bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, akan diuraikan mengenai Usaha Kecil Menengah, definisi dan teori mengenai orientasi pasar, serta dipaparkan pula penelitian terdahulu
terkait dengan orientasi pasar.
2.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Dalam website Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, sesuai dengan
Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) : a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
12
Tentang kriteria usaha mikro, kecil dan menengah dijelaskan dalam Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008, yaitu
sebagai berikut : 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
4. Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) huruf a, huruf b, serta ayat
(3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang
diatur dengan Peraturan Presiden.
13
Berikut adalah kriteria UMKM menurut Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia:
Tabel 2.1 Kriteria UMKM
No. Jenis
Kriteria
Aset Omzet
1. Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
2. Usaha Kecil >50 Juta – 500
Juta
>300 Juta – 2,5
Miliar
3. Usaha Menengah >500 Juta – 10
Miliar
2,5 Miliar – 50 Miliar
Sumber: www.depkop.go.id
Tedja suksmana (2014) menguraikan peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat dari:
1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor.
2. Penyedia lapangan kerja yang terbesar. 3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan
ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat. 4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi
sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran
melalui kegiatan ekspor masyarakat sehingga mengurangi tingkat kemiskinan dan lain-lain.
Pada infoukm.wordpress.com disebutkan bahwa dalam perkembangannya, UMKM dapat diklasifikasi
menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Livelihood Activities UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja
untuk mencari penghasilan, yang lebih dikenal
14
sebagai sektor informal. Contohnya pedagang kaki lima.
2. Micro Enterprise UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum
memiliki sifat kewirausahaan. 3. Small Dynamic Enterprise
UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor.
4. Fast Moving Enterprise UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan
akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan
kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam masa krisis,
serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Secara riil UMKM juga sebagai sektor
usaha yang paling besar kontribusinya terhadap pembangunan nasional (Ariyani, 2011).
2.2 Orientasi Pasar
Dalgic (2000) menyebutkan bahwa orientasi pasar diklasifikasikan di cara yang berbeda oleh
beberapa peneliti. Berikut adalah beberapa klasifikasi menurut Dalgic yang sering digunakan:
- Filosofi korporasi: dasar dan pandangan yang digunakan perusahaan.
- Implementasi dalam konsep pemasaran: sebuah strategi yang berkelanjutan.
- Sesuatu yang ideal: dilakukan dan
diimplementasikan pada cara kerja perusahaan. - Pernyataan hukum atau aturan: menjadi aturan
dalam perusahaan. - Sebuah kepercayaan: orientasi pasar dipercayai jika
diimplementasikan dengan benar dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
- Budaya keorganisasian
15
Orientasi pasar juga dapat dideskripsikan sebagai bentuk dari budaya keorganisasian yang
menempatkan penciptaan keuntungan pada prioritas tertinggi dan memperbaiki nilai superior
pelanggan sambil mempertimbangkan ketertarikan dari pemangku kepentingan lainnya. Selain itu juga
memberikan norma-norma perilaku mengenai pengembangan organisasi yang tanggap terhadap informasi pasar.
- Konsep periode atau tahap perkembangan dan tingkat kematangan sebuah organisasi yang sejalan
dengan perkembangan ekonomi pasar nasional di mana ia beroperasi.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pemahaman orientasi pasar sebagai budaya keorganisasian karena penerapan orientasi pasar di sini menuntut perusahaan
untuk terus menciptakan nilai pelanggan dan juga memahami keinginan pelanggan. Perusahaan juga
harus responsif dengan situasi dan keadaan pasar demi mempertahankan dan meningkatkan posisi
perusahaannya di pasar.
Dalgic (2000) mendeskripsikan orientasi pasar sebagai tingkatan perkembangan organisasi atau aras
yang merefleksikan kedewasaan sekaligus perkembangan ekonomi nasional. Dalgic berpendapat
bahwa orientasi pasar secara alami berkembang dari praktek penjualan dengan memahami pelanggan, baik
masalah dan kebutuhan mereka menjadi pemberian solusi dan kepuasan atas semua kebutuhan pelanggan. Orientasi pasar merupakan sesuatu yang penting bagi
perusahaan sejalan dengan meningkatnya persaingan global dan perubahan dalam kebutuhan pelanggan
dimana perusahaan menyadari bahwa mereka harus selalu dekat dengan pasarnya (Dewi, 2006). Narver dan
Slater (2000) mengartikan bahwa orientasi pasar adalah budaya bisnis yang menghasilkan kinerja yang sangat baik melalui sebuah komitmen untuk
menciptakan nilai superior bagi pelanggan. Nilai-nilai
16
dan keyakinan orientasi pasar ini mendorong pembelajaran berkelanjutan tentang pelanggan yang
menekankan kebutuhan, dan strategi, serta tindakan terkoordinasi untuk menciptakan eksploitasi belajar.
Kohli dan Jaworski (1990) menyatakan bahwa orientasi pasar merupakan hal yang membedakan
antara satu perusahaan dengan yang lainnya, yang bersaing secara sehat dalam ekonomi modern yang penuh tuntutan dan canggih. Orientasi pa sar menurut
Kook (2002), tidak hanya berfokus pada pelanggan tetapi juga pada para pesaing, berbagai masalah
organisasi dan berbagai faktor eksternal yang mempengaruhi preferensi kebutuhan pelanggan.
Orientasi pasar menurut Amirdadjoo et al (2015) merupakan tahapan dalam pengembangan organisasi atau aras dari kedewasaan organisasi.
Schloser dan McNaughton (2004) menyatakan agar berorientasi pasar, diperlukan kemampuan untuk
menghasilkan dan memahami pasar, serta mampu untuk mengelola fungsi-fungsi yang dapat memperkuat
keunggulan kompetitif sebuah perusahaan. Kohli dan Jaworski (1990) mendefinisikan orientasi pasar mencakup satu atau lebih departemen yang terlibat
dalam kegiatan untuk mengembangkan pemahaman tentang kebutuhan pelanggan saat ini serta masa
depan, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dan berbagi pemahaman ini di seluruh
departemen. Selanjutnya berbagai departemen tersebut kemudian terlibat dalam kegiatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang pilih.
Dengan kata lain, orientasi pasar mengacu pada organisasi yang luas, diseminasi, dan tanggap terhadap
intelijen pasar.
Hooley, Piercy, dan Nicolaud (2012)
mendefinisikan orientasi pasar berdasarkan 5 komponennya, yaitu:
a. Customer orientation (orientasi pelanggan)
17
Orientasi pelanggan adalah memahami pelanggan dengan baik secara berkelanjutan untuk
menciptakan nilai superior bagi pelanggan. Pelanggan merupakan konsumen akhir, berarti
fokus organisasi yang pertama adalah berfokus pada pelanggan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan, serta lentur. Pada konsep baru, proses utama bisnis adalah nilai produk demi kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Menurut
Taleghani, et al (2013) semua perusahaan yang berorientasi pelanggan memiliki tiga fitur:
1. Mereka menjadi berorientasi pelanggan ketika semuanya tahu tentang pelanggan mereka dan
dari kebutuhan individu di masa lalu mereka, sekarang dan masa depan dengan membuat gambaran yang komprehensif dan tepat.
2. Mereka tahu bahwa jika karyawan tidak ingin informasi tentang pelanggan diberikan kepada
kompetitor. 3. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya
membuat keputusan tentang produk dan layanan mereka, tetapi menciptakan strategi dan struktur organisasi dari pandangan dan informasi yang
benar yang akan digunakan. Seiring waktu, perusahaan-perusahaan ini telah membuat
koordinasi lebih antara departemen internal dan menemukan cara-cara baru untuk mengelola
arus informasi dan menemukan prosedur untuk pengambilan keputusan yang dianggap merupakan minat pelanggan dan/ atau
kebutuhannya. b. Competitor orientation (orientasi pesaing)
Orientasi pesaing adalah kesadaran akan kemampuan jangka pendek dan panjang dari
pesaing. Narver, dan Slater (1990) menyatakan orientasi pesaing berarti terus memahami
kemampuan dan strategi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sebagai tujuan organisasi dan penggunaan pengetahuan dalam rangka
menciptakan nilai pelanggan yang unggul dan setiap
18
perusahaan harus memiliki kebijakan pemasaran. Perusahaan yang berorientasi pesaing adalah
perusahaan yang mengatur praktek dan kegiatan yang digunakan untuk memengaruhi tindakan dan
reaksi pesaing. Perusahaan yang berorientasi pesaing menghabiskan waktu mereka pada isu-isu
yang lebih penting dari gerakan pesaing dan pasar, dan mencoba untuk menemukan kebijakan yang dapat diterapkan terhadap mereka. Kadang-kadang
perusahaan, berdasarkan kekuatan dan kelemahan mereka memiliki hubungan terhadap pesaing dan
analisis strategi bersaing telah direncanakan (Heiens, 2000).
Ketika bisnis telah cenderung memiliki orientasi pesaing, akan ada evaluasi kembali kekuatan dan kelemahan dari pesaing mereka. Evaluasi kinerja ini
dapat mencakup produktivitas manufaktur, harga, waktu pengiriman, kepuasan pelanggan, inovasi,
dan retensi karyawan dan pangsa pasar. Dalam sistem ekonomi yang kompetitif, setiap perusahaan
mencoba untuk memaksimalkan keuntungan bagi diri mereka sendiri dengan mengorbankan pesaing mereka.
c. Interfunctional coordination (koordinasi antar fungsi) Koordinasi antar fungsi adalah menggunakan semua
sumber daya perusahaan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan sasaran. Koordinasi antar fungsi
mencakup semua fungsi organisasi, operasi pelanggan dan informasi pasar dalam rangka
menciptakan nilai bagi pelanggan. Juga Tse, et al (2003) menyatakan bahwa koordinasi antar fungsi adalah penyebaran informasi tentang pelanggan dan
pesaing di antara semua bagian dari staf dan organisasi dalam rangka membuat pemahaman yang
benar tentang kebutuhan dan keinginan pelanggan, dan perencanaan untuk mengatasi dalam kompetisi.
Mereka membagi koordinasi antar fungsi menjadi empat bagian, yaitu: integrasi fungsional dalam strategi, berbagi informasi di antara fungsi,
penyebaran informasi, dan koordinasi antara semua
19
unit untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Zhou et al (2005) mengemukakan bahwa koordinasi antar
fungsi dalam organisasi harus mampu melakukan peran:
1. Mendistribusikan sumber daya perusahaan kepada unit bisnis lain yang ada di dalamnya.
2. Semua fungsi harus dimanfaatkan untuk memahami pelanggannya.
3. Mendistribusikan semua informasi untuk semua
fungsi. 4. Semua fungsi harus diintegrasikan untuk
mendukung strategi perusahaan. 5. Semua fungsi harus memberi kontribusi dalam
menciptakan nilai pelanggan.
Purwasari dan Suprapto (2014) menyatakan bahwa
perusahaan harus memiliki kemampuan khusus dengan tugas individual untuk diintegrasikan ke dalam fungsi yang lebih luas cakupannya seperti
kemampuan pemasaran, riset, dan pengembangan. Integrasi antar fungsi dalam organisasi memerlukan
sumber daya, khususnya pengetahuan dan keahlian dari setiap pekerja sehingga dapat mendukung
organisasi dalam menyajikan nilai terbaik bagi pelanggannya.
d. Organisational culture (budaya keorganisasian)
Budaya perusahaan atau keorganisasian menghubungkan para pekerja atau karyawan dan
para manajer dengan kepuasan pelanggan. Budaya keorganisasian adalah bagaimana organisasi
mengajarkan kepada karyawan lama maupun karyawan baru cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan merasakan hubungan antar fungsi
(Schein, 1984). Budaya keorganisasian dapat diekspresikan sebagai konsep pemasaran, yaitu
sekumpulan nilai dan kepercayaan yang mendorong organisasi melalui komitmen mendasar untuk
melayani kebutuhan pelanggan sebagai jalan menuju keuntungan yang berkelanjutan (Keith, 1960).
20
e. Long-term focus (fokus jangka panjang) Fokus jangka panjang adalah bagaimana
perusahaan dapat menjaga kestabilan dan meningkatkan kinerja perusahaan, serta menjaga
hubungan dengan pelanggan dalam waktu yang lama. Orientasi pasar memiliki fokus utama jangka
panjang baik dalam kaitannya dengan keuntungan dan dalam implementasi komponen perilaku orientasi pasar lainnya. Demi kelangsungan hidup
jangka panjang dengan adanya persaingan, bisnis tidak dapat menghindari perspektif jangka panjang
dan harus terus-menerus menemukan dan menerapkan nilai tambah bagi pelanggan, yang
memerlukan berbagai taktik dan investasi yang tepat. Anderson (1982) menekankan bahwa
perspektif investasi jangka panjang adalah bagian tersirat dalam orientasi pasar.
Narver dan Slater (1994) menyatakan bahwa
pencapaian orientasi pasar dikaitkan dengan adanya kinerja yang unggul dan juga manfaat internal
perusahaan, misalnya komitmen karyawan. Namun, terdapat kemungkinan akan adanya hambatan yang
substansial dalam mencapai orientasi pasar. Hambatan yang jelas nyata adalah kecenderungan bisnis untuk fokus pada kegiatan internal, pemahaman yang buruk
dari kebutuhan pelanggan saat ini dan yang mendesak, kurangnya komitmen untuk mencapai orientasi pasar
oleh manajemen senior dan menengah, kegagalan untuk mengembangkan budaya abadi untuk
mendukung perilaku yang berorientasi pasar, dan ketidakmampuan untuk melihat bahwa semua kegiatan dari bisnis adalah titik sentuh untuk tercapainya
kepuasan pelanggan (Piercy et al, 2012).
Dalam penerapan orientasi pasar pada
perusahaan, terdapat dua jenis perusahaan yang memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Berikut
adalah dua tipe perusahaan tersebut:
Tabel 2.2 Tipe Perusahaan Dalam Menerapkan Orientasi Pasar
21
Tipe A Tipe B
Filosofi orientasi pelanggan. Orientasi pelanggan diterima ketika pasar membutuhkannya.
Keyakinan bahwa keuntungan didapatkan dari pelanggan yang
puas.
Menekankan pada pemotongan biaya dan memaksimalkan
keuntungan.
Perusahaan yang terus belajar. Belajar jika pesaing membuatnya
diperlukan.
Berbasis pada
pelanggan/pesaing/pemegang kepentingan/ teknologi.
Berbasis pada pesaing.
Ramping, bermakna, dan lentur. Besar, terdapat birokrasi.
Kepemimpinan dan budaya keorganisasian yang kuat untuk
layanan pelanggan.
Perubahan budaya keorganisasian.
Inovatif. Imitatif.
Memiliki fokus jangka panjang. Memiliki fokus jangka pendek.
Sumber: Dalgic (2000)
Selanjutnya, Dalgic (2000) menguraikan sebuah
panduan untuk menanamkan orientasi pasar pada perusahaan, diantaranya:
- Menaruh CEO dan tim manajer sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam proses penanaman
orientasi pasar.
- Memastikan bahwa alasan untuk berubah ke arah
orientasi pasar jelas dikomunikasikan kepada setiap individu di perusahaan dengan segala cara komunikasi.
- Ciptakan lingkungan internal untuk konsultasi dan loloh balik.
- Ambil waktu untuk menyelesaikan proses
perubahan termasuk tahap loloh balik.
22
- Libatkan keryawan dan berikan mereka keleluasan untuk mengerjakan perubahan bagi area fungsional
mereka. - Menyediakan pelatihan dengan nilai-nilai yang baru,
metode kinerja, dan pemahaman pelanggan dan
peningkatan kualitas layanan. - Mengakui dan memberi penghargaan kepada
karyawan yang berhasil.
1.3 Makanan Pokok (Staple Food)
Wikipedia.com menjelaskan bahwa makanan
pokok (staple food) adalah makanan yang menjadi gizi dasar, namun tidak menyediakan keseluruhan nutrisi
yang dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu makanan pokok dimakan bersama dengan lauk pauk untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi seseorang dan mencegah kekurangan gizi. Makanan pokok berbeda-beda sesuai dengan keadaan tempat dan budaya, ada yang berasal
dari tanaman, baik dari serealia seperti beras, gandum, jagung, maupun umbi-umbian seperti kentang, ubi
jalar, talas dan singkong.