bab ii tinjauan teoritis,hasil penelitian dan analisis a. … · 2017. 7. 14. · pasal 1 ayat (1)...

45
15 BAB II TINJAUAN TEORITIS,HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Tinjauan Teoritis 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. 1 Sedangkan menurut sudarto, hukum pidana memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 2 Selain itu sudarto juga berpendapat bahwa pada dasarnya hukum pidana berpokok 2 (dua) hal, yaitu : a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu Dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang,yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat di sebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau disingkat” perbuatan jahat” (Verbrechen atau crime). b. Pidana Dimaksudkan bahwa penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu 3 . Istilah pidana harus dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) atau yang biasa disebut asas nullum delictum nullapoena sine praevia lege poenale yang diperkenalkan oleh Anselm Von ferbach, yang berbunyi sebagai berikut : 1 Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm.89 2 Sudarto, 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm.100 3 Sudarto, 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang. Hlm.9

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB II

    TINJAUAN TEORITIS,HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

    A. Tinjauan Teoritis

    1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana

    Menurut Kansil, hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang

    pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan

    umum perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu

    penderitaan atau siksaan.1 Sedangkan menurut sudarto, hukum pidana

    memuat aturan-aturan hukum yang mengikatkan kepada perbuatan-perbuatan

    yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana. 2

    Selain itu sudarto juga berpendapat bahwa pada dasarnya

    hukum pidana berpokok 2 (dua) hal, yaitu :

    a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu

    Dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang,yang

    memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan

    semacam itu dapat di sebut “perbuatan yang dapat dipidana”

    atau disingkat” perbuatan jahat” (Verbrechen atau crime).

    b. Pidana

    Dimaksudkan bahwa penderitaan yang sengaja dibebankan

    kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

    syarat-syarat tertentu itu3.

    Istilah pidana harus dikaitkan dengan ketentuan yang tercantum dalam

    Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) atau yang

    biasa disebut asas nullum delictum nullapoena sine praevia lege poenale yang

    diperkenalkan oleh Anselm Von ferbach, yang berbunyi sebagai berikut :

    1 Kansil, 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm.89

    2 Sudarto, 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni. Bandung. Hlm.100

    3 Sudarto, 1990. Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang. Hlm.9

  • 16

    tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan

    perundang-undangan yang telah ada sebelumnya.4

    Menurut Bambang Poernomo hukum pidana adalah hukum sanksi,

    yaitu:

    1. Hukum pidana adalah hukum sanksi.

    Maksudnya bahwa hukum tidak mengadakan norma sendiri

    melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain dan

    sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-

    norma di luar hukum pidana.

    2. Hukum pidana dalam arti :

    a) Obyektif ( ius poenale) meliputi :

    (1) Pemerintah dan larangan yang pelanggarannya

    diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang

    berhak.

    (2) Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat

    di pergunakan.

    (3) Aturan –aturan yang menentukan kapan dan dimana

    berlakunya norma-norma tersebut.

    b) Subyektif (ius puniendi) yaitu hak Negara menuntut

    hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk

    menjatuhkan serta melaksanakan pidana.5

    3. Hukum pidana dibedakan dan di berikan arti menurut Van Apeldoorn,

    yaitu:

    a) Hukum pidana materil menunjuk pada tindakan-tindakan yang oleh

    undang-undang dengan tegas dinyatakan dapat dikenai hukuman.

    b) Hukum pidana formil (hukum acara pidana) mngatur cara

    bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum

    pidana materil.6

    4. Hukum pidana dibedakan diberikan arti sebagai:

    a) Hukum pidana umum

    4 Andi Hamzah, 1993. Peranan Hukum dan Peradilan. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.2

    5 Bambang Poernomo, 1989. Prinsip Penerapan Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.19

    6 Van Apeldoorn, 1976. Pengantar Ilmu Hukum. Pradnya Paramita. Jakarta. Hlm.336,347

  • 17

    Memuat peraturan yang berlaku untuk setiap orang. Contoh: Kitab

    Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    b) Hukum pidana khusus

    Memuat peraturan untuk perbuatan – perbuatan khusus. Contoh:

    Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang Psikotropika.

    Menurut Sudarto, hukum pidana dapat di bagi menjadi

    hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Hukum

    pidana materil memuat aturan-aturan yang menetapkan

    dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat

    dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk

    dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai

    pidana. Sedangkan hukum pidana formil mengatur

    bagaimana Negara dengan perantaraan alat-alat

    perlengkapannya melaksanakan haknya untuk

    mengenakan pidana.7

    2. Tindak Pidana

    a. Pengertian Tindak Pidana

    Istilah delik atau het straafbaarfeit dalam ilmu hukum memiliki

    banyak pengertian maupun terjemahan-terjemahan yang bermakna

    serupa. Terjemahan tersebut diantaranya ada yang menyebutkan

    delik sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa

    pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.8

    Tindak pidana menurut wujud dan sifatnya adalah perbuatan yang

    melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini merugikan masyarakat,

    dalam arti bertentangan denga terlaksananya interaksi sosial dalam

    7 Op.Cit. Hlm.10

    8 Teguh Prasetyo, Op. Cit. Hlm. 47

  • 18

    masyarakat yang dianggap baik dan adil. Perbuatan yang anti sosial

    dapat juga dikatakan sebagai suatu tindak pidana9.

    Menurut Moeljatno “Perbuatan Pidana“. Beliau tidak menggunakan

    istilah Tindak Pidana. Perbuatan Pidana menurut Moeljatno adalah

    perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam

    dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut.10

    Berdasarkan definisi diatas Moeljatno menjabarkan unsur-unsur

    tindak pidana sebagai berikut:

    a. Perbuatan

    b. Yang dilarang (oleh aturan hukum)

    c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar)

    Menurut Simons, bahwa Strafbar feit ialah perbuatan melawan

    hukum yang berkaitan dengan kesalahan (schuld) seseorang yang

    mampu bertanggung jawab. Kesalahan yang dimaksud Simons

    adalah kesalahan dalam arti luas yang meliputi dolus (sengaja) dan

    culpa late (alpa dan lalai). 11

    Van Hattum, mengatakan bahwa perkataan strafbaar feit itu berarti

    voor straaf inaanmerking komend atau straaf verdienend yang juga

    mempunyai arti sebagai pantas untuk dihukum, sehingga perkataan

    strafbaar feit seperti yang telah digunakan oleh pembuat undang-

    undang di dalam KUHP itu secara eliptis, harus diartikan sebagai

    9 Teguh Prasrtyo, 2011. Keadilan bermartabat perspektif teori hukum, PT Raja Grafindo, Jakarta,

    hlm. 74. 10

    Moeljatno, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineke Cipta, Jakarta, hlm : 06 11

    P.A.F. Lamintang,1997, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,

    Bandung,hlm. 181

  • 19

    suatu tindakan, oleh karena telah melakukan tindakan semacam itu

    membuat seseorang menjadi dapat dihukum, atau feit terzakevan

    hetwelkeen persoon strafbaar is.12

    Pompe, memberikan dua macam definisi, yaitu yang bersifat teoritis

    dan bersifat perundang-undangan. Definisi teoritis ialah pelangaran

    norma (kaidah; tata hukum) yang diadakan karena kesalahan

    pelanggar, dan yang harus diberikan pidana untuk dapat

    mempertahankan tata hukum demi menyelamatkan kesejahteraan

    umum.13

    Demikianlah beberapa rumusan-rumusan tentang tindak

    pidana (Strafbaar feit) yang diberikan oleh para sarjana ahli dalam

    hukum pidana. Perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya

    menyangkut terminologi bahasa yang ada serta untuk menunjukkan

    tindakan hukum apa saja yang terkandung didalamnya.

    Perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur

    hukum juga pernah menggunakan istilah strafbaar feit sebagai

    berikut:

    a. Tindak Pidana, Hampir seluruh peraturan perundang-undangan

    menggunakan istilah tindak pidana.

    b. Peristiwa hukum, digunakan oleh beberapa ahli hukum, misalnya

    Mr.R.Tresna dalam bukunya asas-asas hukum pidana, Van

    Schravendijk dalam buku pelajaran tentang hukum pidana

    Indonesia, Zainal Abidin dalam buku hukum pidana.

    12

    Ibid. Hlm.185 13

    Ibid. Hlm.182

  • 20

    c. Pelanggaran Pidana, dapat dijumpai dalam buku pokok-pokok

    hukum pidana yang ditulis oleh Tirtamidjaja. Istilah ini banyak

    dijumpai dalam peraturan tentang kepabeanan.

    d. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Karni

    dan Schravendijk.

    e. Perbuatan yang dapat dihukum, istilah ini digunakan oleh

    pembentuk Undang-Undang dalam Undang-Undang No. 12 / Drt

    / 1951 tentang senjata api dan bahan peledak.

    f. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai

    tulisan beliau, misalnya saat beliau menyatakan bahwa perbuatan

    pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang

    atau diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa

    larangan ditujukan kepada orang-orang yang menimbulkan

    kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan

    erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan

    kejadian itu.14

    b. Unsur-unsur Tindak Pidana

    Dari rumusan tindak pidana yang terdapat dalam KUHP, maka dapat

    diketahui adanya 2 (dua) unsur tindak pidana, yaitu:15

    a. Unsur obyektif dari suatu tindak pidana itu adalah :

    1. Sifat melanggar hukum;

    2. Kualitas dari si pelaku

    14

    Moeljatno R. Asas-Asas Hukum pidana, 2008, Jakarta. hlm 59 15

    PAF. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT.Citra Aditya Bakti.

    Bandung, Hlm : 193-194

  • 21

    3. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai

    penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.

    b. Unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah :

    1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus dan culpa)

    2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging

    seperti yang dimaksud didalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

    3. Perasaan takut atau stress seperti yang antara lain terdapat di

    dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

    Terhadap perbuatan tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

    bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan (misdrijven)

    menunjuk pada suatu perbuatan, yang menurut nilai-nilai

    kemasyarakatan dianggap sebagai perbuatan tercela, meskipun tidak

    diatur dalam ketentuan undang-undang. Oleh karenanya disebut dengan

    rechtsdelicten.

    Sedangkan pelanggaran menunjuk pada perbuatan yang oleh

    masyarakat dianggap bukan sebagai perbuatan tercela. Diangkatnya

    sebagai perbuatan pidana karena ditentukan oleh undang-undang. Oleh

    karenanya disebut dengan wetsdelicten.

    3. Macam-macam Tindak Pidana

    Jenis-jenis pidana tercantum dalam Pasal 10 KUHP dimana dibedakan

    atas pidana pokok dan pidana tambahan, yaitu:

    1) Pidana pokok

    a) Pidana mati

  • 22

    b) Pidana penjara

    c) Pidana kurungan

    d) Denda

    e) Tutupan (diatur dalam Undang-Undang 20 Tahun 1946 tentang

    hukuman tutupan)

    2) Pidana tambahan

    a) Pencabutan hak-hak tertentu

    b) Perampasan barang-barang tertentu

    c) Pengumuman putusan hakim

    Tindak pidana dapat di beda-bedakan atas dasar-dasar tertentu,

    yaitu:

    a) Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan dimuat dalam

    buku II dan pelanggaran dimuat dalam buku III. Kejahatan umumnya

    diancam dengan pidana yang lebih berat dari pada pelanggaran.

    b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil

    dan tindak pidana materil. Tindak pidana materil adalah tindak pidana

    yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana yang

    dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang mengakibatkan suatu akibat

    tertentu, tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu, sedangkan

    tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dimaksudkan sebagai

    wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh

    perbuatan itu.

  • 23

    c) Berdasarkan bentuk kesalahannya, dapat antara tindak pidana sengaja

    dan tindak pidana tidak sengaja.

    d) Berdasarkan macam perbuatannya, dibedakan antara tindak pidana

    aktif / pasif dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana

    positif / negatif, disebut juga tindak pidana omisi.

    e) Kesengajaan dan kealpaan

    Kesengajaan adalah delik yang dilakukan dengan sengaja seperti Pasal

    338 KUHP, sedangkan kealpaan adalah delik yang terjadi karena tidak

    sengaja atau lalai, contoh Pasal 359 KUHP16

    .

    f) Delik yang berdiri sendiri dan Delik yang diteruskan

    Delik yang berdiri sendiri adalah delik yang terdiri dari dari satu atau

    lebih tindakan untuk menyatakan suatu kejahatan, contoh pencurian

    Pasal 362 KUHP, delik yang diteruskan adalah delik-delik yang ada

    hakekatnya merupakan suatu kumpulan dari beberapa delik yang

    berdiri sendiri, contoh Pasal 221,261,282 KUHP17

    .

    g) Delik Tunggal dan Delik Berangkai

    Delik tunggal merupakan delik yang dilakukan hanya satu perbuatan

    untuk terjadi delik itu. Sedangkan delik berangkai merupakan delik yang

    dilakukan lebih dari satu perbuatan untuk terjadinya delik itu18

    .

    16

    P.A.F. LAmintang, 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Cipta Aditya Bakti.

    Bandung. Hlm.214 17

    Ibid Hlm.216 18

    Andi Hamzah, 1993. Peranan Hukum dan Peradilan. Bina Aksara. Jakarta. Hlm.101

  • 24

    4. Tujuan Pidana

    Tujuan pidana dari mulai pembalasan (revenge) atau untuk tujuan

    memuaskan pihak-pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun

    pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan, masih dianggap

    primitif. Tujuan pidana lainnya yang masih dianggap primitif adalah

    penghapusan dosa (expiation) atau retribusi (retribution) yaitu

    melepaskan pelanggar hukum dari perbuatan jahat atau menciptakan

    balasan antara yang hak dan yang batil. Perkembangan tujuan

    penjatuhan hukuman dalam hukum pidana ialah untuk melindungi dan

    memelihara ketertiban hukum guna mempertahankan keamanan dan

    ketertiban masyarakat sebagai satu kesatuan ( for the public as a whole).

    Hukum pidana tidak hanya melihat penderitaan korban atau penderitaan

    terpidana, tetapi melihat ketentraman masyarakat sebagai satu kesatuan

    yang utuh19

    .

    Terdapat berbagai teori yang membahas alasan-alasan yang

    membenarkan (justification) penjatuhan hukuman atau sanksi.

    Diantaranya adalah sebagai berikut:

    a) Teori absolut dan mutlak (Vergeldingstheorie)

    Hukuman itu dijatuhkan sebagai pembalasan terhadap para pelaku

    karena telah melakukan kejahatan yang mengakibatkan kesengsaraan

    terhadap orang lain atau anggota masyarakat. Setiap kejahatan harus

    diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar.

    19

    Leden Marpaung, 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm.4-5

  • 25

    Seseorang mendapat pidana oleh karena itu telah melakukan

    kejahatan tidak dilibatakibat-akibat apapun dari dijatuhkan pidana.

    Tidak dipedulikan apa masyarakat dirugikan, hanya dilihat kemasa

    lampau, tidak dilihat ke masa depan20

    . Perkembangan tujuan pidana

    ialah variasi dari bentuk – bentuk penjeraan baik ditunjukkan pada

    pelanggar hukum, maupun kepada mereka yang mempunyai potensi

    menjadi penjahat, pelindung hukum kepada masyarakat dari

    perbuatan jahat, perbaikan kepada diri penjahat.21

    b) Teori Relatif atau Nisbi (Doeltheorie)

    Prevensi khusus yang dianut oleh Van Hamel (Belanda) mengatakan

    bahwa tujuan prevensi khusus ialah mencegah niat buruk pelaku

    (dader) bertujuan mencegah pelanggar mengulangi perbuatannya

    atau mencegah bakal pelanggar melaksanakan perbuatan jahat

    direncanakannya. Van Hamel menunjukkan bahwa prevensi suatu

    pidana ialah:

    a) Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah

    penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak, melaksanakan

    niat buruknya.

    b) Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana.

    c) Pidana harus mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak

    mungkin diperbaiki

    20

    Wirjono Prodjodikoro, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT. Eresco. Bandung.

    Hlm.21 21

    Op.Cit. Hlm.25

  • 26

    d) Tujuan satu-satunya pidana ialah mempertahankan tata tertib

    hukum.22

    Menurut Herbert dan Thomas Aquino mengatakan bahwa apabila

    kejahatan tidak dibalas dengan pidana maka timbullah perasaan tidak

    puas. Memidana penjahat adalah suatu keharusan menurut estetika,

    dan menurut estetika penjahat harus dipidana seimbang dengan

    penderitaan korbannya. Hal ini ditentang oleh Hazewinkel Suringa

    bahwa perasaan hukum / sentiment belaka pada rakyat tidak boleh

    menjadi dasar pidana.23

    Suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana,

    untuk ini tidaklah cukup suatu kejahatan, melainkan harus

    dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat

    atau si penjahat sendiri. Tidak dilihat pada masa lampau, melainkan

    juga masa depan.24

    Tujuan lebih jauh dari pidana tidak hanya pemidanaan penjahat akan

    tetapi bagaimana penjahat dapat jera dari kejahatannya atau tidak

    mengulangi perbuatannya (prevensi), sehingga masyarakat tidak

    resah. Prevensi ini dibedakan: prevensi umum yang dijatuhkan pada

    masyarakat agar tidak melakukan kejahatan, prevensi khusus yang

    ditujukan pada penjahat agar benar-benar jera.

    Adapun teori relatif atau nisbi dilandasi oleh tujuan sebagai berikut:

    22

    Op.Cit.Hlm.31 23

    Op.Cit. Hlm.28 24

    Wirjono Prodjodikoro, 2002. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT.Eresco. Bandung.

    Hlm.23

  • 27

    a) Menjerakan

    Dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana

    menjadi jera dan tidak mengulang lagi perbuatannya (speciale

    preventie) sera masyarakat umum mengetahui jika melakukan

    perbuatan yang dilakukan terpidana, mereka akan mengalami

    hukuman serupa (generale preventie).

    b) Memperbaiki pribadi terpidana

    Berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama

    menjalani hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak

    akan mengulangi perbuatannya dan kembali kepada masyarakat

    sebagai orang yang baik dan berguna.

    c) Membinasakan atau membuat terpidana tidak berdaya.

    Membinasakan berarti menjatuhkan hukuman mati, sedangkan

    membuat terpidana tidak berdaya dilakukan dengan menjatuhkan

    hukuman seumur hidup.

    3) Teori Gabungan ( Verenigingstheorie )

    Menurut Van Bemelen25

    , teori gabungan adalah pidana bertujuan

    membalas kesalahan dan mengamankan masyarakat tidaklah

    bermaksud mengamankan dan memelihara tujuan, jadi pidana dan

    tindakan, keduanya bertujuan mempersiapkan untuk mengembalikan

    terpidana ke dalam kehidupan masyarakat. Teori gabungan dibagi

    menjadi tiga, yaitu: menitikberatkan unsur pembalasan;

    25

    Op.Cit. Hlm.31-33

  • 28

    menitikberatkan pertahanan tata tertib masyarakat; menitikberatkan

    pembalasan dan pertahanan tata tertib masyarakat.

    5. Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian

    Pencurian berasal dari kata “curi” yang mendapatkan awalan

    “pe” dan akhiran “an” yang berarti mengambil secara diam-diam,

    sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh orang lain. Mencuri berarti

    mengambil milik orang lain secara melawan hukum, orang yang mencuri

    milik orang lain disebut pencuri. Pencurian sendiri berarti perbuatan atau

    perkara yang berkaitan dengan pencurian.

    Seseorang dikatakan pencuri jika semua unsur yang diatur

    didalam pasal pencurian terpenuhi. Pemenuhan unsur dalam ketentuan

    peraturan perundang-undangan itu hanyalah upaya minimal, dalam taraf

    akan masuk ke peristiwa hukum yang sesungguhnya.26

    Didalam ketentuan KUHP Indonesia, Pasal 362 menyatakan :

    “Barangsiapa mengambil suatu barang yang seluruhnya atau

    sebagaian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara

    melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara

    paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Sembilan ratus

    rupiah”.

    Dari ketentuan di atas, Pasal 362 KUHP merupakan pencurian

    dalam bentuk pokok. Semua unsur dari kejahatan pencurian di rumuskan

    secara tegas dan jelas, sedangkan pada Pasal-Pasal KUHP lainnya tidak

    disebutkan lagi unsur tindak pidana pencurian, akan tetapi cukup

    26

    Hartono, 2010, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana, Melalui Pendekatan Hukum

    Progresif. Sinar Grafika. Jakarta, Hlm : 01

  • 29

    disebutkan nama, kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur

    pemberatan atau peringanan.

    Penegakan hukum tindak pidana pencurian dapat dilakukan

    dengan beberapa pendekatan, terdapat tiga macam pendekatan yang

    dapat digunakan terhadap fenomena hukum di dalam masyarakat, yaitu

    pendekatan moral, pendekatan ilmu hukum dan pendekatan sosiologis.

    Baik pendekatan moral terhadap hukum maupun pendekatan ilmu hukum

    terhadap hukum, keduanya berkaitan dengan bagaimana norma-norma

    hukum membuat tindakan-tindakan menjadi bermakna dan tertib.

    Pendekatan moral mencakupi hukum dalam suatu arti yang

    berkerangka luas, melalui pertalian konstruksi hukum dengan

    kepercayaan-kepercayaan serta asas yang mendasarinya yang dijadikan

    benar-benar sebagai sumber hukum. Pendekatan ilmu hukum mencoba

    untuk menentukan konsep-konsep hukum dan hubungannya yang

    independen dengan asas-asas dan nilai-nilai non hukum. Kedua

    pendekatan itu, meskipun memiliki perbedaan diantara keduanya, tetapi

    keduanya sama-sama difokuskan secara sangat besar pada kandungan

    dan makna hukum (subtansi dan prosedur hukum). Pendekatan sosiologis

    juga mengenai hubungan hukum dengan moral dan logika internal

    hukum.27

    27

    Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, PT Yasrif Watampone, Ujung

    Pandang, 1998. Hal 34-35.

  • 30

    Fokus utama pendekatan sosiologis menurut Gerald Turkel

    adalah pada:28

    1. Pengaruh hukum terhadap perilaku sosial;

    2. Pada kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh warga masyarakat

    dalam “the social world” mereka;

    3. Pada organisasi social dan perkembangan social serta pranata-pranata

    hukum;

    4. Tentang bagaimana hukum dibuat;

    5. Tentang kondisi-kondisi sosial yang menimbulkan hukum.

    Jika kita melakukan konstruksi hukum dan membuat kebijakan-

    kebijakan untuk merealisir tujuan-tujuannya, maka merupakan suatu hal

    yang esensial, bahwa kita mempunyai pengetahuan empiris tentang

    akibat yang dapat ditimbulkan, dengan berlakunya undang-undang atau

    kebijakan-kebijakan tertentu terhadap perilaku warga masyarakat. Sesuai

    dengan pendekatan sosiologis, kita harus mempelajari undang-undang

    dan hukum tidak hanya yang berkaitan dengan maksud atau tujuan moral

    etikanya dan juga tidak hanya yang berkaitan dengan subtansi undang-

    undang itu, tetapi yang harus kita pelajari adalah yang berkaitan dengan

    bagaimana undang-undang itu diterapkan dalam praktik.

    Bergesernya pelaksanaan hukum dari tujuan yang semula

    diinginkan oleh pembuat undang-undang, dalam sosiologi hukum lazim

    dinamakan goal displacement (pembelokan tujuan) dan goal substitution

    (penggantian tujuan). Hal itulah yang menyebabkan mengapa pendekatan

    sosiologi hukum menggunakan teori-teori, konsep-konsep dan metode-

    metode ilmu sosial untuk mempelajari berbagai masalah sosiologi

    28

    Ibid. Hal. 34-35

  • 31

    hukum. Sosiologi hukum utamanya menitikberatkan tentang bagaimana

    hukum melakukan interaksi di dalam masyarakat. Sosiologi hukum

    menekankan perhatiannya terhadap kondisi-kondisi sosial yang

    berpengaruh bagi pertumbuhan hukum, bagaimana pengaruh hukum

    mempengaruhi masyarakat.29

    6. Perlindungan Hukum

    Perlindungan hukum menurut Setiono adalah tindakan atau

    upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang

    oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk

    mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan

    manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.30

    Sedangkan

    menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

    melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau

    kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam

    menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama

    manusia.31

    Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal

    yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-

    undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu

    sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

    a. Perlindungan Hukum Preventif

    29

    Ibid. Hal 35 30

    Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum). Surakarta. Magister Ilmu Hukum Program

    Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. 2004. hlm. 3 31

    Muchsin, 2003. Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia. Surakarta.

    Universitas Sebelas Maret hlm. 14

  • 32

    Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

    mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

    peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah

    suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-

    batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

    b. Perlindungan Hukum Represif

    Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa

    sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan

    apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu

    pelanggaran.32

    Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa sarana perlindungan

    Hukum ada dua macam, yaitu:33

    1. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

    Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

    kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum

    suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

    Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan

    hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang

    didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya

    perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk

    bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada

    32

    Muchsin, Op. Cit. hlm. 20 33

    Philipus M. Hadjon. 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah studi

    tentang Prinsip- Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

    Umum dan Pembaentukan Peradilan Administrasi, Peradaban. hlm. 30

  • 33

    diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai

    perlindungan hukum preventif.

    2. Sarana Perlindungan Hukum Represif

    Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

    sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum

    dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori

    perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap

    tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang

    pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena

    menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang

    pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia

    diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban

    masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari

    perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip

    negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan

    terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan

    terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat

    dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.7

    Pengertian perlindungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 6

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

    Korban menentukan bahwa perlindungan adalah segala upaya

    pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman

  • 34

    kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau

    lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

    7. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian

    Pencurian dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 362 KUHP :34

    “barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian

    termaksuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang

    itu dengan melawan hak dihukum karena pencurian dengan hukuman

    penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

    900”.

    Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur pada

    Pasal 362 KUHP terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut:

    (a) Barangsiapa,

    (b) Mengambil

    (c) Sesuatu barang, yang seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain,

    (d) Dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum.

    Agar seorang dapat dinyatakan terbukti telah melakukan tindak pidana

    pencurian, orang tersebut harus terlebih dahulu terbukti telah memenuhi

    semua unsur dari tindak pidana pencurian yang terdapat didalam

    rumusan Pasal 362 KUHP :

    a) Barang siapa

    Seperti telah diketahui unsur pertama dari tindak pidana yang diatur

    dalam Pasal 362 KUHP itu adalah yang lazim di terjemahkan orang

    kedalam bahasa Indonesia dengan kata barangsiapa,atau terhadap

    34

    R.Soesilo, 1995, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar. Politea.

    Bogor, Hlm : 249

  • 35

    siapa saja yang apabila ia memenuhi semua unsur tindak pidana

    yang diatur dalam Pasal 362 KUHP, maka karena bersalah telah

    melakukan tindak pidana pencurian tersebut, ia dapat dipidana

    dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana denda

    setinggi-tingginya Sembilan ratus rupiah.

    b) Mengambil

    Unsur yang kedua dari tindak pidana pencurian yang diatur dalam

    Pasal 362 KUHP ialah wegnemen atau mengambil. Perlu kita

    ketahui bahwa baik undang-undang maupun pembentukan undang-

    undang ternyata tidak pernah memberikan sesuatu penjelasan tentang

    yang dimaksud dengan perbuatan mengambil, sedangkan menurut

    pengertian sehari-hari kata mengambil itu sendiri mempunyai lebih

    dari satu yakni :

    1. Mengambil dari tempat dimana suatu benda itu semula berada

    2. Mengambil suatu benda dari penguasaan orang lain.

    Menurut P.A.F. Laminating dan Theo Lamintang

    “mengambil itu adalah suatu perilaku yang membuat suatu benda

    dalam penguasaannya yang nyata, atau berada dibawah

    kekuasaannya atau didalam detensinya, terlepas dari maksudnya

    tentang apa yang ia inginkan dengan benda tersebut.”35

    Selanjutnya P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang menjelaskan bahwa

    perbuatan mengambil itu telah selesai,jika benda tersebut sudah berada

    ditangan pelaku, walaupun benar bahwa ia kemudian telah melepaskan

    35

    P.A.F. Laminating dan theo lamintang, 2009, Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Harta

    Kekayaan. Sinar Grafika, Jakarta, Hlm: 13

  • 36

    kembali benda yang bersangkutan karena ketahuan orang lain. Didalam

    doktrin terdapat sejumlah teori tentang bilamana suatu perbuatan mengambil

    dapat dipandang sebagai telah terjadi, masing-masing yakni:36

    1. Teori Kontrektasi

    Menurut teori ini adanya suatu perbuatan mengambil itu diisyaratkan

    bahwa dengan sentuhan badaniah, pelaku telah memindahkan benda

    yang bersangkutan dari tempatnya semula, jadi dengan kata lain

    bahwa jika si pelaku (tindak pidana pencurian) telah memegang

    barang yang hendak ia curi dan barang tersebut telah memegang

    barang yang hendak ia curi dan barang tersebut telah berpindah

    tempat maka menurut teori ini pencurian telah terjadi.

    2. Teori Ablasi

    Teori ini mengatakan untuk selesainya perbuatan mengambil itu

    diisyaratkan bahwa benda yang bersangkutan harus telah diamankan

    oleh pelaku, dengan kata lain bahwa jika barang yang hendak di curi

    oleh pelaku sudah diamankan, maka menurut teori ini pencurian

    telah terjadi. Contoh : pelaku sudah mengantongi uang yang hendak

    dia curi

    3. Teori Aprehensi

    Menurut toeri ini,untuk adanya perbuatan mengambil itu

    diisyaratkan bahwa pelaku harus membuat benda yang bersangkutan

    36

    Ibid

  • 37

    berada dalam penguasaan yang nyata, dengan kata lain barang yang

    hendak ia curi sudah ia kuasai sepenuhnya dan kecil kemungkinan

    untuk diketahui. Contoh : pelaku yang sudah berada jauh dari tempat

    dimana ia mencuri dan barang yang hendak ia curi sudah berhasil ia

    amankan.

    c) Sesuatu barang, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

    Penjelasan barang karena sifatnya tindak pidana pencurian adalah

    merugikan kekayaan si korban, maka barang yang diambil harus

    berharga dimana harga ini tidak selalu bersifat ekonomis.

    Barang yang diambil dapat sebagian dimiliki oleh sipencuri, yaitu

    apabila merupakan suatu barang warisan yang belum dibagi-bagi dan

    si pencuri adalah salah seorang ahli waris yang turut berhak atas

    barang itu.

    Hanya jika barang itu tidak dimiliki oleh siapa pun, misalnya sudah

    dibuang oleh si pemilik, maka tidak ada tindak pidana pencurian.

    Menurut R. soesilo memberikan pengertian sesuatu barang adalah

    segala sesuatu yang berwujud termaksud pula binatang (manusia

    tidak termaksud), misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya.37

    Dalam pengertian barang masuk pula “daya listrik” dan “gas”,

    meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan lewat kawat atau

    pipa. Barang disini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.

    37

    R. soesilo, Op.cit, Hlm 250

  • 38

    Barang sebagai objek pencurian harus kepunyaan atau milik orang

    lain walaupun hanya sebagian saja. Hal ini memiliki pengertian

    bahwa meskipun barang yang di curi tersebut merupakan sebahagian

    lainnya adalah kepunyaan (milik) dari pelaku pencurian tersebut

    dapat di tuntut dengan Pasal 362 KUHP.

    Misalnya saja ada dua orang membeli sebuah sepeda motor dengan

    modal pembelian secara patungan, kemudian setelah beberapa hari

    kemudian salah seorang di antaranya mengambil sepeda motor

    tersebut dengan maksud dimilikinya sendiri dengan tidak seizin dan

    tanpa sepengetahuan rekannya maka perbuatan orang tersebut sudah

    di kategorikan sebagai perbuatan mencuri.

    Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa yang dapat menjadi

    objek tindak pidana pencurian hanyalah benda-benda yang ada

    pemiliknya saja sebaliknya bahwa barang-barang yang tidak ada

    pemiliknya tidak dapat dijadikan sebagai objek dari pencuri,

    misalnya binatang-binatang yang hidup di alam liar, dan barang-

    barang yang sudah dibuang oleh pemiliknya.

    d) Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum

    Mengenai wujud dari memiliki barang baik Pasal 362 KUHP perihal

    pencurian., maupun Pasal 372 perihal penggelapan barang hal ini

    tidak sama sekali di tegaskan. Unsur “melawan hukum” ini erat

    berkaitan dengan unsur menguasai untuk dirinya sendiri. Unsur

    “melawan hukum” ini akan memberikan warna pada perbuatan

  • 39

    “menguasai” itu menjadi perbuatan yang dapat dipidana. Secara

    umum melawan hukum adalah bertentangan dengan hukum, baik itu

    hukum dalam artian objektif maupun hukum dalam artian subjektif

    dan baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

    Memiliki secara melawan hukum itu juga dapat terjadi jika

    penyerahan telah terjadi karena perbuatan- perbuatan yang sifatnya

    melanggar hukum, misalnya dengan cara menipu, dengan cara

    memalsukan surat kuasa dan sebagainya.38

    Berdasarkan uraian unsur-unsur pencurian di atas, apabila dalam

    suatu perkara tindak pidana pencurian unsur-unsur tersebut tidak

    dapat dibuktikan dalam pemeriksaan disidang pengadilan, maka

    majelis hakim akan menjatuhkan putusan bebas kepada

    terdakwa.oleh karena itu proses pembuktian dalam persidangan perlu

    kecermatan dan ketelitian khususnya bagi penyidik dan jaksa

    penuntut umum dalam menerapkan unsur-unsur tersebut.

    Setelah unsur-unsur Pasal 362 KUHP diketahui maka untuk melihat

    lebih jauh perbuatan seperti apa sebenarnya yang di larang dan

    diancam pidana dalam Pasal 362 KUHP,maka akan dilihat makna

    dari unsur-unsur. Patut kiranya dikemukakan, bahwa ciri khas

    pencurian ialah mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian

    kepunyaan orang lain untuk dimiliki dengan cara melawan hukum.

    8. Jenis Penegakan Hukum Tindak Pidana Pencurian

    38

    P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, Hlm. 33

  • 40

    Ditinjau dari jenisnya, pencurian dari KUHP ada beberapa macam,

    yaitu:

    a. Pencurian Biasa

    Biasa adalah pencurian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal-

    Pasal 362 KUHP yang memiliki unsur sebagai berikut:

    1) Mengambil barang

    Mengambil barang merupakan unsur obyektif dari tindak pidana

    pencurian menurut rumusan Pasal 362 KUHP. Kata mengambil

    dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari,

    memegang barangnya dan mengalihkannya ke tempat lain.39

    Unsur

    yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam kejahatan ini

    adalah perbuatan mengambil, yaitu membawa sesuatu benda

    dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata.40

    Pada pengertian

    mengambil barang, yaitu memindahkan penguasaan nyata terhadap

    suatu barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan

    nyata orang lain,ini tersirat pula terjadinya penghapusan atau

    peniadaan penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang

    tersebut, namun dalam rangka penerapan pasal ini tidak

    dipersyaratkan untuk di buktikan. Karena seandainya kemudian si

    pelaku tertangkap dan barang itu di kembalikan kepada si pemilik

    asal.

    2) Barang yang seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain

    39

    Wirdjono Prodjodikoro, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT.Eresco. Hlm15 40

    P.A.F. Lamintang dan C.Djasman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus. Tarsito. Bandung.

    Hlm.148

  • 41

    Pengertian barang juga telah mengalami proses perkembangan.

    Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud

    dan dapat dipindahkan sebagai atau bergerak, tetapi kemudian

    ditafsirkan sebagai setiap bagian dari harta benda seseorang.

    Barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai

    dalam kehidupan ekonomi seseorang. Barang tidak perlu

    kepunyaan orang lain secara keseluruhan karena sebagaian dari

    barang saja dapat menjadi obyek pencurian. Barang tidak ada

    pemiiknya tidak dapat menjadi obyek pencurian.

    3) Dengan maksud untuk memiliki barang bagi diri sendiri secara

    melawan hukum

    Perbuatan memiliki adalah si pelaku sadar bahwa barang yang

    diambilnya merupakan milik orang lain. Maksud memiliki barang

    bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu:

    menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan

    menukarkan, merubah dan sebagainya. Jadi setiap penggunaan

    barang yang dilakukan pelaku seakan-akan sebagai pemilik.

    Maksud untuk memiliki barang itu tidak tidak perlu terlaksana,

    cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat

    dipergunakan, misalnya sudah tertangkap tangan terlebih dahulu,

    karena kejahatan pencurian telah selesai apabila perbuatan

    mengambil barang telah selesai.

    b. Pencurian dengan pemberatan

  • 42

    Pencurian dengan pemberatan yaitu dalam bentuk pokok sebagaimana

    dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP ditambah dengan unsur yang

    memberatkan sehingga diancam dengan hukuman yang maksimumnya

    lebih tinggi, yaitu dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun.

    Rumusan dari Pasal 363 KUHP adalah sebagai berikut:

    1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun

    ke-1 pencurian ternak;

    ke-2 pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa

    bumi, atau gempa laut, gunung meletus,kapal karam, kapal

    terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau

    bahaya perang;

    ke-3 pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau

    pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh

    orang yang adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki

    oleh yang berhak;

    ke-4 pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

    bersekutu;

    ke-5 pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan,

    atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan

    merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak

    kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.

  • 43

    2) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah

    satu tersebut ke-4 dan ke-5 maka dikenakan pidana penjara paling

    lama Sembilan tahun.

    c. Pencurian dengan Kekerasan

    Pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 KUHP yaitu

    diancam hukuman penjara maksimun 9 tahun, pencuri yang didahului,

    disertai atau diiringi dengan kekerasan atau ancaman kekerasan

    terhadap orang-orang dengan tujuan untuk mempersiapkan atau

    mempermudah pencurian itu, atau pada keadaan tertangkap tangan

    supaya mempunyai kesempatan bagi sendiri atau orang lain yang turut

    serta melakukan kejahatan itu, untuk melarikan diri atau supaya

    barang yang dicuri tetap dalam kekuasaannya. Unsur-unsur dari Pasal

    365 ayat (1), sebagai berikut:

    1) Obyektif, yaitu:

    a) Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti;

    b) Oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang.

    2) Subyektif, yaitu:

    a) Dengan maksud untuk;

    b) Mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau;

    c) Jika tertangkap tangan dengan memberi kesempatan bagi diri

    sendiri atau peserta lain dalam kejahatan itu;

    d) Untuk melarikan diri;

    e) Untuk mempertahankan pemilikan atas barang yang dicurinya.

  • 44

    Pencurian dengan kekerasan yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2)

    KUHP yaitu apabila pencurian tersebut dilakukan:

    Ke-1 pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan

    tertutup dimana berdiri sebuah rumah, di jalan umum, didalam kereta

    api atau trem yang sedang berjalan

    Ke-2 Dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih;

    Ke-3 yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara

    membongkar, memanjat, anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian

    jabatan palsu;

    Ke-4 jika perbuatannya mengakibatkan luka berat.

    d. Pencurian ringan

    Pencurian ringan diatur dalam Pasal 364 KUHP, yang dirumuskan

    sebagai berikut:

    1) Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP), asal harga barang yang dicuri

    tidak lebih dari Rp.25.-;

    2) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih (Pasal 363 ayat (1)

    sub 4 KUHP), asal harga barang tidak lebih dari Rp. 25,-dan;

    3) Pencurian dengan masuk ke tempat kejahatan atau mencapai barang

    yang dicuri dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, kunci

    palsu dan sebagainya asal:

    a) Harga barang tidak lebih dari Rp.25,-dan

    b) Tidak dilakukan dalam rumah atau pekarangan tertutup yang ada

    rumahnya.

  • 45

    Pasal ini praktis tidak berarti lagi, oleh karena pencurian ringan ini

    dahulu hanya ada hubungannya dengan wewenang pengadilan

    “landgerecht”, yang sekarang sudah tidak ada lagi41

    .

    e. Pencurian dalam kalangan keluarga

    Pencurian dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal 367 KUHP

    yang isinya sebagai berikut:

    1) Pencurian atau membantu pada pencurian atas kerugian suami atau

    istri sendiri tidak dihukum, oleh karena orang-orang itu sama-sama

    memiliki harta benda suami istri.bagi mereka yang tunduk pada

    peraturan perkawinan menurut sipil, dimana berlaku peraturan

    tentang cerai meja makan dan tempat tidur yang berarti perkawinan

    mereka masih tetap berlangsung, akan tetapi hanya kewajiban

    mereka untuk bersama-sama tinggal dalam satu rumah saja yang

    ditiadakan, jika ada pencurian terjadi atas kerugian suami istri

    sendiri yang telah bercerai meja makan itu, hanya dapat dituntut

    apabila ada pengaduan dari suami atau istri yang dirugikan;

    2) Pencurian atau membantu pencurian oleh keluarga sedarah atau

    keluarga karena perkawinan turunan lurus atau keluarga karena

    perkawinan turunan menyimpang dalam derajat kedua;

    3) Jika menurut adat istiadat keturunan ibu kekuasaan bapak

    dilakukan oleh orang lain dari pada bapak kandung, maka

    peraturan tentang pencurian dalam kalangan keluarga tersebut pada

    41

    M.Sudradjat Bassar, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Dalam Kitab Undang-undang Hukum

    Pidana. Remadja Karya. Bandung. Hlm.67

  • 46

    Pasal 367 ayat (2) KUHP berlaku pula pada orang itu, misalnya

    seorang kemenakan yang mencuri harta benda ibunya adalah delik

    aduan.

    Berdasarkan Pasal 367 ayat (2) KUHP, apabila pelaku atau pembantu

    dari pencurian – pencurian dan Pasal 362 KUHP sampai dengan Pasal

    365 KUHP adalah suami atau istri dari si korban dan mereka yang

    dibebaskan dari kewajiban berumah-bersama, atau keluarga semenda,

    baik dalam keturunan lurus maupun keturunan menyimpang sampai

    derajat kedua, maka terhadap orang itu sendiri hanya boleh dilakukan

    penuntutan atas pengaduan si korban pencurian.42

    B. Hasil Penelitian

    1. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pencurian Getah Karet PT.

    Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas.

    Tindak pidana merupakan tindakan melawan hukum yang dilakukan

    secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut

    dapat dipertanggungjawabkan dan oleh Undang-undang dinyatakan sebagai

    suatu perbuatan yang dapat dihukum. Oleh karena itu jika seseorang

    melakukan tindak pidana maka perbuatan tersebut harus

    dipertanggungjawabkan.

    Dalam hal ini, penulis membahas kasus tindak pidana pencurian Getah

    Karet PT. Perkebunan Nusantara IX (persero) Kebun Getas. Berikut Kasus

    Pencurian di PTPN IX Kebun Getas Salatiga Tahun 2012 – 2014.

    42

    Ibid. Hlm.68

  • 47

    Tabel 2.1

    Kasus Pencurian di PTPN IX Kebun Getas Salatiga Tahun 2012 – 2014.

    No Waktu Kejadian Uraian Kejadian Pelaku TKP

    1.

    2.

    3.

    Rabu, 4-1-2012

    Rabu, 12-6-2013

    Senin, 14-7-2014

    Pada saat

    keamanan

    melakukan patroli

    kebun melihat

    tersangka sedang

    mencuri lump

    (getah karet)

    kemudian di

    tangkap dan

    dibawa ke kantor

    afdeling.

    Pada pkl. 14.30

    saat anggota

    satpam Gunari dan

    Tri Joko

    mengadakan

    patroli di blok

    kalijambe melihat

    ada pencuri lump

    (getah Karet)

    tanah dan

    kemudian pelaku

    ditangkap beserta

    barangbukti

    kemudian

    diamankan di pos

    satpam Kantor

    Induk.

    Pencurian lump

    tanah dan lump

    mangkok di

    afdeling begosari

    dan afdeling

    galardowo

    tepatnya di blok

    gamboh.

    Sdr. Sugiman, 35

    tahun

    Alamat, Dsn

    Nalirejo, Ds.

    Ngajaran Kec.

    Tuntang Kab.

    Semarang.

    Sdr. Mukhlasin,

    43 th, Dsn

    bojong, Ds

    Bringin kec.

    Bringin

    Sdr, Basri 51 th,

    Dsn Batur Kroya,

    Ds Bringin.

    Dsn. Klopo

    Ds. Bringin

    Kab.

    Semarang,

    Afdeling

    Begosari

    Dsn, Kalipare

    Ds, Wiru

    Kec.Bringin

    Kab.

    Semarang

    Afd,

    Galardowo.

    Afdeling

    begosari dan

    Afdeling

    galardowo

    (blok

    Gamboh).

    Sumber: Petugas Keamanan PTPN IX (persero) Kebun Getas Salatiga.43

    43

    Hasil wawancara dengan Petugas Keamanan PTPN IX (persero) Kebun Getas Salatiga AIPTU

    Romli Usup, pada tanggal 11 Desember 2015 pukul 10.00 WIB.

  • 48

    2. Posisi Kasus

    a. Kasus I

    Kasus I terjadi pada hari rabu tanggal 4 Januari 2012 dengan pelaku

    bernama Sdr. Sugiman berumur 35 tahun beralamat di Dusun Nalirejo,

    Desa. Ngajaran Kec. Tuntang Kab. Semarang, tempat kejadian perkara

    di Dusun Klopo Desa Bringin Kab. Semarang, Afdeling Begosari.

    Uraian kejadian pada kasus I adalah Sdr Sugiman berada di tempat TKP

    lengkap dengan alat yang digunakan untuk mencuri getah karet yaitu

    tempat penampung getah karet dan alat cungkil. Pada saat keamanan

    melakukan patroli kebun melihat tersangka sedang mencuri lump (getah

    karet) kemudian di tangkap dan dibawa ke kantor Afdeling Begosari.

    Setelah ditangkap dan di bawa kekantor Afdeling Begosari oleh petugas

    keamanan pelaku ditahan dikantor tersebut untuk selanjutnya diproses

    ke kantor kepolisian Bringin dengan barang bukti alat pencukil dan alat

    penampung karet beserta getah karet curian. Penegak hukum disini

    adalah petugas keamanan PTPN IX Kebun Getas Salatiga, sedangkan

    korban yang dirugikan disini adalah PTPN IX Kebun Getas Salatiga.

    Pada kasus I ini kasus tidak sampai ke pengadilan akan tetapi kasus

    dapat di damaikan di kantor kepolisian dengan surat perjanjian antara

    pelaku yaitu saudara sugiman dan pihak korban yaitu perwakilan dari

    PTPN IX Kebun Getas Salatiga.

  • 49

    b. Kasus II

    Kasus II terjadi pada hari rabu tanggal 12 Juni 2013 dengan pelaku Sdr.

    Mukhlasin berumur 43 tahun, pelaku beralamat di Dusun Bojong, Desa

    Bringin kec. Bringin Kab. Semarang, tempat kejadian perkara di Dusun

    Kalipare Desa Wiru, Kec. Bringin, Kab. Semarang Afdeling Galardowo.

    Pada pukul. 14.30 pelaku saudara Mukhlasin melakukan pencurian di

    Dusun Kalipare Desa Wiru, seperti halnya pada kasus I Mukhlisin juga

    menggunakan alat pencukil dan alat penampung dari getah karet yang

    dicuri, ketika pelaku Mukhlasin sedang beraksi anggota satpam Gunari

    dan Tri Joko sedang mengadakan patroli di blok kalijambe melihat ada

    pencuri lump (getah Karet) tanah dan kemudian pelaku ditangkap

    beserta barang bukti kemudian diamankan di pos satpam Kantor Induk.

    Setelah dibawa di kantor Pos Satpam Induk pelaku dibawa oleh anggota

    satpam ke kantor kepolisian Bringin.setelah berada di kantor kepolisian

    kasus II dapat didamaikan oleh pihak Kepolisian tidak berlanjut ke meja

    pengadilan. Hasil dari kasus II berakhir dengan di tanda tanganinya surat

    perjanjian dan pernyataan dari pelaku kepada korban disini adalah PTPN

    IX Kebun Getas Salatiga.

    c. Kasus III

    Kasus III terjadi pada hari Senin tanggal 14 Juli 2014 dengan pelaku

    Saudara Basri, berumur 51 tahun, Dusun Batur Kroya, Desa Bringin,

    tempat kejadian perkara di Afdeling begosari dan Afdeling galardowo

    (blok Gamboh). Basri melakukan aksi pencurian seorang diri dengan

  • 50

    menggunakan penampung karet, ketika itu pelaku Basri sedang

    mengambil getah karet di TKP, tidak sengaja pada hari senin petugas

    patroli sedang berjalan memantau keadaan lapangan, Basri ditangkap

    oleh petugas keamanan PTPN IX Kebun Getas Salatiga, Basri mencuri

    lump tanah dan lump mangkok di afdeling begosari dan afdeling

    galardowo tepatnya di blok gamboh. Setelah tertangkap tangan mencuri

    pelaku Basri di bawa ke kantor keamanan Afdeling Galardowo, pelaku

    Basri mengakui semua perbuatanya yaitu telah mencuri di dua tempat

    yaitu afdeling begosari dan afdeling galardowo. Petugas keamanan

    melaporkan pelaku Basri ke kantor Polisi, setelah Pelaku dan Korban di

    kantor Polisi untuk menyelesaikan masalah ini Polisi berhasil

    mendamaikan kedua belah pihak dan tidak sampai ke Pengadilan.

    3. Analisis Hukum

    Hukum pidana materil merupakan isi atau subtansi dari hukum pidana

    itu sendiri, disini hukum pidana bermakna abstak atau dalam keadaan diam.

    Sedangkan hukum pidana formil bersifat nyata atau konkret, disini hukum

    pidana dalam keadaan bergerak atau dijalankan atau berada dalam suatu

    proses. Sebelum membahas bagaimana penerapan hukum pidana dalam

    kasus yang penulis teliti, maka terlebih dahulu diuraikan apa sebenarnya

    yang dimaksud dengan hukum pidana materil. Terkait dengan hal itu,

    Simons menyatakan bahwa:

    “Hukum pidana materil mengadung petunjuk-petunjuk dan uraian-urian

    delik, peraturan-peraturan tentang syarat-syarat hal dapat dipidananya

    seseorang (strafbaarfeit), penunjukan orang yang dapat dipidana dan

  • 51

    ketentuan tentang pidananya, ia menetapkan siapa dan bagaiamana

    orang itu dapat dipidana”.44

    Selain itu, penjelasan mengenai hukum pidana materil juga dapat

    dijumpai dalam definisi hukum pidana yang dikemukakan oleh Moeljatno,

    yang mengatakan bahwa :

    “Hukum pidana adalah sebagian dari keseluruhan hukum yang berlaku

    di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk

    (1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,

    yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana

    tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. (2)

    menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah

    melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

    sebagiamana yang diancamkan”.45

    Dari dua pendapat ahli di atas, baik simons maupan moeljatno

    berpandangan bahwa orang yang dapat dipidana adalah orang yang dalam

    keadaan tertentu telah melakukan suatu perbuatan, yang mana perbuatan

    tersebut telah diatur oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai

    perbuatan yang dapat dihukum.

    Kasus I, Kasus II, dan Kasus III pada penelitian ini berbeda, hukum

    tindak pencurian pada kasus ini dengan korban PTPN IX dan pelaku adalah

    warga sekitar perkebunan milik PTPN IX. Tindak pidana pencurian yang

    diatur dalam KUHP belum bisa diterapkan pada kasus ini dikarenakan

    PTPN IX menyadari bahwa perkebunan terletak di sekeliling pemukiman

    warga. Apabila Undang-undang pidana pencurian benar-benar diterapkan

    maka masyarakat akan menilai negatif kepada PTPN, hal ini dikhawatirkan

    44

    PAF Lamintang dan Theo Lamintang, Delik – Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta

    Kekayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 54. 45

    Muljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, Renika Cipta, Jakarta, 2008, h. 60.

  • 52

    akan timbul konflik antara PTPN IX dengan masyarakat, sehingga apabila

    ada kasus pencurian getah karet kasus akan berakhir damai dengan

    didamaikan oleh pihak kepolisian bersama aparat Desa dan korban PTPN

    IX.

    Alasan lain pada kasus I, kasus II, dan kasus III tidak dilanjutkan pada

    laporan Polisi dan dilimpahkan pada pengadilan atau dilakukan dengan jalan

    damai, pelaku I mengakui segala kesalahan yang ia perbuat dan pelaku

    mengaku bahwa dia mengambil getah hanya satu kali dan itu ia lakukan

    karena tidak punya uang untuk menghidupi keluarga, berikut pengakuan

    pelaku I saat peneliti mewawancarai pelaku I.

    “Ya mas, saat itu saya mengambil getah karet lump yang

    sudah jatuh di tanah, sekarang saya kapok,saya memohon

    maaf atas perbuatan yang saya lakukan, saya itu melakukan

    pencurian ini hanya satu kali aja, dan saya berjanji tidak

    akan melakukan perbuatan tersebut, saya juga jelaskan

    bahwa ini saya lakukan untuk menghidupi anak istri, saja

    juga meminta untuk jangan sampai di penjara, itu mas yang

    saya katakan pada pak polisi. setelah kejadian itu malah

    PTPN menawari saya sebidang tanah untuk digarap

    ditanami jagung dan lain-lain disela-sela pohon karet yang

    masih kecil dan saya disuruh menjaganya” .46

    Penuturan dari pelaku I di benarkan oleh petugas keamanan yang

    menyatakan bahwa petugas keamanan bertugas sesuai dengan prosedur

    yang ada, yaitu menangkap pelaku pencurian kemudian di bawa kekantor

    untuk dilaporkan ke pihak polisi. Setelah laporan kepihak polisi kasus

    46

    Hasil Wawancara dengan Bapak Sugiman (tersangka) Pada Tanggal 14 April 2016 pukul 09.30

    WIB.

  • 53

    pencurian biasanya di akhiri dengan perdamaian. Berikut penuturan dari

    petugas keamanan

    Ya mas sebagai petugas keamanan PTP kalau ada yang

    tertangkap tangan mencuri ya kami tangkap dan kami bawa

    kekantor kemudian kami teruskan ke pihak kepolisian,

    biasanya kasus pencurian ini tergolong kecil dengan pelaku

    warga sekitar perkebunan, tapi kasus pencurian ini

    sepanjang saya menjadi keamanan disini tidak ada yang di

    penjara.47

    Pihak perusahaan membenarkan bahwa pihaknya selalu

    mengambil keputusan yang dirasa adil yaitu menempuh jalur

    damai untuk menyelesaikan kasus pencurian, pihak

    perusahaan menginginkan ada kerjasama antara perusahaan

    dengan masyarakat. Untuk menempuh jalur hukum itu bagi

    pihak perusahaan dirasa sangat riskan karena perusahaan

    menyadari bahwa letak geografis dari perkebunan milik

    perusahaan terletak di tengah-tengah perkampungan warga

    dan di kelilingi oleh pemukiman penduduk dan jumlah

    barangbukti ciruan yang sedikit antara 1 – 10 kg, disisi lain

    perusahaan ingin menjalin hubungan baik dengan

    masyarakat, apabila perusahaan melanjutkan kasus pencurian

    ke persidangan maka hal yang dikhawatirkan adalah akan

    terjadinya konflik antara perusahaan dan masyarakat karena

    dilihat dari bukti curian karet tersebut tidak dalam jumlah

    banyak, perusahaan tidak menghendaki hal seperti itu, damai

    adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan semua masalah.

    Alasan lain adalah apabila ada pencuri tertangkap dan telah di

    bawa ke pihak kepolisian maka ada istilah titip pelaku

    sehingga perusahaan menyediakan uang rokok bagi oknum-

    oknum kepolisian, ini dirasa sangat merugikan perusahaan di

    bandingkan dengan barangbukti karet yang telah dicuri

    sehingga mulai tahun 2015 ada peraturan bahwa apabila

    petugas – petugas keamanan PTPN IX menangkap pencuri

    karet maka hanya disita hasil curiannya dan pelaku langsung

    dilepaskan.48

    Begitu juga penuturan dari pelaku II, dimana menurut pengakuanya ia

    hanya mengambil sisa getah karet yang tertempel di pohon menggunakan

    47

    Hasil Wawancara dengan Bapak Miswanto selaku keamanan lapangan PTPN IX Pada Tanggal

    20 April 2016 Pukul 09.00 WIB. 48

    Hasil Wawancara Dengan Bapak Agung Prasetyo, SP.MM Administratur (ADM) PTPN IX

    Kebun Getas Salatiga Pada tanggal 25 April 2016 Pukul 10.00 WIB.

  • 54

    alat pencungkil dan ember sebagai wadahnya, karena pelaku II tidak

    mengetahui bahwa yang diambil itu ternyata getah karet yang belum di

    ambil oleh pekerja PTPN IX maka pelaku II dianggap mencuri dan di

    tangkap oleh pihak keamanan, berikut hasil wawancara peneliti dengan

    pelaku II

    Benar mas yang mas katakan pada saat itu sebenarnya saya tidak

    bermaksud mencuri getah karet yang ada di perkebunan PTPN, yang

    saya tahu getah tersebut sebelumnya sudah diambil oleh para pekerja

    PTPN dan saya mengambil sisa-sisa getah karet.saya dianggap oleh

    petugas keamanan mencuri getah tersebut dan saya di tangkap.

    Soal kasus saya, saya mengakui semua perbuatan saya mas, saya

    disuruh membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan

    pencurian karet. untungnya pihak PTPN mengampuni perbuatan

    saya. Dan PTPN bersedia untuk memaafkan perbuatan saya49

    .

    Pernyataan pelaku II juga di benarkan oleh pihak keamanan

    yang selalu melakukan patroli di PTPN ia membenarkan bahwa

    setiap kasus yang terjadi pada PTPN selalu berakhir dengan damai

    karena perusahaan menghendaki hal seperti itu.50

    Pelaku III menuturkan bahwa ketika ia tertangkap tangan sedang

    melakukan aksi pencurian. menurut penjaga keamanan, ia mengakui semua

    tuduhan yang dilontarkan oleh pihak keamanan perkebunan ia

    membenarkan bahwa ia mengambil getah karet yang sedang disadap, tapi ia

    mengambil getah karet dalam ukuran kecil, kemudian ia meminta maaf

    kepada pihak perwakilan perusaan dan berjanji tidak akan melakukan

    49

    Hasil Wawancara Dengan Bapak Mukhlasin (tersangka) pada Tanggal 15 April 2016 Pukul

    11.00 WIB 50

    Hasil Wawancara dengan Bapak Miswanto selaku keamanan lapangan Pada Tanggal 20 April

    2016 Pukul 09.00 WIB.

  • 55

    mengambil barang yang bukan merupakan miliknya. Ia juga membuat surat

    pernyataan yang disaksikan oleh pihak kepolisian, dan korban yaitu pihak

    PTPN, berikut penuturan dari pelaku III tentang pencurian yang ia lakukan.

    Ya benar mas saya dulu ditangkap oleh pihak keamanan

    PTPN karena saya mengambil getah karet, saya sudah kapok

    dan saya tidak akan mencuri lagi, yang saya curi kalau dijual

    itu paling harganya sekitar Rp 15.000 tetapi karena

    tertangkap, pihak kepolisian mewakili perusahaan meminta

    uang damai senilai Rp 1.500.000 ya sudah dari pada saya

    masuk penjara lebih baik saya bayar uang itu 51

    .

    Penulis juga berkesempatan untuk mewawancarai anggota kepolisian

    sektor Bringin (Polsek Bringin) beliau mengatakan bahwa tidak pernah ada

    sama sekali laporan dan penanganan tentang pencurian getah karet.52

    Apabila dianalisis menggunakan kitab undang-undang hukum pidanan

    Kasus I, Kasus II, dan Kasus III dalam pencurian getah karet milik PTPN IX

    merupakan tindak pidana pencurian biasa, sebagaimana yang dimaksud

    dalam Pasal 362 KUHP yang memiliki unsur obyektif. Menurut rumusan

    Pasal 362 KUHP. Kata mengambil dalam arti sempit terbatas pada

    menggerakkan tangan dan jari, memegang barangnya dan mengalihkannya

    ke tempat lain.53

    Unsur yang dilarang dan diancam dengan hukuman dalam

    kejahatan ini adalah perbuatan mengambil, yaitu membawa sesuatu benda

    dibawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata.54

    Pada pengertian

    mengambil barang, yaitu memindahkan penguasaan nyata terhadap suatu

    51

    Hasil Wawancara Dengan Bapak Basri (tersangka) Pada Tanggal 16 April 2016 Pukul 14.00

    WIB 52

    Hasil Wawancara Dengan Bapak AIPDA Subandi Anggota Kepolisian Sektor Bringin

    (POLSEK Bringin) Kab. Semarang Pada Tanggal 4 Mei 2016 Pukul 11.00 WIB 53

    Wirdjono Prodjodikoro, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Indonesia. PT.Eresco. Hlm15 54

    P.A.F. Lamintang dan C.Djasman Samosir, 1981. Delik-delik Khusus. Tarsito. Bandung.

    Hlm.148

  • 56

    barang ke dalam penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang

    lain,ini tersirat pula terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan

    nyata sendiri dari penguasaan nyata orang tersebut, namun dalam rangka

    penerapan pasal ini tidak dipersyaratkan untuk di buktikan. Karena

    seandainya kemudian si pelaku tertangkap dan barang itu di kembalikan

    kepada si pemilik asal.

    Barang yang seluruh atau sebagaian kepunyaan orang lain dengan

    pengertian bahwa barang juga telah mengalami proses perkembangan.

    Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat

    dipindahkan sebagai atau bergerak, tetapi kemudian ditafsirkan sebagai

    setiap bagian dari harta benda seseorang. Barang itu harus ditafsirkan

    sebagai sesuatu yang mempunyai nilai dalam kehidupan ekonomi seseorang.

    Barang tidak perlu kepunyaan orang lain secara keseluruhan karena

    sebagaian dari barang saja dapat menjadi obyek pencurian.

    Pelaku sadar bahwa barang yang diambilnya merupakan milik orang

    lain. Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai

    jenis perbuatan, yaitu: menjual, memakai, memberikan kepada orang lain,

    menggadaikan menukarkan, merubah dan sebagainya. Jadi setiap

    penggunaan barang yang dilakukan pelaku seakan-akan sebagai pemilik.

    Maksud untuk memiliki barang itu tidak tidak perlu terlaksana, cukup

    apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan,

    misalnya sudah tertangkap tangan terlebih dahulu, karena kejahatan

    pencurian telah selesai apabila perbuatan mengambil barang telah selesai.

  • 57

    Upaya pencegahan kejahatan pencurian getah karet oleh warga sekitar

    perkebunan dapat berarti menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak

    terjadi kejahatan. Penanggulangan kejahatan dapat diartikan secara luas dan

    sempit. Dalam pengertian yang luas, maka pemerintah beserta masyarakat

    sangat berperan. Bagi pemerintah adalah keseluruhan kebijakan yang

    dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang

    bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. Peran

    pemerintah yang begitu luas, maka kunci dan strategis dalam

    menanggulangi kejahatan meliputi ketimpangan sosial, diskriminasi

    nasional, standar hidup yang rendah, pengangguran dan kebodohan di antara

    golongan besar penduduk. Secara sempit lembaga yang bertanggung jawab

    atas usaha pencegahan kejahatan adalah polisi. Namun karena terbatasnya

    sarana dan prasarana yang dimiliki oleh polisi telah mengakibatkan tidak

    efektifnya tugas mereka. Lebih jauh polisi juga tidak memungkinkan

    mencapai tahap ideal pemerintah, sarana dan prasarana yang berkaitan

    dengan usaha pencegahan kejahatan. Oleh karena itu, peran serta

    masyarakat dalam kegiatan pencegahan kejahatan pencurian menjadi hal

    yang sangat diharapkan.

    upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak perusahaan PTPN IX

    untuk mencegah terjadinya tindak pidana adalah dengan menanamkan nilai-

    nilai atau norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi

    dalam diri seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan

  • 58

    pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut

    maka tidak akan terjadi kejahatan.

    Upaya-upaya Preventif merupakan tindak lanjut dari upaya yang

    masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam

    upaya Preventif yang ditekankan oleh PTPN IX adalah menghilangkan

    kesempatan untuk dilakukannya kejahatan, seperti ada orang ingin mencuri

    getah karet tetapi kesempatan itu dihilangkan karena ada penjaga hutan

    yang sedang berpatroli yang ada ditempatkan di pos jaga, dengan demikian

    kesempatan menjadi hilang dan tidak terjadi kejahatan. Penanggulangan

    kejahatan secara preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya atau

    timbulnya kejahatan yang pertama kali. Mencegah kejahatan lebih baik

    daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali.

    Upaya represif dilakukan pada saat telah terjadi tindak

    pidana/kejahatan yang tindakannya berupa penegakan hukum (law

    enforcement). Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan

    secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan .

    Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para

    pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya

    kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan

    perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga

    tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya

    mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat. Upaya represif

    yang dilakukan oleh PTPN IX adalah upaya perdamaian secara

  • 59

    kekeluargaan seperti yang sudah dijelaskan di awal yaitu apabila ada

    pencurian getah karet dan pelakunya tertangkap maka hasil curian disita

    serta diselesaikan dengan cara damai dan kekeluargaan.