adanya suatu itikad
baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya. Prinsip itikad baik
diperlukan untuk mencegah timbulnya suatu sengketa yang dapat
mempengaruhi hubungan perdagangan yang baik antar pihak, dan prinsip
ini diharuskan ada ketika para pihak dalam menyelesaikan sengketanya
baik itu melalui proses negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan
atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.
5) Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Prinsip ini merupakan prinsip yang lahir dari prinsip hukum
kebiasaan internasional, dimana hukum kebiasaan internasional
menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke
pengadilan internasional, maka sebaiknya para pihak menempuh langkah-
langkah penyelesaian sengketa yang diberikan oleh nasional suatu negara
terlebih dahulu ditempuh (exhausted).
1.3.2. Forum Penyelesaian Sengketa E-Contract
Dalam menyelesaikan sengketa terkait perdagangan internasional,
perusahaan atau pebisnis yang bersengketa cenderung menginginkan sengketanya
dapat diselesaikan secara sederhana, cepat dan tentunya biaya yang ringan. Secara
umum pada dasarnya terdapat dua cara yang digunakan dalam menyelesaikan
sengketa dagang, dan cara ini juga dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa
41
e-contract yang timbul dari aktifitas e-commerce, yaitu melalui litigasi dan non-
litigasi.
Penyelesaian sengketa melalui litigasi adalah penyelesaian sengketa yang
melalui atau berdasarkan prosedur pengadilan.Penyelesaian sengketa perdagangan
melalui litigasi atau badan peradilan ini biasanya hanya dimungkinkan ketika para
pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada suatu
pengadilan suatu negara tertentu atau para pihak sepakat untuk menyerahkan
sengketanya kepada badan peradilan internasional. Adapun salah satu badan
peradilan yang menangani sengketa dagang ialah World Trade Organization
(WTO), namun WTO hanya menangani sengketa yang berhubungan dengan
sengketa antar anggota WTO saja.42
Penggunaan badan peradilan dalam menyelesaikan sengketa perdagangan,
khususnya dalam penyelesaian sengketa terkait e-commerce dianggap tidak efektif
dan efisien. Hal ini dikarenakan penyelesaian sengketa melalui litigasi sangat
lambat, apabila suatu sengketa terkait ae-commerce diselesaikan melalui litigasi
akan sangat merugikan pihak yang berperkara, terlebih mereka ialah para pebisnis
yang sangat mengutamakan efisiensi waktu untuk tetap meningkatkan keuntungan
perdagangannya. Penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dikatakan lebih
mengutamakan prosedural peradilan dan kepastian hukum, sehingga
menyebabkan penyelesaian sengketa tersebut berbelit-belit.43
Selain masalah waktu, penyelesaian sengketa perdagangan melalui litigasi
juga cenderung mahal.Hal ini dikarenakan, dalam penyelesaian sengketa melalui
42Yahya Ahmad Zein, op.cit, h.93.
43
Ibid., h.94.
42
litigasi memerlukan seorang atau lebih pengacara, selain itu jasa daripada
pengacara ini biasanya diberikan upah yang cukup tinggi.Permasalahan lainnya
ketika menyelesaikan sengketa perdagangan melalui litigasi adalah putusan
pengadilan tersebut tidak menyelesaikan masalah.Maksud daripada pernyataan
tersebut ialah, dimana putusan pengadilan tidak bersifat problem solving untuk
para pihak yang bersengketa, melainkan menempatkan kedua belah pihak yang
bersengketa dalam posisi pemenang (the winner) dan menyudutkan pihak yang
kalah dalam bersengketa (the losser).44
Selain penyelesaian sengketa perdagangan dapat diselesaikan melalui
litigasi, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penyelesaian sengketa perdagangan
dapat pula diselesaikan melalui non-litigasi.Pada umumnya, penyelesaian
sengketa perdagangan melalui non-litigasi ini disenangi oleh para pebisnis yang
bersengketa.Penyelesaian sengketa non-litigasi merupakan penyelesaian sengketa
di luar lembaga peradilan, dikarenakan penyelesaian sengketa ini tidak dilakukan
melalui prosedur lembaga peradilan maka menjadikan lembaga non-litigasi ini
disenangi oleh para pebisnis yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa
perdagangannya. Hal ini dikarenakan lembaga non-litigasi memberikan cara
penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien, terlebih dalam menyelesaikan
sengketanya tidak terpaku pada fomalitas prosedur penyelesaian yang baku, selain
itu dunia bisnis atau perdagangan menuntut penyelesaian sengketa yang
44
Candra Irawan, 2010, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung, h.12.
43
menghasilkan tetap terbinanya hubungan yang baik diantara pihak yang
bersengketa, dan menghasilkan keputusan yang saling menguntungkan.45
Adapun forum penyelesaian sengketa non-litigasi dalam perdagangan
internasional pada prinsipnya sama dengan dalam hukum penyelesaian sengketa
internasional pada transaksi perdagangan internasional terkait e-commerce, selain
itu forum penyelesaian sengketa non-litigasi ini juga dapat digunakan pada
sengketa e-contract yang timbul dari aktifitas e-commerce yaitu:
1. Negosiasi
Dalam buku Business Law, Principles, Cases and Policy karya Mark
E. Roszkowski dikatakan bahwa negosiasi adalah: “Negotiation is a process
by which two parties, with differing demand reach and agreement generally
through compromise and concession” yang terjemahan bebasnya: Negosiasi
adalah suatu proses di mana dua pihak, dengan permintaan berbeda
menjangkau suatu persetujuan yang biasanya tercapai suatu kompromi dan
konsensi.46
Pada umumnya apabila penyelesaian sengketa melalui proses ini
berhasil, maka hasilnya akan dituangkan ke dalam suatu dokumen yang
member kekuatan hukum. Misalnya saja hasil kesepakatan dari negosiasi
tersebut dituangkan ke dalam bentuk dokumen perjanjian perdamaian. Namun
apabila cara penyelesaian sengketa secara negosiasi ini tidak membuahkan
hasil, maka para pihak yang bersengketa dapat melalukan cara lainnya,
misalnya arbitrase, mediasi, konsiliasi, pengadilan dan lain-lain.
45
Yahya Ahmad Zein, op.cit, h.100.
46
Ibid, h.101.
44
2. Mediasi
Mediasi merupakan cara atau proses penyelesaian sengketa yang
melibatkan keikutsertaan pihak ketiga (mediator) yang netral dan independen
dalam suatu sengketa. Mediator ini bisa saja melalui individu (pengusaha) atau
lembaga atau organisasi dagang, biasanya mediator berperan secara aktif
dalam proses negosiasi dan berupaya mendamaikan para pihak yang
bersengketa dengan memberikan saran-saran. Penyelesaian sengketa melalui
mediasi ini tidak memerlukan prosedur-prosedur khusus yang harus ditempuh,
melainkan para pihak bebas menentukan prosedurnya sendiri, hal yang paling
penting ialah kesepakatan para pihak mulai dari proses mediasi, diterima atau
tidaknya usulan-usulan dari mediator tersebut.
Adapun beberapa jenis sengketa yang pada umumnya diajukan
penyelesaian sengketanya melalui mediasi yaitu seperti sengketa konsumen
terhadap pedagang, sengketa kerja antara karyawan dengan majikan
(pengusaha), sengketa antar mitra bisnis, dan sebagainya.Beberapa sengketa
bisnis yang terjadi di Amerika masih banyak yang diselesaikan melalui
mediasi sebagai salah satu jenis penyelesaian sengketa non-litigasi atau ADR.
Jenis sengketa bisnis yang biasanya diselesaikan melalui mediasi di Amerika
ialah sengketa kontrak (contract disputes) termasuk transaksi yang
menggunakan e-commerce, sengketa keluhan konsumen (consumer
complaints), dan lain-lain.
45
3. Konsiliasi
Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi juga melibatkan pihak
ketiga (konsiliator) yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya karena
diminta oleh para pihak.47
Dalam konsiliasi, konsiliator berkomunikasi dengan
pihak-pihak yang bersengketa secara terpisah, dengan tujuan agar tidak terjadi
ketegangan dan mengusahakan kearah pencapaian persetujuan dalam proses
penyelesaian sengketa tersebut.
Sekilas penyelesaian sengketa melalui konsiliasi terlihat sama dengan
mediasi, karena terlibatnya pihak ketiga dalam menyelesaikan sengketa
tersebut. Namun terdapat perbedaan diantara konsiliasi dengan mediasi yaitu
dimana konsiliasi lebih formal daripada mediasi.Dalam menyelesaikan
sengketanya, melalui konsiliasi dapat diselesaikan oleh seorang individu atau
suatu badan yang disebut dengan badan atau komisi konsiliasi, komisi
konsiliasi ini bisa saja yang sudah terlembaga atau bersifat ad hoc
(sementara).Tujuan daripada adanya komisi atau lembaga yang bersifat ad hoc
dalam konsiliasi yaitu untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak yang bersengketa, namun putusan
dari konsiliasi tersebut tidaklah mengikat para pihak.
Dalam sidang suatu komisi konsiliasi ini terdapat dua tahap, yaitu
tahap tertulis dan tahap lisan. Pada tahap pertama ini, para pihak menguraikan
sengketanya dalam bentuk tertulis dan diserahkan kepada badan konsiliasi,
kemudian komisi ini akan mendengarkan keterangan secara lisan dari para
47
Huala Adolf (selanjutnya disebut dengan Huala Adolf IV), 2004, Hukum Penyelesaian
Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 35.
46
pihak yang bersengketa. Pada tahap lisan ini, para pihak dapat hadir langsung
atau diwakilkan oleh kuasanya.
4. Arbitrase
Arbitrase yang merupakan sebagai salah satu cara alternatif
penyelesaian sengketa telah dikenal sejak lama dalam hukum internasional.
Penggunaan penyelesaian sengketa alternative jenis ini telah dimanfaatkan di
zaman kejayaan Yunani. Walaupun penyelesaian sengketa melalui arbitrase
telah dikenal sejak lama, namun sampai sekarang belum terdapat batasan atau
definisi yang resmi mengenai arbitrase ini.
Namun terdapat beberapa pendapat para sarjana atau ahli yang
memberikan mengenai pengertian arbitrase. Menurut Rv. Arbitrase merupakan
suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak
serta itikad baik dari pihak-pihak yang berselisih agar perselisihan mereka
tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan angkat sendiri,
dengan pengertian bahwa putusan yang diambil oleh hakim tersebut
merupakan putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat akhir) dan dapat
mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya.48
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UNCITRAL Arbitration
Rule dapat dikatakan terdapat dua jenis arbitrase, yaitu:
48
Yahya Ahmad Zein, op.cit, h.112
47
1. Arbitrase ad hoc
Arbitrase ad hoc (arbitrase volunteer) merupakan suatu arbitrase yang
dibentuk khusus menyelesaikan atau memutus sengketa tertentu.Arbitrase
ad hoc ini bersifat sementara dan insidental, dimana arbitrase ini hanya ada
sampai pada sengketa itu diputuskan.
2. Arbitrase Institusional
Berbeda halnya dengan arbitrase ad hoc, arbitrase institusional bersifat
permanen. Pada Pasal I ayat 2 Convention on the Recognition and
Enforcement of Forcement of Foreign Arbitral Awards 1958 (selanjutnya
disebut “New York Convention 1958”) menyebutkan mengenai permanent
arbitral body. Arbitrase ini disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja
didirikan untuk menampung sengketa yang timbul dari perjanjian atau
kontrak, salah satunya ialah kontrak perdagangan.
Penyelesaian sengketa e-commerce dapat diselesaikan melalui
arbitrase apabila para pihak sepakat memilih arbitrase sebagai forum untuk
menyelesaikan sengketanya, adapun arbitrase yang digunakan dalam
sengketa e-commerce ialah arbitrase internasional.
Penyerahan suatu sengketa ke badan peradilan tertentu, biasanya
termuat dalam suatu klausul penyelesaian sengketa yang tercantum dalam
kontrak.Hal ini juga biasanya tercantum dalam kontrak bisnis atau
perdagangan termasuk e-commerce. Dalam kontrak perdagangan atau bisnis
termasuk e-commerce, klausul ini biasanya dibuat secara tertulis dengan judul
48
“Arbitrase” atau dengan istilah lain“Choice of Jurisdiction” atau “Choice of
Forum”. Pengertian daripada Choice of Jurisdiction dengan Choice of Forum
memiliki makna yang berbeda.
Choice of Jurisdiction adalah pilihan tempat pada pengadilan mana
yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa tersebut, tempat
yang dimaksud adalah seperti Indonesia, Belanda, Jerman, dan lain-lain.
Sedangkan yang dimaksud dengan Choice of Forum adalah pilihan cara untuk
mengadili atau menyelesaikan sengketa tersebut, misalnya adalah melalui
pengadilan atau lembaga arbitrase. Suatu lembaga arbitrase memiliki
yurisdiksi atau wewenang untuk menangani sengketa tersebut, ketika badan
arbitrase ini tercantum atau diajukan suatu “Submission Clause”.Submission
Clause merupakan penyerahan atau pengajuan kepada arbitrase atas suatu
sengketa yang timbul, atau apabila sengketa tersebut belum timbul maka dapat
dibuat suatu perjanjian yang berisikan suatu klausul arbitrase atau Arbitration
Clause.
Pada umumnya Submission Clause dan Arbitration Clause ini haruslah
dibuat secara tertulis, hal ini menjadi syarat yang utama sebagaimana yang
telah ditentukan dalam hukum nasional masing-masing negara ataupun dalam
hukum internasional.Klausul arbitrase ini diperlukan sebagai penentu
kewenangan pada arbiter untuk menyelesaikan sengketa, apabila pengadilan
menerima suatu sengketa yang dalam kontrak mengatur mengenai klausul
arbitrase, maka pengadilan tersebut harus menolak untuk menangani sengketa
tersebut.Adapun beberapa lembaga arbitrase internasional misalnya adalah
49
The London Court of International Arbitration (LCIA),dan The Court
Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC).
Perjanjian arbitrase atau arbitration clause dibuat bertujuan untuk
menghindari sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan.Apabila suatu
kontrak telah mencantumkan klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase, maka
pengadilan tidak lagi berwenang untuk menangani sengketa tersebut.
Perjanjian arbitrase dibagi menjadi dua macam apabila dilihat dari proses
terjadinya perselisihan yaitu:
1. Perjanjian Arbitrase yang dibuat saat perselisihan sudah terjadi. Perjanjian
ini merupakan isi dari kesepakatan antar pihak yang bersengketa yang
menjalankan bahwa sengketa tersebut diselesaikan melalui arbitrase. Pada
umumnya perjanjian ini dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh para
pihak. Pada perjanjian arbitrase ini memuat mengenai persoalan-persoalan
yang menjadi pokok perselisihan serta nama arbiter dalam jumlah ganjil.
2. Perjanjian arbitrase yang dibuat sebelum timbulnya sengketa. Perjanjian
arbitrase ini biasanya langsung tercantum dalam kontrak bisnis atau
perdagangan yang dibuat untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul di
kemudian hari (pactum de comprometendo). Tidak berbeda jauh dari
perjanjian arbitrase jenis pertama, pada perjanjian arbitrase jenis ini juga
memuat mengenai jumlah arbiter dalam jumlah ganjil.
Dalam membuat suatu perjanjian arbitrase, khususnya pada lembaga-
lembaga arbitrase internasional, telah ditentukan mengenai bentuk-bentuk
50
standar klausula arbitrase tersebut. Adapun contoh beberapa lembaga arbitrase
internasional yang menentukan bentuk standar klausula arbitrase, yaitu:
a. International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID)
ICSID adalah suatu badan/pusat (centre) yang menyediakan fasilitas
konsiliasi dan arbitrase bagi sengketa-sengketa penanaman modal asing
antara contracting states dengan warga negara dari contracting state
lainnya, berdasarkan ketentuan-ketentuan konvensi.49
Adapun standar
klausula Arbitrase yang telah ditentukan oleh ICSID adalah “The parties
here to consent to submit to the International Centre for Settlement of
Investment Disputes any dispute in relation to or arising out of this
Agreement for settlement by arbitration pursuant to the Convention on the
Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other
States.”
b. United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL)
Mengenai penyelesaian sengketa melalui arbitrase, UNCITRAL memiliki
UNCITRAL Arbitration Rules, yang merupakan sebuah kaidah hukum
untuk mengatur penyelesaian sengketa dagang yang timbul dari sengketa
dagang internasional, yang oleh para pihak, melalui suatu arbitration
clause, ditunjuk oleh para pihak sebagai kaidah untuk dasar penyelesaian
sengketanya.50
Adapun standar klausula arbitrase menurut UNCITRAL
adalah “Any dispute, controversy or claim arising out of or relating to this
contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled
49
Ida Bagus Wyasa Putra, 2008, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam
Transaksi Bisnis Internasional, PT Refika Aditama, Bandung, h.105.
50
Ibid., h. 85.
51
by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules at a
present in force.”
c. International Chamber of Commerce (ICC)
Standar klausul arbitrase menurut ICC yaitu sebagaimana diatur dalam
International Chamber of Commerce Arbitration Rules 1998 yang
menyatakan “All disputes arising out of or in connection with the present
contract shall be finally settled under the Rules of Arbitration of the
International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed
in accordance with the said Rules.”
Pada klausula arbitrase juga memuat mengenai pernyataan para pihak
apakah arbitrase tersebut dilakukan melalui lembaga arbitrase ad hoc atau
lembaga arbitrase institusional. Selain itu, dalam klausula tersebut juga
ditentukan siapa yang akan menjadi kuasa arbitrase, hukum apa yang akan
digunakan, hukum acara yang akan berlaku dalam persidagangan arbitrase
juga dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak, dan pokok-pokok
lainnya yang dianggap perlu oleh kedua belah pihak.
Membahas mengenai hukum acara yang berlaku dalam persidangan
arbitrase, berdasarkan pengamatan Camara pada umumnya unsur-unsur
hukum acara dilakukan sebagai berikut:51
a. Acara persidagangan dilakukan melalui dua tahap: tertulis dan lisan.
b.Dokumen-dokumen diserahkan sebelum persidagangan secara tertulis
dan tertutup.
51
Huala Adolf IV, op.cit, h. 56.
52
c. Peradilan arbitrase diberi wewenang untuk memanggil saksi-saksi dan
meminta bantuan para ahli.
d.Peradilan arbitrase memutus setiap tuntutan yang berkaitan dengan
pokok perkara.
e. Peradilan arbitrase dapat memberikan tindakan perlindungan
sementara.
f. Apabila salah satu pihak tidak hadir dalam persidagangan, peradilan
arbitrase dapat memutus perkara untuk kepentingan pihak lainnya
apabila tuntutan memiliki landasan hukum yang kuat.
g.Persidangan sifatnya rahasia.
2.4. Tinjauan Umum Mengenai American Arbitration Association (AAA)
sebagai Forum Penyedia Penyelesaian Sengketa secara Online
Penyelesaian sengketa melalui ODR pada umumnya menjadi salah satu
pilihan yang disediakan oleh lembaga ADR. Salah satu lembaga arbitrase di
Amerika juga telah menyediakan layanan penyelesaian sengketa secara online
(ODR) yaitu American Arbitration Association (selanjutnya disebut dengan
“AAA”).
AAA dibentuk pada tahun 1926 berdasarkan undang-undang Federal
Arbitration Act, AAA nemiliki tujuan khusus dalam membantu
pengimplementasian arbitrase sebagai “out-of-court solution” untuk
menyelesaikan suatu sengketa.52
Misi daripada AAA didedikasikan untuk metode
yang efektif, efisien dan ekonomis dari suatu penyelesaian sengketa melalui
pendidikan, teknologi, dan layanan yang berorientasi dalam memberikan solusi.53
Melalui misi yang dimiliki oleh AAA dapat dilihat bahwa AAA mendukung
52
American Arbitration Association, 2015, AAA Mission and Principles, URL:
https://www.adr.org/aaa/faces/s/about/mission, diakses pada Sabtu 03 Oktober 2015.
53Ibid.
53
kebutuhan para e-consumer dalam menyelesaikan sengketanya melalui fasilitas
teknologi.
Peran AAA dalam proses penyelesaian sengketa adalah mengelola
sengketa dari pengajuan hingga sengketa tersebut terselesaikan. AAA tidak hanya
memberikan pelayanan penyelesaian sengketa di Amerika Serikat, namun AAA
juga dapat memberikan pelayanan penyelesaian sengketa secara internasional
melalui badan yang dimilikinya yaitu International Centre for Dispute Resolution
(selanjutnya disebut dengam “ICDR”).
ICDR didirikan sebagai komponen global daripada AAA dan
menyediakan layanan pengelolaan sengketa pada lebih dari 80 (delapan puluh)
negara dengan staf yang fasih berbahasa asing dalam 12 (dua belas) bahasa.54
AAA sebagai lembaga penyelesaian sengketa internasional, seiring dengan
perkembangan global juga telah menunjukkan eksistensinya dalam kemajuan
teknologi informasi dengan menyediakan pelayanan penyelesaian sengketa
internasional secara online atau yang dikenal dengan sebutan ODR.
AAA sebagai lembaga yang menyediakan pelayanan ODR, dalam
websitenya (www.adr.org) telah menyediakan tools “Online Services” yang
diperuntukan bagi para pihak yang ingin menyelesaikan sengketanya secara
online. Online Services yang disediakan oleh AAA menawarkan pelayanan yang
cepat, efektif dan efisien dengan memberikan pelayanan pengajuan klaim secara
online melalui pelayanan WebFile pada tools Online Services AAA. Selain dapat
54
American Arbitration Association, 2015, About the American Arbitration Association
(AAA) and the International Centre for Dispute Resolution (ICDR), URL:
https://www.adr.org/aaa/faces/s/about, diakses pada Jumat 3 Juli 2015.
54
mengajukan klaim secara online, klien dapat melakukan pembayaran,
memanajemen sengketa secara online, mengakses peraturan dan prosedur online,
pertukaran dokumen secara elektronik, dan memilih pihak netral (dalam mediasi
atau arbitrase) untuk menyelesaikan sengketa yang diajukannya.55
Pelayanan sengketa secara online yang ditawarkan AAA tersebut
menunjukan bahwa AAA memiliki peran dalam pelaksanakan ODR. Pada AAA
pelaksanaan penyelesaian sengketa alternatif secara online dilakukan secara
bertahap-tahap, dimana pada tahap awal para pihak yang bersengketa harus
mendaftarkan diri pada AAA WebFile, dan dilanjutkan dengan mengisi formulir
data diri kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan mendaftarkan diri dan
mengisi formulir, maka para pihak yang bersengketa dapat mengajukan klaim
secara online kepada AAA melalui surat-menyurat, facsimile, e-mail atau cara
online lainnya.
55American Arbitration Association, 2015, AAA WebFile®, URL:
https://www.adr.org/aaa/faces/services/disputeresolutionservices/onlineservices, diakses pada:
Jumat 03 Juli 2015.