bab ii tinjauan pustaka - umprepository.ump.ac.id/3540/3/irsyad sidik_bab ii.pdf · 2017. 8....

17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai tinjauan fatwa terhadap akad murabahah dan wakalah ataupun akad lain sebelumnya sudah ada beberapa yang dilakukan dan ditulis secara teoritis di dalam literatur. Namun, dari beberapa penelitian tersebut belum ada yang secara khusus meneliti akad produk pembiayaan iB MUM pada Bank Muamalat cabang Purwokerto. Berikut beberapa penelitian terdahulu. Penelitian mengenai aplikasi murabahah dengan wakalah dilakukan oleh Hopi Ludhin dengan judul “Aplikasi Murabahah dengan Sistem Akad Wakalah di Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Bhakti Sumekar Sumenep dalam Perspektif Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah”. Hasil peneltian tersebut menunjukkan bahwa aplikasi murabahah dengan sistem wakalah yang ada di BPRS Bhakti Sumekar Sumenep tidak sejalan dengan fatwa DSN Muinomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Karena, akad murabahah dilakukan ketika barang belum secara prinsip menjadi milik bank sedangkan bank memberikan kuasa pada nasabah untuk melakukan pembelian barang. Hal ini dalam fatwa DSN MUI tentang murabahah dan dalam fikih Islam tidak diperbolehkan, karena syarat sahnya murabahah salah satunya adalah harus mengetahui harga pertama. Dan jika barang belum 7 Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

Upload: others

Post on 01-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai tinjauan fatwa terhadap akad murabahah dan

wakalah ataupun akad lain sebelumnya sudah ada beberapa yang dilakukan

dan ditulis secara teoritis di dalam literatur. Namun, dari beberapa penelitian

tersebut belum ada yang secara khusus meneliti akad produk pembiayaan iB

MUM pada Bank Muamalat cabang Purwokerto. Berikut beberapa penelitian

terdahulu.

Penelitian mengenai aplikasi murabahah dengan wakalah dilakukan

oleh Hopi Ludhin dengan judul “Aplikasi Murabahah dengan Sistem Akad

Wakalah di Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah Bhakti Sumekar Sumenep

dalam Perspektif Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah”. Hasil peneltian tersebut

menunjukkan bahwa aplikasi murabahah dengan sistem wakalah yang ada

di BPRS Bhakti Sumekar Sumenep tidak sejalan dengan fatwa DSN

Muinomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Karena, akad

murabahah dilakukan ketika barang belum secara prinsip menjadi milik bank

sedangkan bank memberikan kuasa pada nasabah untuk melakukan

pembelian barang. Hal ini dalam fatwa DSN MUI tentang murabahah dan

dalam fikih Islam tidak diperbolehkan, karena syarat sahnya murabahah salah

satunya adalah harus mengetahui harga pertama. Dan jika barang belum

7

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

8

secara prinsip menjadi milik bank, maka secara otomatis nasabah tidak bisa

mengetahui harga pertama barang (Hopi Ludhin, 2011).

Penelitian berikutnya oleh Marlina Navitri skripsi dengan judul

“Tinjauan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional terhadap Pembiayaan Murabahah

dan Wakalah (Studi Kasus di BMT Istiqomah Karangrejo Tulungagung”.

Hasil penelitinya, BMT Istiqomah Tulungagung Karangrejo tidak melakukan

pembiayaan murabahah sesuai fatwa DSN dkarenakan beberapa faktor

diantaranya, nasabah yang rata-rata berasal dari kalangan bawah dan belum

bisa diajak untuk menganut peraturan fatwa DSN (Marlina Navitri, 2015).

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Fuad Noor Ghufron dengan

judul “Analisis Pembiayaan Murabahah di BMT El Labana dalam Perspektif

Fatwa DSN-MUI NO.04 TAHUN 2000”. Hasil penelitianya, secara prinsip

fatwa murabahah, BMT El Labana telah menerapkan prinsip fatwa DSN

MUI No.04 tahun 2000 tentang murabahah (Ahmad Noor Ghufron, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Evi Normah Wati dengan judul

“Praktek Denda pada Pembiayaan Murabahah di KJKS Maslahat Ummat

Semarang dalam Perspektif Fatwa DSN MUI NO.43”. Hasil penelitianya,

penentuan besranya denda pada pembiayaan murabahah tidak sesuai dengan

fatwa DSN-MUI. Karena, dalam akad pembiayaan murabahah tersebut

seharusnya tidak dikenakan denda, akan tetapi dalam praktenya di KJKS

Maslahat Ummat Semarang, apabila anggota dalam tanggal angsuran

mengalami keterlambatan maka dikenakan denda 0,1% dikalikan hari

keterlambatan (Evi Normah Wati, 2010).

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

9

Penelitian lain oleh Rizka Kurnia Anggriani “Studi Fatwa Dewan

Syari’ah Nasional (DSN) terhadap Aplikasi Konversi Akad pada Nasabah

yang tidak Prospektif di BMT UGT Sidogiri Cabang Waru Sidoarjo”. Hasil

penelitianya, konversi akad yang diberikan kepada nasabah yang tidak

prospektif di BMT UGT Sidogiri Cabang Waru Sidoarjo tidak sesuai

dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.49/DSN-MUI/II/2005,

ketidaksesuaiannya yakni konversi akad tersebut diberikan kepada

nasabah yang tidak prospektif (Rizka Kurnia Anggriani, 2014).

B. Landasan Teori

1. Bank Syari’ah

a. Pengertian bank syari’ah

Bank syari’ah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi

sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak

yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainya

sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syari’ah biasa disebut

Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem

perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan

sistem bunga (riba), spekulasi (maysir), dan ketidakpastian atau

ketidakjelasan (Zainudin Ali, 2008: 1).

Pengertian bank syari’ah juga terdapat dalam UU No. 21

Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah yaitu bahwa Bank syari’ah

adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip syari’ah (Andri Soemitra, 2009: 61).

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

10

b. Kegiatan dan Usaha pada Bank Syari’ah

Kegiatan dan usaha bank syari’ah akan selalu berkait dengan

komoditas, anatara lain: pemindahan uang, menerima dan

pembayaran kembali uang dalam rekening koran, mendiskonto surat

wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainya, membeli dan

menjual surar-surat berharga, membeli dan menjual cek wesel, surat

wesel, dan kertas dagang, memberi kredit, dan memberi jaminan

(Heri Sudarsono, 2012: 29).

2. Akad

a. Pengertian Akad

Kata akad berasal dari bahasa Arab al-„aqd yang secara

etimologi berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq).

Secara terminologi fikih, akad didefinisikan dengan:

“Pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul

(pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syari’at

yang berpengaruh kepada objek perikatan” (Abdul Rahman Ghazaly

dkk, 2010: 50-51).

b. Rukun-rukun Akad

1) „Aqid, adalah orang yang berakad;

2) Ma‟uqud „alaih, ialah benda-benda yang diakadkan;

3) Maudhu‟ al-„aqad, yaitu tujuan atau maksud pokok yang

mengadakan akad.

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

11

4) sighat al-„aqd, ialah ijab kabul (Abdul Rahman Ghazaly dkk,

2010: 51-53).

3. Murabahah

a. Pengertian Murabahah

Secara etimologi, Murabahah berasal dari kata ribh yang

bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan

(keuntunganya). Perniagaan yang dilakukan mengalami

perkembangan dan pertumbuhan (Dimyauddin Djuawini, 2008:

103). Murabahah biasa disebut juga disebut juga ba‟ bitsmanil ajil

dan Murabahah sendiri berarti saling menguntungkan. Secara

sederhana murabahah berarti jual beli barang ditambah keuntungan

yang disepakati (Mardani, 2012: 136).

Secara terminlogi, Murabahah berarti akad jual beli atas

suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan

pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutkan dengan

sebenarnya harga perolehan atas barang tesebut dan besarnya

keuntungan yang diperolehnya (Veithzal Riva’i, 2008: 145).

Akad murabahah ini pada mulanya digunakan untuk

bertransaksi dengan anak kecil atau dengan orang yang kurang

akalnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari mereka dari penipuan.

Dewasa ini, akad muarabah pun digunakan dalam praktik perbankan

syari’ah, karena nasabah diasumsikan tidak begitu mengetahui teknis

perhitungan bagi hasil (dengan demikian dapat dianalogikan sebagai

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

12

orang yang kurang mengerti, seperti anak kecil). Jadi bank syari’ah

memberitahukan tingkat keuntungan yang diambilnya kepada

nasabah (Adiwarman Azwar Karim, 2011: 73).

b. Dasar hukum murabahah

Al-Qur’an bagaimanapun juga tidak pernah secara langsung

membicarakan tentang murabahah, meski di sana telah dijelaskan

tentang acuan jual beli, laba, rugi dan perdagangan. Demikian pula

tidak ada hadis yang memiliki rujukan langsung kepada murabahah.

Imam Syafi’i dan Imam Malik yang secara khusus mengatakan

bahwa jual beli murabahah adalah halal, tidak memperkuat pendapat

mereka dalam satu hadis pun. Mengingat tidak adanya rujukan baik

di dalam al Qur’an maupun hadis sahih yang diterima umum, para

fuqaha harus membenarkan murabahah dengan dasar yang lain.

(Veithzal Riva’i, 2008: 145).

Namun demikian, murabahah merupakan salah satu bentuk

jual beli (al bai‟), sehingga Murabahah memiliki landasan atau dasar

hukum yang sama dengan jual beli secara umum dalam al-Qur’an

dan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Terdapat

beberapa ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Shalallahu Alaihi

Wasallam yang berbicara tentang jual beli, antara lain:

1) Surat al-Baqarah ayat 275:

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

13

275. Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan

syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang

demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),

Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah

telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-

orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,

lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa

yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali

(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya.

2) Hadis riwayat Bukhari:

“Dari Jabir Radhiyallahu Anhu, katanya: Rasulullah SAW

bersabda: „Allah mengasihani seseorang yang murah hati bila

menjual, bila membeli dan bila menawar.” (Mardani, 2011: 177)

c. Rukun dan syarat murabahah

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

14

Perjanjian jual beli (murabahah) merupakan perbuatan

hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas

sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka

dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi

rukun dan syarat sahnya jual beli (Suwardi Lubis & Farid Wajdi, 2012:

140) yang mana merupakan rukun dan syarat sahnya murabahah

pula, sehingga murabahah itu nantinya dapat dikatakan sah secara

hukum dan oleh syara‟. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun

murabahah itu ada tiga (Abdul Rahman Ghazaly, 2010: 71), yaitu:

1) Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan

pembeli).

2) Ada shighat (lafal ijab dan kabul).

3) Ada obyek/barang yang diperjualbelikan.

Selain rukun murabahah di atas, harus direalisasikan pula

beberapa syaratnya yang berkaitan dengan subjek, objek, dan ijab

kabulnya:

1) Tentang subjeknya.

Subjek/Orang yang diperbolehkan untuk menjalankan

akad murabahah ialah oarng memenuhi beberapa kriteria

sebagai berikut (Muhammad Arifin Badri, 2015: 104-108):

a) Telah baligh.

b) Mampu membelanjakan hartanya dengan baik.

c) Berakal sehat.

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

15

d) Dasar suka sama suka.

2) Tentang objeknya.

Objek jual beli di sini maksudnya adalah benda yang menjadi

sebab terjadinya jual beli. Syarat terkait objek murabahah

adalah sebagai berikut:

a) Barang yang menjadi objek murabahah harus halal.

b) Milik Orang yang melakukan akad.

c) Dapat dimanfaatkan.

d) Diketahui.

e) Dapat diserahkan.

3) Tentang ijab kabulnya.

Tidak ada ucapan tertentu yang harus diucapkan dalam

transaksi jual beli, sehingga ucapan apa saja yang menunjukan

akad jual beli, maka terjalinlah denganya transaksi jual beli

(Muhammad Arifin Badri, 2015: 97-98).

Adapun syarat khusus yang hanya ada pada jual beli

murabahah, dan tidak terdapat pada jual beli lain adalah sebagai

berikut:

1) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal dan

biaya-biaya lain yang laizim dikeluarkan dalam jual beli pada

suatu komoditas, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat

transaksi. Ini merupakan suatu syarat sah Murabahah (Mardani,

2012: 137). Jika modal/harga beli tidak dijelaskan kepada

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

16

pembeli, dan ia telah meninggalkan majlis, maka jual beli

dinyatakan rusak dan akadnya batal (Dimyauddin Djuwaini,

2008: 108).

2) Adanya informasi yang jelas tentang margin (keuntungan), baik

nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli

sebagai salah satu syarat sah Murabahah (Mardani, 2012: 137).

Margin juga merupakan bagian dari harga, karena harga pokok

plus margin merupakan harga jual, dan mengetahui harga jual

merupakan syarat sahnya jual beli (Dimyauddin Djuwaini, 2008:

108).

d. Aplikasi Murabahah dalam Perbankan

Menurut Veitzal rivai dalam bukunya (2008: 147-148),

aplikasi murabahah dalam perbankan syari’ah meliputi beberapa hal

berikut:

1) Murabahah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dan

nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang

disepakati bersama. Lembaga keuangan akan mengadakan

barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan

harga setelah ditambah keuntungan yang disepakati.

2) Guna memastikan keseriusanya untuk membeli, bank dapat

mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang

muka.

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

17

3) Nasabah membayar kepada bank atas harga barang tersebut

(setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka

waktu yang disepakati, dengan memperhatikan kemampuan

mengangsur ataupun arus kas usahanya. Pembayaran secara

angsuran ini dikenal dengan istilah bai‟u bitsaman ajil (BBA).

4) Baik harga jual maupun besar angsuran yang telah disepakati

tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir.

5) Tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran angsuran

(penalty ove).

Gambar 2.1. Skema Murabahah dalam Perbankan

(Sumber: Veitzal rivai, 2008: 147-148)

(1) Negoisasi

(2) Akad Murabahah

Penjual

Barang

(4) Bayar Kewajiban Pembeli

Kirim barang

& dokumen

(3)

Terima barang

& dokumen

(3a)

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

18

4. Wakalah

a. Pengertian Wakalah

Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wikalah berarti al-

Tahwidh (penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat) seperti

perkataan : “Aku serahkan urusanku kepada Allah”.

Secara terminologi, menurut Abdul Rahman Al-Ghazaly

dalam bukunya (2010: 187) mendefinisikan, wakalah adalah Sebuah

transaksi di mana seseorang menunjuk orang lain untuk

menggantikan dalam mengerjakan pekerjaanya/perkaranya ketika

masih hidup. Sedangkan menurut Heri Sudarsono dalam bukunya

juga (2012: 84) mendefinisikan wakalah sebagai Pelimpahan

kekuasaan oleh seorang sebagai pihak pertama kepada orang lain

sebagai pihak kedua dalam ha-hal yang diwakilkan.

b. Dasar Hukum Wakalah

1) Surat Al-Kahfi ayat 19:

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

19

19. Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka

saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah

seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada

(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau

setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih

mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka

suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota

dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat

manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia

membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku

lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu

kepada seorangpun.

3) Hadis Riwayat Abu Dawud

“Dari Jabir Radhiyallahu Anhu ia berkata: Aku keluar pergi ke

khaibar, lalu aku datang kepada Rasulullah SAW maka beliau

bersabda, „Bila engkau datang pada wakilku di Khaibar, maka

ambillah darinya 15 wasaq.” (Mardani, 2011: 195)

c. Rukun dan Syarat Wakalah

Abdul Rahman Ghazaly dalam bukunya menyebutkan

beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam wakalah

(2010: 189-190), sebagai berikut:

1) Orang yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus

sebagai pemilik urusan/benda dan menguasainya.

2) Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal.

3) Muwkkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:

a) Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh

orang lain.

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

20

b) Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad

wakalah.

c) Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah

mewakilkan sesuatu yang masih samar.

d) Shghat: Shighat hendaknya berupa lafal yang menunjukan

arti “mewakilkan” yang diiringi kerelaan dari muwakkil.

d. Berakhirnya Akad Wakalah

Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat

dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab di bawah ini:

1) Matinya salah seorang dari yang berakad.

2) Bila salah satunya gila.

3) Pekerjaan yang dimaksud dihentikan.

4) Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak

mengetahui (menurut Syafi’i dan Hambali) tetapi menurut

Hanafi wakil wajib tahu sebelum ia tahu maka tidakanya seperti

sebelum ada pemutusan.

5) Wakil memutuskan sendiri. Menurut Hanafi tidak perlu

muwakkil mengetahuinya.

6) Keluarnya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status

pemilikan (Abdul Rahman Ghazaly, 2010: 190).

5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia

a. Pengertian Fatwa

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

21

Definisi fatwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

yaitu: (1) jawaban berupa keputusan atau pendapat yang diberikan

oleh mufti/ahli tentang suatu masalah; dan (2) nasihat orang

alim; pelajaran baik; dan petuah.

Dalam definisi klasik fatwa adalah jawaban resmi terhadap

pertanyaan dan persoalan yang menyangkut masalah hukum.

Fatwa berasal dari kata bahasa arab al-ifta’, al-fatwa yang

secara sederhana berarti “pemberian keputusan”. Fatwa bukanlah

sebuah keputusan hukum yang dibuat dengan gampang, atau yang

disebut dengan membuat hukum tanpa dasar. Dari sini dimengerti

bahwa fatwa pada hakikatnya adalah memberi jawaban hukum

atas persoalan yang tidak diketemukan dalam Alquran maupun

hadis atau memberi penegasan kembali akan kedudukan suatu

persoalan dalam kaca mata ajaran Islam (Ahyar A. Gayo, 2011: 14-

15).

b. Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Dewan Syari’ah Nasional (DSN) berada di bawah Majelis

Ulama Indonesia (MUI), dibentuk pada tahun 1999. Lembaga ini

mempunyai kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk

dan jasa dalam kegiatan usaha Bank yang melaksanakan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syari’ah. DSN berwenang untuk (Suwardi

K. Lubis & Farid Wajdi, 2012: 226-227):

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

22

1) Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan

duduk sebagai Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada suatu

lembaga keuangan syari’ah, dengan memperhatikan

pertimbangan Badan Pelaksana Harian (BPH)-DSN.

2) Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di setiap lembaga

keuangan syari’ah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak

terkait.

3) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang

dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank

Indonesia dan BAPEPAM. Memberikan peringatan kepada

lembaga keuangan sayri’ah untuk menghentikan penyimpangan

dari fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

c. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor

04/IV/2000 Tentang Murabahah bagian pertama mengenai

Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:

1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang

bebas riba.

2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh

syari’ah Islam.

3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian

barang yang telah disepakati kualifikasinya.

4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama

bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan

dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan

secara utang.

6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada

nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli

plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus

memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada

nasabah berikut biaya yang diperlukan.

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017

23

7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati

tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau

kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan

perjanjian khusus dengan nasabah.

9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk

membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli

murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip,

menjadi milik bank.

Analisis Akad Produk..., Irsyad Sidik, Fakultas Agama Islam UMP, 2017