bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan pustakadigilib.isi.ac.id/3820/2/bab 2.pdfdari pengertian di atas...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Pustaka Objek Desain
Terminal bus adalah sebuah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan intra dan/atau antar
moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum.
Terminal Giwangan adalah sebuah terminal angkutan umum yang
terletak di kota Yogyakarta. Terminal ini terletak di Kelurahan Giwangan,
Umbulharjo, Yogyakarta, tepatnya di Jalan Imogiri Timur Km 6, di dekat
perbatasan antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul. Terminal
Giwangan dibangun untuk menggantikan Terminal Umbulharjo. Terminal
Giwangan merupakan terminal tipe A terbesar di Yogyakarta yang
merupakan tempat singgah bus dari seluruh kota besar di Sumatra, Jawa,
Bali dan Nusa Tenggara. Terminal ini diresmikan pada tanggal September
2004, rata-rata jumlah penumpang yang dilayani sarana itu berkisar 20.000
per hari sedangkan jumlah bus yang melaluinya, berdatangan maupun
bertujuan ke provinsi lain, mencapai 850 buah.
Bangunan terminal terdiri dari dua lantai. Lantai pertama difungsikan
untuk aktivitas angkutan umum yang dibagi per wilayah dan jenis angkutan.
Misalnya untuk angkutan AKAP diletakkan di ujung timur terminal dan
AKDP di bagian tengah. Kemudian lantai kedua untuk aktivitas para
pengguna jasa transportasi dan termasuk di dalam lantai dua, terdapat ruang
tunggu dan berbagai fasilitas penunjang lain.
2. Tinjauan Pustaka Teori Khusus
a. Aksesibilitas
a) Pengertian Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap
suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses tersebut
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
6
diimplementasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas
umum lainnya. Aksesibilitas juga difokuskan pada kemudahan bagi
penderita cacat untuk menggunakan fasilitas seperti pengguna kursi roda
harus bisa berjalan dengan mudah di trotoar ataupun naik keatas
angkutan umum.
Penyandang disabilitas baik yang menggunakan kursi roda ataupun
yang buta harus bisa menggunakan semua fasilitas umum, seperti tulisan
braille untuk menjelaskan fasilitas umum seperti di lift, stasiun, trotoar
bagi pejalan kaki yang buta dengan menggunakan ubin dengan bentuk
tertentu yang dapat dirasakan bila diinjak. demikian pula bagi pengguna
kursi roda yang harus bisa berjalan di trotoar, naik dan turun ke angkutan
umum dan memasuki kantor-kantor pelayanan umum tanpa banyak
dibantu.
b) Jenis Aksesibilitas
Aksesibilitas untuk penyandang cacat terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu:
i. Aksesibilitas Fisik, yang terdiri atas:
(a) Aksesibilitas pada bangunan umum dan lingkungan
(b) Aksesibilitas pada sarana transportasi
ii. Aksesibilitas Non Fisik, yang terdiri atas:
(a) Aksesibilitas di bidang perundang-undangan
(b) Aksesibilitas dibidang ketenagakerjaan
(c) Aksesibilitas dibidang informasi, komunikasi dan teknologi
(d) Aksesibilitas dibidang pendidikan
(e) Aksesibilitas dibidang kehidupan sehari-hari.
c) Tujuan Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang
disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan. Aksesibel adalah kondisi suatu tapak,
bangunan, fasilitas, atau bagian darinya yang memenuhi persyaratan
teknis aksesibilitas. Dari pengertian di atas jelas kita dapati bahwa tujuan
pengadaan aksesibilitas adalah memberikan kemudahan untuk
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
7
penyandang difabel dalam melakukan setiap aktifitas sehari - harinya
dengan mandiri, sehingga mereka memiliki kesempatan dan peluang
yang sama dalam memperoleh pendidikan, pekerjaan dan kesempatan
lain yang dapat dinikmati oleh setiap warga negara Indonesia. Artinya,
para penyandang disabilitas membutuhkan kesetaraan dalam melakukan
aktifitas khususnya di area publik, dimana saat ini masih belum memadai.
d) Fungsi Aksesibilitas
Menentukan desain fasilitas yang ideal memang tidak dapat dikatakan
secara tepat apakah baik atau benar, karena hal ini tergantung dari sudut
siapa yang menilai. Jika kita menanyakan penilaian orang yang normal
terhadap suatu alat transportasi seperti bis kota, mungkin mereka
berpendapat hanya mengalami sedikit masalah pada saat
menggunakannya, namun lain halnya jika kita menanyakan pada orang
yang disabilitas, penilaian mereka tentunya akan menjadi berbeda,
pengguna kursi roda akan mengatakan susah untuk dinaiki atau dimasuki
olehnya karena terlalu tinggingnya tangga dan lebar jalur bis yang tidak
dapat dilalui kursi roda. Demikian juga penyandang disabilitas
khususnya tunanetra akan mengalami kesulitan yang sama pada saat
menaiki bus tersebut.
Berdasarkan perundang-undangan penyandang disabilitas nasional
dan internasional, setiap aksesibilitas yang tersedia harus dapat
memenuhi asas Aksesibilitas yang meliputi:
i. Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat
atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
ii. Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua
tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan.
iii. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan
bagi semua orang.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
8
iv. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan
mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat
umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan
bantuan orang lain.
Oleh karena itu pada saat membuat fasilitas umum, semua faktor
kenyamanan untuk si pengguna perlu diperhatikan, jika berbicara
kemudahan, kegunaan, kesalamatan dan kemandirian seperti asas
aksesibilitas diatas, berarti tidak lepas dari factor ergonomi, yang
memperhatikan masalah yang dihadapi manusia dalam melakukan
aktifitasnya, dan juga memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan
dalam beraktifitas.
b. Difabel
a) Pengertian Difabel
Gambar 2. 1 Logo Sign System Difabel
Sumber: http://www.teaterhalland.nu/wp-content/uploads/2015/05/handicapped-
304424_960_720.png)
Penyandang difabel merupakan kelompok masyarakat yang beragam,
diantaranya penyandang difabel yang mengalami disabilitas fisik,
disabilitas mental maupun gabungan dari disabilitas fisik dan mental.
WHO mendefinisikan disabilitas sebagai “A restriction or inability
toperform an activity in the manner or within the range considered normal
for a human being, mostly resulting from impairment”. (Barbotte, 2011)
Definisi tersebut menyatakan dengan dengan jelas bahwa disabilitas
merupakan pembatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu
kegiatan dengan cara yang atau dalam rentang dianggap normal bagi
manusia, sebagian besar akibat penurunan kemampuan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
9
Selain pengertian secara umum, WHO mengemukakan pula definisi
disabilitas yang berbasis pada model sosial sebagai berikut:
i. Impairment (kerusakan atau kelemahan) yaitu ketidaklengkapan
atau ketidaknormalan yang disertai akibatnya terhadap fungsi
tertentu. Misalnya kelumpuhan di bagian bawah tubuh disertai
ketidakmampuan untuk berjalan dengan kedua kaki.
ii. Disability/handicap adalah kerugian/ keterbatasan dalam aktivitas
tertentu sebagai akibat faktor-faktor sosial yang hanya sedikit
atau sama sekali tidak memperhitungkan orang-orang yang
menyandang “kerusakan/kelemahan” terentu dan karenanya
mengeluarkan orang-orang itu dari arus aktivitas sosial.
Pengertian lain disebutkan pula oleh The International Classification of
Functioning (ICF) yaitu “Disability as the outcome of the interaction
between a person with impairment and the environmental and attitudinal
barriers s/he may face”. Pengertian ini lebih menunjukkan disabilitas
sebagai hasil dari hubungan interaksi antara seseorang dengan penurunan
kemampuan dengan hambatan lingkungan dan sikap yang ditemui oleh
orang tersebut. (Coleridge Peter, 2007)
b) Jenis-jenis Disabilitas Fisik
i. Tuna Netra
Seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh
hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran,
kecelakaan maupun penyakit yang terdiri dari:
(a) Buta total, tidak dapat melihat sama sekali objek di depannya
(hilangnya fungsi penglihatan).
(b) Persepsi cahaya, seseorang yang mampu membedakan
adanya cahaya atau tidak, tetapi tidak dapat menentukan
objek atau benda di depannya.
(c) Memiliki sisa penglihatan (low vision), seseorang yang dapat
melihat benda yang ada di depannya dan tidak dapat melihat
jari-jari tangan yang digerakkan dalam jarak satu meter.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
10
ii. Tuna Rungu/Wicara
Hilangnya/terganggunya fungsi pendengaran dan atau fungsi
bicara baik disebabkan oleh kelahiran, kecelakaan maupun penyakit,
terdiri dari tuna rungu wicara, tuna rungu, tuna wicara.
iii. Tuna Daksa
Ketidaksempurnaan pada bagian anggota gerak tubuh. Tuna
daksa dapat diartikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu,
sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan
sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan
oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh
pembawaan sifat lahir. Pada orang tuna daksa ini terlihat kelainan
bentuk tubuh, anggota atau otot, berkurangnya fungsi tulang, otot
sendi maupun syaraf-syarafnya. (T. Sutjihati Soemantri, 2006) Tuna
Daksa terdiri dari 2 golongan, yaitu:
(a) Tuna daksa ortopedi, yaitu kelainan atau ketidaksempurnaan
yang menyebabkan terganggunya fungsi tubuh, kelainan
tersebut dapat terjadi pada bagian tulang, otot tubuh maupun
daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir (congenital)
maupun yang diperoleh kemudian karena penyakit atau
kecelakaan, misalnya kelainan pertumbuhan anggota badan
atau anggota badan yang tidak sempurna, cacat punggung,
amputasi tangan, lengan, kaki dan lainnya.
(b) Tuna daksa syaraf, yaitu ketidaksempurnaan yang terjadi
pada fungsi anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada
susunan syaraf di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh
memiliki sejumlah syaraf yang menjadi pengendali
mekanisme tubuh, karena itu jika otak mengalami kelainan,
sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi dan mental.
Salah satu bentuk terjadi karena gangguan pada fungsi otak
dapat dilihat pada anak cerebral palsy yakni gangguan aspek
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
11
motorik yang disebabkan oleh disfungsinya otak.
(Muhammad Effendi, 2006)
c) Kebutuhan Disabilitas
Penyandang disabilitas telah dilindungi hak-haknya sehingga setara
dengan non-disabilitas, guna mempermudah hak mereka dalam
menjalankan melakukan aktivitas sehari-hari, maka baiknya terdapat
penyediaan fasilitas yang memadai bagi mereka untuk digunakan.
Kebutuhan utama yang diperlukan bagi penyandang disabilitas adalah
aksesibilitas yang merupakan derajat kemudahan dicapai oleh orang,
terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Kemudahan akses
tersebut diaplikasikan pada bangunan gedung, lingkungan dan fasilitas
umum lainnya. Aksesibilitas juga difokuskan pada kemudahan bagi
penderita cacat untuk menggunakan fasilitas seperti pengguna kursi roda
harus bisa berjalan dengan mudah di trotoar ataupun naik keatas
angkutan umum.
Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas berarti kemudahan yang
diberikan atau disediakan bagi penyandang disabilitas bukan sebagai
pengistimewaan, melainkan mencoba meminimalisir keterbatasan
mereka sebagai akibat hilangnya atau kurang berfungsinya salah satu
atau beberapa fungsi anggota tubuhnya. Aksesibilitas meliputi
aksesibilitas fisik dan aksesibilitas non fisik. Aksesibilitas fisik itu seperti
landaian, handrail, lebar pintu yang memenuhi standar universal disain
yang berarti dapat dilalui oleh pemakai kursi roda secara mandiri, suara
atau audio serta huruf braille bagi penyandang tunanetra, serta bahasa
isyarat dan tulisan bagi penyandang tunarungu. Aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas antara lain diperlukannya sarana dan prasarana
yang mendukung serta komunikasi dan informasi yang diperlukan bagi
penyandang difabel untuk memperoleh kesempatan. Data diatas
menunjukan pentingnya sarana dan prasarana bagi disabilitas, yaitu:
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
12
i. Kursi Roda
Gambar 2. 2 Kursi Roda Kebutuhan Difabel
(Sumber: Wikipedia)
Kursi roda merupakan alat bantu mobilitas bagi orang yang
memiliki keterbatasan pergerakan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Keterbatasan pergerakan ini dapat berupa ketidaksempurnaan
fisik, cedera, maupun diakibatkan oleh penyakit yang menyerang
motorik manusia. Kursi roda yang sebelumnya digerakan secara
manual dengan menggunakan kekuatan tangan atau dengan bantuan
orang lain, saat ini telah dikembangkan menjadi kursi roda elektrik
dengan menambahkan motor sebagai alat gerak dan joystick sebagai
alat kendali kursi roda.
ii. Huruf Braille
Huruf Braille merupakan sistem tulisan sentuh yang digunakan
oleh orang buta. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang
bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil.
Ketika berusia 15 tahun, Braille membuat suatu tulisan tentara untuk
memudahkan tentara untuk membaca ketika gelap. Tulisan ini
dinamakan huruf Braille. Namun ketika itu Braille tidak mempunyai
huruf W.
(a) Abjad Braille
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
13
Gambar 2. 3 Pengenalan Posisi Dots Braille.
(Sumber: Wikipedia)
(b) Sistem Huruf Braille
Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan
seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut
sel Braille, di mana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga
baris dengan dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun
sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi.
Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan
abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan
lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah
dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan
vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm. Braille terdiri dari
sel yang mempunyai 6 titik timbul yang dinomorkan seperti
berikut:
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
14
Gambar 2. 4 Pengenalan Sistem Penulisan Huruf Braille
(Sumber: Wikipedia)
iii. Handrail
Gambar 2. 5 Handrail
(Sumber: www.pinterest.com)
Handrail merupakan rel yang dirancang untuk digenggam oleh
tangan sehingga bisa memberikan stabilitas atau dukungan. Pegangan
tangan biasanya digunakan saat tangga naik atau
turun tangga dan eskalator untuk mencegah jatuh yang
merugikan. Pegangan tangan biasanya didukung oleh kiriman atau
dipasang langsung ke dinding. (Wikipedia)
Dimensi Handrail (Wikipedia)
International Code Council (ICC) dan National Fire Protection
Association (NFPA) - dan standar aksesibilitas – ANSI A117.1 dan
Standar Perilaku Penyandang Cacat Amerika untuk Desain yang
Diakses (ADASAD) -menambah dimensi handrail. Versi kode dan
standar saat ini sekarang setuju bahwa pegangan tangan didefinisikan
sebagai bagian melingkar melingkar dengan diameter luar 1¼ "(32
mm) minimum dan maksimal 2" (51 mm) atau penampang melintang
non melingkar dengan dimensi perimeter dari maksimum 4 "(100 mm)
minimum dan 6 ¼" (160 mm) dan dimensi penampang maksimal 2¼
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
15
(57 mm). Sebagai tambahan, International Residential Code (IRC)
menyertakan definisi pegangan tipe II yang memungkinkan untuk
pegangan dengan dimensi perimeter lebih besar dari 6 ¼ "(160 mm).
Bagian IRC dan residensial dari IBC 2009 mendefinisikan pegangan
tipe II sebagai berikut: Tipe II. Pegangan tangan dengan perimeter
lebih besar dari 6 ¼ inci (160 mm) harus menyediakan daerah resapan
jari yang dapat dipegang pada kedua sisi profil.Reses jari harus
dimulai dalam jarak 3/4 inci (19 mm) yang diukur secara vertikal dari
bagian profil tertinggi dan mencapai kedalaman paling sedikit 5/16
inci (8 mm) dalam jarak 7/8 inci (22 mm) di bawah bagian terluas
profil. Kedalaman yang dibutuhkan ini akan terus berlanjut
sekurangnya 3/8 inci (10mm) ke tingkat yang tidak kurang dari 1 inci
(45 mm) di bawah bagian profil tertinggi. Lebar minimum pegangan
di atas reses harus 1¼ inci (32 mm) sampai maksimum 2 inci (70
mm). Tepi harus memiliki radius minimum 0,01 inci (0,25 mm).
Pegangan tangan terletak pada ketinggian antara 34 " (864 mm)
dan 38" (965 mm). Di daerah di mana anak-anak adalah pengguna
utama sebuah bangunan atau fasilitas, ADASAD 2010
merekomendasikan agar pegangan tangan kedua setinggi 28" (711
mm) diukur di atas permukaan mencengkeram dari permukaan jalan
atau sela tangga. dapat membantu dalam mencegah kecelakaan.
Handrail Clearance (Wikipedia)
Jarak antara dinding dan pegangan permukaan pegangan juga
diatur oleh kode lokal dengan persyaratan paling umum minimum 1½
"(38 mm). Badan Perlindungan Api Nasional (National Fire
Protection Agency / NFPA) dan Administrasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (OSHA) mensyaratkan bahwa Jarak antara dinding
dan pegangan tangan minimal 2 ¼ "(57 mm).
Panduan Aksesibilitas Orang-orang Terkandang Amerika 1992
(ADAAG) menyatakan bahwa ada dimensi absolut 1½ "antara
pegangan tangan dan dinding. Ini sebenarnya adalah sebuah" batang
penanda "yang merupakan bagian dari ANSI A117.1 1986. ANSI
mengubah notasi menjadi 1½ "minimum pada tahun 1990. Ini tidak
diperbaiki pada tahun 2010 dengan persetujuan ADASAD baru yang
sekarang meminta izin berukuran minimal 1½" (38 mm).
Kode juga umumnya mengharuskan adanya 1 ½ "clearance antara
bagian bawah pegangan dan penyumbatan - termasuk lengan kurung
horizontal. Ada tunjangan namun untuk variasi ukuran pegangan -
untuk setiap 1/2" dimensi perimeter tambahan di atas 4 ", 1/8" dapat
dikurangkan dari persyaratan izin.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
16
Kekuatan Handrail (Wikipedia)
Pegangan tangan adalah untuk mendukung beban kontinu 50 plf
(75 kg-m) atau beban terkonsentrasi 200 pound yang diterapkan di
bagian atas pegangan (90 kg).
Ketinggian Handrail (Wikipedia)
Bagian atas permukaan pegangan harus berukuran 34 inci (865
mm) minimum dan 38 inci (965 mm) maksimum vertikal di atas
permukaan jalan, tangga nose, dan permukaan jalan. Pegangan tangan
harus berada pada ketinggian yang konsisten di atas permukaan jalan,
tangga, dan permukaan jalan.
iv. Ramp
Gambar 2. 6 Ramp
(Sumber: www.pinterest.com)
Ramp merupakan alternatif rute/ jalan yang di pakai sebagai akses
penyandang disabilitas, lansia, dan orang-orang yang tidak bisa
menggunakan tangga sehingga mudah untuk naik ketempat yang lebih
tinggi. Syarat-syarat dalam pembangunan ramp :
(a) Kemiringan suatu ramp untuk di dalam bangunan tidak boleh
melebihi rasio 1:12, perhitungan kemiringannya tidak
termasuk awalan/atau akhiran ramp (curb ramb/landing).
Sedangkan kemiringan suatu ramp untuk di luar bangunan
adalah 1:15 atau kemeringan standarnya adalah 10 derajat.
(b) Maksimum panjang mendatar dari satu ramp (dengan
kemiringan 1:12 ) tidak boleh melebihi dari 900 cm.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
17
(c) Sedangkan lebar minimum dari suatu ramp adalah 95 cm.
Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan
kaki adalah dan pelayanan angkutan barang harus
dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sehingga bisa
dipakai untuk kedua fungsi tersebut.
(d) Landing atau muka datar pada awalan atau akhiran dari suatu
ramp harus bebas dan datar, sekurang-kurangnya bisa untuk
memutar kursi roda dengan ukuran minimum 150 cm.
(e) Permukaan datar dari landing baik awalan atau akhiran ramp
harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu
hujan atau tidak.
(f) Pembatas rendah pinggir ramp/ low curb dirancang untuk
menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau
keluar dari jalur ramp. Apabila berbatas langsung dengan
lalu-lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat
sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.
(g) Ramp harus dilengkapi dengan pencahayaan yang cukup
yang akan membantu pengguna ramp saat malam hari.
Penerangan khususnya disediakan pada bagian-bagian ramp
yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya
dan dibagian-bagian yang membahayakan.
(h) Ramp juga harus dilengkapi dengan pegangan yang dijamin
kekuatannya dan dengan ketinggian yang sesuai untuk
pengguna ramp.
(i) Material lantai ramp juga harus diperhatikan biasanya
menggunakan bahan yang kasar dan juga harus di buat
sedikit bantalan pada ramp.
v. Tactile Paving (Wikipedia)
Tactile Paving merupakan sistem indikator permukaan
tanah bertekstur yang terdapat di landasan jalan kaki , tangga dan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
18
platform stasiun kereta untuk membantu pejalan kaki yang mengalami
gangguan penglihatan.
Peringatan taktil memberikan pola permukaan khas dari kubah
terpotong, kerucut atau batang yang dapat dideteksi oleh tongkat
panjangatau kaki bawah yang digunakan untuk mengingatkan
gangguan tapak yang mendekati jalan dan permukaan atau tingkat
perubahan yang berbahaya. Ada ketidaksepakatan dalam perancangan
dan komunitas pengguna mengenai apakah memasang bantuan ini di
dalam bangunan dapat menyebabkan bahaya tersandung. Berikut
merupakan macam dan arti Pattern Tactile Paving yaitu:
(a) Blister Tactile
Ini digunakan untuk penyeberangan pejalan kaki. Tujuan
permukaan blister adalah untuk memberi peringatan kepada
orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan yang
sebaliknya, jika tidak ada perubahan ketinggian >25 mm, sulit
membedakan antara tempat jalan setapak berakhir dan jalur lalu
lintas dimulai. Oleh karena itu permukaan merupakan fitur
keselamatan penting bagi kelompok pengguna jalan ini di titik
penyeberangan pejalan kaki yang jalurnya disiram ke jalur lalu
lintas sehingga pengguna kursi roda dapat menyeberang tanpa
hambatan. Profil permukaan pelepah melepuh terdiri dari deretan
lepuh datar yang terangkai dalam pola persegi.
Gambar 2. 7 Tactile Paving Jenis Blister
(Sumber: Wikipedia)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
19
(b) Offset Tactile
Tuas pelepasan offset juga dikenal sebagai permukaan
peringatan platform edge off-street. Tujuan dari permukaan ini
adalah untuk memperingatkan orang-orang yang mengalami
gangguan penglihatan di tepi semua platform perkeretaapian di
luar jalan. Permukaan tuas melengkung yang lepas landas terdiri
dari kubah-kisi datar, berjarak 66.5mm terpisah dari pusat satu
kubah ke kubah berikutnya.
Unit paving taktil dapat diproduksi dengan bahan paving
yang sesuai dan mungkin ada warna yang memberikan kontras
yang baik dengan daerah sekitarnya untuk membantu sebagian
orang yang terlihat. Panduan saat ini merekomendasikan agar
permukaan taktis off-set blister digunakan untuk semua platform
rel off-street termasuk platform rel berat, platform transit cepat
transit (LRT) di luar jalan, platform bawah tanah. Offset Tactile
tidak boleh digunakan untuk di jalan (LRT) platform.
Gambar 2. 8 Tactile Paving Jenis Offset
(Sumber: Wikipedia)
(c) Lozenge Tactile
Taktil lozenge juga dikenal sebagai permukaan peringatan
platform (on-street). "Tujuan permukaan peringatan platform
(on-street) adalah memperingatkan orang-orang yang mengalami
gangguan penglihatan bahwa mereka mendekati tepi jalur transit
cepat (LRT) di jalan raya." Profil permukaan peringatan tanggap
lozenge terdiri dari deret bentuk lozenge 6mm (± 0.5mm) tinggi,
yang memiliki tepi membulat agar tidak menimbulkan bahaya
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
20
perjalanan. Unit paving taktil dapat diproduksi dengan bahan
paving yang sesuai.Permukaan biasanya berwarna kerbau, tapi
bisa warnanya apapun, selain merah yang memberikan kontras
yang bagus dengan daerah sekitarnya untuk membantu sebagian
orang terlihat.
Unit paving tactical lozenge harus dipasang pada kedalaman
400mm sejajar dengan tepi platform dan minimal 500mm
kembali dari tepi. Ini tidak boleh dipasang lebih dekat ke tepi
daripada ini karena pejalan kaki mungkin tidak memiliki cukup
waktu untuk berhenti berjalan begitu mereka mendeteksi
permukaan peringatan taktil.
Gambar 2. 9 Tactile Paving Jenis Lozenge
(Sumber: Wikipedia)
(d) Directional Tactile
Tujuan dari permukaan directional tacile adalah untuk
membimbing orang-orang yang mengalami gangguan
penglihatan di sepanjang rute saat isyarat tradisional, seperti garis
properti atau tepi jalan yang juga dapat digunakan untuk
membimbing orang-orang di sekitar rintangan, misalnya perabot
jalan di daerah pedestrian. Permukaan telah dirancang sehingga
orang dapat dipandu sepanjang rute baik dengan berjalan di
permukaan taktil atau dengan mempertahankan kontak dengan
tongkat panjang. Taktik panduan kompromi serangkaian bar,
mengangkat datar-puncak yang berjalan ke arah perjalanan
pejalan kaki. Batangnya 5.5mm (± 0,5) tinggi, 35mm dengan
jarak 45mm yang lebar, Disarankan agar tatanan jalur panduan
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
21
berada dalam warna yang kontras dengan area sekitarnya
sehingga membantu sebagian orang yang terlihat. Permukaan
panduan direkomendasikan untuk digunakan dalam situasi
dimana panduan tradisional yang diberikan oleh jalur standar
antara garis properti dan jalur lalu lintas tidak ada, dimana pejalan
kaki perlu dipandu sekitar rintangan, dimana sejumlah orang yang
mengalami gangguan penglihatan perlu menemukan lokasi
tertentu dan di terminal transportasi untuk membimbing orang-
orang di antara fasilitas.
Gambar 2. 10 Tactile Paving Jenis Directional
(Sumber: Wikipedia)
(e) Corduroy Hazard Tactile
Tujuan permukaan corduroy hazard tactile adalah untuk
memperingatkan orang-orang yang mengalami gangguan
penglihatan tentang adanya bahaya spesifik: langkah-langkah,
penyeberangan tingkat atau pendekatan terhadap platform fast
transit onroad (LRT) di jalan. Juga digunakan di mana jalan
setapak bergabung bersama. rute itu menyampaikan pesan
'bahaya, lanjutkan dengan hati-hati.'
Profil permukaan sentuhan korduroi terdiri dari bar bulat
yang melintang melintasi arah perjalanan pejalan kaki. Batangnya
setinggi 6mm (± 0,5), 20mm dan berjarak 50mm dari pusat satu
bar ke pusat kota berikutnya. Unit paving taktil dapat diproduksi
dengan bahan paving yang sesuai. Permukaan biasanya berwarna
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
22
kerbau, tapi bisa warnanya apapun, selain warna merah, yang
memberikan kontras yang bagus dengan daerah sekitarnya untuk
membantu sebagian orang terlihat.
Sentuhan korduroi dapat digunakan untuk situasi apapun
(selain penyeberangan pejalan kaki) di mana orang-orang yang
mengalami gangguan penglihatan perlu memperingatkan bahaya
yaitu bagian atas dan bawah tangga, pada kaki jalan, pada tingkat
persimpangan, terletak dimana orang mungkin secara tidak
sengaja berjalan langsung ke peron di stasiun kereta api, dimana
jalan setapak bergabung dengan rute bersama.
Gambar 2. 11 Tactile Paving Jenis Corduroy Hazard
(Sumber: Wikipedia)
(f) Cycle Tactile
Tujuan permukaan cycle tactile yaitu digunakan bersamaan
dengan jalur / jalur siklus yang terpisah untuk memberi saran
kepada orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan pada
sisi yang benar untuk masuk. Tujuan strip delineator pusat adalah
untuk membantu pejalan kaki yang terganggu agar tetap berada
di sisi pejalan kaki.
Taktis jalan siklus terdiri dari serangkaian bar bertingkat
empat yang timbul keatas, masing-masing setinggi 5mm (±
0.5mm), lebar 30mm dan jarak 70mm. Strip delineator pusat
harus tinggi 12-20 mm, lebar 150mm dengan sisi miring dan
bagian atas 50mm datar. Strip delineator harus terbuat dari bahan
putih.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
23
Permukaan taktil harus digunakan pada rute terpisah yang
terpisah dimana sisi pejalan kaki tidak dipisahkan secara fisik dari
sisi pengendara sepeda. Permukaan taktil harus diletakkan di awal
dan akhir rute terpisah bersama, secara berkala sepanjang
panjangnya dan pada persimpangan dengan rute pejalan kaki atau
pengendara sepeda lainnya.
Gambar 2. 12 Cycle Tactile Paving
(Sumber: Wikipedia)
Pedoman Departemen Perhubungan tentang pemasangan dan
penggunaan tempat paving sentuhan merupakan penekanan berat
pada peran kontras. Panduan berulang kali menyatakan bahwa
paving taktil harus dipilih untuk memberikan kontras warna yang
kuat dengan bahan paving sekitarnya karena penelitian telah
menunjukkan bahwa ini membantu individu yang terlihat
sebagian. Kebanyakan paving taktil tersedia dalam berbagai
warna dan bahan yang membuat kontras warna yang baik mudah
dicapai dengan pilihan paving sentuhan yang tepat. (Wikipedia)
(aa) Warna pada tactile paving harus menggunakan
pewarnaan yang kontras/ kuat.
(ab) Setiap warna memiliki arti, misal warna merah untuk
penyebrangan jalan yang ramai sedangkan warna kuning
untuk jalan pada trotoar.
(ac) Ukuran tactile paving biasa menggunakan ukuran 30x30
cm dan 40x40 cm.
(ad) Tactile yang timbul berkisar 5mm.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
24
(g) Accessible Power Operated Door
Gambar 2. 13 Tombol Press Power Operated Door
(Sumber: Wikipedia)
Power Operated Door merupakan pintu yang didesain
khusus untuk pengguna difabel. Power operated door memiliki
tombol khusus berlogo handicap guna membuka pintu agar
mempermudah difabel dalam mengakses ruangan. Penggunaan
mudah untuk dijangkau dan diakses bagi difable. Kegunaan
power operated door menjadikan suhu ruangan tetap terjaga.
Tabel 2. 1 Kebutuhan Difabel
(Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
No. Jenis Disabilitas Kebutuhan
1. Tunanetra a. Audio
b. Tactile Paving
c. Huruf Braille
d. Taktual
e. Handrail
2. Tunarungu/ Wicara f. Visual
g. Audio
3. Tuna Daksa h. Kursi Roda
i. Visual
j. Audio
k. Handrail
l. Ramp / Platform Lift / eskalator /
elevator
B. Program Desain
1. Tujuan Desain
Tujuan perancangan Interior Terminal Giwangan ialah merancang
Interior Terminal Giwangan yang mampu menyediakan aksesibilitas
memadai bagi disabilitas dan menciptakan terminal yang mendukung
kemandirian disabilitas dalam mengakses ruangan pada terminal.
2. Fokus/ Sasaran Desain
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
25
a. Menghasilkan ruangan yang memiliki aksesibilitas memadai pada
Terminal bagi penyandang disabilitas dalam upaya mewujudkan
kemandirian bagi penyandang disabilitas.
b. Pengorganisasian ulang kembali interior pada terminal giwangan dengan
mempertimbangkan sirkulasi dan tata letak.
c. Pengaplikasian fasilitas dan sign system untuk mempermudah
disabilitas.
3. Data
a. Deskripsi Umum Proyek
Gambar 2. 14 Tampilan Area Sekitar Terminal Giwangan
(Sumber: Wikipedia)
Terminal Giwangan adalah sebuah terminal angkutan umum yang
terletak di kota Yogyakarta. Terminal ini terletak di Kelurahan Giwangan,
Umbulharjo, Yogyakarta, tepatnya di Jalan Imogiri Timur Km 6, di dekat
perbatasan antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul.
Terminal Giwangan dibangun untuk menggantikan Terminal
Umbulharjo. Terminal Giwangan merupakan terminal tipe A terbesar di
Indonesia yang merupakan tempat singgah bus dari seluruh kota besar di
Sumatra, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Terminal ini diresmikan pada tanggal 10 Oktober 2004, rata-rata jumlah
penumpang yang dilayani sarana itu berkisar 20.000 per hari sedangkan
jumlah bus yang melaluinya, berdatangan maupun bertujuan ke provinsi
lain, mencapai 850 buah.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
26
a) Lokasi Proyek/MAP dan Site Plan
Gambar 2. 15 Lokasi Site Map Terminal Giwangan
(Sumber: Wikipedia)
Terminal ini terletak di Kelurahan Giwangan, Umbulharjo,
Yogyakarta, tepatnya di Jalan Imogiri Timur Km 6, di dekat perbatasan
antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul. Terminal Giwangan
memiliki luas 16.000 m2.
b) Fasad Bangunan
Gambar 2. 16 Tampilan Bangunan Terminal Giwangan
(Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
b. Data Non Fisik
a) Sejarah Terminal Giwangan
Giwangan adalah salah satu desa yang terletak dipinggiran kota
Yogyakarta. Sekitar tahun 80-an di selatan Giwangan dibangun Kompi
Brimob Gondowulung. Dengan berdirinya Kompi Brimob Desa
Giwangan semakin beerkembang perekonomiannya dengan berdirinya
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
27
Perumahan, Kampus, Pasar Giwangan, Ring Road danTerminal
Giwangan.
Dahulu terminal Yogyakarta berada di belakang Polsek Umbulharjo,
Tahun 2002 Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta membangun
terminal Giwangan dan tahun 2004 terminal tersebut beroperasi. Lokasi
tempat terminal Giwangan dahulunya merupakan sawah yang luas dan
juga merupakan tempat yang sangat strategis. Ditengah terminal ada
pemakaman umum yang tidak bisa dipindahkan karena makam tersebut
adalah makam tokoh masyarakat setempat.
Lokasi terminal Giwangan tidak jauh dari sebuah madrasah yaitu MTs
Negeri Yogyakarta II. Sehubungan dengan adanya madrasah tersebut
membuat kampung Mendungan sangat ideal bagi lokasi penyelenggaraan
pendidikan. Namun seiring dengan kebijakan pemerintah Kota
Yogyakarta, yakni dengan pembangunan terminal Giwangan, perubahan
suasana kampung Mendungan mulai terasa. Hal ini terlihat dari mobilitas
dan perubahan sosial serta tingkat kebisingan yang mulai terasa,
Kenyamanan dan ketenangan yang sebelumnya begitu mendukung
dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran lambat laun mulai terasa
sekalipun belum begitu berpengaruh. Disisi lain perubahan dan
perkembangan tersebut sebenarnya memberi dampak positif bagi
Madrasah, karena akses untuk menuju ke Madrasah Tsanawiyah Negeri
yogyakarta II semakin mudah.
Tahun 2006 Yogyakarta dilanda bencana gempa bumi yang mana
terminal Giwangan juga tidak luput dari kerusakan, tetapi dapat
diperbaiki sehingga bisa beroperasi hingga sekarang.
Sebagai ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta, kota yang tidak terlalu
sibuk, kota yang bukan berbasis industri dan bisnis, tetapi pergerakan
manusia dari kota dan ke kota ini cukup banyak terminal ini sangat
bermanfaat. Pembangunan Terminal Penumpang Tipe A Giwangan
Yogyakarta dilakukan sejak September 2002 dan selesai Agustus 2004
serta langsung diaktifkan pada bulan September 2004.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
28
Pembangunan terminal terwujud dalam bentuk kerjasama operasional
dengan sistem Built Operated Transfered (BOT) antara Pemerintah Kota
dengan investor swasta PT Perwita Karya selama 30 tahun sejak
September 2002 hingga September 2032. Kerjasama dengan bentuk
Manajemen operasional terminal ditangani oleh Unit Pengelola Teknik
Daerah (UPTD) Pengelola Terminal Dinas Perhubungan dan Manajemen
sarana dan prasarana terminal dikelola oleh PT Perwita Karya yang
mempunyai wewenang dan tujuan untuk menghasilkan keuntungan
perusahaan melalui pemanfaatan sarana prasarana fasilitas penunjang
dan tambahan terminal.
Pembanguan terminal ini dipimpin oleh Imanudin Azis. Terminal ini
dibangun untuk menggantikan dan menutupi kekurangan terminal
sebelumnya, yaitu terminal Umbulharjo yang telah bertahun-tahun
melayani penumpang bus. Terminal Penumpang Yogyakarta atau yang
juga disebut Terminal Giwangan dibangun di atas lahan seluas 5,8 ha di
tepi Jl. Lingkar Selatan. Akses jalan sekitarnya dilayani oleh Outer Ring
Road Selatan, Jalan Imogiri dan Jalan Gunomerico.
Terminal Giwangan mengikuti tata ruang Perda No. 6 Tahun 1994
tentang Rencana Tata Ruang Untuk Kota (RTRUK). Sebagai satu-
satunya terminal bertipe A di Yogyakarta, terminal ini mampu
mengurangi kepadatan lalu lintas yang terjadi di pusat kota. Selain itu,
kehadirannya di kawasan Giwangan membantu meningkatkan
perekonomian masyarakat sekitar.
Sebagai terminal tipe A, terminal Giwangan menghubungkan
beberapa kota besar di Indonesia seperti Bali, Jakarta, Bandung,
Semarang, Medan, Riau, dan Mataram, serta Bali dan Nusa Tenggara.
Bangunan terminal terdiri dari dua lantai. Lantai pertama difungsikan
untuk aktivitas angkutan umum yang dibagi per wilayah dan jenis
angkutan. Misalnya untuk angkutan AKAP diletakkan di ujung timur
terminal dan AKDP di bagian tengah. Kemudian lantai kedua untuk
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
29
aktivitas para pengguna jasa transportasi dan termasuk di dalam lantai
dua, terdapat ruang tunggu dan berbagai fasilitas penunjang lain.
b) Logo Perusahaan
Gambar 2. 17 Logo Perusahaan Dinas Perhubungan
(Sumber: Wikipedia)
c) Struktur Organisasi
Gambar 2. 18 Bagan Struktur Organisasi Pengolah Terminal Giwangan
(Sumber: Dokumentasi Perusahaan Terminal Giwangan, 2017)
d) Keinginan Klien
i. Interior yang mampu dalam memenuhi kebutuhan aksesibilitas
bagi difabel sehingga dapat secara mandiri dalam melakukan
aktivitas dan dapat menikmati semua fasilitas yang ada hingga
keseluruhan terminal yang sama seperti non-difabel.
ii. Interior yang dapat mengoptimalkan fungsi ruang dalam aktivitas
sehari-hari.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
30
e) Lingkup Perancangan
Perancangan Interior Terminal Giwangan Yogyakarta ini difokuskan
pada daerah terminal blok D lantai satu dan dua khususnya area
foodcourt A dan B, area publik oleh-oleh, area loket tiket dan area ruang
tunggu terminal bus. Berikut uraian ruang yang akan dirancang:
i. Ruang Tunggu
Ruang Tunggu memiliki ruang kecil diluar ruang tunggu untuk
pembayaran retribusi yang dikenakan biaya seharga Rp. 500,- untuk
perorang. Saat memasuki wilayah waiting area, kita dapat melihat area
yang diisi dengan sekitar 33 unit kursi tunggu yang terbuat dari besi.
Ukuran dari ruangan ini kurang lebih 10x8m. Pada area ini memiliki
fasilitas mushola, tv, toilet dan terdapat kantor didalamnya. Waiting
hall menyambung pada tiap terminal.
ii. Loket Tiket
Pembelian tiket hanya dapat dilakukan dilantai dua dengan
berbagai jenis perusahaan jasa bus. Kios pembelian tiket hanya dapat
ditemukan pada bagian dekat pintu lorong menuju bus karena disana
strategis dekat dengan area keberangkatan dan ruang tunggu.
iii. Foodcourt A dan B
Kantin hanya terdapat di lantai satu yang terdapat sekitar 14 kios
bagian bawah yang mayoritas digunakan sebagai kantin dan tempat
jajanan oleh-oleh.
iv. Peron Bus
Halte ini memiliki 6 bagian ruang untuk bus menaikan dan
menurunkan penumpang.. Tiap pintu halte memiliki perbedaan arah
keberangkatan.
f) Karakteristik Ruang dan Pengguna Ruang
Pengguna ruang terbagi menjadi 2, yaitu pengguna ruang umum dan
pengguna ruang dengan kebutuhan khusus. Pihak terminal hanya
memiliki fasilitas difabel yang mana hanya pada lantai satu, fasilitas
hanya jalan khusus, tidak untuk kegiatan lainnya.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
31
Para pengguna ruang mayoritas penumpang non-difabel yang dimana
aksesibilitas bagi difabel sangat minim. Penumpang difabel tidak dapat
secara mandiri menggunakan fasilitas yang ada pada keseluruhan
terminal. Penumpang difabel biasa dengan terpaksa menggunakan
terminal hanya pada hari-hari tertentu seperti hari liburan atau hari besar,
disamping itu penyandang disabilitas harus dibantu oleh keluarga atau
sanak saudaranya. (sumber: wawancara, kepala pengelola Terminal
Giwangan, 2017)
g) Aktifitas Pengguna Ruang dan Fungsi Ruang
Penguna Ruang yang menjadi lingkup perancangan pada gedung
Terminal Giwangan dapat terbagi menjadi:
i. Direksi dan karyawan Terminal Giwangan.
ii. Supir bus dari masing masing jenis bus.
iii. Aktivitas Penumpang bus terminal.
Adapun pola aktivitas pengguna ruang yang didominasi oleh
penumpang bus pada masing-masing ruang yaitu sebagai berikut:
Gambar 2. 19 Bagan Pola Aktivitas Pengguna Terminal
(Sumber: Dokumentasi Perusahaan Terminal Giwangan, 2017)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
32
Tabel 2. 2 Daftar Fungsi Ruang dan Aktifitas Pengguna Ruang
(Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
No. Ruang Fungsi Ruang Pengguna Ruang
1. Loket Tiket Sebagai tempat informasi pembelian tiket,
tempat transaksi penjualan, pembelian
dan pemesanan tiket.
Penjual dan penumpang
terminal bus.
2. Ruang Tunggu Sebagai area menunggu kedatangan bus,
makan dan minum, atau dapat melakukan
aktivitas lainnya seperti menonton,
bermain, menggunakan laptop atau
beristirahat.
Karyawan penjaga ruang
tunggu dan penumpang
terminal.
3. Peron Bus Sebagai tempat aktivitas
menaikan/menurunkan penumpang bus,
tempat berinteraksi, tempat untuk
melakukan kegiatan seperti
makan/minum, berbincang-bincang,
menunggu bus, menanyakan informasi,
membeli makanan/minuman, dsb.
Karyawan, supir bus dan
seluruh penumpang bus.
4. Area Oleh-oleh
dan entertainment
room
Sebagai tempat untuk membeli oleh-oleh,
beristirahat, bermain, berbincang-bincang
dan refleksi diri.
Karyawan dan
penumpang yang
berkepentingan
5. Foodcourt Sebagai tempat untuk makan, minum,
beristirahat, mengobrol, dan melakukan
aktivitas lain.
Penumpang, karyawan,
supir bus.
c. Data Fisik
a) Denah Bangunan Keseluruhan Terminal Giwangan
Perancangan terminal Giwangan dikhususkan pada area blok D yaitu
khusus keberangkatan jarak jauh.
Gambar 2. 20 Area Rencana Perancangan
(Sumber: Dokumentasi Perusahaan Terminal Giwangan, 2017)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
33
b) Aspek Arsitektural
Tipe Bangunan : Bangunan Publik (Commercial Building)
Jenis : Terminal Penumpang Giwangan
c) Tata Kondisional
i. Pencahayaan
Pencahayaan pada gedung Terminal Giwangan menggunakan
pencahayaan alami dan buatan. Pada beberapa area yang berbatasan
langsung dengan area outdoor dan berdinding kaca, pada siang hari
memaksimalkan pencahayaan alami sedangkan pada beberapa area
yang tidak berbatasan langsung dengan area outdoor menggunakan
bantuan lampu sebagai pencahayaan buatan. Pencahayaan selalu
diterima di dalam terminal penumpang. Namun kontrol pencahayaan
buatan adalah elemen penting dalam menentukan kenyamanan dan
suasana. Desainer pencahayaan tidak akan ingin menyilaukan
penumpang yang baru tiba yang mungkin lelah dan mencari suasana
yang ketenangan. Namun demikian, pencahayaan yang baik akan
membawa permukaan reflektif untuk lebih hidup di concourse, dan
merangsang peminat dari perusahaan komersial yang terdapat di
dalamnya. (Blow, 1996: 158)
ii. Penghawaan
Penghawaan pada gedung Terminal Giwangan menggunakan
penghawaan alami dan buatan seperti pada foodcourt A dan B,
ticketing dan peron bus menggunakan penghawaan alami sedangkan
pada ruang tunggu yang menggunakan penghawaan buatan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
34
d) Pencitraan Lapangan
Gambar 2. 21 Penampakan Area Kios Lantai 1
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
Gambar 2. 22 Sign System pada Terminal Giwangan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
Gambar 2. 23 Peron bus dan Ruang Loket Bagian Luar
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
35
Gambar 2. 24 Ruang Tunggu Terminal Giwangan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
Gambar 2. 25 Suasana Padat Ruang Tunggu Terminal Giwangan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
Gambar 2. 26 Box Retribusi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
36
Gambar 2. 27 Penumpang Melakukan Transaksi Pembayaran
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
Gambar 2. 28 Penampakan Kios Penjualan Tiket
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
Gambar 2. 29 Hall Kios Penjualan Tiket
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, Janne Nadya, 2017)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
37
d. Data Literatur
a) Terminal bus
i. Definisi Terminal Bus
Terminal bus adalah prasarana untuk angkutan jalan raya guna
untuk mengatur kedatangan pemberangkatan pangkalannya
kendaraan umum serta memuat atau menurunkan penumpang atau
barang. Terminal adalah tempat pengangkutan dapat berhenti dan
memuat/membongkar barang-barang. (Morlok, 2005).
Berdasarkan Juknis LLAJ, 1995, Terminal Transportasi adalah:
(a) Merupakan simpul tempat terjadinya putus arus yang
merupakan prasarana angkutan, tempat kendaraan umum
menaikan dan menurunkan penumpang.
(b) Tempat pengendalian pengawasan pengaturan dan
pengoperasian sistem arus angkutan penumpang.
(c) Prasarana angkutan dan merupakan bagian dari sistem
transportasi untuk melancarkan arus angkutan penumpang.
(d) Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi
efisiensi kehidupan kota dan lingkungan.
b) Indikator Terminal Penumpang (Warpani, 2002)
i. Keamanan, kriteria ini akan menilai sistem keamanan dari
fasilitas transportasi di suatu terminal penumpang dan
meningkatkan pelayanan transportasi penumpang.
ii. Pemeliharaan, kriteria ini akan menilai pemeliharaan pihak
terkait dalam mempertahankan infrastruktur dan pelayanan di
terminal penumpang.
iii. Manajemen, kriteria ini akan menilai bagaimana manajemen
operasional terminal penumpang dapat mendorong manajemen
yang lebih baik, sehingga sistem operasional terminal penumpang
dapat lebih baik.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
38
iv. Aksesibilitas, kriteria ini menilai bagaimana suatu terminal
penumpang dapat meningkatkan akses pelayanan bagi
penumpang.
v. Sistem keterhubungan, kriteria ini akan menilai bagaimana
terminal penumpang memiliki keterhubungan dengan terminal
penumpang lainnya.
vi. Realibility, kriteria ini menilai bagaimana pemaduan transportasi
terminal penumpang dapat meningkatkan waktu tiap moda dan
atau mengurangi waktu tempuh perjalanan.
c) Fungsi Terminal
Dari beberapa ahli Edward K Morlok, 2005 dan Suwardjoko P.
Warpani, 2002 dapat disimpulkan bahwa terminal bus mempunyai fungsi
sebagai:
i. Terminal bagi penumpang adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan lain,
tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas kendaraan pribadi.
ii. Terminal bagi pemerintah adalah segi perencanaan dan
manajemen lalu lintas untuk menata lalu lintas dan angkutan serta
menghindari kemacetan, sumber pemungutan retribusi dan
sebagai pengendali kendaraan umum.
iii. Terminal bagi operator adalah untuk mengatur operasi bus,
penyadiaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan
sebagai fasilitas pangkalan.
iv. Terminal bagi pengguna umum adalah untuk fasilitas yang
mendukung dalam suatu terminal antara lain mushola, toilet,
loker tiket, pembelanjaan, dll
v. Memuat penumpang ke atas kendaraan transportasi dan
menurunkannya.
vi. Memindahkan dari satu kendaraan ke kendaraan lainnya.
vii. Menampung penumpang dari waktu tiba dan sampai waktu
berangkat, seperti menyediakan kenyamanan penumpang.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
39
viii. Menyimpan kendaraan dan komponen lainnya, memelihara dan
menentukan tugas selanjutnya.
ix. Mengumpulkan penumpang di dalam ukuran ekonomis untuk
dapat diangkut dan menurunkannya sesudah tiba di tempat tujuan.
d) Fasilitas dalam Terminal (Morlok, 2005)
Terminal harus memiliki fasilitas yang sesuai standar, menurut
standarnya fasilitas terminal dibagi menjadi:
i. Kantor operasional
ii. Menara pengawas
iii. Pos pengecekan keluar masuk kendaraan
iv. Ruang istirahat awak kendaraan
v. Ruang tunggu penumpang, pengantar, dan penjemput
vi. Loket penjualan karcis
vii. Papan pengumuman
viii. Ruang informasi penerangan
ix. Ruang pertolongan pertama
x. Ruang keamanan dan pemadam kebakaran
xi. Ruang toilet/kamar mandi
xii. Ruang kafetaria
xiii. Ruang parkir untuk menaikkan dan menurunkan penumpang
xiv. Peralatan parkir cadangan
xv. Parkir untuk perbaikan
xvi. Parkir kendaraan pribadi
xvii. Fasilitas pergudangan
xviii. Mushola
xix. Ruang genset
xx. Instalasi air bersih dan air kotor
xxi. Jalan lingkungan
xxii. Penghijauan/vegetasi lingkungan
e) Sirkulasi Terminal Giwangan (Morlok, 2005)
Macam-macam pola sirkulasi adalah sebagai berikut:
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
40
i. Sistem Grid
Gambar 2. 30 Sistem Sirkulasi Grid
(Sumber: Morlok, 2005)
ii. Sistem Linier
Gambar 2. 31 Sistem Sirkulasi Linear
(Sumber: Morlok, 2005)
iii. Sistem Radial
Gambar 2. 32 Sistem Sirkulasi Radial
(Sumber: Morlok, 2005)
iv. Sistem Kurvalinier
Gambar 2. 33 Sistem Sirkulasi Kurvalinier
(Sumber: Morlok, 2005)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
41
f) Syarat Sirkulasi pada Terminal
Gambar 2. 34 Syarat Sirkulasi pada Terminal
(Sumber: Morlok, 2005)
Pada terminal, untuk dapat mencapai fungsi dan tujuan mempunyai
tuntutan yaitu : keamanan, keyamanan, kelancaran, kemudahan, dan
kecepatan. (Morlok, 2005).
i. Keamanan Sirkulasi
(a) Menghindari crossing antara kendaraan dengan manusia.
(b) Penciptaan suasana yang dapat menghalangi tindak
kejahatan terhadap penumpang.
(c) Ada arus pergerakan kendaraan yang searah, kejelasan
pembagian jalur arah yang berjalan dan tidak terjadi
crossing.
ii. Kenyamanan Sirkulasi
(a) Terminal merupakan bangunan umum yang membutuhkan
keterbukaan dan keleluasaan pandangan.
(b) Para pengguna terminal terhindar dari gangguan asap
kendaraan, panas sinar matahari langsung, terlindung dari
hujan serta kebisingan suara kendaraan.
(c) Mempunyai ruang yang memenuhi syarat.
iii. Kelancaran Sirkulasi
(a) Sirkulasi yang lancar tidak berdesakan dan tidak saling
mengganggu.
(b) Adanya pemisahan arus sirkulasi yang jelas.
(c) Keleluasaan arus gerak bagi kendaraan dan penumpang.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
42
(d) Menghindari pola sirkulasi yang tidak searah.
iv. Kemudahan Sirkulasi
(a) Kemudahan bagi calon penumpang dalam memilih
kendaraan yang sesuai dengan tujuan pelayanan yang
dikehendaki.
(b) Kemudahan pergerakan bus di dalam terminal.
(c) Kemudahan bagi penumpang untuk mencapai ruang-ruang
lain yang diinginkan.
(d) Pengelompokan kegiatan bus antar kota, dalam kota, antar
provinsi dan angkutan agar mudah dalam pencapaian
kendaraan umum.
v. Kecepatan Sirkulasi
(a) Arus penumpang dan kendaraan dapat bergerak dengan cepat
tanpa terganggu oleh kegiatan yang lain.
(b) Penumpang dapat memperoleh kendaraan umum dengan
tujuan yang diinginkan dengan cepat dari armada satu ke
armada yang lain.
(c) Keluar masuk kendaraan dan penumpang dari terminal dapat
berjalan dengan cepat.
g) Tipe Terminal Berdasarkan Fungsinya (Warpani, 2002)
i. Terminal penumpang tipe A
Merupakan terminal penumpang yang berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi atau
angkutan lalu lintas batas negara, angkutan kota dan angkutan
pedesaan.
ii. Terminal penumpang tipe B
Merupakan terminal penumpang yang berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi,angkutan
kota dan angkutan pedesaan.
iii. Terminal penumpang tipe C
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
43
Merupakan terminal penumpang yang berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan pedesaan..
h) Standar Bus
Gambar 2. 35 Standar Bus Jarak Jauh
(Sumber: Data Arsitek, hal. 96)
i) Luas Area Pada Terminal
i. Standar Area Peron
Gambar 2. 36 Standar Area Peron
(Sumber: Data Arsitek, hal. 96)
Pada Terminal Giwangan penggunaan bus dominan pada bus
besar, penggunaan bus menentukan luasan pada peron untuk
mempermudah jalannya sirkulasi yang nyaman bagi penumpang
difabel dan penumpang umum untuk menaiki bus.
j) Dimensi dan Pengguna Ruang
i. Horizontal Space
(a) Jarak Sirkulasi dalam Beraktivitas
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
44
Pada perancangan Terminal Giwangan yang merupakan publik
area penting dalam memperhatikan sirkulasi yang terjadi dalam ruang
terminal, meminimalisir kepadatan ruang pada terminal dengan
mengatur bagaimana penempatan area-area dalam terminal. Prinsip
utama dalam penataan sirkulasi adalah memahami pola aktivitas
pengguna dalam ruangan. Kepadatan ruang biasa ditemukan pada area
foodcourt A dan B, area publik khususnya kios oleh-oleh dan
information, dan area loket tiket sehingga penting dalam mengetahui
standar macam-macam penumpang dalam terminal.
Penggunaan ruang pada area publik dan area loket tiket dengan
memperhatikan pola aktivitas sirkulasi pada posisi penumpang dan
pola sirkulasi aktivitas posisi karyawan dalam berinteraksi dengan
memperhatikan sirkulasi antara kedua sisi aktivitas tersebut. (Julius
Panero, 1979 : 199)
Gambar 2. 37 Sirkulasi Penggunaan Ruang dalam beraktivitas
(Sumber: Human Dimension, hal. 268)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
45
Gambar 2. 38 Jarak Antar Penumpang
(Sumber: Human Dimension, hal. 268)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
46
Gambar 2. 39 Circulation and Passage
(Sumber: Human Dimension, hal. 267)
Gambar 2. 40 Body Breadth Clearance with Luggage
(Sumber: Human Dimension, hal. 267)
(b) Area Foodcourt, Area Publik dan Area Loket Tiket
Jarak yang dibutuhkan dalam antar penumpang yang non-
difabel dengan difabel dapat memungkinkan bergerak bebas
dengan memperhatikan sirkulasi yang terdapat dalam ruangan.
(Julius Panero, 1979 : 268)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
47
Gambar 2. 41 Public Area Activities
(Sumber: Human Dimension, hal. 199)
(c) Jarak Antar Penumpang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
48
Gambar 2. 42 Comparative Densities Including Wheelchair Bound
(Sumber: Human Dimension, hal. 269)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
49
Gambar 2. 43 Wheelchair Circulation
(Sumber: Human Dimension, hal. 269)
Gambar 2. 44 Wheelchair and Handicap Circulation
(Sumber: Human Dimension, hal. 270)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
50
Gambar 2. 45 Anthropometrics
(Sumber: Human Dimension, hal. 54)
(d) Jarak Pergerakan Difabel dengan Wheelchair
Jarak minimum antar pintu dengan memungkinkan pengguna
kursi roda dapat bergerak bebas dan dapat menggapai pintu dengan
mudah
Gambar 2. 46 Wheelchair Circulation
(Sumber: Human Dimension, hal. 270)
ii. Vertical Space
Standar umum jarak yang dapat digapai oleh difabel dan non-
difabel berhubungan langsung dengan aktivitas yang terjadi dalam
ruangan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
51
Gambar 2. 47 Common Reaching Zone
(Sumber: http://ergo.human.cornell.edu/ergoprojects/pri02/Image26.jpg )
Gambar 2. 48 Elevatory Standart
(Sumber: Human Dimension, hal. 275)
Gambar 2. 49 Elevatory Standart
(Sumber: Human Dimension, hal. 275)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
52
iii. Public Bathroom
Postur tubuh menentukan dalam proses urinal, dibutuhkan ruang
tersendiri saat melakukan urinal. Jarak antar area urinal ditentukan
oleh faktor tubuh tiap manusia, sehingga area urinal bagi non-difabel
akan berbeda dengan difabel. (Julius Panero, 1979: 275)
Gambar 2. 50 Urinal Layout
(Sumber: Human Dimension, hal. 276)
Pengguna kursi roda yang mendapatkan akses fasilitas pada
toilet dengan memperhatikan proses perpindahan tempat. (Julius
Panero, 1979: 277)
Gambar 2. 51 W.C. Compartment Side Approach Transfer
(Sumber: Human Dimension, hal. 277)
Teknik dalam proses transfer pada area toilet dari kursi roda ke
area urinal dengan side transfer.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
53
Gambar 2. 52 Technique for Side Approach Transfer
(Sumber: Human Dimension, hal. 277)
Gambar 2. 53 Lavatory/ Wheelchair User
(Sumber: Human Dimension, hal. 278)
iv. Waiting Area
Penggunaan kursi pada area tunggu adalah kursi memanjang.
Jenis kursi yang digunakan adalah kursi custom dengan sandaran
tangan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
54
Gambar 2. 54 Banquette Seating
(Sumber: Human Dimension, hal.130)
Gambar 2. 55 Staggered Seating
(Sumber: Human Dimension, hal. 295 )
v. Dinning Space
Gambar 2. 56 Food Service Counter/ Wheelchair Access
(Sumber: Human Dimension, hal. 224)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
55
Gambar 2. 57 Standart Circulation Table for Four
(Sumber: Human Dimension, hal. 144)
Gambar 2. 58 Standart Tables for Wheelchair Clearance
(Sumber: Human Dimension, hal. 225)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
56
Gambar 2. 59 Standart Tables for Wheelchair Clearance
(Sumber: Human Dimension, hal. 228)
Gambar 2. 60 Standart Tables for Wheelchair Clearance
(Sumber: Human Dimension, hal. 228)
vi. Ticketing Desk
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
57
Gambar 2. 61 Standart for Ticketing Table
(Sumber: Human Dimension, hal. 173)
vii. Customer Service
Gambar 2. 62 Customer Service Seating
(Sumber: Human Dimension, hal. 172)
k) Aksesibilitas Sarana dan Prasarana Kebutuhan Disabilitas
i. Ramp
Ramp merupakan faktor yang dapat mendukung aksesibilitas bagi
difabel khususnya tunadaksa. Terdapat area pemberhentian yang
harus ada pada awal dan akhir akses ramp. (Julius Panero, 1989)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
58
Gambar 2. 63 Access Ramp
(Sumber: Human Dimension, hal. 275)
Gambar 2. 64 Standart Ramp
(Sumber: Accessible Standart Stairlift, hal. 99)
ii. Handrail
Handrail merupakan faktor utama yang terdapat dalam fasilitas
pada terminal karena membantu difabel khususnya tunanetra dalam
mendapatkan informasi keseluruhan ruangan.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
59
Gambar 2. 65 Handrail Design and Dimensions
(Sumber: Accessible Stairs and Lift, hal. 98)
iii. Access Power Operated Door
Gambar 2. 66 Access Power Operated Door
(Sumber: Youtube, Capture Screen)
Pintu access power operated door aman digunakan bagi pejalan
kaki. Penggunaan pintu otomatis harus diadakan perawatan secara
teratur pada interval dua belas bulan. Hal ini dipastikan merupakan
tanggung jawab penjajah properti untuk memastikan bahwa semua
pintu tetap sesuai dengan standar yang telah ada.
Safety and Accessibility Considerations
Semua solusi pintu otomatis dilengkapi dengan papan nama dan
pertimbangan yang relevan termasuk akses kursi roda, lebar pintu,
panel penglihatan yang jernih, posisi dan ketinggian pintu masuk semua
dengan handle dda yang relevan dan dda ironmongery.
Sensor keselamatan memastikan pintu otomatis tidak dapat dibuka
atau ditutup jika terhalang dan semua operator pintu otomatis dapat
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
60
dilengkapi dengan sistem yang gagal dan aman yang secara otomatis
membuka atau menutup pintu jika terjadi kegagalan daya yang bisa
dihubungkan dengan sistem alarm kebakaran. Mereka juga dapat
dilengkapi dengan fasilitas break-out untuk memungkinkan mereka
didorong keluar secara manual untuk memudahkan pelarian darurat.
Intergrated Solutions
Pasang, perbaiki & pertahankan semua jenis pintu otomatis dengan
elemen kontrol akses sesuai kebutuhan penumpang difabel. Berbagai
pilihan untuk mengaktifkan pintu otomatis antara lain:
(aa) Penggunaan fobs kunci, dipasang di kursi roda, di kalung, tas
tangan atau saku
(ab) Pintu dapat dipasang bersamaan dengan mesin push-pad yang
menempel pada dinding, push-pad berguna untuk membuka
pintu.
(ac) Pressure mats ditempatkan pada bagian bawa karpet agar dapat
membuka pintu.
(ad) Infra-red dinonaktifkan sehingga pintu dapat digunakan secara
otomatis tanpa menggunakan push-pad
(ae) Akses dengan mudah dengan menggunakan setting otomatis
Pintu otomatis dengan energi rendah adalah pilihan yang paling
banyak dipilih untuk otomatisasi pintu. Berbeda dengan pintu otomatis,
operator ini dioperasikan dengan menggunakan bantalan dorong dan
yang utama adalah, oleh orang-orang bertubuh sehat, digunakan
sebagai pintu manual normal.
Gambar 2. 67 Step to Use Power Operated Door with Push-pad
(Sumber: Youtube, Capture Screen, 2017)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
61
Lift
Gambar 2. 68 Step to Use Power Operated Door Lift
(Sumber: Youtube, Capture Screen)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
2. 3 Tabel Kebutuhan Redesain Interior Terminal Giwanganyang Memenuhi Aksesibilitas Penumpang Difabel
Lantai 1
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm) Jumlah
Commercial Area -Foodcourt A dan B
553,5 m21. a. Penyewa KiosFoodcourt
>16 8 unit500x500x350
b. Penumpang bus
c. Karyawan danCleaning Service
50->100
2-10
80x2x30 120 unit
400x400x400 13 unit
400x350x90 16 unit
40x40x(70+30) 64 bh
Meja dan Kursi makan 2 Dudukan
12 setMeja dan kursi makan 4 dudukan
Kios foodcourt
Elemen dekoratif acrylic
Pilar (custom)
Kitchen set
Kursi bar
Membeli dan memesan makanan, mencari meja untuk makan (bagi yang makan ditempat), menunggu pesanan datang, memakan makanan.
Menjual dan menyedi-akan makanan pemesanan atau makan ditempat.
Menjaga kebersihan area foodcourt.
Signage tactual map(custom)
5 bh
Signage tactual mapkios information (custom)
3 bh
200x200x90
200x120x90
65x50x100
30x20x40
6 set
60x60Lantai granite
Plafon Gypsum 100x100 -
-
62
e. Tabel Kebutuhan Ruang
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 1
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm) Jumlah
500x1x350 8 unit
30x30 1505 unit
- -
Clear glasstempered 1cm
Tactile paving
Handrail denganhuruf braille (custom)
11 unitMeja kasir (custom)
950x750x350 2 unit
Downlight PL-C1x 26 watt
Commercial Area -Shopping Area
629,9 m22. a. Penyewa Kios Menjual dan menyedi-akan produk-produk kebutuhan penumpang.
12 bh
>10
-
160x60x70
Kios Besar
30x30Tactile Paving
Lantai granite -60x60
400x400x350 4 unitPilar (custom)
480x480x350 3 unit Kios Besar
Downlight PL-C1x 26 watt
47 bh-
180x1x200 10 unitPower operated door
-
63
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 1
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm) Jumlah- 16 unitHandrail dengan
huruf braille
60x60 4 areaPeron Bus 340 m23. a. Pengemudi bus
>20 Memarkirkan buspada area pemberhentian bus, mempersiapkan bus untuk penumpang,membantu penumpangmenaikan barangbawaan, dan menunggu penumpangnaik bus.
Lantai granite
b. PenumpangBus
c. Karyawan danCleaning Service
50->200 Membeli dan mencarikebutuhan produkyang disediakan padatoko. Bertransaksidengan pembeli.
Menjaga kebersihan area toko.
Gate pada tangga 8 unit
Pot tanaman pembatas
2000x40x40 3 unit
-
Tactile Paving 3 unit30x30
Signage tactual map(custom)
5 bh65x50x100
Signage gantung(custom)
5 bh65x50x100
b. Penumpang Bus
Menunggu bus hinggabus siap untuk dinaiki.
c. Karyawan danCleaning Service
Menjaga kebersihanarea peron bus.
Downlight PL-C1x 26 watt
10 bh-
Cat marka jalantraffikote
4 area-
>10
100->200
>10
64
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 2
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm) Jumlah
Pilar (custom) 16 unit
Lantai granite 4 unit60x60
Downlight PL-C1x 26 watt
47 bh-
- 16 unitHandrail denganhuruf braille
1000x500x350 5 unitKios Oleh-oleh
Commercial Area-Gift Shop
1499,2 m25. a. Penyewa Kios >10 Menjual dan menyedi-akan produk oleh-oleh.
b. Penumpang bus
c. Karyawan danCleaning Service
Mencari, membeli danbertransaksi dengan penjual tentang produkyang akan dibeli.
Menjaga kebersihanarea gift shop.
100->250
80x2x30 240 unitElemen dekoratif acrylic
100x15x250 3 unitJadwal Bus (custom)
500x50x85 1 unitMeja Informasi (custom)
Kursi Informasi 2 unit-
400x400x350
Tactile paving 4 unit-
Signage tactual map(custom)
5 bh65x50x100
Signage gantung(custom)
5 bh200x15x40
LCD tv 32” 5 bh-
65
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 2
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm) Jumlah
1500x350x400 6 unitArea Ticketing - Customer Service
340 m26. a. Karyawan >16 Menjual dan menyedi-akan penjualan tikettiap agen bus.
Loket Tiket
b. PenumpangBus
100-<200 Memilih dan membelitiket dari agen bus.
c. Cleaning Service
>10 Menjaga kebersihanarea ticketing
700x1x250 2 unitClear glasstempered
- 18 unitAlumuniumlettering
2000x(50+70)x400
16 unitMeja loket (custom)
16 unitMicrophone
21” 16 unitKomputer
40x40x(40+35)cm
16 unitKursi karyawan
180x40x80 cm 16 unitCredenza
90x1x200 cm 2 unitPower operateddoor (CS)
60x50x145 cm 2 unitMesin tiket antrian
140x50x40 cm 12 unitKursi bench tunggu CS
200x200x70 3 unitMeja CS
-
60x60 6 unitLantai Granite
- 4 unitHandrail (custom)
66
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 2
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm)
100x1x400 1 unitPartisi kaca
200x15x40 cm 3 unitSignage gantung
30x30 cm 372 unitTactile paving
- 4 unitHandrail denganhuruf braille
60x46x100 2 bhSignage tactualmap (custom)
580,1 m2 1 unitPlafon HPL putihdoff
50x50x(100+50) 3 unitMesin self-printingtiket
1500x300x400 1 unitKios CS umum
1200x350x400 1 unitKios CS disabilitasprioritas
2 unitPower operated door (custom)
40x40x(40+35) 3 unitKursi Customer Service
90x1x200
67
Jumlah
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 2
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm) Jumlah
200x2x100 16 unitElemen dekoratifmeja loket
50x50x120 2 unitMesin nomor antrian
50x50x120 6 unitLED light biru
Downlight PL-C1x 26 watt
18 bh-
Ruang tunggu 456,2 m2 a. PenumpangBus
100->200 Menunggu bus hinggatiba, berbincang-bincang, beristirahat.
b. Karyawan danCleaningService
>10 Menjaga area ruangtunggu tetap bersih
400x400x400 5 unitPilar (custom)
4000x1200x400 1 unitArea ruang tunggu
350x200x(40+40) 6 unitSofa tunggu (custom)
200x60x(40+30) 4 unitKursi tunggu 3 seat(disabilitas prioritas)
- 6 unitClear glasstempered
7.
30x30 29 unitTactile Paving
250x60x(40+30) 25 unitKursi tunggu 4 seat
2 unitSignage gantung 200x15x40 cm
8 unitTv LCD 32” -
68
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
Lantai 2
Ruang LuasPengguna Ruang Pembentuk Ruang, Furnitur dan Aksesoris
Nama Jumlah Aktivitas Jenis Ukuran (cm)
90x60x40 4 unitCoffee table (custom)
Lantai granite 1 area60x60
Downlight PL-C1x 26 watt
47 bh-
- 1 unitHandrail denganhuruf braille
Lampu LED biru 47 bh-
Vending machine 47 bh180x60x200
500x300x400 1 unitMushola
480x380x400 2 unitToilet
Power operateddoor (custom)
1 unit180x1x200
69
Jumlah
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta