bab ii tinjauan teori a. tinjauan...

42
6 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Pil Oral Kombinasi a. Definisi Pil oral kombinasi (POK) merupakan pil kontrasepsi yang berisi hormon sintesis estrogen dan progesteron (Handayani, 2010, p.99). Estrogen bekerja primer untuk membantu pengaturan hormon releasing factors di hipotalamus, membantu pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang perkembangan endometrium. Progesteron bekerja primer menekan dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini/prematur dari ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium (Hartanto, 2004, p.104). Dasar dari pil kombinasi adalah meniru proses-proses alamiah. Pil akan menggantikan produksi normal estrogen dan progesteron oleh ovarium. Pil akan menekan hormon ovarium selama siklus haid yang normal, sehingga juga menekan releasing- factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi (Hartanto, 2004, p.104).

Upload: duonghanh

Post on 18-Aug-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Pil Oral Kombinasi

a. Definisi

Pil oral kombinasi (POK) merupakan pil kontrasepsi yang

berisi hormon sintesis estrogen dan progesteron (Handayani, 2010,

p.99). Estrogen bekerja primer untuk membantu pengaturan hormon

releasing factors di hipotalamus, membantu pertumbuhan dan

pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang

perkembangan endometrium. Progesteron bekerja primer menekan

dan melawan isyarat-isyarat dari hipotalamus dan mencegah

pelepasan ovum yang terlalu dini/prematur dari ovarium, serta juga

merangsang perkembangan dari endometrium (Hartanto, 2004,

p.104).

Dasar dari pil kombinasi adalah meniru proses-proses

alamiah. Pil akan menggantikan produksi normal estrogen dan

progesteron oleh ovarium. Pil akan menekan hormon ovarium

selama siklus haid yang normal, sehingga juga menekan releasing-

factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi (Hartanto, 2004,

p.104).

7

b. Jenis

Terdapat 3 jenis pil kombinasi, yaitu:

1) Monofasik

Pil jenis ini adalah jenis pil yang paling banyak

digunakan (Everett, 2008, p.121). Pil yang tersedia dalam

kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin

(E/P) dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon

aktif (Prawirohardjo, 2006, pp.MK-28).

2) Bifasik

Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan 2

dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

(Prawirohardjo, 2006, pp.MK-28). Biasanya pil ini diberi kode

dengan warna yang berbeda, misalnya BiNovum (Everett, 2008,

p.121).

3) Trifasik

Pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet

mengandung hormon aktif estrogen/progestin (E/P) dengan tiga

8

dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

(Prawirohardjo, 2006, pp.MK-29).

Selain ke-tiga jenis pil diatas, terdapat 2 jenis POK, yaitu

(Everett, 2008, p.126):

1) Pil ED (every day)

Yaitu pil monofasik atau trifasik tetapi merupakan pil

28 hari. 21 pil berisi estrogen dan progesteron, dan tujuh pil

lainnya adalah pil tidak aktif yang tidak berisi hormon.

2) Tricycling

Tricycling bermakna tiga siklus pil monofasik

diminum dalam satu urutan tanpa terputus. Minggu bebas pil

adalah pada akhir bulan ke-3, yang kemudian diikuti oleh 3

paket pil berikutnya. Tipe ini mengurangi jumlah minggu bebas

pil yang dimiliki wanita, sehingga jika memiliki kelainan pada

minggu bebas pil (misalnya sakit kepala), tipe ini akan

mengurangi jumlah sakit kepala yang dialami dalam satu tahun.

Namun, tipe ini bukan praktik yang rutin dilakukan dan

biasanya diresepkan pada situasi tertentu.

9

c. Cara kerja

Cara kerja POK antara lain adalah sebagai berikut:

1) Menekan ovulasi (Arum & Sujiyatini, 2009, p.98)

POK dapat menekan ovulasi, oleh sebab itu POK

harus diminum setiap hari agar efektif karena dimetabolisir

dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 atau 2 tablet, maka

terjadi peninggian hormon-hormon alamiah, yang selanjutnya

mengakibatkan ovum menjadi matang lalu dilepaskan (Hartanto,

2004, p.104).

2) Mencegah Implantasi (Arum & Sujiyatini, 2009, p.98)

Kadar estrogen dan progesteron yang berlebihan atau

kurang/inadekuat atau keseimbangan estrogen-progesteron yang

tidak tepat, menyebabkan pola endometrium yang tidak normal

sehingga menjadi tidak baik untuk implantasi (Hartanto, 2004,

p.98).

3) Lendir serviks mengental (Arum & Sujiyatini, 2009, p.98)

Preparat hormon steroid menyediakan mekanisme

kontraseptif sekunder yang dapat melindungi terhadap

kehamilan meskipun terjadi ovulasi, misalnya lendir serviks

menjadi lebih kental dan seluler, sehingga merupakan barier

fisik terhadap penetrasi spermatozoa. Pada saat yang bersamaan,

10

perubahan-perubahan kelenjar dalam endometrium timbul lebih

awal dan dengan intensitas lebih besar, sehingga endometrium

tidak berada dalam fase yang sesuai dengan ovulasi dan kurang

dapat mendukung ovum yang mungkin dilepaskan dan

mengalami fertilisasi (Hartanto, 2004, p.104).

4) Pergerakan tuba terganggu (Arum & Sujiyatini, 2009, p.98)

Kombinasi antara hormon estrogen dan progesteron

dapat menjadikan pergerakan tuba terganggu, sehingga

transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu pula

(Prawirohardjo, 2006, p.MK-29).

d. Efektivitas

Efektivitas tinggi, hampir menyerupai efektivitas

tubektomi (Arum & Sujiyatini, 2009, p.98). Bila digunakan setiap

hari, efektivitasnya 1 kehamilan/1000 perempuan dalam tahun

pertama penggunaan (Handayani, 2010, p.99). Pada pemakaian yang

saksama, POK mencegah kehamilan sebesar 99%. Namun, pada

pemakaian kurang saksama, efektivitasnya masih mencapai 93%

(Everett, 2008, p.119). Menurut Hartanto (2004, p.141), angka

kegagalan teoritis sebesar 0,1% dan angka kegagalan pada

prakteknya sebesar 0,7-7%.

e. Keuntungan

11

1) Keuntungan kontrasepsi (Arum & Sujiyatini, 2009, pp.98-99)

a) Tidak mengganggu hubungan seksual.

b) Mudah dihentikan setiap saat.

c) Jangka panjang.

d) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil

dihentikan.

e) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat

2) Keuntungan nonkontrasepsi

a) Masalah yang berhubungan dengan haid, dimana POK

(Hartanto, 2004, pp.142-143):

(1) Mengurangi jumlah perdarahan.

(2) Mengurangi lama/hari perdarahan haid.

(3) Mengurangi rasa nyeri selama haid (dismenore). Sebab

POK diduga menghambat produksi prostaglandin.

(4) Menyebabkan siklus haid lebih teratur.

(5) Meniadakan mittelschmerz (sakit yang timbul saat

ovulasi).

(6) Mengurangi anemia (fe defisiensi).

12

(7) Kadang-kadang mengurangi ketegangan pra haid

(gelisah, mudah tersinggung, emosi yang tidak stabil

dan depresi) yang terjadi 7-10 hari sebelum haid yang

akan datang.

b) Perlindungan terhadap PID (Pelvic Inflamatory Disease)

akut (Hartanto, 2004, p.143).

Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa POK

mempunyai efek proteksi terhadap timbulnya PID, yang

merupakan faktor utama dari infertilitas pada wanita.

Mekanisme POK mengurangi risiko timbulnya

PID akut adalah sebagai berikut:

(1) POK menyebabkan pengurangan drastis jumlah rata-

rata darah haid, sehingga mengurangi jumlah media

yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme.

(2) POK menyebabkan lendir serviks menjadi sedikit,

kental dan sulit ditembus, sehingga mengurangi

masuknya mikroorganisme patogen dari vagina ke

dalam cavum uteri.

(3) POK menyebabkan canalis cervikalis kurang

melebar/dilatasi pada 2 saat dari siklus haid, yaitu pada

pertengahan siklus haid dan pada saat haid.

13

(4) Pada pertangahan siklus haid, berkurangnya dilatasi

canalis cervikalis kurang berdilatasi karena

terhambatnya/inhibisi dari puncak estrogen pra

ovulatoir.

(5) Pada saat haid, canalis cervikalis kurang berdilatasi

karena volume darah haid yang lebih sedikit/berkurang.

(6) POK menyebabkan berkurangnya kekuatan kontraksi

uterus, sehingga mengurangi juga kemungkinan

penyebaran infeksi dari cavum uteri ke dalam tuba

falllopi.

Tetapi efek proteksi terhadap semua bentuk PID

tidak sama, karena dari penelitian-penelitian menemukan

bahwa POK justru meninggikan kejadian infeksi traktus

genitalia bagian bawah oleh bakteri Chlamydia trachomatis.

c) Perlindungan terhadap karsinoma ovarium dan karsinoma

endometrium

Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa POK

memberi perlindungan terhadap karsinoma ovarium dan

karsinoma endometrium. Semakin lama akseptor

menggunakan POK, semakin bertambah besar proteksi

14

terhadap kedua karsinoma tersebut (Hartanto, 2004, pp.143-

144).

Supresi sekresi gonadotropin hypophyse dan

ovulais diduga sebagai mekanisme efek protektif terhadap

karsinoma epitelial ovarium. Karena POK juga menekan

kedua hal tersebut, maka POK juga mempunyai efek

protektif terhadap karsinoma epitelial ovarium, dimana

terjadi pengurangan risiko sebesar 40% terhadap karsinoma

epitelial ovarium. Efek protektif POK sudah tampak setelah

pemakaian pil oral selama 3-6 bulan, dan akan berlanjut

untuk sekurang-kurangnya 15 tahun setelah pemakaian

POK dihentikan (Hartanto, 2004, pp.144).

Terhadap karsinoma endometrium, didapatkan

pengurangan risiko sebesar 40% pada wanita yang sudah

memakai POK selama minimal 12 bulan, dan efek produktif

ini masih berlanjut untuk sekurang-kurangnya 15 tahun

setelah penghentian POK. Efek protektif POK ditemukan

terhadap ke-3 tipe karsinoma endometrium yaitu

adenokarsinoma, adenoacanthoma dan adenoskuamous

karsinoma. Mekanisme dari efek protektif ini belum

diketahui dengan pasti. Diduga mekanisme efek protektif

POK terhadap karsinoma endometrium disebabkan karena

perubahan irreversibel dalam kerentanan sel-sel

15

endometrium terhadap karsinogen atau transformasi

maligna, modifikasi DNA seluler dan berkurangnya jumlah

sel-sel endometrium yang rentan terhadap karsinogen

(Hartanto, 2004, pp.144).

d) Keuntungan non kontrasepsi lain (Hartanto, 2004, pp.144-

146)

(1) Mengurangi insiden dari kista ovarium fungsional

Paling sedikit terdapat 3 penelitian

epidemis menunjukkan bahwa kontrasepsi oral

mengurangi risiko timbulnya kista ovarium

fungsional, termasuk kista folikuler, granulosa lutein

dan theca lutein.

(2) Mengurangi kejadian penyakit payudara jinak

POK menyababkan berkurangnya risiko

sebesar 30% terhadap penyakit payudara fibrokistik,

60% terhadap fibroadenoma mammae, 40% terhadap

massa/benjolan payudara yang tidak dibiopsi.

Pengurangan risiko hanya terjadi pada wanita yang

minimal memakai POK selama 2 tahun, dan risiko

yang berkurang terhadap penyakit payudara jinak

tidak akan menetap pada akseptor POK yang telah

menghentikan pemakaian POK lebih dari 1 tahun.

16

(3) Mengurangi risiko timbulnya kehamilan ektopik

Karena POK sangat efektif dalam

mencegah kehamilan primer karena mencegah

ovulasi, maka pil oral juga sangat mengurangi risiko

timbulnya kehamilan ektopik.

(4) Karena POK mencegah ovulasi, maka POK juga

melindungi terhadap penyakit trofoblastik, termasuk

mola hydatidosa dan chorio-karsinoma.

(5) Mengurangi jerawat

(6) Pertambahan berat badan pada beberapa wanita

(7) Payudara membesar

(8) Periode haid dapat ditangguhkan/dimundurkan,

dengan cara minum POK tambahan.

(9) POK dipakai untuk mengobati endometriosis dan

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP).

(10)Mengobati perdarahan uterus disfungsional

Bila POK dipakai untuk mengobati

perdarahan uterus disfungsional, maka diperlukan

dosis lebih tinggi dari progestin yang kuat dalam POK

untuk menimbulkan hemostasis yang cepat dan atropi

17

dari endometrium. Misalnya Dl-norgestrel 0,5 mg +

EE 0,05 mg atau Norethindrone asetat 2,5 mg + EE

0.05 mg dengan dosis 1 tablet 2 kali per hari selama

10 hari.

(11)Kejadian Rheumatoid arthritis mungkin berkurang

(12)Myoma uteri

f. Keterbatasan/kekurangan

Menurut Prawirohardjo (2006, p.MK-30), kekurangan

POK antara lain:

1) Mahal dan membosankan karena digunakan setiap hari.

2) Mual, terutama pada 3 bulan pertama.

3) Perdarahan atau perdarahan bercak, pada 3 bulan pertama.

4) Pusing.

5) Nyeri payudara.

6) Kenaikan berat badan.

7) Tidak boleh diberikan pada wanita menyusui, karena dapat

mengurangi ASI.

18

8) Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi dan

perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk melakukan

hubungan seks berkurang.

9) Dapat meningkatkan tekanan darah dan retensi cairan, sehingga

risiko stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam

sedikit menigkat. Pada perempuan usia >35 tahun dan merokok

perlu hati-hati.

10) Tidak mencegah PMS (penyakit menular seksual).

Everett (2008, p.119) menambahkan kerugian POK yaitu

POK dapat meningkatkan risiko adenoma hati, ikterus kolestatik,

batu ginjal. Selain itu, POK juga mempunyai efek pada COC kanker

payudara.

g. Indikasi/yang boleh menggunakan

Pada prinsipnya semua ibu boleh menggunakan pil

kombinasi, seperti (Prawirohardjo, 2006, pp.MK-30-MK-31):

1) Usia reproduksi

2) Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak

3) Gemuk atau kurus

4) Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektifitas tinggi

5) Setelah melahirkan dan tidak menyusui

19

6) Setelah melahirkan 6 bulan yang tidak memberikan ASI

eksklusif, sedangkan semua cara kontrasepsi yang dianjurkan

tidak cocok bagi ibu tersebut

7) Pasca keguguran

8) Anemia karena haid berlebihan

9) Nyeri haid hebat

10) Siklus haid tidak teratur

11) Riwayat kehamilan ektopik

12) Kelainan payudara jinak

13) Kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, pembuluh darah,

mata dan saraf

14) Penyakit tiroid, penyakit radang panggul, endometriosis, atau

tumor ovarium jinak.

15) Menderita tuberkulosis, kecuali yang sedang menggunakan

rifampisin

16) Varises vena

h. Kontra indikasi/yang tidak boleh menggunakan (Hartanto, 2004,

pp.106-107)

1) Kontra indikasi absolut

20

a) Trombophlebitis, penyakit-penyakit tromboembolik,

penyakit serebrovaskuler (pernah/sedang), oklusi koroner

atau riwayat pernah menderita penyakit-penyakit tertentu.

b) Gangguan fungsi hepar

c) Jantung iskemik/arteri koroner

d) Karsinoma payudara atau diduga menderita karsinoma

payudara

e) Neoplasma yang estrogen-dependen atau diduga menderita

neoplasma yang estrogen-dependen.

f) Perdarahan genetalia abnormal yang tidak diketahui

penyebabnya

g) Kehamilan atau diduga hamil

h) Ikterus obstruktif dalam kehamilan

i) Hiperlipidema kongenital/familial

2) Kontra indikasi relatif kuat

a) Sakit kepala hebat, terutama yang vaskuler atau migraine

b) Hipertensi, bila pada 3 kunjungan atau lebih ditemukan

diastolik (istirahat) ≥90 mmHg, sistolik (istirahat) ≥140

mmHg atau diastolik ≥110 mmHg pada kunjungan pertama.

21

c) Diabetes mellitus

d) Penyakit kandung empedu yang aktif

e) Fase akut mononucleosis

f) Penyakit sickle cell atau penyakit sickle C

g) Rencana operasi besar elektif dalam 4 minggu mendatang

atau operasi besar yang memerlukan immobilisasi.

h) Tungkai bawah yang di-gips untuk waktu lama atau ruda

paksa pada tungkai bawah

i) Umur ≥40 tahun, diiringi dengan faktor risiko lain untuk

terkena penyakit kardiovaskuler

j) Umur ≥35 tahun dan perokok berat (≥15 batang rokok per

hari).

3) Kontra indikasi relatif lain

a) Dapat menjadi kontra-indikasi untuk:

(1) Pre-diabetes atau riwayat keluarga dengan diabetes

yang kuat.

(2) Cholestasis selama kehamilan, hiper-bilirubinemia

kongenital (Gilbert’s disease).

22

(3) Saat ini memperlihatkan fungsi hepar yang terganggu.

(4) Umur ≥45 tahun.

(5) Post partum (aterm) 10-14 hari.

(6) Bertambah berat badan 5 kg atau lebih selama minum

pil oral.

(7) Kegagalan mendapat siklus haid yang teratur.

(8) Penyakit jantung atau penyakit ginjal.

(9) Keadaan dimana akseptor tidak dapat dipercaya untuk

menuruti aturan pemakaian POK, misalnya mental

retardasi, kelainan psikiatrik berat, alkoholisme dan

lain-lain.

(10)Laktasi

(11)Pengobatan dengan Rifampisin.

b) Dapat diberikan POK pada wanita dengan persoalan di

bawah ini, asal diawasi dengan ketat. Adakah bertambah

buruk atau baik persoalan tersebut

(1) Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang meninggal

karena miokard-infarksebelum usia 50 tahun. Miokard-

infark pada ibu atau saudara sangat berarti/bermakna

23

dan menunjukkan perlunya evaluasi kadar lemak darah

(kolesterol sebagai risiko koroner).

(2) Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia.

(3) Depresi

(4) Chloasma atau rambut yang rontok, yang berhubungan

dengan kehamilan.

(5) Asma bronkial.

(6) Epilepsi

Sebabnya retensi air (karena pil oral) dapat

memicu aktivitas serangan pada penderita epilepsi.

(7) Varises

Sebabnya pil oral diperkirakan mengurangi

kecepatan aliran darah dan menambah koagulabilitas,

sehingga risiko mendapatkan trombophlebitis pada

wanita dengan varises.

i. Cara mengkonsumsi (Prawirohardjo, 2006, p.MK-31-32)

Pil sebaiknya dikonsumsi setiapp hari, lebih baik pada saat

yang sama setiap hari. Pil yang pertama dimulai pada hari yang

pertama sampai hari ke-7 siklus haid. Sangat dianjurkan

penggunaannya pada hari pertama haid.

24

Pada paket 28 pil, dianjurkan mulai minum pil plasebo

sesuai dengan hari yang ada pada paket. Beberapa paket pil

mempunyai 28 pil, yang lain 21 pil. Bila paket 28 pil habis,

sebaiknya mulai minum pil dari paket yang baru. Bila paket 21

habis, sebaiknya tunggu 1 minggu baru kemudian mulai pil dari

paket yang baru.

Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah menggunakan pil,

ambil pil yang lain. Bila terjadi muntah hebat, atau diare lebih dari

24 jam, maka bila keadaan memungkinkan dan tidak memperburuk

keadaan, pil dapat diteruskan. Bila muntah dan diare berlangsung

sampai 2 hari atau lebih, cara penggunaan pil mengikuti cara

penggunaan pil lupa.

Bila lupa minum 1 pil (hari 1-21), segera minum pil

setelah ingat. Boleh minum 2 pil pada hari yang sama. Tidak perlu

menggunakan metode kontrasepsi yang lain. Bila lupa 2 pil atau

lebih (hari 1-21), sebaiknya minum 2 pil setiap hari sampai sesuai

jadual yang ditetapkan. Juga sebaiknya menggunakan metode

kontrasepsi lain atau tidak melakukan hubungan seksual sampai

telah menghabiskan paket pil tersebut. Bila tidak haid, perlu segera

ke klinik untuk tes kehamilan.

25

j. Waktu mulai menggunakan pil kombinasi (Prawirohardjo, 2006,

p.MK-31)

Pil kombinasi dapat digunakan setiap saat selagi haid,

untuk meyakinkan perempuan itu tidak hamil. Pil diminum pada hari

pertama sampai hari ke-7 siklus haid. Boleh menggunakan pada hari

ke-8, tetapi perlu menggunakan metode kontrasepsi yang lain

(kondom) mulai hari ke-8 sampai hari ke-14 atau tidak melakukan

hubungan seksual sampai telah menghabiskan paket pil tersebut.

Pil kombinasi dapat digunakan setelah melahirkan, yaitu

setelah 6 bulan pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif, setelah 3

bulan dan tidak menyusui, dan setelah keguguran (segera atau dalam

waktu 7 hari).

k. Efek samping

Menurut Hartanto (2004, p.127), efek samping POK dapat

dibagi dalam 2 kelompok:

1) Gejala-gejala “pseudo-pregnancy”:

a) Disebabkan oleh estrogen yang berlebihan

(1) Muntah

(2) Pusing/sakit kepala

(3) Payudara membesar dan terasa lebih nyeri

26

(4) Oedema atau retensi cairen tubuh

b) Disebabkan progestin yang berlebihan

(1) Nafsu makan yang bertambah besar

(2) Rasa lelah

(3) Depresi

(4) Penambahan berat badan

2) Gejala-gejala yang berhubungan langsung dengan siklus haid

Umunya pil oaral mempunyai efek menguntungkan

pada aspek haid seperti:

a) Siklus haid menjadi lebih teratur

b) Lamanya haid menjadi lebih singkat

c) Jumlah darah haid berkurang

d) Berkurangnya gejala sakit perut

e) Hilangnya atau kurangnya ketegangan pra haid

l. Komplikasi (Hartanto, 2004, pp.128-140)

1) Acne/kulit berminyak

2) Amenore

3) Perdarahan bercak dan perdarahan menyerupai haid

27

4) Payudara terasa nyeri

5) Depresi

6) Gangguan penglihatan (Buram/hilangnya penglihatan subjektif)

7) Sakit kepala

8) Hipertensi

9) Mual

10) Berat badan bertambah

m. Risiko pemakian POK (Hartanto, 2004, pp.115-125)

1) Komplikasi kardio-vaskuler

Risiko paling serius dari POK adalah efek samping

kardio-vaskuler. Penelitian di Inggris dan Amerika Serikat

menemukan bahwa serangan jantung dan stroke lebih sering

terjadi pada wanita yang memakai POK dibandingkan wanita

yang tidak memakainya.

Tetapi efek samping kardio-vaskuler jarang terjadi

dan hanya terjadi pada sekelompok kecil wanita pemakai POK.

Wanita yang mempunyai risiko untuk terjadinya efek samping

kardio-vaskuler adalah wanita yang mempunyai karakteristik

28

tertentu yang dapat menambah risikonya, misalnya wanita yang

merokok, wanita berusia >35 tahun, wanita dengan penyakit

hipertensi, diabetes, adanya riwayat penyakit jantung atau

penyakit vaskuler, serta wanita dengan riwayat keluarga

diabetes atau serangan jantung pada usia >50 tahun (terutama

serangan jantung pada anggota keluarga wanita)

2) Karsinoma ovarium dan karsinoma endometrium

Sedikitnya sembilan penelitian menunjukkkan

berkurangnya risiko relatif terjadinya karsinoma ovarium dan

karsinoma endometrium pada akseptor POK. Risiko yang

berkurang tersebut tetap dipertahankan untuk sekurang-

kurangnya 15 tahun setelah POK dihentikan.

3) Karsinoma serviks

Penelitian epidemiologis dari pemakaian POK dan

karsinoma serviks belum memberikan hasil/jawaban yang

meyakinkan. Meskipun HPV (Human Papilloma Virus) yang

disebarkan melalui hubungan seks mungkin merupakan

pemrakarsa utama dari karsinoma serviks, POK mungkin

memegang peranan kedua.

4) Karsinoma kulit

29

Hubungan antara POK dan melanoma maligna belum

jelas. Ada penelitian yang menunjukkan risiko yang meninggi,

ada pula penelitian yang menunjukkan kejadian tidak bertambah

besar.

5) Tumor hepar

Pemakian POK dengan potensi hormon yang tinggi

pada usia 30 tahun dan untuk jangka waktu lama, menyebabkan

bertambahnya risiko unutk mendapatkan Hepatoseluler adenoma

dengan akibat kapsel hepar dapat robek dan terjadi perdarahan

yang hebat. Kejadiannya yaitu 3-4 per 100.000 pemakai per

tahun.

6) Kista ovarium

POK melindungi terhadap kista ovarium fungsional

(corpus luteum dan folikuler), dan risiko pada akseptor POK

kurang lebih 1/2 dari bukan akseptor POK.

7) Penyakit payudara jinak

Pemakaian POK menurunkan risiko terhadap

fibroadenoma dan penyakit payudara fibrokistik sampai 3/10-

6/10. Perlindungan terhadap penyakit payudara jinak mungkin

tergantung pada progestin di dalam POK, makin banyak/tinggi

kadar progestinnya makin besar perlindungannya. Di samping

30

itu, perlindungan juga bertambah dengan pemakaian POK yang

makin lama.

8) Infeksi saluran kemih (ISK)

Akseptor POK mempunyai kemungkinan 25-50%

lebih besar untuk mendapatkan ISK dibandingkan bukan

akseptor POK. Sebabnya adalah dilatasi ureter oleh pengaruh

progestin, sehingga timbul stasis dan berkurangnya waktu

pengosongan kandung kencing karena relaksasi otot.

9) Leukore/flour albus

Flour albus meningkat kira-kira 50% dibandingkan

bukan pemakai POK dan flour albus makin sering timbul

dengan semakin lamanya pemakaian POK dan juga dengan

kadar estrogen yang lebih tinggi. Sebabnya Lactobacillus

memecah glikogen menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan

lingkungan yang asam di mana Candida albicans tumbuh

dengan subur.

10) Penyakit kandung empedu

Penelitian-penelitian telah menemukan adanya

hubungan antara kontrasepsi oral dengan penyakit kandung

empedu seperti batu kandung empedu atau infeksi dari kandung

31

empedu. Akseptor POK mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk mendapatkan penyakit kandung empedu dibandingkan

bukan akseptor POK.

11) Rheumatoid Arthritis

Akseptor POK tampaknya lebih terlindung terhadap

kemungkinan timbulnya penyakit Rheumatoid arthrisis

(risikonya 50% dibandingkan bukan akseptor POK).

12) Nutrisi/gizi

Peneitian-penelitian di negara-negara maju

menemukan bahwa POK menyebabkan perubahan-perubahan

dalam metabolisme vitamin dan mineral, banyak diantaranya

mempunyai efek negatif.

n. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan POK

1) Faktor internal

a) Pendidikan

Pendidikan dianggap sebagai salah satu hal yang

dapat mempengaruhi seorang calon akseptor untuk memilih

alat kontrasepsi yang akan digunakan. Semakin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin mudah seseorang

menerima informasi sehingga semakin banyak pula

32

pengetahuan yang dimilikinya dan semakin mudah pula

seseorang untuk dapat memutuskan apa yang terbaik

(Nursalam, 2001, p.133).

b) Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dari

pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo,

2007, p.140). Dengan modal pengetahuan tentang alat

kontrasepsi, maka seorang calon akseptor dapat mengambil

keputusan menggunakan alat kontrasepsi sesuai dengan

kebutuhannya.

c) Umur

Umur dapat mempengaruhi akseptor KB memilih

kontrasepsi pil. Perempuan berusia lebih dari 35 tahun

memerlukan kontrasepsi yang aman dan efektif karena

kelompok ini akan mengalami peningkatan morbiditas dan

mortalitas jika mereka hamil (Prawirohardjo, 2006, p.U-29).

d) Paritas

33

Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan

>500 grm/lebih, yang pernah dilahirkan, hidup/mati. Bila

berat badan tidak diketahui, maka dipakai batas umur

kehamilannya 24 minggu. Ketersediaan dan aksebilitas

pelayanan KB memungkinkan wanita mengatur jumlah

kelahiran, sehingga mereka dapat memilih melahirkan anak

pada saat mereka mampu merawat dan membesarkan anak.

Wanita menentukan kontrasepsi karena besarnya keluarga

yang diinginkan (Prawirohardjo, 2007, p.180).

2) Faktor internal

a) Petugas kesehatan

Peran bidan dalam pelayanan KB sangat penting

terutama dalam memberikan informasi tentang kontrasepsi

yang dapat dipergunakan oleh klien dengan memberi

beberapa alternatif sehingga klien dapat memilih sesuai

pengetahuan dan keyakinan (Mochtar, 1998, p.64).

b) Keluarga (suami/istri)

Memberikan pengaruh dan pengambil keputusan

akhir untuk memberi jasa suami atau mertua. Hal ini sudah

menjadi tradisi, yaitu segala sesuatu harus dengan

persetujuan suami atau yang berkuasa di rumah, sehingga hal

34

ini dapat mempengarui seorang ibu untuk menjadi seorang

akseptor (Mochtar, 1998, p.65).

c) Fasilitas

Untuk mendukung program pemerintah dalam

mengatasi masalah kependudukan, pemerintah mngadakan

program KB. Namun hal tersebut tidak bisa berjalan dengan

sendirinya tanpa adanya fasilitas yang memadai. Di

antaranya dengan melakukan KIE, mendirikan tempat-tempat

pelayanan yang mudah dijangkau oleh masyarakat, petugas

pelayanan kesehatan yang terampil, serta persediaan obat

yang cukup (Mochtar, 1998, p.65).

2. Pendidikan

a. Pengertian

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya

dan masyarakat (UU No.20 tahun 2003).

35

Suryo (2001, p.46) mengatakan bahwa pendidikan pada

dirinya adalah penanaman pengetahuan serta pengembangan mental

maupun ketrampilan yang berlangsung dalam jangkauan waktu

tertentu, sejak mulai pelaksanaannya, sebaiknya juga diawali dari

analisis kebutuhan sampai dengan studi penerapan pendidikan

tersebut di tempat diharapkannya peserta didik dapat bekerja, dan

tidak berhenti sampai pada evaluasi hasil pendidikan saja.

b. Jenjang pendidikan

UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa jenjang

pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan

kemampuan yang akan dikembangkan. Pendidikan di Indonesia

mengenal empat jenjang pendidikan, yaitu pendidikan anak usia dini,

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendididikan tinggi.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang jenjang pendidikan adalah

sebagai berikut:

1) Pendidikan anak usia dini

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah

suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian

rangsangan pendiddikan untuk membantu pertumbuhan dan

36

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan

dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

2) Pendidikan dasar

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, pendidikan dasar merupakan jenjang

pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah

Ibtida’iyyah (MI) atau sekolah lain yang sederajat, serta Sekolah

Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs)

atau bentuk lain yang sederajat.

3) Pendidikan menengah

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, pendidikan menengah merupakan lanjutan

Pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan

menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.

Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas

(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK) dan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK) atau bentuk

lain yang sederajat.

4) Pendidikan tinggi

37

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, pendidikan tinggi merupakan jenjang

pendidikan setelah jenjang pendidikan menengah yang

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselengggarakan oleh perguruan

tinngi. Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

sekolah tinggi, institut atau universitas.

c. Fungsi pendidikan

Menurut Ihsan (2001, p.11), fungsi pendidikan terbagi

menjadi dua yaitu:

1) Fungsi pendidikan secara mikro (sempit) ialah membantu

(secara sadar) perkembangan jasmani dan rohani peserta didik.

2) Fungsi pendidikan secara makro (luas) ialah sebagai alat:

a) Pengembangan pribadi

b) Pengembangan warga Negara

c) Pengembangan kebudayaan

d) Pengembangan bangsa

38

d. Tujuan Pendidikan

Menurut Notoadmodjo (2007, p.127), tujuan pendidikan

diantaranya:

1) Mengubah pengetahuan/pengertian, pendapat, dan konsep-

konsep

2) Mengubah sikap dan persepsi

3) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pendidikan

Menurut Notoadmodjo (2007, p.109), 38actor-faktor yang

mempengaruhi proses pendidikan, diantara lain:

1) Masukan (Input)

Menyangkut sasaran belajar (sasaran didik). Yaitu

individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu

sendiri dengan berbagai latar belakangnya.

2) Proses (Process)

Mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan

kemampuan (perilaku) pada subjek belajar tersebut. Dalam

proses ini terjadi pengaruh 38actor38 balik antara berbagai

38actor, antara lain yaitu subjek belajar, pengajar (pendidik atau

fasilitator), metode, dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan

materi atau bahan yang dipelajari.

3) Keluaran (OutPut)

39

Hasil belajar itu sendiri, yaitu beberapa kemampuan

atau perubahan perilaku dari subjek belajar.

f. Jenis pendidikan

Jenis pendidikan adalah suatu pendidikan yang

dikelompokkan sesuai dengan sifat dan tujuannya. Jenis pendidikan

dalam sistem pendidikan nasional terdiri dari pendidikan sekolah dan

pendidikan luar sekolah (Ihsan, 2001 pp.20-22).

1) Pendidikan sekolah

Jenis pendidikan sekolah adalah jenis pendidikan

yang berjenjang, berstuktur dan berkesinambungan sampai

dengan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan sekolah mencakup

pendidikan umum, kejuruan, kedinasan, keagamaan dan

angkatan bersenjata republik Indonesia.

2) Pendidikan luar sekolah

Pendidikan luar sekolah adalah jenis pendidikan yang

tidak selalu terikat oleh jenjang dan struktur persekolahan tetapi

dapat berkesinambungan.pendidikan luar sekolah menyediakan

program pendidikan yang memungkinkan terjadinya

perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, keagamaan,

budaya, keterampilan, dan keahlian.

3. Pengetahuan

a. Pengertian

40

Plato (dalam Keraf & Dua, 2005, p.44), mengemukakan

pengetahuan adalah pengenalan kembali akan hal yang sudah

diketahui dalam ide abadi. Pengetahuan merupakan kumpulan

ingatan terpendam, dalam benak manusia. Dengan demikian untuk

mengetahui sesuatu, untuk menyelidiki sesuatu dan berarti untuk

pada pengetahuan sejati, kita hanya mengandalkan akal budi.

Sedangkan menurut Locke (dalam Keraf & Dua, 2005, p.44) semua

konsep atau ide mengungkapkan pengetahuan manusia

sesungguhnya berasal dari pengalaman manusia. Konsep atau ide-ide

ini diperoleh dari panca indera atau dari refleksi atas apa yang

diberikan oleh panca indera.

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia

sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali

dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstitions), dan

penerangan-penerangan yang keliru (misinformations) (Soekanto,

2006, p.6).

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan, pendengaran,

penciuman dan rasa (Notoatmodjo, 2007, p.139).

b. Tingkatan Pengetahuan

41

Notoatmodjo (2007, p.140) mengatakan bahwa

pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

(enam) tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebaginya.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang aspek yang diketahui dan

dapat mengnterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

42

kondidi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, dan sebaginya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat

dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan

(memuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan

dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Kata lainnya adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan,

meringkas, menyesuaikan dan sebagainya.

6) Evaluasi (evaluation)

43

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.

c. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan di atas

(Notoatmodjo, 2003, p. 124).

Dikategoriakan baik, cukup dan kurang. Pengetahuan baik

bila presentase antara 76-100%, cukup bila presentase 56-75%, dan

kurang bila <56% (Arikunto, 2006, p.241).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan & Dewi (2010, pp.16-18), faktor-faktor

yang mempengaruhi pengetahuan antara lain:

1) Faktor internal

(a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju

44

kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk

berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan.Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi, misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

(b) Pekerjaan

Bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu.

Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap

kehidupan keluarga.

(c) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam

(2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat

dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut

Huclok (1998), semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja.

2) Faktor eksternal

(a) Faktor lingkungan

Menurut Mariner yang dikutip dari Nursalam

(2003), lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada

disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat

45

mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau

kelompok.

(b) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat

dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

4. Hubungan tingkat pendidikan, pengetahuan dan pemilihan kontrasepsi pil

oral kombinasi

Menurut Koentjoroningrat (1997, dalam Nursalam, 2001,

p.133), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah seorang

itu menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan.

Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan

untuk mendapat informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

(pemilihan jenis metode kontrasepsi yang digunakan), sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup.

46

B. Kerangka Teori

Faktor internal:

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Umur

4. Paritas

Faktor ekasternal:

1. Petugas kesehatan

2. Keluarga

3. Fasilitas

Pemilihan kontrasepsi

pil oral kombinasi

47

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber: Nursalam (2001, p.133), Prawirohardjo, (2006, p.U-29),

Notoatmodjo (2007, p.140), Mochtar (1998, pp.64-65)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemilihan

kontrasepsi pil oral kombinasi pada akseptor kontrasepsi oral di desa

Medalem kecamatan Kradenan kabupaten Blora.

Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi

pil oral kombinasi pada akseptor kontrasepsi oral di desa Medalem kecamatan

Kradenan kabupaten Blora.

Tingkat pendidikan

Pemilihan kontrasepsi

pil oral kombinasi

Pengetahuan