bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id ii... · terdapat di indonesia adalah ras 1, sedangkan...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tomat
Tanaman tomat (Solanum lycopersicum) termasuk ke dalam famili
Solanaceae. Tanaman ini berasal dari daerah Andean, Amerika Selatan yang
meliputi wilayah Chili, Ekuador, Bolivia, Kolumbia dan Peru. Sebagaian besar
tomat spesies liar tersebar merata di daerah tersebut. Berdasarkan bukti-bukti
arkeologi yang mendalam seperti keragaman tipe, kegunaan, kelimpahan nama-
nama lokal semua menunjukan bahwa tomat didomestikasi di Mexico, di daerah
di luar asalnya, dan kemungkinan besar nenek moyang tomat adalah tomat cherry
primitif (Lycopersicon esculentum var. cerasiforme (Dunal) Gray) (Opena &
Vossen, 1994). Tomat diperkenalkan ke Eropa dalam stadium domestikasi yang
sudah cukup maju. Tomat dikonsumsi segar dalam salad, saus dan sebagai bumbu
sup, dan hidangan daging atau ikan. Tomat juga bisa dijadikan permen, buah
kering dan juga wine (Opena & Vossen, 1994).
Klasifikasi tomat menurut Keng (1978) adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Tubiflorae
Familia : Solanaceae
Genus : Lycopersicum
Spesies : Lycopersicum esculentum Mill.
7
Sinonimnya tanaman ini menurut Ovena & Vossen (1994): Solanum
lycopersicum L., Lycopersicon lycopersicum (L.) Karst.
Tomat memiliki komposisi zat yang cukup lengkap dan baik bagi tubuh.
Menurut Wahyudi (2010) tomat banyak mengandung vitamin C dan vitamin A
yang bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Warna merah pada tomat
lebih banyak mengandung lycopene, yaitu suatu zat antioksidan yang dapat
menghancurkan radikal bebas dalam tubuh akibat rokok, polusi, dan sinar
ultraviolet. Lycopene berguna dalam meningkatkan kemampuan kulit untuk
melindungi dari sinar UV yang berbahaya (BBC News, 2008). Sebuah studi yang
dilakukan oleh para peneliti di Manchester dan Newcastle University
mengungkapkan bahwa tomat dapat melindungi kulit terhadap sinar matahari dan
membantu menjaga kulit tampak muda (Maccrae, 2008).
Tanaman tomat ditanam sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau
ditemukan liar pada ketinggian 1 -1600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan,
sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan subur. Terna
setahun ini tumbuh tegak atau bersandar pada tanaman lain, tinggi 0,5-2,5 m,
bercabang banyak atau berambut kasar warnanya hijau keputihan. Daun majemuk
menyirip, letaknya berseling, bentuknya bulat telur sampai memanjang, ujung
runcing, pangkal membulat, helaian daun yang besar tepinya berlekuk, helaian
daun yang lebih kecil tepinya bergerigi, panjang 10-40cm, warna hijau muda.
Bunga majemuk, berkumpul dalam rangkaian berupa tandan, bertangkai, mahkota
berbentuk bintang, warnanya kuning (Gambar 2.1A). Buahnya buah buni,
berdaging, kulitnya tipis licin mengkilap, beragam dalam bentuk maupun
8
ukurannya (Gambar 2.1B), warnanya kuning atau merah. Bijinya banyak, pipih,
warnanya kuning kecoklatan (Fitriani, 2012).
Tomat dibedakan menjadi dua varietas botani yaitu: var. cerasiformae
(Dunal) Gray, dengan diameter buah berukuran 1,5 - 3 cm, dan var. esculentum
dengan diameter buah berukuran > 3 cm. Ada banyak kultivar tomat yang
diklasifikasikan dengan berbagai cara, misalnya menurut: ukuran buah: bulat kecil
(cherry, 30 g, ‘Money maker’, 80 g, sedang (120-150 g), besar (> 200g); bentuk
buah: bulat, bulat telur dan memanjang (‘San marzano’) atau flat ('Marmande');
warna: merah, pink, oranye, kuning; pemanfaatan: untuk pasar segar (konsumsi
langsung) atau pengolahan. Banyak petani di Asia tenggara masih menggunakan
kultivar lokal. Sebagai contoh di Jawa Barat menggunakan kultivar ‘Gondol’,
yaitu kultivar yang terkenal hidup di dataran tinggi, kemungkinan keturunan dari
kultivar import ‘San Marzano’ yang mempunyai rasa enak, toleran terhadap
penyakit busuk daun dan penyakit lainnya. Kultivar ini telah digantikan oleh
Gambar 2.1
A. Tanaman tomat dengan bunganya, B. Buah tomat (Sumber: koleksi pribadi 2013).
A B
9
kultivar hibrida dari Taiwan, meski dari rasa agak kurang tetapi kapasitas hasil
yang tinggi dan tahan dari kerusakan selama pengangkutan. Kultivar tomat yang
ada di Indonesia adalah ‘Ratna’, ‘Intan’, dan ‘Berlian’ adalah kultivar hasil seleksi
dari AVRDC (Asian Vegetable Research Development Center) yaitu kultivar
yang tahan terhadap bakteri penyebab layu dan cocok pada dataran rendah (Opena
& Vossen, 1994) .
Sifatnya yang multiguna dan banyak dicari, membuat permintaan tomat
semakin tinggi. Konsumsi tomat per kapita per tahun pada tahun 2010 sebesar
1,94 kg dan pada tahun 2011 sebesar 2,09 kg (BPS, 2012). Para petani selalu
berusaha untuk meningkatkan produksi tanaman tomat. Namun dalam rangka
meningkatkan produksi tanaman tomat sering terganjal adanya kendala seperti:
kondisi iklim, hama dan penyakit.
2.2 Penyakit Layu Fusarium pada Tanaman Tomat
Penyakit layu pada tomat sebelumnya dikenal orang disebabkan oleh
bakteri, tetapi setelah tahun 1970 penyakit layu yang disebabkan oleh jamur
Fusarium baru mendapat perhatian di Indonesia. Penyakit layu Fusarium
menimbulkan kerugian yang cukup besar pada tanaman tomat. Gejala penyakit
tersebut adalah pucatnya tulang-tulang daun, terutama daun bagian atas, kemudian
merunduknya tangkai daun dan akhirnya tanaman menjadi layu. Kadang-kadang
kelayuan didahului dengan menguningnya daun terutama daun sebelah bawah.
Tanaman menjadi kerdil dan merana tumbuhnya (Gambar 2.2). Jika tanaman yang
sakit itu dipotong dekat pangkal batang akan terlihat suatu cincin coklat pada
berkas pembuluh. Tanaman dengan gejala berat, gejala penyakit juga bisa terjadi
10
pada tanaman sebelah atas. Pada tanaman yang sangat muda penyakit dapat
menyebabkan matinya tanaman secara mendadak, karena pada pangkal batang
terjadi kerusakan atau kanker yang menggelang, sedangkan tanaman dewasa yang
terinfeksi sering dapat bertahan terus dan membentuk buah tetapi hasilnya sangat
sedikit dan buahnya kecil-kecil. Jamur Fusarium termasuk patogen tular-tanah.
Jika tanah sudah terkontaminasi patogen maka penyakit tersebut selalu ada hampir
setiap musim tanam (Agrios, 2005; Semangun, 2007).
Penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat disebabkan oleh jamur Fusarium
oxysporum f. sp. lycopersici. Sebaran geografis penyakit ini adalah: Afrika, Asia,
A B
Gambar 2.2.
Tanaman tomat yang menunjukkan gejala penyakit layu Fusarium, (A) daun
menguning dan layu, (B) warna coklat pada berkas pembuluh pangkal batang
(sumber: koleksi pribadi 2013)
11
Amerika Utara dan Selatan, Australia, Eropa, India Barat. Ada beberapa isolat
yang berbeda dalam morfologi, ciri dan sifat patogennya (Subramanian, 1970).
Menurut Suhardi dan Bustaman (1979) jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici
diketahui mempunyai banyak ras fisiologi. Ras fisiologi yang paling banyak
terdapat di Indonesia adalah ras 1, sedangkan ras 0 meskipun sedikit juga ada.
Menurut Suhardi (1980) ras 1 terdiri atas 2 galur yaitu galur putih dan galur ungu.
Galur putih mempunyai virulensi yang lebih tinggi daripada galur ungu.
Jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici menurut Alexopoulos dan
Mims (1979) diklasifikasi ke dalam :
Kingdom : Myceteae
Divisi : Amastigomycota
Class : Deuteromycetes
Sub Class : Hypomycetidae
Ordo : Moniliales
Famili : Tuberculariaceae
Marga : Fusarium
Species : Fusarium oxysporum
2.2.1 Morfologi jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici Jamur Fusarium mempunyai 3 spora aseksual (konidia) yang pembentuk-
kannya dan macam konidianya tergantung pada tempat tumbuh dan keadaan
lingkungan. Ketiga jenis konidia tersebut adalah mikrokonidia, makrokonidia dan
klamidospora. Mikrokonidia mempuyai 1 atau 2 sel, dan merupakan macam
konidia yang paling banyak dihasilkan baik pada fase patogenase maupun
12
saprogenase. Makrokonidia mempunyai bentuk yang khas terdiri atas 3-5 septa
melengkung seperti bulan sabit dan biasanya dihasilkan pada permukaan tanaman
yang terserang lanjut (Agrios, 2005). Menurut Barnet dan Hunter (1998) bentuk
makrokonidia seperti perahu. Klamidospora terdiri atas 1-2 septa, berbentuk bulat
dan berdinding tebal, dihasilkan pada ujung atau bagian tengah miselium yang
telah tua atau pada makrokonidia dengan diameter 5-15 µm, dan merupakan spora
untuk bertahan pada lingkungan yang kurang baik. Pada awalnya miselium
berwarna putih keruh (krem), kemudian menjadi kuning pucat, merah muda pucat
sampai keunguan. Menurut Tombe (2010), bahwa klamidospora dapat bertahan di
dalam tanah tanpa tanaman inang.
Konidiofor jarang bercabang, tidak membentuk rantai, tanpa sekat, eliops-
silindris, lurus-lonjong, pendek dan sederhana, berukuran 5-12 x 2,3-3,5 µm.
Mikrokonidium mempunyai satu atau dua sel, terdapat dalam jumlah banyak, dan
sering dihasilkan pada semua kondisi. Jenis spora ini banyak dijumpai di dalam
jaringan tanaman terinfeksi. Sementara itu makrokonidium umumnya banyak
dijumpai di permukaan tanaman yang mati karena infeksi jamur ini (Agrios 2005).
Jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat tumbuh dengan baik pada
medium dengan kisaran pH 3,6-8,4 dan suhu tanah optimum untuk perkembangan
gejala penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat adalah 28oC dengan kisaran
suhu 21-33oC (Walker, 1957). Siklus hidup jamur Fusarium terdiri atas dua fase
yaitu fase patogenase dan saprogenase (Gambar 2.3). Fase patogenase adalah fase
dimana jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang yang masuk melalui luka
pada akar dan berkembang di dalam jaringan tanaman. Fase saprogenase yaitu
13
hidup sebagai saprofit di dalam tanah dan pada sisa-sisa tanaman tomat, dan
menjadi sumber inokulum bagi tanaman tomat lain. Patogen tersebut mampu
menghasilkan enzim, toksin, polisakarida yang dapat menimbulkan penyakit bagi
tanaman inang (Agrios, 2005).
Patogen menghasilkan enzim pektin-metil-esterase (PME), dan
depolimerase (DP) yang memecah pektin di dalam dinding sel pembuluh kayu
yang juga masuk dalam dinding parenkim silem. Fragmen asam pektat masuk ke
dalam pembuluh kayu dan membentuk massa koloid yang dapat menghambat
pembuluh. Warna coklat pada berkas pembuluh disebabkan oleh fenol yang
terlepas dan masuk ke dalam pembuluh serta mengalami pemolimeran menjadi
melamin yang berwarna coklat oleh sistem fenol oksidase tanaman. Bahan tadi
diserap oleh pembuluh kayu yang berlignin, sehingga menyebabkan warna coklat
(Semangun, 2007).
Toksin yang dihasilkan oleh F. oxysporum adalah asam fusarat,
dehidrofusarat, dan likomarasmin (Sastrahidayat, 1989). Toksin tersebut akan
mengubah kelenturan selaput plasma tanaman, sehingga tanaman yang terinfeksi
lebih cepat kehilangan air dibandingkan tanaman sehat.
Jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat bertahan dalam tanah dan
tanah yang sudah terkontaminasi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur
melakukan infeksi akar terutama melalui luka-luka, lalu menetap dan
berkembang di berkas-berkas pembuluh yang menyebabkan pengangkutan air dan
hara tanah terganggu dan menyebabkan tanaman menjadi layu. Menurut Walker
(1952) jamur membentuk polipeptida, yang disebut likomarasmin, yang dapat
14
mengganggu permeabilitas membran plasma dari tanaman. Sesudah jaringan
pembuluh mati, pada waktu udara lembab jamur akan membentuk spora yang
berwarna putih keunguan pada akar yang terinfeksi.
Jamur menginfeksi tanaman inangnya melalui bermacam – macam luka,
misalnya luka yang terjadi karena pemindahan bibit, karena pembumbunan, atau
luka karena serangga atau nematoda. Meskipun demikian jamur juga dapat
mengadakan infeksi pada akar yang tidak mempunyai luka. Jamur dapat tersebar
karena pengangkutan bibit, tanah yang terbawa angin atau air, atau oleh alat
pertanian (Semangun, 2007).
Gambar 2.3
Siklus hidup jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici
penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman tomat
(Sumber: Agrios, 2005)
15
2.2.2 Pengendalian penyakit layu Fusarium
Pengendalian penyakit layu Fusarium belum berhasil dengan baik karena
patogen dapat bertahan lama di dalam tanah pada fase saprogenase yaitu hidup
saprofit di dalam tanah pada sisa-sisa tanaman tomat menjadi sumber inokulum
bagi tanaman tomat yang lain.
Pengendalian penyakit dengan menggunakan fungisida sintetik dapat
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan seperti resistensi patogen,
pencemaran lingkungan, dan matinya organisme non target (Oka, 1995). Residu
fungisida sintetis bisa berbahaya bagi hewan maupun manusia. Keracunan akibat
kontak langsung dengan fungisida sintetik dapat terjadi pada saat aplikasi
(Djunaedy, 2009). Penggunaan pestisida sintetik menimbulkan dampak pada
kesehatan petani karena menurunnya aktivitas acetylcholinesterase darah pada
kategori ringan sampai sedang (Sulistiyono et al., 2008). Menurut Afriyanto
(2008) bahwa hadirnya insektisida organofosfat dan karbamat di dalam tubuh
akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi
substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan
sistem syaraf yang berupa aktifitas kholinergik secara terus menerus akibat
asetilkolin yang tidak terhidrolisis. Gangguan ini dikenal sebagai gejala
keracunan.
Pengendalian secara hayati terhadap penyakit layu Fusarium pada
tanaman tomat telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Menurut Sugito et al.
(2010) bahwa populasi Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici di dalam tanah
mengalami penurunan akibat penggunaan bahan nabati seperti ekstrak daun
16
nimba, daun cengkeh, kulit jati, kulit pinus, dan daun ketapang. Penurunan
populasi sebesar 79,22 % terjadi pada perlakuan ekstrak daun cengkeh yang
diberikan pada 4 minggu sebelum tanam.
Menurut Kristalisasi (2007) bahwa isolat Trichoderma sp. yang berasal
dari rizosfer tanaman tomat mampu menyebabkan lisisnya miselium F.
oxysporum f.sp. lycopersici. Pupuk kandang ayam dan lamtoro merupakan
substrat terbaik dalam mendukung peningkatan populasi dan aktivitas antagonistik
Trichoderma sp. dalam menekan penyakit layu tanaman tomat. Pertumbuhan awal
tanaman tomat yang terbaik diperoleh pada media yang mengandung lamtoro dan
pupuk kandang ayam yang diinokulasi Trichoderma sp.
Menurut Dwivedi dan Enespa (2013) bahwa aktifitas antijamur dari
spesies Aspergillus spp., Penicillium spp. dan Trichoderma memainkan peran
penting dalam mengendalikan jamur patogen tular tanah dari jamur F. solani dan
F. oxysporum f. sp. lycopersici. Spesies Aspergillus adalah antagonis terbaik
diikuti oleh Penicillium spp. dan Trichoderma spp. untuk mengendalikan
penyakit layu pada tanaman tomat dan tanaman terung. Penggunaan agen hayati
ini tidak hanya aman bagi petani dan konsumen, tetapi juga ramah lingkungan,
mudah dalam memproduksi dan mudah dalam formulasi.
Susanna et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi dosis dan
frekuensi pemberian kascing, maka masa inkubasi semakin lama (19 hari),
persentase jumlah tanaman layu berkurang, hasil tanaman tomat meningkat. Dosis
dan frekuensi kascing yang efektif dalam pengendalian penyakit layu Fusarium
pada tanaman tomat adalah 200 g per tanaman dengan dua kali aplikasi.
17
2.3 Ekstrak Tumbuhan sebagai Fungisida Nabati
Ekstrak tanaman yang diperoleh dari berbagai bagian tanaman
mengandung banyak senyawa dengan sifat antimikroba. Senyawa ini dapat
diperoleh dari akar, kulit, biji, tunas, daun, bunga dan buah. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa sifat anti jamur ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga)
pada media PDA mampu menghambat pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum
(Suprapta et al., 2005; Suprapta dan Khalimi, 2009). Ekstrak rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) dan ekstrak daun pepaya (Carica papaya) mempunyai aktivitas
anti jamur terhadap Ceratocystis sp. (Suprapta et al., 2001).
Senyawa fenolik merupakan produk metabolisme skunder pada tumbuhan.
Contoh senyawa fenolik yaitu fitoaleksin, asam kafein, asam khlorogenik,
skopoletin bersifat toksik bagi patogen. Tanin merupakan senyawa fenolik toksik
terhadap patogen, senyawa ini terdapat pada tanaman yaitu tomatin (antijamur
pada tomat), avenacin (antijamur pada oat), senyawa tersebut dapat mematikan
atau menghambat kolonisasi patogen (Sinaga, 2006). Fitoaleksin merupakan
senyawa toksik yang dilepaskan oleh tanaman di tempat terjadinya infeksi.
Fitoaleksin termasuk kedalam beberapa jenis senyawa antara lain: terpenoid,
glikokortesoid, dan alkaloid yang merupakan kelompok senyawa yang umumnya
bersifat lifofilik dan spesifik dalam aktivitas antimikrobanya (Morrissey et al.,
1999).
Flavonoid adalah hasil metabolit sekunder tanaman yang mengandung inti
C-15 phenylpropanoid, yang akan mengalami alkilasi, oksidasi dan glikosilasi.
Senyawa ini memiliki aktivitas antioksidan dan juga menghambat estrogenic,
18
antiviral, antibakteria. Proses biosintesis flavanoid merupakan proses yang
panjang. Biosintesis flavanoid selain terjadi pada tumbuhan dapat pula terjadi
pada khamir (Hidayat, 2013). Buah terung pirus (Cyphomandra betacea (Cav.)
Sendtn.) mengandung senyawa flovanoid yang termasuk dalam golongan flavon-
o-glikosida. Senyawa tersebut bersifat sebagai antibakteri (Ellizar & Maaruf,
2009). Ekstrak soxhletasi dan ekstrak maserasi daun mimba (Azadirachta indica)
mengandung golongan senyawa flavonoid, tannin, dan saponin. Ekstrak daun
mimba mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans
(Puspitasari et al., 2009).
Kumarin merupakan golongan senyawa fenilpropanoid yang memiliki
cincin lakton lingkar enam dan memiliki inti 2H-l-benzopiran-2-on dengan rumus
molekul C9H5O2 (Murray et al., 1982). Kumarin dan turunannya banyak memiliki
aktifitas biologis diantaranya dapat menstimulasi pembentukan pigmen kulit,
mempengaruhi kerja enzim, anti koagulan darah, anti mikroba dan menunjukkan
aktifitas menghambat efek karsinogen (Syarif dan Amir, t.t.). Menurut Isnawati et
al. (2008) bahwa senyawa hasil isolasi yang terkandung di dalam herba Artemisia
L. merupakan senyawa golongan kumarin dengan nama 2H-l-Benzopyran-2-
one,7-hydroxy-6-methoxy atau dengan nama lain skopoletin. Menurut Widayat
dan Sutarto (2012), bahwa tanaman Purwoceng atau Pimpinella alpina Kds.
merupakan tanaman obat langka yang berkhasiat sebagai afrodisiak. Tanaman
tersebut mengandung senyawa kumarin. Senyawa kumarin dalam industri
dimanfaatkan untuk bahan aditif makanan dan parfum.
19
Kuinon merupakan senyawa dengan cincin aromatik dengan substitusi 2
keton yang dicirikan dengan sifatnya yang sangat reaktif. Senyawa ini berwarna,
yang bertanggung jawab atas terjadinya reaksi browning pada potongan buah atau
buah atau sayur yang terluka. Kuinon diketahui membentuk kompleks secara
irreversible dengan asam amino nucleophillic di dalam protein. Oleh Karena itu
kuinon menonaktifkan protein. Kuinon berikatan dengan permukaan adhesions,
polipeptida dinding sel, enzim yang terikat dengan membran yang membentuk
kompleks yang menonaktifkan enzim. Pada kelompok anthrakuinon seperti
aglycons, alizarin dan emodin yang berasal dari Rubia tinctorum dan Rhamus
frangula dilaporkan memiliki aktifitas antijamur. Naphtkuinon kigelinone,
isopinatal, dehydro-alpha-lapachone dan laphacol dari Kigelia pinnata dilaporkan
memiliki aktifitas antijamur. Senyawa baru 11-hydroxy-16-hentriacontanone yang
diisolasi dari Anona squamosa dilaporkan sebagai senyawa antijamur yang
potensial (Arif, et al. 2009).
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas
pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan
membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan
asam (Harborne, 1996). Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan
menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba (Robinson, 1995). Menurut Mardiningsih et al. (2010), bahwa
ekstrak tanaman rerak atau Sapindus rarak mengandung senyawa saponin yang
efektif mengendalikan populasi Aphis gossypii yang merupakan salah satu
organisme yang mengganggu tanaman Nilam. Sa’diyah et al.(2013) menyatakan
20
bahwa ekstrak daun tanaman Bintaro atau Cerbera odollam yang mengandung
saponin efektip menghambat perkembangan ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
yang menyerang tanaman Sawi.
Senyawa Santon merupakan senyawa yang memiliki aktivitas biologi
seperti antibakteri, antioksidan, sitotoksik, dan antimalaria. Senyawa ini dapat
diisolasi dari tanaman genus Garcinia (manggis-manggisan). Genus Garcinia
diketahui kaya dengan senyawa golongan Santon teroksigenasi, Santon
terprenilasi, dan benzofenon poliisoprenilasi (Muharni, 2010). Menurut
Purwaningsih dan Ersam (2007) bahwa batang tanaman manggis (Garcinia
tetranda) mengandung senyawa Santon yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksiSanton dan
1,3,6,7-tetrahidroksiSanton. Kedua senyawa mempunyai aktivitas yang tinggi
terhadap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Muharni et al. (2009)
menyatakan bahwa telah ditemukan suatu senyawa Santon yaitu Santon
diprenilasi dari ekstrak etil asetat kulit batang tumbuhan Garcinia nigrolineata
yaitu 1,7-dihidroksi-3-metoksi-4-(3metilbut-2-enil), 6’,6’–dimetilpirano (2’,3’:
5,6) Santon dengan rumus molekul C18H14O6.
Senyawa terpenoid adalah senyawa terpen yang mengalami oksidasi. Zat
inilah penyebab terjadinya bau wangi, harum atau bau yang khas yang terjadi pada
tumbuh- tumbuhan. Pemanfaatan senyawa ini sangat penting artinya sebagai dasar
wewangian alam dalam industri parfum dan begitu juga untuk pemanfaatan
rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa didalam industri makanan maupun
industri minuman (Harborne, 1996).
21
Herba meniran (Pyllanthus niruri Linn.) mengandung senyawa terpenoid
yang bersifat sebagai anti bakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri
Staphylococcus aureus (Gunawan et al.,2008). Beberapa contoh senyawa terpen
yang sangat aktif adalah: eugenol, timol dan carvacrol (Martinez, 2012).
Cengkeh merupakan sumber eugenol yang paling potensial dikarenakan
kandungan eugenolnya yang cukup tinggi yaitu 70-96% (Towaha, 2012). Menurut
Manohara dan Noveriza (1999) dan Wiratno (2009), eugenol cengkeh dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pestisida nabati, mengingat beberapa hasil
penelitian menunjukkan senyawa eugenol efektif mengendalikan nematoda,
jamur patogen, bakteri dan serangga hama.
Menurut Noviansari et al. (2013) bahwa senyawa eugenol yang terdapat
pada daun cengkeh dapat diturunkan menjadi senyawa metil eugenol. Senyawa
tersebut kemudian diturunkan lebih lanjut menjadi senyawa alkohol primer 3-(3,4
dimetoksi fenil)-1-propanol melalui reaksi hidroborasi-oksidasi menggunakan
reagen NaBH 4-I2 dalam suasana alkalis pada suhu 45oC. Selanjutnya dilakukan
uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif Eschericia coli ATCC
(American Type Culture Collection) 25922 pada berbagai konsentrasi yaitu 20, 30
dan 40%. Hasil uji senyawa turunan eugenol yaitu alkohol primer 3-(3,4
dimetoksi fenil)-1-propanol pada konsentrasi 40% lebih efektif menghambat
pertumbuhan bakteri Eschericia coli ATCC 25922 dengan diameter hambat
sebesar 1,9 cm.
Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum J. Presl.) juga mengandung
senyawa volatil eugenol yaitu hanya sebesar 8% sedangkan sinamaldehid sebesar
22
75%. Gabungan senyawa eugenol dan sinamaldehid pada kayu manis dapat
menghambat spora Bacillus anthracis sedangkan senyawa eugenol pada cengkeh
dapat menghambat perkecambahan spora B. subtilis secara in vitro. Kayu manis
adalah rempah-rempah yang paling efektif, menghambat tiga spesies Penicillium
selama lebih dari 21 hari. Cengkeh mempunyai kandungan senyawa anti jamur,
yaitu menghambat pertumbuhan spesies jamur Aspergillus dan Penicillium selama
lebih dari 21 hari pada suhu 25ºC (Davidson, 1997).
Steroid dapat diartikan sebagai kelas senyawa organik bahan alam yang
kerangka strukturnya terdiri atas androstan (siklopentanofenantren), mempunyai
empat cincin terpadu. Senyawa ini mempunyai efek fisiologis tertentu. Sebagian
besar dari steroid mempunyai sifat sebagai berikut: mengandung gugus fungsi
oksigen (sebagai = O atau OH) pada C3, mengandung gugus samping pada C17,
banyak yang mengandung ikatan rangkap C4 – C5 atau C5 – C6 (Sari, 2005).
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne,
1996). Alkaloid bermanfaat di bidang kesehatan antara lain adalah untuk memacu
sistem saraf, menaikkan atau menurunkan tekanan darah dan melawan infeksi
mikrobia (Solomon, 1980). Menurut Arif et al. (2009) alkaloid seperti 2-(3,4-
dimethyl-2,5-dihydro-1H-phyrrol-2-yl)-1-methylethyl pentanoate yang diisolasi
dari tumbuhan Datura metel menunjukkan aktivitas antijamur terhadap
Aspergillus dan Candida. Antofine dari Ficus septica, sampangine dari kulit
23
batang Cananga odorata, cycleanine, cocsoline dan N-desmethylcycleanine dari
tanaman Albertisia villosa adalah alkaloid yang bersifat sebagai anti jamur.
Senyawa glukosinolat banyak terdapat pada jaringan kubis (Brassica
olearacea). Hidrolisis glukosinolat menghasilkan beberapa produk, terutama
tiosianat. Produk hidrolisis ini diketahui mempunyai aktivitas biosida yang luas,
seperti insektisida, nematisida, fungisida dan fitotoksis (Kirkegaard & Sarwar,
1998). Lebih lanjut dilaporkan pemberian pupuk hijau dari kubis dapat menekan
hama dan penyakit di dalam tanah. Diperkirakan mikoriza mampu mentoleransi
sifat fungisida kompos limbah kubis dan bibit kakao tahan terhadap sifat
fitotoksisnya (Hastuti et al., 2007).
Menurut Yulianti dan Supriadi (2008), glukosinolat (GSL) berasal dari
tanaman famili kubis-kubisan (Brassicaceae). Ada sekitar 350 genera dan 2500
spesies famili Brassicaceae yang diketahui mengandung senyawa GSL. GSL
merupakan senyawa yang mengandung nitrogen dan belerang hasil metabolit
sekunder tanaman. GSL akan dihidrolisis apabila terjadi kontak dengan enzim
mirosinase, biasanya melalui pelukaan jaringan tanaman. Hasil hidrolisis adalah
beberapa senyawa, baik yang bersifat volatil maupun tidak, misalnya isotiosianat
(ITS), ion tiosianat (SCN-), nitril, epitionitril, indolil alkohol, amin, sianid organik
dan oksazolidinetion. Senyawa yang dihasilkan dari proses hidrolisis tergantung
pada suhu, pH, dan jenis tanah. Senyawa ITS mampu mengendalikan patogen-
patogen tular tanah.
Hasil skrining fitokimia daun sirih merah (Piper betle Linn.) diperoleh
senyawa glikosida, triterpenoid/steroid, flavonoid, tanin, dan anthrakuinon.
24
Ekstrak etanol mempunyai aktivitas antimikroba lebih kuat daripada fraksi etanol
dan fraksi n-heksan, sedang fraksi air tidak aktif. Daya hambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan jamur Candida albicans
berturut-turut diperoleh kadar hambat minimum (KHM) dari ekstrak etanol 80%
(2,5%, 2,5%, dan 10%), fraksi n-heksan (20%, 15%, dan 10%), sedang fraksi
etilasetat (2,5%, 1%, 2,5%). Ekstrak etanol 80% memberikan daya antimikroba
tertinggi pada bakteri Escherichia coli dengan KHM 2,5% (14,3 mm), fraksi
etilasetat pada bakteri Staphylococcus aureus KHM 1% (11,5 mm) dan Candida
albicans KHM 2,5% (11.4 mm). Hasil kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap
ekstrak etanol 80%, dan fraksi n-heksan dengan fase gerak n-heksan–etilasetat
diperoleh 2 senyawa terpenoid/steroid dengan penampak noda Lieberman-Burchat
(LB), sedang dengan kloroform– metanol (7:3), dan toluen-etilasetat (6:4) dengan
penampak noda FeCl3 diperoleh 4 senyawa fenol (tanin dan flavonoida) (Reveny,
2011).
Ekstrak metanol alga merah Gelidium latifolium mampu menghasilkan
zona hambat terhadap Candida albicans, sedangkan ekstrak n-heksan dan aseton
tidak menghasilkan zona hambat. Zona hambat tertinggi terdapat pada konsentrasi
12 mg/ml yaitu sebesar 8 mm. Hasil uji skrinning fitokimia menunjukkan bahwa
terdapat senyawa alkaloid, triterpenoid, dan steroid pada ekstrak metanol.
Gelidium latifolium berpotensi sebagai antijamur alami, antijamur yang dihasilkan
bersifat polar (Lutfiyanti et al., 2012).
Liu et al.(2009) menyatakan fraksinasi ekstrak kasar dari seluruh tanaman
Macleaya cordata R. Br. menyebabkan terisolasi empat alkaloid, berdasarkan
25
data fisikokimia dan spektrometri mereka diidentifikasi sebagai: 1.sanguinarin,
2.chelerythrin, 3.protopine dan 4.alpha-allocryptopin. Senyawa 1 dan 2
menunjukkan aktivitas antijamur yang signifikan terhadap enam jamur uji dengan
konsentrasi penghambatan median (IC50) berkisar 0,47-6,13 µg/ml. Senyawa 1
adalah yang paling efektif dengan IC50 sebesar 0,47 µg/ml pada Rhizoctonia
solani. Selanjutnya, senyawa 1 dan 2 juga menunjukkan aktivitas antibakteri yang
kuat, dengan nilai IC50 berkisar 5,01-11,3 µg/ml, dan konsentrasi hambat
minimum (MIC) berkisar 8,0-32,0 µg/ml.
Doltsinis et al. (2006) melaporkan bahwa kemanjuran Milsana ® VP 1999
dan 2000 (ekstrak tanaman Reynoutria sachalinensis), diketahui menyebabkan
ketahanan terhadap penyakit embun tepung pada mentimun, diuji terhadap
Leveillula taurica (Im) Arn. pada tomat rumah kaca. Uji laboratorium menun-
jukkan bahwa Milsana ® (VP 1999) memiliki efek langsung pada perkecambahan
konidia. Secara keseluruhan, hasil menunjukkan bahwa Milsana ® dapat
memainkan peranan penting dalam manajemen penyakit embun tepung dalam
produksi tomat organik.
Timorex Gold merupakan contoh fungisida nabati yang telah dijual di
pasar. Fungisida nabati ini, dibuat dari ekstrak tanaman Melaleuca alternifolia
dikembangkan untuk pengendalian jamur yang menyerang tanaman. Kemanjuran
yang telah terbukti dalam berbagai tanaman dan penyakit. Pengendalian yang
efektif pada penyakit: embun tepung, embun berbulu halus, hawar awal, busuk
daun, hitam Sigatoka. Tanaman yang telah diuji seperti: anggur, tomat, mentimun,
selada, pisang. Timorex gold memiliki aktivitas sebagai pencegahan dan
26
pengobatan atas: perkecambahan spora in vitro, perkecambahan miselium jamur,
sporulasi pada jaringan yang terinfeksi, dan penindasan pada jaringan yang
terinfeksi jamur (Reuveni, 2010).
2.4 Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum burmani Blume) 2.4.1 Ciri morfologi
Tanaman Cinnamomum burmanni Blume atau di Indonesia dikenal dengan
tanaman kayu manis, dalam bahasa Inggris disebut Cassia, Cinnamon, Indonesian
cassia, Padang cassia, cassia vera. Tanaman ini termasuk kedalam suku
Lauraceae. Kayu manis merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai 50 m,
berbanir atau kadang-kadang tidak mempunyai banir. Pepagan atau jaringan
terluar yang melapisi batang kayu, licin tidak bergaris dan berwarna coklat keabu-
abuan hingga coklat kemerahan. Pepagan mempunyai aroma yang sangat kuat,
getahnya keputihan atau kuning muda. Daunnya agak berhadapan, berseling atau
spiral, dengan titik-titik kelenjar dan berbau harum ketika diremas. Daun
berbentuk lonjong – menjorong hingga melanset, merah muda kemudian
berkembang menjadi hijau muda ketika muda dan akhirnya menjadi hijau
(Gambar 2.4). Perbungaan di ujung atau di ketiak daun, bunga biseksual jarang
yang berbunga tunggal. Buahnya berbiji 1, bulat telur, bijinya juga membulat telur
(Ningsih, 2001).
Kayu manis juga ditemukan di Malaysia. Di Indonesia kayu manis sudah
ditanam luas di Jawa dan Sumatra. Kayu manis merupakan rempah-rempah tertua
yang telah ditemukan di Mesir sejak abad 17 sebelum Masehi. Penjualan kayu
27
manis dilakukan sejak abad 15 – 16 ketika terjadi perdagangan oleh orang Eropa
(Proseanet, 2013).
Klasifikasi tanaman Kayu Manis menurut Tjitrosoepomo (1989) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Klas : Dicotyledoneae
Ordo : Ranales
Familia : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomum burmanni Blume
Gambar 2.4
Tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni Blume), daun warna merah muda
waktu muda menjadi hijau muda akhirnya menjadi hijau
(sumber: koleksi pribadi 2013)
28
2.4.2 Habitat Tanaman kayu manis terdapat di Indonesia hingga ketinggian 2000 m dari
permukaan laut, tetapi daerah yang paling cocok pada ketinggian 500 – 1500 m
dpl. Kelembaban yang dikehendaki berkisar antara 70-90%, dengan curah hujan
2000 – 2500 mm per tahun, dan suhu harian berkisar antara 19-23,3oC. Tanah
yang cocok adalah tanah lempung berpasir yang subur dan sedang, kisaran pH
tanah 4-6 dapat menghasilkan kulit kayu yang terbaik (Ningsih, 2001).
2.4.3 Manfaat
Kulit kering kayu manis pada 3 jenis kayu manis seperti Cinnamomum
burmanni, C. cassia, C. loureirii mempunyai kegunaan yang sama yaitu sebagai
penyedap makanan baik secara domestik maupun industri. Minyak kulit kayu
manis juga digunakan dalam pembuatan sabun dan parfum. Kayu manis yang
terdapat di Cina digunakan dalam pembuatan wewangian, bumbu, dan sebagai
pencampur dalam pembuatan minuman cola. Bubuk kulit kayu manis terdaftar
dalam Pharmacopoiea Herba Inggris sebagai obat khusus untuk pencernaan yang
terganggu atau sakit perut dengan mual. Dalam Phytomedicine Eropa minyak
kayu manis (0,05-0,2 g per hari) digunakan dalam teh untuk anti bakteri dan
membunuh jamur (Dao et al.,1999) .
Di Indonesia kayu manis ini juga dipakai untuk pohon pelindung jalan dan
peneduh. Akhir-akhir ini banyak penelitian menguraikan pentingnya minyak kayu
manis. Di Malaysia telah digalakkan penggunaan kayu manis untuk industri lokal
yang dapat menaikkan pendapatan petani. Penelitian selanjutnya untuk
penggunaan minyak kayu manis masih diperlukan sehingga dapat terungkap
29
apakah minyak dari jenis ini yang diperoleh dari daun dan ranting dapat
digunakan untuk bahan baku energi alternatif (Proseanet, 2013).
Menurut Rachma (2012) bahwa kayu manis (Cinnamomum burmanni)
mempunyai daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Menurut
Sukandar et al. (1999) bahwa aktivitas antibakteri minyak atsiri kulit batang kayu
manis paling kuat terhadap Bacillus subtilis dengan konsentrasi hambat minimum
0,62% sedangkan aktivitas antijamur terkuat terhadap Candida albicans dengan
konsentrasi hambat minimum 1%. Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun paling
kuat terhadap Salmonella typhimurium dan aktivitas anti jamur terkuat terhadap
Candida albicans masing-masing dengan konsentrasi hambat minimum 2%.
Aktivitas 1 ml minyak atsiri kulit kayu setara dengan 240,05 mg tetrasiklin
terhadap Bacillus subtilis dan 549,54 mg nistatin terhadap Candida albicans.
Sedangkan aktivitas 1 ml minyak atsiri setara dengan 96,95 mg tetrasiklin
terhadap Salmonella typhimurium dan 446,68 mg nistatin terhadap Candida
albicans.
2.4.4 Kandungan kimia
Semua marga dari tanaman kayu manis adalah aromatik, dimana aromanya
tergantung pada susunan substansinya. Beberapa kandungan senyawa kimia yang
terdapat dalam kayu manis antara lain adalah sinnamaldehid, eugenol, safrol atau
camphor, aceteugenol dan beberapa aldehid lain dalam jumlah kecil. Kandungan
sinnamaldehid yang merupakan komponen utama dalam minyak kayu manis
adalah berkisar antara 70-75% (Ningsih, 2001). Prasetya dan Ngadiwiyana (2006)
menyatakan bahwa tiga senyawa penyusun minyak kulit batang kayu manis, yaitu
30
sinamaldehid dengan kelimpahan 91,18%, eugenol dengan kelimpahan 7,64% dan
sinamil asetat dengan kelimpahan 1,18%. WHO (1999) menyatakan bahwa
Cinnamomum cassia mengandung 90% sinamaldehid, sangat sedikit eugenol dan
koumarin 0,40%.
Senyawa kafeat dan sinamat telah dilaporkan memberikan khasiat sebagai
inhibitor α-glukosidase. Penghambatan α-glukosidase pada usus mamalia mampu
menurunkan kadar gula darah dari hasil metabolisme karbohidrat sehingga
mampu menyebabkan pengurangan hiperglikemia postprandial untuk mencegah
komplikasi kronis dari Diabetes Millitus (DM) (Ngadiwiyana et al., 2011)
Minyak kayu manis juga mengandung senyawa-senyawa turunan fenol,
hidrokarbon dan sejumlah kecil senyawa-senyawa turunan keton, alkohol dan
ester. Disamping itu juga mengandung methyl-n-amyl keton yang juga sangat
menentukan dalam flavour spesifik dari minyak kayu manis.
Kulit batang kering mengandung minyak yang mudah menguap, tannin
resin, protein, selulosa, pentosa, zat getah, lemak, kalsium oksalat dan mineral.
Tanin menyebabkan rasa sepat pada tumbuhan (Harborne, 1996). Rasa dan bau
tertentu terutama ditentukan oleh kandungan minyak aromatik yang mudah
menguap pada batang. Minyak atsiri yang terkandung dalam kulit batang adalah
1-4%. Minyak kulit batang terutama mengandung sinamaldehid dan eugenol
padat. Kandungan minyak atsiri pada kulit kayu manis yang berasal dari Indonesia
berkisar antara 1,3 - 2,7% tergantung dari daerah asal dan umurnya. Minyak atsiri
terdapat pada kulit batang dalam sel-sel diantara phloem (pembuluh tapis). Sifat
minyak atsiri ini antara lain: kadar minyak: 3,45%; sinamaldehid: 80-90%; berat
31
jenis 25o/25oC : 0,9593; indeks bias 25oC : 1,5251; putaran optik: 19,5. Daun kulit
kayu manis mengandung minyak atsiri sekitar 1,1% (berdasarkan daun kering)
dan mengandung 23 komponen atau senyawa, selain itu mengandung banyak
senyawa linaluol sehingga minyak tersebut banyak digunakan dalam meramu
wangi-wangian. Juga mengandung sinamaldehid, alpha terphenol, coumarine,
benzaldehid, alpa-pinen, betapinen, limonen, linaloal, beta kryofilen dan eugenol.
Hasil dalam bentuk lain adalah oleoresin. Kandungan lainnya adalah pati, gula,
zat warna, fixed oil dan lain-lain (Ningsih, 2001).
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 43
tanaman pekarangan untuk melihat daya hambat terhadap pertumbuhan jamur
(anti jamur) secara in vitro pada media PDA, ditemukan bahwa ekstrak daun
tanaman kayu manis mempunyai diameter daya hambatan sebesar 30 mm. Data
ini menunjukan bahwa ekstrak daun kayu manis mempunyui daya hambat yang
sangat kuat terhadap pertumbuhan jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici (Gambar
2.5); (Lampiran 1).
A B
Gambar 2.5
Daya hambat dari ekstrak daun kayu manis terhadap jamur Fusarium
oxysporum f.sp. lycopersici (A) dan kontrol(B) (sumber: koleksi pribadi 2013).