bab ii tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · deskripsi botani tanaman . p. merkusii. ......
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan
adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari
hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup
nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa dari
kawasan hutan.
Departemen Kehutanan (1991) menyatakan bahwa HHBK yang sudah
dimanfaatkan sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang
sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun diluar negeri, antara lain
jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet,
minyak atsiri dan lain-lain.
2.2. Penyebaran Pinus di Asia Tenggara
Pinus berasal dari era Mesozoic dimana fosilnya pertama kali ditemukan
pada periode Jura yaitu sekitar 160-190 juta tahun yang lalu. Menurut Mirov
(1964), pinus yang terdiri dari seratus jenis tersebar di beberapa kawasan di dunia,
antara lain kawasan Amerika Utara, kawasan Artik, kawasan Eropa Barat,
kawasan Asia Tenggara mencakup dareah China bagian selatan, semenanjung
Indocina, Burma, Thailand, India bagian timur laut, Pilipina (Pulau Luzon bagian
utara dan Mindoro), Kamboja,Vietnam dan Indonesia (Sumatera). Jenis pinus
yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1 Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara
Jenis Pinus Daerah Penyebaran
Pinus armandi Barat laut Burma, Jepang selatan
Pinus dalatensis Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya
Pinus fenzeliana Pulau Hanian
Pinus kwangtungensis Propinsi Kwangtang, Thailand
Pinus griffithii Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya
Pinus roxburghii Pegunungan Himalaya bagian barat
Pinus massoniana Asia Timur, Indocina bagian barat daya
Pinus merkusii Vietnam, Sumatera, Pilipina
Pinus yunnanensis Propinsi Yunan
Pinus insularis Pulau Luzon bagian utara
Sumber : Mirov (1964)
2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii
Pinus merkusii Junght. Et de Vriese, memiliki nama lokal tusam yang
tergolong kedalam famili Pinaceae. P. merkusii merupakan satu-satunya jenis
pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara
menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra) dan
Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro). Tersebar pada 23°LU2°LS. Pinus ini dapat
tumbuh pada ketinggian 301800 mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan
suhu tahunan rata-rata 19°28°C (Departemen Kehutanan, 2001).
Deskripsi botani tanaman P. merkusii di Departemen Kehutanan
menyatakan pohon pinus memiliki batang lurus, silindris. Tajuk pohon muda
berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Tegakan dapat mencapai
tinggi 45 meter dengan diameter sampai 140 cm. Kulit pohon muda abu-abu,
sesudah tua berwarna gelap dan alur mengarah ke dalam. Satu fasikel terdapat 2
helai daun dengan panjang 1625 cm. Buah P. merkusii berbentuk kerucut,
silindris, panjang 510 cm, lebar 24 cm.
Menurut Siregar (2000), jenis P. merkusii memiliki bentuk batang bulat,
lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki
tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna
coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 2535
m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, P. merkusii
dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara 2002000 mdpl dan dapat tumbuh
6
dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan
15004000 mm/th. Jenis P. merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun
basah dengan iklim panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada
daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun. Kayu pinus berwarna coklat-
kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas
awet IV.
(a) (b)
Gambar 1 (a) Batang P. merkusii, (b) buah dan daun P. merkusii.
2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa
Pinus oocarpa atau biasa disebut dengan karpa adalah salah satu jenis
tanaman berasal dari Amerika Utara, penyebaran dari Meksiko Utara hingga
Nicaragua Selatan. Menurut Velasques, et al., (2000) dalam Waluyo (2009).
Sebaran alami terluas di Amerika Tengah (Nicaragua, Honduras, El Savador,
Guatemala dan Meksiko) terletak pada 12° LU28° LU, ketinggian 2502.400
mdpl. Karpa juga telah ditanam di wilayah tropis dan Subtropis (Australia) antara
20° LU dan 30° LS, Lamprecht (1989) dalam Waluyo (2009) dan di Nigeria pada
ketinggian 600 mdpl, Otegbeye(1991) dalam Waluyo (2009).
Menurut Romero and Olivares (2003) dalam Waluyo (2009), di Mexico P.
oocarpa merupakan jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi cukup tinggi, kayunya
sebagai bahan baku industri penggergajian dan kayu bakar, sedangkan di negara
bagian Michoacan dimanfaatkan produk resinnya. Salah satu tempat tumbuhnya
P. oocarpa di Indonesia adalah di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)
7
wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat terletak
106˚48’27”BT sampai 106˚50’29”BT dan -6˚54’23”LS sampai -6˚55’35”LS.
Penyebaran P. oocarpa di HPGW tidak merata.
P. oocarpa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah granit,
vulkanik dan tanah berkapur. P. oocarpa dapat tumbuh pada lereng yang curam
dalam keadaaan tanah yang berdrainase baik. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah
berpasir (CABI, 2002). Jenis P. oocarpa memiliki bentuk batang bulat, lurus,
bersisik, kulitnya pecah-pecah dan tampak seperti mengelupas serta berwarna
coklat tua. Jenis pinus ini dapat tumbuh dengan tinggi 45 meter dan dbh mencapai
1 meter .
Satu fasikel daun P. oocarpa terdapat 5 helai daun namun kadang-kadang
bisa hanya 3 atau 4 helai daun saja dengan panjang 2025 cm. Bentuk buah P.
oocarpa adalah berbentuk oval dengan panjang 610 cm dengan warna kuning
kecoklatan. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah yang kering dengan curah hujan
antara 500-1500 mm per tahun dengan suhu berkisar antara 26°32°C. Pada masa
musim kering, pinus ini dapat bertahan selama 6 bulan. P. oocarpa akan
mengalami pertumbuhan yang baik dengan curah hujan yang lebih tinggi. P.
oocarpa dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 200-2500 mdpl, tetapi akan
mengalami pertumbuhan terbaik pada iklim tropis dengan ketinggian 1500 mdpl
(CABI, 2002).
Gambaran umum iklim yang cocok untuk P. oocarpa dalam CABI (2002)
antara lain :
1. Ketinggian tempat tumbuh : 250-2500 mdpl
2. Curah hujan : 700-3000 mm/tahun
3. Musim kering : 0-6 Bulan
4. Suhu rata-rata : 13-27°C
5. Suhu maksimum pada musim kering : 21-34°C
6. Suhu maksimum pada musim dingin : 7-20°C
7. Suhu minimum : > 0°C
8
(a) (b)
Gambar 2 (a) Batang P. oocarpa, (b) buah dan daun P. oocarpa.
2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis
Pinus insularis atau sering disebut Pinus khasya termasuk kedalam famili
Pinaceae. P. insularis banyak tersebar didaerah pegunungan pulau Luzon Filipina
dan pegunungan Zambades. Kayu pohon ini memiliki pohon yang ramping, lurus,
dengan tinggi dapat mencapai hingga 60 meter, diameternya hingga 1 meter.
Pinus ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 10002700 mdpl. Pemanfaatan
kayunya jarang sekali atau tidak pernah dipakai untuk bangunan rumah (Mirov
1964).
Struktur kulit kayu P. insularis memiliki tebal kulit 2,54,5 cm, kulitnya
pecah-pecah dan berwarna coklat tua. Satu fasikel daun P. insularis terdapat 3
helai daun dengan panjang 1520 cm. Bentuk buah P. insularis adalah berbentuk
kerucut dan berduri dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan.
Menurut Suhardi et al. (1994), P. insularis dapat tumbuh pada ketinggian
3002700 mdpl dengan rata-rata curah hujan 7001800 mm/thn. Suhu rata-rata
tahunan 17°22°C. Suhu rata-rata maksimum pada musim panas sebesar
26°30°C dan suhu rata-rata minimum sebesar 10°18°C.
9
(a) (b)
Gambar 3 (a) Batang P. insularis, (b) buah dan daun P. insularis.
Dari uraian tentang penyebaran dan ciri khusus dari ketiga jenis pinus, maka
dapat dibuat suatu klasifikasi dari ketiga jenis pinus seperti yang terdapat di Tabel
2.
10
Tabel 2 Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis
No Pinus merkusii Pinus oocarpa Pinus insularis
1 Nama lokal Tusam Karpa -
2 Nama lain Sumatra pine,
Merkus pine
Pinus oocarpoides,
Pinus praetermissa Pinus khaysa
3 Asal Tanaman/
penyebaran Asia Tenggara
Amerika Utara,
Meksiko,Nicaragua, El
Savador, Guatemala
Pulau Luzon Filipina,
Pegunungan
zambades
4 Manfaat kayu
Bangunan
perumahan,
Tangkai korek api
Bahan baku industri,
kayu bakar
Bangunan
perumahan, bahan
bakar
5 Manfaat lain
Penghasil
gondorukem dan
terpentin
Penghasil gondorukem
dan terpentin
Penghasil
gondorukem dan
terpentin
6 Rendemen
gondorukem 68-70%* 70,37%** 69,76%**
7 Rendemen
terpentin 10-18%* 10,73%** 11,59%**
8 Kelas
awet kayu Kelas IV - Kelas V
9 Bentuk daun
1 fasikel ada 2 helai
daun dengan
panjang 16-25 cm
1 fasikel ada 5 helai
daun dengan panjang
20-25 cm
1 fasikel ada 3 helai
daun dengan panjang
15-20 cm
10 Bentuk buah
Berbentuk kerucut,
silindris, panjang 5-
10 cm, lebar 2-4
cm.
Berbentuk oval dengan
panjang 6-10 cm
Berbentuk kerucut
dan berduri dengan
panjang 6-10 cm
11 Warna buah Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
12 Rata-rata diameter pohon
1 meter 1 meter 1 meter
13 Tinggi pohon Bisa mencapai 45
meter
Bisa mencapai 45
meter
Bisa mencapai 60
meter
14 Warna kulit
pohon Coklat muda Coklat tua Coklat tua
15 Ketinggian
tempat tumbuh 200-2000 mdpl 200-2500 mdpl 300-2700 mdpl
16 Suhu rata-rata
tahunan 19°-28°C 13-27°C 17°-22°C
17 Curah hujan 1500-4000
mm/tahun 700-3000 mm/tahun 700-1800 mm/tahun
18 Warna getah kuning cerah kuning keputihan
Cendrung putih dan
bertekstur
menggumpal
Keterangan:
Hasil Penelitian dari Kamila H. (2004)
** Hasil Penelitian dari Anggita NB. (2012)
11
2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer
Menurut Panshin dan Carl de Zeeuw (1977) sel penyusun kayu daun jarum
terdiri dari :
1. Longitudinal Cell
a. Trakeid Longitudinal
Lebih dari 90% volume softwood tersusun oleh sel panjang yang dikenal
dengan longitudinal tracheida. Sel ini relatif lebih panjang (3-4 mm) bila
dibandingkan dengan fiber pada hardwood. Sel ini berbentuk prismatik
dengan ujung tertutup. Pada dinding trakeid terdapat noktah berhalaman.
b. Parenkim Longitudinal
Parenkim Longitudinal tidak banyak terdapat pada kayu daun jarum. Ketika
disayat secara melintang, parenkim longitudinal seperti rantai-rantai sel
berdinding tipis yang berdekatan dengan trakeid dan terdapat bahan
ektraktif.
c. Saluran Resin
Saluran resin bukan merupakan elemen kayu, tetapi rongga dengan dinding
tipis yang dikelilingi oleh sel epitel. Terdapat 2 jenis saluran resin pada kayu
daun jarum yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatik. Saluran
resin normal terletak pada bagian aksial dan radial kayu. Saluran resin
normal berbeda ukuran bukan hanya menurut letaknya (aksial dan radial)
tetapi juga menurut genus dan spesies pohon. Saluran resin traumatik terjadi
pada saat dilukai dan membentuk saluran radial seperti pada saluran resin
normal yang dibatasi oleh sel parenkim jari-jari kayu (sel epitel).
2. Transverse Cells
Terdapat 3 jenis sel pada orientasi transversal pada bagian xylem kayu
daun jarum yaitu sel parenkim jari-jari, jari-jari trakeid dan sel epitel. Jari-jari
pada softwood sebagian besar adalah uniseriate, hanya sebagian kecil saja yang
biseriate. Rata-rata jumlah volume jari-jari berkisar antara 5-30% dari total
volume kayu. Ketika pada jari-jari terbentuk saluran resin, maka jari-jari pada
bagian tengah akan lebih besar dimana pada arah radial ditemukan ruang
intraseluler.
12
Tabel 3 Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood)
No Longitudinal Transversal
Penguat, penyalur atau keduanya : Penguat, penyalur atau keduanya :
1 a. Trakeid Longitudinal Trakeid jari-jari
b. Trakeid Rantai
Penyimpan dan sekresi Penyimpan dan sekresi
2 a. Parenkim longitudinal a. Parenkim jari-jari
b. Epitel b. Epitel Sumber : Panshin dan Carl de Zeeuw 1977
2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah
Getah pinus digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-
asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila pohon jenis daun jarum
tersayat atau pecah. Getah pinus tersusun atas 66% asam resin, 25% terpentin, 7%
bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air (Kramer dan Kozlowski
1960).
Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin
yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etan dan
heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (saluran interseluler). Dalam
kayu, saluran getah memilki tekanan yang tinggi (70 atm), sehingga pelukaan
pada kayu menyebabkan getah mengalir keluar karena tekanan tersebut.
Saluran getah atau saluran damar sering juga disebut sebagai saluran
interseluller (intercelluler canal) karena memang dalam saluran ini terdapat
ruang-ruang antar sel epitel yang memanjang. Berdasarkan proses terbentuknya,
saluran ini terjadi karena tiga cara, yaitu :
1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel epitel hancur sehingga menjadi
saluran.
2. Schizogenous, beberapa sel epitel saling memisahkan diri atau menjauhkan
diri sehingga terbentuk saluran. Sel-sel yang mengelilingi rongga saluran ini
membelah diri menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah ke saluran yang
bersangkutan.
3. Schizolysigenous, merupakan modifikasi dari Lysigenous dan Schizogenous
yaitu penghancuran dan pemisahan.
13
Berdasarkan penyebabnya, saluran interseluler ini dapat dibagi atas dua
macam, yaitu saluran damar karena luka (traumatic) dan saluran damar normal
(merupakan struktur yang normal dalam kayu) (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
Besarnya getah pinus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, dalam dan
perlakuan. Faktor luar berupa bonita (kualitas tempat tumbuh), cuaca, ketinggian,
kelembaban, suhu, tempat tumbuh dan kerapatan pohon. Faktor dalam berupa
genotip, umur, kondisi, dan diameter pohon. Faktor perlakuan seperti metode
penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulansia (kadar dan
dosis), keterampilan penyadap, kebijaksanaan dan SDM. (Yusnita dan Setyawan,
2000).
Matangaran (2006) berpendapat bahwa produksi getah pinus dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian
tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis
pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap
dan arah sadapan.
Selanjutnya Rahmawati (2004) dalam penelitiannya berpendapat mengenai
hubungan produktivitas terhadap diameter pohon, yaitu produksi getah yang
dihasilkan semakin bertambah pada pertambahan diameternya dan mencapai hasil
optimum pada selang diameter 5359 cm kemudian menurun kembali pada selang
berikutnya. Akan tetapi ada pohon dengan diameter kecil yang mengeluarkan
getah cukup banyak meskipun dengan jumlah koakan yang sedikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor perbedaan energi yang didapat pada setiap pohon untuk
berfotosintesis yang bersumber dari sinar matahari untuk menghasilkan sejumlah
produk sisa hasil dari fotosintesis tersebut yang berupa getah.
Budiatmoko (2007) menjelaskan bahwa kualitas getah pinus dipengaruhi
oleh tempat tumbuhnya. Semakin tinggi tempat tumbuh temperatur udara akan
semakin turun. Suhu dan kelembapan berpengaruh pada lebar sempitnya
pembukaan saluran getah dan kecepatannya membeku atau mengerasnya getah
setelah keluar dari saluran getah.
14
Menurut Santosa (2011), peningkatan produksi getah pinus akibat
pemberian stimulansia menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat, peningkatan
produksi akan semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena faktor eksternal
berupa suhu udara yang rendah serta berkurangnya penyinaran matahari.
Karakteristik dan pemberian stimulania sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal
berupa suhu, kadar O2 dan cuaca.
Doan (2007) dalam hasil peneltiannya menyebutkan bahwa pohon pinus
yang banyak menghasilkan getah memiliki ukuran tajuk yang lebat dan lebar.
Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang
lebih banyak.
2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Stimulansia adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki arti
mendorong, merangsang, memotivasi atau menstimulin sesuatu sehingga
berproses dan mencapai hasil melebihi normal. Di Indonesia percobaan pertama
penyadapan pinus dilakukan di Aceh oleh W.G. Van dan Kloot pada tahun 1924
dan di Pulau Jawa pada tahun 1947 di dareah Lawu DS Wilis (Budiatmoko 2007).
Fakultas Kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin
terbentuk sebagai akibat proses metabolisme dalam pohon. Produksi getah dalam
pohon dapat ditingkatkan dengan memberikan rangsangan terhadap proses
metabolisme dalam sel dan stuktur jaringan lainnya. Bahan-bahan yang dapat
berfungsi memberi rangsangan tadi bisa berupa bahan-bahan kimiawi atau bentuk
perlakuan mekanis pada pohon
Menurut Sudrajat et al. (2002), bahan perangsang yang digunakan pada
penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah
asam sulfat dan asam nitrat atau campurannya.
Peningkatan produksi getah pinus selain menggunakan stimulansia, juga
dapat dengan meningkatkan peran Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Zat Pengatur
Tumbuh merupakan substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah dan
mengendalikan pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Zat Pengatur Tumbuh
(Plant Growth Regulation) sering disebut pula hormon pertumbuhan atau
fitohormon (Gardner et al. 1991). Jenis-jenis fitohormon dikelompokkan menjadi
15
lima bagian, yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan ethylene. Masing-
masing jenis fitohormon memiliki fungsi masing-masing dan terkadang saling
melengkapi satu sama lain. Dari lima kelompok jenis fitohormon, ethylene (C2H4)
merupakan salah satu hormon yang unik karena berbentuk gas.
Dewi (2008) menambahkan bahwa ethylene adalah suatu gas yang dapat
digolongkan sebagai pengatur pertumbuhan dan dapat disebut sebagai hormon
karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa
organik.
2.10 Penyadapan Getah Pinus
Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan
dalam menyadap getah pinus :
1. Sistem koakan (quarre system)
2. Sistem bor
3. Sistem amerika
Di Indonesia yang sering digunakan adalah sistem koakan. Sistem koakan
dilakukan, yang pertama pembersihan kulit pohon kemudian dilukai dengan alat
petel atau kadukul sehingga menjadi koakan dan mengalirkan getah kedalam
wadah (tempurung kelapa) yang di sediakan sebagai tempat menampung getah.
Apapun sistem yang diterapkan dalam penyadapan pinus harus cocok dengan
lokasi tempat penyadapannya. Metode bor memberikan hasil getah yang lebih
unggul daripada sistem koakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan
(quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang. Selain itu, telah banyak
dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill (India) dan
cara bor. Cara atau teknik penyadapan belum tentu cocok secara menyeluruh pada
semua lokasi penyadapan. Sebagai contoh: di daerah Sumedang dan Sukabumi,
cara koakan memberi hasil sadap yang lebih tinggi dibanding cara rill (Sudrajat et
al. 2002).