parenting class bagi orang tua berpendidikan rendah …

21
1 PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH DALAM PENGASUHAN ANAK DI DESA Ratriana Yuliastuti E.Kusumiati. M.Si., Psi. Wahyuni Kristinawati, M.Si., Psi. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola pengasuhan (parenting) pada orang tua berpendidikan rendah dengan metode pengumpulan data berupa diskusi kelompok terarah. Subjek adalah 20 pasang suami istri yang memiliki anak usia 7 bulan 13 tahun, berpendidikan maksimal SMP, dan tinggal di dusun Kopeng, desa Kopen, Kecamatan Geasan, Kab. Semarang. Berdasar data diketahuia bahwa keterbatasan pendidikan orang tua berpotensi menjadi kendala dalam pola pengasuhan. Responsivitas dan kontrol orang tua cenderung menekankan pengembangan aspek perkembangan yang sifatnya konkrit, yaitu perkembangan fisik dan perkembangan sosial, sementara perkembangan emosi dan kognitif masih belum memperoleh perhatian yang memadai. Bentuk-bentuk respon juga masih miskin oleh keterbatasan wawassan dan pengetahuan orang tua. Budaya di desa memberi keuntungan dalam pengembangan aspek sosial karena sejak kecil turut menghidupi budaya kolektivism dalam hal saling menolong. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah pilar utama pembentukan kepribadian. Oleh keluarga berbagai kebiasaan anak dilatih dan dibentuk, segala potensi anak dikembangkan, dan ketrampilan dasar kehidupan diajarkan. Pada sebagian orang tua, tindakan pendidikan dan pengasuhan anak didasarkan atas pengalaman semata atau pada tradisi lingkungannya. Betapa penting atribut positif orang tua dalam menjalankan fungsi optimal berorangtua (parenting). Parenting yang efektif meliputi kemampuan mengembangkan harapan yang jelas pada anak, sikap tenang saat anak merajuk atau mengamuk, memberikan konsekuensi positif dan negatif secara konsisten, menjadi model peran yang positif, dan memberi pujian yang tepat pada perilaku yang diharapkan. Aspek perkembangan anak yang mendapat pengaruh dalam kebefungsian orang tua dapat dibagi menjadi empat (4) aspek perkembangan

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

1

PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN

RENDAH DALAM PENGASUHAN ANAK DI DESA

Ratriana Yuliastuti E.Kusumiati. M.Si., Psi. Wahyuni Kristinawati, M.Si., Psi.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola pengasuhan (parenting) pada

orang tua berpendidikan rendah dengan metode pengumpulan data berupa diskusi

kelompok terarah. Subjek adalah 20 pasang suami istri yang memiliki anak usia 7

bulan – 13 tahun, berpendidikan maksimal SMP, dan tinggal di dusun Kopeng,

desa Kopen, Kecamatan Geasan, Kab. Semarang. Berdasar data diketahuia bahwa

keterbatasan pendidikan orang tua berpotensi menjadi kendala dalam pola

pengasuhan. Responsivitas dan kontrol orang tua cenderung menekankan

pengembangan aspek perkembangan yang sifatnya konkrit, yaitu perkembangan

fisik dan perkembangan sosial, sementara perkembangan emosi dan kognitif

masih belum memperoleh perhatian yang memadai. Bentuk-bentuk respon juga

masih miskin oleh keterbatasan wawassan dan pengetahuan orang tua. Budaya di

desa memberi keuntungan dalam pengembangan aspek sosial karena sejak kecil

turut menghidupi budaya kolektivism dalam hal saling menolong.

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah pilar utama pembentukan kepribadian. Oleh keluarga

berbagai kebiasaan anak dilatih dan dibentuk, segala potensi anak dikembangkan,

dan ketrampilan dasar kehidupan diajarkan. Pada sebagian orang tua, tindakan

pendidikan dan pengasuhan anak didasarkan atas pengalaman semata atau pada

tradisi lingkungannya. Betapa penting atribut positif orang tua dalam menjalankan

fungsi optimal berorangtua (parenting). Parenting yang efektif meliputi

kemampuan mengembangkan harapan yang jelas pada anak, sikap tenang saat anak

merajuk atau mengamuk, memberikan konsekuensi positif dan negatif secara

konsisten, menjadi model peran yang positif, dan memberi pujian yang tepat pada

perilaku yang diharapkan. Aspek perkembangan anak yang mendapat pengaruh

dalam kebefungsian orang tua dapat dibagi menjadi empat (4) aspek perkembangan

Page 2: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

2

yaitu: Perkembangan fisik, perkembangan intelektual, perkembangan emosi-

kepribadian, dan perkembangan psikososial.

Pada masyarakat desa, menjadi orang tua yang trampil memiliki tantangan

yang berbeda dari orang tua di kota. Di Kopeng, misalnya, sebuah desa di

Kabupaten Semarang ini, sekitar 80% penduduknya mengenyam pendidikan

Sekolah Dasar (profil desa Kopeng, 2008). Keterbatasan pendidikan ini diduga

memiliki pengaruh terhadap cara masyarakat melaksanakan fungsi berorang tua

(parenting). Selain kemampuan mereka yang masih sederhana, keterbatasan akses

membuat orang tua kurang trampil mengevaluasi gaya pengasuhan yang mereka

terapkan. Di sisi lain orang tua dari kelompok sosial bawah (termasuk mereka

dengan pendidikan rendah) memiliki ambisi untuk mendorong anak-anak

bersekolah lebih tinggi dari mereka sendiri. Hal ini membuat anak-anak dari orang

tua berpendidikan rendah dituntut mengadopsi nilai dan perilaku yang berbeda dari

yang mereka lihat pada orang tua (Lamanna dan Riedmann, 1994).

Uraian di atas mengindikasikan bahwa upaya mendorong pola parenting

yang adekuat selalu menjadi tindakan penting yang layak diperhitungkan, suatu

lompatan yang terpenting dalam kehidupan anak-anak kita, dan jika upaya ini

dikerjakan, evaluasi atas efektivitas usaha itu merupakan kunci utama dalam rangka

memperoleh tinjauan yang dapat dipertanggungjawabkan. Menemukan metode yang

sehat bagi anak dalam proses parenting adalah upaya yang memerlukan

waktu,biaya, dan energi cukup besar sekaligus bernilai guna tinggi. Karena itulah

peneliti tertarik untuk meneliti tentang Efektivitas Parenting Class Bagi Orangtua

Berpendidikan Rendah dalam Pengasuhan Anak di Desa.

B. Tujuan Khusus

1. Memperoleh gambaran pola pengasuhan orang tua berpendidikan rendash di desa.

2. Menerapkan ilmu psikologi dalam bentuk modul strategi parenting khususnya

bagi orangtua berpendidikan rendah.

Page 3: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

3

C. Urgensi Penelitian

Penelitian ini memiliki urgensi bagi pengembangan institusi dan

pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan non formal bagi orangtua

berpendidikan rendah . Adapun urgensi penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Memperkaya kajian ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan dan

psikologi keluarga.

2. Membekali orang tua berpendidikan rendah dalam hal pengasuhan anak yang

meliputi: mengenali pola pengasuhan yang salah dan yang tepat, pengaruh relasi

suami-istri dalam pembentukan perilaku anak, model-model modifikasi perilaku

dalam pengasuhan sehari-hari.

3. Meningkatkan peran ayah dan ibu sebagai mitra sejajar dalam pengasuhan anak.

4. Menciptakan „agent of change’ dalam masyarakat desa terkait hal menjadi orang

tua yang bertanggung jawab.

BAB II. TINJAUAN

A. Psikologi Belajar

Belajar merupakan proses perubahan suatu rangkaian tingkah laku yang

sifatnya menetap. Menurut Gunarsa (1981), pada dasarnya setiap anak mengalami

dua proses belajar, yaitu:

1) Belajar melalui kondisioning, yaitu memberikan penguatan dan hukuman dalam

proses pembentukan, penghilangan, atau modifikasi perilaku.

2) Belajar melalui pengamatan terhadap model-model perilaku di luar dirinya.

Pihak yang menjadi model bisa berasal dari kelompok anak usia sebaya, guru,

dan model yang intensif memaparkan contoh perilaku adalah orang tua.

Keunikan yang dimiliki setiap individu di dunia terjadi antara lain

karena perbedaan proses belajar antara setiap individu dan perbedaan dinamika

faktor yang mempengaruhi perkembangan. Hereditas, lingkungan, dan kematangan

fungsi tubuh merupakan penentu pertama. Namun penentu lain adalah faktor yang

tak kalah penting, yaitu konteks kehidupan individu; termasuk di dalamnya adalah

Page 4: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

4

keluarga, status sosial ekonomi, dan budaya setempat (Papalia, Olds, dan Feldman,

2004).

B. Parenting

Parenting (menjadi orang tua) adalah proses meningkatkan dan mendorong

perkembangan fisik, sosial, emosional, dan intelektual anak dari masa bayi hingga

dewasa. Parenting menunjuk pada aktivitas mengasuh anak daripada hubungan

biologikal (http://en.wikipedia.org/wiki/Parenting).

Menjadi orang tua merupakan suatu titik penting dalam perkembangan

hidup. Ketergantungan anak yang baru lahir mampu mengubah individu dan

mengubah hubungan relasional. Dalam proses ini, anak berkembang dan orang tua

pun berkembang ((Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Kualitas interaksi antara

orang tua dan anak akan menentukan kualitas anak baik secara fisik, sosial, dan

emosional anak; sekaligus juga berpengaruh pada kepuasan pernikahan suami dan

istri.

C. Dimensi- Dimensi Parenting

Dimensi pola asuh menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) terdiri dari 2

dimensi yaitu responsiveness dan demandingness. Dimensi responsiveness

mengacu pada derajat atau kadar orangtua dalam memperhatikan kebutuhan dalam

suatu bentuk atau cara penerimaan, dukungan, kehangatan dan dorongan. Adapun

dimensi demandingness mengacu pada pola orangtua dalam mengontrol perilaku

anak untuk mencapai perilaku yang diharapkan, kematangan dan perilaku

tanggung jawab. Keseimbangan antara dua dimensi tersebut menghasilkan

pengaruh positif terhadap perkembangan anak hingga dewasa.

D. Aspek Perkembangan Anak

Aspek perkembangan pada anak meliputi perkembangan fisik, perkembangan emosi,

perkembangan kognitif (intelektual) dan perkembangan psikososial.

1. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang

Page 5: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

5

anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang

kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.

Perkembangan fisik meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus,

keduanya berkembang sesuai usia anak. Kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan

melompat termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan

sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan

tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak.

Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang

anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya. Adapun perkembangan motorik halus

merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau

sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh

kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting,

dan menyusun balok termasuk contoh gerakan motorik halus.

2. Perkembangan Emosi

Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk mencintai; merasa

nyaman, berani, gembira, takut, dan marah; serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada

aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang

di sekitarnya. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang

diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan

belajar untuk menyayangi.

3. Perkembangan Kognitif

Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam

menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya.

Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan

maupun isyarat), memahami kata, dan berbicara.

4. Perkembangan Sosial

Aspek psikososial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan

lingkungannya. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa dan bermain bersama

teman-teman sebayanya.

Page 6: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

6

Dengan mengetahui aspek-aspek perkembangan anak, orangtua dapat memberikan

rangsangan serta latihan agar keempat aspek tersebut berkembang secara seimbang.

Rangsangan atau latihan tidak bisa terfokus hanya pada satu atau sebagian aspek.

Tentunya, rangsangan dan latihan tersebut diberikan dengan tetap memerhatikan

kesiapan anak, bukan dengan paksaan.

E. Krisis Keluarga dan Kemampuan Adaptasi

Berkeluarga tentu tidak lepas dari permasalahan dan keterbatasan. Berbagai

jenis masalah ini menimbulkan krisis bagi keluarga. Di Indonesia, semakin

banyaknya jumah orang miskin mengindikasikan semakin banyak pula keluarga

yang menghadapi persoalan. Sumber stress dan kesulitan hidup menuntut orang tua

dan anggota keluarga untuk mengatasinya. Keluarga yang memandang masalah

sebagai akibat kesalahan mereka sendiri akan merasa lebih menderita daripada

keluarga yang berpandangan bahwa masalah yang terjadi berasal dari luar dirinya.

Keterbatasan pendidikan orang tua merupakan salah satu sumber krisis

potensial keluarga. Yang terpenting adalah reaksi orang tua terhadap krisis yang

terjadi dan bagaimana orang tua mampu beradaptasi. Keluarga yang mampu

mengatasi masalah yang dihadapi adalah keluarga yang kuat, di mana satu anggota

saling memberi dukungan dengan anggota yang lain. Sebaliknya keluarga yang

lemah akan lebih rentan terhadap akibat yang tidak menguntungkan jika

menghadapi kejadian pemicu krisis (Lamanna dan Riedmann, 1994). Orang tua

pada keluarga lemah ini memiliki potensi menerapkan pola asuh yang keliru. Jika

perlakuan orang tua pada anak keliru, maka yang akan terjadi bukannya perilaku

yang baik, bahkan akan mempertambah buruk perilaku anak (Ramadhan dalam

http://tarmizi.wordpress.com/2009).

F. Parenting pada Orang Tua Berpendidikan Rendah

Status sosial ekonomi memiliki peran besar dalam meraih akses

pendidikan. Pada masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah, maka

pendidikan masyarakatnya juga cenderung rendah (NCES Digest dalam Papalia,

Olds, dan Feldman, 2004), padahal pendidikan merupakan aspek penting dalam

memberi pengasuhan pada anak. Semakin tinggi pendidikan, sesesorang semakin

Page 7: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

7

mampu menggunakan penalaran dan semakin fleksibel dan memegang komitmen

dan tata nilai yang dipilihnya secara bebas.

Menurut Lamanna dan Riedmann (1994) orang tua dengan status sosial

rendah memperoleh pendapatan dan jaminan kehidupan yang tergantung pada

pemberi kerja. Pada orang tua status social rendah, masalah ekonomi dan

penggunaan waktu lebih banyak dihadapi sekalipun suami dan istri keduanya

bekerja. LeMaster dan DeFrain (dalam Lamanna dan Riedmann, 1994)

menyatakan bahwa masalah pada orang tua ini bahwa lebih buruk oleh keinginan

untuk memenuhi standard hidup yang lebih tinggi. Jika dikaitkan dengan uraian

sebelumnya, pendidikan rendah memberi peluang lebih besar bagi orang tua untuk

menerapkan pengasuhan yang keliru terkait keterbatasan wawasan dan akses

informasi.

Selanjutnya orang tua dengan status social rendah memiliki ambisi untuk

mengupayakan pendidikan anak yang lebih tinggi dari mereka. Hal ini membuat

anak mengadopsi nilai dan perilaku yang berbeda: masa kecil orang tua semula

memiliki banyak waktu luang, sedangkan saat ini anak dituntut memenuhi tujuan

orang tua. Perubahan ini juga mampu menjadi potensi masalah antar generasi

dalam keluarga.

Fungsi keluarga untuk bereproduksi, memberi dukungan ekonomi, dan

memberikan keamanan emosi bagi anggotanya memang lebih dimungkinkan pada

keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah di mana umumnya memiliki

orang tua dengan pendidikan yang memadai (paling tidak melewati syarat

pendidikan dasar). Oleh karena itu diperlukan adanya dukungan bagi orang tua

berpendidikan rendah untuk memiliki wawasan yang lebih baik dari sebelumnya

khususnya terkait bagaimana mendidik anak yang efektif.

.

B. Roadmap Penelitian

Tema parenting atau ketrampilan sebagai orang tua telah disadari memiliki

urgensi yang tinggi pada beberapa elemen masyarakat. Selama ini peneliti sebagai

pribadi maupun di bawah koordinasi Fakultas Psikologi UKSW telah melakukan

upaya sosialisasi dengan tema-tema serupa, baik bagi orang tua dalam lingkup

gereja maupun PPA (pusat pengembangan anak), pengasuh di panti asuhan; baik di

kota Salatiga, Semarang, juga luar Jawa. Selama ini kegiatan-kegiatan tersebut

Page 8: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

8

dilakukan sebagai bentuk pengabdian masyarakat dengan pengembangan materi

yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pengguna jasa, tanpa dilakukan

evaluasi yang berkesinambungan.

Kami melihat bahwa kebutuhan masyarakat tentang bagaimana memberi

pengasuhan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak di era globalisasi ini

semakin diperlukan khususnya pada kelompok masyarakat desa dengan pendidikan

yang rendah. Hal ini merupakan bentuk pemberdayaan orang tua, masyarakat dalam

rangka mempersiapkan masa depan anak. Materi parenting class ini disusun

berdasar kajian teoritik, pelatihan dan pengalaman penanganan kasus anak, serta

pertemuan-pertemuan bersama orang tua. Jika dapat diperoleh data empiris tentang

efektivitas materi dan metode pelatihan parenting pada kelompok sasaran ini, maka

replikasi sosialisasi parenting pada kelompok orang tua pendidikan rendah sebagai

kelompok berisiko akan semakin terfokus dan tepat sasaran.

Disain tersebut memberi kesempatan orang tua berpartisipasi dalam

parenting class sehingga akan terbuka wawasan orang tua dalam pengasuhan anak

di rumah dan mengopimalkan keberfungsian keluarga. Dengan mengikuti parenting

class, orang tua memiliki kesempatan mengevaluasi pola pengasuhannya selama ini,

mengembangkan pola baru yang lebih positif, sehingga mampu mengantisipasi

munculnya permasalahan dalam keluarga.

Kami yakin usaha ini berdampak pada deteksi dini gangguan

perkembangan pada anak dan meningkatnya komunikasi antara guru dan orang tua

untuk mengantisipasi kesulitan belajar pada anak. Dengan demikian potensi

terjadinya masalah dalam perkembangan anak dapat diminimalisir. Anak yang

tumbuh dalam keluarga yang memperoleh bekal dari parenting class memiliki

kualitas hidup yang lebih baik sehingga secara ekonomi maupun sosial ia lebih

mampu menjadi individu yang bertanggung jawab.. Berbagai masalah remaja

(narkoba, hubungan seksual pra dan ekstra marital, konsumsi minuman keras) dan

gangguan perkembangan dapat diatisipasi dan dideteksi lebih dini.

Keadaan ini akan mendorong terciptanya masyarakat yang lebih baik;

dengan demikian keluarga-keluarga dalam masyarakat mampu memfungsikan diri

sebagai support group system, Budaya kolektivisme masyarakat desa dapat

dioptimalkan fungsinya dalam kontrol sosial. Merekapun kemudian dapat menjadi

Page 9: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

9

model orang tua yang menerapkan pengasuhan yang relatif lebih sehat dalam

komunitasnya.

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Ruang lingkup

Desa Kopeng adalah sebuah desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan

Getasan, Kabupaten Semarang dengan luas wilayah 136,20 ha. Desa Kopeng bukan

sebuah desa yang terisolasi di mana jarak desa dengan ibukota kecamatan adalah 3

kilometer dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Beberapa pusat fasilitasi umum

(puskesmas, bidan, sekolah dasar dan sekolah menengah) dapat dijangkau

masyarakat dengan cukup cepat. Berikut lokasi desa Kopeng dalam peta Jawa

Tengah:

Sebagian besar penduduk di desa Kopeng mengandalkan pertanian dan

peternakan sebagai mata pencarian utama. Menurut data Profil Desa Kopeng tahun

2008, terdapat 6.186 jiwa penduduk desa kopeng dengan + 40% diantaranya bekerja

di sektor pertanian tanaman pangan dan +21% bekerja di sektor peternakan.

Berdasar sumber data yang sama diketahui bahwa kualitas penduduk

berdasar tingkat pendidikan masih sangat rendah. Penduduk usia dewasa di desa

Kopeng didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar (80,7%) dan diikuti tamatan Sekolah

Menengah Pertama (10,7%). Sebagian lainnya tersebar dengan tingkat pendidikan

Kopeng

Page 10: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

10

Sekolah Menengah Atas hingga Sarjana, dan masih ada 2,5 % penduduk yang buta

aksara.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 20 pasang orang tua sehingga total subjek adalah 40 orang.

Kriteria subjek penelitian sebagai berikut:

1. Berpendidikan maksimal SMP.

2. Memiliki anak berusia maksimal 12 tahun.

3. Anak, ibu, dan ayah tinggal di rumah yang sama.

C. Disain Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah parenting (pola pengasuhan orang tua)

terdiri dari 2 dimensi yaitu responsiveness dan demandingness dalam empat aspek

perkembangan anak yang dilakukan oleh ayah, ibu, dan ayah-ibu secara bersama-

sama. Data pola pengasuhan dilakukan dalam parenting class yang direncanakan

dilakukan dalam 10 kali tatap muka ( empat kali tatap muka bersama ibu, empat

tatap muka bersama ayah, dan dua kali tatap muka bersama-sama). Sebelum

pertemuan pertama terlebih dahulu dilakukan pembicaraan informal dengan Kepala

Dusun Kopeng. Metode yang digunakan adalah bentuk diskusi kelompok terarah

yang dipimpin seorang fasilitator pada tiap kelompok dan dua orang pencatat proses.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif berdasar catatan

proses yang dilakukan dalam kegiatan diskusi kelompok terarah.

D. Disain Analisis Data

Semua data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, sehingga memungkinkan

diperoleh pemahaman mendalam yang sejalan dengan prinsip intepretatif dan yang

digunakan dalam penelitian (Poerwandari, 2005). Analisa yang dilakukan bertujuan

untuk menggambarkan berbagai aspek dari fenomena yang berimplikasi pada

pendekatan yang relasional. Proses analisis dilakukan dalam langkah-langkah

(Patton, 2006): (1) Mengumpulkan data mentah, (2) Menyusun rekaman data

dengan cara mengklasifikasi dan mengorganisasi data, (3) Menulis kajian kasus

secara naratif, yang menyajikan potret menyeluruh tentang objek penelitian.

Page 11: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

11

BAB IV. ANALISA DATA

A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 40 orang tua (20 pasang suami istri) berusia 20-

40 orang berpendidikan maksimal SMP atau sederajat. Mereka memiliki 1-2 anak

yang saat ini dalam range usia 7 bulan – 13 tahun. Sebagian besar subjek bekerja

sebagai petani dan/atau peternak sapi, dan satu orang sebagai bidan sapi. Terdapat

satu pasang suami istri yang bekerja di bidang seni: istri sebagai penyanyi, suami

seorang penari. Seluruh subjek adalah warga Dusun Kopeng Desa Kopeng

Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Pemilihan subjek diserahkan kepada Kepala Dusun Kopeng Desa Kopeng

berdasar kriteria yang ditetapkan peneliti sebelumnya. Sebagai pengganti atas waktu

dan keikutsertaan dalam penelitian ini, subjek memperoleh reward berupa training

kit (tas, buku, dan alat tulis), lauk pada setiap pertemuan, dan beberapa hadiah kecil

dalam forum diskusi.

Dalam observasi ditemukan bahwa terdapat variasi dalam hal tingkat partisipasi

subjek. Ada yang berperan sebagai penghangat suasana, partisipasi aktif, dan ada

pula yang memerlukan dorongan untuk berbicara di depan umum. Pada kelompok

ibu, 16 orang dari 20 ibu hadir penuh, dan 11 dari 20 ayah hadir di setiap

pertemuan. Terdapat satu ibu yang dua kali absen dari pertemuan karena selain ibu

rumah tangga, ia memenuhi undangan sebagai penyanyi panggilan; sementara pada

kelompok ayah, taerdapat dua orang yang hanya datang satu kali dalam seluruh

pertemuan.

B. Pola Pengasuhan Ayah Berdasar Aspek Perkembangan Anak

1. Perkembangan Fisik

National Parent Teacher Asosiation (2002) yang mendasarkan hasil-hasil

penelitian selama 30 tahun terakhir, menyimpulkan manfaat peran ayah bagi

anak adalah makin baiknya tumbuh kembang anak secara fisik, sosio-emosional,

ketrampilan kognitif, pengetahuan (http://exc09dharmautomo.wordpress.com/

2009/ 06/25/peran-ayah-dalam-kepribadian-anak/).

Berkaitan dengan perkembangan fisik anak, yang meliputi perkembangan

tubuh dan kaitannya dengan fungsi indera serta penggunaan motorik halus dan

Page 12: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

12

kasar, nampak bahwa sebagian besar ayah dapat memahami bahwa anak adalah

individu yang mengalami pertumbuhan pesat terutama di masa bayi dan kanak-

kanak awal.

Dalam mengasuh anak terutama berkaitan dengan pertumbuhan fisik, ayah

berusaha memahami anak dengan memberi dorongan dan dukungan agar anak

berani untuk bertumbuh seperti melakukan kegiatan yang melibatkan kemampuan

fisik baik motorik halus maupun kasar. Jika anak mulai senang melempar-lempar,

ayah berusaha melibatkan diri tetapi ketika mulai membahayakan, cenderung

akan diarahkan dengan kegiatan yang lain sebagai pengganti. Demikian pula

ketika anak mulai suka menggunting maka ayah akan berusaha untuk mengawasi

dan mengarahkan. Ketika melakukan sesuatu yang dianggap berbahaya, seperti

bermain api maka ayah cenderung melarang dan mengajak anak untuk bermain

sesuatu yang lain yang dianggap tidak mengandung resiko membahayakan.

Dari ke duapuluh subjek penelitian, mereka berusaha untuk melibatkan diri

terutama dalam kegiatan yang melibatkan permainan-permainan fisik karena bagi

sebagian besar ayah, hal itulah yang dapat dilakukan dibandingkan jika

melakukan kegiatan yang lebih bersifat merawat seperti menyuapi,

menggendong, memandikan dimana hal ini lebih banyak dilakukan oleh kaum

ibu. Hal ini senada dengan pendapat dari Santrock (2002) yang mengatakan

bahwa ayah lebih sering melibatkan diri dengan anak dalam kegiatan yang

bersifat fisik seperti berguling-guling, bermain bola. Ada kecenderungan para

Subjek masih membedakan antara hal yang umumnya dilakukan ibu dan

umumnya dilakukan ayah dalam mengasuh anak karena mereka beranggapan

bahwa ayah lebih banyak berperan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga.

2. Perkembangan Kognitif

Keingintahuan yang besar di masa kanak-kanak menunjukkan perkembangan

kognitif yang terus berkembang pesat di masa ini. Anak belajar melalui dunia

disekitarnya dan hal ini juga dapat dipahami oleh para ayah meski mereka lebih

banyak hanya sekedar memberikan nasihat karena keterbatasan waktu dan

pengetahuan sehingga kurang dapat memberikan pendampingan dalam belajar.

Kadang ayah hanya menemani tetapi mengalami kesulitan jika anak bertanya

terutama tentang pelajaran matematika.

Page 13: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

13

Pada umumnya, para ayah memberikan motivasi berupa “iming-iming”

hadiah jika anaknya naik kelas atau memiliki prestasi belajar yang baik. Ada juga

ayah yang menakut-nakuti anak dengan mengatakan bahwa ia akan segera disusul

adiknya jika tidak naik kelas. Umumnya ayah tidak terlalu mempermasalahkan

nilai yang diperoleh asal mereka dapat naik kelas.

Kesulitan yang dialami adalah adanya kendala anak kurang memiliki

motivasi belajar dan lebih senang menonton televisi. Para ayah mengalami

kesulitan untuk mendorong anaknya belajar karena mereka sendiri juga kurang

memahami bagaimana cara membuat anak dapat tekun belajar. Mereka juga

jarang membacakan cerita atau mendongeng sehingga anak kurang memiliki

kebiasaan membaca. Ada beberapa ayah yang berusaha memanfaatkan

kesenangan anak menonton televisi dengan mendampingi mereka dan

memberikan penjelasan maupun belajar bersama melalui acara televisi yang

mereka tonton.

Berdasar hasil diskusi diketahui bahwa anak lebih sering dibelikan mainan

daripada buku bacaan, hanya sedikit ayah yang membelikan buku bacaan untuk

anak. Adapun mainan yang diberikan juga terbatas pada mainan yang disukai

anak tetapi ada juga ayah yang berusaha memanfaatkan alat-alat sederhana untuk

belajar seperti misalnya karet gelang atau kelereng untuk belajar berhitung.

Inisiatif dari ayah untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak terlihat

masih kurang karena mereka merasa kurang memiliki kemampuan dalam hal itu

dan motivasi untuk membuat anak bisa mencapa prestasi yang optimal juga

rendah.

3. Perkembangan Emosi

Dalam pembahasan mengenai perkembangan emosi, hampir semua ayah

memiliki pemahaman bahwa emosi adalah sesuatu yang bersifat negatif seperti

kemarahan, kejengkelan. Mereka juga nampak kurang memahami bahwa anak

juga dapat dan boleh merasa tidak suka atau tidak senang. Ada anggapan bahwa

anak juga harus selalu menurut kepada orangtua tanpa mereka memahami

bagaimana sebennarnya perasaan anak ketika harus menurut terutama ketika

terpaksa melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai.

Page 14: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

14

Ketika anak mengalami permasalahan atau perasaan tidak nyaman, sebagian

besar ayah masih kurang dapat memberi tanggapan yang berkaitan dengan

ekspresi emosi anak sehingga cenderung memberikan respon supaya anak segera

diam, tidak menangis, atau bersabar.

Ketika berhubungan dengan anak, ayah cenderung lebih sering hanya

menanyakan kegiatan anak sehari-hari dibandingkan menanyakan perasaan anak

termasuk ketika anak menunjukkan raut sedih atau diam saja sepulang sekolah.

Orangtua, dalam hal ini ayah kurang menggali perasaan yang dialami anak. Disisi

lain ayah juga memahami bahwa mereka dapat menjadi model bagi anak dalam

mengekspresikan emosinya kepada orang lain. Hal ini pulalah yang membuat

beberapa ayah mengaku menyesal ketika mereka marah kepada anak-anak

mereka sampai memukul dan membuat anak mereka bersedih.

4. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial anak, dimulai dengan relasi anak dalam keluarga lalu

meluas kepada lingkungan disekitar, terutama teman-teman sebaya sebelum pada

akhirnya mereka akan terjun bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Pada

pembahasan mengenai perkembangan sosial anak, diketahui bahwa para

umumnya ayah berusaha untuk aktif di lingkungan agar anak juga dapat meniru

terutama ketika kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan positif seperti misalnya

kegiatan keagamaan.

Ayah juga berusaha mengetahui teman sepermainan anak dan mengetahui

pula apa yang dilakukan anak bersama teman-temannya. Pada umumnya orangtua

(ayah) memberi kebebasan bagi anak untuk bermain kecuali bermain petasan dan

kartu remi karena di daerah tersebut biasanya kartu remi digunakan untuk berjudi.

Dalam berhubungan dengan orang lain, ayah memberi kebebasan kepada anak

untuk bermain dengan siapa saja tanpa membedakan suku atau agama. Anak juga

sering diajak mengikuti pertemuan atau kegiatan meski terkadang anak

melakukan sesuatu yang dianggap mengganggu seperti memecahkan gelas atau

membuat keributan.

Di rumah, pada umumnya para ayah mengaku memiliki keterbatasan waktu

untuk bermain dengan anak daripada ibu. Ayah lebih banyak memberikan nasihat

seperti misalnya mendorong anak untuk saling tolong menolong agar ketika

Page 15: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

15

dirinya mengalami kesulitan juga akan ada teman yang menolong. Pemahaman

ayah terhadap perkembangan sosial anak bertujuan agar anak dapat

menyesuaikan diri hidup di masyarakat.

C. Pola Pengasuhan Ibu Berdasar Aspek Perkembangan Anak

1. Perkembangan Fisik

Pola pengasuhan dalam aspek perkembangan fisik adalah aspek yang paling

mendapat perhatian oleh para ibu, mungkin karena sifatnya yang konkrit dan

kasat mata. Sebagian besar ibu mengupayakan pemberian ASI sebagai makanan

terbaik bagi bayi dan memberikan makanan bayi jika anak telah menginjak usia 6

bulan. Pada anak-anak yang aktif, saat mereka sudah mulai bermain keluar

rumah, gerakan motorik kasar dikembangkan dengan baik karena geografis desa

yang luas, banyaknya anak-anak dengan usia sebaya, dan orang tua sering

membawa anak ke ladang. Perkembangan motorik halus tidak mendapat

perhatian sebanyak perkembangan motorik kasar. Jika anak menggunakan

gunting, sisir, dan benda stimulan motorik halus lainnya, hal itu lebih karena

minta anak sendiri, bukan karena orang tua dengan sengaja hendak

mengembangkan ketrampilan motorik halus anak.

Pembedaan jenis mainan masih didasarkan pada jenis kelamin anak, dan

hingga akhir diskusi, pendapat ini masih dipertahankan. Anak laki-laki boleh

bermain laying-layang, memanjat, dan semacmnya; sementara anak perempuan

dianggap lebih baik jika tenang, bermain peran, atau jenis permainan yang tidak

memerlukan kekuatan fisik. Ada kekawatiran bahwa perkembangan emosi anak

dapat menyimpang jika mereka bermain dengan mainan yang dianggap tidak

sesuai dengan jenis kelaminnya.

Pengawasan dan kontrol dilakukan orang tua jika anak dianggap melewati durasi

bermain yang semestinya. Ibu mengenali dan dapat menyebutkan dengan siapa

anak bermain, terutama saat anak masih bersekoah di Sekolah Dasar. Ibu

menyatakan bahwa semakin anak beranjak besar, makin tidak diketahui dengan

siapa anak bermain.

Page 16: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

16

2. Perkembangan Kognitif

Keadaan sebagai ibu yang berpendidikan rendah membatasi ruang gerak ibu

dalam mengembangkan perkembangan kognitif anak. Ibu merasa bahwa mereka

tidak mampu memahami mata pelajaran yang dipelajari anak di sekolah.

Sejauh ini mengembangkan rasa ingin tahu anak secara kognitif masih

dipahami ibu dalam batasan pengembangan kemampuan akademis. Adalah hal

baru bagi ibu bahwa daya pikir anak dapat dikembangkan sejak usia sangat dini

dan melalui peristiwa apapun di sekitarnya. Ibu-ibu yang lebih muda memiliki

dorongan lebih kuat untuk memberi stimulasi pada anak seperti mengajarkan

anak lagu, membimbing penggenalan huruf dan angka, dan membelikan buku

mewarnai, namun pada ibu dengan anak yang lebih besar, interaksi untuk

mengembangkan kemampuan berpikir lebih minimal. Buku cerita atau bacaan

anak-anak tidak populer di kalangan para ibu. Selain karena kegiatan anak

didominasi aktivitas fisik dan televisi, membeli buku bacaan dianggap merupakan

pengeluaran ekstra. Hanya satu ibu yang mengatakan kerap membacakan buku

cerita sebelum anak tidur.

3. Perkembangan Emosi

Pada saat diskusi dilakukan, para ibu belum memiliki pemahaman tentang

makna emosi yang benar. Pemahaman mereka terbatas pada perkembangan emosi

negatif (marah) sebagaimana penggunaan kata dalam pembicaraan sehari-hari.

Berdasar hasil diskusi diketahui bahwa respon emosi ibu terhadap anak

sangat terbatas. Meskipun ekspresi emosi ibu lebih bebas terhadap anak daripada

terhadap suaminya, misal dalam menyatakan kasih sayang, namun ibu masih

minimal dalam mengemukakan respon emosi yang positif terhadap anak. Ibu

lebih banyak menggali ingatan dan pengalaman fisik dalam suatu kejadian

daripada menggali perasaan dan emosi anak terkait suatu peristiwa. Kritik masih

lebih mendominasi relasi ibu dengan anak dibandingkan pujian dan dorongan.

Dalam taraf pengetahuan, ibu belum memiliki pemahaman tentang

pengelolaan emosi dan pentingnya melakukannya pada anak. Hanya ada dua ibu

yang menyatakan biasa meminta maaf kepada anak. Sebagian ibu berusaha tidak

Page 17: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

17

bertengkar dengan suami di hadapan anak, tetapi lebih bnayak yang tidak

berpendapat dengan hal itu. Namun secara umum para ibu menyetujui bahwa

orang tua (termasuk ibu) dapat menjadi model bagi anak dalam mengekspresikan

emosinya pada orang lain.

4. Perkembangan Sosial

Secara umum ibu mengetahui bagaimana mengembangkan kemampuan

social anak. Sebagai masyarakat tradisional dengan budaya kolektivisme,

sebagaimana ibu lainnya, responden terbiasa untuk terlibat dalam aktivitas social

di desa. Hal ini juga mendorong anak untuk melakukan aktivitas (terutama

bermain) bersama-sama dalam kelompok. Sebagian ibu terkesan berusaha

berelasi dengan anak tetapi secara umum mereke menyetujui tema yang dingkat

dalam pembicaraan dengan anak. Dalam pembicaraan yang dianggap tabu (Jawa:

saru), ibu berpendapat bahwa pertanyaan anak tidak perlu dijawab dan lebih baik

dialihkan ke pembicaraan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa tema-tema

seksualitas tidak akan diangkat dalam pembicaraan anak dengan ibu, sehingga

anak berpotensi mencari informasi dari sumber lain.

Selanjutnya meskipun ibu yakin anak memahami bahasa kasih yang

digunakan ibu, ibu menyadari adanya perlakuan yang tidak adil pada anak karena

anak sulung atau anak yang lebih besar dituntut untuk bertanggung jawab pada

anak yang lebih kecil dan mereka cenderung dipersalahkan atas tindakan yang

dianggap salah oleh orang tua. Dalam hal ini orang tua abai terhadap perasaan

anak yang lebih besar dan menganggap bahwa hal tersebut sebagai hal wajar.

Dalam diskusi tidak ditermukan adanya pembatasan pergaulan anak: anak

diperbolehkan bergaul dengan teman lintas agama, jenis kelamin, dan usia.

Mereka juga menyadari bahwa kebanggaan ibu pada anak akan terkait dengan

penerimaan anak terhadap diri sendiri dan orang lain. Ibu mengawasi dengan

siapa anak bermain, membatasi jam bermain anak, dan sebagian besar

membiarkan anak lebih banyak menonton televisi karena ibu sibuk dengan

pekerjaan domestik.

Page 18: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

18

Ibu di rumah memegang peran sangat penting dalam hal pengasuhan anak.

Hal ini dapat dilihat bahwa dalam setiap sesi diskusi, anak selalu berdekatan

dengan ibu, sementara saat ayah berdiskusi sangat jarang anak mendekati ayah.

Pada orang tua dengan anak usia bayi (di bawah dua tahun), anak selalu bersama

ibu. Saat anak menangis, ibu yang menemani dan mengalihkan perhatian anak.

Hal ini sesuai dengan pengakuan subjek yang menyatakan bahwa anak adalah

urusan ibu, ayah mencari nafkah. Saat diminta menyebutkan kuantifikasi, ibu

menyatakan bahwa peran ayah sebesar 10-20% saja dalam perkembangan anak.

D. Pola Pengasuhan Anak pada Orang Tua Berpendidikan Rendah

Responsivitas (dimensi responsiveness) Subjek di Desa Kopeng cenderung

menekankan pengembangan aspek perkembangan yang sifatnya konkrit. Respon

para ibu dan ayah lebih banyak dilakukan pada aspek perkembangan fisik dan

sosial (pergaulan) daripada pengembangan aspek emosi dan kognitif. Secara

umum bentuk-bentuk respon juga masih miskin oleh keterbatasan pemahaman

orang tua. Perkembangan emosi, misalnya, dimaknai sebagai emosi negatif saja.

Dalam hal kontrol terhadap pengembangan anak (dimensi demandingness)

Subjek ayah maupun ibu lebih banyak memberikan nasihat kepada anak. Hal ini

terjadi karena sebagian besar Subjek merasa tidak mampu memberi

pendampingan langsung kepada anak. Kebutuhan pemberdayaan mereka sebagai

orang tua, dalam hal ini perluasan wawasan dan informasi, sangat perlu

dilakukan. Bagi orang tua dengan pendidikan rendah, aplaagi tinggal di desa,

tantang untuk melakukan parenting yang efektif lebih terkendala karena wawasan

yang terbatas akan turut membatasi kemampuan mengembangkan harapan yang

jelas pada anak dan konsistensi untuk memberikan konsekuensi positif dan

negative.

Dukungan terhadap perkembangan fisik terlihat cukup nyata dalam bentuk

stimulasi gerak ada usia bayi, bimbingan mewarnai dan pengenalan huruf pada

anak usia balita, dan penyediaan fasilitas sekolah. Namun kebiasaan membaca

tidak tumbuh dalam keluarga sehingga anak menjadi kurang tertarik dengan

buku. Tuntutan orang tua lebih terkait dengan penggunaan waktu anak, dan

Page 19: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

19

belum memberi perhatian pada kualitas aktivitas, meski baik ibu maupun ayah

menyetujui bahwa keingintahuan yang besar di masa kanak-kanak sangat penting

bagi perkembangan kognitif anak. Respon ibu masih terbatas pada anjuran untuk

belajar. Sementara sebagian ibu mengandalkan ayah untuk mendampingi anak

belajar, para ayah justru mengakui bahwa mereka lebih banyak sekedar

memberikan nasihat karena keterbatasan waktu dan pengetahuan sehingga kurang

dapat memberikan pendampingan dalam belajar.

Responsivitas dan kontrol dalam hal aspek perkembangan sosial berjalan

cukup lancar. Lepas dari rendahnya tingkat pendidikan, pola kehidupan budaya

desa yang menekankan kebersamaan memberi peran besar sehingga anak

mendapatkan model-model dalam kehidupan berbagi dan saling menolong tanpa

pamrih. Baik ibu maupun ayah juga memberi kebebasan anak bergaul dengan

teman dari budaya, agama, dan status sosial yang berbeda. Namun ketidakadilan

berespon pada anak sulung dan anak berikutnya diakui masih terjadi. Selanjutnya

peran ibu (pekerjaan domestik) dan peran ayah (mencari nafkah) masih

terpisahkan jelas. Hal ini juga membawa pengaruh dalam hal pengasuhan anak.

Orang tua membuat pembedaan tajam antara apa yang seharusnya dilakukan anak

laki-laki dan perempuan. Pengasuhan androgini masih menjadi hal asing bagi

Subjek. Ibu khususnya, masih menganggap bahwa tema yang „tabu‟ tidak perlu

dibicarakan bersama anak, hal ini dapat berpotensi memunculkan permasalahan

terkait tema yang sensitif, misalnya seksualitas.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Keterbatasan pendidikan orang tua merupakan salah satu kendala dalam pola

pengasuhan. Responsivitas dan kontrol orang tua cenderung menekankan

pengembangan aspek perkembangan yang sifatnya konkrit, yaitu perkembangan

fisik dan perkembangan sosial, sementara perkembangan emosi dan kognitif

masih belum memperoleh perhatian yang memadai. Bentuk-bentuk respon juga

masih miskin oleh keterbatasan wawassan dan pengetahuan orang tua. Budaya di

Page 20: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

20

desa memberi keuntungan dalam pengembangan aspek sosial karena sejak kecil

turut menghidupi budaya kolektivism dalam hal saling menolong.

B. Saran

1. Saran bagi Aparat Desa dan Pemerintah Daerah

Aparat dusun, aparat desa, dan pemerintah daerah hendaknya melakukan

lebih banyak program pemberdayaan masyarakat sehingga anggota masyarakat

berpendidikan rendah dapat mengejar ketertinggalannya. Akses informasi

hendaknya didorong untuk dapat dinikmati seluruh anggota masyarakat, tua

maupun muda. Diskusi pengasuhan seperti yang dilakukan dalam penelitian ini

dapat dilanjutkan bagi kelompok orang tua lainnya.

2. Saran bagi Peneliti Selanjutnya

Modul parenting class yang dihasilkan oleh penelitian ini belum diuji

efektivitasnya. Penelitian selanjutnya dapat melakukan uji perbandingan baik di

Desa Kopeng mauoun desa lainnya. Metode pengumpulan data dapat

ditambahkan dengan metode observasi dan wawancara dengan anak. Jika bentuk

diskusi kelompok terarah dipertahankan, dapat dilakukan pada kelompok yang

lebih kecil dengan memperhatikan standard objektivitas pemandu diskusi jika

pemandu lebih dari satu orang. Pencatatan proses di tempat (on the spot record)

perlu dilakukan, jika perlu dapat dipertimbangkan penggunaan video sepanjang

tidak menimbulkan perilaku nyang tidak natural pada subjek.

Page 21: PARENTING CLASS BAGI ORANG TUA BERPENDIDIKAN RENDAH …

21

VI. DAFTAR PUSTAKA

Data Dasar Profil Desa Kopeng. (2008). Semarang: Desa Kopeng, Kecamatan

Getasan, Kabupaten Semarang.

Gunarsa, S. (1981). Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: BPK Gunung

Mulia.

Lamanna, M.A., dan Riedmann, A. (1994). Marriages and Families, Making

Choices and Facing Change. California: Wadsworth Inc.

Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2004). Human Development. Boston:

McGraw Hill.

Patton, M. Q. (2006). Metode evaluasi kualitatif. (Budi Priyo Priyadi. Trans).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poerwandari, K. E. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ramadhan, T. Pola Asuh Orang Tua dalam Mengarahkan Perilaku Anak.

http://tarmizi.wordpress.com/2009/01/26/pola-asuh-orang-tua-dalam-

mengarahkan-perilaku-anak/. Diunduh 27 Maret 2009.

Sandjaja, S. Pengaruh Keterlibatan Orang Tua terhadap Minat Baca Anak Ditinjau

dari Pendekatan Stres Lingkungan. www.unika.ac.id/fakultas/psikologi/ss1-

1.pdf). Diunduh 24 Maret 2009.

Santrock, W. J. (2002). Life-Span Development : Perkembangan Masa Hidup jilid 2

Jakarta : Erlangga.

Utomo, D. (2002). Peran Ayah Dalam Keluarga: Ayah Adalah Seorang Pejuang

yang patut dikasihi dan dicintai juga. Diunduh dari http://exc09

dharmautomo. wordpress.com/ 2009/06/25/peran-ayah-dalam-kepribadian-

anak/ tanggal 29 Juni 2011.