bab ii tinjauan pustaka ii.1 gajah ii.1.1 gajah afrika ... · pdf filegajah adalah hewan...
TRANSCRIPT
5
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Gajah
Gajah adalah hewan mamalia, merupakan satu-satunya famili yang tersisa dari
ordo Proboscidea. Gajah merupakan hewan darat terbesar di dunia. Sepanjang 55
juta tahun terdapat 500 spesies gajah yang dikenal, tetapi saat ini di dunia hanya
terdapat 2 spesies gajah, yaitu gajah Afrika dan gajah Asia.
II.1.1 Gajah Afrika (Loxodonta africana).
Gajah-gajah dari genus Loxodonta, yang lebih dikenal dengan gajah Afrika,
sekarang ini ditemukan di 37 lokasi di Afrika. Gajah Afrika berbeda dengan gajah
Asia dalam beberapa hal, yang paling nyata terlihat adalah telinganya yang lebih
besar dan berbentuk konkaf terbalik. Gajah Afrika jantan dan betina keduanya
memiliki gading dan biasanya memiliki rambut yang lebih sedikit dibandingkan
dengan gajah Asia. Gajah Afrika diklasifikasikan menjadi dua subspesies, yaitu
gajah savanna (Loxodonta africana africana) dan gajah hutan (Loxodonta
africana cyclotis) [Eggert et al., 2002], analisis DNA terbaru menyatakan bahwa
keduanya merupakan species yang berbeda [Roca et al., 2001], namun pernyataan
ini belum sepenuhnya diterima secara univesal. Gajah savanna merupakan
binatang terbesar didunia, tingginya mencapai 4 m sampai batas bahu dan berat
rata-ratanya 7.000 kg (7.7 tons). Gajah savanna paling sering ditemukan di padang
rumput, rawa-rawa, dan tepi danau. Kebanyakan gajah savanna tinggal di bagian
selatan Sahara. Jenis lain dari gajah Afrika adalah gajah hutan (Loxodonta
cyclotis). Dibandingkan dengan gajah savanna, bentuk telinga biasanya lebih kecil
dan lebih bulat, dan gadingnya lebih kurus dan tidak terlalu banyak mengarah
keluar. Gajah hutan dapat mencapai berat 4.500 kg dan tingginya hingga 3 m.
Gajah hutan lebih sulit dipelajari karena lingkungan hidup mereka yang sulit
dijangkau. Secara normal mereka hidup di hutan hujan di pusat dan barat Afrika,
namun ada kalanya mereka menyisiri tepian hutan dan bersinggungan dengan
teritorial gajah savanna dan menghasilkan keturunan dengannya. Di tahun 1979,
Iain Douglas-Hamilton memperkirakan populasi Gajah Afrika sekitar 1.3 juta
ekor [Douglas et al., 1979]. Perkiraan ini kontroversial dan dan berlebihan [Parker
6
et al., 1983]. Namun telah disitasi secara luas dan menjadi fakta yang salah dalam
mengukur jumlah nyata polulasi dari species itu. Ditahun 1980, Loxodonta
menerima perhatian yang luas dari dunia luas berkaitan dengan jumlah
populasinya yang memprihatinkan di Afrika Timur. Menurut Laporan Status
gajah Afrika IUCN [Blanc et al., 2007] di Afrika ada kira-kira antara 470,000 dan
690,000 gajah Afrika di alam liar. Sejauh ini populasi terbesar ditemukan di
Afrika Selatan dan Timur. Akibatnya di Afrika Selatan membuat undang-undang
bahwa ilegal bila membunuh gajah.
Gambar II.1 Gajah Afrika (Loxodonta africana). Saat ini merupakan gajah
terbesar di dunia dengan tinggi mencapai 4 meter dan berat 7.000 kg.
Telinganya yang lebih besar dan berbentuk konkaf terbalik
II.1.2 Gajah Asia (Elephas maximus).
Diperkirakan populasi gajah Asia sekitar 60,000 ekor, atau sekitar sepersepuluh
dari jumlah gajah Afrika. Lebih rinci diperkirakan gajah liar antara 38.000 ekor
hingga 53.000 ekor dan gajah yang domestikasi sekitar 14.500 hingga 15.300
yang tersebar di kebun binatang dan pusat perlindungan hewan di Asia [Asian
Elephant distribution, 2007] Asian elephants mengungkapkan bahwa
kemungkinan penyebab utamanya adalah perburuan liar dan pengrusakan habitat
hidupnya akibat ulah manusia. Gajah Asia berbeda daripada gajah Afrika. Gajah
Asia memiliki telinga lebih kecil sedikit daripada gajah Afrika, mempunyai dahi
yang rata, dan dua bonggol di kepalanya merupakan puncak tertinggi gajah,
dibandingkan dengan gajah Afrika yang mempunyai hanya satu bonggol di atas
7
kepala. Selain itu, ujung belalai gajah Asia hanya mempunyai 1 bibir, sementara
gajah Afrika mempunyai 2 bibir di ujung belalai. Kedua jenis kelamin gajah
Afrika mempunyai gading sementara hanya gajah Asia jantan yang mempunyai
gading yang jelas kelihatan. Beberapa subspecies Elephas maximus, yaitu gajah
Sri Lanka, gajah India, gajah Sumatera dan gajah Borneo.
II.1.2.1 Gajah Sri Lanka
Subspesies yang pertama adalah gajah Sri Lanka (Elephas maximus maximus).
Ditemukan hanya di pulau Sri Lanka, hewan ini merupakan yang terbesar di Asia.
Populasinya diperkirakan 3,000–4,500 ekor hingga hari ini di alam liar. Gajah
jantan dewasa memiliki bobot badan hingga 5,400 kg dan tinggi mencapai 3,4 m.
Gajah Sri Lanka jantan mempunyai cranial besar yang menonjol, kedua jenis
kelamin dari gajah ini mempunyai daerah depigmentasi lebih dibanding gajah
Asia lainnya. Secara khas, permukaan kulit telinga, muka, belalai dan perut
mereka dipenuhi bintik bintik merah muda.Untuk mencegah kepunahan dibangun
tempat penangkaran gajah di Pinnawala Sri Lanka.
II.1.2.2 Gajah India
Gajah India (Elephas maximus indicus), jumlah populasinya sekitar 36,000 ekor,
gajah ini berwarna abu-abu, dengan depigmentasi hanya pada bagian telinga dan
belalainya. Gajah jantan dewasa memiliki bobot sekitar 5,000 kg dengan rata-rata
tingginya sama dengan gajah Sri Lanka. Gajah ini tersebar di India, Laos, Burma,
Kamboja, Thailand, Malaysia dan China.
II.1.2.3 Gajah Sumatera
Gajah dengan postur kecil dibanding gajah yang dibahas sebelumnya adalah gajah
Sumatera (Elephas maximus sumatrensis). Populasi gajah ini diperkirakan dari
2,100 hingga 3,000 ekor. Kulitnya berwarna abu-abu terang dan depigmentation
yang paling sedikit dibanding gajah Asia lainnya, dengan bintik merah muda
hanya pada bagian telinga. Gajah Sumatera dewasa biasanya hanya memiliki
tinggi 1.7–2.6 m sampai batas bahu dan bobot badan kurang dari 3,000 kg. Gajah
ini hanya berada di pulau Sumatera biasanya di kawasan hutan.
8
Berikut merupakan klasifikasi gajah Sumatera:
Kingdom
Phylum
Subphylum
Class
Order
Superfamily
Family
Subfamilia
Tribe
Subtribe/Supergenus
Genus
Species
Subspecies
: Animalia
: Chordata
: Vertebrata
: Mammalia
: Proboscidea
: Elephantoidea
: Elephantidae
: Elephantinae
: Elephantini
: Elephantina/Elephadon
: Elephas
: Elephas maximus
: Elephas maximus sumatrensis
II.1.2.4 Gajah Borneo
Ditahun 2003 telah diidentifikasikan subspesies baru didaerah Borneo, yaitu
Gajah Kerdil Borneo, ini adalah gajah terkecil dibandingkan gajah Asia lainnya
selain itu gajah ini juga paling jinak. Gajah Borneo memiliki telinga yang relatif
besar, ekor yang panjang dan gading yang lurus.
Gambar II.2 Gajah Asia (Elephas maximus indicus). Warna kulit cenderung abu-
abu dengan depigmentasi pada bagian telinga dan belalainya. Bobot
badan mencapai 5.000 kg dengan tinggi 3-3,5 meter.
Sumber: IUCN, 2006
9
II.1.2 Peta Penyebaran Populasi Gajah
Gajah yang masih ada sekarang tersebar di Afrika dan Asia.
Gambar II.3 Gambar Peta Penyebaran Populasi Gajah. (A) Gambar penyebaran
populasi gajah Asia yang menyebar di Indonesia, Malaysia,
Kamboja, Thailand, Sri Lanka, India, Burma, China, dll dan (B)
gambar penyebaran populasi gajah Afrika yang menyebar di Zambia,
Zimbabwe, Republik Congo, Kenya, dll.
A.
B.
Sumber : www.scionline.org
Sumber : www.elephanttag.org
10
II.1.3 Pola Hidup Gajah
Gajah hidup di dalam urutan sosial yang terstruktur. Kehidupan sosial dari jantan
dan betina sungguh berbeda. Betina menghabiskan hampir seluruh hidupnya di
dalam satu grup keluarga yang terdiri atas ibu, anak perempuan, saudara
perempuan, dan bibi. Grup ini dipimpin oleh perempuan tertua. Sedangkan jantan
dewasa menghabiskan waktunya dalam kehidupan sendiri (tidak berkelompok).
Sebagai anggota dari kelas Mamalia, gajah berkembangbiak dengan cara beranak.
Gajah betina hanya mampu melahirkan satu anak gajah dan akan menjaga
anaknya sampai mampu berdiri dalam jangka waktu 5 tahun. Periode kehamilan
gajah adalah 22 bulan, terlama dibandingkan hewan darat lainnya. Berat anak
gajah pada umumnya 120 kilogram. Seekor gajah bisa hidup selama 70 tahun,
bahkan lebih lama.
Gajah adalah hewan herbivora. Ia menghabiskan 16 jam sehari untuk
mengumpulkan makanan tanaman. Makanannya terdiri atas sedikitnya 50%
rumput, ditambah dengan dedaunan, ranting, akar, dan sedikit buah, benih dan
bunga. Karena gajah hanya mencerna 40% dari yang dimakannya, mereka harus
mengonsumsi makanan dalam jumlah besar. Gajah dewasa dapat mengonsumsi
300 hingga 600 pon (140-270 kg) makanan per hari. Enam puluh persen dari
makanan tersebut tertinggal dalam tubuh gajah tidak tercerna.
II.2 Mitokondria
Mitokondria merupakan organel yang berperan dalam metabolisme energi dalam
sel eukariot. Mereka bertanggung jawab hampir pada semua penggunaan energi
yang berasal dari pemecahan karbohidrat dan asam lemak, dimana dikonversi
dalam bentuk ATP melalui proses fosporilasi oksidatif. Mitokondria sangat unik
karena memiliki DNA sendiri, dimana mengkode tRNA, rRNA, dan beberapa
protein dalam mitokondria [Cooper, 2000]
II.2.1 Struktur Mitokondria
Mitokondria berbentuk elips dengan diameter ~0,5 �m dan panjang 0,5 – 1,0 �m,
serta berfungsi sebagai penghasil energi. Mitokondria terdiri dari 4 bagian
11
penting, yaitu: (1) membran luar, (2) membran dalam, (3) ruang antarmembran,
dan (4) matriks. Membran luar adalah tempat berlangsungnya reaksi fosforilasi
oksidatif, membran dalam adalah tempat berlangsungnya sintesis fosfolipid, ruang
antarmembran adalah tempat dihasilkannya nukleotida kinase, dan matriks adalah
tempat terjadinya oksidasi piruvat dan siklus asam sitrat (siklus Krebs). Struktur
mitokondria dapat dilihat pada Gambar II.4. Mitokondria didukung oleh hipotesis
endosimbiosis yang mengatakan bahwa pada tahap awal evolusi sel eukariot
bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) (Margullis, 1981). Kemudian keduanya
mengembangkan hubungan simbiosis dan membentuk organel sel yang pertama.
Adanya DNA pada mitokondria menunjukkan bahwa dahulu mitokondria
merupakan entitas yang terpisah dari sel inangnya. Hipotesis ini ditunjang oleh
beberapa kemiripan antara mitokondria dan bakteri. Ukuran mitokondria
menyerupai ukuran bakteri, dan keduanya bereproduksi dengan cara membelah
diri menjadi dua. Hal yang utama adalah keduanya memiliki DNA berbentuk
lingkar. Oleh karena itu, mitokondria memiliki sistem genetik sendiri yang
berbeda dengan sistem genetik inti. Selain itu, ribosom dan rRNA mitokondria
lebih mirip dengan yang dimiliki bakteri dibandingkan dengan yang dikode oleh
inti sel eukariot (Cooper, 2000).
Gambar II.4. Struktur Mitokondria. Mitokondria berbentuk lonjong atau bulat,
dibalut oleh sistem membran ganda, yang terdiri dari membran
luar dan membran dalam. Lipatan membran dalam (krista)
meluas kebagian dalam matrik.
Sumber: en.wikipedia.org
12
II.2.2 Fungsi Mitokondria
Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia dalam bentuk ATP
yang akan dipergunakan untuk aktivitas seluruh sel-sel tubuh manusia. Secara
garis besar, reaksi pembentukan ATP yang berlangsung di mitokondria dapat
dibagi menjadi 3 tahap yaitu (1). Reaksi oksidasi piruvat (atau asam lemak)
menjadi CO2. Reaksi ini terkait dengan reduksi NAD
+
dan FAD menjadi NADH
dan FADH2
yang berlangsung dalam ruang matriks mitokondria. (2). Transfer
elektron dari NADH dan FADH2
ke O yang berlangsung pada membran dalam
dan terkait dengan pembentukan proton motive force atau gradien elektrokimia
lintas membran dalam mitokondria. (3). Pemanfaatan energi yang tersimpan
dalam bentuk gradien elektrokimia untuk memproduksi ATP. Reaksi ini
dikatalisis oleh kompleks enzim F0-F
1 ATP sintetase yang berlokasi pada
membran dalam (Gambar II.5).
Gambar II.5 Jalur metabolik dalam mitokondria. Spiral menunjukkan reaksi
oksidasi yang menghasilkan pelepasan acetyl-coenzim A dan
penurunan flavoprotein. ANT adenine nucleotide translocator, CACT
carnitine-acyl carnitine translocase, CPT carnitine
palmitcyltransferase, DIC dicarboxylate carrier, ETF electron-
transfer flavoprotein. ETH-DH electron transfer dehydrogenase,
PDHC pyruvate dehydrogenase complex.
13
II.2.3 DNA Mitokondria
Mitokondria memiliki genomnya sendiri yang dikenal sebagai DNA mitokondria
(mtDNA) dan berbeda dengan genom inti. Struktur mtDNA dapat dilihat pada
Gambar II.6. DNA gajah berbentuk sirkuler dan memiliki untai ganda yang terdiri
atas untai Heavy (H) dan untai Light (L). Penamaan ini didasarkan pada perbedaan
densitas tiap untai dalam gradien denaturan cesium klorida (CsCl), dimana untai
H memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan untai L karena
untai H memiliki lebih banyak basa-basa purin yang memiliki dua buah cincin
pada strukturnya. Untai L memiliki komposisi basa sebagai berikut T 24,7%, C
31,2%, A 30,9%, dan G 13,2%. Dapat dilihat bahwa komposisi basa purin (A+G)
lebih kecil (44,1%) dibandingkan dengan basa pirimidin (T+C), yaitu 55,9%.
Gambar II.6 DNA mitokondria Mammoth (Mammuthus primigenius)
MtDNA berbentuk sirkular, beruntai ganda (untai H untuk Heavy
dan untai L untuk Light), berukuran 16842 pb yang terdiri dari
daerah pengode (coding region) yang mengode 2 rRNA, 22 tRNA,
13 polipeptida dan daerah yang tidak mengode (non coding region)
atau daerah pengontrol yang mengandung D-loop. [Rogaev et al.,
2006, Krause et al., 2006]
14
DNA mitokondria Mammoth berukuran 16842 pb, mtDNA gajah Asia berukuran
16902 pb dan mtDNA gajah Afrika berukuran 16866. Urutan lengkap gajah
Afrika (Loxodonta africana) ditentukan pertama kali oleh Hauf et al. (2000).
Urutan lengkap nukleotida Mammoth (Mammuthus primigenius) pertama kali
ditentukan oleh Krause et al. (2005). Urutan lengkap gajah Asia (Elephas
maximus indicus) ditentukan oleh Rogaev et al. (2006). MtDNA gajah
mengandung 37 gen pengode untuk 2 rRNA, 22 tRNA, dan 13 polipeptida yang
merupakan subunit kompleks enzim yang terlibat dalam fosforilasi oksidatif, yaitu
subunit 1, 2, 3, 4, 4L, 5, dan 6 dari kompleks I (NADH dehidrogenase); subunit b
(sitokrom b) dari kompleks III (koenzim Q - sitokrom C reduktase); subunit I, II,
dan III dari kompleks IV (sitokrom oksidase); serta subunit 6 dan 8 dari kompleks
V (ATP sintase). Selain gen pengode tadi, DNA mitokondria memiliki daerah
yang tidak mengkode (noncoding region) sepanjang 1420 pb, mulai dari
nukleotida 15422 sampai 16842 dan terletak di antara gen tRNApro
dan tRNAphe
.
Daerah non coding ini mengandung daerah dengan variasi tinggi yang disebut
dengan displacement loop (D-loop). D-loop merupakan daerah beruntai tiga
(triple stranded), untai ketiga lebih dikenal sebagai 7S DNA. Selain D-loop,
daerah non coding juga mengandung origin of replication untuk untai H (OH) dan
promoter untuk untai H dan L (PL dan PH), oleh karena itu sering disebut daerah
pengontrol (control region).
II.2.4 Sifat DNA Mitokondria
II.2.4.1 Pola Pewarisan Secara Maternal
DNA mitokondria berbeda dengan DNA inti karena mtDNA diwariskan melalui
garis keturunan ibu (Browning et al., 1982, Giles et al.,1980). Sel telur memiliki
jumlah kopi mtDNA yang tinggi ( ≥ 100000) sementara sel sperma memiliki
jumlah kopi mtDNA yang rendah (100-1500) (Chen et al., 1995, Manfredi et al.,
1997) dan terdapat paling banyak pada bagian ekornya. Dalam sel sperma
mitokondria banyak terkandung dalam bagian ekor karena bagian ini yang sangat
aktif bergerak sehingga membutuhkan banyak ATP. Pada saat terjadi pembuahan
sel telur, bagian ekor sperma dilepaskan sehingga hanya sedikit atau hampir tidak
ada mtDNA yang masuk ke dalam sel telur. Karena tidak terjadi rekombinasi,
15
maka mtDNA bersifat haploid, diturunkan dari ibu ke seluruh keturunannya (Cann
et al., 1987, Giles et al., 1980, Wallace, 1997).
Gambar II.7 Pola pewarisan mtDNA
Gambar ini menunjukkan bagaimana mtDNA (berwarna biru)
diwariskan dari ibu ke seluruh anaknya. Lelaki direpresentasikan
oleh kotak dan perempuan direpresentasikan oleh lingkaran. (Cann et
al., 1987, Giles et al., 1980, Wallace, 1997).
II.2.4.2 Laju Mutasi mtDNA
DNA mitokondria juga bersifat unik dan berbeda dengan DNA inti karena
memiliki laju mutasi yang tinggi, yaitu sekitar 10-17 kali DNA inti (Wallace, et
al., 1997). Hal ini disebabkan karena mtDNA tidak memiliki mekanisme reparasi
yang efisien [Bogenhagen, 1999], tidak memiliki protein pelindung seperti histon,
dan terletak berdekatan dengan membran dalam mitokondria tempat
berlangsungnya reaksi fosforilasi oksidatif yang menghasilkan radikal oksigen
sebagai produk samping (Richter, 1988). Tidak adanya aktivitas ini menyebabkan
mtDNA tidak memiliki sistem perbaikan yang dapat menghilangkan kesalahan
replikasi. Replikasi mtDNA yang tidak akurat ini akan menyebabkan mutasi
mudah terjadi. Dalam mitokondria sendiri, daerah D-loop memiliki laju mutasi
16
yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pengode karena pada posisi inilah
awal replikasi dimulai (Howell et al., 1996).
II.2.4.3 Kode Genetik mtDNA
Salah satu bentuk keunikan lain dari mtDNA adalah kode genetik mitokondria
menunjukkan perbedaan dalam hal pengenalan kodon yang berbeda dengan kode
universal. Perbedaan ini ditunjukkan pada II.1
Tabel II.1 Perbedaan kodon mtDNA manusia dengan kodon universal.
Universal MtDNA Manusia
UGA STOP Triptofan
AUA Isoleusin Metionin
AUU Isoleusin Metionin
AGG Arginin STOP
AGA Arginin STOP
Ada tiga jenis mutasi yang dapat tejadi pada DNA mitokondria, yaitu substitusi,
delesi, dan inseri. Substitusi terjadi ketika ada perubahan basa pada nukleotida.
Substitusi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (1) substitusi transisi, yaitu perubahan
nukleotida menjadi nukleotida lain yang jenis basanya sama, dari purin menjadi
purin atau dari pirimidin menjadi pirimidin, misalnya A � G, C � T, dan
sebaliknya, (2) substitusi transverse, yaitu perubahan nukleotida menjadi
nukleotida lain yang jenis basanya berbeda, dari purin menjadi pirimidin atau
sebaliknya, misalnya dari A � C dan C � G. Insersi terjadi akibat adanya
penyisipan nukleotida, sedangkan delesi terjadi akibat adanya pengurangan
nukleotida.
DNA polimerase untuk replikasi DNA mitokondria adalah DNA polimerase �
yang tidak mempunyai aktivitas proofreading (eksonuklease). Tidak adanya
aktivitas ini menyebabkan mtDNA tidak memiliki sistem perbaikan yang dapat
menghilangkan kesalahan replikasi. Replikasi mtDNA yang tidak selalu akurat ini
akan menyebabkan mutasi mudah terjadi. Mutasi ini akan diturunkan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya sehingga semakin jauh hubungan kekerabatan
antara dua individu, makin besar pula jumlah perbedaan mutasi. Variasi basa atau
polimorfisme yang disebabkan oleh mutasi ini disebut dengan Single Nucleotide
17
Polymorphism (SNP). SNP, yang dapat terjadi pada daerah pengkode (coding
region) maupun daerah bukan pengkode (noncoding region), misalnya pada
daerah D-loop, dapat digunakan untuk membedakan satu individu dengan
individu lain.
II.3 Polymerase Chain Reaction
PCR merupakan teknik in vitro untuk DNA yang dibatasi oleh sepasang primer
(oligonukleotida pendek) menggunakan enzim 17 DNA polimerase dan dNTP
sebagai monomernya [Newton dan Graham, 1997; Innis dan Gelfand, 1990]. Pada
umumnya proses PCR berlangsung dalam tiga tahap yaitu: (1). Denaturasi, yaitu
pemisahan DNA untai ganda menjadi untai tunggal karena terjadi pemutusan
ikatan hidrogen basa-basanya pada suhu tinggi (94-96 °C). (2). Annealing, yaitu
tahap penempelan primer pada templat DNA. Suhu annealing dapat dihitung
berdasarkan nilai melting temperatur (Tm) dari primer-primer yang digunakan.
(3). Extension, yaitu tahap reaksi polimerisasi oleh enzim DNA polimerase
menggunakan dNTP sebagai monomernya dan dimulai dari ujung 3’ primer
sepanjang DNA templatnya hingga terbentuk untai DNA baru. Tahap ini
berlangsung pada temperatur saat enzim DNA polimerase bekerja optimal. Waktu
yang dibutuhkan pada tahap ekstensi tergantung pada panjang fragmen yang
diamplifikasi dan kecepatan reaksi (processity) dari enzim DNA polimerase yang
digunakan [Cheng dan Kolmodin, 1997]. Ketiga tahap tersebut merupakan siklus
yang berlangsung secara terus menerus. Untuk menghasilkan produk yang banyak
dibutuhkan sekitar 25-30 siklus. Secara teori jumlah fragmen DNA yang
dihasilkan selama n siklus PCR dirumuskan dengan (2n
– 2n)x, dimana n = jumlah
siklus, dan x = jumlah templat DNA [Newton dan Graham, 1997; Innis dan
Gelfand, 1990].
II.4 Direct Sequencing dengan Metode Dideoksi-Sanger
Direct sequencing adalah proses sekuensing menggunakan templat DNA hasil
PCR secara langsung tanpa melalui proses kloning. Dideoksi Sanger adalah
metode penentuan urutan nukleotida yang didasarkan pada terminasi basa spesifik
saat dilakukan sintesis DNA secara in vitro oleh enzim DNA polimerase
18
menggunakan satu primer. Basa spesifik yang digunakan adalah ddNTP yaitu
dideoksinukleosida trifosfat yang tidak memiliki gugus hidroksil pada karbon
3’nya. Hilangnya gugus hidroksil ini menyebabkan DNA polimerase tidak dapat
membentuk ikatan fosfodiester dengan dNTP atau ddNTP berikutnya, sehingga
terjadi proses terminasi sintesis rantai DNA setelah reaksi dengan ddNTP.
Terminasi berlangsung secara acak sehingga dihasilkan untai DNA yang
panjangnya berbeda [Newton dan Graham, 1997]. Elektroforesis gel
poliakrilamida berfungsi untuk memisahkan masing-masing fragmen berdasarkan
ukuran nukleotidanya. 18 Detektor akan mendeteksi masing-masing fragmen
berlabel dengan bantuan program komputer sehingga akhirnya bisa disusun urutan
nukleotidanya.
Beberapa faktor mempengaruhi kualitas hasil sekuensing yaitu jumlah templat
DNA, kemurnian DNA, kualitas primer, serta kontaminan seperti EDTA, fenol,
dan kadar garam yang tinggi. EDTA pada konsentrasi di atas 0,5 mM dapat
mengganggu ion Mg2+
sebagai kofaktor enzim DNA polimerase. Adanya fenol
dapat mengganggu dye fluorescent. Konsentrasi garam yang tinggi dapat
menginhibisi enzim [Robertson, 1996]. Direct sequencing telah banyak digunakan
dalam berbagai bidang penelitian misalnya bidang forensik, antropologi, dan
medis.