bab ii tinjauan pustaka ca serviks

Upload: nurmalida-septia

Post on 15-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi

Serviks merupakan bagian dari genitalia interna perempuan yang terletak lebih tinggi dari vagina. Batas-batas serviks, sebelah anterior berbatasan dengan vesika urinaria, sebelah posterior berbatasan dengan kantong rektouterin, sebelah lateral berbatasan dengan dua lapis peritoneum yakni ligamen antara uterus dan dinding pelvis lateral yang mengandung saraf, jaringan longgar, pembuluh darah, ureter dan limfe. Daerah yang disebutkan terakhir disebut parametrium.1

Serviks memiliki epitel skuamosa bertingkat, bersambungan dengan mukosa vagina. Endoserviks memiliki epitel kolumnar dan berfungsi mensekresi mukus. Lokasi keganasan tersering berada di daerah taut skuamokolumnar/ zona transformasi.1Karsinoma serviks dimulai dari zona T porsio vaginalis, yang mengalami proses displasia selama 5-10 tahun sebelum menjadi karsinoma invasif. Jalur penyebaran karsinoma serviks dapat melalui 3 karsinoma, yakni:21. perkontinuitatum, melalui vagina atas, korpus uteri, dan parametrium

2. Limfogen, kelenjar getah bening (KGB) utama karsinoma serviks ialah KGB iliaka eksternal, iliaka internal, obturator & hipogastrik

3. Hematogen

EpidemiologiKarsinoma in situ biasanya terdeteksi pada wanita usia 25 35 tahun. Sementara insiden kanker serviks meningkat setelah usia 40 tahun.1 Kanker serviks yang invasif merupakan penyebab utama kematian dari keseluruhan kanker ginekologi di seluruh dunia, dengan hampir setengah juta kasus terdeteksi setiap tahunnya. Laporan menunjukkan insiden kanker serviks di negara berkembang lebih tinggi daripada di negara maju. Usia penemuan kanker terbanyak terbagi yaitu antara 30 39 tahun dan 60 69 tahun.2

Faktor ResikoFaktor resiko termasuk pasangan seksual yang berganti-ganti, usia pertama kali berhubungan seksual yang sangat muda, pasangan seksual yang beresiko tinggi (pernah berganti-ganti pasangan, terinfeksi HIV, memiliki keganasan traktus genital, pernah berhubungan seksual dengan orang yang memiliki kanker serviks), memiliki riwayat penyakit hubungan kelamin, merokok, status imunodefisiensi, multipara dan penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang.1Infeksi human papilomavirus (HPV) dikatakan memiliki kaitan erat dengan perkembangan karsinoma in situ dan kanker serviks. Analisis menunjukkan lesi neoplasia serviks menunjukkan adanya HPV di 80% pada lesi karsinoma in situ dan 90% kanker serviks invasif. Wanita imunokompeten yang memiliki infeksi HPV persisten, 90% akan sembuh dalam kurun waktu 2 tahun, hanya 5% yang dideteksi memiliki karsinoma in situ. Sehingga bisa disimpulkan infeksi HPV saja tidak cukup untuk menimbulkan permasalahan kanker serviks. 1 HPV menginfeksi lapisan epitel anogenital. Tipe resiko rendah yaitu 6, 11, 42, 43, 44 diasosiasikan dengan kondiloma akuminata dan lesi CIN grade I. Tipe menengah yaitu 33, 35, 51, 52 ditemukan pada lesi CIN grade II dan III yang jarang terjadi progresi. Tipe resiko tinggi yaitu 16, 18, 31, 39, 45, 56, 58, 59 dan 68 dikaitkan dengan lesi kanker yang invasif.1Patologi

Pada pemeriksaan sitologi, sel dysplasia menunjukkan inti sel yang lebih besar, inti hiperkromatik, multinukleasi dan gangguan diferensiasi.1Gejala Klinis

Biasanya tidak ada gejala pada karsinoma in situ.1 Gejala klinis yang paling sering yaitu perdarahan per vaginam yang abnormal, termasuk perdarahan post coitus, metroragia, perdarahan post menopause. Tumor dapat terinfeksi dan duh tubuh kadang berbau dan tidak gatal terjadi sebelum timbul gejala perdarahan. Gejala lanjut lainnya dapat terjadi nyeri pada pinggul, gangguan berkemih dan defekasi.2Pemeriksaan Penunjang

Pap smear. Lesi prekarsinoma sering dapat terdeteksi dengan pap smear. Klasifikasi sitologi berdasarkan hasil pemeriksaan pap smear : CIN I (displasia ringan), CIN II (displasia sedang), dan CIN III (karsinoma in situ). Jika hasil dari Pap smear sugestif kearah karsinoma in situ maka selanjutnya dilakukan cone biopsi, kolposkopi atau kuretase untuk mendapatkan hasil histopatologi yang lebih definitif. Sebagian besar hasil histopatologi menunjukkan karsinoma sel skuamosa (85 %), dan lainnya yakni adenokarsinoma, karsinoma sel kecil , melanoma dan limfoma.1 Konisasi serviks untuk menilai kedalaman dan luasnya mikroinvasi tumor. Ukuran ini nantinya berguna untuk menentukan stadium menurut FIGO. Pemeriksaan kolposkopi untuk melihat pembuluh darah abnormal, permukaan serviks yang ireguler dan perubahan warna serviks.3Setelah diagnosis ditegakkan sebagai kanker serviks, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya metastasis, antara lain: darah perifer lengkap, kimia darah dan urinalisis untuk mengetahui fungsi hati dan ginjal; foto toraks untuk menndeteksi metastasis paru; IVP, sistoskopi, rektoskopi untuk mendeteksi invasi tumor ke traktus urinarius dan rektum; CT scan atau MRI untuk deteksi lebih jelas adanya metastasis; tumor marker yakni CA 125 tidak memiliki nilai diagnostik, akan tetapi diperiksa untuk mengetahui progresivitas penyakit dan efisiensi pengobatan.4

Pap smear harus diulang setiap 4 6 bulan sekali sampai terdapat 3 4 hasil yang normal. Tes HPV masih diragukan efektivitasnya mengingat Pap Smear lebih efektif mendeteksi lesi pada serviks. Tes Schiller berdasarkan epitel skuamosa serviks normal mengandung glikogen yang bila mengenai iodine (Lugol) akan menghasilkan warna cokelat. Epitel yang tidak terwarnai mengindikasikan epitel abnormal, berarti tes Schiller positif.1Klasifikasi

Stadium kanker serviks berdasarkan FIGO. Bagan diunduh dari FIGO Annual Report on the Results of Treatment in Gynecologic Cancer 1998.1KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Metastasis KGB regional (-)

N1 Metastasis KGB regional (+)

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Metastasis jauh (-)

M1 Metastasis jauh (+)

Stage Grouping (TNM)6Stage Grouping T N M

0 Tis N0 M0

IA1 T1a1 N0 M0

IA2 T1a2 N0 M0

IB1 T1b1 N0 M0

IB2 T1b2 N0 M0

IIA T2a N0 M0

IIB T2b N0 M0

IIIA T3a N0 M0

IIIB T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3a N1 M0

T3b Any N M0

IVA T4 Any N M0

IVB Any T Any N M1

Berdasarkan histopatologi, kanker serviks dapat berupa:6 Neoplasia intraepitelial serviks (CIN) grade III

Karsinoma sel skuamosa in situ Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma serviks invasif Karsinoma terkeratinisasi Karsinoma tidak terkeratinisasi Karsinoma verukosa

Adenokarsinoma in situ

Adenokarsinoma invasif

Adenokarsinoma endometrioid Adenokarsinoma sel jernih Karsinoma adenoskuamosa Karsinoma kistik adenoid Karsinoma sel basal adenoid Karsinoma sel kecil Karsinoma neuroendokrin Karsinoma yang tidak terdiferensiasiTatalaksanaTerapi bedah dan radiasi adalah dua modalitas yang paling umum digunakan untuk mengatasi kanker serviks. Secara umum, terapi bedah dibatasi hanya pada stadium I dan IIa. Radiasi dapat digunakan pada seluruh stadium. Saat ini telah dipertimbangkan kemoterapi untuk memperbaiki keberhasilan terapi.5Pada stadium Ia1, terapi bedah histerektomi merupakan terapi adekuat. Konisasi dapat dipertimbangkan secara selektif jika pertahanan fertilitas diinginkan selama margin pembedahan bebas sel tumor. Pada keadaan di mana pasien tidak dapat dioperasi, radiasi efektif untuk terapi.5Pada stadium Ia2, terapi yang dipilih adalah histerektomi kelas II dengan limfadenektomi pelvis. Jika fertilitas ingin dipertahankan, trachelektomi radikal dengan limfadenektomi laparoskopi atau ekstraperitoneal dilaporkan dapat sukses dilakukan.5Pada stadium Ib1, Ib2, IIa, terapi histerektomi kelas III dan radioterapi efektif mengobati kanker. Stadium I yang luas (Ib2) di mana ada ekspansi ke endoserviks bagian atas dan segmen uterus bawah membutuhkan radiasi intrakaviter. Caranya adalah mengkombinasi radiasi eksternal (4000 cGy) dengan implant intrakaviter baru dilakukan operasi.5Pada stadium IIb, III, IVa, IVb terapi radiasi adalah pilihan. Terapi adalah kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter. Dosis total untuk mengontrol tumor bervariasi dari 5000 cGy untuk lesi 2 cm sampai 8000 cGy untuk lesi 6 cm. Pemberian kemoterapi lebih berguna daripada hanya pemberian radiasi saja. Pada stadium IVb, biasanya hanya diterapi dengan kemoterapi saja atau kombinasi dengan radiasi lokal.5Histerektomi:Terdapat keuntungan penggunaan terapi bedah daripada hanya sekedar radiasi, terutama pada wanita yang masih mengharapkan fungsi ovarium dipertahankan. Keluhan vesika urinarius, saluran cerna, disfungsi seksual akibat radioterapi dapat dihindari. Pada umumnya, histerektomi radikal diberikan pada pasien dengan kondisi fisik yang baik.3 Terdapat 5 kelas dalam operasi histerektomi pada tatalaksana kanker serviks.

Histerektomi kelas I yaitu operasi standar pengangkatan seluruh uterus. Memungkinkan pengangkatan komplit / radikal dari serviks dengan interupsi minimal struktur di sekitarnya (misal ureter dan vesika urinaria).5

Histerektomi kelas II dikatakan sebagai histerektomi radikal yang dimodifikasi. Memungkinkan dibuangnya jaringan parametrium medial, setengah ligament cardinal - uterosakral dan 1 2 cm vagina proksimal.5 Mungkin dilakukan limfadenektomi pelvis selektif pada KGB yang membesar.3

Pada histerektomi kelas III, ureter proksimal, jaringan prametrium, ligament uterosakral, sepertiga vagina proksimal diangkat. Limfadenektomi pelvik bilateral dilakukan.

Histerektomi kelas IV termasuk pengangkatan arteri vesikalis superior, jaringan periureteral dan tiga perempat vagina. Histerektomi kelas V, pengangkatan sampai ureter distal, reseksi vesika urinaria.5 Histerektomi kelas IV dan V saat ini jarang dilakukan karena radioterapi yang harus dilakukan bila terdapat lesi sedemikian luas.3

Abdomen dibuka dengan metode Maylard atau Cherney. Rongga abdomen dieksplorasi untuk menyingkirkan adanya metastasis. Usus dipalpasi dan diatur agar tidak mengganggu eksplorasi. Palpas liver dan omentum untuk menginspeksi metastasis. Ginjal dipalpasi untuk meyakinkan letak yang sesuai dan tidak adanya kelainan lain. KGB paraaorta juga dipalpasi. Pada eksplorasi pelvis, tuba Fallopi dan ovarium dilihat apakah ada kelainan. Peritoneum pada lipatan vesikouterina dan kantung rektouterina perlu diperiksa apakah ada tanda ekstensi tumor atau implantasi. Serviks kemudian dipalpasi untuk menentukan ukuran dan letak tumor. Ligament cardinal dipalpasi untuk memeriksa ekstensi tumor lateral.3Kemoterapi:Penggunaan kemoterapi pada tatalaksana kanker servik terbatas karena kesuksesan terapi bedah dan radiasi. Namun, penggunaan kemoterapi neoadjuvan telah digunakan untuk mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan histerektomi radikal atau terapi radiasi. Jenis kemoterapi yang diberikan antara lain siklofosfamid, 5-FU, hidroxiurea, mitomisin C, bleomisin, dan cisplatinum. Kemoterapi dapat diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi. Belum ada penelitian resmi mengenai efektivitas teknik ini, namun informasi menyebutkan dapat memperbaiki 22 44% respon terapi, menurunkan jumlah kelenjar getah bening yang positif diinfiltrasi sel tumor, menambah angka harapan hidup bebas kanker sampai 2 3 tahun, terutama pada pasien stadium I atau II. Ukuran tumor yang besar dari awal dan infiltrasi parametrium memungkinkan respon yang buruk terhadap terapi.3Radiasi:Toleransi setiap jaringan terhadap terapi radiasi berbeda-beda, tergantung pada skema fraksinasi, dosis total, dose-rate brakiterapi, penempatan lapangan radiasi, dan volume radiasi. Serviks dan korpus uterus mempunyai toleransi terhadap radiasi hingga 200-300 Gy, mukosa vagina hingga 160-200 Gy, rektosigmoid 50-60 Gy, buli-buli 55-60 Gy. Pemberian dosis radiasi harus mempertimbangkan toleransi organ lain yang dilewati oleh sinar radiasi. Radiasi eksterna yang diberikan idealnya sebesar 180-200 cGy per fraksi dalam 5 kali fraksi setiap minggu.7 Efek samping akut radiasi, antara lain diare, tenesmus, nyeri abdomen, disuria, harus terus diobservasi dalam 3-4 minggu. Sedangkan efek samping kronik seperti fibrosis, stenosis dan fistula baru muncul dalam 6 bulan hingga 2 tahun. Radioterapi yang dapat dilakukan pada karsinoma serviks, yaitu radiasi eksterna, brakiterapi intrakaviter (ICRT), brakiterapi interstisial, dan brakiterapi intraoperatif.7 Radiasi Eksterna (RE) diberikan sebelum brakiterapi, untuk mengontrol fokus mikros dan makroskopik pada sentral tumor & KGB. Dosis optimal diberikan pada area serviks, vagina atas, dan korpus uterus. Jika massa pertumbuhan sentral berkurang baik untuk insersi intrakaviter. Dosis total yang diberikan berkisar antara 45-60 Gy dengan fraksinasi 150-200 cGy, energi foton yang digunakan 12-16 MV. Hiperfraksinasi kadang dilakukan.7Radioterapi paliatif dilakukan pada karsinoma serviks stadium lanjut dengan keluhan nyeri berat, lokal atau metastasis, perdarahan. Dosis 44 Gy dengan 22 fraksi selama 4,5 minggu. Pasien stadium IIIB lanjut diberikan dosis awal paliatif sebesar 30 Gy dalam 10 fraksi selama 2 minggu, kemudian dinilai regresi karsinoma tersebut. Jika regresi karsinoma baik, maka RE dilanjutkan hingga 50 Gy dan insersi intrakaviter. Pasien stadium IVA dengan suspek infiltrasi buli & rektum tanpa fistel diberikan terapi sama dengan stadium IIIB.7

Brakiterapi. Toleransi radiasi serviks, vagina atas, dan korpus uterin cukup tinggi, sehingga brakiterapi yang dikombinasikan dengan radiasi eksterna dapat memberikan hasil terapi yang optimal. Jenis brakiterapi yang dapat dilakukan antara lain: brakiterapi intrakaviter, brakiterapi interstisial, brakiterapi intraoperatif.7Keuntungan brakiterapi antara lain distribusi dosis homogen pada volume tumor, tidak mengenai jaringan/organ normal sekitar, waktu pemberian pendek. Dose rate pada brakiterapi dapat dibagi menjadi 3, yaitu: LDR (low dose rate): 0,4 2 Gy/jam

MDR (medium dose rate): 2-12 Gy/ jam

HDR (high dose rate): 12 Gy/ menit

Stadium IA & IB dilakukan Brakiterapi intrakaviter dengan LDR (dosis total 68 Gy).

Stadium IB dan stadium awal IIA &IIB: 2 insersi brakiterapi intrakaviter (@ 34 Gy) diikuti dengan radiasi eksterna 36 Gy. Loko-regional (IIB, IIIA, terkadang IVA) diberikan radiasi eksterna 40 Gy dalam 22 fraksi selama 4,5 minggu, lalu dilanjutkan 10 Gy dalam 5 fraksi selama 1 minggu. Setelah 2-4 minggu, dilakukan brakiterapi intrakaviter LDR selektron 30 Gy.7Untuk memperbaiki angka harapan hidup, radioterapi paska bedah telah direkomendasi untuk pasien dengan resiko tinggi seperti metastasis ke KGB pelvis, invasi ke jaringan paraservikal, invasi serviks yang dalam atau margin bedah yang positif terdapat sel tumor. Rasionalisasi penggunaan radiasi adjuvant pada metastasis KGB pelvis yakni bahwa radiasi dapat mensterilkan sel kanker di KGB pelvisa dan diseksi KGB tidak dapat mengangkat seluruh kelenjar dan jaringan limfatik. Rekurensi KGB pelvis akan sel kanker berkurang, namun tidak memperbaiki angka harapan hidup. Lokasi KGB yang terinfiltrasi sel kanker ikut mempengaruhi angka harapan hidup. Ketika KGB iliaka komunis terlibat, angka harapan hidup turun 20%. Walaupun masih terdapat kontroversi pada tindakan radioterapi adjuvant, banyak pihak yang tetap menganjurkan pelaksanaannya terutama bila ada keterlibatan atau metastasis KGB atau margin bedah yang positif.3Evaluasi KGB Paraaorta:

Prosedur ini dilakukan pada saat operasi histerektomi. Setiap KGB paraaorta yang membesar harus didiseksi dan dianalisis dengan potongan beku. Jika KGB positif ada metastasis, maka pilihan selanjutnya adalah menghentikan operasi dan menggunakan terapi radiasi.3Limfadenektomi Pelvis:

Limfadenektomi dapat dilakukan setelah evaluasi KGB atau setelah histerektomi selesai. KGB iliaka komunis dan iliaka eksterna didiseksi. KGB iliaka eksterna lateralis disambungkan dari arteri ke vena iliaka sirkumflexa, sementara yang medialis didiseksi. Terakhir KGB obturatoria didiseksi.3Prognosis1Stage Survival Rate (%)

1 tahun 2 tahun 5 tahun

IA1 99,2 97,4 96,1

IA298,9 97,9 94,9

IB 95,5 89,3 80,1

IIA 91,8 80,8 66,3

IIB 92,1 78,9 63,5

IIIA 79,4 57,4 33,3

IIIB 76,7 55,3 38,7

IVA 52,2 30,9 17,1

IVB 35,1 23,4 9,4