bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id 2... · gambar 2.1 office management schema ... laporan...

21
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Executive Information System Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai Executive Information System (EIS), sangat diperlukan juga memahami apa yang dimaksud dengan pihak eksekutif dan informasi terkait lainnya. Dari sudut pandang organisasi, eksekutif ialah orang atau kelompok orang yang memiliki kewenangan administratif atau pengawasan dalam suatu organisasi. Dengan kata lain eksekutif merupakan manajer tingkat atas yang berpengaruh kuat pada kegiatan dan arah organisasi atau tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan suatu organisasi, eksekutif memiliki 5 fungsi utama, yaitu merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), menyusun staf (staffing), mengarahkan (directing ), dan mengendalikan (controlling ). Dari fungsi tersebut tentunya selaku manajemen tingkat atas, pihak eksekutif memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang besar terhadap suatu organisasi, dikarenakan keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung kepada efisiensi dan pengambilan keputusan. Gambar 2.1 Office Management Schema Gambar 2.1 menggambarkan bahwa manajemen dalam organisasi dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu level bawah (level operasional), level menengah (level taktik), dan level atas (level strategi). Dikarenakan setiap level manajemen

Upload: vukhanh

Post on 10-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Executive Information System

Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai Executive Information

System (EIS), sangat diperlukan juga memahami apa yang dimaksud dengan pihak

eksekutif dan informasi terkait lainnya. Dari sudut pandang organisasi, eksekutif

ialah orang atau kelompok orang yang memiliki kewenangan administratif atau

pengawasan dalam suatu organisasi. Dengan kata lain eksekutif merupakan

manajer tingkat atas yang berpengaruh kuat pada kegiatan dan arah organisasi

atau tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan suatu organisasi, eksekutif

memiliki 5 fungsi utama, yaitu merencanakan (planning), mengorganisasikan

(organizing), menyusun staf (staffing), mengarahkan (directing), dan

mengendalikan (controlling). Dari fungsi tersebut tentunya selaku manajemen

tingkat atas, pihak eksekutif memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang

besar terhadap suatu organisasi, dikarenakan keberhasilan suatu organisasi sangat

tergantung kepada efisiensi dan pengambilan keputusan.

Gambar 2.1 Office Management Schema

Gambar 2.1 menggambarkan bahwa manajemen dalam organisasi dibagi

menjadi 3 tingkatan yaitu level bawah (level operasional), level menengah (level

taktik), dan level atas (level strategi). Dikarenakan setiap level manajemen

10

memiliki tugas yang berbeda, maka masing – masing memerlukan informasi yang

berbeda. Jika dikaitkan dengan pemanfaatan teknologi seperti sistem informasi,

tentunya sistem informasi yang digunakan juga berbeda. Contohnya saja

manajemen level atas atau pihak eksekutif, jika dikaitkan juga dengan 5 fungsi

utama yang dimiliki, tentu diperlukan suatu sistem informasi yang dapat

memenuhi kebutuhan terhadap fungsi tersebut. Untuk level strategi, sistem

informasi yang dapat dimanfaatkan ialah Executive Information System (EIS).

Tentunya EIS dapat memberikan kemudahan kepada pihak eksekutif dalam

menjalankan fungsinya sehingga keberhasilan dan tujuan dari organisasi dapat

tercapai. Maka dari itu keberadaan EIS, sangat diperlukan oleh manajemen level

atas atau pihak eksekutif. Berikut merupakan pemaparan lebih lanjut terkait

Executive Information System (EIS).

2.1.1 Definisi Executive Information System

Executive Information System (EIS) adalah sebuah tipe dari sistem

informasi manajemen yang diharapkan dapat memfasilitasi dan mendukung

kebutuhan informasi dan pengambilan keputusan di level eksekutif dengan

menyediakan kemudahan akses informasi baik internal maupun eksternal yang

berhubungan dengan tujuan sebuah organisasi atau perusahaan (Han, 2006).

EIS juga merupakan suatu sistem berbasis komputer yang melayani

kebutuhan informasi dari top level management. EIS menyediakan akses yang

cepat berupa informasi yang tepat waktu dan langsung mengakses laporan

manajemen. Sangat user-friendly, didukung oleh berbagai grafik, dan

menyediakan laporan – laporan dengan kemampuan drill-down. Selain itu EIS

mudah dihubungkan dengan layanan informasi on-line dan e-mail (Turban, 1996).

Alasan kenapa pemanfaatan EIS begitu penting ialah dikarenakan EIS

dapat memenuhi kebutuhan dari eksekutif dimana eksekutif sangat memerlukan

informasi baik internal maupun eksternal untuk mengambil keputusan. Sesuai

dengan apa yang disimpulkan Watson, et al (1997) tentang konsep mengapa

diperlukan EIS adalah sebagai berikut sesuai dengan keperluan :

1. Internal, yaitu kebutuhan informasi yang tepat, kebutuhan perbaikan

komunikasi, kebutuhan mengakses data operasional, kebutuhan update

11

status pada aktifitas yang berbeda, kebutuhan untuk meningkatkan

keefektifan, kebutuhan untuk mengenal data historis, dan kebutuhan untuk

informasi yang lebih akurat.

2. Eksternal, yaitu meningkatkan persaingan, cepat mengantisipasi perubahan

lingkungan, kebutuhan untuk menjadikan lebih proaktif, kebutuhan untuk

mengakses database eksternal, dan meningkatkan regulasi pemerintah

EIS biasanya dianggap sebagai bentuk spesifik dari Decision Support

System (DSS). Secara umum EIS merupakan pengembangan dari DSS yang

membantu level eksekutif menganalisis, membandingkan dan mengetahui ha l –

hal yang penting sehingga mereka dapat mengawasi performansi dan

mengidentifikasi peluang serta problem pada suatu perusahaan (Han, 2006).

2.1.2 Karakteristik Executive Information System

Karakteristik informasi yang dibutuhkan oleh para eksekutif dikategorikan

berdasarkan aspek kualitas informasi, user interface, dan kemampuan teknis yang

disediakan (Turban, 1996).

1. Kualitas informasi, dimana informasi yang diterima oleh para eksekutif

harus bersifat fleksibel, benar, tepat, dan lengkap.

2. User interface, dimana informasi harus diperoleh dengan mudah,

menggunakan Graphic User Interface (GUI), aman, handal, menyediakan

akses cepat terhadap informasi yang dibutuhkan dimana saja, mempunyai

menu bantuan, dan lebih mengurangi penggunaan keyboard.

3. Kemampuan teknis, mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi

global, akses ke e-mail, secara ekstensif dapat menyediakan data eksternal,

memberikan indikasi “highlights indicator” adanya permasalahan,

menyediakan akses pada historical data dan current data, memperlihatkan

trend, fucasting, drill down, filters, compresses, dan lain – lain.

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Executive Information System

Semua sistem memliki kekurangan dan kelebihan. Akan tetapi, itu semua

tergantung dari penggunaan dan pengguna sistem itu sendiri. Adapun kelebihan

dari executive information system yaitu (Parmenter, 2007) :

12

1. Kemampuan dalam memberikan data yang diperlukan untuk menganalisis.

2. Mempermudah para eksekutif untuk menggunakan pengalamannya dalam

dunia komputer.

3. Membandingkan dan memperlihatkan kecenderungan dalam waktu yang

cepat sehingga keputusan dapat diambil segera.

4. Biasanya menawarkan efisiensi untuk membuat keputusan.

5. Menyediakan pengiriman tepat waktu dari keterangan rangkuman

perusahaan dan keterangan yang disediakan semakin mudah dimengerti.

6. Melakukan penyaringan data untuk manajemen.

7. Meningkatkan pemeriksaan keterangan.

8. Dapat Mengakses dan memadukan jangkauan data internal dan eksternal

yang bersifat luas.

Sedangkan kekurangan dari pemanfaatan executive information system yaitu

(Parmenter, 2007) :

1. Memiliki fungsi yang terbatas, tidak dapat melakukan perhitungan yang

terbilang kompleks.

2. Bagi perusahaan kecil mungkin memerlukan biaya lebih untuk membuat

atau mengimplementasisan EIS.

3. Pembuatannya harus dapat memenuhi segala kebutuhan informasi bagi

eksekutif senior.

2.1.4 Pengembangan Executive Information System

Pengembangan executive information system umumnya dapat terjadi

akibat dari tekanan eksternal, yang berasal dari lingkungan di luar perusahaan dan

dapat meliputi gejolak lingkungan dan persaingan kerja yang meningkat, tekanan

internal meliputi adanya kebutuhan akan informasi baru, lebih baik dan lebih tepat

waktu, adanya keharusan untuk mengelola organisasi yang semakin kompleks dan

sulit untuk dijalankan serta adanya kebutuhan akan sistem pelaporan yang lebih

efisien, serta suatu bagian yang menyediakan informasi bagi eksekutif mengenai

kinerja keseluruhan perusahaan (Turban, 1996).

Dalam pengembangan EIS para eksekutif menggunakan beberapa konsep

dasar manajemen yang betujuan memungkinkan para eksekutif dapat memantau

13

seberapa baiknya kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan (Turban, 1996).

Adapun konsep dasar tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor Penentu Keberhasilan (Critical Success Factor), ialah faktor yang

menentukan keberhasilan atau kegagalan segala jenis kegiatan organisasi.

Faktor ini dalam setiap perusahaaan berbeda tergantung dari kegiatan yang

dilakukan. Nantinya CSF akan bermuara pada perencanaan yang baik

dalam mengantisipasi kebutuhan kemudian menempatkan sumber daya

dan prosedur yang diperlukan pada tempatnya. Jika perusahaan telah

menetapkan manajemen sumber daya informasi dan melaksanakan

perencanaan strategis untuk sumber daya informasi dengan ba ik, maka

keberhasilan EIS dan sistem informasi perusahaan merupakan suatu

sasaran yang realistis.

2. Management by Exception (MBE), ialah perbandingan antara kinerja yang

direncanakan dengan kinerja aktual. Sehingga informasi dapat langsung

didapat dan digunakan untuk menyelesaikan setiap permasalahan seperti

perangkat lunak EIS yang dapat mengidentifikasi perkecualian –

perkecualian secara otomatis dan membuatnya diperhatikan oleh eksekutif.

3. Model Mental, peran utama EIS adalah membuat sintesis data dan

informasi bervolume besar untuk meningkatkan kegunaannya.

Pengambilan sari ini disebut pemampatan informasi (information

compression) dan menghasilkan suatu gambaran atau model mental dari

operasi perusahaan.

2.2 Metode Pengembangan Perangkat Lunak

Dalam perancangan dan implementasi aplikasi OLAP ini digunakan

metodologi pengembangan perangkat lunak model proses Waterfall. Dimana

meodel proses tersebut termasuk dalam model proses klasik yang bersifat

sistematis, berurutan dari satu tahap ke tahap lain dalam membangun software

(Sommerville, 2011). Model waterfall ini mengusulkan suatu pendekatan kepada

pengembangan perangkat lunak yang bersifat sistematik dan sekuensial. Dimana

hal tersebut dimulai dari tingkat pengembangan sistem pada seluruh analisis,

desain sistem, implementasi, pengujian hingga pemeliharaan dari sistem.

14

Memiliki beberapa tahapan dalam prosesnya, dimana setiap tahapan

tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke tahap yang

berikut. Skema dari tahapan – tahapan yang terdapat pada model proses waterfall

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Model Proses Waterfall

Gambar 2.2 penjelasan dari masing – masing tahapan atau proses pada skema

model waterfall (Sommerville, 2011), yaitu :

1. Requirements Analysis and Definition, tahap awal yang menetapkan

layanan sistem, kendala, dan tujuan yang diperoleh berdasarkan hasil

konsultasi dengan pengguna sistem. Kemudian didefinisikan secara rinci

yang nantinya dapat difungsikan sebagai spesifikasi dari sistem.

2. System and Software Design, meliputi mengidentifikasi dan merancang

arsitektur atau dasar dari sistem perangkat lunak yang akan dibangun.

3. Implementation and Unit Testing, mengimplementasikan perancangan

fungsi – fungsi perangkat lunak ke dalam bentuk kode program serta

dilakukan pengujian agar setiap unit memenuhi spesifikasinya.

4. Integration and System Testing, tahapan dimana dilakukan pengintegrasian

dari unit program individu kemudian dilakukan pengujian sebagai satu

kesatuan sistem yang lengkap guna memastikan terpenuhinya persyaratan

perangkat lunak. Setelah pengujian dilakukan, maka sistem telah siap

disampaikan kepada pengguna agar dapat dilakukannya user testing.

15

5. Operation and Maintenance, merupakan tahapan dengan waktu paling

lama karena pemeliharaan meliputi beberapa hal seperti memperbaiki

kesalahan yang tidak ditemukan pada tahap awal pengembangan,

meningkatkan implementasi dari unit sistem dan meningkatkan pelayanan

sistem terhadap kebutuhan tambahan yang baru ditemukan.

Kelebihan dari model proses waterfall ialah dokumentasi dihasilkan pada

tiap tahapan, hal tersebut dapat berguna untuk model proses perangkat lunak yang

lain. Namun masalah utama dari model proses ini ialah tidak fleksibel, pada tahap

awal semua kebutuhan harus diketahui secara jelas dan rinci, model proses ini

akan sulit untuk merespon perubahan dari kebutuhan perlanggan. Maka dari itu

model proses waterfall baik digunakan ketika persyaratan telah dipahami dengan

baik oleh pengembang sistem (Sommerville, 2011).

2.3 Data Warehouse

Data warehouse merupakan pondasi dari semua proses pada Executive

Information System (EIS). Hal tersebut dikarenakan data warehouse memiliki

sumber data yang terintegrasi dengan tingkat granularitas yang tepat. Sehingga

data yang disediakan dapat menunjang atau memenuhi kebutuhan dari EIS.

Berikut akan dijelaskan lebih lanjut terkait dengan data warehouse.

2.3.1 Definisi Data Warehouse

Definisi data warehouse adalah sebuah sistem yang mengambil dan

mengkonsolidasikan data secara periodik dari sebuah sumber data ke sebuah

tempat penyimpanan data yang bersifat dimensional maupun relasional (Rainardi,

2008). Selain itu dapat pula didefinisikan dimana data warehouse merupakan

penyimpanan data yang berorientasi objek, terintegrasi, mempunyai varian waktu,

dan menyimpan data dalam bentuk non volatile sebagai pendukung manejemen

dalam proses pengambilan keputusan (Han, 2006).

Data warehouse memiliki beberapa karakterisitik yang meliputi Subject

Oriented, Integrated, Time Variant, dan Non volatile. Berikut merupakan

pemaparan dari karakteristik tersebut (W.H. Inmon, 2002) :

16

1. Subject Oriented, dimana data warehouse didesain untuk menganalisa

data berdasarkan subyek – subyek tertentu dalam suatu organisasi, bukan

pada proses atau fungsi aplikasi tertentu. Meskipun Data warehouse

terkonsentrasi pada operasi harian dan proses transaksi dalam perusahaan

yang fokus pada pemodelan dan analisis data untuk pembuat keputusan.

2. Integrated, dimana data warehouse dibangun dari berbagai sumber yang

berbeda dalam format yang konsisten dan saling terintegrasi satu dengan

lainnya. Atau pembersihan dan penyatuan data diterapkan untuk menjamin

konsistensi dalam penamaan, struktur kode, ukuran atribut, dan lainnya.

3. Time Variant, dimana seluruh data pada data warehouse dapat dikatakan

akurat atau valid pada rentang waktu tertentu. Setiap struktur kunci dalam

data warehouse memiliki elemen waktu secara implisit maupun eksplisit.

4. Nonvolatile, data pada data warehouse tidak di-update secara real time

tetapi di-refresh dari sistem operasional secara regular. Sehingga secara

fisik selalu disimpan terpisah dari data aplikasi operasional. Penyimpanan

terpisah ini, data warehouse tidak memerlukan proses transaksi, recovery

dan mekanisme pengendalian konkurensi. Biasanya hanya membutuhkan

dua operasi dalam akses data yaitu initial load of data dan access of data.

Source System

Data Profiler

Connection

ETL Stage

Stage

DQ + ETL

Reports DQ

Control + Audit

Metadata

DDS

Spreadsheets

Pivot Tables

Ad Hoc Querles

Reports

Analytics

Data Mining

Dashboard

Scorecards

Reports

Other BI Apps

MDB

Gambar 2.3 Komponen Umum Data Warehouse

17

Gambar 2.3 merepresentasikan komponen yang terdapat pada data

warehouse secara umum. Berikut ini akan dijelaskan mengenai masing – masing

komponen umum data warehouse yaitu (Rainardi, 2008) :

1. Source system ialah data source atau objek yang menjadi sumber data dari

proses keseluruhan yang merupakan sistem Online Transaction Processing

yang berisi data yang ingin di muat ke dalam data warehouse.

2. Online Transaction Processing (OLTP) ialah suatu sistem yang fungsi

utamanya untuk menangkap dan menyimpan transaksi bisnis. Untuk

memahami karakteristik dari suatu data, maka source system diuji

menggunakan satu data profiler.

3. Data profiler merupakan sebuah alat yang memiliki kemampuan dalam

melakukan analisis terhadap suatu data.

4. ETL ialah singkatan dari extract, transform, dan load. Dimana hal tersebut

dapat didefinisikan sebagai fungsi melakukan ekstraksi dari data source,

lalu melakukan transformasi data, sebelum me-load-nya ke data store

tujuan. Setelah itu sistem ETL diintegrasikan, bertransformasi, dan

memuat data ke dalam satu Dimensional Data Store (DDS). Arsitektur dari

ETL digambarkan seperti Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Arsitektur ETL

5. Dimensional Data Store (DDS) ialah database yang menyimpan data dari

data warehouse, dimana format yang dimiliki berbeda dibandingkan

OLTP. Data diambil dari source system ke DDS, lalu dilakukan query di

DDS. Query tidak langsung dilakukan di source system karena pada DDS

data disusun pada satu format dimensional sehingga menjadi lebih cocok

untuk dianalisa serta karena DDS mengandung data terintegrasi dari

beberapa source system.

18

6. Data Quality dimanfaatkan saat sistem ETL memuat data ke dalam DDS.

Dimana terdapat aturan kualitas data melakukan berbagai pengecekan

kualitas data. Data yang buruk diletakkan ke dalam database data quality

untuk dilaporkan kemudian otomatis dikoreksi pada source system jika

data tersebut berada dalam batas tertentu.

7. System Control, ialah sistem yang dapat mengatur ETL, yang didasarkan

pada ketentuan, urutan dan logika penyimpanan pada metadata.

8. Metadata ialah sebuah database. Berisikan informasi terkait struktur data,

pemakaian data, arti data, aturan kualitas data, dan informasi lainnya.

9. System audit ialah bagian dari ETL yang difungsikan dalam memonitor

operasional dari proses ETL dan mencatat statistik operasional guna

memahami apa yang terjadi selama ETL berjalan. Dapat pula difungsikan

mencatat sistem operasi dan pemakaiannya ke dalam database metadata.

10. Spreadsheet, Pivot Tables, Reporting Tools, dan Query SQL ialah

komponen yang dapat difungsikan guna memperoleh kembali serta

menganalisis data pada DDS. Pada aplikasi ini, data yang terdapat di

dalam DDS diisi ke dalam multidimensional database. Sebuah

multidimensional database ialah suatu format dari database dimana data

disimpan dalam record - record dimana posisi dari record didefinisikan

oleh sejumlah variabel yang disebut dimensi.

11. Aplikasi Analytics Application, Data Mining, Scorecards, Dashboards,

Multidimensional Reporting Tools dan Business Intelligence Application

lainnya mampu memperoleh kembali data secara interaktif dari

multidimensional database. Hal tersebut menghasilkan berbagai fitur serta

hasil yang dapat memungkinkan user dalam memperoleh suatu

pemahaman lebih tentang bisnis yang dijalankan.

2.3.2 Arsitektur Data Warehouse

Pengklasifikasian data store didasarkan pada pengguna accessibility dan

data format. Dimana berdasarkan pengguna accessibility yaitu (Rainardi, 2008) :

1. User facing data store ialah data store yang tersedia untuk end-user yang

diquery berdasarkan end-user dan end-user applications.

19

2. Internal data store ialah data store yang digunaan oleh komponen –

komponen data warehouse secara internal. Bertujuan untuk integrating,

cleansing, logging dan preparing data serta tidak membebaskan end-user

dan end-user applications dalam melakukan query.

3. Hybrid data store, umumnya difungsikan dalam mekanisme data

warehouse dan memperbolehkan berdasarkan end-user dan end-user

applications untuk melakukan query.

Sedangkan pengkasifikasian berdasarkan data format yaitu (Rainardi, 2008) :

1. Stage ialah internal data store yang difungsikan melakukan transformasi

serta persiapan data dari beberapa source system, sebelum masuk ke data

store lain dalam data warehouse.

2. Normalized Data Store (NDS) ialah internal master data store dalam

bentuk satu atau lebih database relasional ternormalisasi. Hal tersebut

bertujuan menggabungkan data dari berbagai source systems yang

diperoleh pada stage, sebelum data dimasukkan ke user facing data store.

3. Operation Data Store (ODS) ialah hybrid data store dalam bentuk satu

atau lebih normalized relational databases. Berisikan data transaksi serta

versi terbaru dari master data untuk mendukung aplikasi operasional.

4. Dimensional Data Store (DDS) ialah user facing data store dalam bentuk

satu atau lebih normalized relational databases. Data disusun dalam

format dimensional agar dapat mendukung analytical queries.

Berikut ialah pemaparan dari masing – masing data flow arsitektur dari

data warehouse yaitu (Rainardi, 2008):

a. Single DDS Architecture

Gambar 2.5 menunjukan bahwa dalam arsitektur ini terdapat sebuah

dimensional data store. Dimana DDS terdiri dari satu atau beberapa

dimensional data mart. Sebuah dimensional data mart ialah kumpulan fact

table yang saling berhubungan dan tabel dimensi yang berhubungan berisi

pengukuran business event yang dikategorikan oleh dimensinya. Sebuah

paket ETL mengekstrak data dari berbagai source system dan

menempatkannya pada stage.

20

Gambar 2.5 Single DDS Architecture

Kelebihan dari arsitektur ini yaitu lebih sederhana daripada tiga

arsitektur berikutnya dikarenakan data dari stage dimuat langsung ke

dimensional data store, tanpa menuju ke normalized store yang lain dahulu.

Sedsangkan kelemahannya ialah akan lebih sulit dikarenakan dalam arsitektur

ini diharuskan membuat DDS kedua. DDS dalam arsitektur ini ialah master

data store yang berisikan satu set lengkap data dalam data warehouse

termasuk seluruh versi serta data histori.

b. NDS + DDS Architecture

Gambar 2.6 menunjukan terdapat tiga buah data store yaitu stage,

NDS, dan DDS dalam arsitektur ini. Arsitektur ini mirip arsitektur single

DDS, hanya saja terdapat normalized data dari beberapa source system dan

memiliki kemampuan me-load data ke beberapa DDS. Perbedaan dengan

single DDS ialah dalam arsitektur ini dapat memiliki beberapa DDS.

Gambar 2.6 NDS + DDS Architecture

21

c. ODS + DDS Architecture

Memiliki kemiripan dengan NDS + DDS arsitektur, namun pada

Gambar 2.7 yang membedakan ialah terdapatnya ODS pada tempat NDS.

Sama halnya dengan NDS, ODS ialah bentuk normal ketiga atau lebih tinggi

namun perbedaannya ODS hanya berisi versi saat ini dari master data dan

tidak memiliki master data histori. Struktur entitasnya sama seperti database

OLTP. ODS tidak memiliki surrogate key. ODS dapat mengintegrasikan data

dari berbagai source system, dimana data dalam ODS bersih dan terintegrasi.

Ha tersebut dikarenakan data mengalir ke ODS setelah melewati penyaringan

di DQ (Data Quality).

Gambar 2.7 ODS + DDS Architecture

ODS berisikan tabel transaksi dan tabel master seperti NDS. Tabel

transaksi tersebut berisikan business event dan tabel master berisikan objek

yang terlibat dalam business event. Fact table dalam DDS akan diisi dari

tabel transaksi di ODS sedangkan dimensi table dalam DDS akan diisi dari

master tabel dalam ODS. Berbedan dengan NDS, ODS tidak memiliki

historical version dari master data terdahulu.

d. Federated Data Warehouse (FDW) Architecture

FDW terdiri dari beberapa gudang data dengan lapisan pengambilan

data yang digambarkan seperti Gambar 2.8. Sebuah federated data

warehouse mengambil data dari gudang data dengan menggunakan ETL dan

me-load data ke sebuah dimensional data store baru. Misalkan dikarena

merger dan kegiatan akuisisi, kita dapat memiliki tiga data warehouse,

22

contohnya dimensional data warehouse, normalisasi data warehouse bentuk

normal ketiga, dan relasional data warehouse dengan tabel transaksi sedikit

besar yang mereferensikan banyak tabel referensi.

Gambar 2.8 Federated Data Warehouse Architecture

2.3.3 Desain Data Warehouse

Mendesain suatu data warehouse sangatlah kompleks, dimana untuk

memulainya perlu diperhatikan kebutuhan yang utama dan pemilihan data yang

harus didahulukan, sehingga diperoleh komponen database yang akan digunakan

dalam pembuatan database dari data warehouse tersebut (Rainardi, 2008).

Teknik yang digunakan dalam mendeskripsikan atau merepresentasikan

komponen database dari data warehouse ialah Dimensional Modeling (DM). DM

merupakan suatu teknik desain secara logikal yang memiliki sasaran dalam

merepresentasikan data sesuai standar, bentuk intuitif yang memberikan akses

secara sangat cepat. Setiap tabel dari dimensional model memiliki komposisi dari

satu tabel dengan composite key yang disebut dengan fact table dan sekumpulan

set tabel yang lebih kecil yang disebut dengan dimensional table (Rainardi, 2008).

1. Fact Table atau tabel fakta ialah tabel yang umumnya mengandung

sesuatu yang dapat diukur (measure), seperti harga, jumlah barang, dan

sebagainya. Fact table juga merupakan kumpulan foreign key dari primary

key yang terdapat pada masing – masing dimension table. Fact table juga

mengandung data yang historis.

2. Dimension Table atau tabel dimensi ialah tabel yang berisi data detail yang

menjelaskan foreign key yang terdapat pada fact table. Atribut yang

23

terdapat pada dimension table dibuat secara berjenjang yang bertujuan

untuk memudahkan proses query.

Dimensional modeling memiliki beberapa struktur skema dimana salah

satunya ialah Star Schema. Star Schema merupakan struktur logical yang

memiliki fact table yang mengandung data fakta pada posisi tengah, dikelilingi

oleh dimensional tables yang mengandung referensi data yang bisa

didenormalisasi. Arsitektur Star Schema seperti contoh pada gambar 2.9

merupakan skema data warehouse yang cukup sederhana dan diagramnya

menyerupai bintang, dengan poin yang memancar dari pusat. Dengan kata lain

pada tengah bintang terdiri dari fact table dan titik bintang adalah tabel dimensi.

Biasanya fact table dalam skema bintang dalam bentuk normal ketiga (3NF)

sedangkan tabel dimensi yang denormalisasi. Terlepas dari kenyataan bahwa

skema bintang adalah arsitektur yang paling sederhana, hal ini paling sering

digunakan saat ini dan direkomendasikan oleh Oracle (Rainardi, 2008).

Gambar 2.9 Contoh Star Schema

2.4 Online Analytical Proscessing

OLAP merupakan aktivitas analisis bisnis dari transaksi yang tersimpan

pada Dimensional Data Store (DDS) dalam data warehouse untuk membuat

keputusan taktik dan strategi bisnis. Ponniah (2001) menyatakan bahwa Online

24

Analytical Processing (OLAP) merupakan teknologi yang memungkinkan analis,

manajer dan eksekutif secara bersamaan mengakses data secara cepat, konsisten

dan interaktif dengan berbagai variasi tinjauan informasi dimana setiap baris data

dapat ditransformasikan untuk merefleksikan dimensi perusahaan sehingga mudah

dipahami oleh user.

Adapun karakteristik dari OLAP adalah sebagai berikut (Ponniah, 2001) :

1. Mendukung pemanfaatan data warehouse yang memiliki data

multidimensional.

2. Menyediakan fasilitas query interaktif dan analisis yang kompleks.

3. Menyediakan fasilitas drill-down untuk memperoleh informasi yang rinci,

dan roll-up untuk memperoleh agregat dalam multidimensional.

4. Mampu menghasilkan perhitungan dan perbandingan.

5. Menyajikan hasil dalam angka yang mudah dimengerti maupun dalam

penyajian grafik.

OLAP menawarkan metode analisis data secara kompleks dan

terkustomisasi yang disesuaikan dengan kebutuhan akan informasi oleh para

analis maupun eksekutif. Data yang dikelola oleh OLAP berasal dari data

warehouse. Turban (2005) menyatakan bahwa aplikasi komputer telah beralih dari

aktivitas pemrosesan dan monitoring transaksi ke analisis masalah dan aplikasi

solusi. Terkait dengan tugasnya sebagai pembuat keputusan, Manajemen harus

memiliki sistem informasi yang berkecepatan tinggi dan networked untuk

membantu pelaksanaan tugas tersebut. Berdasarkan struktur basis datanya OLAP

dibedakan menjadi 3 kategori utama yaitu (Turban, 2005) :

1. Multidimensional Online Analytical Processing (MOLAP), OLAP yang

menggunakan dimensional database

2. Relational Online Analytical Processing (ROLAP), OLAP yang

menggunakan relasional database

3. Hybrid Online Analytical Processing (HOLAP)

Dalam model data OLAP, informasi digambarkan secara konseptual

seperti kubus (cube), yang terdiri atas kategori deskriptif (dimensions) dan nilai

kuantitif (measures). Data multidimensi memiliki atribut tersendiri untuk bisa

25

dikelola dalam OLAP. Adapun tiga jenis atribut yang dimiliki oleh data

multidimensi adalah sebagai berikut (Sulianta & Feri, 2011) :

1. Dimensi (dimension), adalah suatu atribut yang di tinjau.

2. Pengukur (measurment), ialah besaran yang dapat diukur mengacu pada

irisan antara dimensi yang di tinjau.

3. Kalkulasi atau hasil pengukuran, ialah nilai dari measurement.

Pada model data kubikal virtual ada beberapa jenis metode pengoperasian

diantaranya mencakup (Sulianta & Feri, 2011) :

1. Membuat irisan atau Slicing adalah mengambil atau mengiris satu dimensi

dari data virtual kubikal untuk keperluan penyederhanaan informasi atau

untuk membuang informasi yang tidak diperlukan dalam analisa.

2. Membuat banyak irisan atau Dicing adalah irisan yang dilakukan lebih dari

dua dimensi data.

3. Drill Up dan Drill Down merupakan teknik analisa untuk

menggeneralisasi atau menspesifikasi informasi, semakin ke atas maka

informasi makin ringkas dan semakin ke bawah maka informasi akan

semakin rinci.

4. Rotasi atau Pivoting dilakukan dengan memutar atau merotasi data kubikal

virtual untuk mendapat suatu sudut pandang berbeda terhadap data yang

sedang dianalisa.

2.5 Teknik Pengujian Perangkat Lunak

Pengembangan perangkat lunak sangat memerlukan adanya pengujian

yang dapat mengukur dan menentukan baik buruknya suatu proyek. Pengujian

perangkat lunak tersebut umumnya dilakukan pada tiap fase pengembangan mulai

dari fase definisi kebutuhan hingga fase implementasi. Berikut ialah pemaparan

dari 4 teknik pengujian perangkat lunak yaitu (Everett & McLeod Jr., 2007) :

2.5.1 Static Testing

Merupakan suatu teknik pengujian yang dilakukan terhadap dokumen –

dokumen pendukung atau dokumentasi dari sistem. Dokumentasi tersebut berasal

dari tiap fase pengembangan sistem yaitu requirement definition, system desing,

26

implementation, testing, hingga maintenance. Pengujian dokumentasi tersebut

dilakukan dengan 3 cara yang dikategorikan berdasarkan aktor yang melakukan

pengujian tersebut yaitu :

1. Desk checking, dimana pengujian dokumentasi dilakukan oleh pembuat

dokumen itu sendiri.

2. Inspections, dimana pengujian dilakukan oleh 2 orang dalam sebuah tim

pengembangan sistem, yaitu penulis dokumen sendiri dan misalnya

dengan anggota senior dari tim pengemb ang.

3. Walk-throughs, dimana pengujian dilakukan beberapa tim pengembang,

misalnya fasilitator, penulis dokumen, staf bisnis, dan lainnya.

Pada pengujian kebenaran dan kelengkapan dari suatu dokumen, apabila

ditemukkan kekurangan atau kecacatan pada dokumen, maka harus segera

dilakukan perbaikan terhadap dokumen tersebut

2.5.2 White Box Testing

Merupakan sebuah pengujian yang dilakukan ketika tester memiliki source

code dari sistem yang akan diuji sehingga dapat dilakukan pengujian terhadap

source code dari program. White Box Testing dilakukan oleh tester dengan cara

melakukan pengujian terhadap setiap fungsi code. Dikarenakan pengujian

dilakukan pada tiap line dari source code, misalkan terdapat ribuan line bahkan

lebih, sehingga diperlukan perencanaan testing.

Salah satu contoh metode yang digunakan dalam White Box Testing adalah

pengujian basis path testing atau disebut dengan Cylomatic Complexity. Berikut

ialah langkah – langkah pengujiannya (Pressman, 2010) :

1. Menggambar flowgraph yang ditransfer oleh flowchart.

2. Menghitung Cylomatic Complexity V(G) untuk flowgraph yang telah

dibuat. V(G) untuk flowgraph dapat dihitung dengan rumus :

( )

Keterangan :

E = Jumlah edge pada flowrgaph dan N = Jumlah node pada flowrgaph

3. Menentukan jalur pengujian dari flowgraph yang berjumlah sesuai dengan

Cyclomatic Complexity yang telah ditentukan.

27

Cyclomatic complexity yang tinggi menunjukkan prosedur kompleks yang sulit

untuk dipahami, diuji dan dipelihara. Tabel 2.1 menunjukkan adanya hubungan

antara cyclomatic complexity dan resiko dalam suatu prosedur.

Hubungan Cyclomatic Complexity dan resiko

Tabel 2.1 Hubungan Cyclomatic Complexity dan resiko

Cyclomatic Complexity Evaluasi Resiko

1-10 Sebuah program sederhana, tanpa banyak resiko

11-20 Agak kompleks, resiko sedang

21-50 Kompleks, program resiko tinggi

Lebih dari 50 Program belum diuji (resiko sangat tinggi)

2.5.3 Black Box Testing

Merupakan pengujian yang dilakukan saat tester tidak memiliki source

code dari software sehingga pengujian dilakukan dengan menjalankan aplikasi.

Pada pengujian tersebut juga dilakukan apa yang bisa dikerjakan oleh aplikasi

untuk menguji tingkah laku dari sistem dan bagaimana hasil yang diberikan oleh

aplikasi tersebut.

Fokus dari pengujian ini ialah pada kebutuhan fungsional perangkat lunak,

sehingga memungkinkan tester mendapatkan serangkaian kondisi input yang

sepenuhnya menggunakan semua persyaratan fungsional untuk suatu untuk

program. Kesalahan yang ditemukan dalam pengujian, nantinya dapat

disimpulkan apakah kesalahan tersebut murni dikarenakan kesalahan dari aplikasi

atau kesalahan implementasi dari tester.

2.5.4 Performance Testing

Merupakan teknik pengujian yang dilakukan apabila perangkat lunak telah

selesai diimplementasikan dan berjalan dengan benar. Fokus pengujian bukan

untuk kebenaran dari sistem melainkan pengujian terhadap hasil dan waktu respon

dari perangkat lunak. Pengujian perangkat lunak dilakukan mulai dari saat tidak

dioperasikan hingga saat puncak performa dari perangkat lunak tersebut. Dengan

kata lain performance testing ialah metode desain uji kasus guna memperoleh

informasi terkait estimasi waktu eksekusi dari suatu proses.

28

Berbeda dengan White Box Testing dan Black Box Testing, jika ditemukan

kesalahan atau kecacatan pada White Box Testing atau Black Box Testing tentunya

akan dilakukan perbaikan program, sedangkan pada Performance Testing akan

lebih memeriksa kemampuan dari software terhadap hardware, dimana

kecacacatan tersebut nantinya digunakan sebagai dasar oleh tim pengembang guna

menyarankan peningkatan spesifikasi hardware dengan membeli hardware yang

lebih memadai dan kompatibel dengan sistem.

2.6 Tinjauan Studi

Adapun beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan mengenai

Online Analytical Processing (OLAP) dan Executive Information Sistem (EIS),

antara lain :

1. Penerapan OLAP untuk Monitoring Kinerja Perusahaan (Adi Baskara

& Muhamad Nurudin, 2013)

Penelitian bertujuan membangun sebuah sistes yang nantinya dapat

memperbaiki kinerja perusahan. Dengan pemanfaatan Online Analytical

Processing (OLAP), pada sistem dapat ditentukan dimensions dan

measures, tentunya hal tersebut memungkinkan terjadinya analisis data

dari berbagai sudut pandang. Berbagai informasi penting yang dibutuhkan

eksekutif tentunya dapat ditampilkan dalam bentuk grafik atau detail

dalam bentuk tabel, sehingga sangat memberi keuntungan kepada

eksekutif dalam pengambilan keputusan terkait analisis bisnis dari

pelaporan yang ditampilkan. Informasi yang dihasilkan sistem ini tentunya

dapat dimanfaatkan oleh pihak eksekutif untuk monitoring dan memantau

kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2. Analisa Data Transaksional pada E-Commerce dengan Teknologi

OLAP (On-Line Analytical Process) (Budi Santosa, Dessyanto Boedi, &

Markus Priharjanto, 2011)

Penelitian ini bertujuan mengatasi permasalahan yang terjadi dalam

pengembangan e-commerce dimana bertambahnya jumlah data yang

tersimpan dalam database secara signifikan yang tentunya menyebabkan

terjadinya penumpukan data. Hal tersebut dapat diatasi dengan

29

menerapkan mekanisme pengolahan data yang terpadu dengan

memanfaatkan teknologi OLAP yang dapat memberikan tingkat analisis

dengan kapabilitas query yang kompleks, perbandingan kecendrungan

data, serta reporting. OLAP tersebut dapat menghasilkan data secara

multidimensional yang mampu melihat data dari berbagai sudut pandang.

Implementasi OLAP tentunya di dukung dengan pembangunan data

warehouse yang mampu menyimpan histori data dari transaksi yang besar.

3. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Eksekutif Studi Kasus

pada Sekretariat Kabinet (Edy Martha & Dewi Agushinta R, 2012)

Penelitian bertujuan untuk merancang Sistem Informasi Eksekutif yang

menerapkan studi kasus Sekretariat Kabinet. Latar belakang perancangan

sistem tersebut sebagai sarana bagi para eksekutif dalam memperoleh

informasi secara cepat, akurat dan mudah. Dengan kata lain guna

memperoleh informasi secara ringkas untuk membantu dalam

pengambilan suatukeputusan. Tetunya sistem informasi eksekutif ini,

mampu membaca dengan cepat informasi yang tersedia sehingga

perkembangan dapat diketahui dengan cepat. Sehingga para wakil rakyak

dapat dengan segera menentukan suatu analisa sebagai dukungan teknis,

admnistrasi dan bahan pemikiran dalam menjalankan pemerintahan.