bab ii tinjauan pustaka dan landasan teori 2.1 2.1

19
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengujian pada Pahat Pengujian pada pahat telah dilakukan oleh beberapa orang, tetapi informasi yang didapatkan masih minim. Nugroho dan Senoaji (2010) dalam jurnalnya yang berjudul “Karakterisasi Pahat Bubut High Speed Steel (Hss) Bohler Tipe Molibdenum (M2) Dan Tipe Cold Work Tool Steel (A8)” membandingkan pahat bubut bohler jenis molybdenum dan cold work tool steel berdasarkan keausan dan umur pahat. Pengujian dilakukan dengan membubut baja ST40 divariasikan dengan kecepatan potong yang berbeda (19.99, 26.53, 25.72, 30.65)m/min. Dari hasil penelitian Nugroho dan Senoaji menyimpulkan : Keausan tepi pahat bubut HSS semakin meningkat dengan bertambahnya kecepatan potong. Laju keausan tepi pahat HSS bohler jenis molybdenum lebih lambat dari pada pahat HSS bohler jenis cold work tool steel. Jadi pahat bohler jenis molybdenum memiliki umur pahat yang lebih lama dari pahat bohler jenis cold work tool steel. [2] 2.1.2 Pengukuran Kebisingan Pengukuran kebisingan pada pahat telah dilakukan oleh beberapa orang, tetapi informasi yang didapatkan masih minim. Eka Sunitra (dalam Sumange:2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Karakteristik Kebisingan Knalpot Komposit Pada mobil Toyota Kijang Tipe7K”, pada penelitiannya menganalisa pengaruh peredaman kebisingan knalpot komposit pada engine dengan variasi putaran mesin memakai sound level meter. Knalpot komposit tersebut di pasang pada enginestand lalu dilakukan pengukuran Kebisingan pada setiap titik sebanyak empat kali searah sumbu ( X+, X-, Y- dan Z- ) sejarak 1 meter

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pengujian pada Pahat

Pengujian pada pahat telah dilakukan oleh beberapa orang, tetapi informasi

yang didapatkan masih minim. Nugroho dan Senoaji (2010) dalam jurnalnya

yang berjudul “Karakterisasi Pahat Bubut High Speed Steel (Hss) Bohler Tipe

Molibdenum (M2) Dan Tipe Cold Work Tool Steel (A8)” membandingkan

pahat bubut bohler jenis molybdenum dan cold work tool steel berdasarkan

keausan dan umur pahat. Pengujian dilakukan dengan membubut baja ST40

divariasikan dengan kecepatan potong yang berbeda (19.99, 26.53, 25.72,

30.65)m/min. Dari hasil penelitian Nugroho dan Senoaji menyimpulkan :

Keausan tepi pahat bubut HSS semakin meningkat dengan bertambahnya

kecepatan potong. Laju keausan tepi pahat HSS bohler jenis molybdenum lebih

lambat dari pada pahat HSS bohler jenis cold work tool steel. Jadi pahat bohler

jenis molybdenum memiliki umur pahat yang lebih lama dari pahat bohler jenis

cold work tool steel.[2]

2.1.2 Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan pada pahat telah dilakukan oleh beberapa orang, tetapi

informasi yang didapatkan masih minim. Eka Sunitra (dalam Sumange:2016)

dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Karakteristik Kebisingan Knalpot

Komposit Pada mobil Toyota Kijang Tipe7K”, pada penelitiannya menganalisa

pengaruh peredaman kebisingan knalpot komposit pada engine dengan variasi

putaran mesin memakai sound level meter. Knalpot komposit tersebut di pasang

pada enginestand lalu dilakukan pengukuran Kebisingan pada setiap titik

sebanyak empat kali searah sumbu ( X+, X-, Y- dan Z- ) sejarak 1 meter

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-2

dengan variasi putaran 900, 1500, 2000, 2500 dan 3000 rpm. Eka Sunitra

menyimpulkan dalam analsisnya bahwa[3] :

-Nilai tingkat tekanan bunyi rata – rata (kebisingan) pada knalpot komposit

meningkat seiring dengan kenaikan putaran mesin

-Nilai karakterisitik kebisingan untuk setiap kenaikkan variasi putaran yang

sama tidak sama. semakin tinggi putaran mesin maka perbedaan perubahan

kebisingan semakin besar.

2.1.3 Pengukuran Getaran pada Pahat

Alfan (2016) melakukan pengujian getaran pada pahat bubut jenis HSS untuk

mengetahui karakteristiknya dengan melakukan variasi putaran dan kecepatan

pemakanan pada proses pembubutan. Adapun kesimpulan dari hasil pengujian adalah

semakin tinggi feeding, maka semakin tinggi amplitudo yang dihasilkan. Bila

diurutkan dari nilai amplitudo tertinggi, maka nilai yang tertinggi adalah feeding

0.112 mm/rev, 0.067 mm/rev dan 0.045 mm/rev, dengan nilai amplitudo sebesar 0.62

m/s, 0.58 m/s dan 0.56 m/s. Kecepatan putar mempengaruhi amplitudo getaran pada

pahat bubut. Bila perubahan kecepatan putar diurutkan dari nilai amplitudo tertinggi,

maka nilai yang tertinggi adalah 740 rpm, 260 rpm dan 440 rpm, dengan nilai

amplitudo sebesar 0.62 m/s, 0.55 m/s dan 0.5 m/s. Getaran terbesar terjadi pada

kecepatan putar 740 rpm dengan feeding 0.112 mm/rev dengan nilai amplitudo 0.62

m/s. Getaran sedang terjadi pada kecepatan putar 260 rpm dengan feeding 0.067

mm/rev dengan nilai amplitudo 0.49 m/s. Untuk Parameter pembubutan yang paling

baik adalah jika menggunakan kecepatan putar 440 rpm dengan feeding 0.045

mm/rev dengan nilai amplitudo 0.41 m/s. Getaran yang besar dalam proses

pembubutan dapat sangat merugikan, dikarenakan dapat berpengaruh terhadap

keausan pahat, umur pahat semakin berkurang dan juga permukaan benda kerja

menjadi kasar. Jika getarannya kecil, maka umur pahat akan lebih lama dan

permukaan benda kerja yang dihasilkan akan lebih halus.[14]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-3

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Proses Pembubutan

Proses bubut merupakan salah satu dari berbagai macam proses permesinan dimana

proses permesinan sendiri adalah proses pemotongan logam yang bertujuan untuk

mengubah bentuk suatu benda kerja dengan pahat potong yang dipasang pada mesin

perkakas. Jadi proses bubut dapat didefinisikan sebagai proses permesinan yang biasa

dilakukan pada mesin bubut dimana pahat bermata potong tunggal pada mesin bubut

bergerak memakan benda kerja yang berputar, dalam hal ini pahat bermata potong

tunggal adalah gerak potong dan gerak translasi pahat adalah gerak makan.[5]

Secara umum terdapat beberapa gerakan utama pada mesin bubut. Yang pertama yaitu

gerakan pemakanan dengan pahat sejajar dengan sumbu benda kerja pada jarak

tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja atau biasa disebut

dengan proses bubut rata. Lalu terdapat pemakanan yang identik dengan proses bubut

rata, tetapi arah gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja atau gerak

pemakanannya menuju ke sumbu benda kerja, gerak pemakanan ini biasa disebut

proses bubut permukaan (surface turning). Dan yang terakhir adalah proses bubut tirus

(taper turning), proses bubut ini aktualnya sama dengan proses bubut rata di atas,

hanya proses pahat membentuk sudut tertentu terhadap sumbu benda kerja. [5]

Gambar II-1 Proses Bubut Rata, Bubut Permukaan dan Bubut Tirus[5]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-4

Dari proses-proses gerakan pembubutan diatas, secara umum mesin bubut dapat

melakukan beberapa proses permesinan seperti proses memperbesar lubang, proses

pembuatan lubang, pembuatan ulir, bubut dalam, dan pembuatan alur. Proses itu

dikerjakan di Mesin Bubut dengan menambahkan alat pendukung agar proses dapat

dikerjakan (Gambar 2.2) [5]

Gambar II-2 Proses Permesinan yang dapat dilakukan pada Mesin Bubut

(a) Pembubutan Pinggul, (b) Pembubutan Alur, (c) Pembubutan Ulir , (d)

Pembuatan Lubang, (e) Pembuatan Lubang, (f) Pembuatan Kartel [5]

2.2.2 Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan

Menurut Rahdiyanta proses pembubutan yaitu proses pemesinan bertujuan membuat

part dimesin yang berbentuk silindris dan diproses dengan bantuan mesin bubut.

Bentuk dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses pemesinan permukan luar benda

silindris atau bubut rata [6]. Contoh proses bubut rata:

Objek yang bergerak memutar Memakai pahat dengan satu mata potong (with a single - point cutting

tool)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-5

Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja (lihat Gambar II.5)

Gambar II-3 Proses bubut rata, bubut permukaan, dan bubut tirus [6]

2.2.3 Parameter yang dapat diatur pada proses pembubutan

Tiga parameter utama pada setiap proses bubut yaitu putaran spindel (speed), gerak

makan (feed) dan kedalaman potong (depth of cut). Faktor lain seperti material

benda kerja dan jenis pahat sebenarnya memiliki pengaruh cukup besar, tetapi tiga

parameter tersebutlah yang dapat diatur oleh operator langsung pada mesin bubut.[6]

Putaranan (speed) berhubungan erat pada spindle (sumbu utama) dan benda kerja.

Karena putaran digambarkan sebagai putaran per menit (revolutions per minute,

rpm), hal ini menggambarkan putaranannya. Satu hal yang utama pada proses bubut

yaitu kecepatan potong (Cutting speed atau V) atau kecepatan benda kerja dilalui

pahat/ keliling benda kerja. Secara sederhana kecepatan potong dapat digambarkan

sebagai keliling benda kerja dikalikan dengan putaran atau : d.π

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-6

Gambar II-4 Panjang permukaan benda kerja yang dulalui pahat setiap putaran[6]

Rumus mencari kecepatan potong :

V = 𝜋.𝑑.𝑛1000

Dimana :

V = Kecepatan potong ; m/menit

d = diameter benda kerja ; mm

n = putaran benda kerja ; putaran/menit

Keterangan diatas menunjukan bahwa kecepatan potong ditentukan oleh diameter

benda kerja. Selain itu, faktor bahan benda kerja dan bahan pahat sangat menentukan

harga kecepatan potong. Pada dasarnya pada waktu proses bubut kecepatan potong

ditentukan berdasarkan bahan benda kerja dan pahat. Harga kecepatan potong sudah

tertentu, misalnya untuk benda kerja Mild Steel dengan pahat dari HSS, kecepatan

potongnya antara 20 sampai 30 m/menit. Gerak makan ,f (feed) , adalah jarak yang

ditempuh oleh pahat setiap benda kerja berputar satu kali(lihat Gambar II.7),

sehingga satuan f adalah mm/putaran.

Pemakanan ditentukan dari kekuatan mesin, bahan benda kerja,bahan pahat, bentuk

pahat, dan terutama kehalusan permukaan yang diinginkan. Gerak makan biasanya

ditentukan dalam hubungannya dengan kedalaman potong a.

d.π D.π

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-7

Gambar II-5 Gerak makan (f) dan kedalaman[6]

Kedalaman potong a (depth of cut), adalah tebal bagian benda kerja yang dibuang

dari benda kerja, atau jarak antara permukaan yang dipotong terhadap permukaan

yang belum terpotong (lihat Gambar II.7). Ketika pahat memotong sedalam a, maka

diameter benda kerja akan berkurung 2a, karena bagian permukaan benda kerja yang

dipotong ada di dua sisi, akibat dari benda kerja yang berputar.

2.2.4 Pahat Bubut

2.2.4.1 Geometri Pahat Bubut

Alat potong yang baik diperlukan adanya sudut beram (rake angle), sudut bebas

(clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle) sesuai dengan

ketentuan, semua ini disebut dengan istilah geometri alat potong. Sesuai dengan

bahan dan bentuk pisau, geometri alat potong untuk penggunaan setiap jenis

logam berbeda. Sudut pada pahat HSS dibentuk dengan mengasahnya pada

mesin gerinda pahat (Tool Grinder Machine). Selanjutnya pahat sisipan (insert)

yang dipasang pada tempat pahatnya, geometri pahat dapat dilihat pada Gambar

II.8. Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa juga dibedakan dengan

melihat letak sisi potong (cutting edge) yaitu pahat tangan kanan (Right-hand

tools) dan pahat tangan kiri (Left-hand tools), seperti pada Gambar II.8: [5]

f f

a a

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-8

Gambar II-6 Geometri Pahat Bubut HSS[5]

Gambar II-7 Geometri Pahat Bubut Sisipan (Insert), Pahat Tangan Kanan dan Pahat Tangan Kiri[5]

Pahat bubut tersebut jika dipakai pada proses bubut biasanya diletakan di

pemegang pahat (tool holder). Pemegang pahat itu dipakai untuk memegang

pahat dari HSS dengan ujung pahat diusahakan sependek mungkin agar tidak

terjadi getaran pada waktu digunakan untuk membubut (Gambar II.10). Untuk

pahat yang berbentuk sisipan (inserts), pahat tersebut dipasang pada tempat

pahat yang sesuai, (Gambar II.11) [5]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-9

Gambar II-8 Pemegang Pahat HSS, (a) Pahat Alur, (b) Pahat Dalam, (c) Pahat Rata Kanan, (d) Pahat Rata Kiri, dan (e)Pahat Ulir[5]

Gambar II-9 Pahat Bubut Sisipan (Insert) dan (b) Pahat Sisipan yang Dipasang pada Pemegang Pahat[5]

Sesuai dengan bahan dan bentuk pisau, geometri alat potong untuk penggunaan

setiap jenis material berbeda. Berikut adalah tabel sudut pahat untuk berbagai

material yang akan mempengaruhi besar sudut-sudut yang terdapat pada pahat.

Geometri pahat bubut terutama tergantung pada material benda kerja dan

material pahat. Terminologi standar ditunjukkan pada Gambar V.2.4. Untuk

pahat bubut bermata potong tunggal, sudut pahat utama yaitu sudut beram (rake

angle), sudut bebas (clearance angle), dan sudut sisi potong (cutting edge

angle). Sudut-sudut pahat HSS yang diasah dengan menggunakan mesin gerinda

pahat (Tool Grinder Machine). Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-10

juga dibedakan dengan melihat letak sisi potong (cutting edge) yaitu pahat

tangan kanan (Right-hand tools) dan pahat tangan kiri (Left-hand tools). [6]

2.2.4.2 Material Pahat Bubut

Pahat dapat dikatakan baik jika memenuhi spesifikasi tertentu, sehingga

nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik dan ekonomis.

Kekerasan dan kekuatan dari pahat harus dijaga pada temperatur tinggi, sifat

ini dinamakan Hot Hardness. Ketangguhan (Toughness) dari pahat

dibutuhkan, sehingga pahat tidak akan pecah atau retak terutama pada saat

melakukan pemakanan dengan beban kejut. Ketahanan aus juga diperlukan

yaitu ketahanan pahat melakukan pemakanan tanpa terjadi keausan yang

cepat. Penentuan material pahat didasarkan pada jenis material benda kerja

dan kondisi pemotongan (pengasaran, adanya beban kejut,

penghalusan).Material pahat yang ada ialah baja karbon sampai dengan

keramik dan intan.

Material pahat dari baja karbon (baja dengan campuran karbon 1,05%) pada

saat ini sudah jarang digunakan untuk proses pemesinan, karena bahan ini

tidak tahan panas (melunak pada suhu 300-500 F). Baja karbon ini sekarang

hanya digunakan untuk kikir, bilah gergaji, dan pahat tangan. Material pahat

dari HSS (High Speed Steel) dapat dipilih jenis M atau T. Jenis M berarti

pahat HSS yang mengandung unsur Molibdenum, dan jenis T berarti pahat

HSS yang mengandung unsur Tungsten. Beberapa jenis HSS dapat dilihat

pada Tabel II.1[6]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-11

Tabel II.1 Jenis Pahat HSS

Pahat dari HSS menjadi pilihan jika pada proses pemesinan sering terjadi

beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan interupsi

(terputus-putus). Contohnya yaitu ketika membubut benda segi empat

menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses penuangan,

membubut eksentris (proses pengasarannya).[6]

2.2.5 Kebisingan (Noise)

Bunyi (sound) dapat diartikan sebagai tekanan yang bervariasi dan berfluktuasi yang

dapat dideteksi dan diterima oleh telinga, mulai dari yang paling lemah hingga bunyi

yang keras. Bunyi dapat digunakan juga untuk mengevaluasi dan mendiagnosa suatu

alat atau mesin. Bunyi yang tidak normal menunjukkan kerusakan pada alat atau

mesin. Suara atau sound memiliki karakteristik informasi yang mirip dengan getaran

mekanik. Oleh karena itu suara dapat juga digunakan untuk diagnostik kondisi

mesin.[7]

Secara harfiah bunyi dapat diartikan sebagai sebuah sensasi pendengaran yang dapat

diindera oleh telinga manusia, sedangkan secara fisis bunyi merupakan gradien

tekanan yang diradiasikan dari sumber bunyi. Besaran fisis ini dapat diindera dalam

bentuk simpangan, kecepatan maupun percepatan. Bilangan variasi tekanan setiap

detik disebut dengan frekuensi bunyi dan dinyatakan dalam Hertz (Hz) dimana dalam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-12

hal ini telinga manusia yang sehat dapat mengindera bunyi dalam jangkauan

frekuensi 20 Hz hingga 20 KHz (audible range).[8]

Bunyi yang kita dengar setiap hari sangat jarang terdiri atas frekuensi tunggal (pure

tone), melainkan merupakan superposisi yang kompleks dari frekuensi yang berbeda.

Bahkan nada tunggal pada piano dapat merupakan sebuah bentuk gelombang bunyi

yang kompleks. Konsep ini dibicarakan lebih detil di dalam topik analisis

frekuensi.[8]

Adapun bising merupakan bunyi yang tidak diinginkan. Selain ditentukan oleh

paramter fisis terukur, bising juga sangat dipengaruhi oleh perspektif masing-masing

orang terhadap bunyi yang mereka terima. Dalam sudut pandang frekuensi, bising

dapat terdiri superposisi (atau dalam bahasa sederhana dapat dipandang sebagai

campuran) frekuensi. Bising seperti ini dikenal dengan sebutan broad band noise.

Jenis bising yang lain adalah colored noise dan white noise yang secara bertutur turut

merupakan bising dengan suatu frekuensi tertentu dan bising dengan kandungan

frekuensi pada audible range.[8]

Sound atau noise merupakan hasil dari variasi tekanan atau osilasi dalam media yang

elastis seperti udara, air, dan benda pejal yang disebabkan oleh permukaan yang

bergetar maupun aliran fluida yang berpusar . Oleh sebab itu suara dapat dibedakan

oleh structure borne sound, liquid borne sound, and airborne sound . Sound

merambat dalam bentuk gelombang memanjang (longitudinal wave) termasuk

kompresi dan ekspansi. Gelombang bunyi sama seperti yang terjadi pada sinyal

getaran yang berbentuk gelombang sinusoide[9].

2.2.5.1 Bentuk Fisik Bunyi

Sound merambat dalam bentuk gelombang memanjang (longitudinal wave)

termasuk kompresi dan ekspansi. Gelombang bunyi merambat dan berosilasi

di udara terjadi pada tekanan di atas dan di bawah tekanan atmosfer

lingkungan. Gelombang bunyi sama seperti yang terjadi pada sinyal getaran

yang berbentuk gelombang sinusoide. Ilustrasinya ditunjukkan seperti pada

gambar berikut.[3]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-13

Gambar II-10 Gelombang Suara[3]

Dari gambar gelombang suara di atas bisa kita lihat bahwa ada yang

dinamakan amplitudo, amplitudo adalah fluktuasi atau tinggi rendahnya

suatu tekanan yang dinyatan dalam pascal. Berbicara amplitudo erat

hubungannya dengan frekuensi dimana frekuensi adalah jumlah siklus /

variasi tekanan per satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan hertz (Hz).

Frekuensi yang dapat didengar manusia berkisar antara rentang 20 Hz –

20kHz

2.2.5.2 Medan Bunyi (Sound Field)

Medan (secara fisis) merupakan sebuah kuantitas yang terdefinisi (dapat

diukur) disetiap titik di dalam ruangan. Berdasarkan uraian di depan maka

medan bunyi merupakan gradien tekanan yang diradiasikan dari sumber

bunyi yang terdefinisi di setiap titik di dalam ruang.Berkait dengan definisi

tersebut di atas, berikut disajikan beberapa pengertian atau kategori area yang

berkaitan dengan medan bunyi.[10]

Near field merupakan area yang dekat dengan sumber bunyi dimana gerakan

medium didominasi oleh aliran hidrodinamik lokal, sehingga sering juga

disebut dengan hydrodynamic near field. Definisi lain yang juga digunakan

adalah daerah yang berdekatan dengan sumber bunyi dimana radiasi bunyi

bersifat kompleks akibat interferensi dengan bunyi yang diradiasikan dari

sumber lain sehingga disebut juga geometric near field.

Pengukuran SPL (sound pressure level) pada daerah ini sangat potensial

menghasilkan kesalahan. Variasi kecil pada posisi sound level meter (SLM)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-14

akan memberikan perubahan yang signifikan pada pada SPL. Acuan

sederhana untuk menentukan near field adalah panjang gelombang untuk

frekuensi terrendah yang dipancarkan oleh sumber bunyi.

Far field adalah daerah yang jauh dari sumber bunyi dimana gerakan

medium didominasi oleh perambatan gelombang bunyi. Far field terbagi

menjadi dua yakni free field dan reverberant field. Free field merupakan

daerah dimana tidak terdapat komponen bunyi hasil refleksi. Daerah ini dapat

dicirikan dengan mudah dimana nilai SPL akan berkurang 6 dB setiap

kelipatan jarak SLM dari sumber bunyi. Pengukuran bising sangat

direkomendasikan pada daerah ini.[10]

2.2.5.3 Tekanan Suara

Sumber suara meradiasikan daya dan menghasilkan tekanan suara. Daya

suara adalah penyebab terjadinya tekanan suara. Tekanan suara dapat

dicari dengan rumus sebagai berikut :

Lp = 10 log 10 𝑝2

𝑝𝑜2

Dimana :

po = 2 x 10-5 Pa

Lp =Tekanan Suara

(dB)

p = Tekanan suara terukur

(Pa)

1 Pa dalam dB di SPL :

= 10 log 10 𝑝2

𝑝𝑜2

= 10 log 10 12

𝑝𝑜2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-15

= 20 log 10 1

𝑝𝑜

= -20 log 10 (po)

= -20 log 10 (2 . 10-5)

= -20 (log 10 2 + log 1010-5)

= -20 ((log 10 2) - 5)

= 100 – 20 log 10 2

= 73.97 dB ≈ 74 dB

2.2.6 Parameter Fisis Bunyi

Monitoring kondisi sistem suatu alat dapat meningkatkan daya saing pada suatu

proses permesinan dengan meningkatkan pemanfaatan umur alat dan menurunkan

kerusakan tiba-tiba dari monitoring kondisi sistem suatu alat dapat meningkatkan

daya saing proses pemesinan dengan meningkatkan umur alat yang digunakan dan

mengurangi kerusakan bagian dari alat yang tiba-tiba atau kerusakan alat. Artikel ini

menjelaskan metode perkalian alat yang tidak mahal dan tidak mengganggu dengan

mengukur suara yang terdengar saat diputar saat pemesinan. Tanda audio yang

tercatat dapat digunakan untuk mengembangkan alat proses yang efektif dengan

sistem pemantauan dimana filter digital mempertahankan sinyal yang terkait dengan

proses pemotongan namun menghilangkan karakteristik audio yang terkait dengan

pengoperasian poros mesin.

Penelitian ini menggunakan sebuah mi- crophone untuk merekam suara permesinan

baja EN24 yang diputar oleh mesin bubut CNC dalam kondisi pemotongan basah

menggunakan kontrol kecepatan permukaan konstan. Sinyal audio dibandingkan

dengan pengembangan keausan pahat pada sisipan pemotongan untuk beberapa

kecepatan permukaan dan kombinasi pemakanan potong yang berbeda. Hasilnya

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi kebisingan spindel dan

keausan alat, namun kecepatan pemotongan dan kecepatan pemakanan yang

bervariasi memiliki pengaruh pada besarnya kebisingan spindel dan ini dapat

digunakan untuk menunjukkan keadaan keausan alat selama proses berlangsung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-16

Gelombang bunyi merambat dalam medium elastik. Seacara spesifik tulisan ini

membincangkan gelombang akustik gelombang kompresi (longitudinal) dimana

simpangan partiekl sejajar dengan arah perambatan (hal ini perlu dipertegas, karena

dalam beberapa aplikasi tertentu karena terminologi acoustic waves atau sound waves

juga sering digunakan untuk gelombang transversal seperti misalnya dalam kajian

seismik, atau pun gelombang ultrasonik untuk NDT).[10]

Gambar II-11 Perambatan gelombang[10]

Gambar di atas merupakan ilustrasi gerakan partikel dalam sebuah perambatan

gelombang, dimana dalam hal ini osilasi lokal partikel pertama mendahului

(mencapai puncak lebih dahulu) dari osilasi partiekl disebelahnya. Osilasi lokal

setiap partikel inilah yang selanjutnya melahirkan fenomena perambatan gelombang.

[10]

2.2.7 Penyebab Kebisingan

Adapun yang dapat menimbulkan kebisingan pada komponen mesin putar,

diantaranya[2]:

- Kerusakan bearing (bad bearing).

- Kerusakan transmisi gerak (bad driver).

- Kerusakan roda gigi (bad gear).

- Ketidak seimbangan (unbalance).

- Perubahan tegangan listrik

- Gangguan surging

1 2 3

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-17

Adapun akibat dari adanya kebisingan berlebih tersebut menyebabkan,

diantaraya[2] :

-Membahayakan kesehatan dan keselamatan operator atau manusia.

-Umur mesin menurun.

-Biaya perawatan dan operasi meningkat.

2.2.8 Kriteria Untuk Sambungan Kebisingan Terus Menerus

Secara internasional, telah disepakati bahwa 90 dBA adalah tingkat yang dapat

diterima maksimum untuk satu hari kerja 8 jam. Jumlah ini merupakan kompromi

antara masalah kesehatan dan kendala ekonomi. Namun, menurut Gambar 5, ini akan

menyebabkan kerusakan pendengaran pada sekitar 25% dari populasi. Untuk

meminimalkan risiko kerusakan pendengaran, 80 dBA atau kurang diperlukan.

Tingkat yang lebih tinggi adalah kompromi antara biaya kontrol kebisingan dan

risiko kerusakan pendengaran dan menghasilkan klaim kompensasi. 70 dBA paparan

lebih dari 24 jam akan melindungi 97% orang pada semua frekuensi. [11]

2.2.8.1 OSHA Standar Kebisingan - Tingkat Kebisingan-diijinkan untuk

Pekerja (1978)

OSHA (Keselamatan dan Kesehatan Administrasi) Act of 1970 dan standar

yang dikembangkan sebagai tanggapan terhadap Undang-Undang tahun 1978

tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-18

Tabel II.2 OSHA permissible Noise exposure[11]

Jika tingkat ini terlampaui:

1. Ketika karyawan terpapar suara melebihi tingkat yang diijinkan (kebisingan

dosis> 1,0), maka kontrol administratif atau rekayasa layak harus

dimanfaatkan.

2. Jika kontrol tersebut gagal untuk mengurangi tingkat suara ke dalam batas-

batas diperbolehkan, alat pelindung diri harus disediakan dan penggunaan

yang tepat ditegakkan.

3. Dalam semua kasus dimana tingkat suara melebihi nilai yang ditetapkan

sebagai batas yang diperbolehkan (> 85 dBA atau kebisingan dosis 0,5),

sebuah program konservasi pendengaran yang efektif akan diberikan selama

tingkat kebisingan melebihi yang diizinkan oleh hukum. Program

konservasi pendengaran meliputi komponen-komponen berikut: [11]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II-19

a. Memonitoring intensitas paparan

b. Pemberitahuan ke Karyawan

c. Inspeksi Tahunan

d. Pelatihan untuk Karyawan

e. Penggunaan APD

2.2.8.2 Standar Kebisingan Menurut SNI 16-7063-2004

Nilai ambang batas atau standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai

pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapi paparan

tanpa mengakibatkan peyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan

sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu,

Nilai ambang batas kebisingan 85 dB.[15]

Tabel II.3 Tabel Tingkat Paparan Kebisingan yang diijinkan SNI[15]