bab ii tinjauan pustaka_ g11fha

6
2 TINJAUAN PUSTAKA Biohidrogen Hidrogen berasal dari bahasa Yunani, hydro yang berarti air, dan genes yang berarti pembentukan. Hidrogen merupakan unsur terbanyak dari semua unsur yang ada di alam semesta. Unsur ini diperkirakan membentuk komposisi lebih dari 90 % atom-atom di alam semesta. Hidrogen merupakan unsur yang bebas, gas paling ringan, dan dapat berkombinasi dengan elemen lain. Keadaan normal pada suhu ruang, gas hidrogen terdiri dari 25 % para-hidrogen dan 75 % ortho- hidrogen (Mohsin 2004). Hidrogen dapat dihasilkan melalui: elektrolisis air, reformasi termokatalitik terhadap senyawa organik yang kaya kandungan H 2 , dan proses biologi. Reformasi terhadap gas alam, gasifikasi batu bara, dan elektrolisis air membutuhkan energi yang sangat banyak dan tidak ramah lingkungan (Mahyudin & Koesnandar 2006). Biohidrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses biologi dan menggunakan bahan-bahan biologis. Proses produksi hidrogen secara biologi membutuhkan energi lebih sedikit daripada cara kimia atau elektrokimia. Produksi biohidrogen dapat menggunakan mikrob dari berbagai taksa dan tipe fisiologi. Mikrob tersebut dapat memproduksi melalui proses bioteknologi dengan dua cara yaitu proses fermentasi secara anaerobik atau aerobik (Mahyudin & Koesnandar 2006). Gas hidrogen mempunyai kandungan energi tertinggi di antara beberapa bahan bakar, yaitu 143 Gjton -1 per unitnya (Boyles 1984, diacu dalam Mahyudin & Koesnandar 2006). Pembakaran hidrogen tidak menghasilkan emisi karbon yang memberikan kontribusi pada polusi lingkungan dan perubahan iklim, sehingga tidak menimbulkan efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, atau hujan asam. Hasil pembakaran hidrogen di udara hanya menyisakan uap air dan energi panas (Mahyudin & Koesnandar 2006). Fermentasi Fermentasi berasal dari bahasa Latin fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbon- dioksida merupakan hasil katabolisme anaerobik terhadap gula yang terkandung dalam ekstrak buah-buahan atau biji-bijian. Berdasarkan historinya, fermentasi berasal dari kata ferment, yang merupakan istilah yang digunakan oleh Louis Pasteur untuk menyebutkan senyawa yang berperan dalam proses fermentasi. Ternyata senyawa tersebut adalah enzim yang berperan dalam fermentasi gula menjadi etanol dan karbondioksida (Nelson & Cox 2004). Proses fermentasi pada mulanya diartikan sebagai proses pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Tetapi fermentasi tidak selalu menggunakan karbohidrat sebagai susbtrat (Winarno et al. 1980). Fermentasi memiliki arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri. Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh penguraian senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi memiliki arti yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan mikroorganisme (Sumarsih 2007). Pada prinsipnya, fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikrob dalam keadaan yang terkontrol (Kim & Gadd 2008). Fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik, yang mana mikrob dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa adanya oksigen, dan sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dan menghasilkan sejumlah kecil energi, karbon-dioksida, air, dan produk akhir metabolisme lainnya (Nelson & Cox 2004). Fermentasi dalam proses bioteknologi merupakan bagian penting dari pemanfaatan mikrob untuk mengubah substrat menjadi produk yang diinginkan dengan pengkondisian sistem, seperti temperatur, pH, oksigen terlarut, dan lain-lain (Suwandi 2009). Tiga jenis sistem fermentasi dalam proses bioteknologi, yaitu sistem diskontinyu (batch), kontinyu, dan semikontinyu (fed- batch). Sistem fermentasi diskontinyu dilakukan pemberian medium, nutrisi, dan bakteri pada awal fermentasi. Mikroorganisme dan sintesis produk berlangsung dalam media, kemudian setelah sintesis produk maksimum, semua substrat diambil bersamaan dan dilakukan proses isolasi produk. Pada sistem kontinyu, pemberian medium, nutrisi, serta pengeluaran sejumlah fraksi dari volume kultur terjadi

Upload: ovitraastiana

Post on 17-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

presentasi

TRANSCRIPT

  • 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    Biohidrogen

    Hidrogen berasal dari bahasa Yunani,

    hydro yang berarti air, dan genes yang berarti

    pembentukan. Hidrogen merupakan unsur terbanyak dari semua unsur yang ada di alam

    semesta. Unsur ini diperkirakan membentuk

    komposisi lebih dari 90 % atom-atom di alam

    semesta. Hidrogen merupakan unsur yang

    bebas, gas paling ringan, dan dapat

    berkombinasi dengan elemen lain. Keadaan

    normal pada suhu ruang, gas hidrogen terdiri

    dari 25 % para-hidrogen dan 75 % ortho-

    hidrogen (Mohsin 2004).

    Hidrogen dapat dihasilkan melalui:

    elektrolisis air, reformasi termokatalitik terhadap senyawa organik yang kaya

    kandungan H2, dan proses biologi. Reformasi

    terhadap gas alam, gasifikasi batu bara, dan

    elektrolisis air membutuhkan energi yang

    sangat banyak dan tidak ramah lingkungan

    (Mahyudin & Koesnandar 2006).

    Biohidrogen adalah hidrogen yang

    diproduksi melalui proses biologi dan

    menggunakan bahan-bahan biologis. Proses

    produksi hidrogen secara biologi

    membutuhkan energi lebih sedikit daripada

    cara kimia atau elektrokimia. Produksi biohidrogen dapat menggunakan mikrob dari

    berbagai taksa dan tipe fisiologi. Mikrob

    tersebut dapat memproduksi melalui proses

    bioteknologi dengan dua cara yaitu proses

    fermentasi secara anaerobik atau aerobik

    (Mahyudin & Koesnandar 2006).

    Gas hidrogen mempunyai kandungan

    energi tertinggi di antara beberapa bahan

    bakar, yaitu 143 Gjton-1 per unitnya (Boyles

    1984, diacu dalam Mahyudin & Koesnandar

    2006). Pembakaran hidrogen tidak menghasilkan emisi karbon yang memberikan

    kontribusi pada polusi lingkungan dan

    perubahan iklim, sehingga tidak menimbulkan

    efek rumah kaca, penipisan lapisan ozon, atau

    hujan asam. Hasil pembakaran hidrogen di

    udara hanya menyisakan uap air dan energi

    panas (Mahyudin & Koesnandar 2006).

    Fermentasi

    Fermentasi berasal dari bahasa Latin

    fervere yang berarti merebus (to boil). Arti

    kata dari bahasa Latin tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau

    mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya

    aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau

    biji-bijian. Gelembung-gelembung karbon-

    dioksida merupakan hasil katabolisme

    anaerobik terhadap gula yang terkandung

    dalam ekstrak buah-buahan atau biji-bijian.

    Berdasarkan historinya, fermentasi berasal

    dari kata ferment, yang merupakan istilah

    yang digunakan oleh Louis Pasteur untuk

    menyebutkan senyawa yang berperan dalam

    proses fermentasi. Ternyata senyawa tersebut

    adalah enzim yang berperan dalam fermentasi

    gula menjadi etanol dan karbondioksida

    (Nelson & Cox 2004). Proses fermentasi

    pada mulanya diartikan sebagai proses

    pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Tetapi fermentasi tidak selalu

    menggunakan karbohidrat sebagai susbtrat

    (Winarno et al. 1980).

    Fermentasi memiliki arti yang berbeda

    bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri.

    Arti fermentasi pada bidang biokimia

    dihubungkan dengan pembangkitan energi

    oleh penguraian senyawa organik. Pada

    bidang mikrobiologi industri, fermentasi

    memiliki arti yang lebih luas, yang

    menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari pembiakan

    mikroorganisme (Sumarsih 2007). Pada

    prinsipnya, fermentasi adalah proses

    perubahan substrat organik yang kompleks

    menjadi komponen yang lebih sederhana

    dengan adanya aktivitas enzim dan mikrob

    dalam keadaan yang terkontrol (Kim & Gadd

    2008).

    Fermentasi terjadi sebagai hasil

    metabolisme tipe anaerobik, yang mana

    mikrob dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa adanya oksigen,

    dan sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa

    yang dipecah dan menghasilkan sejumlah

    kecil energi, karbon-dioksida, air, dan produk

    akhir metabolisme lainnya (Nelson & Cox

    2004). Fermentasi dalam proses bioteknologi

    merupakan bagian penting dari pemanfaatan

    mikrob untuk mengubah substrat menjadi

    produk yang diinginkan dengan

    pengkondisian sistem, seperti temperatur, pH,

    oksigen terlarut, dan lain-lain (Suwandi

    2009). Tiga jenis sistem fermentasi dalam proses

    bioteknologi, yaitu sistem diskontinyu

    (batch), kontinyu, dan semikontinyu (fed-

    batch). Sistem fermentasi diskontinyu

    dilakukan pemberian medium, nutrisi, dan

    bakteri pada awal fermentasi.

    Mikroorganisme dan sintesis produk

    berlangsung dalam media, kemudian setelah

    sintesis produk maksimum, semua substrat

    diambil bersamaan dan dilakukan proses

    isolasi produk. Pada sistem kontinyu, pemberian medium, nutrisi, serta pengeluaran

    sejumlah fraksi dari volume kultur terjadi

  • 3

    secara terus-menerus. Sistem semikontinyu

    adalah sistem fermentasi yang substratnya

    ditambahkan secara kontinyu selama

    fermentasi berlangsung tanpa mengeluarkan

    sesuatu dari sistem (Suwandi 2009).

    Mikroorganisme Penghasil Gas Hidrogen

    Mikroorganisme yang dapat menghasilkan

    hidrogen terdiri atas tiga jenis, yaitu:

    sianobakteria, bakteri anaerob, dan bakteri

    fotosintetik. Sianobakteria merupakan mikroorganisme yang memproduksi hidrogen

    dengan cara fotosintesis, yaitu memecah air

    menjadi hidrogen dan oksigen. Sianobakteria

    dapat mengkonversi langsung energi cahaya

    menjadi energi kimia sehingga tidak

    membutuhkan akumulasi radiasi bahan bakar

    atau substansi organik dalam media bakteri

    (Sirait 2007). Kelemahan organisme ini dalam

    memproduksi hidrogen adalah proses

    produksi hidrogen lambat, sistem reaksinya

    membutuhkan energi yang besar, dan membutuhkan penanganan khusus untuk

    memisahkan gas hidrogen dan oksigen

    (Zaborsky et al. 1998).

    Bakteri anaerob menggunakan substansi

    organik sebagai sumber elektron dan energi

    tunggal, serta mengkonversinya menjadi

    hidrogen. Reaksinya cepat dan prosesnya

    tidak memerlukan bahan bakar sehingga

    membuat bakteri ini berguna bagi skala besar

    limbah cair. Namun, bakteri ini memiliki

    kelemahan dalam memproduksi gas hidrogen, yaitu hasil dekomposisi atau penguraian

    senyawa organik menghasilkan asam-asam

    organik (asam asetat, asam butirat, dan lain-

    lain). Asam organik tersebut menimbulkan

    masalah baru bila tujuan dari produksi adalah

    untuk menanggulangi limbah (Zaborsky et al.

    1998).

    Bakteri fotosintetik memiliki sistem di

    antara bakteri anaerob dengan sianobakteria

    untuk menghasilkan hidrogen. Bakteri ini

    memiliki kemampuan dalam mengkonversi

    substansi organik menjadi hidrogen dengan laju yang cukup tinggi, namun juga

    menggunakan cahaya dalam membantu reaksi

    pembentukan hidrogen. Energi cahaya yang

    dibutuhkan untuk memproduksi hidrogen

    lebih kecil karena peran senyawa organik.

    Senyawa organik yang dapat digunakan oleh

    bakteri ini adalah gula, laktat, asam lemak,

    tepung, selulosa, limbah organik dan lain-lain.

    Bakteri fotosintetik yang dapat memproduksi

    hidrogen antara lain Rhodopseudomonas,

    Rhodobacter, Anabaena, Chlamydomonas, Chromatium, dan Thiochapsa (Zaborsky et al.

    1998).

    Rhodobium marinum (ATCC 35675)

    merupakan salah satu bakteri fotosintetik

    yang dapat memproduksi hidrogen.

    Rhodopseudomonas marina atau lebih dikenal

    dengan nama Rhodobium marinum

    merupakan bakteri fotosintetik ungu

    nonsulfur, yaitu bakteri yang dapat

    menggunakan sulfida sebagai donor elektron,

    tetapi tidak bisa tumbuh pada konsentrasi

    sulfida yang tinggi. Selnya berbentuk batang,

    gram negatif, bergerak, memproduksi warna pink ke merah, fotoheterotrof fakultatif

    anaerob dan dapat melakukan reproduksi

    melalui budding (kuncup). Bakteri ini

    diisolasi dari air laut pada tahun 1995

    (Hiraishi 1995).

    Produksi Biohidrogen

    Produksi biohidrogen oleh mikrob dapat

    dilakukan dengan dua cara, yaitu perubahan

    secara fotobiologis dan teknik fermentasi.

    Teknik yang pertama hanya dapat dilakukan pada siang hari yaitu ketika adanya matahari.

    Hal ini dikarenakan mikrob fotosintetik

    menggunakan energi dari sinar matahari

    sebagai sumber energi mereka. Teknik yang

    kedua dapat berlangsung pada siang maupun

    malam hari (dalam keadaan gelap). Produksi

    hidrogen yang dilakukan dalam penelitian ini

    menggunakan teknik fotofermentasi untuk

    menghasilkan hidrogen yang optimal.

    Produksi hidrogen dengan fotofermentasi

    oleh bakteri fotosintetik membutuhkan energi cahaya dan senyawa organik. Energi cahaya

    oleh bakteri fotosintetik akan dikonversi

    menjadi energi potensial elektron kemudian

    membentuk ATP. Dalam proses berikutnya,

    elektron dinaikkan atau ditransfer untuk

    mereduksi feredoksin yang merupakan

    pembawa elektron ke nitrogenase (enzim

    yang dapat memproduksi hidrogen). Produk

    ATP disuplai ke enzim tersebut bersamaan

    dengan pembawa elektron. Nitrogenase

    memerlukan ATP dan 2 Fdred untuk

    menghasilkan hidrogen. Foton mengaktifkan fotosistem di pusat reaksi untuk memompa

    proton. Proton ditransfer bersamaan dengan

    penghasilan ATP. Dua sampai tiga proton

    digunakan untuk memberikan ATP (Zaborsky

    et al. 1998).

    Produksi biohidrogen oleh R. marinum

    melibatkan enzim nitrogenase. Reaksi yang

    terjadi pada enzim nitrogenase adalah sebagai

    berikut:

    2H+ + 2 Fdred + 4 ATP H2 + 2 Fdoks +

    4ADP + 4 Pi. Reaksi tersebut berlangsung jika terdapat

    cahaya, tetapi tidak terdapat oksigen, dan

  • 4

    dalam kondisi nitrogen terbatas. R. marinum

    memperoleh elektron dari senyawa organik

    untuk mereduksi proton menjadi molekul

    hidrogen. Jika molekul nitrogen tidak ada,

    enzim nitrogenase akan mereduksi proton

    menjadi gas hidrogen yang dibantu dengan

    energi dalam bentuk ATP dan elektron yang

    diperoleh dari feredoksin. Dalam proses

    fotosistem bakteri ini, tidak terbentuk oksigen

    sehingga tidak menghambat kerja enzim

    nitrogenase mengingat enzim nitrogenase sensitif terhadap oksigen (Akkerman 2002).

    Enzim Penghasil Hidrogen

    Proses produksi hidrogen secara biologi

    bergantung pada keberadaan enzim penghasil

    hidrogen. Bakteri fotosintetik ungu nonsulfur,

    memiliki enzim yang dapat memproduksi

    hidrogen yaitu nitrogenase dan hidrogenase.

    Enzim hidrogenase memiliki kemampuan

    memproduksi sekaligus dapat mengkonsumsi

    hidrogen yang telah dihasilkan. Secara umum sifat hidrogenase dapat dikatakan sebagai

    metabolik antagonis dari nitrogenase

    (Tamagnini et al. 2002).

    Nitrogenase merupakan kompleks

    enzimatik yang dapat memfiksasi nitrogen di

    udara. Kompleks nitrogenase berada bebas di

    dalam organisme yang memfiksasi nitrogen

    dan juga berada di dalam bakteri yang

    memfiksasi nitrogen. Berikut persamaan

    reaksi pembentukan amonia dari fiksasi

    nitrogen : N2 + 8H

    + + 8e- + 16 ATP 2NH3 + H2 +

    16 ADP + 16 Pi.

    Reduksi nitrogen menjadi amonia merupakan

    reaksi endergonik yang memerlukan energi

    metabolisme tinggi dalam bentuk ATP.

    Amonia dibentuk pada proses ini ditambatkan

    ke dalam asam amino glutamat dan glutamin

    serta asam nukleat (Tamagnini et al. 2002).

    Kompleks nitrogenase mengandung 2 tipe

    protein, yaitu dinitrogenase (protein MoFe

    atau protein 1 atau protein pertama), dan

    dinitrogenase reduktase (protein Fe atau protein kedua). Protein MoFe memiliki berat

    molekul (BM) 220-240 kDa. Protein ini

    merupakan heterotetramer 22 yang

    mengandung 28 ion Molibdenum sebagai

    kofaktor, (Tamagnini et al. 2002). Protein

    MoFe mengandung dua set kelompok logam

    unik : kelas P ([8Fe-7S]) yang menjembatani

    antara masing-masing pasangan subunit ,

    dan kofaktor FeMo (FeMoco) yang berlokasi

    di dalam subunit (Hu et al. 2006).

    Protein Fe memiliki BM 60-70 kDa, dibentuk dari 2 subunit yang mengandung 8

    atom Fe sebagai kofaktor, dan berperan

    spesifik dalam mediasi transfer elektron dari

    donor elektron luar (feredoksin atau

    flavodoksin) ke dinitrogenase (Tamagnini et

    al. 2002). Homodimer protein Fe yang

    dienkodekan oleh nifH mengandung dua situs

    penempelan nukleotida (satu per subunit) dan

    satu kelas [4Fe-4S] pada antarmuka dimer.

    Bersamaan dengan hidrolisis ATP oleh

    protein Fe, elektron ditransfer berturut-turut

    dari kelas [4Fe-4S] di dalam protein Fe

    melalui kelas P di dalam protein MoFe ke FeMoco, yang mana terjadi reduksi substrat.

    Protein Fe juga penting untuk perakitan dari

    komplek kelas di dalam protein MoFe. Delesi

    gen nifH yang mengenkodekan protein Fe

    menghasilkan pembentukan protein MoFe

    dengan kelas P terganggu atau prekursor

    fragmen yang terdiri atas [4Fe-4S] seperti

    kelas P akan terganggu, mengindikasikan

    bahwa protein Fe mungkin memfasilitasi

    penggabungan fragmen-fragmen ini menjadi

    bentuk rakitan penuh [8Fe-7S] kelas P (Hu et al. 2006). Kofaktor logam baik Fe maupun

    Mo meletakkan nitrogen di dalam posisi yang

    mudah untuk dikonversi menjadi amonia.

    Kedua protein tersebut bersama-sama

    memfiksasi nitrogen di udara. Nitrogenase

    sangat sensitif terhadap oksigen. Oksigen

    dapat menginaktivasi aktivitas nitrogenase

    (Tamagnini et al. 2002).

    Hidrogenase merupakan enzim yang

    mengkatalisis oksidasi reversibel dari H2

    menjadi proton. Beberapa mikroorganisme menggunakan enzim ini dengan tujuan yang

    berbeda-beda. Banyak bakteri dan arkaea

    dapat menggunakan hidrogen sebagai sumber

    elektronnya dengan bantuan hidrogenase.

    Beberapa bakteri fermentatif dan alga hijau

    menggunakan hidrogenase untuk melepas

    kelebihan power reduksi dengan mereduksi

    proton menjadi hidrogen, dan bakteri

    pemfiksasi nitrogen menggunakan

    hidrogenase untuk menangkap kembali

    hidrogen yang telah diproduksi oleh

    nitrogenase (Lindberg 2003). Hidrogenase dibagi menjadi tiga kelas

    berdasarkan filogenetik, yaitu [Fe]-

    hidrogenase, [NiFe]-hidrogenase, dan logam

    bebas-hidrogenase (Linberg 2003).

    Berdasarkan komponen logam dari sisi aktif

    yang menempel atau membebaskan H2,

    hidrogenase terbagi atas 3 kelas yaitu [NiFe]-,

    [FeFe]-, dan [Fe] hidrogenase (Stripp et al.

    2009).

    Hidrogenase berpotensi sebagai katalis

    dalam menghasilkan bahan bakar sel, menyediakan potensial elektron rendah untuk

    digunakan dalam reaksi reduksi, dan

  • 5

    fotogenerasi H2 secara enzimatik. Reaksi

    terjadi pada sisi aktif bimetalik yang terdiri

    atas atom Fe ([FeFe]-hidrogenase) atau Ni

    dan Fe ([NiFe]-hidrogenase), dikoordinasikan

    oleh ligan CO dan CN- (Stripp et al. 2009).

    [NiFe]-hidrogenase merupakan heterodimer

    dengan sisi aktif mengandung 2 subunit besar

    dan sistem penyaluran elektron kelas [FeS]

    yang melalui subunit kecil. Ukuran subunit

    besar dan kecil cenderung konsisten, masing-

    masing 60 kDa dan 30 kDa. Kelas [FeS] menyediakan sistem penyaluran transfer

    elektron yang mengizinkan loncatan elektron

    melewati matriks protein. Saluran uap

    menyediakan jalur untuk H2 dalam melintasi

    antara sisi aktif dan bagian eksterior protein,

    dan sejumlah residu yang mudah

    dideprotonasi pada jalur transfer proton

    (Linberg 2003).

    Pengaruh Cahaya pada Produksi Hidrogen

    Cahaya merupakan salah satu parameter penting yang dibutuhkan dalam produksi

    hidrogen oleh bakteri fotosintetik.

    Penggunaan cahaya secara optimal oleh

    bakteri sangat penting dalam menghasilkan

    hidrogen yang maksimal. Berbagai jenis

    cahaya memiliki intensitas dan panjang

    gelombang yang berbeda-beda. Efektivitas

    spektrum warna yang berbeda-beda dari

    cahaya tampak akan menaikkan hasil

    fotosintesis. Bila spektrum sesuai dengan

    pigmen fotosintesis maka serapan terhadap cahaya akan meningkatkan hasil fotosintesis

    (Nelson & Coxx 2004). Pada kondisi

    anaerobik di bawah pencahayaan, aparatus

    fotosintetik bakteri akan mengkonversi energi

    cahaya menjadi ATP. Jumlah cahaya yang

    diterima oleh pigmen antena bakteri akan

    menentukan tahap eksitasi dan transfer

    elektron pada proses fotofermentasi

    (Akkerman 2002).

    Produksi hidrogen yang dikatalisis oleh

    nitrogenase juga bergantung pada proporsi

    intensitas cahaya (Koku et al. 2002). Berdasarkan hasil penelitian Roh et al.

    (2004), pada Rhodobacter sphaeroides

    intensitas cahaya menentukan level dan

    jumlah seluler Intacytoplsmic Membrane

    (ICM). Sistem ICM ini merupakan sistem

    yang mendirikan aparatus fotosintetik dan

    memiliki komponen penting, seperti:

    penangkap energi cahaya, transfer elektron,

    serta transduksi energi.

    Menurut Koku et al. (2002), pengaruh

    cahaya pada bakteri fotosintetik akan mengendalikan sintesis aparatus fotosintetik.

    Dalam keadaan anaerobik, sejumlah vesikel

    membran fotosintetik dihasilkan bervariasi

    berlawanan dengan intensitas cahaya.

    Konversi energi cahaya juga berhubungan

    dengan kesesuaian pigmen yang ada. Bila

    cahaya tertentu diserap oleh pigmen yang

    sesuai mungkin akan meningkatkan efisiensi

    penggunaan cahaya oleh bakteri. Perbedaan

    intensitas cahaya dan pergantian periode

    terang dan gelap akan mempengaruhi

    aktivitas nitrogenase dalam memproduksi

    hidrogen. Intensitas cahaya juga berperan penting

    dalam pertumbuhan bakteri fotosintetik. Pada

    R. sphaeroides, intensitas cahaya yang tinggi

    akan meningkatkan pertumbuhan dan

    sebaliknya intensitas cahaya menurun, maka

    pertumbuhan menurun. Pertumbuhan tertinggi

    tidak selalu terdapat pada pemberian

    intensitas cahaya yang tertinggi (Akose 2008).

    Pertumbuhan Mikrob

    Pertumbuhan adalah penambahan mikrob secara teratur semua komponen sel suatu

    jasad. Pertumbuhan dapat diamati dari

    meningkatnya jumlah sel atau massa sel (berat

    kering sel). Pada umumnya bakteri dapat

    memperbanyak diri dengan pembelahan

    binner, yaitu satu sel membelah menjadi 2 sel

    baru. Waktu yang diperlukan untuk membelah

    diri dari satu sel menjadi dua sel sempurna

    disebut waktu generasi. Kecepatan

    pertumbuhan merupakan perubahan jumlah

    atau massa sel per unit waktu. Pertumbuhan dapat diukur dari perubahan jumlah sel atau

    berat kering massa sel. Jumlah total sel

    mikrob dapat ditetapkan langsung dengan

    pengamatan mikroskopis dan diamati dengan

    menggunakan metode ruang hitung (counting

    chamber). Jumlah sel hidup dapat ditetapkan

    dengan metode plate count.

    Pertumbuhan sel dapat diukur dari massa

    sel dan secara tidak langsung dengan

    mengukur turbiditas cairan medium tumbuh.

    Turbiditas dapat diukur menggunakan alat

    fotometer, semakin pekat atau semakin banyak populasi mikrob maka cahaya yang

    diteruskan semakin sedikit. Turbiditas juga

    dapat diukur menggunakan spektrofotometer

    dengan nilai yang diketahui berupa Optical

    Density (OD). Unit fotometer atau optical

    density proporsional dengan massa sel dan

    juga jumlah sel.

    Suatu bakteri yang dimasukkan ke dalam

    medium baru yang sesuai akan tumbuh

    memperbanyak diri. Jika pada waktu-waktu

    tertentu jumlah bakteri dihitung atau diukur dan dibuat grafik hubungan antara jumlah

    bakteri dengan waktu , maka akan diperoleh

  • 6

    suatu grafik atau kurva pertumbuhan.

    Pertumbuhan populasi mikrob dibedakan

    menjadi dua, yaitu biakan sistem tertutup

    (batch culture) dan biakan sistem terbuka

    (continous culture).

    Biakan sistem tertutup memerlukan

    pengamatan jumlah sel dalam waktu yang

    cukup lama untuk memberikan gambaran

    berdasarkan kurva pertumbuhan bahwa

    terdapat fase-fase pertumbuhan. Fase

    pertumbuhan dimulai pada fase permulaan, fase pertumbuhan yang dipercepat, fase

    pertumbuhan logaritma (eksponensial), fase

    pertumbuhan yang mulai dihambat, fase

    stasioner maksimum, fase kematian yang

    dipercepat, dan fase kematian logaritma.

    Fase permulaan ditandai dengan bakteri

    baru menyesuaikan diri dengan lingkungan

    yang baru, sehingga sel belum membelah diri.

    Sel mikrob mulai membelah diri pada fase

    pertumbuhan yang dipercepat, tetapi waktu

    generasinya masih panjang. Fase permulaan sampai fase pertumbuhan dipercepat disebut

    lag phase. Sel membelah diri paling cepat

    terdapat pada fase pertumbuhan logaritma

    atau pertumbuhan eksponensial, dengan

    waktu generasi yang pendek dan konstan.

    Selama fase logaritma, metabolisme sel paling

    aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan

    jumlah konstan sampai nutrien habis atau

    terjadinya penimbunan hasil metabolisme

    yang menyebabkan terhambatnya

    pertumbuhan. Fase pertumbuhan yang mulai terhambat

    ditandai dengan berkurangnya kecepatan

    pembelahan sel dan jumlah sel yang mati

    mulai bertambah. Pada fase stasioner,

    maksimum jumlah sel yang mati semakin

    meningkat sampai terjadi jumlah sel hidup

    hasil pembelahan sama dengan jumlah sel

    yang mati, sehingga jumlah sel hidup

    konstan, seolah-olah tidak terjadi

    pertumbuhan. Pada fase kematian yang

    dipercepat, kecepatan kematian sel terus

    meningkat, sedangkan kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma

    maka kecepatan kematian sel mencapai

    maksimal, sehingga jumlah sel hidup

    menurun dengan cepat seperti deret ukur.

    Namun, penurunan jumlah sel hidup tidak

    mencapai nol, dalam jumlah minimum

    tertentu sel mikrob akan tetap bertahan sangat

    lama dalam medium (Sumarsih 2007).

    Kromatografi Gas

    Kromatografi gas merupakan metode

    separasi sampel yang dapat memisahkan

    komponen-komponen sampel di antara dua

    fase, yaitu fase diam dengan luas area yang

    besar, dan fase gerak berupa gas yang

    mengalir melewati fase diam. Pada proses

    elusi, sampel diuapkan dan dibawa oleh gas

    pembawa (fase gerak gas) melewati kolom.

    Sampel dibagi ke dalam fase diam cair

    berdasarkan kelarutannya pada temperatur

    yang diberikan. Komponen-komponen sampel

    memisah dari yang lain berdasarkan tekanan

    uap relatif dan afinitas terhadap fase diam

    (Mcnair & Miller 1998). Berdasarkan fase diam yang digunakan,

    kromatografi gas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu

    kromatografi gas-padat dan kromatografi gas-

    cair. Metode separasi dengan kromatografi

    gas memiliki beberapa keuntungan, di

    antaranya adalah 1) Analisis cepat, dalam

    beberapa menit. 2) Efisen karena

    menghasilkan resolusi yang tinggi, 3) Sensitif

    karena deteksi dalam ppm atau sering juga

    ppb, 4) Tidak dekstruktif, sehingga bisa

    digabung dengan spektroskopi massa (GCMS), 5) Keakuratan tinggi dalam analisis

    kuantitatif, 6) Sampel yang digunakan sangat

    sedikit (dalam mikro), 7) Dan murah. Namun,

    kromatografi gas ini juga memiliki

    keterbatasan, yaitu terbatas untuk sampel

    volatil, tidak cocok untuk sampel yang tidak

    tahan panas, sulit bagi sampel preparatif atau

    sampel yang banyak, dan memerlukan

    spektroskopi untuk mengidentifikasi puncak

    hasil kromatografi gas. (Mcnair & Miller

    1998) Bagian-bagian dasar gas kromatografi

    secara sederhana di antaranya adalah gas

    pembawa, kontrol laju alir, injektor, kolom,

    detektor, dan sistem data. Bagian utama dari

    kromatografi adalah kolom. Kolom

    merupakan tabung yang berisi sokongan inert

    untuk fase diam cair yang dilapiskan. Kolom

    yang sering digunakan saat ini adalah yang

    dibuat dari leburan silika dan tabung terbuka

    dengan dimensi kapiler. Gas pembawa

    berfungsi untuk membawa sampel melewati

    kolom. Gas pembawa merupakan fase gerak yang inert dan terdiri dari berbagai jenis yang

    memiliki kecocokan berbeda-beda untuk

    berbagai detektor. Kolom kromatografi

    dipaket secata kuat dengan fase diam pada

    pendukung padat inert (Mcnair & Miller

    1998).

    Temperatur lubang injeksi hendaknya

    cukup untuk menguapkan sampel dengan

    cepat sehingga tidak mengurangi efisiensi

    hasil. Pada injeksi penguapan cepat,

    temperatur lubang injeksi sekitar 50C lebih panas dari titik leleh sampel. Temperatur

    kolom sebaiknya cukup panas, biasanya tidak

  • 7

    lebih tinggi dari titik leleh sampel.

    Temperatur untuk detektor diatur berdasarkan

    detektor yang dipakai (Mcnair & Miller

    1998).

    Detektor sangat sensitif terhadap keluaran

    dari kolom dan mencatat keluaran dalam

    bentuk kromatogram. Sinyal detektor sesuai

    terhadap jumlah analit sehingga data dapat

    digunakan untuk analisis kuantitatif. Detektor

    yang paling umum adalah flame ionization

    detector (FID). FID merupakan detektor yang memiliki sensitivitas tinggi, linearitas, dan

    murah. Beberapa detektor lain adalah thermal

    conductivity detector (TCD), electron capture

    detector (ECD) (Mcnair & Miller 1998).

    Sistem data umumnya terdiri atas 2 jenis,

    yaitu integrator dan komputer. Pada integrator

    berbasis mikroprosesor, mikroprosesor

    didedikasikan dengan konventer analog ke

    digital untuk menghasilkan kromatrogram dan

    data analisis kuantitatif. Algoritma dipakai

    untuk mendukung fungsi tersebut. Komputer memiliki fleksibilitas paling besar dalam

    mendapatkan data, mengontrol alat,

    mereduksi data, menampilkan dan

    mentransfer ke alat lain. Komputer lebih

    sering digunakan karena memorinya besar,

    pemrosesan cepat, dan fleksibel untuk

    antarmuka pengguna (Mcnair & Miller 1998).

    Cara kerja kromatografi secara

    keseluruhan dan sederhana yaitu, gas

    pembawa yang inert mengalir secara kontinyu

    dari tabung silinder gas masuk ke lubang injeksi, kemudian ke kolom, dan detektor.

    Laju alir gas pembawa ini dikontrol untuk

    menghasilkan waktu retensi yang tepat dan

    meminimalkan gangguan. Selanjutnya,

    sampel diinjeksi ke dalam lubang injeksi yang

    panas, diuapkan dan dibawa ke dalam kolom.

    Sampel terpartisi antara fase diam dan fase

    gerak, kemudian pemisahan komponen

    masing-masing berdasarkan kelarutan relatif

    dalam fase diam cair dan tekanan uap relatif.

    Setelah melewati kolom, gas pembawa dan

    sampel melalui detektor sehingga dihasilkan sinyal-sinyal listrik yang kemudian

    dikirimkan ke sistem data atau sistem pencatat

    dan terakhir dihasilkan kromatogram. Sistem

    pencatatan data secara otomatis melaporkan

    luas puncak, kalkulasi bentuk, data kuantitatif,

    dan waktu retensi (Mcnair & Miller 1998).

    BAHAN DAN METODE

    Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah tabung ulir, botol Schott 1000 ml,

    botol serum 100 ml, gelas kimia, pipet mikro,

    pipet pasteur, syringe (5 ml dan 50 ml), rak

    tabung, selang, shaker, inkubator bergoyang,

    neraca analitik, neraca timbang, vortex,

    mikrosentrifus dan sentrifus RC26 rotor

    GSA. Alat yang digunakan untuk

    pencahayaan, yaitu lampu berwarna merah,

    kuning, biru, dan lampu ultraviolet (UV).

    Selain itu, alat analisis yang digunakan adalah

    alat pengukur panjang gelombang lampu

    USB2000 Vis-NIR Spectrophotometer, pH

    indikator universal, spektrofotometer UV-VIS pharmaspec 1700, sensor hidrogen H2 scan

    model 2240 dan kromatografi gas (GC) HP

    5890.

    Bahan mikrob yang digunakan adalah

    biakan bakteri fotosintetik Rhodobium

    marinum NBRC No. 100434. Bahan yang

    digunakan dalam pembuatan media bakteri

    adalah akuades, dinatrium suksinat, D-

    glukosa (Merck), ekstrak khamir, K2HPO4,

    KH2PO4, EDTA.2Na, H3BO3, Na2MoO4.

    2H2O, ZnSO4.7H2O, MnCl2, Cu(Mo3)2. 3H2O, FeSO4. 7H2O, CaCl2. 2H2O, Mg SO4. 7 H2O ,

    larutan NaOH 1 N, larutan HCl 2 N, gas N2,

    natrium hidrogen karbonat, dan vitamin B12.

    Bahan kimia yang digunakan untuk analisis

    kadar glukosa adalah glukosa kit merk

    WAKO. Bahan yang digunakan untuk analisis

    H2 dengan GC , yaitu gas N2.

    Metode

    Pembuatan Media Pembibitan R. marinum

    (Media Modifikasi Fotosintetik) Media R. marinum dibuat dengan

    komposisi sebagai berikut : 10 gram

    dinatrium suksinat, 0.3 gram ekstrak khamir

    ditimbang menggunakan neraca analitik

    kemudian dimasukkan ke dalam botol Schott,

    10 ml Bassal medium 100x (K2HPO4 = 750

    mg, KH2PO4 = 850 mg, EDTA.2Na = 2 mg,

    H3BO3 = 2,8 mg, Na2MoO4. 2H2O = 0,75 mg,

    ZnSO4. 7 H2O = 0,24 mg, MnCl2 = 2,1 mg,

    Cu(Mo3)2. 3H2O = 0,04 mg, FeSO4. 7H2O =

    10 mg, CaCl2. 2H2O = 0,75 mg, Mg SO4. 7

    H2O = 200 mg, dan 1 L akuades) dimasukkan ke dalam botol Schott lalu ditambahkan

    akuades 1000 ml sambil diaduk.

    Pengkondisian pH menjadi 6.8 dengan

    menambahkan beberapa tetes NaOH 2 N atau

    HCl 2 N. Untuk menghilangkan oksigen

    dalam media, dilakukan penambahan gas

    nitrogen selama 1 jam. Setelah itu,

    ditambahkan 1.5 g NaHCO3. Media

    disterilisasi di dalam autoklaf dengan suhu

    121C selama 15 menit. Media didinginkan

    kemudian ditambahkan 5 ml vitamin B12 0.01 %. Penambahan vitamin ke dalam media

    dilakukan di dalam laminar.