bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii... · terdapat di indonesia adalah ras 1, sedangkan...

26
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tomat Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk ke dalam famili Solanaceae. Tanaman ini berasal dari daerah Andean, Amerika Selatan yang meliputi wilayah Chili, Ekuador, Bolivia, Kolumbia dan Peru. Sebagaian besar tomat spesies liar tersebar merata di daerah tersebut. Berdasarkan bukti-bukti arkeologi yang mendalam seperti keragaman tipe, kegunaan, kelimpahan nama- nama lokal semua menunjukan bahwa tomat didomestikasi di Mexico, di daerah di luar asalnya, dan kemungkinan besar nenek moyang tomat adalah tomat cherry primitif (Lycopersicon esculentum var. cerasiforme (Dunal) Gray) (Opena & Vossen, 1994). Tomat diperkenalkan ke Eropa dalam stadium domestikasi yang sudah cukup maju. Tomat dikonsumsi segar dalam salad, saus dan sebagai bumbu sup, dan hidangan daging atau ikan. Tomat juga bisa dijadikan permen, buah kering dan juga wine (Opena & Vossen, 1994). Klasifikasi tomat menurut Keng (1978) adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae Familia : Solanaceae Genus : Lycopersicum Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.

Upload: buianh

Post on 04-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tomat

Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk ke dalam famili

Solanaceae. Tanaman ini berasal dari daerah Andean, Amerika Selatan yang

meliputi wilayah Chili, Ekuador, Bolivia, Kolumbia dan Peru. Sebagaian besar

tomat spesies liar tersebar merata di daerah tersebut. Berdasarkan bukti-bukti

arkeologi yang mendalam seperti keragaman tipe, kegunaan, kelimpahan nama-

nama lokal semua menunjukan bahwa tomat didomestikasi di Mexico, di daerah

di luar asalnya, dan kemungkinan besar nenek moyang tomat adalah tomat cherry

primitif (Lycopersicon esculentum var. cerasiforme (Dunal) Gray) (Opena &

Vossen, 1994). Tomat diperkenalkan ke Eropa dalam stadium domestikasi yang

sudah cukup maju. Tomat dikonsumsi segar dalam salad, saus dan sebagai bumbu

sup, dan hidangan daging atau ikan. Tomat juga bisa dijadikan permen, buah

kering dan juga wine (Opena & Vossen, 1994).

Klasifikasi tomat menurut Keng (1978) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Tubiflorae

Familia : Solanaceae

Genus : Lycopersicum

Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.

7

Sinonimnya tanaman ini menurut Ovena & Vossen (1994): Solanum

lycopersicum L., Lycopersicon lycopersicum (L.) Karst.

Tomat memiliki komposisi zat yang cukup lengkap dan baik bagi tubuh.

Menurut Wahyudi (2010) tomat banyak mengandung vitamin C dan vitamin A

yang bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Warna merah pada tomat

lebih banyak mengandung lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat

menghancurkan radikal bebas dalam tubuh akibat rokok, polusi, dan sinar

ultraviolet. Lycopene berguna dalam meningkatkan kemampuan kulit untuk

melindungi dari sinar UV yang berbahaya (BBC News, 2008). Sebuah studi yang

dilakukan oleh para peneliti di Manchester dan Newcastle University

mengungkapkan bahwa tomat dapat melindungi kulit terhadap sinar matahari dan

membantu menjaga kulit tampak muda (Maccrae, 2008).

Tanaman tomat ditanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau

ditemukan liar pada ketinggian 1 -1600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan,

sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan subur. Terna

setahun ini tumbuh tegak atau bersandar pada tanaman lain, tinggi 0,5-2,5 m,

bercabang banyak atau berambut kasar warnanya hijau keputihan. Daun majemuk

menyirip, letaknya berseling, bentuknya bulat telur sampai memanjang, ujung

runcing, pangkal membulat, helaian daun yang besar tepinya berlekuk, helaian

daun yang lebih kecil tepinya bergerigi, panjang 10-40cm, warna hijau muda.

Bunga majemuk, berkumpul dalam rangkaian berupa tandan, bertangkai, mahkota

berbentuk bintang, warnanya kuning (Gambar 2.1A). Buahnya buah buni,

berdaging, kulitnya tipis licin mengkilap, beragam dalam bentuk maupun

8

ukurannya (Gambar 2.1B), warnanya kuning atau merah. Bijinya banyak, pipih,

warnanya kuning kecoklatan (Fitriani, 2012).

Tomat dibedakan menjadi dua varietas botani yaitu: var. cerasiformae

(Dunal) Gray, dengan diameter buah berukuran 1,5 - 3 cm, dan var. esculentum

dengan diameter buah berukuran > 3 cm. Ada banyak kultivar tomat yang

diklasifikasikan dengan berbagai cara, misalnya menurut: ukuran buah: bulat kecil

(cherry, 30 g, ‘Money maker’, 80 g, sedang (120-150 g), besar (> 200g); bentuk

buah: bulat, bulat telur dan memanjang (‘San marzano’) atau flat ('Marmande');

warna: merah, pink, oranye, kuning; pemanfaatan: untuk pasar segar (konsumsi

langsung) atau pengolahan. Banyak petani di Asia tenggara masih menggunakan

kultivar lokal. Sebagai contoh di Jawa Barat menggunakan kultivar ‘Gondol’,

yaitu kultivar yang terkenal hidup di dataran tinggi, kemungkinan keturunan dari

kultivar import ‘San Marzano’ yang mempunyai rasa enak, toleran terhadap

penyakit busuk daun dan penyakit lainnya. Kultivar ini telah digantikan oleh

Gambar 2.1

A. Tanaman tomat dengan bunganya, B. Buah tomat (Sumber: koleksi pribadi 2013).

A B

9

kultivar hibrida dari Taiwan, meski dari rasa agak kurang tetapi kapasitas hasil

yang tinggi dan tahan dari kerusakan selama pengangkutan. Kultivar tomat yang

ada di Indonesia adalah ‘Ratna’, ‘Intan’, dan ‘Berlian’ adalah kultivar hasil seleksi

dari AVRDC (Asian Vegetable Research Development Center) yaitu kultivar

yang tahan terhadap bakteri penyebab layu dan cocok pada dataran rendah (Opena

& Vossen, 1994) .

Sifatnya yang multiguna dan banyak dicari, membuat permintaan tomat

semakin tinggi. Konsumsi tomat per kapita per tahun pada tahun 2010 sebesar

1,94 kg dan pada tahun 2011 sebesar 2,09 kg (BPS, 2012). Para petani selalu

berusaha untuk meningkatkan produksi tanaman tomat. Namun dalam rangka

meningkatkan produksi tanaman tomat sering terganjal adanya kendala seperti:

kondisi iklim, hama dan penyakit.

2.2 Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Tomat

Penyakit layu pada tomat sebelumnya dikenal orang disebabkan oleh

bakteri, tetapi setelah tahun 1970 penyakit layu yang disebabkan oleh jamur

Fusarium baru mendapat perhatian di Indonesia. Penyakit layu Fusarium

menimbulkan kerugian yang cukup besar pada tanaman tomat. Gejala penyakit

tersebut adalah pucatnya tulang-tulang daun, terutama daun bagian atas, kemudian

merunduknya tangkai daun dan akhirnya tanaman menjadi layu. Kadang-kadang

kelayuan didahului dengan menguningnya daun terutama daun sebelah bawah.

Tanaman menjadi kerdil dan merana tumbuhnya (Gambar 2.2). Jika tanaman yang

sakit itu dipotong dekat pangkal batang akan terlihat suatu cincin coklat pada

berkas pembuluh. Tanaman dengan gejala berat, gejala penyakit juga bisa terjadi

10

pada tanaman sebelah atas. Pada tanaman yang sangat muda penyakit dapat

menyebabkan matinya tanaman secara mendadak, karena pada pangkal batang

terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang, sedangkan tanaman dewasa yang

terinfeksi sering dapat bertahan terus dan membentuk buah tetapi hasilnya sangat

sedikit dan buahnya kecil-kecil. Jamur Fusarium termasuk patogen tular-tanah.

Jika tanah sudah terkontaminasi patogen maka penyakit tersebut selalu ada hampir

setiap musim tanam (Agrios, 2005; Semangun, 2007).

Penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat disebabkan oleh jamur Fusarium

oxysporum f. sp. lycopersici. Sebaran geografis penyakit ini adalah: Afrika, Asia,

A B

Gambar 2.2.

Tanaman tomat yang menunjukkan gejala penyakit layu Fusarium, (A) daun

menguning dan layu, (B) warna coklat pada berkas pembuluh pangkal batang

(sumber: koleksi pribadi 2013)

11

Amerika Utara dan Selatan, Australia, Eropa, India Barat. Ada beberapa isolat

yang berbeda dalam morfologi, ciri dan sifat patogennya (Subramanian, 1970).

Menurut Suhardi dan Bustaman (1979) jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici

diketahui mempunyai banyak ras fisiologi. Ras fisiologi yang paling banyak

terdapat di Indonesia adalah ras 1, sedangkan ras 0 meskipun sedikit juga ada.

Menurut Suhardi (1980) ras 1 terdiri atas 2 galur yaitu galur putih dan galur ungu.

Galur putih mempunyai virulensi yang lebih tinggi daripada galur ungu.

Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici menurut Alexopoulos dan

Mims (1979) diklasifikasi ke dalam :

Kingdom : Myceteae

Divisi : Amastigomycota

Class : Deuteromycetes

Sub Class : Hypomycetidae

Ordo : Moniliales

Famili : Tuberculariaceae

Marga : Fusarium

Species : Fusarium oxysporum

2.2.1 Morfologi jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici Jamur Fusarium mempunyai 3 spora aseksual (konidia) yang pembentuk-

kannya dan macam konidianya tergantung pada tempat tumbuh dan keadaan

lingkungan. Ketiga jenis konidia tersebut adalah mikrokonidia, makrokonidia dan

klamidospora. Mikrokonidia mempuyai 1 atau 2 sel, dan merupakan macam

konidia yang paling banyak dihasilkan baik pada fase patogenase maupun

12

saprogenase. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas terdiri atas 3-5 septa

melengkung seperti bulan sabit dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman

yang terserang lanjut (Agrios, 2005). Menurut Barnet dan Hunter (1998) bentuk

makrokonidia seperti perahu. Klamidospora terdiri atas 1-2 septa, berbentuk bulat

dan berdinding tebal, dihasilkan pada ujung atau bagian tengah miselium yang

telah tua atau pada makrokonidia dengan diameter 5-15 µm, dan merupakan spora

untuk bertahan pada lingkungan yang kurang baik. Pada awalnya miselium

berwarna putih keruh (krem), kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat

sampai keunguan. Menurut Tombe (2010), bahwa klamidospora dapat bertahan di

dalam tanah tanpa tanaman inang.

Konidiofor jarang bercabang, tidak membentuk rantai, tanpa sekat, eliops-

silindris, lurus-lonjong, pendek dan sederhana, berukuran 5-12 x 2,3-3,5 µm.

Mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat dalam jumlah banyak, dan

sering dihasilkan pada semua kondisi. Jenis spora ini banyak dijumpai di dalam

jaringan tanaman terinfeksi. Sementara itu makrokonidium umumnya banyak

dijumpai di permukaan tanaman yang mati karena infeksi jamur ini (Agrios 2005).

Jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat tumbuh dengan baik pada

medium dengan kisaran pH 3,6-8,4 dan suhu tanah optimum untuk perkembangan

gejala penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat adalah 28oC dengan kisaran

suhu 21-33oC (Walker, 1957). Siklus hidup jamur Fusarium terdiri atas dua fase

yaitu fase patogenase dan saprogenase (Gambar 2.3). Fase patogenase adalah fase

dimana jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka

pada akar dan berkembang di dalam jaringan tanaman. Fase saprogenase yaitu

13

hidup sebagai saprofit di dalam tanah dan pada sisa-sisa tanaman tomat, dan

menjadi sumber inokulum bagi tanaman tomat lain. Patogen tersebut mampu

menghasilkan enzim, toksin, polisakarida yang dapat menimbulkan penyakit bagi

tanaman inang (Agrios, 2005).

Patogen menghasilkan enzim pektin-metil-esterase (PME), dan

depolimerase (DP) yang memecah pektin di dalam dinding sel pembuluh kayu

yang juga masuk dalam dinding parenkim silem. Fragmen asam pektat masuk ke

dalam pembuluh kayu dan membentuk massa koloid yang dapat menghambat

pembuluh. Warna coklat pada berkas pembuluh disebabkan oleh fenol yang

terlepas dan masuk ke dalam pembuluh serta mengalami pemolimeran menjadi

melamin yang berwarna coklat oleh sistem fenol oksidase tanaman. Bahan tadi

diserap oleh pembuluh kayu yang berlignin, sehingga menyebabkan warna coklat

(Semangun, 2007).

Toksin yang dihasilkan oleh F. oxysporum adalah asam fusarat,

dehidrofusarat, dan likomarasmin (Sastrahidayat, 1989). Toksin tersebut akan

mengubah kelenturan selaput plasma tanaman, sehingga tanaman yang terinfeksi

lebih cepat kehilangan air dibandingkan tanaman sehat.

Jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat bertahan dalam tanah dan

tanah yang sudah terkontaminasi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur

melakukan infeksi akar terutama melalui luka-luka, lalu menetap dan

berkembang di berkas-berkas pembuluh yang menyebabkan pengangkutan air dan

hara tanah terganggu dan menyebabkan tanaman menjadi layu. Menurut Walker

(1952) jamur membentuk polipeptida, yang disebut likomarasmin, yang dapat

14

mengganggu permeabilitas membran plasma dari tanaman. Sesudah jaringan

pembuluh mati, pada waktu udara lembab jamur akan membentuk spora yang

berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi.

Jamur menginfeksi tanaman inangnya melalui bermacam – macam luka,

misalnya luka yang terjadi karena pemindahan bibit, karena pembumbunan, atau

luka karena serangga atau nematoda. Meskipun demikian jamur juga dapat

mengadakan infeksi pada akar yang tidak mempunyai luka. Jamur dapat tersebar

karena pengangkutan bibit, tanah yang terbawa angin atau air, atau oleh alat

pertanian (Semangun, 2007).

Gambar 2.3

Siklus hidup jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici

penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat

(Sumber: Agrios, 2005)

15

2.2.2 Pengendalian penyakit layu Fusarium

Pengendalian penyakit layu Fusarium belum berhasil dengan baik karena

patogen dapat bertahan lama di dalam tanah pada fase saprogenase yaitu hidup

saprofit di dalam tanah pada sisa-sisa tanaman tomat menjadi sumber inokulum

bagi tanaman tomat yang lain.

Pengendalian penyakit dengan menggunakan fungisida sintetik dapat

menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti resistensi patogen,

pencemaran lingkungan, dan matinya organisme non target (Oka, 1995). Residu

fungisida sintetis bisa berbahaya bagi hewan maupun manusia. Keracunan akibat

kontak langsung dengan fungisida sintetik dapat terjadi pada saat aplikasi

(Djunaedy, 2009). Penggunaan pestisida sintetik menimbulkan dampak pada

kesehatan petani karena menurunnya aktivitas acetylcholinesterase darah pada

kategori ringan sampai sedang (Sulistiyono et al., 2008). Menurut Afriyanto

(2008) bahwa hadirnya insektisida organofosfat dan karbamat di dalam tubuh

akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi

substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan

sistem syaraf yang berupa aktifitas kholinergik secara terus menerus akibat

asetilkolin yang tidak terhidrolisis. Gangguan ini dikenal sebagai gejala

keracunan.

Pengendalian secara hayati terhadap penyakit layu Fusarium pada

tanaman tomat telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Menurut Sugito et al.

(2010) bahwa populasi Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici di dalam tanah

mengalami penurunan akibat penggunaan bahan nabati seperti ekstrak daun

16

nimba, daun cengkeh, kulit jati, kulit pinus, dan daun ketapang. Penurunan

populasi sebesar 79,22 % terjadi pada perlakuan ekstrak daun cengkeh yang

diberikan pada 4 minggu sebelum tanam.

Menurut Kristalisasi (2007) bahwa isolat Trichoderma sp. yang berasal

dari rizosfer tanaman tomat mampu menyebabkan lisisnya miselium F.

oxysporum f.sp. lycopersici. Pupuk kandang ayam dan lamtoro merupakan

substrat terbaik dalam mendukung peningkatan populasi dan aktivitas antagonistik

Trichoderma sp. dalam menekan penyakit layu tanaman tomat. Pertumbuhan awal

tanaman tomat yang terbaik diperoleh pada media yang mengandung lamtoro dan

pupuk kandang ayam yang diinokulasi Trichoderma sp.

Menurut Dwivedi dan Enespa (2013) bahwa aktifitas antijamur dari

spesies Aspergillus spp., Penicillium spp. dan Trichoderma memainkan peran

penting dalam mengendalikan jamur patogen tular tanah dari jamur F. solani dan

F. oxysporum f. sp. lycopersici. Spesies Aspergillus adalah antagonis terbaik

diikuti oleh Penicillium spp. dan Trichoderma spp. untuk mengendalikan

penyakit layu pada tanaman tomat dan tanaman terung. Penggunaan agen hayati

ini tidak hanya aman bagi petani dan konsumen, tetapi juga ramah lingkungan,

mudah dalam memproduksi dan mudah dalam formulasi.

Susanna et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi dosis dan

frekuensi pemberian kascing, maka masa inkubasi semakin lama (19 hari),

persentase jumlah tanaman layu berkurang, hasil tanaman tomat meningkat. Dosis

dan frekuensi kascing yang efektif dalam pengendalian penyakit layu Fusarium

pada tanaman tomat adalah 200 g per tanaman dengan dua kali aplikasi.

17

2.3 Ekstrak Tumbuhan sebagai Fungisida Nabati

Ekstrak tanaman yang diperoleh dari berbagai bagian tanaman

mengandung banyak senyawa dengan sifat antimikroba. Senyawa ini dapat

diperoleh dari akar, kulit, biji, tunas, daun, bunga dan buah. Beberapa penelitian

melaporkan bahwa sifat anti jamur ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga)

pada media PDA mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum

(Suprapta et al., 2005; Suprapta dan Khalimi, 2009). Ekstrak rimpang lengkuas

(Alpinia galanga) dan ekstrak daun pepaya (Carica papaya) mempunyai aktivitas

anti jamur terhadap Ceratocystis sp. (Suprapta et al., 2001).

Senyawa fenolik merupakan produk metabolisme skunder pada tumbuhan.

Contoh senyawa fenolik yaitu fitoaleksin, asam kafein, asam khlorogenik,

skopoletin bersifat toksik bagi patogen. Tanin merupakan senyawa fenolik toksik

terhadap patogen, senyawa ini terdapat pada tanaman yaitu tomatin (antijamur

pada tomat), avenacin (antijamur pada oat), senyawa tersebut dapat mematikan

atau menghambat kolonisasi patogen (Sinaga, 2006). Fitoaleksin merupakan

senyawa toksik yang dilepaskan oleh tanaman di tempat terjadinya infeksi.

Fitoaleksin termasuk kedalam beberapa jenis senyawa antara lain: terpenoid,

glikokortesoid, dan alkaloid yang merupakan kelompok senyawa yang umumnya

bersifat lifofilik dan spesifik dalam aktivitas antimikrobanya (Morrissey et al.,

1999).

Flavonoid adalah hasil metabolit sekunder tanaman yang mengandung inti

C-15 phenylpropanoid, yang akan mengalami alkilasi, oksidasi dan glikosilasi.

Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan dan juga menghambat estrogenic,

18

antiviral, antibakteria. Proses biosintesis flavanoid merupakan proses yang

panjang. Biosintesis flavanoid selain terjadi pada tumbuhan dapat pula terjadi

pada khamir (Hidayat, 2013). Buah terung pirus (Cyphomandra betacea (Cav.)

Sendtn.) mengandung senyawa flovanoid yang termasuk dalam golongan flavon-

o-glikosida. Senyawa tersebut bersifat sebagai antibakteri (Ellizar & Maaruf,

2009). Ekstrak soxhletasi dan ekstrak maserasi daun mimba (Azadirachta indica)

mengandung golongan senyawa flavonoid, tannin, dan saponin. Ekstrak daun

mimba mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans

(Puspitasari et al., 2009).

Kumarin merupakan golongan senyawa fenilpropanoid yang memiliki

cincin lakton lingkar enam dan memiliki inti 2H-l-benzopiran-2-on dengan rumus

molekul C9H5O2 (Murray et al., 1982). Kumarin dan turunannya banyak memiliki

aktifitas biologis diantaranya dapat menstimulasi pembentukan pigmen kulit,

mempengaruhi kerja enzim, anti koagulan darah, anti mikroba dan menunjukkan

aktifitas menghambat efek karsinogen (Syarif dan Amir, t.t.). Menurut Isnawati et

al. (2008) bahwa senyawa hasil isolasi yang terkandung di dalam herba Artemisia

L. merupakan senyawa golongan kumarin dengan nama 2H-l-Benzopyran-2-

one,7-hydroxy-6-methoxy atau dengan nama lain skopoletin. Menurut Widayat

dan Sutarto (2012), bahwa tanaman Purwoceng atau Pimpinella alpina Kds.

merupakan tanaman obat langka yang berkhasiat sebagai afrodisiak. Tanaman

tersebut mengandung senyawa kumarin. Senyawa kumarin dalam industri

dimanfaatkan untuk bahan aditif makanan dan parfum.

19

Kuinon merupakan senyawa dengan cincin aromatik dengan substitusi 2

keton yang dicirikan dengan sifatnya yang sangat reaktif. Senyawa ini berwarna,

yang bertanggung jawab atas terjadinya reaksi browning pada potongan buah atau

buah atau sayur yang terluka. Kuinon diketahui membentuk kompleks secara

irreversible dengan asam amino nucleophillic di dalam protein. Oleh Karena itu

kuinon menonaktifkan protein. Kuinon berikatan dengan permukaan adhesions,

polipeptida dinding sel, enzim yang terikat dengan membran yang membentuk

kompleks yang menonaktifkan enzim. Pada kelompok anthrakuinon seperti

aglycons, alizarin dan emodin yang berasal dari Rubia tinctorum dan Rhamus

frangula dilaporkan memiliki aktifitas antijamur. Naphtkuinon kigelinone,

isopinatal, dehydro-alpha-lapachone dan laphacol dari Kigelia pinnata dilaporkan

memiliki aktifitas antijamur. Senyawa baru 11-hydroxy-16-hentriacontanone yang

diisolasi dari Anona squamosa dilaporkan sebagai senyawa antijamur yang

potensial (Arif, et al. 2009).

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas

pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan

membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan

asam (Harborne, 1996). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan

menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai

antimikroba (Robinson, 1995). Menurut Mardiningsih et al. (2010), bahwa

ekstrak tanaman rerak atau Sapindus rarak mengandung senyawa saponin yang

efektif mengendalikan populasi Aphis gossypii yang merupakan salah satu

organisme yang mengganggu tanaman Nilam. Sa’diyah et al.(2013) menyatakan

20

bahwa ekstrak daun tanaman Bintaro atau Cerbera odollam yang mengandung

saponin efektip menghambat perkembangan ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

yang menyerang tanaman Sawi.

Senyawa Santon merupakan senyawa yang memiliki aktivitas biologi

seperti antibakteri, antioksidan, sitotoksik, dan antimalaria. Senyawa ini dapat

diisolasi dari tanaman genus Garcinia (manggis-manggisan). Genus Garcinia

diketahui kaya dengan senyawa golongan Santon teroksigenasi, Santon

terprenilasi, dan benzofenon poliisoprenilasi (Muharni, 2010). Menurut

Purwaningsih dan Ersam (2007) bahwa batang tanaman manggis (Garcinia

tetranda) mengandung senyawa Santon yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksiSanton dan

1,3,6,7-tetrahidroksiSanton. Kedua senyawa mempunyai aktivitas yang tinggi

terhadap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Muharni et al. (2009)

menyatakan bahwa telah ditemukan suatu senyawa Santon yaitu Santon

diprenilasi dari ekstrak etil asetat kulit batang tumbuhan Garcinia nigrolineata

yaitu 1,7-dihidroksi-3-metoksi-4-(3metilbut-2-enil), 6’,6’–dimetilpirano (2’,3’:

5,6) Santon dengan rumus molekul C18H14O6.

Senyawa terpenoid adalah senyawa terpen yang mengalami oksidasi. Zat

inilah penyebab terjadinya bau wangi, harum atau bau yang khas yang terjadi pada

tumbuh- tumbuhan. Pemanfaatan senyawa ini sangat penting artinya sebagai dasar

wewangian alam dalam industri parfum dan begitu juga untuk pemanfaatan

rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa didalam industri makanan maupun

industri minuman (Harborne, 1996).

21

Herba meniran (Pyllanthus niruri Linn.) mengandung senyawa terpenoid

yang bersifat sebagai anti bakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri

Staphylococcus aureus (Gunawan et al.,2008). Beberapa contoh senyawa terpen

yang sangat aktif adalah: eugenol, timol dan carvacrol (Martinez, 2012).

Cengkeh merupakan sumber eugenol yang paling potensial dikarenakan

kandungan eugenolnya yang cukup tinggi yaitu 70-96% (Towaha, 2012). Menurut

Manohara dan Noveriza (1999) dan Wiratno (2009), eugenol cengkeh dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku pestisida nabati, mengingat beberapa hasil

penelitian menunjukkan senyawa eugenol efektif mengendalikan nematoda,

jamur patogen, bakteri dan serangga hama.

Menurut Noviansari et al. (2013) bahwa senyawa eugenol yang terdapat

pada daun cengkeh dapat diturunkan menjadi senyawa metil eugenol. Senyawa

tersebut kemudian diturunkan lebih lanjut menjadi senyawa alkohol primer 3-(3,4

dimetoksi fenil)-1-propanol melalui reaksi hidroborasi-oksidasi menggunakan

reagen NaBH 4-I2 dalam suasana alkalis pada suhu 45oC. Selanjutnya dilakukan

uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif Eschericia coli ATCC

(American Type Culture Collection) 25922 pada berbagai konsentrasi yaitu 20, 30

dan 40%. Hasil uji senyawa turunan eugenol yaitu alkohol primer 3-(3,4

dimetoksi fenil)-1-propanol pada konsentrasi 40% lebih efektif menghambat

pertumbuhan bakteri Eschericia coli ATCC 25922 dengan diameter hambat

sebesar 1,9 cm.

Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum J. Presl.) juga mengandung

senyawa volatil eugenol yaitu hanya sebesar 8% sedangkan sinamaldehid sebesar

22

75%. Gabungan senyawa eugenol dan sinamaldehid pada kayu manis dapat

menghambat spora Bacillus anthracis sedangkan senyawa eugenol pada cengkeh

dapat menghambat perkecambahan spora B. subtilis secara in vitro. Kayu manis

adalah rempah-rempah yang paling efektif, menghambat tiga spesies Penicillium

selama lebih dari 21 hari. Cengkeh mempunyai kandungan senyawa anti jamur,

yaitu menghambat pertumbuhan spesies jamur Aspergillus dan Penicillium selama

lebih dari 21 hari pada suhu 25ºC (Davidson, 1997).

Steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang

kerangka strukturnya terdiri atas androstan (siklopentanofenantren), mempunyai

empat cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu. Sebagian

besar dari steroid mempunyai sifat sebagai berikut: mengandung gugus fungsi

oksigen (sebagai = O atau OH) pada C3, mengandung gugus samping pada C17,

banyak yang mengandung ikatan rangkap C4 – C5 atau C5 – C6 (Sari, 2005).

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.

Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne,

1996). Alkaloid bermanfaat di bidang kesehatan antara lain adalah untuk memacu

sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah dan melawan infeksi

mikrobia (Solomon, 1980). Menurut Arif et al. (2009) alkaloid seperti 2-(3,4-

dimethyl-2,5-dihydro-1H-phyrrol-2-yl)-1-methylethyl pentanoate yang diisolasi

dari tumbuhan Datura metel menunjukkan aktivitas antijamur terhadap

Aspergillus dan Candida. Antofine dari Ficus septica, sampangine dari kulit

23

batang Cananga odorata, cycleanine, cocsoline dan N-desmethylcycleanine dari

tanaman Albertisia villosa adalah alkaloid yang bersifat sebagai anti jamur.

Senyawa glukosinolat banyak terdapat pada jaringan kubis (Brassica

olearacea). Hidrolisis glukosinolat menghasilkan beberapa produk, terutama

tiosianat. Produk hidrolisis ini diketahui mempunyai aktivitas biosida yang luas,

seperti insektisida, nematisida, fungisida dan fitotoksis (Kirkegaard & Sarwar,

1998). Lebih lanjut dilaporkan pemberian pupuk hijau dari kubis dapat menekan

hama dan penyakit di dalam tanah. Diperkirakan mikoriza mampu mentoleransi

sifat fungisida kompos limbah kubis dan bibit kakao tahan terhadap sifat

fitotoksisnya (Hastuti et al., 2007).

Menurut Yulianti dan Supriadi (2008), glukosinolat (GSL) berasal dari

tanaman famili kubis-kubisan (Brassicaceae). Ada sekitar 350 genera dan 2500

spesies famili Brassicaceae yang diketahui mengandung senyawa GSL. GSL

merupakan senyawa yang mengandung nitrogen dan belerang hasil metabolit

sekunder tanaman. GSL akan dihidrolisis apabila terjadi kontak dengan enzim

mirosinase, biasanya melalui pelukaan jaringan tanaman. Hasil hidrolisis adalah

beberapa senyawa, baik yang bersifat volatil maupun tidak, misalnya isotiosianat

(ITS), ion tiosianat (SCN-), nitril, epitionitril, indolil alkohol, amin, sianid organik

dan oksazolidinetion. Senyawa yang dihasilkan dari proses hidrolisis tergantung

pada suhu, pH, dan jenis tanah. Senyawa ITS mampu mengendalikan patogen-

patogen tular tanah.

Hasil skrining fitokimia daun sirih merah (Piper betle Linn.) diperoleh

senyawa glikosida, triterpenoid/steroid, flavonoid, tanin, dan anthrakuinon.

24

Ekstrak etanol mempunyai aktivitas antimikroba lebih kuat daripada fraksi etanol

dan fraksi n-heksan, sedang fraksi air tidak aktif. Daya hambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans

berturut-turut diperoleh kadar hambat minimum (KHM) dari ekstrak etanol 80%

(2,5%, 2,5%, dan 10%), fraksi n-heksan (20%, 15%, dan 10%), sedang fraksi

etilasetat (2,5%, 1%, 2,5%). Ekstrak etanol 80% memberikan daya antimikroba

tertinggi pada bakteri Escherichia coli dengan KHM 2,5% (14,3 mm), fraksi

etilasetat pada bakteri Staphylococcus aureus KHM 1% (11,5 mm) dan Candida

albicans KHM 2,5% (11.4 mm). Hasil kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap

ekstrak etanol 80%, dan fraksi n-heksan dengan fase gerak n-heksan–etilasetat

diperoleh 2 senyawa terpenoid/steroid dengan penampak noda Lieberman-Burchat

(LB), sedang dengan kloroform– metanol (7:3), dan toluen-etilasetat (6:4) dengan

penampak noda FeCl3 diperoleh 4 senyawa fenol (tanin dan flavonoida) (Reveny,

2011).

Ekstrak metanol alga merah Gelidium latifolium mampu menghasilkan

zona hambat terhadap Candida albicans, sedangkan ekstrak n-heksan dan aseton

tidak menghasilkan zona hambat. Zona hambat tertinggi terdapat pada konsentrasi

12 mg/ml yaitu sebesar 8 mm. Hasil uji skrinning fitokimia menunjukkan bahwa

terdapat senyawa alkaloid, triterpenoid, dan steroid pada ekstrak metanol.

Gelidium latifolium berpotensi sebagai antijamur alami, antijamur yang dihasilkan

bersifat polar (Lutfiyanti et al., 2012).

Liu et al.(2009) menyatakan fraksinasi ekstrak kasar dari seluruh tanaman

Macleaya cordata R. Br. menyebabkan terisolasi empat alkaloid, berdasarkan

25

data fisikokimia dan spektrometri mereka diidentifikasi sebagai: 1.sanguinarin,

2.chelerythrin, 3.protopine dan 4.alpha-allocryptopin. Senyawa 1 dan 2

menunjukkan aktivitas antijamur yang signifikan terhadap enam jamur uji dengan

konsentrasi penghambatan median (IC50) berkisar 0,47-6,13 µg/ml. Senyawa 1

adalah yang paling efektif dengan IC50 sebesar 0,47 µg/ml pada Rhizoctonia

solani. Selanjutnya, senyawa 1 dan 2 juga menunjukkan aktivitas antibakteri yang

kuat, dengan nilai IC50 berkisar 5,01-11,3 µg/ml, dan konsentrasi hambat

minimum (MIC) berkisar 8,0-32,0 µg/ml.

Doltsinis et al. (2006) melaporkan bahwa kemanjuran Milsana ® VP 1999

dan 2000 (ekstrak tanaman Reynoutria sachalinensis), diketahui menyebabkan

ketahanan terhadap penyakit embun tepung pada mentimun, diuji terhadap

Leveillula taurica (Im) Arn. pada tomat rumah kaca. Uji laboratorium menun-

jukkan bahwa Milsana ® (VP 1999) memiliki efek langsung pada perkecambahan

konidia. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa Milsana ® dapat

memainkan peranan penting dalam manajemen penyakit embun tepung dalam

produksi tomat organik.

Timorex Gold merupakan contoh fungisida nabati yang telah dijual di

pasar. Fungisida nabati ini, dibuat dari ekstrak tanaman Melaleuca alternifolia

dikembangkan untuk pengendalian jamur yang menyerang tanaman. Kemanjuran

yang telah terbukti dalam berbagai tanaman dan penyakit. Pengendalian yang

efektif pada penyakit: embun tepung, embun berbulu halus, hawar awal, busuk

daun, hitam Sigatoka. Tanaman yang telah diuji seperti: anggur, tomat, mentimun,

selada, pisang. Timorex gold memiliki aktivitas sebagai pencegahan dan

26

pengobatan atas: perkecambahan spora in vitro, perkecambahan miselium jamur,

sporulasi pada jaringan yang terinfeksi, dan penindasan pada jaringan yang

terinfeksi jamur (Reuveni, 2010).

2.4 Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum burmani Blume) 2.4.1 Ciri morfologi

Tanaman Cinnamomum burmanni Blume atau di Indonesia dikenal dengan

tanaman kayu manis, dalam bahasa Inggris disebut Cassia, Cinnamon, Indonesian

cassia, Padang cassia, cassia vera. Tanaman ini termasuk kedalam suku

Lauraceae. Kayu manis merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai 50 m,

berbanir atau kadang-kadang tidak mempunyai banir. Pepagan atau jaringan

terluar yang melapisi batang kayu, licin tidak bergaris dan berwarna coklat keabu-

abuan hingga coklat kemerahan. Pepagan mempunyai aroma yang sangat kuat,

getahnya keputihan atau kuning muda. Daunnya agak berhadapan, berseling atau

spiral, dengan titik-titik kelenjar dan berbau harum ketika diremas. Daun

berbentuk lonjong – menjorong hingga melanset, merah muda kemudian

berkembang menjadi hijau muda ketika muda dan akhirnya menjadi hijau

(Gambar 2.4). Perbungaan di ujung atau di ketiak daun, bunga biseksual jarang

yang berbunga tunggal. Buahnya berbiji 1, bulat telur, bijinya juga membulat telur

(Ningsih, 2001).

Kayu manis juga ditemukan di Malaysia. Di Indonesia kayu manis sudah

ditanam luas di Jawa dan Sumatra. Kayu manis merupakan rempah-rempah tertua

yang telah ditemukan di Mesir sejak abad 17 sebelum Masehi. Penjualan kayu

27

manis dilakukan sejak abad 15 – 16 ketika terjadi perdagangan oleh orang Eropa

(Proseanet, 2013).

Klasifikasi tanaman Kayu Manis menurut Tjitrosoepomo (1989) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Klas : Dicotyledoneae

Ordo : Ranales

Familia : Lauraceae

Genus : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanni Blume

Gambar 2.4

Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni Blume), daun warna merah muda

waktu muda menjadi hijau muda akhirnya menjadi hijau

(sumber: koleksi pribadi 2013)

28

2.4.2 Habitat Tanaman kayu manis terdapat di Indonesia hingga ketinggian 2000 m dari

permukaan laut, tetapi daerah yang paling cocok pada ketinggian 500 – 1500 m

dpl. Kelembaban yang dikehendaki berkisar antara 70-90%, dengan curah hujan

2000 – 2500 mm per tahun, dan suhu harian berkisar antara 19-23,3oC. Tanah

yang cocok adalah tanah lempung berpasir yang subur dan sedang, kisaran pH

tanah 4-6 dapat menghasilkan kulit kayu yang terbaik (Ningsih, 2001).

2.4.3 Manfaat

Kulit kering kayu manis pada 3 jenis kayu manis seperti Cinnamomum

burmanni, C. cassia, C. loureirii mempunyai kegunaan yang sama yaitu sebagai

penyedap makanan baik secara domestik maupun industri. Minyak kulit kayu

manis juga digunakan dalam pembuatan sabun dan parfum. Kayu manis yang

terdapat di Cina digunakan dalam pembuatan wewangian, bumbu, dan sebagai

pencampur dalam pembuatan minuman cola. Bubuk kulit kayu manis terdaftar

dalam Pharmacopoiea Herba Inggris sebagai obat khusus untuk pencernaan yang

terganggu atau sakit perut dengan mual. Dalam Phytomedicine Eropa minyak

kayu manis (0,05-0,2 g per hari) digunakan dalam teh untuk anti bakteri dan

membunuh jamur (Dao et al.,1999) .

Di Indonesia kayu manis ini juga dipakai untuk pohon pelindung jalan dan

peneduh. Akhir-akhir ini banyak penelitian menguraikan pentingnya minyak kayu

manis. Di Malaysia telah digalakkan penggunaan kayu manis untuk industri lokal

yang dapat menaikkan pendapatan petani. Penelitian selanjutnya untuk

penggunaan minyak kayu manis masih diperlukan sehingga dapat terungkap

29

apakah minyak dari jenis ini yang diperoleh dari daun dan ranting dapat

digunakan untuk bahan baku energi alternatif (Proseanet, 2013).

Menurut Rachma (2012) bahwa kayu manis (Cinnamomum burmanni)

mempunyai daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Menurut

Sukandar et al. (1999) bahwa aktivitas antibakteri minyak atsiri kulit batang kayu

manis paling kuat terhadap Bacillus subtilis dengan konsentrasi hambat minimum

0,62% sedangkan aktivitas antijamur terkuat terhadap Candida albicans dengan

konsentrasi hambat minimum 1%. Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun paling

kuat terhadap Salmonella typhimurium dan aktivitas anti jamur terkuat terhadap

Candida albicans masing-masing dengan konsentrasi hambat minimum 2%.

Aktivitas 1 ml minyak atsiri kulit kayu setara dengan 240,05 mg tetrasiklin

terhadap Bacillus subtilis dan 549,54 mg nistatin terhadap Candida albicans.

Sedangkan aktivitas 1 ml minyak atsiri setara dengan 96,95 mg tetrasiklin

terhadap Salmonella typhimurium dan 446,68 mg nistatin terhadap Candida

albicans.

2.4.4 Kandungan kimia

Semua marga dari tanaman kayu manis adalah aromatik, dimana aromanya

tergantung pada susunan substansinya. Beberapa kandungan senyawa kimia yang

terdapat dalam kayu manis antara lain adalah sinnamaldehid, eugenol, safrol atau

camphor, aceteugenol dan beberapa aldehid lain dalam jumlah kecil. Kandungan

sinnamaldehid yang merupakan komponen utama dalam minyak kayu manis

adalah berkisar antara 70-75% (Ningsih, 2001). Prasetya dan Ngadiwiyana (2006)

menyatakan bahwa tiga senyawa penyusun minyak kulit batang kayu manis, yaitu

30

sinamaldehid dengan kelimpahan 91,18%, eugenol dengan kelimpahan 7,64% dan

sinamil asetat dengan kelimpahan 1,18%. WHO (1999) menyatakan bahwa

Cinnamomum cassia mengandung 90% sinamaldehid, sangat sedikit eugenol dan

koumarin 0,40%.

Senyawa kafeat dan sinamat telah dilaporkan memberikan khasiat sebagai

inhibitor α-glukosidase. Penghambatan α-glukosidase pada usus mamalia mampu

menurunkan kadar gula darah dari hasil metabolisme karbohidrat sehingga

mampu menyebabkan pengurangan hiperglikemia postprandial untuk mencegah

komplikasi kronis dari Diabetes Millitus (DM) (Ngadiwiyana et al., 2011)

Minyak kayu manis juga mengandung senyawa-senyawa turunan fenol,

hidrokarbon dan sejumlah kecil senyawa-senyawa turunan keton, alkohol dan

ester. Disamping itu juga mengandung methyl-n-amyl keton yang juga sangat

menentukan dalam flavour spesifik dari minyak kayu manis.

Kulit batang kering mengandung minyak yang mudah menguap, tannin

resin, protein, selulosa, pentosa, zat getah, lemak, kalsium oksalat dan mineral.

Tanin menyebabkan rasa sepat pada tumbuhan (Harborne, 1996). Rasa dan bau

tertentu terutama ditentukan oleh kandungan minyak aromatik yang mudah

menguap pada batang. Minyak atsiri yang terkandung dalam kulit batang adalah

1-4%. Minyak kulit batang terutama mengandung sinamaldehid dan eugenol

padat. Kandungan minyak atsiri pada kulit kayu manis yang berasal dari Indonesia

berkisar antara 1,3 - 2,7% tergantung dari daerah asal dan umurnya. Minyak atsiri

terdapat pada kulit batang dalam sel-sel diantara phloem (pembuluh tapis). Sifat

minyak atsiri ini antara lain: kadar minyak: 3,45%; sinamaldehid: 80-90%; berat

31

jenis 25o/25oC : 0,9593; indeks bias 25oC : 1,5251; putaran optik: 19,5. Daun kulit

kayu manis mengandung minyak atsiri sekitar 1,1% (berdasarkan daun kering)

dan mengandung 23 komponen atau senyawa, selain itu mengandung banyak

senyawa linaluol sehingga minyak tersebut banyak digunakan dalam meramu

wangi-wangian. Juga mengandung sinamaldehid, alpha terphenol, coumarine,

benzaldehid, alpa-pinen, betapinen, limonen, linaloal, beta kryofilen dan eugenol.

Hasil dalam bentuk lain adalah oleoresin. Kandungan lainnya adalah pati, gula,

zat warna, fixed oil dan lain-lain (Ningsih, 2001).

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 43

tanaman pekarangan untuk melihat daya hambat terhadap pertumbuhan jamur

(anti jamur) secara in vitro pada media PDA, ditemukan bahwa ekstrak daun

tanaman kayu manis mempunyai diameter daya hambatan sebesar 30 mm. Data

ini menunjukan bahwa ekstrak daun kayu manis mempunyui daya hambat yang

sangat kuat terhadap pertumbuhan jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici (Gambar

2.5); (Lampiran 1).

A B

Gambar 2.5

Daya hambat dari ekstrak daun kayu manis terhadap jamur Fusarium

oxysporum f.sp. lycopersici (A) dan kontrol(B) (sumber: koleksi pribadi 2013).