bab ii tinjauan pustaka - wisuda.unud.ac.id ii skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil...

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebagai landasan dan rujukan dalam penelitian, peneliti mengemukakan beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang terkait dengan bidang penelitian yang meliputi: 2.1 Tunagrahita Tunagrahita bukanlah sebuah penyakit, meskipun tunagrahita merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap fungsi intelektual dan fungsi adaptif (Gunarsa, 2006). 2.1.1 Pengertian Tunagrahita Tunagrahita (mental retardation) adalah keadaan dengan inteligensi yang kurang (IQ <70) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak), dan biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Tunagrahita disebut juga olegofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) (Maramis, 2009). Tunagrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang ditandai dengan adanya kelemahan (impairment) keterampilan atau kecakapan (skills) selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, motorik, bahasa, dan sosial (DSM-IV, 1994 dalam Lombantobing, 2006). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita merupakan suatu keadaan dengan adanya gangguan perkembangan 12

Upload: truongtram

Post on 01-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai landasan dan rujukan dalam penelitian, peneliti mengemukakan

beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang terkait dengan bidang

penelitian yang meliputi:

2.1 Tunagrahita

Tunagrahita bukanlah sebuah penyakit, meskipun tunagrahita merupakan

hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran

keterbatasan terhadap fungsi intelektual dan fungsi adaptif (Gunarsa, 2006).

2.1.1 Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita (mental retardation) adalah keadaan dengan inteligensi yang

kurang (IQ <70) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak), dan

biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi

gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Tunagrahita disebut juga

olegofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) (Maramis, 2009).

Tunagrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak

lengkap yang ditandai dengan adanya kelemahan (impairment) keterampilan atau

kecakapan (skills) selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua

tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, motorik, bahasa, dan sosial

(DSM-IV, 1994 dalam Lombantobing, 2006).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

tunagrahita merupakan suatu keadaan dengan adanya gangguan perkembangan

12

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

13

mental secara menyeluruh sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa

anak) ditandai dengan adanya kelemahan (impairment) keterampilan atau

kecakapan (skills) sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu

kemampuan kognitif, motorik, bahasa, dan sosial.

2.1.2 Penyebab Tunagrahita

Tunagrahita primer merupakan tunagrahita yang disebabkan oleh faktor

keturunan (retardasi mental genetik) atau bahkan faktor yang tidak diketahui

(retardasi mental simpleks). Sementara itu, penyebab tunagrahita sekunder adalah

faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor- faktor ini mempengaruhi otak

pada waktu pranatal, perinatal atau postnatal (Maramis, 2009).

2.1.3 Karakteristik Tunagrahita

Karakteristik merupakan ciri khas, watak atau tabiat yang dimiliki oleh

seseorang (KBBI, 2008). Karakteristik anak tunagrahita dibedakan berdasarkan

tingkat ketunagrahitaannya. Intelligence Quotient (IQ) bukanlah satu-satunya

patokan yang dipakai untuk menentukan ringan-beratnya tunagrahita, namun

dapat juga dipakai kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial

atau kerja (vokasional). Gambaran penting tunagrahita adalah fungsi intelektual

dibawah rata-rata (IQ <70) yang disertai dengan adanya keterbatasan dalam area

fungsi adaptif seperti keterampilan komunikasi, perawatan diri, keterampilan,

interpersonal atau soaial, penggunaan sumber masyarakat, tinggal di rumah,

penunjuk diri, keterampilan akademik, pekerjaan, kesehatan, dan keamanan

(King, 2000 dalam Napolion, 2010).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

14

Karakteristik tunagrahita ditinjau dari segi intelektual (IQ), sosial, dan

pendidikan (DSM-IV, 1994 dalam Lumbantobing, 2006; Hallahan & Kauffman,

2006; Maramis, 2009), yaitu:

a. Tunagrahita ringan

Intellegencia Quotient (IQ) 50-70, dapat mencari nafkah secara sederhana

dalam keadaan baik, serta dapat dilatih dan dididik di sekolah khusus.

b. Tunagrahita sedang

Intellegencia Quotient (IQ) 35-49, mengenal bahaya, tidak dapat mencari

nafkah, tidak dapat dididik, namun dapat dilatih.

c. Tunagrahita berat

Intellegencia Quotient (IQ) 20-34, mengenal bahaya, tidak dapat mencari

nafkah, tidak dapat dididik, namun dapat dilatih.

d. Tunagrahita sangat berat

Intellegencia Quotient (IQ) <20, tidak mengenal bahaya, tidak dapat mengurus

diri sendiri, tidak dapat dididik, dan tidak dapat dilatih.

Sebagai bahan pertimbangan untuk mempelajari tentang karakteristik anak

tunagrahita, dapat dilihat pada tabel 2.1.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

15

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Perkembangan Penderita Tunagrahita

Tingkat

Tunagrahita

Umur pra-sekolah :

0 -5 tahun

Pematangan dan

Perkembangan

Umur Sekolah :

6 – 20 tahun

Latihan dan

pendidikan

Masa dewasa:

21 tahun atau lebih

Kecukupan Sosial dan

Pekerjaan

Berat Sekali Retardasi berat;

kemampuan minimal

untuk berfungsi dalam

bidang sensori-motorik;

membutuhkan perawatan.

Perkembangan

motorik sedikit; dapat

bereaksi terhadap

latihan mengurus diri

sendiri secara minimal

atau terbatas.

Perkembangan motorik

dan bicara sedikit; dapat

mencapai mengurus diri

sendiri secara sangat

terbatas; membutuhkan

perawatan.

Berat Perkembangan motorik

kurang; bicara minimal;

pada umumnya tidak

dapat dilatih untuk

mengurus diri – sendiri;

keterampilan komunikasi

tidak ada atau hanya

sedikit sekali.

Dapat berbicara atau

belajar

berkomunikasi; dapat

dilatih dalam

kebiasaan kesehatan

dasar; dapat dilatih

secara sistemik dalam

kebiasaan.

Dapat mencapai

sebagian dalam

mengurus diri sendiri di

bawah pengawasan

penuh; dapat

mengembangkan secara

minimal berguna

keterampilan menjaga

diri dalam lingkungan

yang terkontrol.

Sedang Dapat berbicara atau

belajar berkomunikasi;

kesadaran sosial kurang;

perkembangan motorik

cukup; dapat mengurus

diri sendiri; dapat diatur

dengan pengawasan

sedang.

Dapat dilatih dalam

keterampilan sosial

dan pekerjaan; sukar

untuk maju lewat

kelas 2 SD dalam

mata pelajaran

akademik; dapat

belajar bepergian

sendirian di tempat

yang sudah dikenal.

Dapat mencari nafkah

dalam pekerjaan kasar

(“unskilled”) atau

setengah terlatih dalam

keadaan yang

terlindung; memerlukan

pengawasan dan

bimbingan bila

mengalami stres sosial

atau stres ekonomi yang

ringan.

Ringan Dapat mengembangkan

keterampilan sosial dan

komunikasi;

keterbelakangan minimal

dalam bidang

sensorimotoik; sering

tidak dapat dibedakan

dari normal hingga usia

lebih tua.

Dapat belajar

keterampilan

akademik sampai kira-

kira kelas 6 pada umur

belasan tahun (dekat

umur 20 tahun); dapat

dibimbing ke arah

konformitas sosial.

Biasanya dapat

mencapai keterampilan

sosial dan pekerjaan

yang cukup untuk

mencari nafkah, tetapi

memerlukan bimbingan

dan bantuan bila

mengalami stres sosial

atau stres ekonomi yang

luar biasa.

Sumber: Freedman, A.M., H.I. dan Sadock, B.J. : Modem Synopsis of Comprehensive Textbook of

Psychiatry, Williams & Wilkins Co, Baltimore, 1972, HI. 313 dalam Maramis, 2009.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

16

2.1.4 Dampak Keterbatasan Anak Tunagrahita

a. Orang tua

Kebanyakan orang tua yang memiliki anak tunagrahita merasa malu dan

tertekan dengan stigma dari lingkungannya sehingga mereka cenderung

menyembunyikan anaknya. Orang tua menganggap bahwa kondisi anaknya

disebabkan karena kecelakaan atau hukuman dari Tuhan sehingga orang tua

merasa tidak mampu, rendah diri gagal dan berperilaku menghindari atau menarik

diri dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Napolion, 2010). Hal tersebut

akan berdampak pada munculnya tugas maladaptif sebagai orang tua. Adapun

tugas maladaptif orangtua yang mempunyai anak dengan tunagrahita meliputi:

1) tidak/kurang menerima keadaan anak dengan tunagrahita,

2) tidak/kurang memperhatikan dan merawat setiap kebutuhan anak tunagrahita,

3) tidak/kurang mampu memenuhi kebutuhan normal perkembangan anak

tunagrahita,

4) tidak/kurang mampu memenuhi kebutuhan terkait perkembangan anggota

keluarga lainnya,

5) tidak/kurang mampu mengatasi stres dan krisis periodik,

6) tidak/kurang ada upaya orang tua dalam membantu anggota keluarga dalam

mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan,

7) tidak/kurang mampu mengajarkan anggota keluarga yang lain tentang kondisi

anak, dan

8) tidak/kurang mampu melaksanakan sistem pendukung (Dewi, 2011).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

17

b. Saudara Kandung

Allen, Lowe, Moore & Brophy (2007 dalam Dewi, 2011) menemukan

beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa saudara kandung dari anak yang

mengalami tunagrahita, beresiko tinggi gagal melakukan penyesuaian. Namun

penelitian lainnya menjelaskan bahwa ikatan hubungan saudara kandung pada

anak tunagrahita tidak memiliki resiko mengalami masalah psikiatrik berat

(O`brien, 2003 dalam Dewi, 2011).

c. Anggota keluarga besar dan masyarakat

Menurut Wong (2009), anggota keluarga yang bukan inti atau beberapa

teman dekat dapat merasakan efek dari keterbatasan anak tunagrahita. Stres dapat

muncul dari sumber eksternal keluarga, seperti teman, tetangga, atau bahkan dari

orang asing sekalipun. Ketidakmampuan untuk mengatasi pendapat atau

pandangan curiga orang lain mengenai gangguan tunagrahita dapat mendorong

kecenderungan untuk mengisolasi atau menyembunyikan anak tunagrahita dari

dunia luar (Dewi, 2011).

2.1.5 Upaya untuk Mengatasi Anak dengan Tunagrahita

Menurut Isaacs (2005), upaya untuk mengatasi anak dengan tunagrahita,

yaitu:

a. Pencegahan Primer dan Sekunder

Pencegahan dilakukan dengan imunisasi bagi anak dan ibu sebelum

kehamilan, konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan rutin, nutrisi yang baik,

persalinan oleh tenaga kesehatan, memperbaiki sanitasi dan gizi keluarga,

pendidikan kesehatan mengenai pola hidup sehat dan program mengentaskan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

18

kemiskinan dengan tujuannya yaitu untuk meningkatkan kesehatan calon anak

(Arifin, 2009 dalam Napolion, 2010). Pencegahan sekunder dilakukan dengan

deteksi dini pada anak-anak yang mengalami kesulitan sekolah sehingga tindakan

tepat dapat segera diberikan dengan cara konseling individu dengan program

bimbingan sekolah dan layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami

stres (Isaac, 2005).

b. Dukungan Terapeutik

Dukungan diberikan kepada anak yang mengalami tunagrahita dengan

pikoterapi individu, terapi bermain dan program pendidikan khusus seperti

Sekolah Luar Biasa (Isaac, 2005).

c. Terapi Keluarga dan Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan untuk keluarga khususnya orang tua berisi tentang

perkembangan anak untuk tiap tahap usia dukung keterlibatan orang tua dalam

perawatan anak, bimbingan antisipasi, dan manajemen menghadapi perilaku anak

yang sulit, informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok swabantu

(Arifin, 2009 dalam Napolion, 2010).

d. Farmakologi

Menurut Townsend (2003 dalam Napolion, 2010), pengobatan khusus

untuk anak dengan tunagrahita sampai saat ini belum ada, pengobatan dilakukan

jika anak mengalami keadaan khusus seperti cemas berat itupun dilakukan bukan

sebagai prioritas utama.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

19

2.2 Keluarga (Orang Tua) dengan Anak Tunagrahita

2.2.1 Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran,

dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya yang

umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari

tiap anggota keluarga yang terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan

untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, 1998 dalam Achjar 2010). Keluarga

merupakan unit terkecil yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang

yang berkumpul serta tinggal di bawah satu atap di suatu tempat dalam keadaan

saling ketergantungan (DepKes R.I., 1988 dalam Achjar, 2010). Menurut UU

No.10 (1992 dalam Napolion, 2010) tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera, mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil

dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, suami-istri dan ananknya, atau ayah

dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Keluarga disebut sebagai sebuah sistem dikarenakan beberapa alasan yaitu

pertama, keluarga memiliki subsistem seperti anggota, peran, fungsi, aturan,

budaya, dan lainnya yang dapat dipelajari dan dipertahankan dalam kehidupan

keluarga. Kedua, dalam sebuah keluarga terdapat saling berhubungan dan

ketergantungan antara subsistem. Ketiga, keluarga merupakan unit terkecil dari

masyarakat yang dapat mempengaruhi suprasistemnya (Friedman, 2010).

Sementara itu, pengertian orang tua adalah ayah dan ibu (KBBI, 2008).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

20

2.2.2 Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga didefinisikan sebagai hasil atau konsekuensi dari struktur

keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Menurut

Friedman (1998 dalam Achjar, 2010) terdapat beberapa fungsi keluarga, yaitu:

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan

pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga, dimana fungsi ini dapat dilihat

dari bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih sayang (Achjar, 2010).

Menurut Friedman (2010 dalam Dewi, 2011) peran utama orang tua dalam

keluarga dengan anak tunagrahita adalah fungsi afektif yang berhubungan

dengan:

1) pemberian kasih sayang dan rasa aman dari orang tua terhadap anak

tunagrahita,

2) pemberian perhatian di antara anggota keluarga, khususnya dalam memenuhi

kebutuhan dasar anak,

3) membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dalam menghadapi

krisis yang mungkin muncul karena memiliki anak tunagrahita, dan

4) memberikan identitas keluarga sebagai wujud tanggung jawab kepala keluarga

dalam meningkatkan harga diri keluarga menghadapi stigma sosial tentang

anak tunagrahita.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada

anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

21

perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, serta meneruskan nilai-nilai

budaya keluarga (Achjar, 2010). Anak tunagrahita akan mengalami stigma sosial

(Wong, 2009) karena keterbatasan yang dimiliki sehingga berdampak terhadap

penerimaan masyarakat akan keberadaannya. Hal ini menjadi salah satu faktor

yang turut berkontribusi terhadap kesulitan anak tunagrahita untuk menyesuaikan

diri dengan lingkungan sosialnya. Selain itu, menurut Allen, Lowe, Moore &

Brophy (2007 dalam Dewi, 2011), beberapa anak juga mengalami kelemahan

dalam keterampilan bersosialisasi, seperti dalam komunikasi verbal dan

perumusan bahasa yang tepat. Orang tua yang memahami dan menyadari akan

kelemahan anak retardasi mental merupakan faktor utama untuk membantu

perkembangan anak dengan lingkungan (Suryani, 2005 dalam Dewi, 2011).

c. Fungsi Perawatan Kesehatan

Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam

melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga termasuk anggota

keluarga dengan tunagrahita serta menjamin pemenuhan kebutuhan

perkembangan fisik, mental, dan spiritual dengan cara memelihara dan merawat

anggota keluarga serta mengenali keadaan sakit setiap anggota keluarga.

Keluarga diartikan sebagi sentral pelayanan keperawatan karena keluarga dapat

menjadi sumber kritikal untuk pemberian pelayanan keperawatan, sehingga

intervensi yang dilakukan pada keluarga merupakan hal yang perlu penting

pemenuhan kebutuhan individu (Achjar, 2010).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

22

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,

pangan, papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dan keluarga.

Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan

penghasilan keluarga, serta menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Menurut Sethi, Bhargava & Dhiman (2007 dalam Dewi, 2011), beban yang

dirasakan keluarga ketika memiliki anak tunagrahita berkaitan dengan

ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi fungsi ekonomi. Keluarga akan

dihinggapi perasaan cemas tentang masa depan pembiayaan anak, terkait dengan

kemunduran produktivitas kepala keluarga dan kekhawatiran bahwa anak tidak

mampu berfungsi optimal secara ekonomis, dikarenakan keterbatasan yang

dimilikinya (Hassall, Rose & Mc.Donald, 2005).

e. Fungsi Biologis

Fungsi biologis keluarga (orang tua) bukan hanya ditujukan untuk

meneruskan keturunan tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk

kelanjutan generasi selanjutnya. Beberapa keluarga dengan anak berkebutuhan

khusus akan mengalami stres dan ketegangan dalam hidupnya sehingga terkadang

tidak memiliki cukup waktu dan perhatian dalam perencanaan pengaturan anak.

Mereka akan disibukkan tentang beban yang tinggi dalam perawatan dan masa

depan anak, sehingga fungsi reproduksi dalam keluarga sering kali terabaikan

(Tsai & Wang, 2007 dalam Dewi, 2011).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

23

f. Fungsi Psikologis

Fungsi psikologis tercermin dari bagaimana keluarga memberikan kasih

sayang, rasa aman, memberikan perhatian di antara anggota keluarga membina

pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga

(Achjar, 2010), termasuk pada anggota keluarga yang menyandang tunagrahita.

Kasih sayang dari keluarga/orang tua sangat dibutuhkan oleh anak tunagrahita.

Anak yang hidup di lingkungan yang penuh kasih sayang akan tumbuh lebih baik

daripada anak yang hidup di lingkungan keluarga yang tertekan dan tidak

harmonis (Napolion, 2010).

g. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan

pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak

untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Anak tungarahita dengan inteligensinya yang kurang (Maramis, 2009) akan

menjadi pekerjaan lebih bagi orang tua dalam mendidik dan melatihnya.

2.2.3 Tugas dan Peran Keluarga

Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh

keluarga, komunitas, dan kultur. Perilaku diasarkan pada pola yang ditetapkan

melalui sosialisasi (Potter & Perry, 2005). Peran keluarga sangat diperlukan saat

mengahadapi masalah yang muncul pada keluarga, hal ini terkait dengan adanya

hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan setiap anggota keluarga.

Salah satu peran atau tugas keluarga adalah merawat anggota keluarga yang sakit

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

24

atau tidak mampu (Achjar, 2010). Mohr (2006) membagi peran keluarga yang

memiliki anak tunagrahita menjadi lima, yaitu:

1) memberikan respon terhadap setiap kebutuhan anggota keluarga terutama

kebutuhan stimulasi tumbuh kembang pada anak tunagrahita,

2) membantu mengatasi setiap masalah psikososial dalam keluarga secara aktif

akibat memiliki dan atau merawat anak tunagrahita

3) pembagian tugas dengan distribusi yang merata terkait stimulasi tumbuh

kembang anak tunagrahita,

4) menganjurkan interaksi di dalam dan di luar keluarga, serta

5) meningkatkan kualitas kesehatan pada setiap anggota keluarga.

2.3 Masalah Psikososial Orang Tua: Ansietas

Orang tua dengan anak tunagrahita akan mengalami suatu periode krisis

karena merawat anak berkebutuhan khusus. Masalah psikososial yang kerap

dialami orang tua ketika merawat anak tunagrahita yaitu ansietas (Dewi, 2011).

2.3.1 Pengertian Ansietas

Kata ansietas berasal dari bahasa Latin, angere, yang berarti tercekik atau

tercekat. Respon ansietas sering kali tidak berkaitan dengan ancaman yang nyata,

namun tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan

menarik diri (Maramis, 2009). Menurut Saddock & Saddock (2007), ansietas

merupakan suatu respon normal individu terhadap pertumbuhan, perubahan,

pengalaman baru, penemuan identitas, dan makna hidup. Ansietas adalah perasaan

tidak khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya atau frustasi yang akan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

25

membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan seseorang atau

kelompok sosialnya. Sedangkan menurut Depkes RI (2009 dalam Dewi, 2011),

ansietas adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena

dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian

besar tidak diketahui dan berasal dari dalam.

Setelah mencermati beberapa pengertian di atas, konsep ansietas dapat

dibedakan dengan ketakutan. Pada ansietas, sumber penyebab tidak jelas.

Sementara pada ketakutan, sumber ketakutan jelas atau individu tahu takut

terhadap apa (Maramis, 2009).

2.3.2 Faktor Predisposisi

Ansietas tidak dapat dihindarkan dari kehidupan orang tua selama merawat

anak tunagrahita. Pengalaman ansietas orang tua tidak sama pada beberapa situasi

dan hubungan interpersonal. Terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan

ansietas pada orang tua anak tunagrahita, meliputi:

a. Pandangan biologis

Ansietas diduga bersifat turunan, karena terdapat komponen yang bersifat

diwariskan dari satu generasi ke generasi sesudahnya. Disfungsi neurotransmiter

gama amino butirat acid (GABA) diyakini dapat mempengaruhi terjadinya

ansietas. Selain GABA, terdapat beberapa neurotransmiter lainnya yang turut

berperan dalam proses terjadinya ansietas, sebagaimana halnya dengan endorphin.

Selain itu telah dibuktikan bahwa status kesehatan umum seseorang mempunyai

kontribusi terhadap faktor predisposisi ansietas, karena dapat menurunkan

kapasitas seseorang dalam mengatasi stresso (Videbeck, 2007).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

26

b. Pandangan psikoanalitik

Ansietas diartikan sebagai konflik emosional yang terjadi antara dua

elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan

impuls primitif seseorang sedangkan superego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego atau aku berfungsi

menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi ansietas

adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya (Videbeck, 2007).

c. Pandangan Interpersonal

Menurut Suliswati, Payapo, Maruhawa, Sianturi, & Sumijatun (2005),

ansietas muncul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan

penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma,

seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.

d. Pandangan perilaku

Ansietas timbul sebagai produk frustasi, yaitu segala sesuatu yang

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan

(Videbeck, 2007). Beberapa pakar menganggap ansietas sebagai suatu dorongan

untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

e. Pandangan keluarga

Gangguan ansietas adalah hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga

(Suliswati, Payapo, Maruhawa, Sianturi & Sumijatun, 2005), terdapat tumpang

tindih antara gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

27

2.3.3 Stresor Presipitasi

Suliswati, Payapo, Maruhawa, Sianturi & Sumijatun (2005) menyatakan

bahwa stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat

mencetuskan ansietas. Stresor pencetus ansietas dapat dikelompokkan dalam tiga

kategori, yaitu:

a. Biologi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), jika seorang individu yang terkena

gangguan fisik, seperti penyakit kronis, cacat, pasca operasi, aborsi, dan

sebagainya, akan lebih mudah mengalami stres. Selain itu, gangguan fisik juga

akan lebih mudah untuk mencetuskan terjadinya ansietas, dikarenakan gangguan

integritas fisik akan mempengaruhi konsep diri individu.

b. Psikologi

Faktor pencetus ansietas meliputi identitas diri dan harga diri individu.

Ancaman eksternal terkait dengan kondisi psikologis dapat mencetuskan ansietas,

seperti peristiwa kematian, kelahiran, pernikahan, putus kerja, dan sebagainya

(Dewi, 2011).

c. Sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi akan mempengaruhi kemampuan individu dalam

mengelola stres, yang jika terus berlanjut dan sulit untuk diantisipasi akan

menyebabkan ansietas. Pernyataan tersebut didukung oleh Tarwoto & Wartonah

(2010) yang menyatakan bahwa status sosial ekonomi dan pekerjaan akan

mempengaruhi timbulnya stres dan ansietas.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

28

2.3.4 Gejala-Gejala Ansietas

Gejala-gejala ansietas terdiri dari 2 komponen, yaitu komponen psikis dan

komponen fisik. Gejala psikis dapat berupa ansietas atau kecemasan itu sendiri;

ada berbagai istilah yang sering digunakan oleh orang banyak, misalnya khawatir

tau was-was. Komponen fisik merupakan manifestasi dari keterjagaan yang

berlebihan (hyperousal syndrome): jantung berdebar, napas mencepat

(hiperventilasi, yang sering dirasakan sebagai „sesak‟), mulut kering, keluhan

lambung (maag), tangan dan kaki merasa dingin dan ketegangan otot, biasanya di

pelipis, tengkuk tau punggung. Hiperventilasi sering tidak disadari oleh penderita

anxietas, yang dikeluhkan dalah gejala-gejala akibat berubahnya keseimbangan

asam-basa di darah, terjadi hipokapnea; yang paling sering terjadi dalah perasaan

pusing seperti melayang rasa kesemutan di tangan dan kaki, kalau parah dapat

terjadi spasme otot tangan dan kaki (spasme karpopedal) (Maramis, 2009).

2.3.5 Rentang Respon Ansietas

Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon

adaptif dan maladaptif seperti terlihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Rentang Respon Ansietas (Sumber: Stuart dan Sundeen, 2007)

ADAFTIF MALADAFTIF

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

29

Menurut Peplau (1989 dalam Videbeck, 2007; Stuart & Sundeen, 2007),

tingkatan ansietas dapat dibagi atas:

a. Ansietas ringan

Ansietas pada tingkat ini berhubungan dengan ketegangan yang dialami

sehari-hari. Hal tersebut menyebabkan seseorang menjadi waspada, lapangan

persepsi meningkat, dan individu masih mampu memproses informasi. Ansietas

ringan dapat memotivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, mudah tersinggung,

lapang persepsi meningkat, berjaga-jaga, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar,

mampu mengenali tanda-tanda ansietas, motivasi meningkat dan tingkah laku

sesuai situasi.

b. Ansietas sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu

lebih memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.

Individu mengalami perhatian yang selektif namun masih dapat melakukan

sesuatu yang lebih terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu

kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,

ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lapang persepsi

menyempit, kemampuan konsentrasi menurun, mampu untuk belajar namun tidak

optimal, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah

ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah, dan menangis.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

30

c. Ansietas berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu menjadi sangat sempit. Individu

dengan ansietas berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang rinci dan

spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan

untuk menguragi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan

untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul

pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, mual, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lapang persepsi menyempit, tidak mau

belajar secara efektif, berfokus pada diri sendiri dan keinginan untuk

menghilangkan ansietas tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, serta

disorientasi.

d. Tingkat panik

Pada tahap ini lapangan persepsi sudah terganggu dan individu sudah tidak

dapat mengendalikan diri lagi, serta tidak mampu melakukan walaupun dengan

pengarahan. Manifestasi yang muncul pada keadaan ini adalah susah bernapas,

palpitasi, pucat, dilatasi pupil, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat

berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami

halusinasi, dan delusi. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan

jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat

bahkan kematian.

2.3.6 Tingkat Ansietas dalam Skala Hamilton

Tingkat ansietas seseorang, baik itu ringan, sedang, berat, atau panik,

dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

31

Anxiety Rating Scale (HARS). Cara penilaian tingkat ansietas menggunakan

HARS dapat diidentifikasi dengan berdasar pada 14 kelompok gejala yang

mengindikasikan respon ansietas, dimana masing-masing kelompok akan diberi

bobot skor 0-4 (Hawari, 2008). Menurut Hamilton (dalam Hawari, 2008), skala

ansietas dalam HARS dapat dibagi dalam dua aspek, yang meliputi :

a. Aspek Psikologis

1) Perasaan cemas: cemas, firasat buruk, mudah tersinggung.

2) Ketegangan: merasa tegang, mudah letih, mudah terkejut, mudah menangis,

gemetar, gelisah, tidak dapat istirahat.

3) Ketakutan: pada gelap, takut ditinggal sendiri, takut pada orang asing, takut

pada binatang besar, takut pada kerumunan orang banyak, dan takut pada

keramaian lalu lintas.

4) Gangguan kecerdasan: sukar berkonsentrasi, daya ingat buruk, mudah lupa.

5) Perasaan depresi: hilang minat, sedih, perasaan berubah setiap hari.

b. Aspek Fisiologis

1) Gangguan tidur: sukar tidur, terbangun pada malam hari, mimpi buruk,

mimpi menakutkan, tidur tidak pulas, bila terbangun badan lemas, sering

mimpi.

2) Gejala somatik atau otot-otot: nyeri otot, kaku, kedutan, gigi gemerutuk,

suara tidak stabil.

3) Gejala sensorik: penglihatan kabur, gelisah, muka merah, merasa lemas.

4) Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri dada, denyut nadi meningkat,

merasa lemah, denyut jantung berhenti sejenak.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

32

5) Pernafasan: merasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

nafas pendek.

6) Ganguan gastrointestinal: sulit menelan, gangguan pencernaan, nyeri

lambung, mual, muntah, pernafasan perut.

7) Gangguan urogenital: tidak dapat menahan kencing, frigiditas, amenorrhoe,

ereksi melemah, atau impotensi.

8) Gangguan otonom: mulut kering, muka merah, berkeringat, bulu roma

berdiri.

9) Perilaku sesaat: gelisah, tidak tenang, jari gemetar, muka tegang, tonus otot

meningkat, mengerutkan dahi, nafas pendek dan cepat.

2.3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ansietas

Faktor-faktor yang mempengaruhi ansietas (Tarwoto & Wartonah, 2010)

secara umum terdiri dari:

a. Faktor Internal

1) Potensi Stresor Psikososial

Potensi stresor psikososial adalah setiap peristiwa atau keadaan yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan individu, sehingga individu tersebut

perlu beradaptasi untuk menanggulangi stresor yang timbul. Jika mekanisme

koping individu maladaptif, maka akan mengakibatkan timbulnya ansietas,

depresi, dan menarik diri (Tarwoto & Wartonah, 2010; Dewi, 2011).

Pada keluarga anak tunagrahita, ansietas dipengaruhi oleh perubahan

status kesehatan salah satu anggota yang bersifat permanen, dimana adanya

ketergantungan anak tunagrahita akan mempengaruhi kesiapan dan kemampuan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

33

keluarga khususnya orang tua dalam beradaptasi. Jika orang tua mengalami

kegagalan dalam beradaptasi, akan mengantarkan dalam pemilihan mekanisme

koping yang maladaptif, seperti ansietas, bahkan jika kondisinya semakin parah,

akan mengarah kepada depresi, frustasi, dan menarik diri (Dewi, 2011).

2) Kematangan (Maturitas)

Tarwoto & Wartonah (2010) menyatakan bahwa individu yang matang

adalah individu yang mengalami kematangan kepribadian sehingga akan lebih

sukar mengalami gangguan akibat stres. Orang tua anak tunagrahita yang

memiliki kematangan kepribadian akan lebih sukar untuk mengalami ansietas. Hal

tersebut disebabkan karena individu yang matang memiliki kemampuan adaptasi

yang optimal, yang dapat menangkal setiap munculnya stresor, sehingga respon

atau perilaku terhadapnya menjadi adaptif. Sebaliknya, individu yang tidak

matang akan rentan dari stres, karena memiliki ambang stres yang rendah.

Individu ini cenderung irritable dan mudah terpengaruh dengan adanya stressor

kepribadian lebih banyak dipengaruhi faktor internal dan eksternal, seperti tipe

kepribadian, pengalaman hidup, dan ketersediaan dukungan sosial.

3) Usia

Gangguan ansietas dapat terjadi pada semua usia, akan tetapi lebih sering

menimpa pada usia dewasa, dengan rentang usia 21-45 tahun (Saddock &

Saddock, 2007). Menurut Priest (1987, dalam Dewi, 2011) dan Tallis (1995 dalam

Dewi, 2011) yang berpendapat bahwa hubungan antara ansietas dan usia akan

tetap berpola positif karena faktor penyebab ansietas pada individu adalah

masalah yang tidak dapat diselesaikan. Contoh masalah yang tidak dapat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

34

diselesaikan adalah usia yang terus bertambah tua. Usia yang meningkat tidak

menjamin kepribadian seseorang akan semakin matang.

4) Status Pendidikan

Menurut Sethi, Bhargava & Dhiman (2007 dalam Dewi, 2011), status

pendidikan berbanding terbalik dengan penerimaan individu akan stres. Ketika

individu memiliki tingkat pendidikan rendah, terjadi penurunan kemampuan

kognitif dalam mempersepsikan munculnya stresor, sehingga individu tersebut

akan relatif lebih rentan dalam menerima stres. Pendidikan menjadi suatu tolak

ukur kemampuan individu dalam berinteraksi dengan individu lain secara efektif

(Stuart & Laraia, 2008). Menurut Notoatmodjo (2007), individu dengan

pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima informasi, mudah mengerti, dan

mudah menyelesaikan masalah. Tingkat pendidikan rendah akan menyebabkan

individu mudah mengalami stres, dibanding yang memiliki tingkat pendidikan

lebih tinggi (Saddock & Saddock, 2007; Tarwoto & Wartonah, 2010).

5) Keadaan Fisik

Menurut Stuart & Laraia (2008), individu yang mengalami gangguan fisik

akan lebih rentan mengalami ansietas, karena adanya ancaman terhadap integritas

fisik yang berpengaruh dalam pembentukan konsep diri.

6) Status Ekonomi

Sethi, Bhargava & Dhiman (2007 dalam Dewi, 2011) menyatakan bahwa

status ekonomi berbanding terbalik dengan kemampuan individu dalam menerima

stres. Seseorang dengan status ekonomi yang kuat cenderung lebih berespon

positif terhadap stresor dibanding seseorang dengan status ekonomi lemah.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

35

Sebuah teori menyatakan bahwa tingkat penghasilan yang rendah berpengaruh

secara negatif terhadap fungsi keluarga. Teori tersebut didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Emerson (2003 dalam Dewi, 2011) yang menemukan bahwa

ibu dari anak berkebutuhan khusus, potensial mengalami masalah psikologis

terkait adanya kerugian ekonomi dan kemiskinan.

7) Tipe Kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian A akan lebih rentan mengalami

gangguan akibat stres, daripada individu dengan tipe kepribadian B. Ciri-ciri

individu dengan tipe kepribadian A yaitu: tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin

serba sempurna, merasa diburu-buru waktu, sangat setia terhadap pekerjaan,

agresif, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah bermusuhan, mudah

tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan individu yang memiliki tipe

kepribadian B memiliki karakteristik yang berlawanan dengan tipe kepribadian A

(Dewi, 2011).

b. Faktor Eksternal

1) Sosial Budaya

Sosial budaya merupakan cara hidup di masyarakat yang akan

mempengaruhi kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap stress, dimana

individu yang mempunyai cara hidup teratur, falsafah hidup yang jelas, pada

umumnya lebih mampu berespon positif terhadap stresor. Selain itu, sosial budaya

akan mempengaruhi terhadap ketersediaan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh

tiap individu dalam mengelola beban (Dewi, 2011).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

36

2) Lingkungan

Lingkungan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ansietas.

Individu yang berada dalam lingkungan baru, akan menganggap lingkungan

tersebut sebagai ancaman, yang menyebabkan munculnya respon ansietas sebagai

kondisi yang tidak nyaman (Dewi, 2011).

2.4 Harga Diri (Self-Esteem)

2.4.1 Pengertian Harga Diri

Harga diri adalah penilaian positif atau negatif individu yang dihubungkan

dengan konsep diri. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya

sendiri secara positif dan juga dapat mengevaluasi diri sendiri secara negatif

(Lerner dan Spanier, 1980 dalam Gufron dan Risnawita, 2012). Seseorang yang

memiliki harga diri yang tinggi merasa dirinya berharga dan berkemampuan

sedangkan seseorang yang memiliki harga diri yang rendah memandang dirinya

sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan, tidak berguna, gagal, dan tidak

berharga (Baron-Byrne, 1994 dalam Siregar, 2006).

2.4.2 Komponen-Komponen Harga Diri

Menurut Felker (Asmaradewi, 2002 dalam Siregar, 2006) terdapat 3

komponen dalam pembentukan harga diri, yaitu:

a. Feeling of belonging, yaitu individu merasa bagian dari suatu kelompok dan

diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki

nilai positif akan dirinya apabila menilai dirinya bagian dari kelompoknya

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

37

atau mengalami perasaan diterima. Begitupun sebaliknya, individu akan

merasa memiliki nilai negatif apabila ia merasa tidak diterima.

b. Feeling of competence, yaitu individu merasa mampu mencapai hasil yang

diharapkannya. Apabila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien,

maka individu tersebut akan memberikan peniliaian positif pada dirinya.

c. Feeling of worth, yaitu individu merasa dirinya berharga. Perasaan ini

seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperti

pandai, cantik, menawan, langsing, dan lain-lain. Individu yang mempunyai

perasaan berharga akan menilai dirinya positif.

Menurut Christia (2007 dalam Juniartha, 2012) aspek-aspek yang

berhubungan dengan self-esteem terdapat 3 aspek, yaitu:

a. Global harga diri, yaitu variabel keseluruhan dalam diri individu secara

keseluruhan dan relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi.

b. Self-evaluation, yaitu bagaimana cara individu dalam mengevaluasi variabel

dan atribusi yang terdapat pada diri mereka, misalnya ada individu yang kurang

yakin kemampuannya di sekolah, maka bisa dikatakan bahwa individu tersebut

memiliki harga diri yang rendah dalam bidang akademis, sedangkan individu

yang berpikir bahwa dirinya terkenal dan cukup disukai oleh orang lain, maka

bisa dikatakan memiliki harga diri sosial yang tinggi.

c. Emotion, yaitu keadaan emosi sesaat terutama sesuatu yang muncul sebagai

konsekuensi positif dan negatif. Hal ini terlihat ketika individu menyatakan

bahwa pengalaman yang terjadi pada dirinya telah meningkatkan harga diri

mereka. Misalnya, individu memiliki harga diri yang tinggi karena mendapat

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

38

promosi jabatan, atau individu memiliki harga diri yang rendah setelah

mengalami perceraian.

2.4.3 Karakteristik Harga Diri

Coopersmith (dalam Siregar, 2006) membedakan harga diri dalam tiga

tingkatan menurut karakteristik individu, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

Adapun karakteristik-karakteristik tersebut yaitu:

a. Individu dengan Harga Diri Tinggi

Individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan menghargai dirinya,

merasa dirinya berharga meskipun memiliki keterbatasan, serta berusaha untuk

mengembangka dirinya (Siregar, 2006). Berikut adalah karakteristik individu

dengan harga tinggi menurut Coopersmith (dalam Siregar, 2006):

1) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik.

2) Berhasil dalam bidang akademik, terlebih dalam mengadakan hubungan

sosial.

3) Dapat menerima kritik dengan baik.

4) Percaya pada persepsi dan dirinya sendiri.

5) Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya memikirkan kesulitannya

sendiri.

6) Keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan pada fantasinya, karena memang

mempunyai kemampuan, kecakapan sosial, dan kualitas diri yang tinggi.

7) Tidak terpengaruh pada penilaian dari orang lain tentang sifat atau

kepribadiannya, baik itu positif ataupun negative.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

39

8) Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum

jelas.

9) Akan lebih banyak menghasilkan suasana yang berhubungan dengan kesukaan

sehingga tercipta tingkat kecemasan dan perasaan tidak aman yang rendah

serta memiliki daya pertahanan yang seimbangan.

b. Individu dengan Harga Diri Sedang

Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang

memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap.

Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat.

Menurut Coopersmith (Asmaradewi, 2002 dalam Siregar, 2006) individu dengan

harga diri sedang cenderung memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan

orang.

c. Individu dengan Harga Diri Rendah

Menurut Frey dan Carlock (dalam Gufron dan Risnawita, 2012), individu

dengan harga diri rendah mempunyai ciri-ciri cenderung menolak dirinya dan

merasa tidak puas. Berikut beberapa karakteristik individu dengan harga diri

rendah menurut Coopersmith (dalam Siregar, 2006):

1) Mempunyai perasaan inferior.

2) Takut serta mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan sosial.

3) Tampak sebagai orang yang putus asa dan depresi.

4) Merasa tidak diperhatikan atau diasingkan.

5) Kurang mampu mengekspresikan diri.

6) Memiliki ketergantungan yang tinggi kepada lingkungan.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

40

7) Tidak konsisten.

8) Secara pasif akan selalu mengikuti apa yang ada di lingkungannya.

9) Menggunakan banyak strategi pertahanan diri.

10) Cenderung mudah mengakui kesalahan.

2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga diri

Menurut Gufron dan Risnawita (2012), harga diri dalam perkembangannya

terbentuk dari hasil interaksi seseorang dengan lingkungannya serta sejumlah

penghargaan, penerimaan, dan pengertian orang lain terhadap dirinya. Adapun

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga diri, yaitu:

a. Faktor Internal

1) Faktor Jenis Kelamin

Menurut Ancok dkk (1988 dalam Gufron dan Risnawita, 2012), wanita

selalu merasa bahwa harga dirinya lebih rendah daripada pria seperti merasa

kurang mampu, kepercayaan diri kurang, atau merasa harus dilindungi. Hal

tersebut mungkin dikarenakan oleh peran orang tua dan harapan-harapan

masyarakat yang berbeda-beda pada pria maupun wanita. Penelitian oleh

Coopersmith (1967 dalam Gufron dan Risnawita, 2012) menunjukan bahwa harga

diri wanita lebih rendah daripada harga diri pria.

2) Intelegensi

Intelegensi diartikan sebagai gambaran lengkap kapasitas fungsional

seseorang yang sangat erat kaitannya dengan prestasi karena pengukuran tingkat

kecerdasan selalu berdasarkan kemampuan akademis. Seseorang yang memiliki

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

41

harga diri yang tinggi akan mencapai prestasi akademik yang tinggi daripada

orang dengan harga diri yang rendah (Gufron dan Risnawita, 2012).

3) Kondisi Fisik

Coopersmith (1967 dalam Gufron dan Risnawita, 2012) menyatakan

bahwa ada hubungan yang kuat antara daya tarik fisik dan tinggi badan dengan

harga diri, dimana seseorang dengan kondisi fisik yang menarik cenderung

memiliki harga diri yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan fisik yang

kurang menarik.

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan Sosial

Menurut Klass dan Hodge (1978 dalam Gufron dan Risnawita, 2012),

pembentukan harga diri dimulai dari seseorang yang menyadari bahwa dirinya

berharga atau tidak. Hal tersebut adalah hasil dari proses lingkungan,

penghargaan, penerimaan, dan perlakuan orang lain kepadanya.

2.5 Hubungan Tingkat Harga Diri (Self-Esteem) Dengan Tingkat Ansietas

Pada keluarga dengan anak tunagrahita, stigma sosial mengenai anak

tunagrahita akan dirasakan oleh setiap anggota keluarga (Napolion, 2010) dan

akan mempengaruhi keseimbangan sistem keluarga. Jika keluarga dipandang

sebagai suatu sistem, maka disfungsi apapun yang terjadi pada salah satu anggota

keluarga akan mempengaruhi satu atau lebih anggota keluarga atau bahkan

keseluruhan keluarga (Achjar, 2010). Begitu halnya pada keluarga dengan

tunagahita, adanya stigma sosial mengenai tunagahita dapat memicu munculnya

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - wisuda.unud.ac.id II Skripsi.pdf · beberapa konsep dan teori serta hasil penelitian yang ... pada waktu pranatal, perinatal atau ... perkembangan anak untuk

42

masalah psikososial pada anggota keluarga dengan tunagrahita khususnya orang

tua seperti gangguan ansietas dan penurunan harga diri.

Beberapa orang tua yang memiliki anak tunagrahita merasa malu dan

tertekan dengan stigma dari lingkungannya sehingga mereka cenderung

menyembunyikan anaknya. Orang tua menganggap bahwa kondisi anaknya

disebabkan karena kecelakaan atau hukuman dari Tuhan sehingga keluarga

merasa tidak mampu, rendah diri, gagal, dan berperilaku menghindari atau

menarik diri dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Bila ditinjau dari teori

kognitif, evaluasi diri yang negatif menjadi faktor yang dapat mempengaruhi

ansietas individu (Ghufron dan Risnawita, 2012) atau dengan kata lain, tingkat

ansietas individu dapat dipengaruhi oleh tingkat harga diri individu. Hal ini

didukung oleh penyataan Coopersmith (dalam Siregar, 2006) yaitu, individu

dengan tingkat harga diri tinggi cenderung memiliki tingkat ansietas yang lebih

rendah atau ringan.