bab ii tinjauan pustaka a. puskesmas

24
8 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Kemenkes RI, 2016 :11 ) Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.(Kemenkes RI, 2016 :12 ) Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. (Kemenkes RI, 2014:5) Dalam melaksanakan tugas, puskesmas juga menyelenggarakan fungsi: 1. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di wilayah kerjanya 2. Penyelenggarakan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di wilayah kerjanya. (Kemenkes RI, 2014:6) Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. (Kemenkes RI, 2014:19) 1. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dilakukan puskesmas meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan:

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

8

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang

menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),

dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara

menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Kemenkes RI, 2016 :11 )

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting

dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas,

yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat

pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama

yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan

masyarakat.(Kemenkes RI, 2016 :12 )

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk

mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka

mendukung terwujudnya kecamatan sehat. (Kemenkes RI, 2014:5)

Dalam melaksanakan tugas, puskesmas juga menyelenggarakan fungsi:

1. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di

wilayah kerjanya

2. Penyelenggarakan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama di

wilayah kerjanya. (Kemenkes RI, 2014:6)

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat

pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. (Kemenkes RI,

2014:19)

1. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama

Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dilakukan puskesmas

meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan

masyarakat pengembangan:

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

9

a. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama

Upaya kesehatan masyarakat esensial, meliputi:

1) Pelayanan promosi kesehatan

2) Pelayanan kesehatan lingkungan

3) Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana

4) Pelayanan gizi

5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Kemenkes RI, 2014:19)

b. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan

Upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang

sifatnya inovatif dan bersifat ekstensifikasi serta intensifikasi pelayanan yang

disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja

dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing puskesmas.

(Kemenkes RI, 2014:19)

2. Upaya kesehatan perorangan tingkat pertama

Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama yang dilakukan oleh

puskesmas, dilaksanakan dalam bentuk:

a. Rawat jalan

b. Pelayanan gawat darurat

c. Pelayanan satu hari (one day care)

d. Home care

e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan

(Kemenkes RI, 2014:19)

Dalam pelaksaan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan upaya

kesehatan perorangan tingkat pertama, puskesmas harus menyelenggarakan:

a. Manajemen puskesmas

b. Pelayanan kefarmasian

c. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat

d. Pelayanan laboratorium (Kemenkes RI, 2014:20)

B. Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin

Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin berada dilokasi Jalan Alak Selatan

RT 4 No. 8 Kecamatan Banjarmasin Utara. Luas wilayah kerja Puskesmas Alalak

Selatan adalah 464,75 Ha yang terbagi menjadi 3 wilayah kerja yaitu kelurahan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

10

Alalak Selatan, Kuin Utara, dan Pangeran. Luas Kelurahan Alalak Selatan sendiri

158,80 Ha dengan persentase terhadap wilayah kerja PKM Alalak selatan sebesar

(35%), Kuin Utara 104,45 Ha (23%), dan Pangeran 190 Ha (42%). Menurut data

dasar puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan diketahui jenis tenaga kefarmasian

yang bertugas di Puskesmas Alalak Selatan 4 orang dan berakreditas Dasar.

Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Alalak Selatan sebagai berikut :

1. Kelurahan Alalak Selatan

Sebelah utara : Kelurahan Alalak Utara

Sebelah barat : Kab.Batola

Sebelah selatan : Kelurahan Kuin Cerucuk

Sebelah timur : Kelurahan Kuin Utara

2. Kelurahan Kuin Utara

Sebelah utara : Kelurahan Alalak Utara

Sebelah barat : Kelurahan Alalak Selatan

Sebelah selatan : Kelurahan Kuin Selatan

Sebelah timur : Kelurahan Pangeran

3. Kelurahan Pangeran

Sebelah utara : Kelurahan Alalak Utara

Sebelah barat : Kelurahan Kuin Utara

Sebelah selatan : Kelurahan Kuin Selatan

Sebelah timur : Kelurahan Kuin raya

C. Puskesmas Sungai Mesa Banjarmasin

Puskesmas Sungai Mesa atau biasa disebut Puskesmas Sei Mesa

Banjarmasin berada dilokasi Jalan Pahlawan No. 8 Kecamatan Banjarmasin

Tengah. Wilayah kecamatan Banjarmasin Tengah dengan wilayah kerja

meliputi 2 keluaran yaitu kelurahan Seberang Masjid dan Kelurahan Melayu.

Menurut data dasar puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan diketahui jenis

tenaga kefarmasian yang bertugas di Puskesmas Sungai Mesa 3 orang dengan

Akreditas Madya

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

11

Luas wilayah keluarahan Sebrang Majid 0,75km2 dan Kelurahan Melayu

1,05 km2 dengan batas batas sebagai berikut :

1. Kelurahan Seberang Masjid

Sebelah utara : Sungai Martapura

Sebelah barat : Kelurahan Gedang Hanyar

Sebelah selatan : Sungai Martapura

Sebelah timur : Kelurahan Melayu

2. Kelurahan Melayu

Sebelah utara : Sungai Martapura

Sebelah barat : Kelurahan Sei Baru

Sebelah selatan : Kelurahan Seberang Mesjid

Sebelah timur : Kelurahan Sei Bilu

D. Puskesmas S.Parman Banjarmasin

Puskesmas S.Parman Banjarmasin berada dilokasi Jalan Antasan Kecil

Kecamatan Banjarmasin Tengah. Luas wilayah kerja Puskesmas S.Parman

2,70 Ha dengan kepadatan 26.021 per/km2 dengan membawahi dua kelurahan

yaitu Kelurahan Pasar Lama dan Kelurahan Antasan Besar. Menurut data

dasar puskesmas Provinsi Kalimantan Selatan diketahui jenis tenaga

kefarmasian yang bertugas di Puskesmas S.Parman 3 orang tenaga

kefarmasian

Secara geografis, batas-batas wilayah kerja Puskesmas S.Parman adalah

sebagai berikut :

1. Kelurahan Pasar Lama

Sebelah Timur : Kelurahan Antasan Kecil Timur

Sebelah barat : Kelurahan Mawar dan Antasam Besar

Sebelah Utara : Kelurahan Belitung Utara

Sebelah Selatan : Kelurahan Seberang Masjid

2. Kelurahan Antasan Besar

Sebelah Timur : Kelurahan Sei.Martapura

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

12

Sebelah barat : Kelurahan Teluk Dalam dan Belitung

Sebelah Utara : Kelurahan Belitung dan Pasar Lama

Sebelah Selatan : Kelurahan Teluk Dalam dan Kertak Baru

E. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74

Tahun 2016 Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien.

Standar pelayanan kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian di puskesmas bertujuan untuk:

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional

dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). (Kemenkes RI, 2016:3)

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu

kegiatan yang bersifat manjerial berupa pengelolaan sediaan farmasi dan

bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. (Kemenkes

RI, 2016:12)

Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

meliputi:

a. Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan

medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam

rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas.

b. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Tujuan permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah

memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di

Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah

dibuat.Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah

daerah setempat.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

13

c. Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu

kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dari

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan puskesmas secara

mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.

d. Penyimpanan

Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan

suatu kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi yang diterima agar aman

(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap

terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

e. Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Pendistribusiaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan

kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan bahan medis habis

pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit

farmasi puskesmas dan jaringannya.

f. Pemusnahan dan Penarikan

Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai

yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan

perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah

penarikan oleh BPOM atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar

dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.

g. Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu

kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan

strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan

kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

h. Administrasi

Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh

rangkaian kegiatan dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis

pakai, baik sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang diterima,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

14

disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas atau unit pelayanan

lainnya.

i. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis

Habis Pakai

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis

habis pakai dilakukan secara periodik. (Kemenkes RI, 2016:13-17)

F. Pelayanan Farmasi Klinik

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,

persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap

maupun rawat jalan.

Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat

merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik

obat, memberikan label/etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi

yang memadai disertai pendokumentasian.

Tujuan:

a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.

b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk

memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,

perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Tujuan:

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di

lingkungan puskesmas, pasien dan masyarakat.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan

Obat.

c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Kegiatan Pelayanan Informasi obat, meliputi:

a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif

dan pasif.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

15

b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melaui telepon,

surat atau tatap muka.

c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.

d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap serta

masyarakat.

e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga

kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai.

f. Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:

1) Sumber informasi obat

2) Tempat

3) Tenaga

4) Perlengkapan

3. Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah

pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat

inap, serta keluarga pasien.

Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang

benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan

pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping,

tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.

Kegiatan:

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

b. Mananyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter

kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka.

c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.

d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat

untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

4. Ronde/Visite Pasien

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

16

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan

secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter,

perawat, ahli gizi dan lain-lain.

Tujuan:

a. Memeriksa obat pasien.

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan

mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.

c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat.

d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam

terapi pasien.

5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau

memodifikasi fungsi fisiologis.

Tujuan:

a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak

dikenal dan frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat

dikenal atau yang baru saja ditemukan.

c. Kegiatan:

d. Menganalisis laporan efek samping obat.

e. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami

efek samping obat.

f. Mengisi formulir monitoring efek samping obat nasional.

g. Faktor yang perlu dipehatikan:

h. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.

i. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat.

6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

17

Tujuan:

a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.

b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat.

Kegiatan:

a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Membuat catatan awal.

c. Memperkenalkan diri pada pasien.

d. Memberikan penjelasan pada pasien.

e. Mengambil data yang dibutuhkan.

f. Melakukan evaluasi.

g. Memberikan rekomendasi.

7. Evaluasi Penggunaan Obat

Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur

dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi,

efektif, aman dan terjangkau (rasional).

Tujuan:

a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.

b. Melakukan valuasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu. (Kemenkes

RI, 2016:19-25)

G. Sumber Daya Kefarmasian

1. Sumber Daya Manusia

Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimalharus

dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab,

yang dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan.

(Kemenkes RI, 2016:26)

Jumlah kebutuhan apoteker di puskesmas dihitung berdasarkan rasio

kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan

pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah apoteker di

Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) apoteker untuk 50 (lima

puluh) pasien perhari. (Kemenkes RI, 2016:26)

Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat

izin praktik untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian di fasilitas pelayanan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

18

kesehatan termasuk puskesmas,sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. (Kemenkes RI, 2016:26)

2. Sarana dan Prasarana

Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian

di puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi (Kemenkes RI, 2016:28-

29)

a. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set

meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang

penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat

oleh pasien.

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara

terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Diruang

peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air

mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari

pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat,

buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan,

serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan

sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan di sediakan pendingin

ruangan (ai rconditioner) sesuai kebutuhan.

c. Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan

penyerahan dan pengeluaran obat. ruang penyerahan obat dapat di gabungkan

dengan ruang penerimaan.

d. Ruang Konseling

Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari

buku, buku-buku referen sisesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu

konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi obat (lampiran),

formulir catatan pengobatan pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling

cabinet), serta 1(satu) set computer, jika memungkinkan.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

19

e. Ruang penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,

kelembapan, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan

petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang

penyimpanan yang baik perlu di lengkapi dengan rak/lemari obat, pallet,

pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus

narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu,

dan kartu suhu.

f. Ruang Arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan

dengan pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan Pelayanan

Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan

khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan

dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan,

persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.

Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara

fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap

fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat

digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang

jelas antar fungsi.

H. Pemberian Informasi Obat

Pemberian informasi obat memiliki peran yang penting dalam rangka

memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu

bagi pasien. (Rantucci dalam Athiyah; Dkk, 2014:6)

Evaluasi pelayanan informasi obat pada pasien rawat jalan di instalasi

farmasi Puskesmas Grabag I Kota Magelang Tahun 2016, komponen informasi

obat yang selalu disampaikan meliputi nama obat, cara pemberian, indikasi,

aturan dan efek samping, didapatkan hasil bahwa pelayanan informasi obat

yang disampaikan kepada pasien telah terlaksana namun masih terdapat

komponen informasi obat yang disampaikan kepada pasien kurang lengkap,

seperti komponen informasi obat yang paling sedikit disampaikan adalah lama

penggunaan obat dan juga dosis. (Novitasari, 2016:56)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

20

Pemberian Informasi Obat terdiri dari: (Kemenkes RI, 2016:43)

1. Nama Obat: Pada kemasan terdiri dari nama dagang dan zat aktif.

Contoh:

Nama Dagang: Panadol

Nama Zat Aktif: Paracetamol atau Acetaminophen. (Depkes RI, 2008:11)

2. Jenis Sediaan Obat: Sediaan obat dapat berupa puyer, tablet, kapsul, dan lain-

lain. (Depkes RI, 2008:15)

3. Dosis Obat: Takaran obat yang menimbulkan khasiat yang tepat dan aman bila

dikonsumsi (Sulanjani; Dkk, 2013:38). Menyampaikan informasi tentang

kekuatan sediaan suatu obat seperti: 50mg, 100mg.

4. Cara Pemakaian Obat: Aturan mengenai penggunan obat yang benar terutama

untuk sediaan farmasi tertentu seperti: obat oral, obat luar, sublingual,

suppositoria dan frekuensi pemberian obat sesuai dengan farmakokinetik,

contoh: 3 X sehari, serta penggunaan obat kapan saat yang tepat untuk

meminum obat apakah pada saat perut kosong, atau pada saat makan atau

sesudah makan. (Depkes RI, 2008:23)

5. Cara Penyimpanan Obat: Aturan cara penyimpanan obat yang benar.

Contoh: Simpan di tempat sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung

atau ikutin aturan yang tertera pada kemasan. (Depkes RI, 2008:31)

6. Indikasi Obat: Orang dengan kondisi tertentu menampilkan indikasi atau

tanda-tanda bahwa harus diperlakukan dengan cara tertentu Bahwa harus

diperlakukan dengan cara tertentu, baik dengan diberi pengobatan atau

menjalani terapi tertentu. (Sulanjani; Dkk, 2013:37)

7. Efek Samping Obat: Suatu obat atau pengaruh yang merugikan dan tak

diinginkan, yaitu timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan lain seperti

pembedahan atau efek yang tidak diinginkan dari pengobatan seperti rambut

rontok disebabkan oleh kemoterapi, dll. (Sulanjani; Dkk, 2013:37)

8. Interaksi Obat: Situasi dimana suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain

yang digunakan secara bersamaan, yaitu meningkatkan atau menurunkan

efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak diinginkan atau

direncanakan. (Sulanjani; Dkk, 2013:37-38)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

21

9. Kontraindikasi Obat: Situasi obat dimana obat atau terapi tertentu tidak

dianjurkan karena dapat meningkatkan risiko. (Sulanjani; Dkk, 2013:37)

10. Stabilitas Obat: Ketahanan suatu produk sesuai dengan batas-batas tertentu

selama penyimpanan dan penggunaannya atau umur simpan suatu produk

dimana suatu produk tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang

sama seperti pada waktu pembuatan. (Umar; Dkk, 2014:162)

I. Antibiotik

Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilakan oleh fungi dan bakteri yang

mempunyai khasiat mematikan atau meenghambat pertumbuhan kuman,

sedangkan toksisitasnya pada manusia relatif kecil. Obat yang digunakan

untuk membasmi mikroba, tetapi relatif tidak toksis pada hospes. Dewasa ini

istilah antibiotika sering digunakan secara luas, dengan demikian tidak terbatas

pada obat yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, melainkan juga untuk obat

obat sintesis, seperti sulfonamide, INH, nalidiksat dan flurokuinolon.

(Sujati,2016 )

1. Mekanisme kerja

Antibiotik bias diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

a. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam

(penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta- lactamase ),

basitrasin, dan vankomisin.

b. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosida,

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritomisin),

klindamisisn, mupirosin, dan spektinomisin.

c. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya

trimetoprin dan sulfonamide.

d. Mempengaruhi sintesis atau metabolism asam nukleat, mislanya kuinolon,

nitrofurantion. (Kemenkes RI, 2011)

2. Golongan antibiotik

Ada beberapa besar golongan-golongan antibiotik, yaitu :

a. Golongan penisilin

Penisilin diklasifikasikan sebagai golongan β-laktamase karena cincin

laktam mereka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

22

kerja, farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan

sefalosporin, monobacam, carbapenem, dan β—laktamase inhibitor, yang

juga merupakan senyawa β-laktamase.

Penisilin dapat terbagi atas beberapa golongan:

1) Penisilin (misalnya penisilin G)

Jenis penisilin ini memiliki aktivitas terkuat terhadap organisme gram

positif, kokus gram negatif, dan mikroorganisme aneoreb yang tidak

menghasilkan β-laktamase. Akan tetapi jenis hanya sedikit efektif terhadap

gram negatif dan rentang dehidrolisis oleh β-laktamase.

2) Penisilin antistafilokokus ( misalnya nafsilin)

Penisilin ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase, golongan ini aktif

terhadap stapilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap

enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram

negatif.

3) Penisilin dengan spektrum yang diperluas (ampisilin dan penisilin

antipseudomonas)

Jenis penisilin ini tetap memiliki spektrum antibakteri seperti penisilin

tetapi efektivitasnya meningkat terhadap organisme gram negatif. Namun

seperti penisilin, jenis ini rentan dihidrolisis oleh β-laktamase (Katzung dan

Bertram, 2011:748)

b. Golongan sefalosporin dan sefamisin

Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap banyak

β-laktamase bakteri sehingga memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas.

Akan tetapi jalur E.coli dan spesies klebsiella mengekspresikan β-laktamase

berspektrum luas, yang dapat dihidrolisis sebagian besar sefalosporin, saat ini

menjadi masalah. Sefalosporin tidak aktif terhadap entercocus

L.monocytogenes. Sefalosporin terbagi atas beberapa jenis yaitu:

1) Sefalosporin generasi pertama

Sefalosporin generasi pertama meliputi sefradoksil, sefazolin, sefaleksin,

sefalotin, sefapirin, dan sefradin. Obat-obat ini sangat aktif terhadap kokus

gram positip seperti pneumokokus, streptokokus, dan stafilokokus.

Sefalosporin tidak aktif terhadap jalur stafilokokus yang resisten terhadap

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

23

metesili, E.coli, K. pneumonie dan Proteus mirabilis seringkali sensitif

terhadap obat ini, tetapi aktivitas terhadap P.aeruginosa, proteus indol-positip,

enterobakter, Serratia marcescens, sitrobakter dan asinetobakter sangat kecil.

Kokus anaerob (misalnya, peptococus, peptostreptokokus ) biasanya sensitif

tetapi Bacteroides fragilis tidak demikian.

2) Sefalosporin generasi kedua

Anggota dari sefalosporin generasi kedua, meliputi sefaklor, sefamandol,

sefonisid, sefuroksim, sefprozil, lorakarbef, dan seforanid serta sefamisisn

yang terkait secara struktual seperti sefoksitin, sefmetazol, dan sefotetan, yang

memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob. Kelompok obat ini tersusun dari

berbagai obat (heterogen) yang memiliki perbedaan nyata dalam hal aktivitas,

farmakokinetik, dan toksisitas pada setiap individu. Pada umumnya obat ini

aktif terhadap organisme yang di hambat oleh obat-obat generasi pertama,

tetapi selain itu obat ini memiliki cakupan gram negatif yang lebih luas.

Sefaklor, sefuroksim aksetil, sefprozil, dan lorakarbe dapat diberikan per oral.

3) Sefalosporin generasi ketiga

Obat –obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefoperazon, sefotaxime,

seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim, sefpodoksim proksetil, sefdinir,

sefditoren pivoksil, seftibuten, dan moksalaktam. Obat generasi ketiga

memiliki spektrum yang diperluas kepada bakteri gram negatif dan dapat

menembus sawar darah otak. Waktu paruh dan interval pemberian obat sangat

bervariasi.

4) Seflosporin generasi keempat

Sefepime merupakan contoh dari seflosporin generasi keempat dan

memiliki spektrum yang luas. Obat ini lebih resisten terhadap hidrolisis oleh

β-laktamase kromosal (yang di prosuksi oleh enterobakter). Sefepim sangat

efektif terhadap hemofilus dan naiseria serta cukup mempenetrasi cairan

serebopinal (Katzung dan Bertram, 2011 : 760)

c. Golongan Tetrasiklin

Golongan tetrasiklin merupakan antibiotik bakteriostatis berspektrum luas

yang menghambat sintesis protein. Tetrasiklin berkerja aktif terhadap banyak

bakteri gram positip dan gram negatif, termasuk bakteri anaerob, riketsia,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

24

klamida, mikroplasma, dan bentuk l, dan terhadap protozoa. (Katzung dan

Bertram, 2011: 768)

d. Golongan Makrolida

Eritromisin merupakan bentuk prototype dari obat golongan makrolida

yang disintetis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap gram positip

terutama oneumokokus, steptokokus, stfilokokus dan korinebakterium.

Aktivitas eritromisin bersifat bakterisida dan meninggalkan ph basa.

( katzung dan Bertram, 2011:772)

e. Golongan Klindamisin

Klindamisin merupakan turunan linkomisin yang tersubstitusi klorin,

suatu antibiotik yang di hasilkan oleh Streptomyces Lincolnensis. Klindamisin

seperti eritromisin, menghambat sintesis protein dengan mengganggu

pembentukan kompleks inisiasi serta reaksi translokasi aminoasil. (Katzung

dan Bertram,2011:774)

f. Golongan kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein mikroba yang

paten. Senyawa ini berikatan secara reversible pada subunit 50S ribosom

bakteri dan menghambat tahapan peptidil transferase dalam sintesis protein.

Kloramfenikol adalah antibiotik bakteriostatis berspektrum luas yang aktif

terhadap bakteri gram negative dan bakteri gram positip baik aerob maupun

anaerob, serta juga aktif terhadap riketsis tetapi tidak terhadap klamida.

(Katzung dan Bertram,2011: 775)

g. Golongan Aminoglikosida

Yang termasuk golongan aminoglikosida antara lain : streptomisin,

neomisin, kanamisisn, amikasin, gentamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin,

dan lain-lain. Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk

mengobati infeksi akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada

bakteremia dan spesis, dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin

untuk menggobati endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis. (Katzung dan

Bertram,2011: 779)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

25

h. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprin

Sulfonamida dan Trimetoprin merupakan obat yang mekanisme kerjanya

menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak

terbentuknnya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari Sulfonamida

dan Trimetoprin merupakan penggobatan yang sangat efektif terhadap

pneumonia akibat P.jiroveci, shigelosis, infeksi salmonella sistemik, infeksi

saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non

tuberkulosis (Katzung dan Bertram, 2011:788-791)

i. Golongan Florokuinolon

Golongan Florokuinolon termasuk ke dalam asam nalidiksat,

siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, levofloksasin dan lain-lain. Golongan

Florokuinolon aktif terhadap berbagai macam bakteri gram positip dan gram

negatif. Golongan Florokuinolon efektif mengngobati mengobati infeksi

saluran kemih yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif

mengobati diare yang disebabkan shigella, salmonella, E.coli, dan

campilobacter ( Katzung dan Bertram, 2011:792)

3. Aturan pakai antibiotik

Antibiotik di indikasi untuk infeksi bakteri selain itu harus berdasarkan

diagnosa yang tepat, karena bila tidak tepat maka pemilihan obat juga tidak

sesuai. Untuk interval waktu pemberian antibiotik harus sesuai dengan

beberapa kali minum, misalkan anjuran dokter adalah sehari 3 kali, maka

interval waktunya yaitu diminum setiap 8 jam sekali. Tepat lama pemberian

sesuai penyakit, pemberian obat yang selalu singkat dan terlalu lama dari yang

seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan. Penggunaan

antibiotik yang telah diresepkan dokter harus diminum sampai habis walaupun

gejala-gejala klinik sudah mereda atau telah membaik.

Pemberian informasi tentang penggunaan antibiotik harus disertai dengan

informasi bahwa obat harus diminum sampai kurun waktu yang telah

ditentukan. Untuk hal ini antibiotik sangat penting, agar kadar obat darah

berada di atas kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab

penyakit (Kemenkes RI, 2011)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

26

4. Prinsip penggunaan antibiotik

Penggunaan antibiotik oleh pasien harus memperhatikan waktu, frekuensi

dan lama pemberian sesuai rejimen terapi dan memperhatikan kondisi pasien.

Pada proses penggunaan antibiotik, apoteker dapat berperan pada penghentian

otomatis pemberian antibiotik dan penggantian dari interval ke oral meliputi

penurunan biaya, kenyaman pasien. (Kemenkes RI, 2011)

Prinsip penggunaan antibiotik yang bijak:

a. Penggunaan antibiotik yang bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan

spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval

dan lama penggunaan obat

b. Kebijakaan penggunaan antibiotik ditandai dengan pembatas penggunaan

antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.

c. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan

pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara

terbatas (restricted), dan penerapan kewewenangan dalam penggunaan

antibiotik tertentu ( reservedantibiotics ).

d. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosi

penyakit infeksi, menggunakan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium

seperti mikrobilogi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak

diberikan pada penyakit yang disebabkan virus atau penyakit yang dapat

disembuhkan dengan sendiri (self-limited).

(Kemenkes, 2011:13)

5. Cara penyimpanan antibiotik

Penyimpanan antibiotik sesuai dengan persyaratan farmasetika pada

sediaan jadi maupun sediaan setelah rekonstitusi, penyimpanan antibiotik

yang sesuai standar dimaksudkan untuk menjamin mutu sediaan pada saat

digunakan pasien. (Kemenkes RI, 2011)

6. Resisten antibiotik

Resisten adalah keadaan dimana akan terjadi pengurangan dari suatu

khasiat antibiotik terhadap mikroorganisme tertentu. Resisten terjadi

dikarenakan adanya faktor yang sudah ada pada mikroorganisme sebelumnya.

Resisten terjadi pada beberapa obat merupakan suatu proses alamiah karena

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

27

organisme selalu melakukan perkembangan dan toleransi terhadap lingkungan

baru ( Utami, 2011: 192)

Penggunaan antibiotik yang kurang tepat, terlalu singkat, dosis yang tidak

efesien, dan diagnosa yang salah merupakan faktor pendukung yang dapat

menyebabkan resiten antibiotik. Pemberian pemahaman terhadap pasien untuk

menggunakan antibiotik yang baik dapat mengurangi kejadian resisten agar

tidak semua pasien menggunakan antibiotik disetiap penyakit yang

dialaminya. (Utami, 2011: 193)

7. Efek samping antibiotik

a. Reaksi alergi

Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan

sistem imun tubuh hospes. Terjadi tidak tergantung pada besarnya dosis obat.

b. Reaksi idiosinkrasi

Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetika

terhadap pemberan anti mikroba tertentu. Sebagai contoh 10% pria berkulit

hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapatkan primakuin.

Ini disebabkan mereka kekurangan enzim glukosa-6-gosfat-dehidrogenase.

c. Reaksi toksik

Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba.

Tetrasiklin dapat menganggu pertumbuhan tulang dan gigi. Dalam dosis besar

obat ini bersifat hepatotoksis.

d. Perubahan biologi dan metabolik

Penggunaan antimikroba bersepektrum luas dapat mengganggu

keseimbangan ekologi mikro flora normal tubuh sehingga jenis mikroba yang

mengikat populasinya dapat menjadi patogen. Pada beberapa keadaan

perubahan ini dapat menimbulkan super infeksi, yaitu suatu infeksi baru yang

terjadi akibat terjadi infeksi primer (Sujati, 2016)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

28

J. Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori.

Sumber:

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas halaman 13-25 (Kemenkes RI, 2016)

Standar Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas

Pengelolaan Obat dan

Bahan Medis Habis

Pakai

Pelayanan Farmasi

Klinik

1. Perencanaan

2. Permintaan

3. Penerimaan

4. Penyimpanan

5. Pendistribusian

6. Penarikan dan

pemusnahan

7. Pengendalian

8. Administrasi

9. Pemantauan dan

evaluasi

1. Pengkajian resep,

Penyerahan Obat dan

Pemberian Informasi

Obat:

Hal-hal yang perlu

disampaikan kepada

pasien:

a. Nama obat

b. Jenis Sediaan Obat

c. Dosis Obat

d. Cara Pemakaian Obat

e. Cara Penyimpanan

Obat

f. Indikasi Obat

g. Efek Samping Obat

h. Interaksi Obat

i. Kontraindikasi Obat

j. Stabilitas Obat

2. Pelayanan Informasi Obat

3. Konseling

4. Ronde/Visite Pasien

5. Monitoring Efek Samping

Obat (MESO)

6. Pemantauan Terapi Obat

(PTO)

7. Evaluasi Penggunaan Obat

Puskesmas

1. Sumber Daya Manusia

2. Sarana dan Prasarana,

meliputi:

a. Ruang Penerimaan

Resep

b. Ruang Pelayanan Resep

da Peracikan

c. Ruang Penyerahan Obat

d. Ruang Konseling

e. Ruang Penyimpanan

Sediaan Farmasi, Alat

Kesehata dan Bahan

Medis Habis Pakai

f. Ruang Arsip

Sumber Daya

Kefarmasian

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

29

K. Kerangka Konsep

Gambar 2.2

Kerangka Konsep.

Sumber:

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016. Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Kemenkes RI, 2016)

Study Literatur Pemberian Informasi

Obat Antibiotik di Puskesmas Alak

Selatan, Puskesmas Sungai Mesa

dan Puskesmas S.Parman

Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien:

1. Jenis Tenaga Kefarmasian

2. Cara Pemakaian Obat

- Cara penggunaan Obat

- Waktu penggunaan Obat

- Lama penggunaan Obat

3. Cara Penyimpanan Obat

4. Indikasi Obat

5. Efek Samping Obat

6. Interaksi obat

7. Kontraindikasi

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

30

L. Definisi Operasional

Tabel 2.1

Definisi Operasional NO. Variabel Definisi

Operasional

Alat

Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Cara

Pemakaian

Obat

Yang meliputi

:

- Cara

pengguna

an obat

- Waktu

pengguna

an obat

- Lama

pengguna

an obat

Menyampaikan

informasi

mengenai

penggunan obat

yang benar

terutama untuk

sediaan farmasi

tertentu seperti:

obat oral, obat

luar, sublingual,

suppositoria dan

frekuensi

pemberian obat

sesuai dengan

farmakokinetik,

contoh: 3 X

sehari, serta

penggunaan obat

berdasarkan

reabsorpsi seperti

sebelum/sesudah

makan.

Checklist Observasi Tidak diberikan

informasi atau

kesalahan dalam

pemberian

informasi = 0

Diberikan

informasi = 1

Ordinal

2. Cara

Penyimpanan

Obat

Menyampaikan

informasi

mengenaiaturan

cara penyimpanan

obat yang benar,

contoh: Simpan di

tempat sejuk dan

terhindar dari

sinar matahari

langsung atau

ikutin aturan yang

tertera pada

kemasan.

Checklist Observasi Tidak diberikan

informasi atau

kesalahan dalam

pemberian

informasi = 0

Diberikan

informasi = 1

Ordinal

3. Indikasi Obat Menyampaikan

informasi

mengenai khasiat

atau kegunaan

dari suatu obat.

Checklist Observasi Tidak diberikan

informasi atau

kesalahan dalam

pemberian

informasi = 0

Diberikan

informasi = 1

Ordinal

4. Efek Samping

Obat

Menyampaikan

informasi

mengenai efek

yang akan timbul

setelah

mengkonsumsi

obat.

Checklist Observasi Tidak diberikan

informasi atau

kesalahan dalam

pemberian

informasi = 0

Diberikan

informasi = 1

Ordinal

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Puskesmas

31

NO. Variabel Definisi

Operasional

Alat

Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

5. Interaksi obat Menyampaikan

informasi

mengenai

interaksi obat

terhadap obat

ataupun makanan/

minuman

Checklist Observasi Tidak diberikan

informasi atau

kesalahan dalam

pemberian

informasi = 0

Diberikan

informasi = 1

Ordinal

6. Kontraindikasi Menyampaikan

informasi

mengenai

kontraindikasi

obat

Checklist Observasi Tidak diberikan

informasi atau

kesalahan dalam

pemberian

informasi = 0

Diberikan

informasi = 1

Ordinal