bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id 2.pdf · fenomena alam, seperti gempa bumi, hujan deras,...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Risiko
Menurut Oxford Dictionary dalam Norken dkk. (2015), risiko
didefinisikan sebagai kemungkinan mengalami bahaya atau penderitaan
membahayakan. Secara umum, risiko dapat mengacu pada hal-hal yang sangat
tidak pasti atau berbahaya. Beberapa definisi risiko dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Risk is Chance of Loss (Risiko adalah Peluang Kerugian)
Chance of Loss biasanya dipergunakan untuk menunjukan suatu
keadaan terdapat suatu peluang kerugian atau suatu kemungkinan
kerugian. Edwards (1995) dalam Construction Risk Management
mendefinisikan jenis risiko sebagai berikut :
a. Fisik/material : kerugian akibat kebakaran, korosi, ledakan
struktural, cacat, perang.
b. Konsekuensi : hilangnya keuntungan akibat kebakaran, pencurian.
c. Sosial : perubahan opini publik, kesadaran akan isu-isu moral,
misalnya isu lingkungan.
d. Kewajiban hukum : kewajiban berliku-liku, kewajiban hukum,
kewajiban kontraktual.
e. Politik : intervensi pemerintah, sanksi, tindakan pemerintah asing,
inflasi/deflasi, kebijakan, pembatasan ekspor/impor, aliansi
perdagangan, perubahan dalam perundang-undangan.
f. Keuangan : prakiraan inflasi yang tidak memadai, keputusan
pemasaran yang tidak tepat, kebijakan kredit.
g. Teknis : peningkatan teknologi dalam manufaktur, komunikasi,
penanganan data, kesalingketergantungan para produsen, metode
penyimpanan, pengendalian stok dan distribusi.
2. Risk is Possibility of Loss (Risiko adalah Kemungkinan Kerugian)
Makna kata “possibility” disini berarti bahwa probabilitas atau
kemungkinan bahwa suatu peristiwa berada diantara nol dan satu.
6
Godfrey (1996) dalam CIRIA menyatakan bahwa nilai risiko
ditentukan sebagai perkalian antara kecenderungan/frekuensi dengan
konsekuensi risiko. Kecenderungan (likelihood) adalah peluang
terjadinya kerugian yang merugikan, yang dinyatakan dalam jumlah
kejadian per tahun atau per satuan waktu. Sedangkan konsekuensi
(consequences) merupakan besaran kerugian yang diakibatkan oleh
terjadinya suatu kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam nilai
uang.
3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah Ketidakpastian)
Dalam hal ini ada pemahaman bahwa risiko berhubungan dengan
ketidakpastian, munculnya risiko disebabkan adanya ketidakpastian.
Cooper dan Chapman (1987) menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi
dimana terdapat kemungkinan keuntungan/kerugian ekonomi atau
finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai
konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu rencana
kegiatan. Risiko dapat diartikan sebagai peluang terjadinya kerugian
atau kemungkinan terjadinya kerugian, dan risiko juga merupakan
akibat dari adanya ketidakpastian (uncertainly) dari apa yang akan
dihadapi. Ketidakpastian ada, akibat dari ketidakmampuan manusia
untuk mengetahui apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang dari
apa yang dilakukan atau direncanakan saat ini.
Ketidakpastian dapat dikategorikan menjadi ketidakpastian alami atau
random dan ketidakpastian karena perilaku manusia atau teknologi.
Ketidakpastian alami atau random adalah ketidakpastian yang disebabkan oleh
fenomena alam, seperti gempa bumi, hujan deras, angin kencang dan lain
sebagainya yang umumnya sangat sulit untuk diperkirakan karena sifatnya
random, dan pendekatan yang dilakukan adalah stokastik/statistik. Sedangkan
ketidakpastian teknologi adalah ketidakpastian akibat dari perilaku manusia yang
diakibatkan oleh ketidakpastian dalam melakukan sampling, pengukuran,
terbatasnya data, analisis data atau penerapan model serta estimasi yang tidak
sesuai. Ketidakpastian teknologi dapat dikurangi dengan menggali informasi yang
lebih banyak serta menerapkan metode atau model yang lebih sesuai dan lebih
7
baik. Ketidakpastian tidak dapat sepenuhnya dihilangkan, tetapi dapat dikurangi
dengan melakukan analisis risiko dan manajemen risiko.
Dengan demikian dapat didefinisikan risiko adalah suatu keadaan yang tidak
pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan konstruksi yang dapat
memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana
apakah terhadap waktu atau biaya (Kountur, 2004)
Pada umumnya risiko dikelompokan berdasarkan modal, sifat, perubahan
waktu dan sumber.
a. Jenis risiko berdasarkan modal proyek (Soeharto,1997), dibagi menjadi dua
yaitu :
1. Risiko proyek tunggal yaitu risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang
melekat pada proyek itu atau karakteristik hubungan antara risiko dan
keuntungan dalam suatu perusahaan.
2. Risiko multiproyek risiko menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko
masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi.
b. Jenis risiko berdasarkan sifat (Kontur, 2004), dibagi menjadi dua yaitu :
1. Risiko spekulatif yaitu risiko yang memiliki dua kemungkinan yaitu
kerugian atau keuntungan, risiko ini tidak dapat diasuransi.
2. Risiko murni yaitu resiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu kerugian,
risiko ini dapat diasuransi.
c. Risiko berdasarkan karena perubahan waktu dibagi atas dua (Trieschman et al.,
2001 dalam Perbawa, 2007), yaitu:
1. Risiko Statis
Risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada
dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun
spekulatif.
2. Risiko Dinamis
Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Risiko
dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.
8
d. Sumber risiko dapat sebagai faktor menimbulkan kejadian negatif. Sumber
risiko dijelaskan oleh Perbawa (2004) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi
menjadi sembilan yaitu :
1. Fundamental Physical Risks
Risiko yang diakibatkan fenomena alam, kesalahan manusia atau industri
misalnya kerusakan akibat badai, kebakaran dan sebagainya.
2. Legal Risks
Risiko yang berkaitan dengan bidang hukum yaitu kerugian terhadap
manusia dan kerusakan pada bangunan atau lingkungan selama masa
pelaksanaan dan pemeliharaan konstruksi, getaran dan gangguan-gangguan
lain selama pelaksanaan konstruksi.
3. Construction Related Risks
Risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi yaitu kekurangan
sumber daya (tenaga kerja, material dan alat), keterlambatan mengelola
site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidaksesuaian gambar
atau volume dalam kontrak dengan kenyataan di lapangan, dan sebagainya.
4. Price Determinan Risks
Risiko yang berkaitan dengan biaya akibat kesalahan estimasi atau
penaksiran yang kurang akurat, kesalahan meramalkan biaya dari sumber
daya yang digunakan, tidak tepatnya pengambilan keputusan.
5. Contractual Risks
Risiko yang meliputi keterlambatan pembayaran, kualitas kerja yang tidak
sesuai kontrak, klaim, persengketaan dan sebagainya.
6. Performance Risks
Risiko yang diakibatkan oleh hasil produktivitas dari sumber daya yang
digunakan misalnya akibat moral pekerja, pemogokan, jaminan
keselamatan dan kesehatan , perencanaan tidak tepat.
7. Economic Risks
Risiko yang meliputi inflasi, tingkat suku bunga yang tinggi, penundaan
dana, pencairan dana, pembengkakan biaya, dan sebagainya.
9
8. Political Ricks
Risiko yang diakibatkan oleh peristiwa dalam dunia politik seperti
pergantian pemerintah, dan sebagainya.
9. Market Risks
Risiko pasar yang diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan
konstruksi, persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.
2.2 Analisis Risiko
Analisis risiko menurut Thompson dan Perry (1991) adalah merupakan
suatu proses dari identifikasi dan penilaian (assessment). Godfrey et.al, (1996)
mengungkapkan bahwa, analisis risiko yang dilakukan secara sistematik dapat
membantu untuk :
a. Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas.
b. Memusatkan perhatian pada risiko utama (major risk).
c. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian.
d. Meminimumkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang
paling buruk.
e. Mengontrol aspek ketidakpastian dalam proyek.
f. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat
dalam manajemen risiko.
Analisis risiko dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif,
dimana sumber risiko harus diidentifikasi dan akibat (effect) harus dinilai atau
dianalisis. Analisis risiko diawali dengan analisis risiko kualitatif yang nantinya,
apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan analisis risiko kuantitatif. Hal ini
disebabkan karena analisis risiko kualitatif lebih terfokus pada identifikasi dan
penilaian risiko sehingga hasilnya dapat berupa ranking, perbandingan atau
analisis deskriptif.
Pengukuran dengan cara kualitatif merupakan hasil dari penilaian risiko
dan identifikasi risiko yang lebih terfokus kepada keputusan langsung yang
diambil berdasarkan ranking, perbandingan, ataupun dengan analisis deskriptif,
sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan melakukan analisis
10
probabilitas, analisis sensitivitas, analisis skenario, analisis simulasi, dan analisis
korelasi.
Menurut Al-Bahar (1990), pemodelan ketidakpastian risiko mengacu pada
“kuantifikasi eksplisit kemungkinan terjadinya dan konsekuensi potensial
berdasarkan semua informasi yang tersedia tentang risiko yang
dipertimbangkan”. Kemungkinan terjadinya ketidakpastian akan disajikan dalam
bentuk probabilitas, dan potensi konsekuensi.
Sementara Cooper dan Chapman (1987) menyarankan ada 5 (lima)
kondisi yang berbeda saat analisis risiko sangat diperlukan untuk dilakukan,
antara lain :
a. Pada tahap studi kelayakan awal investasi atau usulan proyek dimana
keputusan harus diambil yang kerap kali dengan informasi yang
terbatas, apakah proyek dibatalkan, ditunda atau dilanjutkan pada
tahap berikut.
b. Pada proyek dengan yang berpotensi mendatangkan kerugian, atau
dengan benefit cost ratio (BCR) mendekati satu atau kurang.
c. Pada investasi proyek yang mempunyai potensi risiko yang tidak
lumrah (unusual risk) atau ketidakpastian, yang dapat mengakibatkan
pengendalian investasi yang tidak menentu.
d. Pada pemilihan berbagai alternatif proyek atau investasi yang telah
ditetapkan pada tahap studi kelayakan awal atau tahap studi
kelayakan.
e. Pada perencanaan detail atau optimasi spesifikasi proyek dimana
konsep telah diberikan persetujuan.
2.3 Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah bagaimana mengelola suatu perusahaan sehingga
dapat mewujudkan tingkat keuntungan tertentu dan menghadapi kendala-kendala
yang mungkin timbul. Tujuan selanjutnya adalah untuk meminimalkan perubahan
buruk yang dapat mempengaruhi cash flow yang akan datang. Manajemen risiko
merupakan cara sederhana untuk mengurangi kerugian yang mungkin terjadi yaitu
dengan mengidentifikasi risiko, bagaimana pengaruhnya terhadap cash flow
11
jangka panjang dan mencari solusi yang terbaik (Claessens, 1993 dalam
Resmilati, 2001).
Manajemen risiko adalah cara yang terstruktur untuk mengidentifikasi tapi
juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah
apakah risiko itu dapat diterima atau tidak (Kerzener, 1995 dalam Kristinayati,
2005).
2.3.1 Identifikasi Risiko
Risiko dapat dikenali dari sumbernya (source), kejadian (event), dan
akibatnya (effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan
pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan, sebagai
contoh dalam suatu pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko),
lalu terjadi kecelakaan pada pekerjaan proyek (peristiwa) yang menyebabkan
kematian pada pekerja (akibat) (Ariyanti, 2006).
Tahapan identifikasi risiko ini merupakan tahapan tersulit dan paling
menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh risiko yang akan timbul
mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu
dalam mengidentifikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan
sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperehensif (Godfrey, 1996
dalam Ariyanti, 2006).
Sumber risiko proyek adalah setiap faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja proyek. Risiko timbul jika efek ini bersifat tidak pasti dan penting dalam
pengaruhnya terhadap kinerja proyek. Karenanya, definisi dari tujuan proyek dan
kinerja proyek mempunyai pengaruh yang fundamental pada tingkat risiko
proyek. Beberapa jenis risiko bersifat uncontrolable dan dapat mempengaruhi
sasaran proyek (Soeharto,2001), jenis risiko tersebut adalah :
1. Peraturan pemerintah, seperti kenaikan harga bahan bakar, ekspor-
impor barang, masalah lingkungan, peraturan baru dan lain-lain.
2. Bencana alam, seperti gempa bumi, badai dan banjir.
3. Pergolakan sosial politik, seperti pemogokan, keributan dan perang.
12
4. Situasi pasar terhadap harga dan supply barang.
5. Perubahan moneter yang cukup besar, misalnya devaluasi.
Dengan demikian bahwa mengidentifikasi risiko dalam pembangunan
suatu proyek sangat penting untuk mengetahui kemungkinan buruk yang akan
terjadi dan mengelola risiko tersebut untuk dapat meminimalkan dampak negatif
yang ditimbulkan sehingga tujuan dari pembangunan suatu proyek dapat tercapai.
2.3.2 Klasifikasi Risiko
Klasifikasi risiko dibuat dengan maksud untuk memudahkan pembedaan
dan pemahaman terhadap risiko tersebut, sehingga dapat membantu dalam
melakukan analisis risiko. Ada 3 (tiga) cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu
dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko.
Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi
kejadian, akibat risiko dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko
diklasifikasikan menjadi risiko murni dan spekulatif yaitu risiko bisnis dan
finansial. Sedangkan bidang-bidang aktivitas yang dapat terkena pengaruh risiko
meliputi semua aspek aktivitas dalam kehidupan.
2.3.3 Rencana Penanggulangan Risiko
Rencana penanggulangan risiko merupakan proses pengembangan
tahapan, teknik untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman
obyektifitas proyek. Proses ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan
tanggapan dan tanggung jawab risiko.
1. Tanggapan Terhadap Risiko
Tanggapan yang dimaksud adalah berupa teknik dan strategi untuk
menanggulangi risiko yang mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan
menghindari, mencegah kerugian, dan memperkecil dampak negatif.
Tanggapan risiko dikelompokkan dalam beberapa kategori (Soeharto, 1997)
sebagai berikut:
a. Mengikat Asuransi
Meminimalkan risiko dengan mengurangi atau mengontrol
kerugian dengan asuransi.
13
b. Menghindari Risiko
Menghindari risiko dengan memilih alternatif lain, adalah salah
satu keputusan yang paling mudah dalam menghadapi risiko. Misalnya
suatu proyek yang dokumen proyeknya tidak jelas, tidak lengkap dan
mengada-ada maka proyek ini terlalu berisiko jika diambil maka
keputusan yang paling tepat adalah tidak mengambilnya.
c. Ditanggung bersama/shared
Pendistribusian atau pembagian risiko (shared) dengan pihak lain,
misalnya dalam kerja sama berbentuk joint venture, risiko dipikul bersama
antara pengguna jasa dengan mitranya.
d. Pemindahan tanggung jawab/transferred
Pemindahan atau memberikan tanggung jawab risiko proyek pada
pihak lain, misalnya dari pengguna jasa proyek ke peserta proyek lain, ini
dilakukan bila pihak lain tersebut dianggap mampu atau memiliki kontrol
yang baik dalam mengelola risiko bersangkutan.
e. Menghadapi risiko dengan dana cadangan
Risiko dihadapi dengan persiapan misalnya menyediakan dana
cadangan yang sering disebut kontijensi atau allowance. Besarnya dana ini
tergantung dari kontraktor sendiri. Strategi ini digunakan bila tidak
memungkinkan dengan mentransfer risiko dengan pertimbangan biaya
yang sama besar dengan kerugiannya bila menghadapi risiko tersebut.
Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk menangani risiko yaitu :
1. Menahan Risiko (Risk Retention)
Sikap untuk menahan risiko sangat erat hubungannya dengan
keuntungan (gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk
menerima/menahan risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang
merugikan masih dapat diterima (acceptable).
2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)
Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam
risiko itu sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber
risiko atau mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak
14
terjadi secara simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang
masih ada risiko sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian
(assessment).
3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer)
Sikap pemindahan ini dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko
yang dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada
pihak lain. Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada
pihak yang mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.
4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)
Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan
menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko
dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh
penghindaran risiko pada proyek konstruksi adalah dengan memutuskan
hubungan kontrak (breach of contract).
Tindakan dalam menangani risiko (risk mitigation) harus dilakukan setelah
mengetahui risiko-risiko yang teridentifikasi memberikan dampak yang besar
terhadap suatu pekerjaan. Apabila risiko bersifat dapat diterima dan dapat
diabaikan, maka risiko tidak perlu mendapatkan perhatian besar untuk ditangani,
yaitu dengan menahan risiko (retention risk) dan mengurangi risiko (reduction
risk), tetapi jika risiko bersifat tidak dapat diterima sepenuhnya dan tidak
diharapkan, maka risiko perlu ditangani lebih lanjut dengan memindahkan risiko
(risk transfer) dan menghindari risiko (risk avoidance).
2. Tanggung Jawab Risiko
Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi
oleh jenis kontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati pada
ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan pembagian tanggung jawabnya
tersebut. Umumnya risiko yang bersifat controllable dalam proyek
dialokasikan kepada peserta proyek berdasarkan petimbangan berikut:
a) Alokasi risiko diberikan pada peserta yang dianggap memilliki posisi paling
baik untuk mengendalikannya.
15
b) Alokasi risiko diberikan pada peserta atas dasar dorongan motivasi untuk
meningkatkan kinerjanya dan disesuaikan kemampuannya dalam menangani
risiko.
c) Bila risiko harus dipikul bersama oleh peserta proyek maka bobotnya harus
dibagi secara rasional.
d) Dalam merencanakan alokasi risiko harus diperhitungkan dampaknya
terhadap biaya proyek secara keseluruhan, sehingga perlu dicari alternatif
terbaik.
Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), untuk
menentukan alokasi tanggung jawab risiko (ownership of risk) digunakan
prinsip-prinsip pengalokasian risiko yaitu sebagai berikut :
1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang
menimbulkan risiko.
2. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul.
3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol.
4. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko
bersama.
2.4 Manajemen Strategi
Menurut Hunger dkk. (1992) dalam Purwanto (2006), manajemen strategis
adalah sejumlah keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja
jangka panjang dari suatu perusahaan, seperti pengamatan lingkungan, formulasi
strategi, implementasi strategi, evaluasi dan pengendalian.
Sedangkan menurut Jauch dkk. (1984) dalam Purwanto (2006) manajemen
strategis adalah aliran keputusan dan tindakan pengembangan strategi yang efektif
untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Strategi yang tepat akan mampu
memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi adalah pola
perencanaan yang menyeluruh meliputi serangkaian usaha dan pemberdayaan
sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Para pengambil kebijakan strategi perlu menjamin strategi yang
ditetapkan dapat berhasil dengan baik dalam konseptual dan pelaksanaan.
16
2.5 Formulasi Strategi
Formulasi strategi atau yang biasanya disebut Perencanaan Strategi
merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang. Tujuan utama dari
formulasi strategi adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi-
kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi
perubahan lingkungan eksternal. Untuk mempermudah pelaksanaan strategi, maka
strategi dibuat sesuai dengan tingkatan manajemen strategis yang ada. Formulasi
strategi perusahaan terdiri dari tiga tingkatan pengambilan keputusan, yaitu
(Purwanto, 2006) :
a. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)
b. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)
c. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)
1. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)
Strategi ini diformulasikan oleh top manajemen dengan maksud untuk
mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan formulasi strategi
ini secara umum terdiri dari lima strategi utama, yaitu (Purwanto, 2006) :
1. Concentration Strategy
Strategi konsentrasi adalah strategi dimana perusahaan memfokuskan diri
pada satu lini bisnis saja. Strategi konsentrasi ini dilakukan dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan bersaing dengan memfokuskan
seluruh sumber daya pada satu bidang atau produk saja. Kerugian dari
strategi ini adalah bila pasar jenuh atau muncul pesaing yang mengancam
keberadaan perusahaan dalam industri dan mendominasi pasar maka tidak
ada bisnis lain yang menyokong perusahaan.
2. Stability Strategy
Perusahaan yang menerapkan strategi ini memfokuskan pada lini bisnis
yang sudah ada. Strategi ini biasa diterapkan oleh perusahaan sebagai
berikut :
a. Perusahaan yang berada pada tingkat pertumbuhan industri yang
jenuh.
b. Memiliki tingkat risiko kecil
17
c. Lingkungan dianggap lebih stabil
d. Melakukan pertumbuhan menimbulkan ketidakefisienan sehingga
menurunkan tingkat laba.
3. Growth Strategy
Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan berupaya secara maksimal
untuk mengejar pertumbuhan yang bersifat terus menerus. Growth
strategy dapat dilakukan dengan cara berikut :
a. Integrasi vertikal (vertical integration)
Integrasi vertikal adalah pertumbuhan yang dilakukan dengan
mengakuisisi perusahaan lain yang terdapat dalam saluran distribusi.
Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
- Integrasi hilir (forward integration)
Strategi ini digunakan jika perusahaan membeli atau menguasai
perusahaan lain yang lebih dekat dengan konsumen, seperti
pedagang eceran, pedagang besar, dll.
- Integrasi hulu (backward integration)
Strategi ini digunakan dengan cara menguasai atau membeli
perusahaan pemasok atau supplier.
b. Integrasi horizontal (horizontal integration)
Strategi pertumbuhan integrasi horizontal dilakukan melalui akuisisi
perusahaan pesaing yang memiliki lini bisnis yang sama.
c. Diversifikasi (diversification)
Strategi diversifikasi dilakukan melalui akuisisi perusahaan dalam
industri yang memiliki lini bisnis yang berbeda. Strategi diversifikasi
dibagi menjadi dua, yaitu :
- Related atau concentric diversification
Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain
yang memiliki teknologi, produk, saluran distribusi dan pasar
yang sama dengan perusahaan pembelinya. Strategi ini
bertujuan agar perusahaan mendapatkan efisiensi atau pengaruh
18
pasar yang lebih besar melalui penggunaan bersama sumber
daya yang ada.
- Unrelated atau conglomerate diversification
Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain
yang memiliki lini bisnis yang berbeda.
d. Marger and joint ventures
- Marger
Strategi marger merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah
perusahaan bergabung dengan perusahaan lain dan membentuk
perusahaan baru.
- Joint ventures
Strategi joint ventures merupakan strategi pertumbuhan dimana
sebuah perusahaan bekerja sama untuk mengerjakan sebuah
proyek yang tidak bisa ditangani oleh perusahaan itu sendiri.
4. Combination strategy
Strategi kombinasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang
memiliki berbagai macam bisnis.
5. Retrenchment strategy
Strategi retrenchment ditetapkan ketika perusahaan sudah tidak bisa
bersaing secara efektif. Strategi ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Turnaround strategy
Strategi ini diterapkan ketika prestasi perusahaan kurang baik namun
belum mencapai tahap yang sangat kritis.
b. Divestment strategy
Strategi ini digunakan ketika perusahaan gagal dalam mencapai
tujuan perusahaan.
c. Liquidation strategy
Dalam hal ini perusahaan ditutup dan asetnya dijual.
19
2. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)
Formulasi strategi ini dilakukan dengan melibatkan para pengambil
keputusan pada tingkat unit bisnis atau tingkat divisi. Strategi tingkat unit
bisnis ini harus selalu sejalan dengan formulasi strategi bisnis secara
keseluruhan dari perusahaan (Purwanto, 2006). Salah satu pendekatan yang
banyak dikenal dalam memformulasikan strategi pada tingkat unit bisnis
adalah dengan menggunakan strategi generik yang dikemukakan oleh Porter
(1980) dalam Purwanto (2006). Tiga strategi generik yang patut
dipertimbangkan, yaitu :
1. Keunggulan biaya (Overall Cost Leadership) yaitu strategi yang
digunakan dengan cara perusahaan bekerja keras untuk mencapai biaya
produksi dan distribusi terendah sehingga dapat menawarkan harga yang
lebih rendah daripada pesaingnya dan memenangkan penguasaan pangsa
pasar yang besar.
2. Diferensiasi (Differentiation) yaitu strategi yang digunakan perusahaan
dengan cara berkonsentrasi pada pencapaian kinerja superior dalam suatu
area yang dinilai penting oleh sebagian pasar.
3. Fokus (Focus) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara
memfokuskan diri pada satu atau lebih segmen pasar kecil.
3. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)
Formulasi strategi fungsional dilakukan untuk tiap-tiap bidang
fungsional dari suatu perusahaan (Purwanto, 2006). Bidang fungsional utama
perusahaan meliputi strategi pemasaran, sumber daya manusia, operasional,
riset dan pengembangan, serta strategi keuangan. Strategi ini akan
menghasilkan tugas-tugas khusus yang dibentuk sebagai realisasi strategi
bisnis, yang diperlukan adalah koordinasi dari seluruh kegiatan untuk
memastikan bahwa seluruh strategi tetap konsisten.
a. Strategi Pemasaran
Yaitu perencanaan dan pengembangan secara tepat dan cermat dalam
penentuan sasaran pasar, target pasar, tujuan pemasaran dan posisi pasar
yang dirancang untuk memenuhi keinginan konsumen pasar sasaran.
20
b. Strategi Sumber Daya Manusia
Yaitu perencanaan mengenai pendayagunaan sumber daya manusia
sebagai usaha mempertahankan dan meningkatkan kemampuan terbaik
sebuah perusahaan/industri untuk menjadi pesaing yang mampu
memenangkan dan menguasai pasar, melalui tenaga kerja yang
dimilikinya.
c. Strategi Operasional
Yaitu perencanaan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan
sumber-sumber daya (sumber daya manusia, alat dan sumber lainnya)
secara efektif dan efisien sehingga menciptakan dan menambah kegunaan
suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan perusahaan.
d. Strategi Riset dan Pengembangan
Strategi ini berperan dalam menghasilkan produk baru untuk bisnis dan
perusahaan secara keseluruhan dengan menemukan ide-ide produk baru
dan mengembangkan sampai produk tersebut diproduksi dan dipasarkan.
e. Strategi Keuangan
Yaitu aktivitas yang terkait dengan perencanaan dan pengendalian
keuangan, serta pendistribusian aset-aset keuangan perusahaan. Aktivitas
yang dilakukan perusahaan pada umumnya berhubungan dengan
penentuan keputusan investasi jangka panjang, perolehan dana untuk
investasi tersebut, serta pelaksanaan kegiatan operasional.
2.6 Manajemen Biaya
Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan
pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang
harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap risiko kegagalan. Oleh
karena itu, biaya proyek perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan
terjadinya overrun biaya bisa diminimumkan (Dipohusodo,1996).
2.6.1 Biaya Proyek
Biaya proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan
dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya proyek dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
21
1. Biaya Langsung (direct cost)
Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang
akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto,
1995). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang langsung
berhubungan dengan konstruksi ataupun suatu proyek tertentu,
antara lain:
a. Biaya bahan/material
b. Upah buruh
c. Biaya peralatan
d. Biaya subkontraktor
2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen,
supervisi dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian
proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi
diperlukan dalam rangka proses pembangunan proyek (Soeharto,
1995).
Biaya tidak langsung terdiri dari:
a. Biaya overhead
b. Biaya tak terduga
c. Keuntungan/profit
d. Penalti/bonus
Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai
biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher,
1992). Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya
proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini
perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah
sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan
dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka
makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).
2.6.2 Pengertian Pembengkakan Biaya
Kegiatan proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan sementara yang
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu
22
dan dimaksudkan untuk mengasilkan produk yang kreteria mutunya telah
digariskan dengan jelas. Di dalam proses mencapai tujuan tersebut, ada batasan
yang harus dipenuhi yaitu :
1. Biaya (anggaran) yang dialokasikan
2. Jadwal (waktu)
3. Mutu yang harus dipenuhi.
Ketiga hal tersebut merupakan parameter yang penting bagi penyelenggara
proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek (Soeharto, 1999). Ketiga
batasan di atas sesungguhnya saling tarik menarik, yang artinya jika ingin
meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka
umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya berakibat
pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaiknya bila ingin menekan
biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal. Jika biaya
atau waktu yang dikeluarkan melebihi jumlah yang diperkirakan maka dikatakan
menjadi pembengkakan. Semakin besar ukuran proyek semakin besar potensi
terjadi pembengkakan (Soeharto, 1997).
Pembengkakan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada
setiap bagian dari kegiatan tahapan konstruksi. Hal-hal yang jadi permasalahan,
antara lain (Dipohusodo,1996) :
1. Tahap pengembangan konsep
a) Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang
konstruksi.
b) Ketidakmampuan mengungkap fakta-fakta keadaan di lokasi proyek
seperti lokasi proyek dan cuaca setempat.
c) Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam menyusun
konsep dan kriteria rencana pelaksanaan proyek.
2. Tahap perencanaan
a) Kelalaian dalam perencanaan.
b) Menggunakan teknik estimasi yang buruk.
c) Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
d) Kegagalan menafsirkan risiko-risiko yang dapat terjadi.
e) Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja.
23
f) Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan.
3. Tahap pelelangan
a) Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan.
b) Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran.
c) Persetujuan pelelangan yang terlalu cepat.
d) Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat.
4. Tahap pelaksanaan konstruksi
a) Harga material yang terlalu tinggi.
b) Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan.
c) Produktivitas tenaga kerja yang rendah.
d) Kesalahan dalam memilih jenis alat.
e) Spesifikasi bahan yang tidak cocok.
f) Pengiriman bahan yang terlambat.
Dengan demikian apabila di dalam proses konstruksi terjadi penyimpangan
kualitas hasil pekerjaan, baik hal tersebut merupakan akibat perbuatan yang
disengaja maupun tidak, risiko yang harus ditanggung tidaklah kecil. Bahkan
segala macam bentuk penyimpangan terhadap kesepakatan tentang kualitas dan
waktu penyelesaian pekerjaan biasanya mengandung risiko sanksi denda, yang
pada ujungnya berdampak pada pudarnya reputasi para pelaksana seluruhnya.
Dengan demikian jelas kiranya bahwa faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas
dalam proses konstruksi merupakan ketentuan kesepakatan mutlak yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, dan ketiganya saling tergantung dan berpengaruh secara ketat
(Dispohusodo, 1996).
2.6.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya pada
Proyek Konstruksi
Dari penjelasan di atas mengenai permasalahan-permasalahan yang dapat
terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi, maka Darmawan (2004)
menggolongkan permasalahan tersebut di atas menjadi beberapa faktor penyebab
terjadinya pembengkakan biaya pada proyek konstruksi, yaitu :
1. Perencanaan
2. Estimasi biaya
3. Aspek keuangan proyek
24
4. Material
5. Tenaga kerja
6. Waktu pelaksanaan
7. Peralatan
8. Hubungan kerja
Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan
sebagai berikut :
1. Perencanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam
memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam
mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam
mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.
2. Estimasi biaya, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang kurang lengkap,
ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya tak terduga, dan tidak
memperhatikan faktor risiko pada lokasi, serta tidak memperhitungkan
kondisi ekonomi umum.
3. Aspek keuangan proyek, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain cara pembayaran tidak sesuai dengan
kontrak, pengendalian/kontrol keuangan yang tidak baik, dan tingginya suku
bunga pinjaman bank.
4. Material, hal-hal yang dapat menyebabkan pembengkakan biaya antara lain
adanya kenaikan harga material, keterlambatan/kekurangan bahan, dan
kontrol kualitas bahan yang buruk.
5. Tenaga kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga kerja,
dan produktivitas tenaga kerja yang buruk.
6. Waktu pelaksanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
pembengkakan biaya antara lain adalah keterlambatan jadwal karena
pengaruh cuaca, jangka waktu kontrak dan sering terjadinya penundaan
pekerjaan.
25
7. Peralatan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya
antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat yang
produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat, kesalahan
dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya transportasi peralatan.
8. Hubungan kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan
biaya adalah tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan, terlalu banyak
pengulangan karena mutu jelek, kurangnya koordinasi antara pengawas,
perencana dan kontraktor.
Selain faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi tersebut,
faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi menurut Fahirah (2005)
antara lain sebagai berikut :
1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap.
2. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan eskalasi.
3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (contingencies).
4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan konstruksi.
5. Ketidak tepatan WBS (Work Breakdown Structure).
6. Ketidak tepatan estimasi biaya.
7. Menggunakan teknik estimasi yang salah.
8. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan.
9. Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek.
10. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama.
11. Waktu yang panjang antara SPK (Surat Perintah Kerja) dan pelaksanaan
proyek.
12. Hubungan kurang baik antara owner-perencana–kontraktor.
13. Kurangnya koordinasi antara construction manager-perencana-kontraktor.
14. Terjadi perbedaan/perselisihan pada proyek.
15. Manager proyek tidak kompeten/cakap.
16. Konsultan kurang mampu dalam pengawasan proyek.
17. Spesifikasi yang tidak lengkap.
18. Sering terjadi perubahan desain.
19. Dokumen kontrak yang tidak lengkap.
20. Penunjukan subkontraktor dan suplier yang tidak tepat.
26
21. Adanya kenaikan harga material.
22. Terlambat/kekurangan bahan/material waktu pelaksanaan.
23. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan.
24. Pemakaian bahan/material yang salah.
25. Pemakaian bahan/material yang diimpor.
26. Pencurian bahan/material.
27. Kerusakan material.
28. Produksi material di luar lokasi proyek.
29. Kekurangan tenaga kerja.
30. Terjadi fluktuasi upah tenaga kerja.
31. Produktivitas tenaga kerja yang buruk/rendah.
32. Harga/sewa peralatan yang tinggi.
33. Biaya mobilisasi/demobilisasi peralatan yang tinggi.
34. Biaya pemeliharaan peralatan tidak sesuai rencana.
35. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu.
36. Adanya fluktuasi suku bunga pinjaman
37. Pengendalian biaya yang buruk di lapangan.
38. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca.
39. Jadwal waktu kontrak diperpendek.
40. Sering terjadi penundaan pekerjaan.
41. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah.
42. Terjadi huruhara/kerusuhan di sekitar lokasi proyek.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Putra (2015), diperoleh faktor yang
paling mempengaruhi terjadinya risiko pembengkakan biaya konstruksi pada
proyek pembangunan gedung di Kabupaten Badung yaitu pada faktor internal
variabel kekuatan, tiga indikator yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan
yaitu :
1. Kualitas produk
2. Kemampuan produktifitas tenaga kerja
3. Ketersediaan tenaga kerja
Sedangkan variabel kelemahan, tiga indikator yang memiliki bobot terendah
secara berurutan yaitu :
27
1. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap
2. Hutang perusahaan
3. Teknik estimasi yang salah
Pada faktor eksternal variabel peluang, tiga indikator yang memiliki bobot
tertinggi secara berurutan yaitu :
1. Banyaknya proyek yang ditangani dalam waktu yang sama
2. Tingkat suku bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian pinjaman
3. Peningkatan anggaran pemerintah (APBN & APBD)
Sedangkan variabel ancaman, tiga indikator yang memiliki bobot terendah secara
berurutan yaitu :
1. Keterlambatan kedatangan material oleh supplier
2. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang $US
3. Kenaikan harga material
2.7 Pengelompokan Faktor Risiko Pembengkakan Biaya ke dalam SWOT
Pengelompokan faktor risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan
proyek konstruksi ke dalam SWOT, dibagi menjadi 2 (dua) yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal meliputi 2 (dua) indikator, yaitu :
- Indikator Kekuatan, terdiri dari :
a. Pengalaman tenaga kerja
b. Kemampuan produktifitas tenaga kerja
c. Hubungan personal yang baik antarpekerja di lapangan
d. Komunikasi antaranggota tim proyek di lapangan
e. Koordinasi dan pengawasan di lapangan
- Indikator Kelemahan, terdiri dari :
a. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap
b. Kontraktor tidak dapat merealisasikan pembayaran termin sesuai rencana
c. Pengendalian biaya yang buruk
d. Ketidaktepatan estimasi biaya
e. Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek
28
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal meliputi 2 (dua) indikator, yaitu :
- Indikator Peluang, terdiri dari :
a. Ketersediaan bahan baku/material
b. Banyaknya proyek yang ditangani dalam waktu yang sama
c. Supplier material yang berada dekat dengan kawasan proyek
d. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah
e. Tingkat suku bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian
pinjaman
- Indikator Ancaman, terdiri dari :
a. Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
b. Kenaikan harga material
c. Pencurian material
d. Keterlambatan kedatangan material oleh supplier
e. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca
2.8 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi
Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan
potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan
pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko dan atau kriteria penggunaan
teknologi dan atau kriteri besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan).
2.8.1 Penetapan Kualifikasi
1. Badan Usaha yang berbadan hukum yang bersifat umum tanpa
pengalaman atau baru berdiri dan memenuhi persyaratan serta memiliki
modal disetor sama atau lebih dari Rp. 1 miliar tercantum dalam akta
pendirian atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi M2 dan
maksimum 4 (empat) sub bidang pekerjaan atau bagian sub bidang
pekerjaan.
2. Badan Usaha kualifikasi M2 sebagaimana dimaksud pada No.1 diatas
setelah 6 (enam) bulan sejak diterbitkan sertifikatnya, dapat menambah
29
subbidang atau bagian subbidang pekerjaan baru sesuai dengan
perolehan pekerjaan dari subbidang atau bagian subbidang pekerjaan
yang dimilikinya, dengan melampirkan bukti perolehan pekerjaan
tersebut, batas jumlahnya sesuai dengan yang ditetapkan untuk
kualifikasi M2.
3. Badan Usaha yang berbadan hukum bersifat spesialis tanpa pengalaman
atau baru berdiri, dan memiliki persyaratan serta memiliki modal
disetor sama atau lebih besar dari Rp. 1 miliar yang tercantum dalam
akta pendirian badan usaha atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi
M2 satu sub bidang pekerjaan.
4. Badan Usaha bersifat umum tanpa pengalaman atau berdiri, dan
memenuhi persyaratan serta memiliki modal kurang dari Rp. 1 miliar
dan yang tercantum dalam akta pendirian badan usaha atau
perubahannya, dapat diberi kualifikasi K2 dengan maksimum 4 (empat)
sub bidang atau bagian sub bidang pekerjaan
5. Badan Usaha bersifat spesialis tanpa pengalaman dan memenuhi
persyaratan serta memiliki modal kurang dari Rp. 1 milyar yang
tercantum didalam akta pendirian atau perubahannya , dapat diberi
kualifikasi K2, dengan maksimum diberi satu sub bidang atau satu
bagian sub bidang pekerjaan.
2.8.2 Penjelasan Kualifikasi
Kualifikasi K1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi K1 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau
Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki
Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab
Teknik (PJT).
Kualifikasi K2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1,75 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi K2 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau
Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki
30
Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab
Teknik (PJT).
Kualifikasi K3 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi K3 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau
Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Perseroan terbatas Penanam
Modal Asing (PT-PMA). Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT)
untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
Kualifikasi M1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 10 milyar. Badan usaha untuk
kualifikasi M1 dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi atau
Perseroan Komanditer (CV), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing
(PT-PMA). Menimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk
ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).
Kualifikasi M2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar. Badan
usaha untuk kualifikasi M2 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), tidak
termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Memiliki Sertifikat
Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk ditetapkan sebagai Penanggung
Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung Jawab Bidang (PJB).
Kualifikasi B1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai Rp. 250 milyar. Badan usaha
untuk kualifikasi B1 harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT). Memiliki Sertifikat
Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli madya untuk Penanggung Jawab Teknik
(PJT) dan Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk
Penanggung Jawab Bidang (PJB).
Kualifikasi B2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai
pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan tidak terbatas. Badan
usaha untuk kualifikasi B2 harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT), termasuk
badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Memiliki Sertifikat Keterangan
Ahli (SKA) minimal ahli madya untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab
Teknik (PJT).
31
Tabel 2.1 Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor
Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor
Kualifikasi Golongan Batas Nilai Proyek Pekerjaan
B2 Besar > 1 M s/d tak terbatas
B1 Besar > 1 M s/d 250 M
M2 Menengah > 1 M s/d 50 M
M1 Menengah ≤ 10 M
K3 Kecil ≤ 2,5 M
K2 Kecil ≤ 1,75M
K1 Kecil ≤ 1 M Sumber: Pratama (2015)
2.9 Sampel
Berikut akan dijelaskan pengertian sampel.
2.9.1 Pengertian Sampel
Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan dproses serta
tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan
sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai
ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun keuntungan dari
penggunaan sampel adalah sebagai berikut :
1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan
dengan menggunakan populasi dan apabila populasinya terlalu besar
dikhawatirkan akan terlewati.
2. Penelitian lebih efisien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu dan
tenaga.
3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data, artinya jika subjeknya
banyak dikhawatirkan adanya bias dari orang yang mengumpulkan
data. Misalnya staf pengumpul data mengalami kelelahan sehingga
pencatatan data tidak akurat.
4. Penelitian lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif (merusak)
yang menggunakan spesemen akan hemat dan bisa dijangkau tanpa
merusak semua bahan yang ada serta bisa digunakan untuk menjaring
populasi yang jumlahnya banyak.
32
2.9.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara
mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat
mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.
Secara umum ada dua macam teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian (Riduwan, 2013), yaitu :
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling yang digunakan
untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel, yang tergolong teknik
probability sampling yaitu :
a. Simple random sampling
Adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara
acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota
populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi
dianggap homogen (sejenis).
b. Proportionate stratified random sampling
Adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak
dan berstrata secara proporsional. Hal ini dilakukan apabila
anggota populasinya hiterogen (tidak sejenis).
c. Disproporsionate stratified random sampling
Adalah pengambilan sampel secara acak dan berstrata tetapi
sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya dan
dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen.
d. Area sampling (sampling daerah/wilayah)
Adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil
wakil dari setiap daerah/wilayah geografis yang ada.
33
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik sampling yang tidak
memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi
untuk dijadikan anggota sampel. Menurut Sugiyono (2012) yang
tergolong dalam teknik ini antara lain :
a. Sampling sistematis
Adalah pengambilan sampel didasarkan atas urutan dari populasi
yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel diambil dari
populasi pada jarak interval waktu dan ruang dengan urutan yang
seragam.
b. Sampling kuota
Adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri
tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau
pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan tertentu dari peneliti.
c. Sampling aksidental
Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas,
artinya siapa saja secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti
dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat
digunakan sebagai sampel (responden).
d. Purposive sampling (sampling pertimbangan)
Adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti
mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam
pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan
tertentu. Dalam hal ini hanya mereka yang ahli yang patut
memberikan pertimbangan untuk pengambilan sampel yang
diperlukan. Oleh karena itu, sampling ini cocok untuk studi kasus
yang mana aspek dari kasus tunggal yang representative diamati
dan dianalisis. Dalam penelitian untuk tugas akhir ini digunakan
teknik purposive sampling.
34
e. Sampling jenuh
Adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi
digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus.
Sampling jenuh dilakukan bila populasinya kurang dari 30 orang.
f. Snowball sampling
Adalah teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemudian
anggota sampel mengajak para sahabatnya untuk dijadikan
sampel dan seterusnya sehingga jumlah sampel semakin banyak
jumlahnya.
2.10 Uji Validitas Kuisioner
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner.
Validitas adalah suatu derajat ketepatan instrument (alat ukur) yang digunakan
dalam melakukan pengukuruan tentang apa yang diukur. Validitas berguna untuk
mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Sebuah instrument dinyatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat menunjukan data variabel yang diteliti
secara tepat. Jika r hitung lebih dari r tabel maka item yang dianalisis dinyatakan
valid dan sebaliknya (IKIP PGRI Bojonegoro, 2013). Pada penelitian ini,
pengujian validitas hasil kuesioner menggunakan bantuan aplikasi Excel 2013.
Data dari hasil penyebaran kuesioner selanjutnya akan di korelasikan dengan
menggunakan menu data analysis yang terdapat pada Excel untuk menguji valid
tidaknya kuesioner tersebut. Dalam perhitungan manualnya uji validitas pada
dasarnya digunakan korelasi Pearson dengan persamaan (Usman dan Akbar,
2012) :
pers. (2.1)
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi suatu butir/item
n = Jumlah responden
X = Skor suatu butir/item
Y = Skor total
35
2.11 Uji Reliabilitas Kuesioner
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur
dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil
yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda.
Reliabilitas dapat dikatakan bahwa suatu instrument dapat dipercaya untuk
digunakan sebagai pengumpul data. Sebuah instrument dikatakan baik apabila
mampu mengarahkan responden untuk memilih jawaban- jawaban tertentu, dan
instrument yang reliabel akan menghasilkan data yang dipercaya apabila data
memang sesuai dengan kenyataan. Jika tingkat reliabilitas instrumen lebih besar
0,7 maka instrumen tersebut dikatakan reliabel dan sebaliknya (IKIP PGRI
Bojonegoro, 2013). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan
bantuan aplikasi Microsoft Excel 2013. Sebelum pengujian reliabilitas dengan
menggunakan menu data analysis yang terdapat pada Excel, data akan dibagi
mejadi dua bagian yaitu ganjil dan genap teknik ini sering disebut dengan teknik
belah dua (split halp). Untuk perhitungan manual uji reliabilitas menggunakan
teknik belah dua (split halp) setelah data dibagi menjadi dua bagian ganjil dan
genap dan dihitung masing-masing total bagian setelah itu hasil total dari bagian
genap dan ganjil ini akan di korelasikan dengan menggunakan rumus korelasi
Pearson (2.1) seperti diatas.
2.12 Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan kegiatan terpenting dalam proses dan kegiatan
penelitian. Data populasi atau data sampel yang sudah terkumpul, jika digunakan
untuk keperluan informasi, baik berupa laporan dalam penelitian hendaknya
diatur, disusun, disajikan dalam bentuk yang jelas. Langkah-langkah dalam
pengolahan data dapat dilakukan seperti menyusun data, klasifikasi data, dan
interpretasi hasil pengolahan data (Riduwan, 2013).
2.13 Skala Pengukuran
Pengukuran adalah penetapan atau pemberian angka terhadap obyek
menurut aturan tertentu. Maksud dari pengukuran ini untuk mengklasifikasikan
variabel yang diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis
36
data dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2013). Jawaban didalam
kuesioner merupakan kualitatif karena dinyatakan dalam bentuk kata bukan
angka. Kemudian data kualitatif ini harus dikualifikasi atau diubah terlebih dahulu
menjadi data kuantitatif dengan cara memberi skor atau memberi rangking
tertentu agar bisa diproses secara statistik dengan analisis SWOT.
Dalam mengukur tingkat penanganan yang dilakukan berdasarkan
pengalaman mengenai risiko proyek terhadap faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang mengakibatkan
terjadinya risiko pembengkakan biaya kontruksi digunakan Skala Likert untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang
kejadian atau gejala sosial. Dengan menggunakan Skala Likert, maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub
variabel kemudian dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur.
Akhirnya indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat
item instrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh
responden.
2.14 Analisis Data
Berikut akan dijelaskan mengenai analisis data.
2.14.1 Internal Factor Analysis System (IFAS) dan External Factor Analysis
System (EFAS)
Untuk menganalisis secara lebih dalam tentang SWOT, maka perlu dilihat
faktor eksternal dan internal sebagai bagian penting dalam analisis SWOT, yaitu
(Fahmi, 2013) :
a. Faktor Internal
Faktor internal ini mempengaruhi terbentuknya strengths and weaknesses
(S dan W). Dimana faktor ini menyangkut kondisi-kondisi yang terjadi dalam
perusahaan, yang mana ini turut mempengaruhi terbentuknya pembuatan
keputusan (decision making) perusahaan. Faktor internal ini meliputi semua
macam manajemen fungsional: pemasaran, keuangan, operasi, sumber daya
manusia, dan budaya perusahaan (corporate culture)
37
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini mempengaruhi terbentuknya opportunities and threats
(O dan T). Dimana faktor ini menyangkut kondisi-kondisi yang terjadi di luar
perusahaan yang mempengaruhi dalam pembuatan keputusan perusahaan. Faktor
ini mencakup lingkungan industri (industry environment) dan lingkungan bisnis
makro (macro environment), ekonomi, politik, hukum, teknologi, kependudukan,
dan sosial budaya.
Faktor internal dan eksternal memiliki variabel yang didalamnya terdapat
indikator-indikator yang dapat di identifikasi dengan syarat (Kusuma,2013) :
Bobot > rata-rata kategori kekuatan dan peluang
Bobot < rata-rata kategori kelemahan dan ancaman
pers. (2.2)
pers. (2.3)
Menurut Rangkuti (2015), setelah faktor-faktor internal dan eksternal
perusahaan diidentifikasi, disusun suatu tabel IFAS (Internal Factor Analysis
System) dan EFAS (Eksternal Factor Analysis System) untuk merumuskan faktor-
faktor strategi internal dan eksternal tersebut dalam kerangka Strength, Weakness,
Opportunity, dan Threat perusahaan.
2.14.2 Metode SWOT
Setelah mengetahui peristiwa risiko yang dominan atau sering terjadi maka
dilanjutkan dengan pengkajian untuk menganalisis strategi penanganannya, yaitu
mengungkapkan kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(opportunity), dan ancaman (threat). Metode yang biasa digunakan adalah metode
Analisis SWOT, Balanced Score Card (BSC), dan Matrik Grand Strategy.
Analisis SWOT adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan (Rangkuti, 2015). Analisis SWOT dapat
diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang
mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar
38
matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu
mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,
bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan
(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana
kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan
terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu
membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman
baru.
Metode analisis SWOT dianggap sebagai metode analisis yang paling
dasar, bermanfaat untuk melihat suatu topik ataupun suatu permasalahan dari 4
(empat) sisi yang berbeda. Hasil dari analisis biasanya berupa arahan ataupun
rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan untuk menambah keuntungan
dari segi peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan juga menghindari
ancaman. Jika digunakan dengan benar, analisis ini akan membantu untuk melihat
sisi-sisi yang terlupakan atau tidak terlihat selama ini. Analisis ini berperan
sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam suatu
perusahaan atau organisasi serta menekan dampak ancaman yang timbul dan
harus dihadapi (Sora, 2015). Pengertian kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut :
1. Kekuatan (strengths) adalah sumber daya, keterampilan atau
keunggulan lain terhadap pesaing dan kebutuhan dari pasar suatu
perusahaan.
2. Kelemahan (weaknesses) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam
sumber daya manusia, keterampilan dan kemampuan yang secara
serius menghalangi kinerja efektif perusahaan.
3. Peluang (opportunities) adalah situasi atau kecenderungan utama yang
menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
4. Ancaman (threats) adalah situasi atau kecenderungan utama yang
tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan.
Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama
yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi
39
membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang
mempengaruhi proses pencapaian tujuan institusi.
Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan
pengembangan visi, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan (Erlina, 2009). Dengan
demikian perencana strategi (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor
strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada
saat ini. Ada 2 (dua) macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu:
a. Matrik SWOT
Matrik SWOT menampilkan delapan kotak seperti Tabel 2.2, yaitu dua paling
atas adalah kotak faktor internal (kekuatan dan kelemahan) sedangkan dua kotak
sebelah kiri adalah faktor eksternal (peluang dan tantangan). Empat kotak lainnya
merupakan kotak alternatif strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan
antara faktor-faktor internal dan eksternal.
Tabel 2.2 Matriks SWOT
Strengths (S) Weaknesses (W)
Opportunities (O) Strategi SO
Comparative Advantage
Strategi WO
Divestment
Threats (T) Strategi ST
Mobilization
Strategi WT
Damage Control
Sumber : Rangkuti (2015)
Keterangan :
1. Strategi SO (Comparative Advantages)
Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga
memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang
lebih cepat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
2. Strategi WO (Divestment/Investment)
Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari
luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang
kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat
IFAS
EFAS
40
dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk
menggarapnya.
3. Strategi ST (Mobilization)
Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus
dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan
organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan
kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang.
4. Strategi WT (Damage Control)
Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena
merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari
luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang
besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage
Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah
dari yang diperkirakan.
b. Analisis SWOT
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
(Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan
(Strengths) dan kelemahan (Weaknesses).
Gambar 2.1 Diagram analisis SWOT Sumber : Rangkuti (2015)
41
1. Kuadran I : Strength-Opportunity (SO-(positif, positif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi
dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk
terus memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.
2. Kuadran II : Strength-Threat (ST-(positif, negatif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi
tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah
Diversifikasi Strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda
organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya
bertumpu pada strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi
disarankan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
3. Kuadran III : Weakness-Opportunity (WO-(negatif, positif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun menghadapi
peluang pasar yang sangat besar. Rekomendasi strategi yang diberikan
adalah Ubah Strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah
strategi sebelumnya dengan meminimalkan masalah-masalah internal
perusahaan, sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
4. Kuadran IV : Weakness-Threat (WT-(negatif, negatif))
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
Bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan
dilematis. Oleh karenanya organisasi disarankan untuk menggunakan
strategi bertahan dengan mengendalikan kinerja internal agar tidak
semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambil terus berupaya
membenahi diri.
5
ANALISIS STRATEGI PENANGANAN RISIKO PEMBENGKAKAN BIAYA PADA PELAKSANAAN
PROYEK KONSTRUKSI (Studi Kasus : Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana)
TUGAS AKHIR
BAB III
METODE PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016