bab ii tinjauan pustaka ii.1 kinerja ii.1.1 definisi kinerjarepository.upnvj.ac.id/518/5/bab...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kinerja
II.1.1 Definisi Kinerja
Sumber daya manusia memberikan suatu kontribusi kepada organisasi
yang disebut kinerja. Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dapat dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepada karyawan. Definisi kinerja
menurut Kusriyanto dalam (Mangkunegara 2005, hlm. 9) adalah perbandingan
hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazim per
jam). Mathis dan Jackson (2002, hlm. 78) memberikan definisi kinerja karyawan
adalah seberapa banyak mereka memberikan kontribusi terhadap organisasi. Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja sumber daya manusia
adalah suatu prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas
yang dicapai sumber daya manusia per satuan periode waktu dalam melaksanakan
tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
pimpinan untuk menilai hasil kerja karyawannya. Menurut Mengginson (1981
dalam Mangkunegara, 2005), penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang
karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Menurut Sikula (1981 dalam Mangkunegara, 2005 hlm. 10) mengatakan bahwa
penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan
potensi yang dapat dikembangkan. Menurut pendapat yang dikemukakan
Handoko (2001), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses
di mana organisasi - organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja
karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan - keputusan personalia dan
memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja
mereka.
UPN "VETERAN" JAKARTA
6
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian
prestasi kerja (kinerja) adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi dan juga untuk
menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggapan yang lebih baik
di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal
promosi jabatan dan penentuan imbalan. Tujuan dari penilaian prestasi kerja
(kinerja) adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja karyawan.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang
peranan penting dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien (Potter & Perry,
2005). Hal ini terkait dengan keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam
melayani pasien, serta jumlah perawat yang mendominasi tenaga kesehatan
dirumah sakit, yaitu berkisar 40 - 60%. Oleh karena itu, rumah sakit harus
memiliki perawat yang berkinerja baik yang akan menunjang kinerja rumah sakit
sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau pasien Swansburg (2000 dalam
Suroso, 2011). Kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam meng-
implementasikan sebaik - baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggung jawabnya
dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan
sasaran unit organisasi. Kinerja perawat sama dengan prestasi kerja diperusahaan,
perawat ingin diukur kinerjanya berdasarkan standar obyektif yang terbuka dan
dapat dikomunikasikan. Jika perawat diperhatikan dan dihargai sampai
penghargaan superior, mereka akan lebih terpacu untuk mencapai prestasi pada
tingkat lebih tinggi (Faizin dan Winarsih, 2008).
II.1.2 Faktor Yang Memperngaruhi Kinerja
Mathis dan Jackson (2012) menyimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu :
a. Kemampuan individual.
Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan
merupakan bahan mentah yang dimiliki oleh seseorang berupa
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan
UPN "VETERAN" JAKARTA
7
kecakapan teknis. Dengan demikian, kemungkinan seorang pegawai
mempunyai kinerja yang baik jika kinerja pegawai tersebut memiliki
tingkat keterampilan baik, pegawai tersebut akan menghasilkan yang
baik pula.
b. Usaha yang dicurahkan.
Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja, kehadiran, dan
motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang
diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik.
Oleh karena itu, jika pegawai memiliki tingkat keterampilan untuk
mengerjakan pekerjaan, ia tidak akan bekerja dengan baik jika hanya
sedikit upaya. Tingkat keterampilan merupakan cerminan dari
kemampuan yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan
cermin dari sesuatu yang dilakukan.
c. Lingkungan organisasional
Di lingkungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi
pegawai yang meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan,
teknologi, dan manajemen.
II.1.3 Tujuan evaluasi kinerja
Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Sunyoto (1999 dalam Mangkunegara
2009, hlm. 10) adalah :
a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan
kinerja.
b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga
mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang -
kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau
terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,
sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya.
UPN "VETERAN" JAKARTA
8
e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal - hal yang perlu diubah.
II.1.4 Penilaian kinerja
Penilaian kinerja memiliki beberapa sasaran seperti yang dikemukakan oleh
Sunyoto (dalam Mangkunegara, 2005) yaitu : Membuat analisis kerangka dari
waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik baik kinerja karyawan
maupun kinerja organisasi.
a. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit
keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan ini dapat
menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
b. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan
tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode
selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan
bahan baku yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk meningkatkan kinerja karyawan.
c. Menentukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan
berdasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinan itu untuk
menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan
system promosi lainnya, seperti imbalan (reward system
recommendation).
Menurut Sastrohadiwiryo (2005, hlm. 235), belum adanya kesamaan antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya dalam menentukan unsur yang
harus dinilai dalam proses penilaian kinerja yang dilakukan manajemen penilai
disebabkan selain terdapat perbedaan yang diharapkan dari masing - masing
perusahaan, juga karena belum terdapat standar baku tentang unsur - unsur yang
perlu diadakan penilaian.
Pada umumnya unsur - unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses
penilaian kinerja adalah :
UPN "VETERAN" JAKARTA
9
a. Kesetiaan
Kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan mentaati,
melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab. Tekad dan kesanggupan tersebut harus
mampu dibuktikan dengan sikap dan perilaku tenaga kerja yang
bersangkutan dalam kegiatan sehari - hari serta dalam melaksanaan
tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kesetiaan karyawan
terhadap perusahaan sangat berhubungan dengan pengabdiannya.
Pengabdian yang dimaksud adalah sumbangan pikiran dan tenaga yang
ikhlas dengan mengutamakan kepentingan publik.
b. Hasil kerja
Hasil kerja yang dimaksud adalah kinerja yang telah dicapai oleh
seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang
diberikan kepadanya. Pada umumnya kerja seorang karyawan antara lain
dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan
kesungguhan karyawan itu sendiri.
c. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang karyawan dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan
sebaik - baiknya dan tepat waktu serta berani memikul resiko atas
keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya.
d. Ketaatan
Ketaatan adalah kesanggupan seorang karyawan untuk mentaati segala
ketetapan, peraturan perundang - undangan dan peraturan kedinasan
yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang
berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang
telah ditetapkan perusahaan maupun pemerintah, baik secara tertulis
maupun tidak tertulis.
e. Kejujuran
Kejujuran adalah ketulusan hati seorang karyawan dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan
wewenang yang telah diberikan kepadanya.
UPN "VETERAN" JAKARTA
10
f. Kerjasama
Kerjasama adalah kemampuan seorang karyawan untuk bekerja sama
dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang
telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang
sebesar - besarnya.
g. Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seorang karyawan untuk mengambil
keputusan, langkah - langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah
dan bimbingan dari manajemen lainnya.
h. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seorang karyawan
untuk meyakinkan orang lain (tenaga kerja lain) sehingga dapat
dikerahkan secara maksimum untuk melaksanakan tugas pokok.
Penilaian unsur kepemimpinan bagi tenaga kerja sebenarnya khusus
diperuntukkan bagi tenaga kerja yang memiliki jabatan di seluruh
hierarki dalam perusahaan.
II.2 Motivasi Kerja
II.2.1 Definisi
Sebelum menjelaskan pengertian mengenai motivasi kerja, dibawah ini
akan dijelaskan pengertian motif dan motivasi sebagai berikut :
a. Motif
Menurut Sperling dalam (Mangkunegara, 2005) motif didefinisikan
sebagai suatu kecenderungan untuk beraktifitas, dimulai dari dorongan dalam diri
dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Sedangkan menurut Stanton dalam
(Mangkunegara, 2005) mendefinisikan bahwa motif adalah kebutuhan yang
distimulasi yang berorientasi kepada tujuan individu dalam mencapai rasa puas.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motif adalah suatu
dorongan kebutuhan dalam diri karyawan yang perlu dipenuhi agar karyawan
dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
UPN "VETERAN" JAKARTA
11
b. Motivasi
Motivasi menurut definisi dari Stanford dalam (Mangkunegara, 2005)
bahwa motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia kearah suatu
tujuan tertentu.
Definisi lainnya motivasi dikatakan oleh Luthans (2008, hlm. 56)
menegaskan bahwa motivasi adalah proses yang membangkitkan, menyemangati,
mengarahkan, dan menopang perilaku dan kinerja. Artinya, adalah proses yang
merangsang orang untuk suatu tindakan dan untuk melaksanakan suatu tugas yang
diinginkan. Salah satu cara untuk merangsang orang adalah mempekerjakan
efektif motivasi, yang membuat para pekerja lebih puas dengan dan komitmen
untuk pekerjaan mereka.
Definisi motivasi menurut Siagian (2004 dalam Darmadi, 2017) motivasi
sebagai daya dorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk
mengerahkan kemampuan, tenaga dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya. Motivasi juga merupakan usaha - usaha yang
dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapatkan
kepuasan dengan perbuatannya.
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah kondisi yang menggerakkan karyawan agar mampu mencapai
suatu tujuan dari motifnya melalui upaya membangkitkan dorongan dari dalam
diri.
c. Motivasi Kerja
Pengertian motivasi kerja yang hubungannya dalam lingkungan kerja,
McCormick mengatakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2005)
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
adalah keadaan yang berpengaruh untuk membangkitkan dorongan dari dalam
UPN "VETERAN" JAKARTA
12
maupun luar diri individu dalam usaha mencapai suatu sasaran dalam
pekerjaannya.
Di dalam kehidupan manusia selalu melakukan bermacam - macam
aktifitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan - gerakan yang
dinamakan kerja. Menurut As’ad (2008, hlm. 46) bekerja mengandung arti
melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati
oleh manusia yang bersangkutan. Untuk memberikan hasil kerja yang berkualitas
dan berkuantitas maka seorang karyawan membutuhkan motivasi kerja didalam
dirinya yang akan mempengaruhi semangat kerja seorang karyawan.
II.2.2 Klasifikasi Motivasi
Terdapat tiga klasifikasi yang menjadi suatu pertimbangan, yaitu :
a. Economic reward seperti penghasilan, hak saat pensiun, keamanan dan
imbalan material.
b. Intrinsic satisfaction berhubungan dengan sifat pekerjaan itu sendiri
seperti menyukai pekerjaan, perkembangan pribadi dan pertumbuhan,
dan lainnya yang berhubungan untuk dirinya sendiri.
c. Social relationship seperti hubungan baik, hubungan berkelompok dan
berorganisasi yang berhubungan dengan hubungan antar manusia.
II.2.3 Penggolongan Motivasi
Motivasi dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
a. Motivasi eksterinsik, berkaitan dengan tangible reward seperti gaji dan
benefit, keamanan, promosi, kontrak servis, lingkungan dan kondisi
kerja.
b. Motivasi interinsik, berkaitan dengan psychological reward seperti
peluang berkarir, tantangan untuk berprestasi, menerima apresiasi,
penghargaan yang bersifat positif, dan sebagainya (Mullins, 1993).
II.2.4 Teori motivasi
Teori mengenai motivasi dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
UPN "VETERAN" JAKARTA
13
Theory Hierarchy of needs oleh Maslow, (Robbins, 2016)
a. Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Manusia selalu
menginginkan lebih banyak. Keinginan ini akan terus - menerus dan
hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba.
b. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi
para pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan
menjadi motivator.
c. Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang, yakni dimulai dari
tingkat kebutuhan yang terendah yaitu physiological, safety and security,
affiliation or acceptance, esteem dan self actualization.
Selain teori dari kebutuhan Maslow, teori ini kemudian dikembangkan lagi
oleh Herzberg dalam (Robbins, 2016) yang terkenal dengan “Teori Motivasi
Kerja Dua Faktor” yang membicarakan mengenai dua golongan utama kebutuhan
menutup kekurangan dan kebutuhan pengembangan. Menurut teori ini ada dua
faktor yang dapat mempengaruhi suatu kondisi pekerjaan seseorang, yaitu:
a. Faktor - faktor yang akan mencegah ketidakpuasan terdiri dari : gaji,
kondisi kerja, kebijakan perusahaan, penyeliaan kelompok kerja.
b. Faktor - faktor yang memberikan kepuasan terdiri dari : kemajuan,
perkembangan, tanggung jawab, penghargaan, prestasi dan pekerjaan itu
sendiri.
Menurut Herzberg, mencegah atau mengurangi ketidakpuasan dalam
pekerjaan tidak sama dengan memberikan kepuasan positif. Keduanya berasal dari
segi - segi motivasi kerja yang berbeda secara kualitatif. Motivasi bisa diberikan
jika digunakan motivator yang berfungsi. Terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan dalam memotivasi pegawai menurut Herzberg, yaitu :
a. Hal yang mendorong pegawai lebih bersemangat adalah pekerjaan yang
menantang yang mencakup : perasaan berprestasi, bertanggung jawab,
kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan
atas semuanya.
UPN "VETERAN" JAKARTA
14
b. Hal yang mengecewakan pegawai adalah faktor yang bersifat pada
pekerjaan seperti peraturan kerja, penerangan, istirahat, sebutan jabatan,
hak, gaji, tunjangan dan lain - lain.
c. Pegawai akan merasa kecewa apabila peluang bagi mereka untuk
berprestasi terbatas atau dibatasi, kemungkinan mereka akan cenderung
mencari - cari kesalahan.
Teori motivasi dari ERG Alderfer menurut Ivancevich (2007), Alderfer
sepakat dengan Maslow bahwa kebutuhan individu diatur dalam suatu hierarki.
Hierarki yang diajukan hanya melibatkan tiga rangkaian kebutuhan :
a. Existence (Eksistensi).
b. Relatedness (Hubungan).
c. Growth (Pertumbuhan).
Motivasi Individu
Setiap individu memiliki motivasi yang berbeda dalam suatu organisasi
yang sangat mempengaruhi hasil pekerjaan dan kinerja dalam organisasi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat yang di kemukakan McClelland dalam
(Ivancevich 2007), yaitu :
a. Kebutuhan akan prestasi (Need for achievement).
b. Kebutuhan akan afilasi (Need for affilation).
c. Kebutuhan akan kekuatan (Need for power).
McClelland mengemukakan bahwa ketika muncul suatu kebutuhan yang
kuat dalam diri seseorang, kebutuhan tersebut memotivasi dirinya untuk
menggunakan perilaku yang dapat mendatangkan kepuasannya. Berdasarkan hasil
penelitian, McClelland mengembangkan serangkaian faktor deskriptif yang
menggambarkan seseorang dengan kebutuhan yang tinggi akan pencapian. Hal
tersebut adalah:
a. Suka menerima tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah.
b. Cenderung menetapkan tujuan pencapaian yang moderat dan cenderung
mengambil resiko yang telah di perhitungkan.
UPN "VETERAN" JAKARTA
15
c. Menginginkan umpan balik atas kinerja.
I
VI II
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Dinilai kembali oleh karyawan
V III
Imbalan atau hukuman Prilaku yang
IV
Bagan 1 Motivasi Kerja
Sumber : Mangkunegara, 2005
II.3 Budaya Organisasi
II.3.1 Definisi Budaya Organisasi
Banyak definisi dari budaya organisasi, mulai dari yang sederhana sampai
yang kompleks. Budaya Organisasi menurut Cushway (2000 dalam Ismainar,
2015) dapat didefinisikan sebagai suatu sistem nilai organisasi dan akan
mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku.
Definisi lain budaya organisasi adalah kemauan, kemampuan, dan kesediaan
seseorang menyesuaikan perilakunya dengan budaya organisasi, mempunyai
relevansi tinggi dengan kemauan, kemampuan dan kesediaanya meningkatkan
produktivitas kerjanya Siagian (2009, hlm 188). Definisi budaya organisasi yang
terlengkap dikemukakan oleh Schein (1992 dalam Ismainar, 2015) yaitu budaya
organisasi dengan pola dari asumsi dasar yang telah dibuat, ditemukan atau
dikembangkan oleh kelompok tertentu untuk belajar mengatasi permasalahan
adaptasi eksternal dan integrasi internal dan telah bekerja dengan baik untuk
dianggap benar, dan arena itu untuk diajarkan ke anggota baru sebagai cara yang
Kebutuhan yang tidak di penuhi
Karyawan
Hasil evaluasi dari
Tujuan yang tercapai
Perilaku yang
berorientasi pada
tujuan
Mencari jalan untuk
memenuhi kebutuhan
kebukebutuhan
UPN "VETERAN" JAKARTA
16
benar untuk memahami, berpikir dan merasakan dalam hubungan dengan
permasalahan tersebut.
Dari beberapa definisi diatas dapat ditegaskan yang dimaksud dengan
Budaya Organisasi adalah suatu sistem makna yang dianut oleh anggota - anggota
organisasi, yang dimulai dari pimpinan tertinggi yang kemudian akan menentukan
bagaimana organisasi tersebut rasakan, pikirkan dan berkreasi terhadap
lingkungan yang beraneka ragam serta menjadi identitas suatu organitas.
Definisi budaya organisasi menurut Kreitner dan Kinicki (2005) ialah suatu
wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok dan
menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan, dan berkreasi
terhadap lingkungan yang beraneka ragam.
II.3.2 Fungsi Budaya Organisasi
Terdapat lima fungsi budaya organisasi menurut Robbins (1996 dalam
Ismainar 2015 hlm.8) :
a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan
organisasi yang lain.
b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota - anggota organisasi.
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan
organisasi itu dengan memberikan standar - standar yang tepat untuk
dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu
dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
II.3.3 Teori Budaya Organisasi
Terdapat beberapa teori mengenai budaya organisasi yang dikenal
dikalangan praktisi organisasi. Robbins (2016) memberikan karakteristik budaya
organisasi sebagai berikut :
UPN "VETERAN" JAKARTA
17
a. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana para karyawan didorong
agar inovatif dan berani mengambil resiko, perhatian terhadap detail.
Sejauh mana karyawan diharapkan memperhatikan kecermatan, analisis
dan perhatian terhadap detail.
b. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian terhadap
hasil bukan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
c. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan
dampak dari hasil pada orang - orang di dalam organisasi itu.
d. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasarkan
tim, bukan berdasarkan individu.
e. Keagresifan. Sejauh mana orang - orang agresif dan kompetitif dan
bukan santai - santai.
f. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi mempertahankan budaya
organisasi yang sudah baik.
Budaya organisasi sering diartikan sebagai nilai - nilai, simbol - simbol
yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga
anggota akan merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi yang dimana
anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan organisasi. Berbagai macam
bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya memiliki budaya yang berbeda hal ini
sangat wajar karena lingkungan organisasinya berbeda - beda. Alisyahbana (1980
dalam Noorkasiani dan Tamher 2009) mengatakan budaya merupakan manifestasi
dari cara berfikir, sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas sebab
semua tingkah laku dan perbuatan, mencakup di dalamnya perasaan karena
perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.
Budaya mengandung apa yang boleh dilakukan atau apa yang tidak boleh
dilakukan sehingga dapat diartikan sebagai suatu pedoman yang dipakai untuk
menjalankan aktivitas suatu organisasi. Keutamaan budaya organisasi merupakan
suatu pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia yang
melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi.
UPN "VETERAN" JAKARTA
18
Menurut Luthans (2008 dalam Kusumawati 2014) ada tujuh langkah dalam
membentuk budaya organisasi yang efektif yaitu :
a. Penyeleksian terhadap entry level personal.
b. Placement on the job terhadap karyawan baru yang dinyatakan diterima.
c. Penguasaan pekerjaan atau job mastery dengan ekstensif dan
memperkuat pengalaman lapangan.
d. Pengukuran dan penghargaan dan sistem pengendalian yang dengan
cermat disaring untuk memperkuat perilaku demi kesuksesan organisasi.
e. Kepatuhan terhadap the firm’s most important values.
f. Memperkuat sejarah dan cerita organisasi yang sudah ada.
g. Pengakuan dan promosi terhadap para individual yang sudah melakukan
pekerjaan mereka dengan baik.
Dalam membentuk budaya organisasi yang efektif dan kuat terletak pada
seorang pemimpin yang mampu mengatur seluruh anggota organisasi agar dapat
mengekspresikan potensi dalam diri mereka yang terikat dalam satu perilaku yang
selaras dengan tujuan organisasional serta dapat menciptakan iklim yang fleksibel
dan responsif terhadap perubahan dan perkembangan lingkungan.
II.4 Rumah Sakit
II.4.1 Definisi Rumah Sakit
Dalam undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Pasal 1
menjelaskan bahwa definisi rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
American Hospital Association, (1974 dalam Widiarta, Safril, Puspita,
2016) mengatakan bahwa rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga
medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang di derita oleh
pasien.
UPN "VETERAN" JAKARTA
19
II.4.2 Tujuan Rumah Sakit
Tujuan rumah sakit menurut undang - undang Republik Indonesia nomor 44
tahun 2009 tentang rumah sakit adalah :
a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit, dan sumber daya manusia di rumah sakit.
c. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit.
d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit dan rumah sakit.
II.4.3 Tugas Rumah Sakit
Menurut undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Pasal 4
tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna.
II.4.4 Fungsi Rumah Sakit
Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi
Menurut undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Pasal 5
yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medik.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
UPN "VETERAN" JAKARTA
20
II.4.5 Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut undang - undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 Pasal
19 mengenai jenis dan klasifikasi, rumah sakit di klasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria sebagai berikut :
a. Berdasarkan kepemilikan
1). Rumah sakit pemerintah
a) Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan
b) Rumah sakit pemerintah daerah
c) Rumah sakit militer
d) Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara
2). Rumah sakit swasta
b. Berdasarkan jenis pelayanan
1) Rumah sakit umum
adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah sakit khusus
adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit dan kekhususan lain.
c. Berdasarkan afiliansi pendidikan
1) Rumah sakit pendidikan
Rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk berbagai
profesi.
2) Rumah sakit non pendidikan
Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan profesi dan tidak
ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.
d. Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah
1) Rumah sakit umum kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
2) Rumah sakit umum kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik sekurang - kurangnya 11 spesialistik dan sub
spesialistik terbatas.
UPN "VETERAN" JAKARTA
21
3) Rumah sakit umum kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik spesialistik dasar.
4) Rumah sakit umum kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik dasar.
II.5 Perawat
II.5.1 Pengertian Perawat
Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup berbagai
aktivitas, konsep dan ketrampilan. Perawat memilik berbagai peran, seperti
pemberi layanan keperawatan, keputusan klinik, advokasi, manajer kasus,
pemberi kenyamanan, komunikator, penyuluh, peneliti dan perawat pelaksana
tingkat lanjut.
Undang - Undang RI Nomor 38 Tahun 2014, menjelaskan bahwa perawat
merupakan seseorang yang telah lulus dari pendidikan tinggi keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan
yang berlaku.
Profesi keperawatan merupakan profesi yang kompleks dan beragam.
Perawat berpraktek di berbagai tempat yang menuntut praktek asuhan
keperawatan dan peran perawat yang berbeda. Asuhan keperawatan sebagai
standar praktek keperawatan telah di publikasikan oleh American Nurses
Association (ANA) tahun 1992 meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Taylor, Lilis, LeMone, mendefinisikan perawat adalah seseorang yang
berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dengan melindungi
seseorang karena sakit, luka, dan proses penuaan (Budiono, 2015, hlm.25)
II.5.2 Paradigma Keperawatan
Menurut Gaffar (dalam Lestari, 2016), paradigma keperawatan merupakan
cara melihat, memikiran, memberi makna, menyikapi, dan memilih tindakan
terhadap berbagai keadaan yang terdapat dalam keperawatan, yang berfungsi
UPN "VETERAN" JAKARTA
22
sebagai acuan atau dasar dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Paradigma
keperawatan terdiri dari empat unsur, yaitu keperawatan, manusia, sehat - sakit,
dan lingkungan (Budiono, 2015 hlm. 23).
II.5.3 Jenis Perawat
Menurut UU no 38 tahun 2014 tentang keperawatan, disebutkan bahwa
terdapat dua jenis perawat, yaitu :
a. Perawat profesi
adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi keperawatan
baik level universitas atau sekolah tinggi kesehatan. Perawat profesi
terbagi menjadi dua, yaitu program profesi keperawatan dan program
profesi spesialis keperawatan.
b. Perawat vokasi
adalah perawat yang telah menyelesaikan pendidikan minimal diploma
tiga keperawatan.
II.5.4 Jenjang Karir Perawat
Depkes RI tahun 2006 menyusun jenjang karir bagi perawat, yang di
dalamnya di jelaskan penjenjangan karir perawat sebagai berikut :
a. Perawat Klinik (PK), yaitu perawat yang memberikan asuhan
keperawatan langsung kepada pasien/klien sebagai individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
b. Perawat Manager (PM), yaitu perawat yang mengelola pelayanan
keperawatan di sarana kesehatan, baik sebagai pengelola tingkat bawah
(front line manager), tingkat menengah (middle management) maupun
tingkat atas (top manager).
c. Perawat Pendidik (PP), yaitu perawat yang memeberikan pendidikan
kepada peserta didik di institusi pendidikan keperawatan.
d. Perawat Peneliti/Riset (PR), yaitu perawat yang bekerja di bidang
penelitian keperawatan/kesehatan.
UPN "VETERAN" JAKARTA
23
Depkes RI mengatur jenjang karir profesional perawat klinik kedalam lima
tingkatan yang didalamnya memuat kriteria masing - masing tingkatan termasuk
cara mencapai tingkatan tersebut. Jenjang karir perawat klinik tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Perawat Klinik I (PK I)
Perawat klinik I (Novice) adalah perawat lulusan D-III telah memiliki
pengalaman kerja 2 tahun atau Ners (lulusan S-I keperawatan plus
pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 0 tahun, dan mempunyai
sertifikat PK-I.
b. Perawat Klinik II (PK II)
Perawat klinik II (Advance Beginner) adalah perawat lulusan D-III
keperawatan dengan pengalaman kerja 5 tahun atau Ners (lulusan S-I
keperawatan plus pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 3 tahun,
dan mempunyai sertifikat PK-II.
c. Perawat Klinik III (PK III)
Perawat klinik III (Competent) adalah perawat lulusan D-III dengan
pengalaman kerja 9 tahun atau Ners (lulusan S-I keperawatan plus
pendidikan profesi) dengan pengalaman klinik 6 tahun atau ners spesialis
dengan pengalaman kerja 0 tahun, dan memiliki sertifikat PK-III. Bagi
lulusan D-III keperawatan yang tidak melanjutkan ke jenjang S-I
keperawatan tidak dapat melanjutkan ke jenjang PK-IV dan seterusnya.
d. Perawat Klinik IV (PK IV)
Perawat klinik IV (Proficient) adalah Ners (lulusan S-I keperawatan plus
pendidikan profesi) dengan pengalaman kerja 9 tahun atau ners spesialis
dengan pengalaman kerja 2 tahun dan memiliki sertifikat PK-IV, atau
Ners Spesialis Konsultan dengan pengalaman kerja 0 tahun.
e. Perawat Klinik V (PK V)
Perawat klinik V (Expert) adalah Ners spesialis dengan pengalaman kerja
4 tahun atau Ners Spesialis Konsultan dengan pengalaman kerja 1 tahun,
dan memiliki sertifikat PK-V.
UPN "VETERAN" JAKARTA
24
II.5.5 Ciri keperawatan
Menurut Asmadi (2008) ciri keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan umum dan khusus.
b. Pengakuan terhadap kode etik.
c. Dedikasi terhadap penguasaan keahlian.
d. Keterlibatan penuh dalam.
e. Akuntabilitas tindakan (Budiono, 2015 hlm. 51).
II.5.6 Kode Etik Keperawatan
Keperawatan dapat disebut sebagai profesi dimana salah satu ciri profesi
harus memiliki kode etik yang didalamnya terdapat tujuan dan profesi itu sendiri.
Kode etik keperawatan merupakan asas tertulis yang harus dijadikan pedoman
dalam berinteraksi dengan pasien agar apapun yang dilakukan oleh perawat
berada dalam standar yang benar (Budiono, 2015 hlm. 52).
Kode etik di Indonesia disusun dan ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) pada tanggal 29 November
1989, yang kemudian di revisi dan ditetapkan melalui Musyawarah Nasional
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) VIII di Balikpapan pada tanggal
27-30 Mei 2010.
Kode etik keperawatan Indonesia terdiri atas lima bab, yaitu :
a. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Klien.
b. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Peraktiknya.
c. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Masyarakat.
d. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Teman Sejawat.
e. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Profesinya.
II.5.7 Tanggung Jawab Perawat
a. Tanggung Jawab Utama Perawat
Tanggung jawab utama perawat adalah meningkatkan kesehatan,
mencegah timbulnya penyakit, memelihara kesehatan, dan mengurangi
UPN "VETERAN" JAKARTA
25
penderitaan.
b. Perawat, Individu, dan Anggota Kelompok Masyarakat
Dalam menjalankan tanggung jawab utamanya, perawat perlu
meningkatkan kesehatan lingkungan dengan tetap menghargai nilai -
nilai, adat istiadat, kebiasaan, dan kepercayaan masyarakat yang menjadi
pasiennya. Selain itu perawat juga memegang teguh rahasia pribadi
pasiennya dan hanya dapat memberi keterangan apabila dibutuhkan oleh
pihak yang berkepentingan.
c. Perawat dan Pelaksanaan Praktik Keperawatan
Perawat berperan sebagai penentu dan pelaksana standar praktik
keperawatan, selain itu perawat juga dapat mengembangkan pengetahuan
yang dimilikinya dan mempertahankan sikap sesuai dengan standar
profesi keperawatan.
d. Perawat dan Lingkungan Masyarakat
Perawat dapat melakukan pembaruan, mempunyai inisiatif dan berperan
serta aktif dalam masalah kesehatan dan sosial masyarakat.
e. Perawat dan Teman Sejawat
Perawat dapat bekerja sama dengan teman sejawat baik tenaga
keperawatan ataupun tegana keperawatan diluar keperawatan.
f. Perawat dan Profesi Keperawatan
Perawat berpartisipasi dalam memelihara kestabilan sosial dan ekonomi
sesuai dengan kondisi pelaksanaan peraktik keperawatan (Budiono, 2015
hlm. 55).
II.5.8 Hak dan Kewajiban Perawat
Menurut Undang - Undang yang terbaru UU No.38 tahun 2014 perawat
memiliki hak dan kewajiban. Hak seorang perawat dalam melaksanakan praktik :
a. Memperoleh perlindungan hukum selama melaksanakan tugas sesuai
dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
dan ketentuan peraturan perundang - undangan.
b. Memperoleh informasi yang benar, jelas dan jujur pada klien dan/atau
keluarganya.
UPN "VETERAN" JAKARTA
26
c. Menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah diberikan.
d. Menolak keinginan klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode
etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,
atau ketentuan peraturan perundang - undangan.
e. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.
Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan bekewajiban :
a. Melengkapi sarana dan prasarana pelayanan keperawatan sesuai dengan
standar pelayanan keperawatan dan ketentuan peraturan perundang -
undangan.
b. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar
keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan
ketentuan peraturan perundang - undangan.
c. Merujuk klien yang tidak dapat ditangani kepada perawat atau tenaga
kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya.
d. Mendokumentasikan asuhan keperawatan sesuai dengan standar.
e. Memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah
dimengerti mengenai tindakan keperawatan kepada klien dan/atau
keluarga sesuai dengan batas kewenangannya.
f. Melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain
yang sesuai dengan kompetensi perawat.
g. Melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.
II.5.9 Peran Perawat
Peran perawat didefinisikan sebagai tingkah laku yang diharapkan yang
dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial dari profesi perawat maupun luar profesi
perawat itu sendiri. Peran perawat menurut Konsorsium Ilmu Kesehatan Tahun
(1989 dalam Lestari, 2016) adalah sebagai berikut :
a. Pemberi asuhan keperawatan, dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar yang dibutuhkan.
UPN "VETERAN" JAKARTA
27
b. Advokat pasien, dengan memberikan berbagai informasi khususnya
dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan.
c. Pendidik, dengan membantu pasien meningkatkan pengetahuan
kesehatan yang diberikan.
d. Koordinator, dengan cara mengarahkan, merencanakan dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan dalam tim kesehatan, sehingga
pemberian pelayanan dapat terarah dan sesuai kebutuhan.
e. Kolaborator, karena perawat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
yang berupaya mengindentifikasi pelayanan kesehatan, diantaranya
diskusi atau tukar pendapat untuk tindakan selanjutnya.
f. Konsultan, peran ini dilakukan dari permintaan pasien atas pelayanan
keperawatan yang dilakukan.
g. Peneliti, dimana perawat melakukan perencanaan, kerja sama, perubahan
yang sistematis dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan
kesehatan (Budiono, 2015 hlm. 62).
II.5.10 Fungsi Perawat
Fungsi perawat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perawat sesuai
dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah dikarenakan keadaan yang terjadi
pada saat proses keperawatan. Beberapa fungsi perawat, antara lain :
a. Fungsi Independen
Tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter, bersifat mandiri
berdasarkan pada ilmu keperawatan. Contohnya adalah melakukan
pengkajian terhadap tindakan yang dilakukan.
b. Fungsi Dependen
Perawat membantu dokter melakukan pelayanan pengobatan dan
tindakan khusus, seperti pemasangan infus, pemberian obat dan
melakukan suntikan dimana dalam kegagalan tindakan medis tersebut
menjadi tanggung jawab dokter.
UPN "VETERAN" JAKARTA
28
c. Fungsi Interdependen
Tindakan berdasar kerja sama tim perawatan dan tim kesehatan,
contohnya menangani ibu hamil yang menderita diabetes, terdapat
kerjasama antara perawat dan ahli gizi (Budiono, 2015 hlm. 65).
II.5.11 Proses Keperawatan
Menurut Craven dan Hirnle dalam (Kozier, 2011) proses keperawatan
adalah suatu panduan untuk memberikan asuhan keperawatan profesional, baik
untuk individu, kelompok, keluarga dan komunitas. Dimana proses keperawatan
merupakan sarana atau alat yang digunakan perawat dalam bekerja, proses
keperawatan memiliki enam fase, yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap, yaitu :
a. Pengkajian.
b. Diagnosis.
c. Tujuan.
d. Rencana tindakan.
e. Implementasi.
f. Evaluasi.
II.5.12 Manfaat Proses Keperawatan
Asuhan keperawatan dapat dikatakan berhasil dan selesai apabila semua
tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan dalam perencanaan keperawatan
telah tercapai (Budiono, 2015 hlm. 113). Dilakukannya penetapan proses
keperawatan dapat bermanfaat untuk seorang perawat, pasien maupun rumah sakit
a. Manfaat proses keperawatan bagi perawat :
1) Menimbulkan rasa percaya diri karena semua perencanaan disusun
dengan baik berdasarkan pada diagnosis keperawatan yang ditunjang
oleh data yang tepat dan akurat.
2) Memberikan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
3) Membantu pengembangan proses profesionalisme.
4) Proses keperawatan yang terdokumentasi dengan baik akan
memudahkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
UPN "VETERAN" JAKARTA
29
b. Manfaat proses keperawatan bagi pasien :
1) Dapat ikut berpartisipasi dalam menentukan perencanaan keperawatan
dan meningkatkan kerja sama.
2) Mendapat asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
3) Mencegah terjadinya duplikasi tindakan dan kekurangan tindakan.
4) Mendapat kualitas asuhan keperawatan yang optimal.
c. Manfaat proses keperawatan bagi rumah sakit :
1) Kepuasan pasien menyebabkan pasien menjadi pelanggan tetap rumah
sakit.
2) Pasien dengan sendirinya menceritakan kepuasannya terhadap
tindakan yang diterimanya selama perawatan.
3) Meningkatkan jumlah pasein yang menjadi pelanggan dan
meningkatakn pendapatan rumah sakit (Budiono, 2015 hlm. 117).
UPN "VETERAN" JAKARTA
30
II.2 Penelitian Terkait Yang Pernah Dilakukan
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang mengangkat tema serupa
dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 1 Penelitian Terkait Yang Pernah Dilakukan
No Peneliti Judul Hasil
1 Sari, 2011 Pengaruh Budaya Organisasi
dan motivasi kerja terhadap
Kinerja Karyawan Bagian
Marketing Koperasi Jasa
Keuangan Sya’riah Baitul
Maal Wal Tamwil Tumang.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
budaya Organisasi dan motivasi kerja terhadap
kinerja Karyawan bagian marketing BMT
Tumang.
2 Kusumawati,
2014
Pengaruh Budaya Oragnisasi
dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai di
Kantor Regional I Badan
Kepegawaian Negara
Yogyakarta
Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari
budaya organisasi dan motivasi kerja secara
bersama sama terhadap kinerja pegawai
Dikantor Regional I Badan Kepegawaian
Negara Yogyakarta.
3 Octaviana, 2011 Pengaruh Budaya Organisasi
dan Motivasi dan Kepuasan
Kerja Serta Kinerja
Karyawan PT Mirota
Kampus Di Yogyakarta
a.Budaya Organisasi berpengaruh positif
terhadap motivasi karyawan PT Mirota
Dikampus Yogyakarta.
b.Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan PT Mirota Dikampus Yogyakarta
UPN "VETERAN" JAKARTA
31
II.3 Kerangka Teori
Motivasi Kerja :
Interinsik :
1.Tantangan untuk berprestasi
2. Menerima Apresiasi
3. Penghargaan
4. Physycological reward
Eksterinsik
1.Tangiable reaward
2.Benefit
3.Keamanan
4.Kontak servis
5.Promosi
Motivasi Kerja :
1 : Economic reward
2 : Instrinsic satisfaction
3 : Social relationship
Bagan 2 Kerangka Teori
Faktor individu
(Komitmen)
Faktor organisasi :
(Lingkungan kerja)
Usia
Faktor psikologis
(kepribadian)
Budaya Organisasi :
1. Inovasi dan pengambilan
resiko
2. Orientasi hasil
3. Orientasi orang
4. Orientasi tim
5. Keagresifan
6. Kemantapan Kinerja :
1. Kesetiaan
2. Hasil kerja
3. Tanggung jawab
4. Ketaatan
5. Kejujuran
6. Kerjasama
7. Prakarsa
8. Kepemimpinan
9. Kemampuan individual
10. Usaha yang dicurahkan
11. Lingkungan organisasional
Sumber : Mathis dan Jackson, 2012 ; Sastrohadiwiryo, 2005 ;
Mullins, 1993
= Yang di teliti = Tidak di teliti
UPN "VETERAN" JAKARTA
32
II.4. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3 Kerangka Konsep
II.5. Hipotesis
H0 : Terdapat hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja.
H1 : Terdapat hubungan antara motivasi kerja terhadap kinerja.
- Budaya Organisasi
- Motivasi Kerja
- Kinerja
UPN "VETERAN" JAKARTA