bab ii (tinjauan pustaka)
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Obat
II.1.1. Pengertian Obat
Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau
hewan.
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun
untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan
obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu,
agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala
penyakit. (Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1995) .
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Departemen Kesehatan RI,
2005).
II.1.2. Peran Obat
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak dapat tergantikan dalam
pelayanan kesehatan. Obat berbeda dengan komoditas perdagangan, karena selain
merupakan komoditas perdagangan, obat juga memiliki fungsi sosial. Obat
berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan karena penanganan dan
7
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan
obat atau farmakoterapi. Seperti yang telah dituliskan pada pengertian obat diatas,
maka peran obat secara umum menurut Departemen Kesehatan RI (2005) adalah
sebagai berikut:
1) Penetapan diagnosa
2) Untuk pencegahan penyakit
3) Menyembuhkan penyakit
4) Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
5) Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu
6) Peningkatan kesehatan
7) Mengurangi rasa sakit
II.2. Konstipasi
II.2.1. Pengertian Konstipasi
Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses
keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor
psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas
usus. (Paath, 2004).
II.2.1. Faktor–Faktor yang Menyebabkan Konstipasi.
Menurut Paath (2004), faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi:
1. Perubahan hormon yang menyebabkan tonus otot menurun sehingga akan
menghambat gerakan peristatik usus. Jika hal ini terjadi pada wanita hamil
yang mengalami kesulitan buang air besar.
8
2. Fisiologik, dehidrasi, diet rendah serat
3. Psikologenik atau tingkah laku kebiasaan buruk (mengabaikan keinginan
untuk buang air besar) dan lemas
4. Hormonal yaitu efek relaksasi pada otot-otot halus seluruh tubuh. Perut lebih
lambat dan usus kecil menjadi lebih santai sehingga gerakan konstraksi usus
berkurang dan sering terjadi konstipasi.
5. Tablet zat besi (iron) yang diberikan oleh dokter biasanya tablet Fe tersebut
menyebabkan warna feses (tinja) kehitaman.
6. Pola hidup. Pola hidup dengan diet rendah serat seperti terdapat pada sayuran,
buah dan biji-bijian dan tinggi lemak seperti dalam Keju, mentega, telur dan
daging.
7. Peningkatan hormon progesteron yang memperlambat proses pencernaan
yang membuat kondisi feses cenderung lebih keras dan lebih sulit keluar.
8. Kurang minum.
9. Kurang olah raga.
10. Kebiasaan buang air besar yang buruk.
Menurut Arisman (2004), faktor yang menyebabkan konstipasi adalah
rahim yang membesar menekan kolon dan rektun sehingga menganggu ekskresi.
Sedangkan menurut Eisenberg (1996), faktor yang menyebabkan konstipasi adalah
peningkatan relaksasi pada otot-otot saluran pencernaan akibat meningkatnya
hormon-hormon tertentu selama kehamilan sehingga sistem pembuagan sisa-sisa
makanan menjadi lambat.
II.2.3 Ciri-ciri penderita konstipasi
9
Menurut Sherry, J. (2000), ciri-ciri penderita konstipasi:
1. Merasa defekasinya menjadi sulit dan nyeri.
2. Tinja Keras.
3. Mengejan pada defekasi.
4. Lelah
5. Tidak nyaman .
6. Defekasi hanya tiga kali atau kurang dari seminggu.
7. Perut kembung.
8. Malas.
9. Kurang enak badan.
10. Nyeri pinggang bagian bawah.
11. Warna tinja kehitam-hitaman.
12. Perut mual-mual.
13. Mulut terasa pahit.
14. Lidah kering.
15. Kepala pusing.
16. Nafsu makan menurun
II.3. Obat Pencahar
Terapi farmakologis dengan obat laksatif atau pencahar digunakan untuk
meningkatkan frekuensi BAB dan untuk mengurangi konsistensi feses yang kering
dan keras. Secara umum, mekanisme kerja obat pencahar meliputi pengurangan
absorpsi air dan elektrolit, meningkatkan osmolalitas dalam lumen, dan
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam usus. Obat pencahar ini mengubah kolon,
10
yang normalnya merupakan organ tempat terjadinya penyerapan cairan menjadi
organ yang mensekresikan air dan elektrolit. Obat pencahar sendiri dapat
dibedakan menjadi 3 golongan: pencahar yang melunakkan feses dalam waktu 1-3
hari (pencahar bulk-forming, docusates, dan laktulosa), pencahar yang mampu
menghasilkan feses yang lunak atau semi cair dalam waktu 6-12 jam (derivat
difenilmetan dan derivat antrakuinon), serta pencahar yang mampu menghasilkan
pengluaran feses yang cair dalam waktu 1-6 jam (saline cathartics, minyak castor,
larutan elektrolit polietilenglikol).
Pencahar yang melunakkan feses secara umum merupakan senyawa yang
tidak diabsorpsi dalam saluran pencernaan dan beraksi dengan meningkatkan
volume padatan feses dan melunakkan feses supaya lebih mudah dikeluarkan.
Pencahar bulk-forming meningkatkan volume feses dengan menarik air dan
membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan
merangsang gerak peristaltik. Penggunaan obat pencahar ini perlu memperhatikan
asupan cairan kedalam tubuh harus mencukupi, jika tidak bahaya terjadi dehidrasi.
(Dipiro, et al, 2005)
II.4. Laxarec
Laxarec merupakan salah satu produk obat PT. Galenium Pharmasia
Laboratories yang berbentuk cairan kental, warna putih keruh kekuningan, berbau
harum khas, terasa licin, agak lengket ditangan dan berfungsi sebagai obat pencahar
pada penggunaan melalui rectum (dubur) dan sangat baik untuk mengatasi
konstipasi bagi bayi, anak-anak dan dewasa karena pemakaiannya yang mudah dan
11
tidak menimbulkan rangsangan. Obat pencahar ini bekerja dengan cara
menurunkan tegangan permukaan dan melicinkan dinding rectum-anus sehingga
feses mudah keluar dalam waktu 5-15 menit setelah pemakaian obat pencahar ini.
Komposisi sediaan obat pencahar ini terdiri dari zat aktif natrium lauril
sulfat (NLS), asam sorbat, natrium sitrat, sorbitol, dan polietilenglikol. Obat
pencahar ini digunakan antara lain untuk konstipasi rektal dan sigmoidal,
konstipasi pada kehamilan, konstipasi habitual pada bayi dan anak-anak yang dapat
menyebabkan faecaloma atau skibala serta dapat digunakan untuk persiapan
sebelum tindakan operasi, anoskopi, dan rektoskopi (Kadarwati, 2006).
II.5. Natrium Lauril Sulfat
Natrium lauril sulfat adalah campuran natrium alkil sulfat, terdiri terutama
dari dodesil sulfat dan mengandung tidak kurang dari 85% natrium alkil sulfat
(Departemen Kesehatan RI, 1993). Natrium lauril sulfat dibuat melalui sulfatasi
dari lauril alkohol kemudian dilanjutkan dengan netralisasi menggunakan natrium
karbonat. Secara komersial, natrium lauril sulfat diperdagangkan sebagai campuran
analog antara natrium alkil sulfat dengan bagian terbesar adalah natrium lauril
sulfat (Martha dkk, 1983). Natrium lauril sulfat digunakan sebagai salah satu bahan
aktif yang dicampurkan ke dalam obat pencahar jenis cairan yang dapat
melunakkan feses dengan merangsang gerak peristaltik pada usus. Rumus molekul
12
natrium lauril sulfat adalah CH3(CH2)10CH2OSO3Na dengan bobot molekul (BM)
288,38 gram/mol. Struktur natrium lauril sulfat seperti pada gambar II.1
Gambar II.1. Struktur natrium lauril sulfat
Natrium lauril sulfat merupakan salah satu contoh surfaktan anionik, yaitu
surfaktan yang terlarut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif.
Dalam penggunaannya yang bekerja sebagai surfaktan ialah ion negatif. Molekul
surfaktan selalu terdiri dari bagian atau unit hidrofobik yang tidak larut dalam air
dan bagian atau unit hidrofilik yang larut dalam air. Larutan surfaktan dalam air
dapat menurunkan tegangan permukaan dan mengemulsi lemak (Martha dkk,
1983). Struktur hidrofobik dan hidrofilik molekul surfaktan seperti gambar II.2.
Gambar II.2. Molekul surfaktan
II.6. Natrium Sitrat
Natrium sitrat ( C6H5Na3O7 ) merupakan suatu senyawa yang memiliki
unsur natrium yang diikat oleh oksigen dalam struktur asam sitrat. Natrium sitrat
tidak berbau dan bersifat asam . Natrium sitrat dapat berbentuk anhidrat atau dapat
Na+
SO O
O
O-
13
berisi dua atau lebih molekul air (Fenaroli, 2005). Struktur asam sitrat seperti
gambar II.3.
Gambar II.3. Struktur natrium sitrat
Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (2 hidroksi–1, 2, 3 propana
trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau hasil proses
fermentasi. Asam sitrat merupakan senyawa organik yang pertama kali diisolasi
dan dikristalkan oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk kemudian dibuat
secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Wertheim dan Jeskey, 1956). Struktur
asam sitrat seperti gambar II.4.
Gambar II.4. Struktur Asam sitrat
Keasaman asam sitrat disebabkan oleh adanya tiga gugus karboksil
(COOH), dimana dalam bentuk larutan masing-masing gugus akan melepaskan ion
protonnya. Jika ini terjadi maka akan terbentuk ion sitrat. Sitrat membuat
penyangga yang sangat baik untuk mengendalikan pH. Pada suhu kamar, asam
sitrat berbentuk bubuk kristal putih terdiri dari asam sitrat yang tidak berair
(anhydrous) atau sebagai monohydrate (satu molekul air dalam setiap molekul
Na+
Na+
Na+
HO
O
O-
O O-
O
-O
HO
O
OH
O OH
O
HO
14
asam sitrat). Asam sitrat anhydrous mengkristal dari air panas sedangkan
monohydrate dikristalkan dari air dingin. Asam sitrat monohydrate dapat
dikonversi menjadi anhydrous melalui pemanasan di atas 740oC (Wertheim dan
Jeskey, 1956).
Asam sitrat (C6H8O7) memiliki kelarutan dalam air 163 gram dalam 199 ml
air (Kirk dkk, 1954). Dalam industri, asam sitrat paling banyak digunakan dalam
industri pangan (60%), farmasi (16%), kulit dan industry sejenisnya (5%),
kosmetika (3%), serta industri lainnya (1%). Menurut Winarno dan Laksmi (1974),
asam sitrat berfungsi sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat
logam-logam divalen seperti Mn, Mg dan Fe yang sangat diperlukan sebagai
katalisator dalam reaksi-reaksi biologis. Karena itu, reaksi biologis dapat dihambat
dengan penambahan asam sitrat.
II.7. Asam Sorbat
Asam sorbat merupakan anti mikroba yang ditemukan oleh E miler dari
Jerman (1930) dan CM golding USA (1940). Komponen dari asam sorbat diisolasi
dari minyak mentah rowanberry (sorb apple atau tanaman dari pegunungan). Paten
asam sorbat pertama kali dipatenkan oleh C.W. gooding 1945.
Asam sorbat mulai dikomersialkan sejak tahun 1940 sampai 1950. Asam
sorbat mulai meluas sejak menjadi preservatif agent . Penelitian menunjukan asam
sorbat merupakan agen yang aman. Hasil dari pengembangannya asam sorbat
dikembangkan secara ektensif pada makanan dan material lain di dunia. Riset pada
tahun 1950 dan 1960 mengenai mekanisme, asam sorbat, aktivitas pertumbuhan
mikroba, dan aplikasi komponen bahan tambahan makanan.
15
Asam sorbat merupakan rantai lurus asam lemak tak jenuh dengan berat
molekul 112,13. Asam sorbat warnanya lebih rendah dalam bentuk kristal, flakes,
berwarna putih seperti bubuk atau granula, mempunyai karakteristik bau yang
tajam dan mempunyai rasa yang asam. Dan dikomersialkan dalam bentuk garam,
kalsium dan potasium sorbat. Potasium sorbat dikembangkan dalam bentuk bubuk
dan granula dan berat molekul sama dengan asam sorbat.
Kelarutan asam sorbat dalam suhu ruang hanya 0,15 gram/100ml,
bertambah dengan kenaikan temperatur dan pH. Kelarutan asam sorbat akan lebih
tinggi dalam alakohol seperti etanol, glasial asam asetat. Asam sorbat lebih banyak
diaplikasikan dalam makanan karena kelarutannya lebih tinggi dalam air. Kalsium
sorbat kelarutan dalam air 1,2 % dan tidak larut dalam air membuat nilai
kelambatan pelepasan dari asam sorbat rendah. Garam sodium kelarutan dalam air
32% dan berat potasium sorbat 150,22 dan kelarutannya lebih tinggi dari sorbat.
Struktur asam sorbat seperti gambar II.5.
Gambar II.5. Struktur asam sobat
II.8. Analisis Titrimetrik
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Zat yang akan
ditentukan kadarnya disebut sebagai sampel dan biasanya diletakan di dalam
erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
titran dan biasanya diletakan didalam buret. Baik sampel maupun titran biasanya
berupa larutan. Sampel yang akan ditentukan kadarnya yang sudah diberi indikator
O
HO
16
dititrasi dengan titran sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
(artinya secara stokiometri titran dan sampel tepat habis bereaksi). Pada saat
ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titran
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titran¸ kadar zat dalam sampel dapat diketahui (Vogel, 1990).
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia seperti:
aA + tT Produk
dengan a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T, pereaksi T,
yang disebut titran, ditambahkan secara kontinyu, biasanya dari sebuah buret,
dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan
standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan
standarisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara
kimiawi sama dengan yang ditambahkan kepada A. Selanjutnya akan dikatakan
titik ekivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti
menambahkan titran, kimiawan dapat menggunakan bahan kimia, yaitu indikator,
yang bereaksi dengan kehadiran titran yang lebih dengan melakukan perubahan
warna. Perubahan warna itu bisa saja terjadi persis pada titik ekivalen, tetapi bisa
juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebut titik
akhir. Tentu saja diharapkan, bahwa titik akhir ini sedekat mungkin dangan titik
ekivalen. Pemilihan indikator untuk membuat kedua titik sama (atau mengoreksi
perbedaan diantara keduanya) adalah satu aspek yang penting dalam analisis
titrimetrik. Indikator visual hanyalah satu diantara beberapa metode yang
17
dipergunakan untuk mendeteksi perubahan tiba-tiba dalam sebuah kondisi fisika
atau kimia suatu larutan, juga ada.
Titrasi mengacu pada proses pengukuran volume dari titran yang
dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen. Istilah analisis volumetrik telah
bertahun-tahun dipergunakan. Walaupun demikian, istilah titrimetrik lebih diminati
karena pengukuran voume tidak harus terikat dengan titrasi. Dalam analisis jelas,
misalnya, seseorang dapat mengukur volume dari suatu gas (Day dan
Underwood,1999).
Analisis volumetrik adalah salah satu analisis kuantitatif yang didasarkan
pada pengukuran volume dari larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara
pasti (larutan standart). Salah satu larutan yang mengandung pereaksi ditempatkan
pada erlenmeyer (titrat). Dalam proses ini, perlahan-lahan titran ditambahkan ke
dalam larutan sampai titran dan titrat bereaksi secara sempurna secara stoikiometri.
Titrasi harus diberhentikan bila dekat dengan titik ekuivalen yang disebut titik akhir
titrasi yang ditandai dengan perubahan warna indikator (Harrizul,1995).
Standardisasi ialah suatu usaha untuk menentukan konsentrasi yang tepat
dari larutan baku. Untuk standardisasi secara titrasi ini, maka bahan
penstandardisasian haruslah suatu bahan baku primer, yakni suatu bahan yang
konsentrasi larutannya dapat langsung ditentukan dari bobot bahan sangat murni
yang dilarutkan dan volume larutan yang terjadi. Larutan yang dibuat dari bahan
baku primer tersebut dinamakan larutan baku primer.
II.9. Titrasi Alkalimetri
18
Alkalimetri adalah penentuan kadar basa dalam suatu larutan dengan
larutan asam yang telah diketahui konsentrasinya sebagai titran. Syarat-syarat
titrasi dapat dipakai sebagai dasar titran:
1. Reaksi harus berlangsung cepat. Kadang-kadang reaksi dipercepat dengan
pemanasan atau penambahan katalis yang tepat
2. Reaksi harus stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping
3. Salah satu sifat dan system yang bereaksi harus mengalami perubahan yang
besar
4. Harus ada indikator yang digunakan untuk menunjukkan perubahan tersebut
Dalam asidimetri berlaku ketentuan titik ekuivalen yaitu dimana jumlah
gram ekuivalen asam sama dengan jumlah gram ekuivalen basa. Dalam hal ini, 1
grek sebading dengan mol yang dibutuhkan/dilepaskan dalam reaksi. Titrasi
asidimetri menggunakan dasar reaksi netralisasi. Oleh karena itu reaksi dapat
digolongkan menjadi :
1. Reaksi antara asam kuat dengan basa kuat
2. Reaksi antara asam kuat dengan basa lemah
3. Reaksi antara asam lemah dengan basa kuat
4. Reaksi antara asam kuat dengan garam dari asam lemah
5. Reaksi antara basa kuat dengan garam dari asam lemah
(Underwood, 1994)
II.10. Titrasi Bebas Air
19
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar senyawa yang sifat
keasaman atau kebasaannya sangat lemah dan tidak memberikan hasil yang
memuaskan bila diterapkan dengan titrasi biasa yang menggunakan pelarut air.
Oleh karena itu, dalam titrasi ini dipakai pelarut yang bebas air dan dapat
menaikkan sifat keasaman atau kebasaan senyawa yang dianalisis (Rivai,1995).
II.11. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
II.11.1. Pengertian KCKT
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan
dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam
teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif
dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif
maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen
POM, 1995).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan
HPLC (High Performace Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan
yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam
suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain : farmasi, lingkungan, dan industri-
industri makanan.
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian
(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non-
volatil). KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-
20
senyawa tertentu senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat
dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa
aktif obat dan lain-lain.
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika
KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya
adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh
(Musson, 1991 dan Rohman, 2007).
II.11.2. Cara Kerja KCKT
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut
terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu
kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase
gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan
secara tepat dari berbagai macam kondidi operasional seperti jenis kolom, fase
gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan
ukuran sampel (Rohman, 2007).
II.11.3. Komponen KCKT
Gambar 3. Bagan alat KCKT
II.12. Trial and Error Metode
21
Trial adalah suatu metode ilmiah tertentu untuk memperoleh kesimpulan
yang logis, yang dapat diterima dengan akal sehat. Proses berfikir kreatif untuk
menemukan suatu permasalahan yang ada. Kreativitas adalah kegiatan yang
mendatangkan hasil yang sifatnya Inovatif (menarik, baru, aneh dan mengejutkan),
Useful (berguna, lebih enak, lebih praktis, mendatangkan hasil lebih baik/banyak),
Understandable (dapat dimengerti, hasil yang sama dimengerti dan dapat dibuat
dilain waktu).
Trial and error metode didasarkan pada spekulasi yang lebih sistematis,
pengalaman yang telah dimiliki dan dapat dijadikan sebagai tolak ukur analogi
untuk memprediksi peristiwa yang akan datang. Trial metode ilmiah dilakukan
dengan disertai penyelidikan Ilmiah (dugaan yang bersumber pada data elemen-
elemen pengambilan keputusan), Model (penggambaran dari suatu masalah secara
kwantitatif), Kriteria (tujuan yang hendak dicapai dari pengambilan keputusan),
dan pembatas (faktor tambahan yang harus diperhatikan).
Trial and Error, biasanya menggunakan metode yang berbeda sampai
mendapat pemecahannya atau dengan cara pengujian metode yang sudah ada
apakah dapat diterapkan dalam keadaan yang baru dengan didasari pengalaman dan
logika. Logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat).
Pada pengembangan ilmu pengetahuan, tidak sebatas pada perolehan hasil
Trial dan Error metode saja tetapi harus disertai dengan validasi metode sehingga
akurasi dan presisi dari suatu metode hasil trial dapat dibuktikan secara ilmiah.
II.13. Validasi Metode
22
Validasi menurut Harmita (2004) merupakan suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya. Validasi menurut SK Menkes RI No. 43/Menkes/SK/II/1988
tentang cara pembuatan obat yang baik (CPOB) merupakan suatu tindakan
pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, prosedur, kegiatan, sistem,
perlengkapan,atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan
akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (Depkes RI, 2001). Association
of South East Asian Nation Good Manufacturing Practice (ASEAN GMP)
menyatakan bahwa validasi adalah kegiatan membuktikan dengan pasti bahwa
material, proses, prosedur, aktivitas, sistem, peralatan, atau mekanisme yang
digunakan di pabrik akan mencapai hasil yang diharapkan pada standar yang
konsisten (ASEAN 1996). Validasi metode menurut Association of Official
Analytical Chemist (AOAC,2002) adalah suatu proses yang menetapkan bahwa
karakteristik suatu metode yang ditemukan dapat memenuhi kebutuhan untuk
aplikasi analisis yang diharapkan dengan cara studi laboratorium. Validasi metode
dilakukan untuk meninjau spesifikasi dari suatu mutu produk sehingga dapat
terjamin keamanan dan khasiatnya. Metode yang digunakan untuk analisis suatu
produk harus mempunyai kehandalan yang tinggi untuk menjamin bahwa metode
yang digunakan baik terhadap metode baru yang akan digunakan dalam analisis
rutin maupun analisis tidak rutin, metode yang telah dimodifikasi untuk keperluan
khusus, dan metode uji yang baru dikembangkan pertama kali. Untuk
23
menghasilkan mutu suatu produk yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan,
maka perlu dilakukan validasi metode.
Menurut The United State Pharmacopoiea (USP, 2000) ada empat kategori
dalam validasi:
1. Metode analisis untuk penentuan kuantitatif komponen utama atau bahan
aktif dalam produk farmasi
2. Metode analisis untuk menentukan ketidakmurnian dalam produk farmasi
yang meliputi penentuan kuantitatif dan uji batas
3. Metode analisis untuk menentukan karakteristik obat
4. Metode analisis untuk uji identifikasi.
Parameter-parameter yang dilakukan dalam validasi metode secara lengkap
adalah akurasi, presisi, linieritas, limit deteksi, limit kuantitasi, spesifitas,
ruguddness, uji kemantapan (USP,2000). Dari keseluruhan pengujian, dalam
percobaan ini hanya dilakukan parameter-parameter yang signifikan dapat
mempengaruhi pengambilan kesimpulan tentang kesesuaian dan keabsahan
metode, yaitu akurasi, presisi, linieritas, limit deteksi, dan limit kuantitasi.
Akurasi atau ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (Harvey, 2000). Akurasi adalah
suatu kedekatan nilai hasil uji dengan nilai sebenarnya dari hasil pengukuran
rentang konsentrasi tertentu dengan menggunakan suatu metode uji tertentu.
Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali (recovery) dari suatu
pengujian terhadap penambahan sejumlah analit dengan jumlah yang diketahui
(USP,2002). Perhitungan akurasi berdasarkan perbedaan antara nilai sebenarnya
24
dan rata-rata yang diperoleh dengan suatu interval kepercayaan. Pengujian
minimum akurasi dilakukan dengan sembilan pengulangan penetapan spesifik
untuk tiga konsentrasi yang berbeda dengan rentang 25-150%. Kriteria akurasi
diberikan jika nilai persen perolehan kembali memiliki rentang 98,0-102,0%
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual (Harmita,2004). Presisi atau ketelitian didefinisikan sebagai kedekatan
antara hasil pengujian individu dalam serangkaian pengukuran terhadap suatu
sampel yang homogen dengan melakukan pengambilan sampel menurut prosedur
yang telah ditentukan (USP,2000). Kriteria penerimaan presisi adalah nilai
simpangan baku relatif (SBR) dari data yang diperoleh harus lebih kecil atau sama
dengan 2% (BPOM,2009). Presisi umumnya meliputi:
1. Ripitabilitas, menyatakan presisi yang dilakukan pada kondisi yang telah
ditentukan pada laboratorium yang sama, dalam interval waktu yang
singkat oleh analis yang sama, serta menggunakan peralatan dan pereaksi
yang sama
2. Intermediet presisi, menyatakan presisi yang dilakukan pada kondisi yang
telah ditentukan pada laboratorium yang sama, dalam interval waktu yang
singkat oleh analis yang berbeda tetapi menggunakan peralatan dan
pereaksi yang sama.
∑
25
√∑
n = banyaknya data
Linieritas didefinisikan sebagai kemampuan metode analisis yang
memberikan respon secara langsung dengan bantuan transformasi matematika yang
baik dan proporsional terhadap konsentrasi analit dalam contoh dengan rentang
(range) metode yang telah ditentukan. Rentang metode adalah pernyataan batas
terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan
akurasi, presisi, dan linieritas yang dapa diterima (Harmita,2004). Untuk
mengetahui hubungan linieritas digunakan korelasi pada analisis regresi linier.
Syarat koefisien korelasi pada analisis regresi linier tidak kurang dari 0,997.
Linieritas dihitung berdasarkan persamaan garis lurus data yang diperoleh dari hasil
uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit, dan dilihat dari
koefisien korelasi yang diperoleh (Miller, Miller, 2005).
Rumus perhitungan :
Persamaan regresi
∑ ∑ ∑
√{ ∑ ∑ ∑ ∑
a = intersept
b= slope
26
Limit deteksi (LD) merupakan batas konsentrasi terendah dari senyawa uji
yang terkandung dalam contoh yang dapat dideteksi oleh metode. Penetapan nilai
LD pada percobaan validasi ini dilakukan untuk penentuan batas terendah deteksi
dari metode. Penetapam nilai LD dari suatu metode dapat dilakukan dengan
melakukan perhitungan dari simpangan konsentrasi terhadap kadar bahan aktif
dalam contoh dan kemiringan kurva linieritas menggunakan suatu persamaan
penetapan LD.
⁄
Limit kuantitasi (LK) merupakan batas konsentrasi terendah dari senyawa uji
dalam contoh yang dapat dideteksi oleh metode secara kuantitatif dan memiliki
keterulangan baik. Tujuan penetapan nilai LK dapat dilakukan berdasarkan
perhitungan simpangan konsentrasi terhadap kadar bahan aktif dalam contoh dan
kemiringan kurva linieritas menggunakan suatu persamaan penetapan nilai LK.
⁄