bab ii tinjauan pustaka -...

12
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Maskulinitas, Pemimpin Perempuan dan Media Konsep Gender sangat dekat dengan pemahaman nuansa barat (western invention). Konsep gender kemudian di adopsi ke Indonesia, karena masyarakat Indonesia modern kurang memperhatikan esensi budaya local mengenai dinamika relasi-relasi seksual. Gender sebagai suatu konsep bertumpuh pada aspek biologis (biological reductionism), gender memiliki dua ketgori biologis yang berbeda namun saling mengisi, yaitu laki-laki dan perempuan (Cucchiari,1994) Dalam masyarakat berkembang berbagai konstruksi-konstruksi sosial yang melahirkan ketimpangan atau bias dalam pembagian lahan kerja maupun persepektif sosial mengenai dua kategori gender diatas, ketimpangan yang disadari oleh kategori perempuan akan begitu diagungkannya hak laki- laki melahirkan gerakan pembela perempuan untuk memperjuangkan hanya demi terwujudnya kesetaraan gender, gerakan ini yang disebut Feminisme. Berbagai konsep muncul untuk menjelaskan bagaimana kesetaraan dapat terwujud dalam berbagai aspek salah satunya aspek kepemimpinan oleh perempuan. Dalam feminisme perjuangan ini dapat dilambangkan dengan feminism liberalism, Marxis dan Radikal. Berdasarkan data yang dipaparkan di atas, konsep feminism liberal menjadi konsep besar yang dapat menjelaskan bagaimana perjuangan perempuan dalam memperoleh kuasa dalam menyampaikan suara dalam tatanan suatu Negara. Namun budaya maskulinitas menjadi suatu tantangan tersendiri bagi para kaum perempuan untuk memperjuangkan hak kesetraan yang dijelaskan diatas, salah satunya dalam berkarir sebagai seorang pemimpin dunia maupun dalam suatu Negara.

Upload: hoangdieu

Post on 13-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Maskulinitas, Pemimpin Perempuan dan Media

Konsep Gender sangat dekat dengan pemahaman nuansa barat

(western invention). Konsep gender kemudian di adopsi ke Indonesia, karena

masyarakat Indonesia modern kurang memperhatikan esensi budaya local

mengenai dinamika relasi-relasi seksual. Gender sebagai suatu konsep

bertumpuh pada aspek biologis (biological reductionism), gender memiliki dua

ketgori biologis yang berbeda namun saling mengisi, yaitu laki-laki dan

perempuan (Cucchiari,1994)

Dalam masyarakat berkembang berbagai konstruksi-konstruksi

sosial yang melahirkan ketimpangan atau bias dalam pembagian lahan kerja

maupun persepektif sosial mengenai dua kategori gender diatas, ketimpangan

yang disadari oleh kategori perempuan akan begitu diagungkannya hak laki-

laki melahirkan gerakan pembela perempuan untuk memperjuangkan hanya

demi terwujudnya kesetaraan gender, gerakan ini yang disebut Feminisme.

Berbagai konsep muncul untuk menjelaskan bagaimana

kesetaraan dapat terwujud dalam berbagai aspek salah satunya aspek

kepemimpinan oleh perempuan. Dalam feminisme perjuangan ini dapat

dilambangkan dengan feminism liberalism, Marxis dan Radikal. Berdasarkan

data yang dipaparkan di atas, konsep feminism liberal menjadi konsep besar

yang dapat menjelaskan bagaimana perjuangan perempuan dalam memperoleh

kuasa dalam menyampaikan suara dalam tatanan suatu Negara.

Namun budaya maskulinitas menjadi suatu tantangan tersendiri

bagi para kaum perempuan untuk memperjuangkan hak kesetraan yang

dijelaskan diatas, salah satunya dalam berkarir sebagai seorang pemimpin

dunia maupun dalam suatu Negara.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

12

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Michigan University

oleh Wessel,dkk mengemukakan hasil penelitian yang menunjukan bahwa

seorang perempuan yang berada dalam posisi pemimpin harus dapat bermain

maksimal hingga mencapai kualitas maskulin jika ingin berhasil dalam

pekerjaan atau lingkungan pekerjaan yang didominasi laki-laki. (Journal of

Psychology of Women,2014)

Melihat penjelasan diatas menunjukan realita yang ada dalam

perkembangan Gender saat ini. Media sebagai saluran Informasi menjalankan

perannya dengan membangun informasi kepada masyarakat mengenai realita

diatas,yang kemudian disiarkan dalam berbagai bentuk program, hal ini

kemudian membangun pemikiran masyarakat mengenai pemimpn perempuan

itu sendiri.

2.1.1. Konstruksi Gender dan Pemimpin Perempuan

2.1.1.1. Maskulinitas

Kata masculine sendiri dekat dengan kata Mascle (otot) yang dapat

segera diasosiasikan dengan kekuatan, keperkasaan, kepahlawanan, kekerasan

dan pekerjaaan militer. Maskuslinsitas adalah stereotype mengenai karakter

seorang laki-laki. Maskulin dan feminis memiliki tataran yang sama yaitu

menggamabrkan kesetaraan derajat gender dalam berbagai aspek. Jika karakter

berlebihan disebut laki-laki super maskulin, jika kurang maka disebut laki-laki

kurang maskulin atau laki-laki feminin (Darwin,2015:1).

Maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain

kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri,

kesetiakawanan laki-laki, dan kerja. Di antara yang dipandang rendah adalah

hubungan interpersonal, kemampuan verbal, kehidupan domestik, kelembutan,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

13

komunikasi, perempuan, dan anak-anak, dalam budaya China juga terdapat

beberapa tolak ukur seseorang dipandang Maskulin, yaitu ketika memiliki

kewibawaan, kuat, angkuh, arogan, perkasa dan keras, sehingga ketika seorang

individu sudah memiliki karakter maskulin ini maka individu tersebut harus

menyimpan sisi feminim dalam dirinya agar mampu mengimbangi karakter

keras yang dimilikinya. (Wang,2009:104).

Steoreotype maskulinitas mencakupi beberapa aspek karakateristik

individu, yaitu karakter atau kepribadian, perilaku peranan,okupasi,

penampakan fisik maupun orientasi seksual. Seperti halnya stereorype

mengenai karakter laki-laki yang terbuka, kasar, agresif dan rasional telah

tertanam dalam masyarakat, hal tersebut terbentuk juga merupakan dampak

dari budaya patriaki yang ada hingga saat ini (Darwin,2015:3)

Conell berpendapat bahwa maskulinitas tidak akan ada jika tidak

dibedakan dengan feminitas. Terminologi maskulinitas sebenarnya tidak

memiliki makna apapun. Hanya saja, dalam struktur sosial, perilaku

masyarakat mencerminkan demikian. Conell kemudian melakukan empat

klasifikasi atas pemahaman maskulinitas dalam perspektif ilmiah. Pertama,

dari pandangan positivis, maskulinitas berupaya menggambarkan “what man

actually are” dengan menghubungkan antara hal biologis atau

pengelompokkan sosial.Kedua pendekatan normatif, masyarakat memiliki

konsep sendiri terhadap “what men ought to be” .Ketiga, perspektif esensialis

memiliki pemahaman bahwa maskulinitas diperoleh dari kepribadian masing-

masing atau hormon yang dibawa. Keempat dalam pendekatan semiotika

perbedaan maskulinitas dan feminitas menjadikannya sebagai ruang simbolik

(Conell, 1995: 68-70 dalam Kusumaningrum).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

14

Barker dalam Nasir (2007:1) laki-laki tidak dilahirkan begitu saja

dengan sifat maskulinya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh

kebudayaan.Hal yang menentukan sifat perempuan dan laki-laki adalah

kebudayaan.Sehingga sifat maskulinitas berbeda-beda pada setiap kebudayaan.

Konsep maskulinitas dalam budaya timur seperti Indonesia juga dipengaruhi

oleh faktor kebudayaan. Ketika seseorang anak laki-laki lahir maka dibebankan

beragam norma, kewajiban dan setumpuk harapan keluarga kepadanya.

Berbagai aturan dan atribut budaya telah diterima melalui beragam media yaitu

ritual adat, teks agama, pola asuh, jenis permainan, tayangan televisi, buku

bacaan, petuah dan filosofi hidup. (Kusumaningrum,2016:5).

2.1.1.2. Karakter Kepemimpinan

Secara harafiah kata pemimpin berasal dari kata pimpin yang berarti

mengarahkan, membina, mengatur, menuntun dan juga menunjukan ataupun

mempengaruhi. Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab besar dalam

memenuhi visi suatu bidang maupun organisasi yang dipimpinnya baik secara

fisik maupun spiritual. Dalam hal ini menunjukan bahwa menjadi seorang

pemimpin tidaklah mudah dan setiap individu memiliki karakter

kepemimpinan yang berbeda-beda. (Ageng Puspanegara,2012)

George R. Terry mengartikan bahwa Kepemimpinan adalah aktivitas

untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan suatu

bidang yang dipimpin ataupun organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut

seorang pemimpin harus melewati proses mempengaruhi dalam menentukan

tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,

mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Miftah

Thoha,2010:5)

Menurut Hudges (2012:4) kepemimpinan adalah suatu peristiwa yang

kompleks yang melibatkan 3 unsur yaitu pemimpin (leader) pengikut

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

15

(follower) dan situasi (situation). Kompleksitas kepemimpinan dapat dilihat

dari keberagaman sifat kepribadian atau perilaku seorang pemimpin dalam

menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Kepemimpinan juga menyangkut

proses hubungan antara pemimpin dan pengikut, serta bagaimana tindakan

seorang pemimpin di penagruhi oleh situasi dimana ia menjalankan tugasnya.

2.1.1.3. Pemimpin Perempuan di Kepemerintahan

Indonesia yang mengusung budaya patriarki, membuat kedudukan

perempuan masih saja menjadi sub ordinat laki-laki. Karena budaya ini pula

perempuan Indonesia masih termarjinalkan dan selalu diasosiasikan

mengambil peran domestic saja. Kesempatan para perempuan untuk

melenggang di dunia politik awalnya dirasa sangat terbatas. Namun, kenyataan

yang berkembang dalam masyarakat fenomena ini lambat laun semakin

bergeser, seiring dengan perubahan kondisi dan struktur masyarakat, termasuk

pendekatan gender yang berkembang akhir-akhir ini. Hal ini dapat dilihat dari

semakin besarnya peran perempuan baik secara kuantitas maupun kualitas.

Tidak sedikit perempuan yang telah bermigrasi dari keterbelakangan

pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan tinggi.

Perempuan juga telah keluar dari sekedar mengurusi urusan domestik,

melainkan berperan pada wilayah publik, termasuk beberapa diantaranya telah

menjadi pejabat publik.

Mereka, perempuan yang telah memiliki peran penting dalam lembaga

kepemerintahan ataupun susunan kabinet dibagi dalam beberapa kategori yaitu

Purnawirawan, Birokrat Karir (Individu yang berkarir dalam lembaga maupun

organisasi kepemerintahan), Teknokrat (Cendekiawan yang bekerja dalam

Kepemerintahan), Praktisi, Akademisi dan Politisi (individu yang terlibat

langsung dengan praktik politik dalam kepengurusan partai maupun lembaga

kepemerintahan (Romelta, 2014)). Dalam penelitian ini akan masuk dalam

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

16

kategori Kabinet Praktisi karena Menteri Susi Pudjiastuti merupakan Praktisi

bidang Perikanan dan Kelautan.

Sejak diterapkannya kuota 30% dalam pemilu, jumlah keterwakilan

perempuan dalam parlemen akhirnya cukup meningkat. Serta, akhirnya

bermunculan perempuan-perempuan yang masuk dan bahkan memimpin

dalam parlemen. Munculnya pemimpin perempuan yang berkualitas menjadi

isu yang menarik bagi Indonesia yang mengambil budaya patriarki. Munculnya

Sri Mulyani, Khofifah Indar Parawansa, bahkan sampai Tri Rismaharini

membuktikan bahwa perempuan tidak hanya baik dalam bidang domestic,

perempuan juga mampu masuk dalam dunia kepemimpinan negara dan

berkualitas. (Hendrawati,2014)

2.2. Analisis Wacana Kritis (Sara Mills)

Analisis Wacana Kritis merupakan metode analisa data berupa teks dan

seberapa dalam teks diinterpretasikan dalam pikiran pembacanya, menurut

Guy Cook (Eriyanto,2001:8) ada tiga hal penting dalam analisis wacana yaitu

teks,konteks dan wacana. Teks menyangkut segala bentuk bahasa dan semua

jenis ekspresi komunikasi,ucapan,musik, gambar, efek, suara, cita dan lain

sebagainya. Konteks menyangkut berbagai situasi yang berada diluar teks dan

mempengaruhi pemilihan bahasa dalam suatu teks, seperti partisipan dalam

bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan dan

lain sebagainya. Sedangkan wacana dimaknai sebagai teks dan konteks secara

bersamaan.

Analisis Wacana mencoba menganalisis teks dan konteks bersama-

sama dalam suatu proses komunikasi. Penggunaan monteks dalam pemaknaan

bahasa bertujuan untuk menunjukan bahwa tidak ada tindakan komunikasi

tanpa partisipan, intereks, situasi dan sebagainya (Eriyanto,2001:9).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

17

Analisis Wacana Kritis (AWK) dengan model Sara Mills merupakan

pendekatan linguistic yang memiliki perhatian utama pada wacana feminism

dengan melihat bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks dan gambar.

AWK Sara Mills ini juga sering disebut wacana berprespektif feminis karena

melalui analisa ini akan mengemukakan bagaimana teks bias dalam

menampilkan sosok perempuan, bagaimana juga sosok perempuan ditampilkan

sebagai pihak yangsalah dan marginal dibandingkan dengan laki-laki.

Beberapa hal menganai bias diatas yang menjadi fokus utama Sara Mills.

(Darma,2009:85)

Gagasan Sara Mills lebih melihat bagaiamana posisi subjek yang

menjadi penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan, posisi tersebut

dirasa penting untuk dikemukakan karena akan menentukan bagaiamana

struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara

keseluruhan. Selain posisi Subjek-Objek diatas, Sara Mills juga menjelaskan

posisi lain yaitu Pembaca dan Penulis, bagaimana seorang pembaca akan

memposisikan dirinya ketika membaca penceritaan teks, hal ini akan

mempengaruhi bagaimana Subjek-Objek diinterpretasikan oleh Pembaca.

Secara keseluruhan proses analisis posisi ini akan membuat satu pihak menjadi

legitimit dan pihak lain menjadi ilegitimit. (Darma,2009:86)

Tabel 2.1. Kerangka Analisis Wacana Kritis Sara Mills

TINGKAT YANG INGIN DILIHAT

Posisi Subjek-Objek Bagaimana peristiwa dilihat, kacamata isapa

peristiwa ini dilihat. Siapa yang diposisikan

sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang

menjadi objek yang diceritakan. Apakah

masing-masing actor dan kelompok sosial

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

18

Sumber : Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media (Eriyanto,2001:211)

mempunyai kesempatan untuk menampilkan

dirinya sendiri, gagasannya ataukah

kehadirannya, gagasan ditampilkan oleh

kelompok/orang lain.

Posisi Peneliti-Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan

dalam teks. Bagaimana pembaca

memposisikan dirinya dalam teks yang

ditampilkan. Kepada kelompok manakah

pembca mengidentifikasi dirinya.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

19

2.3. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis mengacu dan menjadikan 3 jurnal

penelitian sejenis sebelumnya sebagai referensi. 3 jurnal tersebut antara lain

Journal of Interantional Women’s Studies “Women’s Access to Political

Leadership in Madagascar : The Value of History and Social Political

Activism (Ave Altius & Joel Raveloharimisy, July 2016, Bridgewater State

University), journal Pertama menjelaskan mengenai gaps yang masih dialami

perempuan dan laki-laki dalam partisipasi politiknya. Penelitian ini

menjelaskan akses perempuan di Madagascar ke kursi kepemimpinan poitik di

daerah nya, penelitian ini juga menemukan bahwa melalui studi literatur terkait

menemukan 3 faktor besar alasan partisipasi perempuan di politik yaitu Kuota

perempuan (Gender Quotas) dalam parlemen yang diatur dalam Undang-

Undang, Kekerabatan (Kinship), serta Pergolakan Sosial (Societal Upheaval).

Kemudian dalam realita lapangan yang ditemui oleh penulis ini, faktor-faktor

yang menjadi alasan perempuan di Madagascar berpartisipasi dalam

kepemimpinan politiknya berbeda yaitu karena adanya faktor Warisan Sejarah

(History Legacy of Madagascar Women) dan Partsisipasi menjadi Aktivis

Gerakan Sosial.

Thesis for Master Degree-Studi Tentang Representasi, Penilaian

Perempuan dan Gagasan Keterwakilan Perempuan di Parlemen pada

Pemilu Legislatif 2009 di Televisi (Dr.Widodo Muktiyo,Univesitas Negeri

Solo), dalam tesis ini menjelaskan bahwa Televisi dalam menyuguhkan

representasi politisi perempuan ditandai oleh beberapa hal yakni anihilasi

(kecenderungan kurang/langka) politisi perempuan dalam pemberitaan (kecuali

Megawati Soekarno Putri dan Puan Maharani). Selanjutnya dapat dikatakan

bahwa representasi politisi perempuan di televisi lebih banyak dijumpai di

berbagai acara talkshow. Namun demikian representasi politisi perempuan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

20

lebih didominasi oleh politisi perempuan mantan artis dan selebritis seperti

Oky Asokawati (mantan model dan pemain sinetron, PPP), Ratih Sanggarwati

(mantan model, PPP), Nurul Arifin (mantan pemain film, Golkar) dan Rieke

Dyah Pitaloka (pemain sinetron, PDIP). Temuan tersebut semakin

diamplifikasi lewat hasil survei riset yang dilakukan dimana responden

(pemilih perempuan) pada umumnya tidak meyakini peran media massa

khususnya televisi dalam membantu mendukung gagasan keterwakilan

perempuan (kuota 30 %) di parlemen. Sebanyak 28 orang (35%) responden

mengatakan ragu dan 22 orang (27,5%) lainnya mengatakan televisi tidak

membantu mendukung gagasan keterwakilan perempuan di parlemen dan

hanya 30 orang (37,5%) responden yang memiliki penilaian bahwa televisi

telah membantu mendukung gagasan tersebut. Sementara dari sisi korelasi

variabel sosio-demografis, dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel umur

relatif tidak berkorelasi dengan penilaian. Dimana baik responden laki-laki

maupun perempuan sama-sama cenderung memiliki penilaian bahwa

kehadiran kaum perempuan di lembaga perwakilan rakyat merupakan suatu

keharusan dan penting bagi jaminan keterwakilan aspirasi hal-hak perempuan

di parlemen. Akan tetapi hasilnya berbanding terbalik apabila ditilik dari

variabel pendidikan dimana diketahui bahwa pendidikan semakin tinggi akan

mempengaruhi tingkat penilaian

Perjuangan Kaum Perempuan dalam Memperoleh Kesetaraan

Hak- Studi Kasus Perempuan Di Negara Iran Dan Indonesia Hak Politik

(Febrianto Syam,Journal Academia).

Perempuan adalah salah satu bagian dari masyarakat yang dalam hal

ini adalah sama posisi dan kedudukannya bila dilihat dari sudut pandang

agama. Namun yang terjadi kemudian pada beberapa waktu lampau yakni

adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan yang menyebabkan aktivitas

mereka menjadi terganggu bahkan dihilangkan. Adanya konsep yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

21

kemudian menyudutkan perempuan kemudian menjadi faktor kurangnya

partisipasi perempuan dalam masalah public. Dalam tulisan ini kemudian

membahas mengenai upaya para perempuan di Iran dan Indonesia dalam

memperoleh hak politik mereka. Dimana sebelumnya hak tersebut tidak

diadakan oleh Negara sebagai suatu kepentingan umum

Kelebihan penelitian ini dibanding penelitian yang telah dilaksanakan

diatas adalah lebih memfokuskan pada faktor media dalam hal ini Televisi

(TV) yang sangat kuat saat ini dalam mempengaruhi pemikiran masyarakat,

khususnya masyarakat Indonesia, sehingga dapat melengkapi penelitian-

penelitian sebelumnya untuk melihat faktor lain yang penting dalam

berkembangnya pengetahuan mengenai Gender Studies di Indonesia.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14795/2/T1_362013027_BAB II... · pendidikan menuju perempuan berpendidikan, termasuk berpendidikan

22

2.4. Kerangka Pikir

Pemimpin Perempuan di Kabinet

Kerja Presiden Joko Widodo

Konstruksi Maskulinitas

Menteri Perikanan dan

Kelautan Susi Pudjiastuti

Media (Televisi)

Maskulinitas pemimpin tersebut

ditayangkan dalam program-program yang

ada di Televisi

Menteri Susi Pudjiastuti dalam

Talkshow Kick Andy Metro TV edisi

8 April 2016

Maskulinitas pemimpin

perempuan

Analisa wacana kritis (Sara Mills)

pada Menteri Susi Pudjiastuti

dalam Talkshow Kick Andy Metro

TV edisi 8 April 2016