bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id 2... · gambar 2.1 office management schema ... laporan...
TRANSCRIPT
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Executive Information System
Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai Executive Information
System (EIS), sangat diperlukan juga memahami apa yang dimaksud dengan pihak
eksekutif dan informasi terkait lainnya. Dari sudut pandang organisasi, eksekutif
ialah orang atau kelompok orang yang memiliki kewenangan administratif atau
pengawasan dalam suatu organisasi. Dengan kata lain eksekutif merupakan
manajer tingkat atas yang berpengaruh kuat pada kegiatan dan arah organisasi
atau tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan suatu organisasi, eksekutif
memiliki 5 fungsi utama, yaitu merencanakan (planning), mengorganisasikan
(organizing), menyusun staf (staffing), mengarahkan (directing), dan
mengendalikan (controlling). Dari fungsi tersebut tentunya selaku manajemen
tingkat atas, pihak eksekutif memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang
besar terhadap suatu organisasi, dikarenakan keberhasilan suatu organisasi sangat
tergantung kepada efisiensi dan pengambilan keputusan.
Gambar 2.1 Office Management Schema
Gambar 2.1 menggambarkan bahwa manajemen dalam organisasi dibagi
menjadi 3 tingkatan yaitu level bawah (level operasional), level menengah (level
taktik), dan level atas (level strategi). Dikarenakan setiap level manajemen
10
memiliki tugas yang berbeda, maka masing – masing memerlukan informasi yang
berbeda. Jika dikaitkan dengan pemanfaatan teknologi seperti sistem informasi,
tentunya sistem informasi yang digunakan juga berbeda. Contohnya saja
manajemen level atas atau pihak eksekutif, jika dikaitkan juga dengan 5 fungsi
utama yang dimiliki, tentu diperlukan suatu sistem informasi yang dapat
memenuhi kebutuhan terhadap fungsi tersebut. Untuk level strategi, sistem
informasi yang dapat dimanfaatkan ialah Executive Information System (EIS).
Tentunya EIS dapat memberikan kemudahan kepada pihak eksekutif dalam
menjalankan fungsinya sehingga keberhasilan dan tujuan dari organisasi dapat
tercapai. Maka dari itu keberadaan EIS, sangat diperlukan oleh manajemen level
atas atau pihak eksekutif. Berikut merupakan pemaparan lebih lanjut terkait
Executive Information System (EIS).
2.1.1 Definisi Executive Information System
Executive Information System (EIS) adalah sebuah tipe dari sistem
informasi manajemen yang diharapkan dapat memfasilitasi dan mendukung
kebutuhan informasi dan pengambilan keputusan di level eksekutif dengan
menyediakan kemudahan akses informasi baik internal maupun eksternal yang
berhubungan dengan tujuan sebuah organisasi atau perusahaan (Han, 2006).
EIS juga merupakan suatu sistem berbasis komputer yang melayani
kebutuhan informasi dari top level management. EIS menyediakan akses yang
cepat berupa informasi yang tepat waktu dan langsung mengakses laporan
manajemen. Sangat user-friendly, didukung oleh berbagai grafik, dan
menyediakan laporan – laporan dengan kemampuan drill-down. Selain itu EIS
mudah dihubungkan dengan layanan informasi on-line dan e-mail (Turban, 1996).
Alasan kenapa pemanfaatan EIS begitu penting ialah dikarenakan EIS
dapat memenuhi kebutuhan dari eksekutif dimana eksekutif sangat memerlukan
informasi baik internal maupun eksternal untuk mengambil keputusan. Sesuai
dengan apa yang disimpulkan Watson, et al (1997) tentang konsep mengapa
diperlukan EIS adalah sebagai berikut sesuai dengan keperluan :
1. Internal, yaitu kebutuhan informasi yang tepat, kebutuhan perbaikan
komunikasi, kebutuhan mengakses data operasional, kebutuhan update
11
status pada aktifitas yang berbeda, kebutuhan untuk meningkatkan
keefektifan, kebutuhan untuk mengenal data historis, dan kebutuhan untuk
informasi yang lebih akurat.
2. Eksternal, yaitu meningkatkan persaingan, cepat mengantisipasi perubahan
lingkungan, kebutuhan untuk menjadikan lebih proaktif, kebutuhan untuk
mengakses database eksternal, dan meningkatkan regulasi pemerintah
EIS biasanya dianggap sebagai bentuk spesifik dari Decision Support
System (DSS). Secara umum EIS merupakan pengembangan dari DSS yang
membantu level eksekutif menganalisis, membandingkan dan mengetahui ha l –
hal yang penting sehingga mereka dapat mengawasi performansi dan
mengidentifikasi peluang serta problem pada suatu perusahaan (Han, 2006).
2.1.2 Karakteristik Executive Information System
Karakteristik informasi yang dibutuhkan oleh para eksekutif dikategorikan
berdasarkan aspek kualitas informasi, user interface, dan kemampuan teknis yang
disediakan (Turban, 1996).
1. Kualitas informasi, dimana informasi yang diterima oleh para eksekutif
harus bersifat fleksibel, benar, tepat, dan lengkap.
2. User interface, dimana informasi harus diperoleh dengan mudah,
menggunakan Graphic User Interface (GUI), aman, handal, menyediakan
akses cepat terhadap informasi yang dibutuhkan dimana saja, mempunyai
menu bantuan, dan lebih mengurangi penggunaan keyboard.
3. Kemampuan teknis, mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi
global, akses ke e-mail, secara ekstensif dapat menyediakan data eksternal,
memberikan indikasi “highlights indicator” adanya permasalahan,
menyediakan akses pada historical data dan current data, memperlihatkan
trend, fucasting, drill down, filters, compresses, dan lain – lain.
2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Executive Information System
Semua sistem memliki kekurangan dan kelebihan. Akan tetapi, itu semua
tergantung dari penggunaan dan pengguna sistem itu sendiri. Adapun kelebihan
dari executive information system yaitu (Parmenter, 2007) :
12
1. Kemampuan dalam memberikan data yang diperlukan untuk menganalisis.
2. Mempermudah para eksekutif untuk menggunakan pengalamannya dalam
dunia komputer.
3. Membandingkan dan memperlihatkan kecenderungan dalam waktu yang
cepat sehingga keputusan dapat diambil segera.
4. Biasanya menawarkan efisiensi untuk membuat keputusan.
5. Menyediakan pengiriman tepat waktu dari keterangan rangkuman
perusahaan dan keterangan yang disediakan semakin mudah dimengerti.
6. Melakukan penyaringan data untuk manajemen.
7. Meningkatkan pemeriksaan keterangan.
8. Dapat Mengakses dan memadukan jangkauan data internal dan eksternal
yang bersifat luas.
Sedangkan kekurangan dari pemanfaatan executive information system yaitu
(Parmenter, 2007) :
1. Memiliki fungsi yang terbatas, tidak dapat melakukan perhitungan yang
terbilang kompleks.
2. Bagi perusahaan kecil mungkin memerlukan biaya lebih untuk membuat
atau mengimplementasisan EIS.
3. Pembuatannya harus dapat memenuhi segala kebutuhan informasi bagi
eksekutif senior.
2.1.4 Pengembangan Executive Information System
Pengembangan executive information system umumnya dapat terjadi
akibat dari tekanan eksternal, yang berasal dari lingkungan di luar perusahaan dan
dapat meliputi gejolak lingkungan dan persaingan kerja yang meningkat, tekanan
internal meliputi adanya kebutuhan akan informasi baru, lebih baik dan lebih tepat
waktu, adanya keharusan untuk mengelola organisasi yang semakin kompleks dan
sulit untuk dijalankan serta adanya kebutuhan akan sistem pelaporan yang lebih
efisien, serta suatu bagian yang menyediakan informasi bagi eksekutif mengenai
kinerja keseluruhan perusahaan (Turban, 1996).
Dalam pengembangan EIS para eksekutif menggunakan beberapa konsep
dasar manajemen yang betujuan memungkinkan para eksekutif dapat memantau
13
seberapa baiknya kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan (Turban, 1996).
Adapun konsep dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Penentu Keberhasilan (Critical Success Factor), ialah faktor yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan segala jenis kegiatan organisasi.
Faktor ini dalam setiap perusahaaan berbeda tergantung dari kegiatan yang
dilakukan. Nantinya CSF akan bermuara pada perencanaan yang baik
dalam mengantisipasi kebutuhan kemudian menempatkan sumber daya
dan prosedur yang diperlukan pada tempatnya. Jika perusahaan telah
menetapkan manajemen sumber daya informasi dan melaksanakan
perencanaan strategis untuk sumber daya informasi dengan ba ik, maka
keberhasilan EIS dan sistem informasi perusahaan merupakan suatu
sasaran yang realistis.
2. Management by Exception (MBE), ialah perbandingan antara kinerja yang
direncanakan dengan kinerja aktual. Sehingga informasi dapat langsung
didapat dan digunakan untuk menyelesaikan setiap permasalahan seperti
perangkat lunak EIS yang dapat mengidentifikasi perkecualian –
perkecualian secara otomatis dan membuatnya diperhatikan oleh eksekutif.
3. Model Mental, peran utama EIS adalah membuat sintesis data dan
informasi bervolume besar untuk meningkatkan kegunaannya.
Pengambilan sari ini disebut pemampatan informasi (information
compression) dan menghasilkan suatu gambaran atau model mental dari
operasi perusahaan.
2.2 Metode Pengembangan Perangkat Lunak
Dalam perancangan dan implementasi aplikasi OLAP ini digunakan
metodologi pengembangan perangkat lunak model proses Waterfall. Dimana
meodel proses tersebut termasuk dalam model proses klasik yang bersifat
sistematis, berurutan dari satu tahap ke tahap lain dalam membangun software
(Sommerville, 2011). Model waterfall ini mengusulkan suatu pendekatan kepada
pengembangan perangkat lunak yang bersifat sistematik dan sekuensial. Dimana
hal tersebut dimulai dari tingkat pengembangan sistem pada seluruh analisis,
desain sistem, implementasi, pengujian hingga pemeliharaan dari sistem.
14
Memiliki beberapa tahapan dalam prosesnya, dimana setiap tahapan
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke tahap yang
berikut. Skema dari tahapan – tahapan yang terdapat pada model proses waterfall
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.2 Model Proses Waterfall
Gambar 2.2 penjelasan dari masing – masing tahapan atau proses pada skema
model waterfall (Sommerville, 2011), yaitu :
1. Requirements Analysis and Definition, tahap awal yang menetapkan
layanan sistem, kendala, dan tujuan yang diperoleh berdasarkan hasil
konsultasi dengan pengguna sistem. Kemudian didefinisikan secara rinci
yang nantinya dapat difungsikan sebagai spesifikasi dari sistem.
2. System and Software Design, meliputi mengidentifikasi dan merancang
arsitektur atau dasar dari sistem perangkat lunak yang akan dibangun.
3. Implementation and Unit Testing, mengimplementasikan perancangan
fungsi – fungsi perangkat lunak ke dalam bentuk kode program serta
dilakukan pengujian agar setiap unit memenuhi spesifikasinya.
4. Integration and System Testing, tahapan dimana dilakukan pengintegrasian
dari unit program individu kemudian dilakukan pengujian sebagai satu
kesatuan sistem yang lengkap guna memastikan terpenuhinya persyaratan
perangkat lunak. Setelah pengujian dilakukan, maka sistem telah siap
disampaikan kepada pengguna agar dapat dilakukannya user testing.
15
5. Operation and Maintenance, merupakan tahapan dengan waktu paling
lama karena pemeliharaan meliputi beberapa hal seperti memperbaiki
kesalahan yang tidak ditemukan pada tahap awal pengembangan,
meningkatkan implementasi dari unit sistem dan meningkatkan pelayanan
sistem terhadap kebutuhan tambahan yang baru ditemukan.
Kelebihan dari model proses waterfall ialah dokumentasi dihasilkan pada
tiap tahapan, hal tersebut dapat berguna untuk model proses perangkat lunak yang
lain. Namun masalah utama dari model proses ini ialah tidak fleksibel, pada tahap
awal semua kebutuhan harus diketahui secara jelas dan rinci, model proses ini
akan sulit untuk merespon perubahan dari kebutuhan perlanggan. Maka dari itu
model proses waterfall baik digunakan ketika persyaratan telah dipahami dengan
baik oleh pengembang sistem (Sommerville, 2011).
2.3 Data Warehouse
Data warehouse merupakan pondasi dari semua proses pada Executive
Information System (EIS). Hal tersebut dikarenakan data warehouse memiliki
sumber data yang terintegrasi dengan tingkat granularitas yang tepat. Sehingga
data yang disediakan dapat menunjang atau memenuhi kebutuhan dari EIS.
Berikut akan dijelaskan lebih lanjut terkait dengan data warehouse.
2.3.1 Definisi Data Warehouse
Definisi data warehouse adalah sebuah sistem yang mengambil dan
mengkonsolidasikan data secara periodik dari sebuah sumber data ke sebuah
tempat penyimpanan data yang bersifat dimensional maupun relasional (Rainardi,
2008). Selain itu dapat pula didefinisikan dimana data warehouse merupakan
penyimpanan data yang berorientasi objek, terintegrasi, mempunyai varian waktu,
dan menyimpan data dalam bentuk non volatile sebagai pendukung manejemen
dalam proses pengambilan keputusan (Han, 2006).
Data warehouse memiliki beberapa karakterisitik yang meliputi Subject
Oriented, Integrated, Time Variant, dan Non volatile. Berikut merupakan
pemaparan dari karakteristik tersebut (W.H. Inmon, 2002) :
16
1. Subject Oriented, dimana data warehouse didesain untuk menganalisa
data berdasarkan subyek – subyek tertentu dalam suatu organisasi, bukan
pada proses atau fungsi aplikasi tertentu. Meskipun Data warehouse
terkonsentrasi pada operasi harian dan proses transaksi dalam perusahaan
yang fokus pada pemodelan dan analisis data untuk pembuat keputusan.
2. Integrated, dimana data warehouse dibangun dari berbagai sumber yang
berbeda dalam format yang konsisten dan saling terintegrasi satu dengan
lainnya. Atau pembersihan dan penyatuan data diterapkan untuk menjamin
konsistensi dalam penamaan, struktur kode, ukuran atribut, dan lainnya.
3. Time Variant, dimana seluruh data pada data warehouse dapat dikatakan
akurat atau valid pada rentang waktu tertentu. Setiap struktur kunci dalam
data warehouse memiliki elemen waktu secara implisit maupun eksplisit.
4. Nonvolatile, data pada data warehouse tidak di-update secara real time
tetapi di-refresh dari sistem operasional secara regular. Sehingga secara
fisik selalu disimpan terpisah dari data aplikasi operasional. Penyimpanan
terpisah ini, data warehouse tidak memerlukan proses transaksi, recovery
dan mekanisme pengendalian konkurensi. Biasanya hanya membutuhkan
dua operasi dalam akses data yaitu initial load of data dan access of data.
Source System
Data Profiler
Connection
ETL Stage
Stage
DQ + ETL
Reports DQ
Control + Audit
Metadata
DDS
Spreadsheets
Pivot Tables
Ad Hoc Querles
Reports
Analytics
Data Mining
Dashboard
Scorecards
Reports
Other BI Apps
MDB
Gambar 2.3 Komponen Umum Data Warehouse
17
Gambar 2.3 merepresentasikan komponen yang terdapat pada data
warehouse secara umum. Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing – masing
komponen umum data warehouse yaitu (Rainardi, 2008) :
1. Source system ialah data source atau objek yang menjadi sumber data dari
proses keseluruhan yang merupakan sistem Online Transaction Processing
yang berisi data yang ingin di muat ke dalam data warehouse.
2. Online Transaction Processing (OLTP) ialah suatu sistem yang fungsi
utamanya untuk menangkap dan menyimpan transaksi bisnis. Untuk
memahami karakteristik dari suatu data, maka source system diuji
menggunakan satu data profiler.
3. Data profiler merupakan sebuah alat yang memiliki kemampuan dalam
melakukan analisis terhadap suatu data.
4. ETL ialah singkatan dari extract, transform, dan load. Dimana hal tersebut
dapat didefinisikan sebagai fungsi melakukan ekstraksi dari data source,
lalu melakukan transformasi data, sebelum me-load-nya ke data store
tujuan. Setelah itu sistem ETL diintegrasikan, bertransformasi, dan
memuat data ke dalam satu Dimensional Data Store (DDS). Arsitektur dari
ETL digambarkan seperti Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Arsitektur ETL
5. Dimensional Data Store (DDS) ialah database yang menyimpan data dari
data warehouse, dimana format yang dimiliki berbeda dibandingkan
OLTP. Data diambil dari source system ke DDS, lalu dilakukan query di
DDS. Query tidak langsung dilakukan di source system karena pada DDS
data disusun pada satu format dimensional sehingga menjadi lebih cocok
untuk dianalisa serta karena DDS mengandung data terintegrasi dari
beberapa source system.
18
6. Data Quality dimanfaatkan saat sistem ETL memuat data ke dalam DDS.
Dimana terdapat aturan kualitas data melakukan berbagai pengecekan
kualitas data. Data yang buruk diletakkan ke dalam database data quality
untuk dilaporkan kemudian otomatis dikoreksi pada source system jika
data tersebut berada dalam batas tertentu.
7. System Control, ialah sistem yang dapat mengatur ETL, yang didasarkan
pada ketentuan, urutan dan logika penyimpanan pada metadata.
8. Metadata ialah sebuah database. Berisikan informasi terkait struktur data,
pemakaian data, arti data, aturan kualitas data, dan informasi lainnya.
9. System audit ialah bagian dari ETL yang difungsikan dalam memonitor
operasional dari proses ETL dan mencatat statistik operasional guna
memahami apa yang terjadi selama ETL berjalan. Dapat pula difungsikan
mencatat sistem operasi dan pemakaiannya ke dalam database metadata.
10. Spreadsheet, Pivot Tables, Reporting Tools, dan Query SQL ialah
komponen yang dapat difungsikan guna memperoleh kembali serta
menganalisis data pada DDS. Pada aplikasi ini, data yang terdapat di
dalam DDS diisi ke dalam multidimensional database. Sebuah
multidimensional database ialah suatu format dari database dimana data
disimpan dalam record - record dimana posisi dari record didefinisikan
oleh sejumlah variabel yang disebut dimensi.
11. Aplikasi Analytics Application, Data Mining, Scorecards, Dashboards,
Multidimensional Reporting Tools dan Business Intelligence Application
lainnya mampu memperoleh kembali data secara interaktif dari
multidimensional database. Hal tersebut menghasilkan berbagai fitur serta
hasil yang dapat memungkinkan user dalam memperoleh suatu
pemahaman lebih tentang bisnis yang dijalankan.
2.3.2 Arsitektur Data Warehouse
Pengklasifikasian data store didasarkan pada pengguna accessibility dan
data format. Dimana berdasarkan pengguna accessibility yaitu (Rainardi, 2008) :
1. User facing data store ialah data store yang tersedia untuk end-user yang
diquery berdasarkan end-user dan end-user applications.
19
2. Internal data store ialah data store yang digunaan oleh komponen –
komponen data warehouse secara internal. Bertujuan untuk integrating,
cleansing, logging dan preparing data serta tidak membebaskan end-user
dan end-user applications dalam melakukan query.
3. Hybrid data store, umumnya difungsikan dalam mekanisme data
warehouse dan memperbolehkan berdasarkan end-user dan end-user
applications untuk melakukan query.
Sedangkan pengkasifikasian berdasarkan data format yaitu (Rainardi, 2008) :
1. Stage ialah internal data store yang difungsikan melakukan transformasi
serta persiapan data dari beberapa source system, sebelum masuk ke data
store lain dalam data warehouse.
2. Normalized Data Store (NDS) ialah internal master data store dalam
bentuk satu atau lebih database relasional ternormalisasi. Hal tersebut
bertujuan menggabungkan data dari berbagai source systems yang
diperoleh pada stage, sebelum data dimasukkan ke user facing data store.
3. Operation Data Store (ODS) ialah hybrid data store dalam bentuk satu
atau lebih normalized relational databases. Berisikan data transaksi serta
versi terbaru dari master data untuk mendukung aplikasi operasional.
4. Dimensional Data Store (DDS) ialah user facing data store dalam bentuk
satu atau lebih normalized relational databases. Data disusun dalam
format dimensional agar dapat mendukung analytical queries.
Berikut ialah pemaparan dari masing – masing data flow arsitektur dari
data warehouse yaitu (Rainardi, 2008):
a. Single DDS Architecture
Gambar 2.5 menunjukan bahwa dalam arsitektur ini terdapat sebuah
dimensional data store. Dimana DDS terdiri dari satu atau beberapa
dimensional data mart. Sebuah dimensional data mart ialah kumpulan fact
table yang saling berhubungan dan tabel dimensi yang berhubungan berisi
pengukuran business event yang dikategorikan oleh dimensinya. Sebuah
paket ETL mengekstrak data dari berbagai source system dan
menempatkannya pada stage.
20
Gambar 2.5 Single DDS Architecture
Kelebihan dari arsitektur ini yaitu lebih sederhana daripada tiga
arsitektur berikutnya dikarenakan data dari stage dimuat langsung ke
dimensional data store, tanpa menuju ke normalized store yang lain dahulu.
Sedsangkan kelemahannya ialah akan lebih sulit dikarenakan dalam arsitektur
ini diharuskan membuat DDS kedua. DDS dalam arsitektur ini ialah master
data store yang berisikan satu set lengkap data dalam data warehouse
termasuk seluruh versi serta data histori.
b. NDS + DDS Architecture
Gambar 2.6 menunjukan terdapat tiga buah data store yaitu stage,
NDS, dan DDS dalam arsitektur ini. Arsitektur ini mirip arsitektur single
DDS, hanya saja terdapat normalized data dari beberapa source system dan
memiliki kemampuan me-load data ke beberapa DDS. Perbedaan dengan
single DDS ialah dalam arsitektur ini dapat memiliki beberapa DDS.
Gambar 2.6 NDS + DDS Architecture
21
c. ODS + DDS Architecture
Memiliki kemiripan dengan NDS + DDS arsitektur, namun pada
Gambar 2.7 yang membedakan ialah terdapatnya ODS pada tempat NDS.
Sama halnya dengan NDS, ODS ialah bentuk normal ketiga atau lebih tinggi
namun perbedaannya ODS hanya berisi versi saat ini dari master data dan
tidak memiliki master data histori. Struktur entitasnya sama seperti database
OLTP. ODS tidak memiliki surrogate key. ODS dapat mengintegrasikan data
dari berbagai source system, dimana data dalam ODS bersih dan terintegrasi.
Ha tersebut dikarenakan data mengalir ke ODS setelah melewati penyaringan
di DQ (Data Quality).
Gambar 2.7 ODS + DDS Architecture
ODS berisikan tabel transaksi dan tabel master seperti NDS. Tabel
transaksi tersebut berisikan business event dan tabel master berisikan objek
yang terlibat dalam business event. Fact table dalam DDS akan diisi dari
tabel transaksi di ODS sedangkan dimensi table dalam DDS akan diisi dari
master tabel dalam ODS. Berbedan dengan NDS, ODS tidak memiliki
historical version dari master data terdahulu.
d. Federated Data Warehouse (FDW) Architecture
FDW terdiri dari beberapa gudang data dengan lapisan pengambilan
data yang digambarkan seperti Gambar 2.8. Sebuah federated data
warehouse mengambil data dari gudang data dengan menggunakan ETL dan
me-load data ke sebuah dimensional data store baru. Misalkan dikarena
merger dan kegiatan akuisisi, kita dapat memiliki tiga data warehouse,
22
contohnya dimensional data warehouse, normalisasi data warehouse bentuk
normal ketiga, dan relasional data warehouse dengan tabel transaksi sedikit
besar yang mereferensikan banyak tabel referensi.
Gambar 2.8 Federated Data Warehouse Architecture
2.3.3 Desain Data Warehouse
Mendesain suatu data warehouse sangatlah kompleks, dimana untuk
memulainya perlu diperhatikan kebutuhan yang utama dan pemilihan data yang
harus didahulukan, sehingga diperoleh komponen database yang akan digunakan
dalam pembuatan database dari data warehouse tersebut (Rainardi, 2008).
Teknik yang digunakan dalam mendeskripsikan atau merepresentasikan
komponen database dari data warehouse ialah Dimensional Modeling (DM). DM
merupakan suatu teknik desain secara logikal yang memiliki sasaran dalam
merepresentasikan data sesuai standar, bentuk intuitif yang memberikan akses
secara sangat cepat. Setiap tabel dari dimensional model memiliki komposisi dari
satu tabel dengan composite key yang disebut dengan fact table dan sekumpulan
set tabel yang lebih kecil yang disebut dengan dimensional table (Rainardi, 2008).
1. Fact Table atau tabel fakta ialah tabel yang umumnya mengandung
sesuatu yang dapat diukur (measure), seperti harga, jumlah barang, dan
sebagainya. Fact table juga merupakan kumpulan foreign key dari primary
key yang terdapat pada masing – masing dimension table. Fact table juga
mengandung data yang historis.
2. Dimension Table atau tabel dimensi ialah tabel yang berisi data detail yang
menjelaskan foreign key yang terdapat pada fact table. Atribut yang
23
terdapat pada dimension table dibuat secara berjenjang yang bertujuan
untuk memudahkan proses query.
Dimensional modeling memiliki beberapa struktur skema dimana salah
satunya ialah Star Schema. Star Schema merupakan struktur logical yang
memiliki fact table yang mengandung data fakta pada posisi tengah, dikelilingi
oleh dimensional tables yang mengandung referensi data yang bisa
didenormalisasi. Arsitektur Star Schema seperti contoh pada gambar 2.9
merupakan skema data warehouse yang cukup sederhana dan diagramnya
menyerupai bintang, dengan poin yang memancar dari pusat. Dengan kata lain
pada tengah bintang terdiri dari fact table dan titik bintang adalah tabel dimensi.
Biasanya fact table dalam skema bintang dalam bentuk normal ketiga (3NF)
sedangkan tabel dimensi yang denormalisasi. Terlepas dari kenyataan bahwa
skema bintang adalah arsitektur yang paling sederhana, hal ini paling sering
digunakan saat ini dan direkomendasikan oleh Oracle (Rainardi, 2008).
Gambar 2.9 Contoh Star Schema
2.4 Online Analytical Proscessing
OLAP merupakan aktivitas analisis bisnis dari transaksi yang tersimpan
pada Dimensional Data Store (DDS) dalam data warehouse untuk membuat
keputusan taktik dan strategi bisnis. Ponniah (2001) menyatakan bahwa Online
24
Analytical Processing (OLAP) merupakan teknologi yang memungkinkan analis,
manajer dan eksekutif secara bersamaan mengakses data secara cepat, konsisten
dan interaktif dengan berbagai variasi tinjauan informasi dimana setiap baris data
dapat ditransformasikan untuk merefleksikan dimensi perusahaan sehingga mudah
dipahami oleh user.
Adapun karakteristik dari OLAP adalah sebagai berikut (Ponniah, 2001) :
1. Mendukung pemanfaatan data warehouse yang memiliki data
multidimensional.
2. Menyediakan fasilitas query interaktif dan analisis yang kompleks.
3. Menyediakan fasilitas drill-down untuk memperoleh informasi yang rinci,
dan roll-up untuk memperoleh agregat dalam multidimensional.
4. Mampu menghasilkan perhitungan dan perbandingan.
5. Menyajikan hasil dalam angka yang mudah dimengerti maupun dalam
penyajian grafik.
OLAP menawarkan metode analisis data secara kompleks dan
terkustomisasi yang disesuaikan dengan kebutuhan akan informasi oleh para
analis maupun eksekutif. Data yang dikelola oleh OLAP berasal dari data
warehouse. Turban (2005) menyatakan bahwa aplikasi komputer telah beralih dari
aktivitas pemrosesan dan monitoring transaksi ke analisis masalah dan aplikasi
solusi. Terkait dengan tugasnya sebagai pembuat keputusan, Manajemen harus
memiliki sistem informasi yang berkecepatan tinggi dan networked untuk
membantu pelaksanaan tugas tersebut. Berdasarkan struktur basis datanya OLAP
dibedakan menjadi 3 kategori utama yaitu (Turban, 2005) :
1. Multidimensional Online Analytical Processing (MOLAP), OLAP yang
menggunakan dimensional database
2. Relational Online Analytical Processing (ROLAP), OLAP yang
menggunakan relasional database
3. Hybrid Online Analytical Processing (HOLAP)
Dalam model data OLAP, informasi digambarkan secara konseptual
seperti kubus (cube), yang terdiri atas kategori deskriptif (dimensions) dan nilai
kuantitif (measures). Data multidimensi memiliki atribut tersendiri untuk bisa
25
dikelola dalam OLAP. Adapun tiga jenis atribut yang dimiliki oleh data
multidimensi adalah sebagai berikut (Sulianta & Feri, 2011) :
1. Dimensi (dimension), adalah suatu atribut yang di tinjau.
2. Pengukur (measurment), ialah besaran yang dapat diukur mengacu pada
irisan antara dimensi yang di tinjau.
3. Kalkulasi atau hasil pengukuran, ialah nilai dari measurement.
Pada model data kubikal virtual ada beberapa jenis metode pengoperasian
diantaranya mencakup (Sulianta & Feri, 2011) :
1. Membuat irisan atau Slicing adalah mengambil atau mengiris satu dimensi
dari data virtual kubikal untuk keperluan penyederhanaan informasi atau
untuk membuang informasi yang tidak diperlukan dalam analisa.
2. Membuat banyak irisan atau Dicing adalah irisan yang dilakukan lebih dari
dua dimensi data.
3. Drill Up dan Drill Down merupakan teknik analisa untuk
menggeneralisasi atau menspesifikasi informasi, semakin ke atas maka
informasi makin ringkas dan semakin ke bawah maka informasi akan
semakin rinci.
4. Rotasi atau Pivoting dilakukan dengan memutar atau merotasi data kubikal
virtual untuk mendapat suatu sudut pandang berbeda terhadap data yang
sedang dianalisa.
2.5 Teknik Pengujian Perangkat Lunak
Pengembangan perangkat lunak sangat memerlukan adanya pengujian
yang dapat mengukur dan menentukan baik buruknya suatu proyek. Pengujian
perangkat lunak tersebut umumnya dilakukan pada tiap fase pengembangan mulai
dari fase definisi kebutuhan hingga fase implementasi. Berikut ialah pemaparan
dari 4 teknik pengujian perangkat lunak yaitu (Everett & McLeod Jr., 2007) :
2.5.1 Static Testing
Merupakan suatu teknik pengujian yang dilakukan terhadap dokumen –
dokumen pendukung atau dokumentasi dari sistem. Dokumentasi tersebut berasal
dari tiap fase pengembangan sistem yaitu requirement definition, system desing,
26
implementation, testing, hingga maintenance. Pengujian dokumentasi tersebut
dilakukan dengan 3 cara yang dikategorikan berdasarkan aktor yang melakukan
pengujian tersebut yaitu :
1. Desk checking, dimana pengujian dokumentasi dilakukan oleh pembuat
dokumen itu sendiri.
2. Inspections, dimana pengujian dilakukan oleh 2 orang dalam sebuah tim
pengembangan sistem, yaitu penulis dokumen sendiri dan misalnya
dengan anggota senior dari tim pengemb ang.
3. Walk-throughs, dimana pengujian dilakukan beberapa tim pengembang,
misalnya fasilitator, penulis dokumen, staf bisnis, dan lainnya.
Pada pengujian kebenaran dan kelengkapan dari suatu dokumen, apabila
ditemukkan kekurangan atau kecacatan pada dokumen, maka harus segera
dilakukan perbaikan terhadap dokumen tersebut
2.5.2 White Box Testing
Merupakan sebuah pengujian yang dilakukan ketika tester memiliki source
code dari sistem yang akan diuji sehingga dapat dilakukan pengujian terhadap
source code dari program. White Box Testing dilakukan oleh tester dengan cara
melakukan pengujian terhadap setiap fungsi code. Dikarenakan pengujian
dilakukan pada tiap line dari source code, misalkan terdapat ribuan line bahkan
lebih, sehingga diperlukan perencanaan testing.
Salah satu contoh metode yang digunakan dalam White Box Testing adalah
pengujian basis path testing atau disebut dengan Cylomatic Complexity. Berikut
ialah langkah – langkah pengujiannya (Pressman, 2010) :
1. Menggambar flowgraph yang ditransfer oleh flowchart.
2. Menghitung Cylomatic Complexity V(G) untuk flowgraph yang telah
dibuat. V(G) untuk flowgraph dapat dihitung dengan rumus :
( )
Keterangan :
E = Jumlah edge pada flowrgaph dan N = Jumlah node pada flowrgaph
3. Menentukan jalur pengujian dari flowgraph yang berjumlah sesuai dengan
Cyclomatic Complexity yang telah ditentukan.
27
Cyclomatic complexity yang tinggi menunjukkan prosedur kompleks yang sulit
untuk dipahami, diuji dan dipelihara. Tabel 2.1 menunjukkan adanya hubungan
antara cyclomatic complexity dan resiko dalam suatu prosedur.
Hubungan Cyclomatic Complexity dan resiko
Tabel 2.1 Hubungan Cyclomatic Complexity dan resiko
Cyclomatic Complexity Evaluasi Resiko
1-10 Sebuah program sederhana, tanpa banyak resiko
11-20 Agak kompleks, resiko sedang
21-50 Kompleks, program resiko tinggi
Lebih dari 50 Program belum diuji (resiko sangat tinggi)
2.5.3 Black Box Testing
Merupakan pengujian yang dilakukan saat tester tidak memiliki source
code dari software sehingga pengujian dilakukan dengan menjalankan aplikasi.
Pada pengujian tersebut juga dilakukan apa yang bisa dikerjakan oleh aplikasi
untuk menguji tingkah laku dari sistem dan bagaimana hasil yang diberikan oleh
aplikasi tersebut.
Fokus dari pengujian ini ialah pada kebutuhan fungsional perangkat lunak,
sehingga memungkinkan tester mendapatkan serangkaian kondisi input yang
sepenuhnya menggunakan semua persyaratan fungsional untuk suatu untuk
program. Kesalahan yang ditemukan dalam pengujian, nantinya dapat
disimpulkan apakah kesalahan tersebut murni dikarenakan kesalahan dari aplikasi
atau kesalahan implementasi dari tester.
2.5.4 Performance Testing
Merupakan teknik pengujian yang dilakukan apabila perangkat lunak telah
selesai diimplementasikan dan berjalan dengan benar. Fokus pengujian bukan
untuk kebenaran dari sistem melainkan pengujian terhadap hasil dan waktu respon
dari perangkat lunak. Pengujian perangkat lunak dilakukan mulai dari saat tidak
dioperasikan hingga saat puncak performa dari perangkat lunak tersebut. Dengan
kata lain performance testing ialah metode desain uji kasus guna memperoleh
informasi terkait estimasi waktu eksekusi dari suatu proses.
28
Berbeda dengan White Box Testing dan Black Box Testing, jika ditemukan
kesalahan atau kecacatan pada White Box Testing atau Black Box Testing tentunya
akan dilakukan perbaikan program, sedangkan pada Performance Testing akan
lebih memeriksa kemampuan dari software terhadap hardware, dimana
kecacacatan tersebut nantinya digunakan sebagai dasar oleh tim pengembang guna
menyarankan peningkatan spesifikasi hardware dengan membeli hardware yang
lebih memadai dan kompatibel dengan sistem.
2.6 Tinjauan Studi
Adapun beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan mengenai
Online Analytical Processing (OLAP) dan Executive Information Sistem (EIS),
antara lain :
1. Penerapan OLAP untuk Monitoring Kinerja Perusahaan (Adi Baskara
& Muhamad Nurudin, 2013)
Penelitian bertujuan membangun sebuah sistes yang nantinya dapat
memperbaiki kinerja perusahan. Dengan pemanfaatan Online Analytical
Processing (OLAP), pada sistem dapat ditentukan dimensions dan
measures, tentunya hal tersebut memungkinkan terjadinya analisis data
dari berbagai sudut pandang. Berbagai informasi penting yang dibutuhkan
eksekutif tentunya dapat ditampilkan dalam bentuk grafik atau detail
dalam bentuk tabel, sehingga sangat memberi keuntungan kepada
eksekutif dalam pengambilan keputusan terkait analisis bisnis dari
pelaporan yang ditampilkan. Informasi yang dihasilkan sistem ini tentunya
dapat dimanfaatkan oleh pihak eksekutif untuk monitoring dan memantau
kinerja perusahaan secara keseluruhan.
2. Analisa Data Transaksional pada E-Commerce dengan Teknologi
OLAP (On-Line Analytical Process) (Budi Santosa, Dessyanto Boedi, &
Markus Priharjanto, 2011)
Penelitian ini bertujuan mengatasi permasalahan yang terjadi dalam
pengembangan e-commerce dimana bertambahnya jumlah data yang
tersimpan dalam database secara signifikan yang tentunya menyebabkan
terjadinya penumpukan data. Hal tersebut dapat diatasi dengan
29
menerapkan mekanisme pengolahan data yang terpadu dengan
memanfaatkan teknologi OLAP yang dapat memberikan tingkat analisis
dengan kapabilitas query yang kompleks, perbandingan kecendrungan
data, serta reporting. OLAP tersebut dapat menghasilkan data secara
multidimensional yang mampu melihat data dari berbagai sudut pandang.
Implementasi OLAP tentunya di dukung dengan pembangunan data
warehouse yang mampu menyimpan histori data dari transaksi yang besar.
3. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Eksekutif Studi Kasus
pada Sekretariat Kabinet (Edy Martha & Dewi Agushinta R, 2012)
Penelitian bertujuan untuk merancang Sistem Informasi Eksekutif yang
menerapkan studi kasus Sekretariat Kabinet. Latar belakang perancangan
sistem tersebut sebagai sarana bagi para eksekutif dalam memperoleh
informasi secara cepat, akurat dan mudah. Dengan kata lain guna
memperoleh informasi secara ringkas untuk membantu dalam
pengambilan suatukeputusan. Tetunya sistem informasi eksekutif ini,
mampu membaca dengan cepat informasi yang tersedia sehingga
perkembangan dapat diketahui dengan cepat. Sehingga para wakil rakyak
dapat dengan segera menentukan suatu analisa sebagai dukungan teknis,
admnistrasi dan bahan pemikiran dalam menjalankan pemerintahan.