bab ii tinjauan pustaka - perpustakaan digital itb ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan,...

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Komposisi Sampah Sampah menurut SNI 19-2454-1991 (3) tentang cara pengelolaan sampah perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut: a. Sampah organik, atau sampah basah yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah, dan lain-lain. b. Sampah anorganik atau sampah kering: yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahaan, kadang ketas dimasukkan dalam kelompok ini. Komposisi sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan cukup tinggi. 2. Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin tinggi tumpukan sampah terbentuk. 3. Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang berlangsung. 4. Pendapatan per kapita: masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen. 5. Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi. Negara maju akan lebih banyak menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang lebih banyak menggunakan plastik sebagai pengemas. II-1

Upload: truongcong

Post on 12-Jun-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Komposisi Sampah

Sampah menurut SNI 19-2454-1991 (3) tentang cara pengelolaan sampah

perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan

zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah

umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon,

kertas/karton, plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb.

Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Sampah organik, atau sampah basah yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas,

karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah, dan lain-lain.

b. Sampah anorganik atau sampah kering: yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan

logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahaan, kadang ketas dimasukkan dalam

kelompok ini.

Komposisi sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

sebagai berikut :

1. Cuaca: di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah juga akan

cukup tinggi.

2. Frekuensi pengumpulan: semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin

tinggi tumpukan sampah terbentuk.

3. Musim: jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang

berlangsung.

4. Pendapatan per kapita: masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan

total sampah yang lebih sedikit dan homogen.

5. Kemasan produk: kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan

mempengaruhi. Negara maju akan lebih banyak menggunakan kertas sebagai

pengemas, sedangkan negara berkembang lebih banyak menggunakan plastik

sebagai pengemas.

II-1

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

II.2 Karakteristik Sampah

Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasanya ditampilkan dalam

penanganan sampah adalah karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut

sangat bervariasi, tergantung pada komponen-komponen sampah. Karakteristik

sampah dapat dikelompokkan menurut sifatnya-sifatnya seperti :

Karakteristik fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar volatil,

kadar abu, nilai kalor dan distribusi ukuran.

Karakteristik kimia: khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah

tersebut yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S, dan sebagainya.

(Damanhuri, Enri & Padmi Tri, 2004)

II.3 Teori Dasar Thermal Processing

Proses thermal dari sampah padat, digunakan untuk mereduksi volume dan

recovery energi. Proses thermal pada pengolahan limbah padat dapat didefinisikan

sebagai, proses konversi dari sampah padat menjadi gas, cair dan hasil konversi

padatan, dengan melepaskan energi panas.

II.3.1 Pembakaran (Combustion)

Pembakaran sempurna (complete combustion) terdiri dari proses oksidasi cepat

suatu bahan combustible menjadi CO2 yang tidak berbahaya dan H2O diiringi

pelepasan energi panas dan cahaya. Ada beberapa komponen yang terlibat dalam

proses pembakaran:

Komponen pertama adalah bahan bakar, substansi yang mengandung energi energi

yang kaya akan ikatan karbon-karbon C-C dan ikatan karbon-hidrogen C-H. Saat

berlangsung pembakaran, ikatan tersebut akan lepas dan energi kimia akan

terlepas sebagai panas.

Komponen kedua yaitu oxidant, substansi yang melepas ikatan C-C dan C-H pada

bahan bakar. Contoh oxidant yang umum adalah oksigen.

Komponen ketiga adalah diluent, yaitu substansi yang tidak mengambil tempat

dalam pembakaran tetapi hadir saat pembakaran berlangsung.

II-2

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Ada dua hal yang selalu terjadi pada saat pembakaran berlangsung (Wardana,

1996:11) yaitu :

Komposisi spesies campuran berubah terhadap waktu, dan perubahan ini

disebabkan oleh proses pada tingkat molekuler.

Ikatan-ikatan molekul yang lemah lepas kemudian digantikan oleh ikatan yang

lebih kuat. Kelebihan energi ikatan dilepaskan dalam sistem yang biasanya

menyebabkan kenaikan suhu.

Reaksi dasar pembakaran :

Bahan bakar + Oksidator + ignition Produk pembakaran II.3.2 Stoikiometri pembakaran Pembakaran stoikiometri adalah reaksi antara bahan bakar dan pengoksidasi

sehingga menghasilkan hasil pembakaran dan energi panas. Pengoksidasi yang biasa

digunakan adalah udara dengan komposisi utama oksigen 21% dan nitrogen 78%.

Pada stoikiometri pembakaran material yang combustible membutuhkan sejumlah

oksigen untuk melakukan pembakaran yang lengkap. Jika jumlah suplai oksigen

berlebihan (untuk pembakaran lengkap) maka kelebihan jumlah tersebut tidak akan

dipakai untuk reaksi, akan tetapi hanya akan lewat saja di zona pembakaran. Disisi

lain defisiensi oksigen dalam pembakaran akan meyebabkan material tidak akan

terbakar.

Tabel 2.1 Substansi Dalam Pembakaran

Chemical Physical

Name Molecular Formula

Atomic Weight

Molecular Weight

Spesific Weight lb/ft3

Spesific volume ft3/lb

Heating value Btu/lb State

Air - - 29 0,075 13,28 - gas Carbon C 12 12 - - 14,54 solid Carbon dioxide CO2 - 44 0,114 8,75 - gas Carbon monoxide CO - 28 0,073 13,75 4,355 gas Hydrogen H2 1 2 0,005 192,52 62 gas Nitrogen N2 14 28 0,073 13,75 - gas Oxigen O2 16 32 0,083 12,03 - gas Sulfur S2 32 64 - - 4,05 solid Sulfur dioxide SO2 - 64 0,166 6,02 - gas Water Vapours H2O - 18 0,037 26,8 -

vapor

Sumber : www.digitalengineeringlibrary.com

II-3

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Reaksi dasar stoikiometri pembakaran dari substansi yang terlibat dalam

pembakaran diantaranya adalah:

Untuk karbon : C + O2 CO2

2C + O2 2CO

2CO + O2 2CO2

Untuk hidrogen : 2H2 + O2 2H2O

Untuk sulfur : S + O2 SO2

2S + 3O2 2SO2

Parameter utama dalam pembakaran yang harus diperhatikan agar proses

penghancuran materi dapat berlangsung dengan baik diantaranya adalah:

Turbulensi antara udara dan bahan bakar

Udara dan bahan bakar harus dapat tercampur dengan baik, karena setiap partikel

pembakaran harus kontak dengan baik dengan oksigen yang ada di udara selama

pembakaran berlangsung. Jika distribusi udara dan tingkat pencampuran udara

rendah, maka akan terjadi kelebihan udara pada sebagian zona pembakaran dan

terjadi defisiensi di bagian lain.

Temperatur pembakaran

Pada praktek pembakaran dilapangan kadang didapatkan kondisi dimana material

dalam pembakaran telah kontak dengan udara, akan tetapi material tersebut masih

belum terbakar. Dalam hal ini sebetulnya reaksi kimia telah terjadi, tetapi berjalan

sangat lambat. Atau bisa disebut reaksi yang terjadi hanyalah reaksi oksidasi

bukan reaksi pembakaran. Udara yang dipasok akan menaikkan temperatur karena

proses oksidasi materi organik bersifat eksotermis.

Ketika material yang dapat terbakar (combustible) mencapai temperatur ignition,

akan terjadi reaksi percepatan oksidasi dan reaksi inilah yang disebut reaksi

pembakaran. Reaksi pembakaran adalah reaksi cepat yang terjadi antara oksigen

dan material combustible dari bahan bakar. Oleh karena itu penting mengatur

turbulensi antara udara dan bahan bakar pada temperatur yang cukup tinggi agar

dapat mendukung terjadinya pembakaran yang lengkap.

II-4

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Waktu kontak

Suplai udara, pencampuran (mixing), dan temperatur akan meningkatkan laju

reaksi dari pembakaran. Hal penting lain yang harus diperhatikan agar reaksi

pembakaran dapat berlangsung sempurna adalah adanya waktu yang cukup. Jika

beban pembakaran tinggi maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama juga agar

semua proses dalam pembakaran dapat berlangsung dengan baik. Jika waktu

pembakaran tidak cukup maka akan ada materi yang tidak terbakar.

Pembakaran (combustion) sampah padat dapat didefinisikan sebagai proses

thermal dari sampah padat oleh oksidasi kimia dengan adanya suplai jumlah udara.

Produk akhir dari pembakaran limbah padat adalah gas panas hasil pembakaran, yang

biasanya mengandung gas nitrogen, karbon monoksida, dan uap air, serta hasil yang

tidak dapat terbakar berupa abu (ash).

Proses yang terjadi dalam pembakaran sampah biasanya terbagi dalam tiga

tahapan. Tiga tahapan tersebutlah yang akan menentukan jenis pencemar yang akan

dihasilkan dan tingkat efisiensi pembakaran sampah. Tiga proses yang akan terjadi

diantaranya adalah:

Mula-mula membuat air dalam sampah menjadi uap air, hasilnya limbah menjadi

kering yang akan siap terbakar.

Selanjutnya terjadi proses pirolisis dimana suhu pembakaran belum terlalu tinggi.

Fase berikutnya adalah pembakaran sempurna.

Agar proses optimal maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam

menjalankan suatu proses pembakaran sampah padat antara lain :

Aspek keterbakaran : menyangkut nilai kalor, kadar air, dan kadar abu dari

buangan padat, khususnya smapah.

Aspek keamanan : menyangkut titik nyala, tekanan uap, deteksi logam berat, dan

operasional pembakaran.

Aspek pencegahan pencemaran udara : menyangkut penanganan debu terbang, gas

toksik, dan uap metalik.

(Damanhuri, Enri & Padmi Tri, 2004)

II-5

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

II.3.3 Kebutuhan Udara Karena sampah padat tidak konsisten, maka tidak akan mudah untuk

membakar sampah dengan kondisi udara yang sesuai dengan stoikiometri. Pada praktek sistem pembakaran, suplai udara harus cukup untuk dapat melakukan mixing dan menciptakan kondisi turbulen, hal tersebut dimaksudkan agar udara dapat mencukupi untuk seluruh materi yang akan dibakar. Kelebihan udara akan menyebabkan adanya kelebihan gas panas yang akan dibuang, sehingga efisiensi pembakaran akan menurun. Jika yang terjadi sebaliknya, kurangnya suplai udara maka sebagian material yang akan dibakar hanya sebagian bagian saja yang dapat terbakar sehingga efisiensi pembakaran juga akan menurun. Oleh karena itu penting untuk mengatur proporsi udara dalam pembakaran untuk mendapatkan efisiensi pembakaran yang tinggi. Suplai udara yang diberikan akan mempengaruhi temperatur dan komposisis dari hasil pembakaran.

II.4 Pembakaran Terbuka (open burning)

Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia , selain menggunakan teknologi landfiling dan open dumping dalam pengolahan sampah rumah tangganya, biasanya juga dengan pembakaran terbuka atau open burning. Komposisi sampah domestik yang dibakar biasanya terdiri dari sampah jenis plastik, kayu, sampah makanan, gelas, kaleng bekas,dan beberapa jenis logam. Dasar mereka melakukan pembakaran terbuka (open burning) untuk mengolah sampah rumah tangga adalah karena cara ini relatif mudah, sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan karena biaya pengelolaan sampah yang mahal. Ada beberapa negara yang melarang penduduknya untuk melakukan pembakaran terbuka, biasanya adalah negara maju.

Gambar 2.1 Pembakaran Sampah di Udara Terbuka

II-6

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Emisi dari pembakaran terbuka sampah domestik akan dibuang ke udara dan

emisi tersebut akan turun dengan adanya proses pengenceran dengan dispersi. Akan

tetapi, pada temperatur pembakaran yang rendah dan kurangnya oksigen bergabung

dengan pembakaran akan menyebabkan terjadinya pembakaran tidak sempurna dan

akan meningkatnya emisi polutan yang dihasilkan.

Sub kategori dari pembakaran terbuka meliputi pembakaran sampah padat

domestik kota atau Municipal Solid Waste (MSW), sampah pekarangan, dan sampah

hasil pembukaan hutan atau lahan terbuka.

Sampah domestik kota (Municipal Solid Waste) adalah sampah tidak

berbahaya yang dihasilkan dari aktivitas domestik penduduk. MSW meliputi kertas,

plastik, logam, kayu, kaca, karet, kulit, tekstil dan sampah makanan. Biasanya

pembakaran sampah ini dilakukan secara individual. Beberapa negara melarang

pembakaran terbuka secara on-site. Biasanya pembakaran tersebut dilakukan didaerah

rural urban, dimana pembakaran sampah akan lebih murah daripada menggunakan

landfilling.

Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran terbuka dipengaruhi oleh hal-hal

sebagai berikut, diantaranya :

1. Faktor proses

Meliputi : jenis sampah yang dibakar, jenis api, jenis bahan bakar yang digunakan

dan juga efisiensi pembakaran. Efisiensi pembakaran adalah proporsi dari sampah

yang terbakar sempurna dari total keseluruhan sampah yang dibakar.

2. Kondisi udara

Hal-hal yang menentukan emisi gas buang pada pembakaran terbuka yang

berhubungan dengan kondisi udara meliputi: suhu udara, kelembaban udara,

musim, dan lain-lain. Pada kondisi udara dengan suhu yang sangat panas, di

beberapa negara melarang melakukan pembakaran terbuka, walaupun saat kondisi

udara biasa diperbolehkan. Untuk inventori emisi, pada musim panas akan

menghasilkan emisi yang lebih kecil dari emisi pada kondisi normal. Kondisi

udara yang buruk dapat meningkatkan emisi dari pembakaran terbuka.

II-7

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

3. Kontol teknik.

Kontrol teknik yang paling efektif untuk pembakaran terbuka adalah larangan

untuk melakukan pembakaran terbuka dan memilih metode lain selain

pembakaran terbuka untuk mengolah sampah misalnya dengan pembakaran yang

lebih ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan insinerator yang dilengkapi

dengan alat pengendali emisi gas buang sisa pembakaran.

II.5 Karakterisasi Emisi

Pencemaran udara dapat didefinisikan sebagai hadirnya substansi di udara

dalam konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan gangguan pada manusia, hewan,

tanaman maupun material. Substansi ini bisa berupa gas, cair maupun partikel padat.

(Cooper,1994).

II.5.1 Karbon Monoksida (CO)

II.5.1.1 Sifat dan Karakteristik

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida

(CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2)

sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang

tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak

berwarna. Karbon Monoksida merupakan pencemar udara yang paling besar dan

umum dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahan-bahan

karbon yang digunakan sebagai bahan bakar, secara tidak sempurna, misalnya dari

pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran

sampah. Kegiatan dalam sektor industri perminyakan merupakan kegiatan yang

menimbulkan emisi CO dalam jumlah yang signifikan.

II.5.1.2 Sumber dan Distribusi

Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi

sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Karbon monoksida yang berasal dari

alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan

dan badai listrik alam. Semua aktivitas yang melibatkan pembakaran bahan-bahan

II-8

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

organik merupakan sumber karbon monoksida. CO terbentuk juga dalam proses

ledakan dan secara alami.

Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang

menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber

buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal

dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya

berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari

industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan

paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor.

Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan

dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.

II.5.1.3 Dampak Kesehatan

Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya

untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengakut oksigen

keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin (HbCO)

yang 210 kali lebih stabil dibandingkan oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO

yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut

dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini bisa

berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan.

II.5.1.4 Reaksi Pembentukan

Karbon monoksida terbentuk ketika karbon atau material yang mengandung

karbon terbakar dalam keadaan udara yang tidak mencukupi untuk pembakaran

tersebut. Akan tetapi walaupun jumlah dari udara sudah mencukupi CO masih dapat

terbentuk karena reaksi tidak selamanya berlangsung sempurna sehingga pembakaran

gas akan menghasilkan beberapa oksigen dan karbon bebas.

Karbon monoksida merupakan jenis gas yang terbentuk secara kinetik sebelum

terbentuknya gas karbon dioksida. Reaksi pembentukan karbon monoksida dapat

terjadi sebagai bagian dari pembentukan gas karbon dioksida pada pembakaran.

Reaksi sempurna untuk suatu senyawa hidrokarbon yang terbakar sempurna adalah :

II-9

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

(2.1) 2 2 2( )nHC O CO H O panas+ → + +

Secara skematik pembakaran sempurna akan menghasilkan gas karbon

dioksida. Reaksi tersebut jika pembakaran terjadi secara sempurna, sehingga gas hasil

pembakaran adalah gas karbon dioksida.

Jika reaksi berlangsung tidak sempurna (incomplete combustion) maka reaksi

yang terjadi akan berubah menjadi:

2 2 2 2793.7621x yC H nO N aCO bH O cCO nN+ + → + + + 2 (2.2)

Ketika karbon terbakar menjadi karbon monoksida (CO) pada pembakaran

tidak sempurna volume oksigen yang digunakan hanya setengah dari yang dibutuhkan

untuk pembakaran sempurna yang menghasilkan karbon dioksida (CO2), sedangkan

volume karbon monoksida (CO) yang diproduksi adalah dua kali dari oksigen yang

disuplai.

Gambar 2.2 Skematik Pembentukan Gas Karbon Monoksida dalam Pembakaran

Pada saat oksigen tidak memenuhi untuk tejadinya proses pembakaran

sempurna maka akan terbentuklah gas karbon monoksida. Hal lain yang dapat

menyebabkan terbentuknya gas karbon monoksida pada pembakaran diantaranya

adalah :

1. Kurangnya turbulensi sehingga bahan bakar dan udara tidak dapat tercampur

dengan baik pada zone pembakaran.

2. Karbon monoksida bisa terbentuk pada temperatur tinggi pada zona pembakaran,

karena terjadi reaksi dissosiasi dari CO2 menjadi CO.

II-10

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Reaksi kesetimbangan yang terjadi saat terjadi pembakaran yang tidak sempurna

atau pada saat kurangnya oksigen untuk pembakaran adalah :

212

CO O CO+ 2 (2.3)

Pada suhu diatas 2000 K nilai konstanta kesetimbangan untuk CO2 diabaikan

sehingga gas CO yang terbentuk akan lebih banyak daripada gas CO2.

Tabel 2.2 Konstanta Equilibrium untuk CO - CO2

2 212

CO O CO+ T ( °K ) T ( °F ) Kp

298 77 1.2x1045

500 440 1.1x1025

1000 1340 1.7x1010

1500 2240 2.1x105

2000 3140 766 2

12

2( )p

PCOKPCO PO

=

2500 4040 28

Sumber : JANAF Thermochemicals Tables

Pada temperatur spesifik dan tekanan tertentu dapat terlihat bahwa sejumlah

CO bereaksi dengan oksigen untuk membentuk CO2 dan kesetimbangan reaksi lebih

condong ke kiri. Sehingga pada suhu yang tinggi keberadaan CO juga dapat

meningkat secara signifikan.

II.5.2 Hidrokarbon

II.5.2.1 Sifat atau Karakteristik

Hidrokarbon adalah senyawa organik yang sederhana, yang terdiri dari atom

karbon dan hidrogen. Hidrokarbon dapat berbentuk rantai lurus, rantai cabang dan

molekul yang siklik.

II-11

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Skematik Bentuk-Bentuk Hidrokarbon

Karbon mempunyai sifat tetravalen yang berarti bahwa karbon memiliki empat

elektron valensi, sedangkan hidrogen memiliki valensi satu. Walaupun senyawa

hidrokarbon hanya terdiri dari atom karbon dan hidrogen, susunan molekul-

molekulnya sedikit lebih kompleks, di mana beberapa atom karbon dan hidrogen bisa

tersusun dalam beberapa struktur yang memiliki perbedaan sifat fisik dan kimia yang

signifikan.

Tabel 2.3 Komposisi Standar Hidrokarbon C1-C5 Hidrokarbon komposisi (%) Rumus Kimia BM

Methane 70 CH4 16 Ethane 10 C2H6 30

Propane 6 C3H8 44 i-Butane 5 C4H10 60 n-Butane 5 C4H10 60 i-Pentane 2 C5H12 72 n-Pentane 2 C5H12 72

Sumber : Laporan praktikum udara

Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan karbon dan sifat

fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC

adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan.

II-12

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan.

Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas

pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan

padatan.

C1-C4 bersifat gas pada suhu dan tekanan ruang karena gaya tarik

antarmolekulnya (kohesi) pada kondisi tersebut tak lagi mampu menahan dinamika

pergerakan molekulnya. Karena sifatnya yang nonpolar, gaya intermolekulernya

(kohesi) menjadi rendah. Terlebih lagi jika mengandung ikatan rangkap, awan

elektron menghasilkan gaya tolak antar molekul yg membuat kohesinya lebih lemah

lagi sehingga titik didihnya lebih rendah lagi.

II.5.2.2 Sumber dan Distribusi

Sebagai bahan pencemar udara, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri

yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC

merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung,

sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfer

dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri yang

berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik, resin,

pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri

sebesar 10 % berupa HC.

Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang

kurang baik akan menghasilkan HC. Hidrokarbon juga merupakan pencemar utama

yang diemisikan oleh kendaraan bermotor dari lalu lintas di dalam perkotaan. Di

beberapa kota besar, sumber ini merupakan sumber hidrokarbon yang paling dominan,

sebagai pencemar primer dan yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencemaran

oksidan fotokimia. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun

pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun

lagi pada malam hari.

II-13

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

II.5.2.3 Pengaruh Kesehatan

Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan

membentuk ikatan baru yang disebut polycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang

banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk dalam

paru paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.

Semakin rendah berat molekul (BM) hidrokarbon, maka tingkat volatilitasnya

semakin tinggi. Ini berarti kecenderungannya senyawa hidrokarbon tersebut semakin

mudah menguap dan berada pada udara ambien (atmosfer). Bila terhirup dalam

jumlah yang tinggi, hidrokarbon mampu memicu Infeksi Saluran Pernafasan Atas

(ISPA), selain itu diduga pula bahwa senyawa-senyawa hidrokarbon memiliki potensi

karsinogenik.

II.5.2.4 Reaksi Pembentukan Hidrokarbon

Dalam pembakaran khususnya sampah domestik yang terdiri dari sampah

organik, akan mengandung atom karbon (C) dan uap air sebagai komponen utamanya,

dapat menghasilkan hidrokarbon bila tidak terbakar dengan sempurna.. Reaksi umum

untuk reaksi pembakaran sampah yang mengandung hidrokarbon:

(2.4) 2 2 2 2a b c dC H O N S O N HC C H O H S NH+ + → + + + + 3

N2 disertakan dalam rumus diatas untuk mengingatkan bahwa pada tiap prosess

pembakaran menggunakan udara, selalu terdapat nitrogen.

Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan

oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air

(H2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bahan bakar (AFR/Air-to-Fuel-

Ratio) sudah tepat, tetapi tetap saja sebagian dari bahan bakar seolah-olah tetap dapat

bersembunyi dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC

cukup tinggi.

Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan

oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi

oksigen akan dapat menekan emisi HC secara drastis.

II-14

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

II.6 Faktor Emisi Faktor emisi merupakan suatu nilai representatif yang menghubungkan antara kuantitas polutan yang dibuang ke atmosfer per satuan unit penghasil emisi. Faktor tersebut biasanya dirumuskan dengan pembagian antara berat polutan dengan unit berat, volume, jarak atau durasi aktivitas yang mengemisikan polutan ( misalnya : kilogram partikulat yang diemisikan per megagram batubara yang dibakar). Faktor emisi seperti suatu faktor untuk memperkirakan besarnya emisi dari satu sumber polusi udara. Di kebanyakan kasus, faktor ini merupakan rata-rata dari semua data yang tersedia yang menggambarkan kualitas udara dan umumnya diasumsikan sebagai data rata-rata representatif dalam jangka waktu yang lama untuk berbagai sumber kategori. Berdasarkan OBTF (Open Burning Test Facility), merupakan salah satu penelitian tentang pembakaran terbuka dari badan research di Triangel Park U.S, yang mengadakan simulasi pembakaran terbuka dengan melakukan pembakaran didalam suatu bilik dengan suplai udara dan energi panas yang sesuai untuk pembakaran sampah rumah tangga didapatkan persamaan yang mengkonversikan emisi pencemar yang dihasilkan dalam bentuk massa pencemar. Pada percobaan ini seluruh gas hasil pembakaran seperti karbon monoksida, karbon dioksida, sulfur dioksida, oksida nitrogen dan Total Hidrokarbon (THC) diukur secara kontinu selama percobaan.

(Sumber : Dokumen EPA, AP-42, Open Burning in Barrels)

Gambar 2.4 Simulasi Pembakaran Sampah dalam Tong (barrel)

II-15

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Estimasi emisi yang dikeluarkan dari pembakaran terbuka per unit berat

sampah yang terbakar, dapat dihitung dengan menganalisa data-data yang tersedia dari

percobaan seperti, volume udara yang dimasukkan untuk melakukan pembakaran,

volume udara yang melewati tempat sampling, temperatur, tekanan barometer dan

berat sampah yang dibakar. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran diekpresikan

dalam berat produk yang dihasilkan per berat sampah yang dibakar.

Persamaan tersebut dirumuskan dengan :

sample OBTF

burned

C x Q x τEF =

m (2.5)

Dimana :

EF : faktor emisi (mg/kg sampah)

Csample : konsentrasi pencemar dalam sample sampah (mg/m3)

QOBTF : flow rate of dilution air into the OBTF in (m3

/min)

τ : waktu pembakaran (menit)

mburned : massa sampah yang dibakar (kg). (sumber : US-EPA Open Burning in Barrels, 2001)

Pembakaran terbuka untuk sampah domestik akan menghasilkan senyawa-

senyawa toksik yang berbahaya bagi kesehatan. Karena kondisi pembakaran di udara

tebuka, maka penyebaran senyawa toksik tersebut akan lebih luas. Menurut studi yang

dilakukan oleh Gerstle and Kemnitz, 1967 U.S. EPA (Lemieux, 1997; Lemieux et al.,

2000), dapat dilihatkan jenis-jenis senyawa toksik yang dihasilkan beserta jumlahnya,

dari pembakaran per kg sampah domestik.

II-16

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Faktor Emisi Pembakaran Sampah Domestik

( EPA 1995 dan EPA 1995a) Emission Emision

Pollutant

(lb/ton entire

refuse weight)

(lb/ton actually

burned)

Emission Factor

Source

Sulfur Oxides 1 AP-42 (EPA, 195a)

Carbon Monoxide 85 AP-42 (EPA, 195a)

Methane 13 AP-42 (EPA, 195a)

Nitrogen Oxides 6 AP-42 (EPA, 195a)

VOC 8,556 EPA 1997

PM 10 38 EPA 1997

PM 2.5 34,8 EPA 1997

Chlorobenzenes 0,0008484 EPA 1997

Benzene 2,48 EPA 1997

Acetone 1,88 EPA 1997

Styrene 1,48 EPA 1997

Phenol 0,28 EPA 1997

Diclorobenzenes 0,00032 EPA 1997

Trichlorobenzenes 0,00022 EPA 1997

Tetrachlorobenzenes 0,000148 EPA 1997

Pentachlorobemzenes 0,000106 EPA 1997

Hexachlorobenzenes 0,00044 EPA 1997

Total Polycyclic Aromatic

Hydrocarbon (PAHs) 0,132 EPA 1997

Acenaphthylene 0,022 EPA 1997

Naphthalene 0,036 EPA 1997

Phenanthrene 0,0146 EPA 1997

Total Polychlorinated Dibenxo-

p-dioxins(PCDD) 0,000076 EPA 1997

Total Polychlorinated Dibenxo

furans (PCDF) 0,0000122 EPA 1997

Total Polychlorinated biphenyls

(PCB) 0,00572 EPA 1997

Hydrogen Chloride (HCL) 0,568 EPA 1997

Hydrogen Cyanide (HCN) 0,936 EPA 1997

Sumber : Open Burning, EPA, Revised Final, 2001

II-17

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

Pada database AP-42 dijelaskan hasil dari perhitungan faktor emisi dalam

suatu range dari A sampai dengan E, dengan A sebagai nilai yang terbaik. Rating nilai

faktor emisi merupakan indikator umum yang menunjukkan keandalan nilai faktor

tersebut. Data test dari A sampai D, adalah data yang dapat dianjurkan.

Keterangan dari kualitas nilai data tersebut diantaranya :

A - Excellent. Faktor ditentukan dari rating A dan B dari sumber data tes yang diambil

secara acak dari seluruh fasilitas dalam suatu populasi industri. Sumber

pengelompokan kategori cukup spesifik untuk meminimasi keragaman.

B - Above average. Faktor ditentukan dari rating A atau B dari data test dengan angka

tertentu dari fasilitas yang ada. Walaupun tidak ada bias spesifik yang terbukti,

tidaklah jelas apakah tes fasilitas merepresentasikan sebuah contoh yang acak pada

industri. Seperti pada rating A, sumber pengelompokan kategori cukup spesifik

untuk meminimasi keragaman.

C - Average. Faktor ditentukan dari rangking A-, B-, dan atau C data tes dari jumlah

yang beralasan dari fasilitas. Walaupun tidak ada bias spesifik yang terbukti,

tidaklah jelas apakah tes fasilitas merepresentasikan sebuah contoh yang acak pada

industri. Seperti pada rating A, sumber pengelompokan kategori cukup spesifik

untuk meminimasi keragaman.

D - Below average. Faktor ditentukan dari rating A atau B dari data test dengan angka

yang kecil dari fasilitas yang ada dan ada beberapa alasan sebagai dasar bahwa

fasilitas tidak dapat menggambarkan sample acak dari industri. Ada kemungkinan

ada bukti keragaman dalam sumber polusi.

E - Poor. Faktor ditentukan dari rangking C- dan D- data tes, dan memungkinkan

bahwa tes fasilitas tidak merepresentasikan sample acak dari industri. Ada

kemungkinan ada bukti keragaman dalam sumber polusi.

Data kualitas hasil pengukuran yang akan di gunakan untuk penentuan faktor

emisi juga memiliki peringkat, yaitu sebagai berikut :

A= data didapatkan dengan metode yang sesuai dan dilaporkan dengan cukup detail

dan lengkap untuk keperluan validasi

B = data didapatkan dengan metode yang sesuai, namun kurang lengkap untuk

validasi

II-18

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perpustakaan Digital ITB ... plastik, kaleng bekas, debu sisa penyapuan, dsb. Di Indonesia, penggolongan sampah yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

C = data didapat dengan metodologi baru dan belum diterima atau kurangnya alasan

yang signifikan sebagai latar belakang informasi.

D = data didapat dengan metode yang tidak dapat di terima, namun metode tersebut

dapat memberikan informasi tentang kualitas sumber emisi.

II.7 Inventarisasi Emisi

Inventarisasi emisi adalah basis data mengenai sumber-sumber pengemisi

pencemar udara yang komprehensif yang dilengkapi dengan nilai beban pencemar

untuk tiap-tiap parameter yang diinventarisasi yang terdapat pada suatu lokasi

geografis dan pada periode waktu tertentu. Inventarisasi emisi umumnya meliputi

beberapa pencemar kriteria seperti TSP, PM10, HC, NOx, SO2 dan CO.

Persamaan umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan emisi

adalah :

E = A x EF x (1-ER/100) Dimana :

E = emisi

A = rerata aktivitas

EF = faktor emisi, (g/kg)

ER =Reduksi emisi keseluruhan (%) (Sumber: US-EPA Open Burning in Barrels).

Tujuan dan kegunaan pembaharuan data inventarisasi emisi adalah:

• Pengkajian kualitas udara

• Pengamatan trend emisi

• Input pemodelan kualitas udara

• Mengevaluasi skenario di masa yang akan datang, seperti memprediksi dampak

suatu rencana aksi pengelolaan terhadap perbaikan kualitas udara, dampak adanya

sumber pengemisi baru, atau skenario penurunan emisi.

II-19