bab ii tinjauan pustaka - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/4081/3/maryam makhmudah_bab...
TRANSCRIPT
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Fidrianny et al (2016) melakukan penelitian tentang aktivitas
antioksidan ekstrak biji kopi hijau arabika terhadap DPPH. Hasil penelitian
menunjukkan ekstrak etanol biji kopi hijau arabika mempunyai aktivitas
antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC50 sebesar 0,7 – 134,56 µg/ml.
B. Landasan Teori
1. Tinjauan Umum Biji Kopi Hijau Arabika
a. Klasifikasi
Gambar 2.1. Coffea arabica, L.
Kopi Arabika merupakan tanaman perdu tahun yang secara
lengkap diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Trachebionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea arabica L.
(Rahardjo, 2012)
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
4
b. Morfologi Tanaman
Tanaman kopi Arabika merupakan jenis tanaman berkeping
dua (dikotil) dan memiliki akar tunggang. Pada akar tunggang, ada
beberapa akar kecil yang tumbuh ke samping (melebar) yang
sering disebut akar lateral. Pada akar lateral ini terdapat akar
rambut, bulu – bulu akar, dan tudung akar (Panggabean, 2011).
Kopi Arabika merupakan jenis kopi tertua yang dikenal
dan dibudidayakan di dunia dengan varietas-varietasnya. Kopi
Arabika menghendaki iklim subtropik dengan bulan-bulan
kering untuk pembungaannya. Di Indonesia, tanaman kopi
Arabika cocok dikembangkan di daerah-daerah dengan ketinggian
antara 800-1500 m di atas permukaan laut (mdpl) dan dengan suhu
rata-rata 15-24ºC. Pada suhu 25ºC, kegiatan fotosintesis
tumbuhannya akan menurun dan akan berpengaruh langsung
pada hasil kebun. Mengingat belum banyak jenis kopi Arabika yang
tahan akan penyakit karat daun, dianjurkan penanaman kopi
Arabika tidak di daerah-daerah di bawah ketinggian 800 mdpl
(Sihombing,2011).
Menurut Hiwot (2011), kopi Arabika merupakan tanaman
berbentuk semak tegak atau pohon kecil yang memiliki tinggi
5 m sampai 6 m dan memiliki diameter 7 cm saat tingginya
setinggi dada orang dewasa. Selain itu, kopi Arabika memiliki
warna kulit abu - abu, tipis, dan menjadi pecah - pecah dan kasar
ketika tua. Daun kopi Arabika berwarna hijau gelap dan
dengan lapisan lilin mengkilap. Daun ini memiliki panjang
empat hingga enam inci dan juga berbentuk oval atau
lonjong. Daun kopi Arabika juga merupakan daun sederhana
dengan tangkai yang pendek dengan masa pakai daun kopi Arabika
adalah kurang dari satu tahun.
Menurut Budiman (2012), bunga kopi Arabika memiliki
mahkota yang berukuran kecil, kelopak bunga berwarna hijau,
dan pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
5
bakal biji. Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5 – 7 tangkai
yang berukuran pendek. Kopi Arabika umumnya akan mulai berbunga
setelah berumur ± 2 tahun, buah tanaman kopi terdiri atas daging
buah dan biji. Daging buah terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit
luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp) dan lapisan kulit
tanduk (endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi umumnya
mengandung dua butir biji, tetapi kadang – kadang hanya
mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali.
Keunggulan dari kopi arabika itu sendiri antara lain bijinya
berukuran besar, beraroma harum, dan memiliki cita rasa yang enak,
tetapi kelemahannya rentan terhadap penyakit karat daun/HV
(Hemelia vastatrix) (Anggara dan Marini, 2011).
c. Kandungan Kimia
Kopi jenis arabika memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
Menurut (Nicoli et al., (1997); Del et al., (2002); dan Nebesny (2003))
salah satunya pada biji kopi hijau arabika, banyak senyawa yang
terkandung dalam biji kopi hijau arabika yang berperan sebagai
antioksidan diantaranya adalah asam clorogenik, asam ferulat, asam
kafeat, asam n-kumarat, kafein, trigonelina, dan antioksidan volatil
berupa furan dan pirol (Alexander et al, 2013). Polifenol merupakan
senyawa kimia yang bekerja sebagai antioksidan kuat di dalam kopi
(Almada 2009, dan Lelyana 2008). Kadar polifenol pada biji kopi
arabika bervariasi antara 6 - 7 %, sedangkan pada robusta sekitar 10 %
(Septianus, 2011).
2. Ekstraksi
Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi 3 yaitu,
simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral
(Depkes RI, 1989).
Simplisia yang disari mengandung zat aktif yang dapat larut dan
zat aktif yang tidak larut seperti serat, karbohidrat dan protein. Faktor
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
6
yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat
yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara penyari dengan bahan yang
mengandung zat tertentu (Depkes RI, 1986).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia hewani atau nabati menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1986). Ekstrak adalah sediaan
yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel
tetentu dan menggunakan medium pengekstraksi (menstrum) yang tertentu
pula (Agoes, 2007).
Berdasarkan sifatnya ekstrak dibedakan menjadi 4 (Voigt, 1995) yaitu :
a. Ekstrak encer (extractum tenue)
Sediaan ini memiliki konsistensi semacam madu dan dapat
dituang. Pada saat ini ekstrak encer sudah tidak terpakai lagi.
b. Ekstrak kental (extractum spissum)
Sediaan ini liat (kuat) dalam keadaan dingin dan tidak dapat
dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%.
c. Ekstrak kering (extractum siccum)
Sediaan ini memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan.
Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan
terbentuk suatu produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab
tidak lebih dari 5%.
d. Ekstrak cair (extractum fluidum)
Dalam hal ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat
sedemikian rupa sehingga satu bagian simplisia sesuai dengan dua
bagian (kadang-kadang juga satu bagian) ekstrak cair.
Ekstraksi adalah suatu proses menarik kandungan kimia yang
dapat larut dengan pelarut yang sesuai. Dengan mengetahui senyawa
aktif yang dikandung oleh simplisia maka akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
7
Macam–macam metode ekstraksi antara lain :
1. Maserasi
Maserasi adalah penyarian dengan merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari. Digunakan untuk menyari zat aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengembang dalam penyari. Contoh cairan
penyari yaitu air, etanol, air-etanol (Depkes RI, 2000).
2. Infudasi
Infundasi adalah proses penyarian yang digunakan untuk menyari zat
aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Infundasi dilakukan
dengan cara menambahkan serbuk dengan air secukupnya dalam
penangas air selama 15 menit yang dihitung mulai suhu di dalam panci
mencapai 90 °C sambil sesekali diaduk, infus disaring sewaktu masih
panas dengan menggunakan kain flanel. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri
dan jamur (Depkes RI, 1986).
3. Sokhletasi
Sokhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik (Depkes RI, 1986).
4. Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa Latin per yang artinya melalui dan
colare yang artinya merembes, secara umum dapat dinyatakan sebagai
proses dimana obat yang sudah halus diekstraksi dalam pelarut yang
cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat dalam
suatu kolom. Obat yang dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus yang
disebut perkolator, dan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat
(Ansel, 1989).
3. Krim
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah sediaan
setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional
telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
8
konsistensi relatifnya cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air. Sekarang ini, batasan tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol yang berantai panjang dalam
air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan
kosmetika dan estetika (Depkes RI, 1995).
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental
mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian
luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak (A/M) dan krim
minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi,
umumya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik dan nonionik
(Anief, 2008).
Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu
melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama
sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Krim yang digunakan sebagai
obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti jamur,
infeksi ataupun sebagai anti radang yang disebabkan oleh berbagai jenis
penyakit (Anwar, 2012). Krim merupakan sistem emulsi sediaan
semipadat dengan penampilan tidak jernih, berbeda dengan salep yang
tembus cahaya. Konsistensi dan sifatnya tergantung pada jenis emulsinya,
apakah jenis air dalam minyak atau minyak dalam air (Lachman et al.,
1994).
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air sehingga dapat dicuci
dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika.
Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni:
1. Tipe A/M, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream.
Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi
rasa dingin dan nyaman pada kulit.
2. Tipe M/A, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing
cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan
untuk membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak (Widodo,
2013).
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
9
4. Lulur krim
Lulur krim adalah perawatan tubuh dengan menggunakan lulur.
Produk lulur berupa krim yang mengandung butiran – butiran kasar di
dalamnya. Bahan alami yang dapat digunakan sebagai bahan lulur antara
lain bengkoang, beras giling kasar, belimbing, jeruk nipis, pepaya, bunga-
bungaan, daun-daunan, biji cokelat, kopi dan kedelai (Tranggono &
Latifah, 2007).
Lulur krim bertujuan untuk mengangkat sel-sel kulit mati, kotoran
dan membuka pori-pori sehingga dapat bernapas serta kulit menjadi lebih
cerah dan putih. Sekarang ini begitu banyak jenis lulur yang beredar di
masyarakat dengan berbagai khasiat dimulai dari menghaluskan kulit,
meremajakan kulit hingga memutihkan kulit (Ery, 2012). Manfaat yang
dapat diperoleh luluran adalah mencerahkan kulit tubuh, mengencangkan
kulit, menghilangkan penyakit kulit, menghilangkan bau badan dan
menenangkan syaraf dan pikiran (Gumpita, 2013). Pemakaian lulur
memerlukan waktu jadi tidak langsung terlihat hasilnya, butuh proses
panjang untuk mencerahkan kulit badan. Segi keamanan, lulur tradisional
sangat terjamin dibandingkan dengan produk lulur pemutih produk
industri (Suya, 2009).
Selain itu, lulur krim juga berfungsi mengangkat sel kulit mati di
permukaan kulit tubuh yang kasar dan kusam, selain itu juga berfungsi
membantu mempercepat pergantian sel-sel kulit tubuh yang baru, bersih
dan sehat. Lulur adalah perawatan yang dilakukan oleh terapis dengan cara
menggerakan telapak tangan memutar sambil mengusap permukaan kulit
yang sudah diberi produk lulur. Perawatan ini dapat dilanjutkan dengan
perawatan body masker. Perawatan ini diakhiri dengan bath terapy, dan
pengolesan lotion, body cream atau body butter untuk memaksimalkan
hasil perawatan (Tranggono & Latifah, 2007).
Luluran adalah aktivitas menghilangkan kotoran, minyak atau kulit
mati yang dilakukan dengan pijatan diseluruh badan. Hasilnya dapat
langsung terlihat, kulit lebih halus, kencang, harum, dan sehat bercahaya
(Fauzi & Nurmalina, 2012). Melakukan perawatan lulur dapat membantu
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
10
kita untuk menyehatkan dan merawat kulit agar tidak terlihat gelap,selalu
bersih, halus dan cerah (Darwati, 2003). Menurut Achroni (2012), dengan
menggunakan lulur maka sel kulit mati yang menumpuk di permukaan
kulit akan terangkat sehingga kulit tidak terlihat gelap, bersih, halus dan
cerah.
5. Uraian bahan
a. Lemak kakao (Lemak coklat)
Lemak coklat adalah lemak coklat padat yang diperoleh dengan
pemerasan panas biji Theobroma cacao L, yang telah dikupas dan
dipanggang. Pemerian lemak padat, putih kekuningan, bau khas
aromatik, rasa khas lemak, agak rapuh. Kelarutan sukar larut dalam
etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P, dalam eter P dan
dalam eter minyak tanah P. Suhu lebur 31o sampai 34
oC. Khasiat dan
kegunaannya sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).
b. Minyak zaitun
Minyak zaitun adalah minyak lemak yang diperoleh dengan
pemerasan dingin biji masak Olea europaea L. Pemerian cairan,
kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemak, bau tengik, rasa khas,
pada suhu rendah sebagian atau seluruhnya membeku. Kelarutan
sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P, dan dalam eter minyak tanah P. Khasiat dan kegunaan
sebagai zat tambahan (Depkes RI, 1979).
c. Setil alkohol
Setil alkohol dalam krim digunakan sebagai bahan pengemulsi
dan bahan pengeras dalam sediaan topical (krim). Setil alkohol dapat
meningkatkan viskositas krim dan meningkatkan kestabilan sediaan
pada emulsi minyak dalam air dengan mengkombinasikannya dengan
emulgator yang larut dalam air. Sebagai bahan pengeras, konsentrasi
umum yang digunakan adalah 2-10 % dan sebagai bahan pengemulsi
digunakan konsentrasi 2-5%. Bahan ini sangat mudah larut dalam
etanol 95% dan eter. Kelarutannya akan meningkat jika suhunya
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
11
dinaikkan. Titik lelehnya adalah 45-52% (American Pharmaceutical
Association, 2001).
d. Asam stearat
Asam stearat merupakan asam lemak jenuh yang digunakan
untuk formulasi oral dan topikal dalam sediaan farmasi. Asam stearat
digunakan sebagai bahan pengemulsi pada sediaan topikal. Kelarutan
mudah larut dalam benzena, kloroform, eter, dan etanol 95% serta
tidak larut dalam air (Rowe et al., 2009).
e. Propil paraben
Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak
lebih dari 101,0 % C10 H12O3. Pemerian serbuk hablur putih, tidak
berbau, tidak berasa. Kelarutan sangat sukar larut dalam air, larut
dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140
bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut
dalam larutan alkali hidroksida. Khasiat dan kegunaan sebagai zat
pengawet (Depkes RI, 1979).
f. Propilenglikol
Pemerian cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
rasa agak manis, higroskopik. Kelarutan dapat campur dengan air,
dengan etanol (95%) P, dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian
eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P, dan dengan
minyak lemak. Jarak didih pada suhu 1850C sampai 189
0C tersuling
tidak kurang dari 95,0 % v/v. Khasiat dan kegunaan sebagai zat
tambahan, juga sebagai pelarut (Depkes RI, 1979).
g. Metil paraben
Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak
lebih dari 101,0 % C8H8O3. Pemerian serbuk hablur halus, putih,
hamper tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak
membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan larut dalam 500 bagian air,
dalam 20 bagian air mendidih, dan dalam 3,5 bagian etanol (95%) P,
dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P, dan dalam
larutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
12
dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan
tetap jernih. Suhu lebur 1250C sampai 128
0C. Kegunaan dan khasiat
sebagai zat tambahan juga sebagai zat pengawet (Depkes RI, 1979).
h. Tepung/Pati Beras (Amylum oryzae)
Pati beras adalah pati yang diperoleh dari biji Oryza sativa L.
Pemerian serbuk sangat halus, putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : keasaman-kebasaan (Depkes RI, 1979).
i. Trietanolamin (TEA)
Pemerian berupa cairan kental bening atau berwarna kuning pucat,
jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis.
Bahan ini mudah larut dalam air, metanol dan aseton. Titik lebur
antara 20-21°C. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dan
pengatur pH pada sediaan topikal (Rowe., et al, 2009).
j. Aqua destilata (Air suling)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Pemerian cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa. BM 18,02. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1979).
k. Vitamin C
Pemerian berupa serbuk atau hablur, putih atau agak kuning,
tidak berbau, rasa asam. Vitamin C bisa menjadi gelap karena
pengaruh cahaya. Vitamin C mudah larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter
dan dalam benzen (Depkes RI, 1979).
6. Radikal Bebas
Para ahli biokomia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan
salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui
sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (Winarsi,
2007). Radikal bebas yang ada pada tubuh dapat mengalami serangkaian
reaksi yang berlangsung terus menerus hingga radikal bebas hilang dari
dalam tubuh. Hilangnya radikal bebas dari dalam tubuh dikarenakan
bereaksi dengan radikal bebas lain sehingga menjadi suatu senyawa yang
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
13
stabil, atau hilangnya bisa juga karena sistem kerja antioksidan (Winarsi,
2007).
Menurut Winarsi (2007), tahap-tahap reaksi radikal bebas adalah
sebagai berikut :
1. Tahap Inisiasi
Merupakan tahap yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas.
Misalnya :
Fe ++
+ H2O2 Fe+++
+ OH- + .OH
Cl-Cl Cl. + Cl.
2. Propagasi
Yaitu perpanjangan radikal bebas, radikal yang terbentuk pada
tahap ini mengawali sederetan reaksi yang menyebabkan terbentuknya
radikal bebas baru. Reaksi-reaksi ini disebut tahap propagasi. Jumlah
berulangnya tahap propagasi disebut rantai panjang (chain length).
R2-H + R1. R2. + R1-H
R3-H + R2. R3. + R2-H
3. Terminasi
Tahap terminasi yaitu tahap bereaksinya senyawa radikal dengan
radikal lain atau dengan penangkal radikal, sehingga potensi
propagasinya rendah. Tahap terminasi digambarkan sebagai berikut :
R1. + R1. R1-R1
R2. + R1. R2-R1
R2. + R2. R2-R2
Radikal bebas dapat menyebabkan penyakit, misalnya penuaan
dini. Pada umumnya semua sel jaringan organ tubuh dapat menangkal
serangan radikal bebas karena di dalam sel terdapat sejenis enzim
khusus yang mampu melawannya, tetapi karena manusia secara alami
mengalami degradasi atau kemunduran seiring dengan peningkatan
usia, akibatnya pemunahan radikal bebas tidak dapat terpenuhi dengan
baik, maka akan terjadi kerusakan jaringan secara perlahan-lahan.
Misalnya kulit menjadi keriput karena kehilangan elastisitas jaringan
kolagen serta otot. Untuk mencegah hal ini diperlukan antioksidan
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
14
yang mampu menetralisir radikal bebas atau mencegah terbentuknya
radikal bebas dalam tubuh (Kustanto, 2009).
7. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor)
atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul
yang sangat reaktif (Winarsi, 2007).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi
tiga kelompok (Winarsi, 2007), yaitu :
1. Antioksidan primer
Antioksidan primer disebut juga dengan antioksidan
endogenus dan antioksidan dan antioksidan enzimatis. Suatu
senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer apabila dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal,
kemudian radikal yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa
yang lebih stabil. Enzim-enzim tersebut menghambat pembentukkan
radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai (polimerasi),
kemudian mengubahnya ke produk yang lebih stabil.
2. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus
atau non-enzimatis. Antioksidan kelompok ini disebut juga
pertahanan preventif. Dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif
dihambat dengan cara dirusak pembentukannya. Mekanisme
kerjanya adalah memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal
bebas atau dengan menyapu radikal bebas tersebut (free radical
scavenger).
3. Antioksidan tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-
repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi
dalam perbaikan biomolekular yang rusak akibat reaktifitas radikal
bebas.
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
15
Antioksidan meredam radikal bebas dengan memberikan satu atau
lebih elektronnya pada radikal bebas sehingga menjadi molekul normal
kembali. DPPH digunakan sebagai model radikal bebas. Radikal bebas
DPPH akan ditangkap oleh senyawa flavonoid. Flavonoid akan dioksidasi
oleh radikal bebas DPPH menghasilkan bentuk radikal yang lebih stabil,
yaitu radikal dengan kereaktifan rendah. Flavonoid mendonorkan atom
hidrogen dari cincin aromatiknya untuk mengurangi radikal bebas yang
bersifat toksik. Reaksi ini menghasilkan senyawa radikal baru yang stabil
dan DPP-Hidrazin (Mun’im et al., 2009).
Gambar 2.2. Donasi proton dari antioksidan ke radikal DPPH (Mun’im et al., 2009)
8. Uji Penangkapan Radikal Bebas Dengan Metode DPPH (1,1-
Diphenyl-2-Picrylhydrazyl)
Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas
antioksidan tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan
radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter
konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50 % efek aktivitas antioksidan
(IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data
eksperimental dari metode tersebut.
Gambar 2.3. Rumus bangun DPPH
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
16
DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan
senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk
pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak.
Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan
serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh
keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun
secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan
senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu
menjadi kuning (Dehpour, et al, 2009). Perubahan absorbansi akibat
reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan
beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas. Metode DPPH
merupakan metode yang mudah, cepat dan sensitif untuk pengujian
aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva, et
al, 2002 dan Prakash, et al, 2010).
Setiap molekul yang dapat menyumbangkan elektron atau
hidrogen akan bereaksi dan memudarkan DPPH. Intensitas warna DPPH
akan berubah dari ungu menjadi kuning oleh elektron yang berasal dari
senyawa penangkap radikal bebas (Nihlati et al., 2011). DPPH (1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil) merupakan radikal bebas, jadi metode DPPH
digunakan secara luas untuk menguji kemampuan senyawa yang
berperan sebagai pendonor elektron atau hidrogen (Prakash,2001).
Tabel 2.1. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH
Intensitas Nilai IC 50 (ppm)
Sangak aktif < 50
Aktif 50-100
Sedang 101-250
Lemah 250-500
(Sumber : Jun, et al., 2006)
9. Spektrofotometri Ultraviolet Visibel
Spektrofotometri adalah metode untuk analisis baik kuantitatif
maupun kualitatif. Prinsip dari pembacaan spektrofotometri adalah jika
suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul
tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai.
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
17
Suatu senyawa dapat dideteksi dengan spektrofotometri adalah jika
mempunyai gugus kromofor, yaitu merupakan semua gugus atau atom
dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar
tampak. Senyawa kompleks akan mempunyai serapan pada panjang
gelombang yang lebih panjang karena energi radiasi yang dibutuhkan oleh
senyawa tersebut lebih kecil dan akan terbaca pada panjang gelombang
yang lebih panjang. Oleh karena itu, senyawa kompleks terbaca pada
panjang gelombang sinar tampak (Gandjar & Rohman, 2007).
Prinsip penentuan spektrofotometri UV-Vis adalah aplikasi
hukum “Lambert-Beer” yang menyatakan bahwa intensitas yang
diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan
konsentrasi larutan (Sudjadi, 2007).
A = a.b.c
Keterangan : A = absorbansi sampel
a = absorptivitas
b = tebal kuvet
c = konsentrasi sampel
Dalam hukum Lamber-Beer berlaku syarat (Gandjar & Rohman,
2007) sebagai berikut :
1. Sinar yang digunakan dianggap monokromatis.
2. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang
luas yang sama.
3. Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut.
4. Tidak terjadi peristiwa fluorosensi atau fosforisensi.
5. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan.
Panjang gelombang yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk
pemilihan panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat
kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu
larutan baku pada konsentrasi tertentu, kurva tersebut disebut sebagai
kurva baku (Gandjar & Rohman, 2007).
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
18
Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi
elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati
monokromatik yang diserap zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada
daerah ultraviolet (panjang gelombang 190-380 nm) atau pada daerah sinar
tampak (panjang gelombang 380-780 nm). Meskipun spektrum pada
daerah ultraviolet dan daerah cahaya tampak dari suatu zat yang tidak
khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif, dan untuk beberapa
zat berguna untuk membantu identifikasi (Depkes RI, 1979).
Instrumen yang digunakan menurut Gandjar dan Rohman (2007)
untuk mempelajari serapan atau emisi radiasi elektromagnetik sebagai
fungsi dari panjang gelombang disebut “spektrometer” atau
spektrofotometer. Komponen-komponen pokok dari spektrofotometer
meliputi:
1. Sumber-sumber lampu
Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten di gunakan untuk daerah visibel (pada panjang
gelombang antara 350-900 nm).
2. Monokromator
Digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-
komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh
celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran
panjang gelombang dilewatkan pada sedemikian rupa sehingga
kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan
intrumen melewati spektrum.
3. Optik-optik
Dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar
melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer
berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan
dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau
spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
19
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk
melarutkan sampel atau pereaksi.
4. Sel absorpsi (kuvet), pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca
atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada
daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10
mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan.
Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder
juga dapat digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang tertutup
untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa dan gelas hasil
leburan serta seragam keseluruhannya (Underwood, 2002).
5. Detektor, peranan detektor penerima adalah memberikan respon
terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Underwood,
2002).
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017
20
Biji kopi hijau arabika diekstraksi
Metode Sokhletasi
Lulur krim ekstrak etanol biji kopi hijau arabika
Antioksidan
Ekstrak kental yang mengandung senyawa fenolik
Uji sifat fisik Pengujian aktivitas penangkapan radikal
bebas terhadap DPPH
Lulur krim antioksidan yang memenuhi
persyaratan
Pengujian aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH ekstrak
etanol biji kopi hijau arabika
C. KERANGKA KONSEP
Menggunakan
Menghasilkan
Yang berkhasiat sebagai
Diformulasi
Menghasilkan
Gambar 2.4. Kerangka Konsep
D. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Biji kopi hijau arabika dapat diformulasikan menjadi sediaan lulur krim
yang memiliki persyaratan fisik yang baik.
2. Sediaan lulur krim biji kopi hijau arabika memiliki aktivitas penangkapan
radikal bebas terhadap DPPH.
Formulasi Sediaan Lulur…, Maryam Makhmudah, Fakultas Farmasi UMP, 2017