bab ii tinjauan teori a. konsep dasar remaja 1. definisi...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Remaja
1. Definisi Remaja
Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan
masa dewasa. Dalam masa ini, remaja berkembang kearah kematangan
seksual, memantapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari
keluarga, dan menghadapi tugas menentukan cara mencari mata
pencaharian (Atkinson, 2004). Pendapat lain mengatakan masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan
merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi konflik pada
diri seseorang. Pada masa ini terjadi perubahan-perubahan penting baik
fisik maupun psikis. Masa ini menunutut kesabaran dan pengertian yang
luar biasa dari orang tua (Sarwono, 2002).
Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran. Bukan
saja kesukaran bagi individual, tetapi juga bagi orang tua dan masyarakat.
Hal ini disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-
kanak dan dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapi individu
yang bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia
masih kanak-kanak, tapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti
orang dewasa (Purwanto, 2003).
10
2. Batasan Usia Remaja
Masa remaja dapat bermula pada usia sekitar 10 tahun. (Rusmini,
2004). Sedangkan menurut pendapat lain mengatakan bahwa batasan usia
remaja tidak ditentukan dengan jelas, tapi kira-kira berawal dari usia 12
sampai akhir usia belasan, saat pertumbuhan fisik hampir lengkap
(Soetjiningsih, 2004). Adapun batasan usia remaja menurut beberapa
sumber lain adalah (Sarwono, 2002) :
a. Menurut WHO mendefinisikan bahwa anak bisa dikatakan remaja
apabila telah mencapai umur 10-19 tahun.
b. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan
belum menikah.
c. Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 tentang anak dianggap
sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu umur
16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
d. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menganggap remaja bila
sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus dari sekolah
menengah.
3. Perkembangan remaja
Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi,
moral dan kepribadian (Sarwono, 2011).
11
a. Perkembangan fisik remaja.
Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat
perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak
laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak
perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak
laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual
juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya
terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak
yang matang lebih awal (Sarwono, 2011).
b. Perkembangan sosial.
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan
diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum
pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar
lingkungan keluarga dan sekolah (Sarwono, 2011).
Pencapaian tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit
adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang
baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru
dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam
seleksi pemimpin (Sarwono, 2011).
12
c. Perkembangan emosi.
Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode “badai
dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya
perubahan emosi ini dikarenakan adanya tekanan sosial dan
menghadapi kondisi baru (Monks & Haditomo, 2004).
d. Perkembangan moral.
Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari
apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya kemudian mau
membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus
dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang
dialami waktu anak-anak (Sarwono, 2011).
Pada tahap ini remaja diharapkan mengganti konsep-konsep
moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral
yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang
akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Sarwono, 2011).
e. Perkembangan kepribadian
Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah
menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai
sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga
sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan
oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka
(Sarwono, 2011).
13
Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar
konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang
merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang
tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka (Hurlock, 2000).
B. Dismenorhoe
1. Pengertian
Dismenorhoe adalah sakit saat menstruasi sampai dapat
mengganggu aktivitas sehari – hari (Manuaba, 2001). Menurut
Prawirohardjo (2008), dismenorhoe atau nyeri haid merupakan suatu rasa
tidak enak di perut bawah sebelum dan selama menstruasi dan sering kali
disertai rasa mual.
Menurut Proverawati & Misaroh (2009), Dismenorhoe adalah nyeri
menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat pada
menurunnya kinerja dan berkurangnya aktifitas sehari-hari. Istilah
Dismenorhoe (dysmenorrhoea) berasal dari bahasa “Greek” yaitu “dys”
(gangguan atau nyeri hebat/ abnormalitas), meno (bulan) dan “rrhoea”
yang artinya flow (aliran). Jadi dismenorea adalah gangguan aliran darah
menstruasi atau nyeri menstruasi.
Berdasarkan berbagai definisi dapat disimpulkan bahwa
dismenorhoe adalah rasa nyeri pada perut bawah, panggul, bahkan sampai
pada bagian ekstremitas bawah dengan tingkatan bervariasi yang
14
dirasakan sewaktu haid sehingga dapat mengganggu aktivitas normal
seorang wanita.
2. Klasifikasi dismenorhoe
Menurut Prawirohardjo (2007), dismenorhoe dikelompokkan menjadi :
a. Dismenorhoe primer
Dismenorhoe yang esensial, intrinsik dan idiopatik. Dismenorhoe ini
tidak berhubungan dengan kelainan ginekologik. Dismenorhoe primer
terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan
atau lebih, oleh karena siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah
menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai rasa
nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama
dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam,
walaupun ada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari
(Prawirohardjo, 2007). Ada beberapa faktor peranan sebagai penyebab
Dismenorhoe primer, antara lain :
1) Faktor kejiwaan
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika
mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid,
mudah timbul dismenorhoe.
2) Faktor konstitusi
Faktor ini erat hubungannya dengan faktor di atas karena dapat
menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri, misalnya anemia,
15
penyakit menahun, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi
timbulnya dismenorhoe.
3) Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya
dismenorhoe primer adalah stenosis canalis servikalis.
4) Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi
antara dismenorhoe dengan urtikaria, migrane atau asma
bronkhiale, bahwa sebab alergi adalah toksi haid.
b. Dismenorhoe sekunder
Dismenorhoe yang ekstrinsik, diperoleh, acquired. Dihubungkan
dengan penyakit ginekologik seperti endometriosis, neoplasma uterus,
infeksi pelvis, dan lain-lain (Prawirohardjo, 2007).
3. Etiologi
Walaupun frekuensi dismenorhoe cukup tinggi dan penyakit ini
sudah lama dikenal, namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat
dipecahkan dengan memuaskan. Namun demikian faktor-faktor berikut
dapat diduga sebagai penyebab dismenorhoe (Prawirohardjo, 2006) :
a. Faktor psikis
Keluhan dismenorhoe ini banyak terjadi pada perempuan yang
berjiwa labil serta mengalami trauma pada pertama kali menarche.
16
b. Faktor ovulasi
Pada saat ovulasi, hormon estrogen dan progesteron terdapat jumlah
yang banyak. Diduga, hormon estrogen dapat menyebabkan
peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan, sedangkan hormon
progesteron bersifat menghambatnya. Adanya peningkatan kontraksi
secara berlebihan inilah yang menyebabkan adanya rasa nyeri, tetapi
teori ini dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri
pada perdarahan fungsional anovulator yang biasanya bersamaan
dengan kadar estrogen berlebih tanpa adanya progesterone.
c. Kerja prostaglandin
Prostaglandin yaitu zat seperti hormon yang menyebabkan otot-otot
uterus berkontraksi sebagai faktor utama penyebab dismenorhoe.
Dibawah pengaruh progesteron selama fase luteal dari siklus
menstruasi terjadi pengeluaran Prostaglandin F2Alfa yang mencapai
puncaknya pada saat menstruasi. Prostaglandin ini menyebabkan
kontraksi uterus meningkat dan menyebabkan vasoplasma dari arteriol
uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen
bagian bawah. Mengkonsumsi obat penenang atau tablet penyegar, hal
ini juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya dismenorhoe.
4. Dampak fisik dan psikososial pada remaja akibat dismenorhoe.
Dismenorhoe adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan
nyeri dan mengganggu aktivitas seseorang, baik dari segi fisik maupun
17
psikososialnya. Adapun dampak yang muncul ketika remaja putri
mengalami dismenorhoe adalah (Prawirohardjo, 2006) :
a. Fisik
Gangguan mobilisasi : Adanya dismenorhoe mengakibatkan seseorang
dapat mengalami nyeri perut, selain itu juga sering terjadi nyeri pada
paha dan kaki, nyeri pinggul, sakit kepala, mual, muntah, diare bahkan
ada beberapa remaja yang pingsan ketika mengalami dismenorhoe.
Akibat dari dismenorhoe tersebut, aktivitas remaja sangat terhambat dan
tidak bisa bekerja seperti biasanya, sehingga ketika dismenorhoe muncul
mobilitas remaja menjadi terbatas karena adanya kelelehan, lemah serta
rasa sakit yang membuat remaja harus beristirahat dalam jangka waktu
yang lama.
b. Psikososial
1) Kecemasan
Kecemasan pada remaja yang dismenorhoe biasanya ditandai
dengan adanya perasaan khawatir, gugup, tegang, rasa tidak aman,
takut, keringat dingin pada telapak tangan, kebingungan, menangis
dan gelisah (Prawirohardjo, 2006).
2) Iritabilitas atau sensitif
Iritabilitas ditandai dengan remaja sering marah-marah,
merasa terasing, menolak saran yang diberikan, mudah tersinggung,
sering menyendiri dan tidak mau bergabung dengan orang lain
(Prawirohardjo, 2006).
18
3) Stress
Dismenorhoe juga bisa mengakibatkan remaja mengalami
stres yang cukup berat, karena ketika mengalamai dismenorhoe
remaja kadang merasa kebimbangan, bosan, terjadi konflik antara
tugas belajar dan istirahat serta tidak bisa berkonsentrasi sehingga
remaja merasa sulit untuk menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi (Prawirohardjo, 2006).
4) Depresi
Akibat yang paling mengkhawatirkan yang terjadi pada
remaja adalah remaja mengalami sedih yang berkepanjangan, tidak
ada harapan, putus asa, merasa tidak berguna, tidak bisa tidur,
kurang semangat dalam melakukan tugas apapun (Prawirohardjo,
2006).
5. Penatalaksanaan
a. Obat-obatan
Wanita dengan dismenorhoe primer mengkonsumsi obat anti
peradangan non steroid (NSAID-Non Steroid Anti Inflamasy Drugs)
yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Obat ini termasuk
aspirin, formula ibuprofen dan naproksen. Untuk kram yang berat,
pemberian NSAID seperti naproksen atau piroksikan dapat membantu.
Tidak ada satupun NSAID yang superior, tiap orang menanggapi setiap
19
obat dengan berbeda sehingga perlu dicoba beberapa jenis obat sampai
menemukan obat yang dapat bekerja dengan baik. Dismenorhoe
sekunder ditangani dengan mengidentifikasi dan mengobati sebab
dasarnya. Hal ini memerlukan konsumsi antibiotik atau obat lain
tergantung pada kondisi tertentu (Manuaba, 2001).
b. Relaksasi
Tubuh kita bereaksi saat kita stres maupun ketika dalam keadaan
rileks. Saat terancam atau takut tubuh memberikan 2 macam reaksi
“fight or flight” yang dicetuskan oleh hormon adrenalain. Otot tubuh
menjadi tegang, napas lebih cepat, jantung berdenyut lebih cepat,
tekanan darah meninggi untuk menyediakan oksigen bagi otot, gula
dilepaskan dalam jumlah yang banyak dari hati untuk memberikan
“bahan bakar” bagi otot, keseimbangan natrium dan kalium berubah,
dan keringat bercucuran. Tanda pertama yang menunjukkan keadaan
stres adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot. Akan
tetapai jika rileks maka kita menempatkan tubuh kita pada posisi yang
sebaliknya. Otot tidak tegang dan tidak memerlukan banyak oksigen
dan gula, jantung berdenyut lambat (Proverawati & Misaroh, 2009).
Dalam kondisi rileks tubuh juga menghentikan produksi hormon
adrenalin dan semua hormon yang diperlukan saat stres. Karena
hormon seks estrogen dan progesteron serta hormon adrenalin
diproduksi dari blok bangunan kimiawi yang sama. Relaksasi sangat
diperlukan untuk memberikan kesempatan kepada tubuh untuk
20
memproduksi hormon penting untuk mendapatkan haid yang bebas
dari nyeri.
c. Hipnoterapi
Salah satu metode hipnoterapi adalah mengubah pola pikir
negatif ke pola pikir yang positif. Pendekatan umumnya dilakukan
adalah memunculkan pikiran bawah sadar agar latar belakang
permasalahan dapat diketahui dengan tepat. Caranya adalah saat
menstruasi belum datang, rilekskan tubuh dalam posisi terlentang
ditempat tidur dengan kedua tangan berada disamping tubuh,
nonaktifkan pikiran. Dengan mata yang terpejam, sadari kondisi saat
itu setelah pikiran benar-benar rileks dan nyaman, pelan-pelan
instruksikan pada diri sendiri sebuah perintah yang bunyinya “rasa
sakit yang biasanya datang saat menstruasi, hilang!” ucapkan kata-
kata itu berulang-ulang dalam hati sekitar 15 menit buka mata, kita
akan merasa nyaman dan segar, dan pikiran terasa lepas dari beban
(Proverawati & Misaroh, 2009).
6. Cara Penanganan
a. Secara Farmakologis
Menurut Potter dan Perry (2005) upaya farmakologis yang dapat
dilakukan dengan memberikan obat analgesic sebagai penghilang rasa
sakit. Menurut Bare & Smeltzer (2001), penanganan nyeri yang
dialami oleh individu dapat melalui intervensi farmakologis, dilakukan
21
kolaborasi dengan dokter atau pemberi perawatan utama lainnya pada
pasien. Obat-obatan ini dapat menurunkan nyeri dan menghambat
produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang mengalami trauma
dan inflamasi yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitive
terhadap stimulus menyakitkan sebelumnya, contoh obat anti inflamasi
nonsteroid adalah aspirin, ibuprofen. Menurut Prawirohardjo (2007),
penanganan dismenorhoe primer adalah :
1) Penanganan dan nasehat
Penderita perlu dijelskan bahwa dismenorhoe adalah gangguan
yang tidak berbahaya untuk kesehatan, hendaknya diadakan
penjelasan dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan,
dan lingkungan penderita. Salah satu informasi yang perlu
dibicarakan yaitu mengenai makanan sehat, istrahat yang cukup,
dan olahraga mungkin berguna, serta psikoterapi.
2) Pemberian obat analgesic
Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesik yang dapat
diberikan sebagai terapi simtomatik, jika rasa nyeri hebat
diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres panas pada perut
bawah untuk mengurangi penderita. Obat analgesik yang sering
diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fansetin, dan kafein.
Obat-obatan paten yang beredar dipasaran antara lain novalgin,
ponstan, acetaminophen dan sebagainya.
22
3) Terapi hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi, bersifat sementara
untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dismenorhoe
primer atau untuk memungkinkan penderita melakukan pekerjaan
penting waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai
dengan memberikan salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.
4) Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin
Endometasin, ibuprofen, dan naproksen, dalam kurang lebih 70%
penderita dapat disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan.
Pengobatan dapat diberikan sebelum haid mulai satu sampai tiga
hari sebelum haid dan dapat hari pertama haid.
5) Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberikan keringanan karena
dapat memudahkan pengeluaran darah dengan haid dan
prostaglandin didalamnya. Neurektomi prasakral (pemotongan urat
saraf sensorik antara uterus dan susunan saraf pusat) ditambah
dengan neurektomi ovarial (pemotongan urat saraf sensorik pada
diligamentum infundibulum) merupakan tindakan terakhir, apabila
usaha-usaha lainnya gagal.
b. Secara Non Farmakologis
Menurut Bare & Smeltzer (2001) penanganan nyeri secara
nonfarmakologis terdiri dari:
1) Stimulasi dan Masase kutaneus
23
Masase adalah stimulus kutaneus tubuh secara umum, sering
dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat
pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2) Terapi es dan panas
Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang memperkuat
sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera
dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas mempunyai
keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan.
3) Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton (TENS)
TENS dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak
nyeri (non-nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut
yang menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang
dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang di pasang pada kulit
untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau
mendengung pada area nyeri.
4) Distraksi
Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang menyebabkan
nyeri, contoh: menyanyi, berdoa, menceritakan gambar atau foto
dengan kertas, mendengar musik dan bermain satu permainan.
24
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan
ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas
dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.
6) Imajinasi
Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang lebih
baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.
7. Alternatif pengobatan
Prawirohardjo (2006) menyatakan bahwa alternatif pengobatan yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dismenorhoe adalah :
a. Suhu panas merupakan ramuan tua yang harus dicoba. Gunakan
heating pad (bantal pemanas), kompres handuk atau botol berisi air
panas diperut dan punggung bawah, serta minum minuman yang
hangat. Mandi air hangat juga dapat membantu.
b. Tidur dan istirahat yang cukup, serta olah raga teratur (termasuk
banyak jalan). Beberapa wanita mencapai keringanan melalui olah
raga, yang tidak hanya mengurangi stres tetapi juga, meningkatkan
produksi endorphin diotak, penawar sakit alami tubuh.
c. Pada kasus yang sangat jarang dan ekstrim, kadang diperlukan eksisi
pada saraf uterus.
25
d. Aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman.
Pijatan yang ringan dan melingkar dengan menggunakan telunjuk pada
bagian perut bawah akan membantu mengurangi nyeri haid,
mendengarkan musik, membaca buku atau menonton film juga dapat
menolong.
e. Olah raga dapat meningkatkan produksi endorphin otak, penawar sakit
alami dalam tubuh.
f. Diet yakni perubahan diet dilakukan dengan cara mengurangi garam
dan meningkatkan diuretik alami sehingga dapat mengurangi edema
dan ketidaknyamanan.
8. Penatalaksanaan yang lain adalah tidak hanya dari segi fisiknya saja tapi
juga dari segi psikososialnya, yang didapat dari orang-orang terdekat
dalam hal ini adalah keluarga yang tahu akan kesehatan anggota
keluarganya. Sehingga walaupun bantuan yang diberikan dalam bentuk
materi tetapi tetap bisa diterima oleh remaja dengan senang yaitu adanya
dukungan sosial dari keluarga untuk menemani remaja ketika remaja
mengalami dismenorhoe (Proverawati & Misaroh, 2009).
C. Peran
1. Pengertian peran
Friedman (2005) menyatakan bahwa peran adalah serangkaian
perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang
dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam
26
masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi
kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing-masing individu
dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua
mereka entah kemana atau malah berdiam diri dirumah.
2. Peran Ibu
Peran ibu dalam mendidik anak sangatlah penting. Meskipun
secara fisik seorang laki-laki jauh lebih kuat jika dibandingkan perempuan,
namun pada beberapa hal ibu jauh memiliki kemampuan yang tidak
dimiliki oleh seorang suami. Sehingga peran ibu dalam mendidik anak
tidak bisa digantikan oleh orang lain bahkan suaminya sendiri. Tidak ada
yang pernah meragukan pentingnya peran ibu dalam pendidikan anak-
anaknya, kasih sayang dan perhatian dari seorang Ibu mempunyai
pengaruh yang sangat besar pada kepribadian anak. Perhatian dan kasih
sayang tersebut akan menimbulkan perasaan diterima dalam diri anak-
anak dan membangkitkan rasa percaya diri di masa-masa pertumbuhan
mereka (Sa’ad Karim 2006).
secara umum remaja putri belajar mengenai menstruasi dari
ibunya, tetapi tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai
kepada putrinya. Bahkan sebagian ibu enggan membicarakan secara
terbuka sampai putrinya mengalami menstruasi. Hal ini menimbulkan
kecemasan bagi anak, bahkan tumbuh keyakinan bahwa menstruasi itu
27
sesuatu yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini peran ibu sangat
dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan tentang menstruasi agar
remaja putri dapat melewati menstruasi dengan baik (Manuaba, 2001).
Berdasarkan penelitian Siahaan (2012), Hampir seluruh responden
jauh dari lingkungan keluarga sehingga kurang mendapatkan dukungan
dari keluarga ketika responden mengalami dismenorhoe. Individu yang
mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota keluarga untuk
memperoleh dukungan, perlindungan dan bantuan. Hampir seluruh
responden juga menceritakan kesibukan mereka dalam perkuliahan
sehingga responden mengalami keletihan dan ada 4 responden mengalami
dismenorhoe pada saat akan ujian. Hal ini akan menambahkan kecemasan
pada responden. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang
terhadap nyeri. Sehingga faktor faktor tersebut berpersan penting dalam
menentukan tingkat dismenorhoe respenden
Gunarsa (2005) menyatakan bahwa secara umum peran orang tua
adalah :
a. Peran Ibu
1) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik
2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan
konsisten.
3) Mendidik, mengatur, dan mengendalikan anak.
4) Memberikan contoh yang tauladan bagi anak.
28
Keluarga terutama ibu dipandang sebagai orang yang bersifat
mendukung dan siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan.
b. Bentuk Peran Dalam Dukungan.
Menurut Keliat (1996), ada 4 bentuk peran dalam dukungan
sosial keluarga yaitu :
1) Dukungan Emosional
Keluarga terutama ibu sebagai tempat yang aman dan
damai untuk istirahat dan belajar serta membantu dalam
penguasaan terhadap emosi, diantaranya menjaga hubungan
emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk
empati, kepedulian, adanya kepercayaan, perhatian dan
mendengarkan atau didengarkan terhadap orang yang
bersangkutan.
2) Dukungan Penghargaan.
Keluarga terutama ibu melakukan bimbingan umpan balik,
dan menengahi pemecahan masalah. Hal ini terjadi melalui
ungkapan rasa hormat serta sebagai sumber dan validator identitas
anggota keluarga, diantaranya adalah memberikan penghargaan
positif dan perhatian.
3) Dukungan instrumental
Keluarga terutama ibu merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan nyata. Dukungan ini juga mencakup
29
bantuan langsung, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan maupun pertolongan.
4) Dukungan informatif
Ibu dalam sebuah keluarga berfungsi sebagai kolektor dan
diseminator (penyebar) informasi, munculnya suatu stressor karena
informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang
khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah
nasehat, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
D. Perilaku Kesehatan
1. Pengertian
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas daripada
manusia itu sendiri, untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan
bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisasi tersebut, baik
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Skiner dalam Notoatmojo (2003) bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon) yang dibedakan adanya dua respon, yaitu :
a. Responden respon ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan tertentu dan menimbulkan rangsangan tetap.
30
b. Operant respon yaitu respon yang timbul dan perkembangannya diikuti
oleh perangsang tertentu dan diperkuat oleh respon yang telah
dilakukan oleh organisme.
2. Prosedur Pembentukan Perilaku
Notoatmodjo, (2003) menyatakan bahwa sebagian besar perilaku
manusia adalah operant respon, sehingga untuk membentuk jenis respon
atau perilaku ini diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut
operant conditing. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant
conditing ini menurut Skiner adalah sebagai berikut :
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau
reinforcer berupa hadiah atau reward bagi perilaku yang akan
dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil
yang membentuk perilaku yang dikehendaki, kemudian komponen
tersebut dengan disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada
terbentuknya perilaku yang dimaksud.
c. Menggunakan secara urut komponen itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing
komponen tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku, dengan menggunakan urutan
komponen yang telah disusun itu. Apabila komponen pertama telah
dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan
31
komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering
dilakukan. Kalau perilaku itu sudah terbentuk, maka dilakukan
komponen (perilaku) yang kedua yang diberi hadiah (komponen
pertama tidak memerlukan hadiah lagi). Demikian berulang-ulang,
sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan
komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku
yang diharapkan terbentuk.
3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2005), menyatakan bahwa
untuk mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan orang
dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam perilaku dan
faktor dari luar perilaku. Perilaku terbentuk dari tiga faktor yaitu :
a. Faktor Predisposisi
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada cognitive domain
dalam arti subyek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa
materi, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut,
selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subyek
terhadap pengetahuan. Faktor predisposisi yang mempengaruhi
perilaku secara teori adalah pengetahuan, sikap, nilai, keyakinan, sosial
ekonomi dan tingkat pendidikan (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan
dan sikap subyek terhadap pengetahuan diharapkan akan membentuk
32
perilaku (psikomotorik) subyek. Di bawah ini akan diuraikan tentang
pengetahuan, sikap dan praktek.
1) Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan merupakan hasil
“tahu” dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap pengetahuan ini. Selain pengindraan ini, juga dengan
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan ini juga
merupakan domain (kawasan) yang penting untuk terbentuknya
perilaku yaitu pengetahuan.
2) Sikap
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak
dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu dalam kata lain
fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan)
atau reaksi tertutup.
Sikap terhadap merupakan reaksi (respon) yang masih
tertutup dari seseorang terhadap materi. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi atau arti tambahan adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersiat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap
tersebut merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap pengetahuan,
penghayatan terhadap pengetahuan ini meliputi komponen pokok
33
yaitu kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep, kehidupan
emosional (evaluasi) kecenderungan untuk bertindak, ketiga
komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Dalam pemantauannya, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2007).
Berbagai tindakan, sikap yang berpengaruh terhadap
pengetahuan antara lain menerima (receiving), merespon,
menghargai dan bertanggung jawab menerima sendiri. Mereson
(responding) dapat diartikan memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah
suatu indikator dari sikap. Dihargai (valuing) artinya mengajak
orang lain untuk mengerjakan suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga, sedangkan bertanggung jawab (responsible),
bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi
(Notoatmodjo, 2007).
b. Faktor Pendukung atau Pemungkin
Hubungan antara konsep pengetahuan dan praktek kaitannya
dalam suatu materi kegiatan biasanya mempunyai angapan yaitu
adanya pengetahuan tentang manfaat sesuatu hal yang akan
menyebabkan orang mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut.
Selanjutnya sikap positif ini akan mempengaruhi untuk ikut dalam
kegiatan ini. Niat ikut serta dalam kegiatan ini akan menjadi tindakan
34
apabila mendapatkan dukungan sosial dan tersedianya fasilitas
kegiatan ini disebut perilaku. Berdasarkan teori WHO menyatakan
bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku ada tiga alasan
diantaranya adalah sumber daya (resource) meliputi fasilitas,
pelayanan kesehatan dan pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2007).
c. Faktor Penguat
Faktor yang mendorong untuk bertindak untuk mencapai suatu
tujuan yang terwujud dalam peran keluarga terutama orang tua, guru
dan petugas kesehatan untuk saling bahu membahu, sehingga tercipta
kerjasama yang baik antara pihak rumah dan sekolah yang akan
mendukung anak dalam memperoleh pengalaman yang hendak
dirancang, lingkungan sebagai pusat yang akan mendorong proses
belajar melalui penjelajah dan penemuan untuk terjadinya suatu
perilaku. Hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang
sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang
selanjutnya disebut perilaku orang sakit (Notoatmodjo, 2007).
35
E. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007).
F. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan peneliti. Hipotesis dari penelitian yaitu :
Ada pengaruh antara peran ibu dengan perilaku penanganan dismenorhoe
pada remaja putri di SMA Negeri 8 Semarang.
Faktor Penguat (Reinforcing) : a. Peran Orang Tua (Peran Ibu) b. Peran guru c. Peran petugas kesehatan
Perilaku penanganan disminore
Faktor Pendahulu (Predisposing) : a. Pengetahuan b. Sikap
Faktor Pendukung atau Pemungkin (enabling) : a. Fasilitas kesehatan, b. Lingkungan fisik c. Pendapatan
Perilaku Penanganan Dismenorea
Peran Ibu