bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan konsep kebutuhan dasar...

34
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Henderson Manusia mengalami perkembangan yang dimulai dari proses tumbuh- kembang dalam rentang kehidupan (life span). Dalam melakukan aktivitas sehari-hari, individu memulainya dengan bergantung pada orang lain dan belajar untuk mandiri melalui sebuah proses yang disebut pendewasaan. Proses tersebut dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan sekitar, dan status kesehatan individu. Dalam melakukan aktivitas sehari- hari, individu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu a. Terhambat dalam melakukan aktivitas; b. Belum mampu melakukan aktivitas; dan c. Tidak dapat melakukan aktivitas. Virginia Henderson dalam Potter dan Perry membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen sebagai berikut a. Bernafas secara normal; b. Makan dan minum yang cukup; c. Eliminasi (buang air besar dan kecil); d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan; e. Tidur dan istirahat; f. Memilih pakaian yang tepat; g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan menyesuaikan pakaian yang digunakan; h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan; i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhawatiran, dan opini;

Upload: others

Post on 21-Sep-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan dasar manusia menurut Virginia Henderson

Manusia mengalami perkembangan yang dimulai dari proses tumbuh-

kembang dalam rentang kehidupan (life span). Dalam melakukan

aktivitas sehari-hari, individu memulainya dengan bergantung pada orang

lain dan belajar untuk mandiri melalui sebuah proses yang disebut

pendewasaan. Proses tersebut dipengaruhi oleh pola asuh, lingkungan

sekitar, dan status kesehatan individu. Dalam melakukan aktivitas sehari-

hari, individu dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu

a. Terhambat dalam melakukan aktivitas;

b. Belum mampu melakukan aktivitas; dan

c. Tidak dapat melakukan aktivitas.

Virginia Henderson dalam Potter dan Perry membagi kebutuhan dasar

manusia ke dalam 14 komponen sebagai berikut

a. Bernafas secara normal;

b. Makan dan minum yang cukup;

c. Eliminasi (buang air besar dan kecil);

d. Bergerak dan mempertahankan postur yang diinginkan;

e. Tidur dan istirahat;

f. Memilih pakaian yang tepat;

g. Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran yang normal dengan

menyesuaikan pakaian yang digunakan;

h. Menjaga kebersihan diri dan penampilan;

i. Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghindari

membahayakan orang lain;

j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi,

kebutuhan, kekhawatiran, dan opini;

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

7

7

k. Beribadah sesuai agama dan kepercayaan;

l. Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan

hidup;

m. Bermain atau berpatisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi; dan

n. Belajar menemukan atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah

pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan

fasilitas kesehatan yang tersedia (Mubarok,Lilis,Joko, 2015).

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang

disebut dengan Hierarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima

kategori kebutuhan dasar, yaitu

a. Kebutuhan fisiologis (physiologic Needs)

Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki

maslow. Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan

yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan

fisiologisnya dibandingkan kebutuhan lainnya. Adapun macam-

macam kebutuhan dasar fisiologis menurut hierarki maslow adalah

kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan

elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alvi,

kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan

temperature tubuh, dan kebutuhan seksual.

b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security Needs)

Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman

dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan ini

meliputi kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas,

kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas

dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing.

c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging

Needs)

Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan saling memiliki dan dimiliki

terdiri dari memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki

dan hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

8

8

persahabatan, mendapat tempat atau diakui dalam keluarga,

kelompok serta lingkungan sosial.

d. Kebutuhan harga diri (Self-Esteem Needs)

Kebutuhan harga diri ini meliputi perasaan tidak bergantung pada

orang lain, kompeten, penghargaan terhadapn diri sendiri dan orang

lain.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Needs for Self Actualization)

Kebutuhan aktualisasi merupakan kebutuhan tertinggi dalam

piramida hierarki maslow yang meliputi dapat mengenal diri sendiri

dengan baik (mengenal dan memahami potensi diri), belajar

memenuhi kebutuhan diri sendiri, tidak emosional, mempunyai

dedikasi yang tinggi, kreatif dan mempunyai kepercayaan diri yang

tinggi dan sebagainya.

Konsep hierarki Maslow ini menjelaskan bahwa manusia

senantiasa berubah menurut kebutuhannya. Jika seseorang merasa

kepuasan, ia akan menikmati kesehjateraan dan bebas untuk

berkembang menuju potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika

proses pemenuhan kebutuhan ini terganggu maka akan timbul

kondisi patologis. Oleh karena itu, dengan konsep kebutuhan dasar

maslow akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke

kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar yang ada dibawahnya

harus terpenuhi terlebih dahulu (Vasra, 2016).

2. Definisi kebutuhan nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi lebih dari sekedar sensasi tunggal

yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan

sangat bersifat individual. Stimulus dapat berupa stimulus fisik dan atau

mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada

fungsi ego seorang individu (Haswita & sulistyowati, 2017).

Nyeri adalah masalah bagi pasien dalam semua kelompok usia. Studi

secara konsisten menunjukan nyeri yang tidak ditangani dengan baik.

Studi klasik oleh Marks dan Sachar melaporkan bahwa 73% pasien

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

9

9

medis yang dirawat di rumah sakit mengalami nyeri sedang sampai berat

walaupun telah mendapatkan analgesik narkotik parental. Donovan,

Dillon, dan McGuire menemukan bahwa 353 pasien rawat inap medis

mengalami nyeri, dan 58% mengatakan bahwa rasa nyerinya luar biasa.

Studi ini menemukan bahwa nyeri ditanyakan atau dicatat pada kurang

dari setengah pasien-pasien tersebut (Stanley, 2007).

Nyeri merupakan fenomena multidimensional sehingga sulit untuk

didefinisikan. Nyeri merupakan pengalaman personal dan subjektif, dan

tidak ada dua individu yang merasakan nyeri dalam pola yang identik.

Nyeri dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Nyeri biasanya dikaitkan

dengan beberapa jenis kerusakan jaringan, yang merupakan tanda

peringatan, namun pengalaman nyeri labih dari itu. International

Association for the Study of Pain (IASP) memberikan definisi medis

nyeri yang sudah diterima sebagai “pengalaman sensori dan emosional

yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan,

aktual ataupun potensial, atau digambarkan sebagai kerusakan yang sama

(M. Black & Hokanson Hawks, 2014).

3. Fisiologi nyeri

Secara keilmuan, nyeri (pengalaman yang subjektif) terpisah dan

berbeda dari istilah nosisepsi. Nosisepsi merupakan ukuran kejadian

fisiologis. Nesisepsi merupakan sistem yang membawa informasi

mengenai peradangan, kerusakan, atau ancaman kerusakan pada jaringan

kemedula spinalis dan otak. Nosisepsi biasanya muncul tanpa ada rasa

nyeri dan berada di bawah alam sadar. Terlepas dari nosisepsi memicu

nyeri dan perasaan tidak nyaman, sistem ini merupakan komponen yang

penting dari sistem pertahanan tubuh (M. Black & Hokanson Hawks,

2014).

Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih

belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan

dan hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

10

10

interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi sistem saraf serta

interpretasi stimulus (Mubarak & Chayatin, 2008).

Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan keruskan jaringan

hingga pengalaman emosional dan psikologis yang meyebabkan nyeri,

terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu

transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi (Haswita & Sulistyowati,

2017).

4. Jenis dan bentuk nyeri

a. Jenis nyeri

1) Nyeri perifer, nyeri ini dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu

a) Nyeri superfisisal: rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan

pada kulit mukosa;

b) Nyeri viseral: rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada

reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks; dan

c) Nyeri alih: rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari

jaringan penyebab nyeri.

2) Nyeri sentral, nyeri yang muncul akibat rangsangan pada medula

spinalis, batang otak dan talamus.

3) Nyeri psikogenik, nyeri yang penyebab fisiknya tidak diketahui.

Umumnya nyeri ini di sebabkan karena faktor psikologi (Haswita

& Sulistyowati, 2017).

b. Bentuk nyeri

Tabel 2.1 Bentuk Nyeri

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronik

Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status

eksistensi nyeri

Sumber Faktor eksternal atau

penyakit dari dalam

Tidak diketahui

Serangan Mendadak Bisa mendadak atau

bertahap, tersembunyi

Durasi Sampai 6 bulan 6 bulan lebih atau

sampai bertahun-tahun

Pernyataan nyeri Daerah nyeri

diketahui dengan pasti

Daerah nyeri sulit

dibedakan

intensitasnya dengan

daerah yang tidak

nyeri sehingga sulit di

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

11

11

evaluasi

Gejala klinis Pola respon yang khas

dengan gejala yang

lebih jelas

Pola respon bervariasi

Perjalanan Umumnya gejala

berkurang setelah

beberapa waktu

Gejala berlangsung

terus dengan intensitas

yang tetap atau

bervariasi

Prognosis Baik dan mudah

dihilangkan

Penyembuhan total

umumnya tidak terjadi

Sumber: Haswita & Sulistyowati (2017).

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

a. Usia

Usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi nyeri,

khusunya pada anak-anak dan lansia. Perkembangan yang ditemukan

diantara kelom usia merupakan faktor penting yang mempengaruhi

nyeri, khusunya pada anak-anak dan lansia. Perkembangan yang

ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi

bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang

masih kecil (bayi) mempunyai kesulitan mengungkapkan dan

mengekspresikan nyeri. Para lansia menganggap nyeri sebagai

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

12

12

komponen alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau

tidak ditangani oleh petugas kesehatan (Haswita & Sulistyowati,

2017).

Individu lansia mungkin menjadikan nyeri mereka sebagai arti

yang berbeda. Nyeri dapat diartikan sebagai manifestasi alami

penuaan. Hal ini dapat diinterpretasikan melalui dua cara. Pertama,

individu lansia mungkin berpikir bahwa nyeri merupakan sesuatu

yang harus dilalui sebagai bagian normal dari proses penuaan.

Kedua, hal ini mungkin dilihat sebagai bagian penuaan, sehingga

nyeri menjadi sesuatu yang harus mereka sangkal karena jika mereka

menerima nyeri, berarti mereka menerima kenyataan bahwa mereka

bertambah tua. Banyak individu lansia yang ragu untuk

mengekpresikan nyeri karena khawatir mendapatkan label “tukang

mengeluh”. Kesalah pahaman ini menyebabkan individu-individu

tersebut mengalami nyeri yang tidak perlu. Pengkajian secara cermat

pada nyeri yang dialami oleh lansia merupakan tahapan yang penting

dalam mencegah kesakitan yang tidak perlu (M. Black & Hokanson

Hawks, 2014).

b. Jenis kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat

keterpaparan dan tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri.

Berbagai penyakit tertentu ternyata erat hubungannya dengan jenis

kelamin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang hanya

dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan

erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam

perbedaan jenis kelamin. Di beberapa kebudayaan menyebutkan

bahwa anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,

sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis dalam situasi

yang sama. Toleransi nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia

dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa

memperhatikan jenis kelamin. Meskipun penelitian tidak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

13

13

menemukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam

mengekspresikan nyerinya. Pengobatan ditemukan lebih sedikit pada

perempuan. Perempuan lebih suka mengkomunikasikan rasa

sakitnya, sedangkan laki-laki menerima analgesik oploid lebih sering

sebagai pengobatan untuk nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017).

Jenis kelamin menjadi faktor yang signifikan dalam respons

nyeri, pria lebih jarang melaporkan nyeri dibandingkan wanita. Di

beberapa budaya di Amerika Serikat, pria diharapkan lebih jarang

mengekspresikan nyeri dibandingkan wanita. Hal ini tidak berarti

bahwa pria jarang merasakan nyeri, hanya saja mereka jarang

memperlihatkan hal itu. Meskipun demikian, pemberi layanan

kesehatan yang memiliki nilai untuk bertahan dari nyeri tanpa

mengeluh akan melihat wanita sebagai “tukang mengeluh” dan

mungkin mengabaikan atau menyepelekan ekspresi nyeri mereka.

Baik laki-laki maupun perempuan dapat merasakan pengalaman

nyeri yang tidak perlu jika perawat tidak menyadari adanya bias

gender dalam mengekspresikan nyeri (M. Black & Hokanson

Hawks, 2014).

c. Kebudayaan

Kebudayaan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara

individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan

dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi

bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Ada perbedaan makna dan sikap

dikaitkan dengan nyeri diberbagai kelompok budaya (Haswita &

Sulistyowati, 2017).

Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang

memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai

contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam

mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru

lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan

orang lain (Mubarak & Chayatin, 2008).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

14

14

d. Makna nyeri

Arti nyeri bagi seseorang memengaruhi respons mereka

terhadap nyeri. Jika penyebab nyeri diketahui, individu mungkin

dapat mengintepretasikan arti nyeri dan bereaksi lebih baik terkait

dengan pengalaman tersebut. Jika penyebabnya tidak diketahui,

maka banyak faktor psikologis negatif (seperti ketakutan dan

kecemasan) berperan dan meningkatkan derajat nyeri yang

dirasakan. Jika pengalaman tersebut diartikan negatif, maka nyeri

yang dirasakan akan terasa lebih intens dibandingkan nyeri yang

dirasakan di situasi dengan hal yang positif (M. Black & Hokanson

Hawks, 2014).

e. Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri

dapat mempengaruhi persepsi nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017).

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.

Ansietas sering sekali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom

adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Ansietas yang tidak

berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara

aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang

efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan

pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Haswita & Sulistyowati,

2017).

g. Pengalaman terdahulu

Individu yang mempunyai pengalaman yang multiple dan

berkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih

toleran terhadap nyeri dibandingkan dengan orang yang hanya

mengalami sedikit nyeri. Bagi kebanyakan orang, bagaimanapun, hal

ini tidak selalu benar. Sering kali, lebih berpengalaman individu

dengan nyeri yang dialami, makin takut individu tersebut terhadap

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

15

15

peristiwa yang menyakitkan yang akan diakibatkan (Haswita &

Sulistyowati, 2017).

Pengalaman nyeri sebelumnya membuat seseorang

mengadopsi mekanisme koping yang bisa digunakan pada episode

nyeri berikutnya. Diskusikan pengalaman nyeri klien sebelumnya,

termasuk bagaimana klien mengelola nyeri. Sebagai tambahan untuk

metode yang memberikan penurunan atau meredakan nyeri

sebelumnya, kaji tindakan yang tidak memberikan hasil yang positif.

Berikan klien kesempatan untuk menggunakan intervensi positif

yang familiar jika mungkin (M. Black & Hokanson Hawks, 2014).

h. Gaya koping

Mekanisme koping individu sangat mempengaruhi cara setiap

orang dalam mengatasi nyeri. Ketika seseorang mengalami nyeri dan

menjalankan perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak

tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak

mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering

menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun

psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama

nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017).

i. Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah

kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam

keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport,

mambantu atau melindungi. Ketidak hadiran keluarga atau teman

terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.

Kehadiran orangtua merupakan hal yang khusus yang penting untuk

anak-anak dalam menghadapi nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017).

Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,

pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkuan tersebut dapat

memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

16

16

terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi

persepsi nyeri individu (Mubarak & Chayatin, 2008).

6. Penatalaksanaan nyeri

a. Terapi nyeri farmakologi

Analgesik merupakan metode yang paling umum mengatasi

nyeri. Ada tiga jenis pengobatan yang bisa digunakan untuk

mengendalikan nyeri, yaitu

1) Analgesik nonopioid, asetaminofen dan aspirin adalah dua jenis

analgesic nonopioid yang paling sering digunakan. Obat-obatan

ini bekerja terutama pada tingkat perifer untuk mengurangi

nyeri;

2) Opioid, analgesic opioid bekerja dengan cara melekat diri pada

reseptor-reseptor nyeri speripik di dalam SSP; dan

3) Adjuvant. Adjuvan bukan merupakan analgesik yang

sebenernya, tetapi zat tersebut dapat membantu jenis-jenis

nyeri tertentu, terutama nyeri kronis.

Efek samping tanda-tanda dari reaksi yang tidak diinginkan

mungkin tidak dikenali karena tanda-tanda tersebut

menggambarkan tanda-tanda gangguan pada lansia seperti konfusi,

tremor, depresi, konstipasi, dan hilangnya nafsu makan (Stanley,

2007).

b. Terapi nyeri non farmakologi

Walaupun terdapat berbagai jenis obat meredakan nyeri,

semuanya memiliki resiko dan biaya. Untungnya, terdapat banyak

intervensi nonfarmakologi yang dapat membantu meredakan nyeri.

1) Kompres panas dan dingin

Reseptor panas dan dingin mengaktivasi serat-serat A-beta

ketika temperatur mereka berada antara 4◦-5◦C dari temperatur

tubuh. Reseptor-reseptor ini mudah beradaptasi, membutuhkan

temperatur untuk disesuaikan pada interval yang sering berkisar

tiap 5-15 menit.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

17

17

Pemberian panas merupakan cara yang baik dalam

menurunkan atau meredakan nyeri sehingga disetujui termasuk

kedalam otonomi keperawatan. Kompres panas dapat diberikan

dengan menghangatkan peralatan (seperti bantal pemanas,

handuk hangat).

Kompres dingin juga dapat menurunkan atau meredakan

nyeri, dan perawat dapat mempertimbangakan metode ini. Es

dapat digunakan untuk mengurangi atau mengurangi nyeri dan

untuk mencegah atau mengurangi edema dan inflamasi (M.

Black & Hokanson Hawks, 2014).

2) Akupuntur

Akupuntur telah dipraktikan di budaya asia selama berabad-

abad untuk mengurangi atau meredakan nyeri. Jarum metal yang

secara cermat ditusukan kedalam tubuh pada lokasi tertentu dan

pada kedalaman dan sudut yang bervariasi. Kira-kira terdapat

1000 titik akupuntur yang diketahui yang menyebar diseluruh

permukaan tubuh dalam pola yang dikenal sebagai meridian (M.

Black & Hokanson Hawks, 2014).

Masalah terbanyak yang dapat diobati dengan akupuntur

meliputi nyeri punggung bagian bawah, nyeri pada otot wajah,

sakit kepala ringan dan migrain, hipertensi, linu panggul, nyeri

bahu (Potter & Perry, 2010).

3) Akupresur

Akupresur adalah metode noninvasif dari pengurangan atau

peredaan nyeri yang berdasarkan pada prinsip akupuntur.

Tekanan, pijatan, atau stimulus kutaneus lainnya, seperti

kompres panas atau dingin, diberikan pada titik-titik akupuntur

(M. Black & Hokanson Hawks, 2014).

4) Napas dalam

Napas dalam untuk relaksasi mudah dipelajari dan

berkontribusi dalam menurunkan atau meredakan nyeri dengan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

18

18

mengurangi tekanan otot dan ansietas (M. Black & Hokanson

Hawks, 2014).

5) Distraksi

Perhatian dijauhkan dari sensasi nyeri atau rangsangan

emosional negatif yang dikaitkan dengan episode nyeri.

Penjelasan teoritis yang utama adalah bahwa seseorang mampu

untuk memfokuskan perhatiannya pada jumlah fosi yang

terbatas. Dengan memfokuskan perhatian secara aktif pada tugas

kognitif dianggap dapat membatasi kemampuan seseorang untuk

memperhatikan sensasi yang tidak menyenangkan (M. Black &

Hokanson Hawks, 2014).

6) Hipnotis

Reaksi seseorang akan nyeri dapat diubah dengan

signifikan melalui hipnotis. Hipnotis berbasis pada sugesti,

disosiasi, dan proses memfokuskan perhatian (M. Black &

Hokanson Hawks, 2014).

7. Respon terhadap nyeri

a. Persepsi nyeri

Pada dasarnya, nyeri merupakan salah satu bentuk refleks guna

menghindari rangsangan dari luar tubuh, atau melindungi tubuh dari

segala bentuk bahaya. Akan tetapi, jika nyeri itu terlalu berat atau

berlangsung lama dapat berakibat tidak baik bagi tubuh, dan hal ini

akan menyebabkan penderita menjadi tidak tenang dan putus asa

(Mubarak & Chayatin, 2008).

b. Toleransi terhadap nyeri

Toleransi terhadap nyeri terkait dengan intensitas nyeri yang

membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum mencari

pertolongan. Tingkat toleransi yang tinggi berarti bahwa individu

mampu menahan nyeri yang berat sebelum ia mencari pertolongan

(Mubarak & Chayatin, 2008).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

19

19

c. Reaksi terhadap nyeri

Setiap orang memberikan reaksi yang berbeda terhadap nyeri.

Ada orang yang menghadapinya dengan perasaan takut, gelisah, dan

cemas, ada pula yang menanggapinya dengan sikap yang optimis

dan penuh toleransi (Mubarak & Chayatin, 2008).

8. Pengukuran intensitas nyeri

a. Skala nyeri menurut Hayward

Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala

menurut Hayward dilakukan dengan meminta penderita untuk

memilih salah satu bilangan 0-10 yang menurutnya paling

menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan.

Sumber: Haswita & Sulistyowati (2017).

Gambar 2.1 skala nyeri menurut Hayward

b. Skala nyeri menurut Mc Gill

Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala

menurut Mc Gill dilakukan dengan meminta penderita untuk

memilih salah satu bilangan dari 0-5 yang menurutnya paling

menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan.

Skala nyeri menurut Mc Gill dapat ditulis sebagai berikut:

0 = Tidak nyeri

1 = Nyeri ringan

2 = Nyeri sedang

3 = Nyeri berat atau parah

4 = Nyeri sangat berat

5 = Nyeri hebat

c. Skala wajah menurut wong-baker FACES ratting scale

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

20

20

Pengukuran intensitas nyeri di wajah dilakukan dengan cara

memerhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut

menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat

menyebutkan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya

anak-anak dan lansia.

Sumber: Haswita & Sulistyowati (2017).

Gambar 2.2 Skala wajah menurut wong-baker FACES ratting scale

9. Alat bantu menentukan skala nyeri

Alat pengkajian tunggal termasuk Visual Analog Scale (VAS), skala

numerik (0-10), dan skala deskripsi visual. Skala nyeri ini dapat

digunakan untuk mengukur baik intensitas nyeri fisik maupun distres

psikologis. Alat ini mudah untuk digunakan dan memberikan klien dan

perawat petunjuk sederhana untuk mengukur kualitas nyeri. Respon klien

dapat dibandingkan dengan sekor yang didapat, sehingga derajat dari

kontrol nyeri dapat dipertahankan. Penggunaan skala ini tidak

membutuhkan kemampuan untuk berpikir secara abstrak.

Sumber: M. Black & Hokanson Hawks, (2014).

Gambar 2.3 Visual Analog Scale (VAS)

Sumber: M. Black & Hokanson Hawk (2014).

Gambar 2.4 Visual Analog Scale (VAS)

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

21

21

Sumber: M. Black & Hokanson Hawks (2014).

Gambar 2.5 Visual Analog Scale (VAS)

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Asuhan keperawatan pada klien nyeri

Perawat perlu melakukan pendekatan manajeman nyeri secara

sistematis untuk dapat mengerti dan mengobati nyeri pada klien.

Manajeman nyeri yang berhasil tergantung dari bagaimana hubungan

saling percaya antara petugas kesehatan, klien, dan keluarga dibangun

(Potter & Perry, 2010).

a. Pengkajian

Kemampuan untuk menetapkan diagnosis keperawatan,

menentukan intervensi yang akan diberikan, dan mengevaluasi respon

klien (hasil) terhadap intervesi yang diberikan tergantung kepada

aktivitas pokok dari pengkajian nyeri yang bersifat faktual, tepat

waktu, dan akurat. Inti dari aktivitas ini adalah eksplorasi terhadap

pengalaman nyeri melalui sudut pandang klien. Komponen-komponen

yang bervariasi dapat digunakan untuk mengkaji nyeri klien. Ada

beberapa komponen untuk mengkaji nyeri nosiseptif dan nyeri

neuropatik. Bab ini berfokus pada komponen pengkajian kepada skala

nyeri nosiseptif. Tujuan penggunaan komponen ini adalah untuk

mengidentifikasi berapa banyak nyeri yang dirasakan tanpa

mengganggu aktivitas klien dan bukan untuk mengidentifikasikan

beberapa nyeri yang dapat ditoleransi klien.

1) Ekspresi klien terhadap nyeri

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

22

22

Laporan klien terhadap nyeri yang dirasakan merupakan satu-

satunya indikator yang dapat dipercaya tentang adanya rasa nyeri

dan intensitas nyeri yang dirasakan.

2) Karakteristik nyeri

Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim

membantu perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap

jenis nyeri, pola nyeri, serta jenis intervensi yang dapat

memberikan pertolongan terhadap nyeri.

3) Permulaan serangan/onset dan durasi

Tanyakan pertanyaan untuk menentukan permulaan serangan,

durasi,dan rangkaian nyeri.

4) Lokasi

Untuk mengkaji lokasi nyeri, minta klien untuk mengatakan

atau menunjukan semua area mana klien merasa tidak nyaman.

5) Intensitas

Salah satu karakteristik yang paling subjektif dan paling

berguna dalam pelaporan nyeri adalah “kehebatannya” atau

intensitasnya. Variasi skala nyeri telah tersedia bagi klien untuk

mengkomunikasikan intensitas nyeri mereka.

6) Kualitas

Dikarenakan tidak adanya kosakata yang lazim atau spesifik

dalam penggunaan secara umum, kata-kata yang digunakan untuk

menggambarkan nyeri sangat bervariasi.

7) Pola nyeri

Berbagai macam faktor memengaruhi pola nyeri. Hal ini

membantu untuk mengkaji kejadian atau kondisi tertentu yang

memicu atau memperburuk nyeri.

8) Tindakan mengurangi nyeri

Penting bagi perawat untuk tahu apakah klien memiliki cara

efektif dalam mengobati nyeri, seperti mengubah posisi,

menggunakan perilaku yang bersifat kebiasaan, makan, meditasi,

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

23

23

berdoa, atau memberikan sensasi dingin atau hangat pada lokasi

nyeri.

9) Gejala-gejala yang menyertai

Ada beberapa gejala yang menjadi penyebab memburuknya

nyeri. Perawat perlu mengkaji gejala-gejala yang berhubungan

tersebut dan mengevaluasi efeknya terhadap persepsi nyeri klien.

10) Efek nyeri terhadap klien

Nyeri mengubah gaya hidup seseorang dan mempengaruhi

kesejahteraan psikologis.

11) Efek perilaku

Ketika klien mengalami nyeri, kaji ekspresi, respon verbal,

gerakan wajah dan tubuh, serta interaksi sosial.

12) Pengaruh terhadap aktivitas sehari-hari

Klien yang hidup dengan nyeri setiap hari memiliki sedikit

kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas harian, dimana

hal itu akan memicu penurunan ketahanan fisik klien tersebut.

Tabel 2.2 Pengkajian Nyeri

Mnemonik untuk pengkajian nyeri

P: Provoking atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya

nyeri.

Q: Quality atau kualitas nyeri (mis, tumpul, tajam).

R: Region atau daerah, yaitu daerah perjalanan ke daerah laen.

S: Severity atau keganasan, yaitu intensitas.

T: Time atau waktu, yaitu serangan, lamanya, kekerapan, dan

sebab.

Sumber: Kozier (2010).

b. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan berfokus kepada sifat nyeri yang spesifik

untuk membantu perawat dalam mengidentifiksikan jenis intervensi

yang paling efektif untuk meredakan rasa nyeri dan meningkatkan

fungsi/ peran klien. Pengkajian yang perawat lakukan dapat

mengarahkan perawat untuk membuat diagnosis nyeri akut atau nyeri

kronis (Potter & Perry, 2010).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

24

24

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2017 diagnosis yang muncul

pada kasus nyeri akut antara lain

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (mis,

inflamasi, iskemia, neoplasma);

2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (mis,

terbakar, bahan kimia iritan); dan

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis, abses,

amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,

trauma, latihan fisik berlebihan)

c. Rencana keperawatan

Langkah-langkah dalam proses keperawatan membutuhkan

perawat untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber.

1) Tujuan dan kriteria hasil

Ketika menangani nyeri klien, tujuan perawat harus dapat

meningkatkan fungsi/ peran klien secara optimal. kriteria hasil

yang didapatkan untuk tujuan tersebut

a) Melaporkan bahwa nyeri berada di skala 3 atau kurang pada

skala 0 sampai 10;

b) Mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan rasa nyeri;

c) Melakukan tindakan unutuk mengurangi nyeri secara aman;

dan

d) Tingkat ketidak nyamanan tidak akan menganggu aktivitas

harian

2) Menentukan prioritas

Ketika menentukan prioritas pada manajeman nyeri,

pertimbangan jenis nyeri yang dialami klien dan efek nyeri

terhadap berbagai fungsi tubuh. Dampingi klien memilih

intervensi terhadap sifat dan efek nyeri.

3) Perawatan kolaboratif

Perencanaan yang menyeluruh mencangkup berbagai sumber

untuk mengontrol nyeri. Sumber-sumber tersebut tersedia

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

25

25

meliputi perawat spesialis, dokter ahli farmakologi, terapi fisik,

terapis okupasional, dan penasehat spritual (Potter & Perry,

2010).

Tabel 2.3 Rencana tindakan asuhan keperawatan

Diagnosa Intervensi utama Intervensi pendamping

Nyeri akut

berhubungan dengan

agen cedera fisiologis

(iskemia)

Tujuan :

Setelah dilakukan

asuhan keperawatan

diharapkan nyeri akut

klien teratasi dengan

kriteria hasil :

1. Klien dapat

mengontrol nyeri

(tahu penyebab

nyeri, mampu

menggunakan

teknik nonfarma-

kologi untuk

mengurangi

nyeri, mencari

bantuan)

2. Melaporkan

bahwa nyeri

berkurang dengan

menggunakan

manajeman nyeri

3. Mampu

mengenali nyeri

(skala, intensitas,

frekuensi dan

tanda nyeri

4. Menyatakan rasa

nyaman setelah

nyeri berkurang

Manajeman nyeri

Observasi

1. Identifikasi lokasi,

karakteristik,

durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas

nyeri

2. Identifikasi skala

nyeri

3. Identifikasi respon

nyeri non verbal

4. Identifikasi faktor

yang memperberat

dan memperingat

nyeri

5. Identifikasi

pengetahuan dan

keyakinan tentang

nyeri

6. Identifikasi

pengaruh budaya

terhadap respon

nyeri

7. Identifikasi

pengaruh nyeri

pada kualitas

hidup

8. Monitor

keberhasilan

terapi

komplomenter

yang sudah

diberikan

9. Monitor efek

samping

penggunaan

analgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik

nonfarmakologis

untuk mengurangi

rasa nyeri (mis,

TENS, hipnosis,

akupresur, terapi

musik,

1. Aromaterapi

2. Dukungan hipnosis diri

3. Dukungan pengungkapan

diri

4. Edukasi efek samping obat

5. Edukasi

6. manajemen nyeri

7. Edukasi

8. Proses Penyakit

9. Edukasi teknik napas

10. Kompres dingin

11. Kompres panas

12. Konsultasi

13. Latihan pernapasan

14. Manajeman efek samping

obat

15. Manajeman kenyamanan

lingkungan

16. Manajeman medikasi

17. Manajeman sedasi

18. Manajeman terapi radiasi

19. Pemantauan nyeri

20. Pemberian obat

21. Pemberian obat intravena

22. Pemberian obat oral

23. Pemberian obat intravena

24. Pemberian obat topical

25. Pengaturan posisi

26. Perawatan amputasi

27. Perawatan kenyamana

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

26

26

biofeedback, terapi

pijat, aromaterapi,

teknik imajinasi

terbimbing,

kompres

hangat/dingin,

terapi bermain)

2. Kontrol lingkungan

yang memperberat

rasa nyeri (mis,

suhu ruangan,

pencahayaan,

kebisingan)

3. Fasilitasi istirahat

dan tidur

4. Pertimbangkan

jenis dan sumber

nyeri dalam

pemilihan strategi

meredakan nyeri

Pemberian analgesik

Observasi

1. Identifikasi

karakteristik nyeri

(mis, pencetus,

pereda, kualitas,

lokasi, intensitas,

frekuensi, durasi)

2. Identifikasi riwayat

alergi obat

3. Identifikasi

kesesuaian jenis

analgesik, (mis,

narkotika, non-

narkotika, atau

NSAID) dengan

tingkat keparahan

nyeri

4. Monitor tanda-tanda

vital sebelum dan

sesudah pemberian

analgesic

5. Monitor efektifitas

analgesik

Terapeutik

1. Diskusikan jenis

analgesik yang

disukai untuk

mencapai analgesik

optimal, jika perlu

2. Pertimbangkan

penggunaan infus

kontinu, atau bolus

oploid untuk

mempertahankan

28. Teknik distraksi

29. Teknik imajinasi terbimbing

30. Terapi akupresur

31. Terapi akupuntur

32. Terapi bantuan hewan

33. Terapi humor

34. Terapi murattal

35. Terapi music

36. Terapi pemijatan

37. Terapi relaksasi

38. Terapi sentuhan

39. Transcutaneous Electrical

(TENS)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

27

27

kadar dalam serum

3. Tetapkan target

efektif analgesik

untuk

mengoptimalkan

respon pasien

4. Dokumentasikan

respon terhadap

efek analgesik dan

efek yang tidak

diinginkan

Edukasi

1. Jelaskan efek terapi

dan efek samping

obat

2. Kolaborasi

pemberian dosis

dan jenis analgesik,

sesuai indikasi

Sumber: SIKI (2018)

d. Implementasi

Terapi nyeri membutuhkan pendekatan secara personal, mungkin

lebih pada penanganan masalah klien yang lain. Perawat, klien, dan

keluarga merupakan mitra kerja sama dalam melakukan tindakan

untuk mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2010).

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah

rencana keperawatan disusun dan ditujukan untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah

membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang

mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan dapat

dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk

berpartisipasi dalam implementasi keperawatan (Nursalam, 2009).

e. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan

untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan

kemajuan respon klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry,

2009). Menurut Deswani (2011), evaluasi dapat berupa evaluasi

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

28

28

struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu

menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan

evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan

informasi efektivitas pengambilan keputusan.

Menurut Diniarti, Aryani, Nurheni, Chairani & Tutiany (2013),

evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP

(subjektif, objektif, assesment, planning). Komponen SOAP yaitu S

(subjektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih

dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (objektif) adalah data yang

berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara langsung

dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment)

adalah kesimpulan dari data subjektif dan objektif (biasanya ditulis

dalam bentuk masalah keperawatan). P (planning) adalah perencanaan

keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau

ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan

sebelumnya.

C. Tinjauan Konsep Penyakit

1. Definisi lansia

a. Definisi lansia

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang

berarti seseorang telah melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak,

dewasa dan tua. 3 tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun

psikologia. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,

misalnya kemunduran fisk, yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran

kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan

figur tubuh yang tidak proporsional.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

29

29

b. Batas-batasan lanjut usia

Menurut WHO lanjut usia meliputi

1)Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia (45-59 tahun);

2) Lanjut usia (eldery) antara (60-74 tahun);

3) Lanjut usia (old) antara (75 dan 90 tahun); dan

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Menurut Prof DR. Ny.Sumiati Ahmad Muhammad (Alm), Guru

Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodesasi

biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut

1) Usia 0-1 tahun (masa bayi);

2) Usia 1-6 tahun (masa prasekolah);

3) Usia 6-10 tahun (masa sekolah);

4) Usia 10-20 tahun (masa pubertas);

5) Usia 40-65 tahun (masa setegah umur, prasenium); dan

6) Usia 65 tahun keatas (masa lanjut usia, senium).

Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (pisikolog dari Universitas

Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa.

Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu

1) Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun;

2) Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun;

3) Fase praesenium, antara usia 55-65 tahun; dan

4) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia.

2. Definisi hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan

penigkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian/mortalitas.

Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase dalam setiap

denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukan fase darah yang

sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukan fase

darah yg kembali ke jantung (Triyanto, 2014).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

30

30

Hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus

sehingga melebihi batas normal di mana tekanan sistolik di atas

140mmHg dan tekanan diastole di atas 90 mmHg (Ratnawati, 2014).

3. Etiologi hipertensi

Pada umumnya hipertensi tidak memiliki penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau

peningkatan tekanan perifer. Namun terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu

a. Genetik: respons neurologi terhadap stress atau kelainan ekskresi atau

transport Na;

b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan

tekanan darah meningkat;

c. Stress karena lingkungan; dan

d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada lansia serta

pelebaran pembuluh darah.

Menurut Aspiani (2014), penyebab hipertensi pada orang dengan

lanjut usia adalah sebagai berikut

a. Elastisitas dinding aorta menurun;

b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku;

c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

setelah berumur 20 tahun yang menyebabkan penurunan kontraksi dan

volume jantung;

d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, hal ini terjadi karena

kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi; dan

e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Aspiani (2014), hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui

penyebabnya. Diderita oleh sekitar 95% orang. Oleh sebab itu,

penelitian dan pengobatan lebih ditujukan bagi penderita esensial.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

31

31

Hipertensi primer diperkirakan disebabkan oleh faktor berikut ini:

1) Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika

orang tuanya adalah penderita hipertensi.

2) Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi

adalah umur (jika umur bertambah maka tekanan darah

meningkat), jenis kelamin (pria lebih tinggi dibandingkan

perempuan), dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari pada ras

kulit putih).

3) Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya

hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi (lebih dari 30 g),

kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum

alkohol, minum obat-obatan (efedrin, prednison, epinefrin).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas. Salah

satu contoh hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular renal,

yang terjadi akibat stenosis arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat

kongenital atau akibat arterosklerosis. Stenosis arteri renalis

menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan

baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasan renin dan pembentukan

angiotensin II. Angiotensin II secara langsung meningkatkan tekanan

darah, dan secara tidak langsung meningkatkan sinteis andosteron

dan reabsorpsi natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan pada

stenosis, atau apabila ginjal yang terkena diangkat, tekanan darah

akan kembali ke normal.

Penyebab lain dari hipertensi sekunder, antara lain

feokromositoma, yaitu tumor penghasil epinefrindi kelenjar adrenal,

yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan volume

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

32

32

sekuncup, dan penyakit Cushing, yang menyebabkan peningkatan

volume sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan CTR karena

hipersensitivitas sistem saraf simpatis aldosteronisme primer

(peningkatan aldosteron tanpa diketahui penyebabnya) dan

hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral juga dianggap

sebagai kontrasepsi sekunder.

Menurut Aspiani (2014), penyebab hipertensi sekunder dapat

diketahui, seperti

1) Penyakit ginjal: gromerulonefritis, piyelonefritis, nekrosis

tubular akut, tumor;

2) Penyakit vaskular: aterosklerosis, hiperplasia, trombosis,

aneurisma, emboli kolestrol dan vaskulitis;

3) Kelainan endokrin: diabetes melitus, hipertiroidisme,

hipotiroidisme;

4) Penyakit saraf: stroke, ensephalitis, syndrom gulian barre; dan

5) Obat-obatan: kontrasepsi oral, kortikosteroid.

5) Kriteria Hipertensi

The Join Nation Comitten on Detection, Evolution and Treatmen of

High Blood Pressure, suatu badan penelitian hipertensi di USA

menentukan batasan-batasan tekanan darah yang pada tahun 1993

dikenal dengan sebutan JPC-V. Berikut klasifikasi tekanan darah orang

dewasa berumur ≥18 tahun.

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan

darah. Umur berkaitan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi). Semakin

tua seseorang maka semakin besar resiko terserang hipertensi (Khomsan,

2003). Penelitian Hasurungan dalam Rahajeng dan Tuminah (2009)

menemukan bahwa pada lansia dibanding umur 55- 59 tahun dengan

umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar 2,18 kali,

umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97 kali. Hal ini terjadi

karena pada usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan

menjadi kaku karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

33

33

melalui pembuluh darah yang sempit daripada biasanya dan

menyebabkan naiknya tekanan darah (Sigarlaki, 2006).

Tabel 2.5 Kriteria penyakit hipertensi menurut JNC-V USA

No

Kriteria Tekanan Darah

Sistolik Diastolik

1.

2.

3.

Normal

Perbatasan (High Normal)

Hipertensi

Derajat 1 : ringan (mild)

Derajat 2 : sedang (moderate)

Derajat 3 : berat (severel)

Derajat 4 : sangat berat (very severe)

<130

130-139

140-159

160-179

180-209

≥210

<85

85-89

90-99

100-109

110-119

≥120

Sumber: Triyanto (2014).

Catatan:

Jika penderita mempunyai tekanan sistolik dan diastolik yang tidak

termasuk dalam satu kriteria maka ia termasuk dalam kriteria yang lebih

tinggi. Contohnya seseorang mempunyai tekanan darah 180/120 mmHg

(dibaca sistolik 180 mmHg, diastolik 120 mmHg). Berdasarkan

ketentuan ini maka orang tersebut tergolong penderita hipertensi derajat 4

atau sangat berat. Apabila penderita memiliki kerusakan atau risiko

hipertensi, maka risiko tersebut harus disebutkan. Contohnya hipertensi

derajat 4 dengan DM (Aspiani, 2014).

6) Patofisiologi hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jarak saraf sympatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia

sympati di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem

saraf sympatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetikolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norefinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

34

34

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norefinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin.

Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adenal.Hormon

ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Aspiani, 2014).

Pada nyeri kepala, rangsang nyeri dapat disebabkan oleh adanya

tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi

terhadap nosiseptor pada struktur yang pain sensitive di kepala. Jika

struktur pain sensitive yang terletak pada ataupun diatas tentorium

serebelli dirangsang, maka rasa nyeri akan timbul menjalar pada daerah

frontotemporal dan parietal anterior, yang ditransmisi oleh nervus

trigeminus. Sedangkan rangsangan terhadap struktur yang peka terhadap

nyeri di bawah tentorium, akan menimbulkan nyeri pada daerah oksipital,

sub-oksipital dan servikal bagian atas, dimana akan ditransmisi oleh saraf

kranial IX,X dan saraf spinal C1, C2 dan C3 (Sjahrir, 2008).

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

35

35

7) Manifestasi klinis hipertensi

Gejala umum yang ditimbulkan akibat menderita hipertensi tidak

sama pada setiap orang, bahkan terkadang hipertensi timbul tanpa adanya

gejala. Menurut Aspiani (2014) terdapat gejala-gejala yang sering

dikeluhkan oleh penderita hipertensi, yaitu:

a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar-putar serasa ingin jatuh

d. Jantung berdebar atau detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

36

36

Menurut Nuratif & Kusuma (2015) tanda dan gejala hipertensi

dibedakan menjadi:

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh

dokter yang memeriksa. Hal ini bebrarti hipertensi arterial tidak akan

pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Seringkali dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyerang

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang

mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu:

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epistaksis

8) Kesadaran menurun

8) Masalah yang lazim muncul

Menurut NANDA NIC-NOC 2010 masalah yang lazim pada muncul

pada penderita hipertensi adalah:

a. Penurunan curah jantung behubungan dengan peningkatan afterload,

vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard

b. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral dan iskemia

c. Kelebihan volume cairan

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

37

37

e. Ketidakefektifan koping

f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

g. Resiko cedera

h. Defisiensi pengetahuan

i. Ansietas

9) Pemeriksaan penunjang hipertensi

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume

cairan (viskositas) dan dapat mengindikasi faktor resiko seperti

hipokoagulabilitas, anemia.

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi

ginjal.

3) Glucosa: hiperglikemia (dm adalah pencetus hipertensi) dapat di

akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

4) Urinalisa: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi

ginjal dan ada dm.

b. Ct scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. Ekg: dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

d. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal,

perbaikan ginjal

e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup,

pembesaran jantung (Nuratif & Kusuma, 2015).

10) Penatalaksanaan hipertensi

a. Pentalaksanaan non farmakologi

penatalaksanaan hipertensi secara non farmakologi adalah

sebagai berikut:

1) Pengaturan diet

Beberapa diet yang dianjurkan bagi penderita hipertensi :

a) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan

darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

38

38

garam dapat mengurangi stimulus system renin-angiotensin

sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah

intake sodium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara

dengan 3-6 gram garam per hari.

b) Diet tinggi potasium. Pemberian potasium pada klien dengan

hipertensi dapat menuurunkan tekanan darah namun

mekanismenya belum jelas. Pemberian potasium secara

intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya

dimediasi oleh notric oxide pada dinding vascular.

c) Diet kaya buah dan sayur.

d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya penyakit

jantung koroner.

2) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan dapat mempengaruhi penurunan tekanan

darah pada penderita hipertensi, karena terjadi penurunan beban

kerja jantung serta penurunan volume sekuncup.

3) Olahraga

Olahraga secara teratur seperti berjalan, berlari, berenang,

bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan

memperbaiki keadaan jantung. Olahraga selama 30 menit

sebanyak 3-4 kali daam satu minggu sangat dianjurkan untuk

menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL,

yang dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat

hipertensi.

4) Memperbaiki gaya hidup

Merubah gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok,

minuman beralkohol, mengkonsumsi makanan cepat saji penting

untuk dilakukan agar mengurangi efek jangka panjang

hipertensi. Asap rokok diketahui dapat menurunkan kecepatan

aliran darah ke berbagai organ tubuh dan dapat membebani kerja

jantung (Aspiani,2014).

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/272/3/BAB II.pdf · membahayakan orang lain; j. Berkomunikasi dengan orang lain dalam

39

39

b. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis bagi klien hipertensi adalah sebagai

berikut:

1) Terapi Oksigen.

2) Pemantauan Haemodinamik.

3) Pemantauan Jantung.

4) Terapi Obat-obatan, seperti:

Diuretik: Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone, Dyrenium

Diuretic yang bekerja melalui berbagai mekanisme untuk

mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal

meningkatkan ekskresi garam dan airnya (Aspiani, 2014).