bab ii tinjauan pustaka 2.1 puskesmas

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas menurut PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2019 yang dimaksud dengan Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Pusat kesehatan masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam system kesehatan nasional, khusunya subsistem upaya kesehatan (Kemenkes RI, 2019) Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang : 1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat 2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu 3. Hidup dalam lingkungan sehat 4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Kemenkes RI, 2019)

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

Puskesmas menurut PERMENKES RI Nomor 43 Tahun 2019 yang

dimaksud dengan Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

di wilayah kerjanya. Pusat kesehatan masyarakat sebagai salah satu jenis fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam system

kesehatan nasional, khusunya subsistem upaya kesehatan (Kemenkes RI, 2019)

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang :

1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat

2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu

3. Hidup dalam lingkungan sehat

4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat (Kemenkes RI, 2019)

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

2.1.1 Sumber Daya Manusia Puskesmas

Sumber daya manusia puskesmas terdiri dari tenaga kesehatan dan tenaga

non kesehatan. Jenis tenaga kesehatan di puskesmas paling sedikit terdiri atas

dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga

kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medic, tenaga gizi dan tenaga

kefarmasian. Sedangkan tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan

ketatausahaan, administrasi keuangan, system informasi dan kegiatan operasional

lain di Puskesmas. (Kemenkes RI, 2019)

2.2 Kategori Puskesmas

Dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan yangdidasarkan pada

kebutuhan dan kondisi masyarakat maka puskesmas dapat dikategorikan menjadi

puskesmas rawat inap dan puskesmas non rawat inap. (Kemenkes RI, 2019)

Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat

pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Upaya kesehatan

masyarakat esensial yang dilaksanakan di Puskesmas meliputi :

a. Pelayanan promosi kesehatan

b. Pelayanan kesehatan lingkungan

c. Pelayanan KIA / KB

d. Pelayanan gizi, dan

e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

Sedangkan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama di Puskesmas

dilaksanakan dalam bentuk :

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

a. Rawat jalan

b. Pelayanan gawat darurat

c. Pelayanan satu hari (one day care)

d. Home care, dan

e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

(Kemenkes RI, 2019)

2.2.1 Jaringan Pelayanan Puskesmas

Dalam rangka meningkatkan aksebilitas pelayanan, Puskesmas didukung

oleh jaringan pelayanan yaitu :

2.2.1.1 Puskesmas Pembantu

Puskesmas Pembantu merupakan jaringan pelayanan puskesmas yang

memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah

kerja Puskesmas. Puskesmas pembantu merupakan bagian integral puskesmas

yang harus dibina secara berkala oleh Puskesmas. Tujuan Puskesmas Pembantu

adalah meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat

di wilayah kerjanya. Fungsi Puskesmas Pembantu adalah untuk menunjang dan

membantu melaksanakan kegiatan yang dilakukan Puskesmas, di wilayah

kerjanya. Puskesmas Pembantu didirikan dengan perbandingan 1 (satu)

Puskesmas Pembantu untuk melayani 2 (dua) sampai 3 (tiga) desa/Kelurahan

(Kemenkes RI, 2019).

Peran Puskesmas Pembantu yaitu :

1. Meningkatkan akses dan Jangkauan pelayanan dasar di wilayah kerja

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

Puskesmas

2. Mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan terutama UKM

3. Mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu, imunisasi, KIA, penyuluhan

kesehatan, surveilans, pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain.

4. Mendukung pelayanan rujukan

5. Mendukung pelayanan promotif dan preventif.

Penanggung jawab Puskesmas Pembantu adalah seorang perawat atau

bidan, yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan atas usulan Kepala

Puskesmas. Tenaga minimal di Puskesmas Pembantu terdiri dari 1 (satu) orang

perawat dan 1 (satu) orang bidan. (Kemenkes RI, 2019)

2.2.1.2 Puskesmas Keliling

Puskesmas keliling merupakan jaringan pelayanan puskesmas yang

sifatnya bergerak, untuk meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan bagi

masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang belum terjangkau oleh pelayanan

dalam gedung Puskesmas. Puskesmas keliling dilakukan secara berkala sesuai

dengan jadwal yang telah ditetapkan dengan memperhatikan siklus kebutuhan

pelayanan. Tujuan dari Puskesmas Keliling adalah meningkatkan jangkauan dan

mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat terutama masyarakat di daerah

terpencil/sangat terpencil dan terisolasi baik di darat maupun di pulau-pulau kecil

serta untuk menyediakan sarana transportasi dalam pelaksanaan pelayanan

kesehatan. (Kemenkes RI, 2019)

Fungsi dari Puskesmas Keliling yaitu :

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

1. Sarana transportasi petugas

2. Sarana transportasi logistik

3. Sarana pelayanan kesehatan

4. Sarana pendukung promosi kesehatan.

Peran Puskesmas Keliling yaitu :

1. Meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan dasar di wilayah kerja

Puskesmas

2. Mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan di daerah yang jauh dan sulit

3. Mendukung pelaksanaan kegiatan luar gedung seperti Posyandu, Imunisasi,

KIA, penyuluhan kesehatan, surveilans, Pemberdayaan Masyarakat, dll

4. Mendukung pelayanan rujukan

5. Mendukung pelayanan promotif dan preventif

Jenis Puskesmas keliling ditinjau dari sarananya, yaitu :

1. Puskesmas keliling darat, berupa kendaraan roda 2, kendaraan roda 4 biasa,

dan kendaraan roda 4 double gardan

2. Puskesmas keliling perairan, berupa perahu polietylen, perahu fiberglass,

perahu kayu ketinting. (Kemenkes RI, 2019)

Aspek pendukung dalam pelaksanaan puskesmas keliling ada subsistem

yang harus dibangun untuk mendukung pelaksanaan kegiatan. Subsistem ini

antara lain sistem rujukan, sistem komunikasi dengan Puskesmas, dan sistem

pencatatan dan pelaporan. Untuk operasional Puskesmas keliling, pendukung

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

yang harus dipenuhi yaitu peralatan pelayanan kesehatan, obat dan bahan habis

pakai, perlengkapan keselamatan tim dan perorangan, dan alat komunikasi.

(Kemenkes RI, 2019)

2.2.1.3 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Berdasarkan PMK 74 tahun 2016 :

i. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:

a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

b. pelayanan farmasi klinik.

ii. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Perencanaan kebutuhan

b. Permintaan

c. Penerimaan

d. Penyimpanan

e. Pendistribusian

f. Pengendalian

g. Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan

h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan.

iii. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, meliputi:

1. Pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi

Obat

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

3. Konseling

4. Ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)

5. Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat

6. Pemantauan terapi Obat; dan

7. Evaluasi penggunaan Obat.

Sumber daya kefarmasian di Puskesmas meliputi:

1. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Permenkes No.74 tahun 2016 Bab IV bagian A,

tentang Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker

sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga

Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan

Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan

pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan

pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah

Apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima

puluh) pasien perhari. Semua tenaga kefarmasian harus memiliki

surat tanda registrasi dan surat izin praktek untuk melaksanakan

Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan kesehatan termasuk

Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

2. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Permenkes No.74 tahun 2016 Bab IV bagian B,

Sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian

di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:

a. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1

(satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komPasundan, jika

memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada

bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan

secara terbatas) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau

produksi sediaan secara terbatas meliputi rak obat sesuai

kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan

peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral)

untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari

pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket

dan label obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku

referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya.

Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara

yang cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin

ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.

c. Ruang penyerahan obat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat,

buku pencatatan penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang

penyerahan obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan

resep.

d. Ruang konseling

Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling,

lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet,

poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir

jadwal konsumsi obat (lampiran), formulir catatan pengobatan

pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1

(satu) set komputer, jika memungkinkan.

e. Ruang penyimpanan obat dan Bahan Medis Habis

Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi

sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk

menjamin mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga

memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang

penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari

obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari

penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari

penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.

f. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu

tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang

memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan

dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan sesuai

hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik

2.3 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

2.3.1 Definisi ISPA

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas

dan ISPA bawah. Infeksi saluran pernafasan akut atas adalah infeksi yang

disebabkan oleh virus dan bakteri termasuk nasofaringitis atau common cold,

faringitis akut, uvulitis akut, rhinitis, nasofaringitis kronis, dan sinusitis.

Sedangkan infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang telah

didahului oleh infeksi saluran atas yang disebabkan oleh infeksi sekunder oleh

bakteri. Yang termasuk dalam penggolongan ini adalah bronkhitis akut,

bronkhitis kronis, bronkiolitis dan pneumoia aspirasi. (I Made Agus, 2015)

2.3.2 Jenis-Jenis ISPA

Penyakit ISPA menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran

nafas mulai hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

aksesoris seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Istilah ISPA meliputi tiga

unsur, yaitu :

a. Infeksi

Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b. Saluran Pernafasan

Saluran pernafasan merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ aksesorisnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

c. Infeksi Akut

Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ditentukan

untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14

hari. (Hastono, 2007)

Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,

saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru), dan organ aksesoris

saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut, jaringan paru termasuk dalam

saluran pernafasan (respiratory tract). (Widoyono, 2015).

Program pemberantasan penyakit (P2) membagi ISPA dalam 2 golongan,

yaitu :

1. ISPA non Pneumonia

Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk

dan pilek ( Commond cold )

2. ISPA Pneumonia

Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang

mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi

kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah. (Widoyono, 2015)

2.3.3 Tanda dan Gejala ISPA

Gejala umum dari penyakit ISPA adalah :

a. Hidung tersumbat dan pilek

b. Batuk kering tanpa dahak yang dihasilkan dari paru-paru

c. Demam ringan, yang merupakan salah satu ciri-ciri tubuh yang sedang

mlawan virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh

d. Sakit tenggorokan

e. Sakit kepala ringan

f. Bernafas cepat atau kesulitan bernafas

g. Warna kebiruan pada kulit akibat kurangnya oksigen

h. Gejala sinusitis seperti wajah terasa nyeri, hidung beringus, dan kadang-

kadang rasa sakit dan demam. (Widoyono, 2015)

2.3.4 Penyebab ISPA

ISPA dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain :

1. Virus penyebab ISPA meliputi virus Parainfluenza, adenovirus, rhinovirus,

koronavirus, koksakavirus A dan B, streptokokus dan lain-lain.

2. Perilaku individu, seperti sanitasi fisik rumah, kurangnya ketersediaan air

bersih. (Depkes RI, 2006)

2.3.5 Pencegahan ISPA

Untuk mencegah ISPA dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

a. Imunisasi

b. Penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) polusi di dalam maupun di luar

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

rumah

c. Mengatasi demam

d. Perbaikan makanan pendamping ASI pada balita

e. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum. (Widoyono,

2015)

2.3.6 Penularan ISPA

Penularan ISPA bisa melalui kontak langsung atau tidak langsung dari

benda yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA dan dapat juga

ditularkan melalui udara tercemar pada penderita ISPA yang kebetulan

mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum.

(Widoyono, 2015)

2.3.7 Pengobatan ISPA

Penyakit ISPA adalah kondisi yang pengobatannya melibatkan langkah-

langkah perawatan di rumah untuk kasus-kasus ringan, yang salah satu tujuan

utamanya untuk mengurangi ketidaknyamanan. Pada kasus yang parah,

perawatan pelayanan kesehatan dapat menjadi pilihan utama. (Widoyono,

2015)

Pada kasus ringan, obat ISPA dapat dijual bebas untuk meringankan gejala.

Contohnya Acetaminophen yang efektif dalam menurunkan demam. Dokter

juga mungkin meresepkan obat antibiotik jika ada komplikasi bakteri seperti

bakteri pneumonia. Vitamin C juga bisa diberikan untuk membantu

meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penanganan selanjutnya juga bisa

dilakukan dengan banyak istirahat atau pada kasus berat dapat diberikan osigen

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

untuk meringankan pernafasan. (Widoyono, 2015)

2.3.8 Tatalaksana Terapi ISPA

2.3.8.1 ISPA non Pneumonia

a. Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada influenza ini.

Pengobatan simtomatis diperlukan untuk menghilangkan gejala yang

terasa berat atau mengganggu.

b. Parasetamol 500 mg 3 x sehari atau asetosal 300 – 500 mg 3 x sehari

baik untuk menghilangkan nyeri dan demam.

c. Untuk anak, dosis parasetamol adalah : 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali

sehari

d. Antibiotik hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder.

2.3.8.2 ISPA Pneumona

Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti

infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai

secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil

kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi

antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen. Community-

Acquired Pneumonia (CAP) Terapi CAP dapat dilaksanakan secara rawat

jalan. Namun pada kasus yang berat pasien dirawat di rumah sakit dan

mendapat antibiotika parenteral. Pilihan antibiotika yang disarankan pada

pasien dewasa adalah golongan makrolida atau doksisiklin atau

fluoroquinolon terbaru.1,19 Namun untuk dewasa muda yang berusia

antara 17-40 tahun pilihan doksisiklin lebih dianjurkan karena mencakup

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

mikroorganisme atypical yang mungkin menginfeksi. Untuk bakteri

Streptococcus pneumoniae yang resisten terhadap penicillin

direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivat fluoroquinolon terbaru.

Sedangkan untuk CAP yang disebabkan oleh aspirasi cairan lambung

pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat. Golongan makrolida yang dapat

dipilih mulai dari eritromisin, claritromisin serta azitromisin. Eritromisin

merupakan agen yang paling ekonomis, namun harus diberikan 4 kali

sehari. Azitromisin ditoleransi dengan baik, efektif dan hanya diminum

satu kali sehari selama 5 hari, memberikan keuntungan bagi pasien.

Sedangkan klaritromisin merupakan alternatif lain bila pasien tidak dapat

menggunakan eritromisin, namun harus diberikan dua kali sehari selama

10-14 hari

2.4 Antibiotik

2.4.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi maupun bakteri

yang memiliki khasiat mematikan atau yang dapat menghambat pertumbuhan

kuman sedangkan toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil. (Tan dan

Raharja, 2010).

Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan pada

salah satu infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa studi menemukan

bahwa sekitar 40-62% antibiotik dikonsumsi secara tidak tepat. Pada berbagai

penelitian, kualitas penggunaan antibiotik di berbagai rumah sakit ditemukan

30%-80% tidak didasarkan pada indikasi. Penggunaan antibiotik yang cukup

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

tinggi menimbulkan masalah dan ancaman global bagi kesehatan terutama

resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat

rumah sakit tetapi lambat laun juga berkembang di masyarakat. (Kemenkes,

2011).

2.4.2 Penggolongan Antibiotik

Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya, adalah sebagai

berikut (Kemenkes RI, 2011) :

a. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, meliputi

antibiotik beta laktam, basitrasin, vankomisin

b. Obat yang memodifikasi atau menghambat sintesis protein, meliputi

aminoglikosida, tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin,

azitromisin, klaritromisin).

c. Obat antimetabolit yang menghambat enzim-enzim esensial dalam

metabolisme folat, meliputi sulfonamida dan trimetroprim.

d. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, meliputi

kuinolon (asam nalidiksat, fluorokuinolon) dan nitrofuran.

Berdasarkan aktivitas antibiotik, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut :

a. Antibiotik spektrum luas (broad spectrum), contohnya seperti tetrasiklin

dan sefalosporin, efektif terhadap organisme baik gram positif maupun

gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk

mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan

pembiakan dan sensitifitas.

b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spektrum), golongan ini terutama

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

efektif untuk melawan satu jenis mikroorganisme. Contohnya penisillin

dan eritromisin. Dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh

bakteri gram positif. Karena antibiotik spektrum sempit bersifat selektif,

maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut

daripada antibiotik spektrum luas. (Kee, 1996).

2.4.3 Efek Samping Antibiotika

Efek samping dapat berupa efek toksik, alergi atau biologis. Antibiotik

seperti rifampicyn, cotrimoxazole, dan isoniazide potensial hematoksik dan

hepatotoksik. Pemakaian kloramfenikol yang melampaui batas keamanan akan

menekan fungsi sumsum tulang dan berakibat anemia dan neutropenia. Anemia

aplastik secara eksplisit merupakan efek samping yang dapat mengakibatkan

kematian pasien setelah pemakaian kloramfenikol. Efek samping alergi

terutama disebabkan oleh penggunaan penisillin dan sefalosporin. Keadaan

yang paling jarang adalah kejadian syok anafilaktik. Kejadian yang sering

timbul adalah ruam dan urtikaria. Efek samping biologis disebabkan karena

pengaruh antibiotika teerhadap flora normal di kulit maupun di selaput lendir

tubuh. Biasanya terjadi pada penggunaan obat antimikroba berspektrum luas.

(Amin, 2014)

2.4.4 Resistensi Antibiotika

Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri

dengan pemberian antibiotika dengan dosis normal atau kadar hambat

minimalnya. Resistensi terjadi ketika ada perubahan bakteri yang

menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia, atau bahan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. (Utami,

2012)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi resistensi bakteri terhadap

antibiotik adalah :

a. Penggunaan antibiotika yang terlalu sering

b. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional

c. Penggunaan antibiotika yang berlebihan

d. Penggunaan antibiotika untuk jangka waktu yang lama. (WHO, 2014)

Langkah penting untuk mengurangi resistensi adalah dengan mencegah

terjadinya infeksi, yaitu dengan menjaga kebersihan diri, lingkungan,

makanan, air yang digunakan serta pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan

kesehatan, dan vaksinasi untuk mengurangi kebutuhan antibiotika (WHO,

2014).

2.4.5 Penggunaan Antibotika

Pengetahuan dalam penggunaan antibiotika yang benar merupakan peran

penting dalam keberhasilan proses pengobatan. Saat ini, pengetahuan

masyarakat tentang resistensi antibiotika sangat rendah. Hasil penelitian yang

dilakukan WHO dari 12 negara termasuk Indonesia, sebanyak 53-62%

berhenti minum antibiotika ketika merasa sudah sembuh (WHO, 2015).

Beberapa kriteria penggunaan obat rasional yaitu (Depkes RI, 2008)

2.5 Penggunaan Obat Rasional

2.5.1 Definisi POR

Penggunaan obat dikatakan rasional bila pasien menerima obat yang tepat

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

untuk kebutuhan klinis, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan, untuk jangka

waktu yang cukup, dan biaya yang terjangkau. (WHO, 2007). Oleh sebab itu

tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten /Kota

diharapkan mampu melakukan :

a. Menerapkan penggunaan obat yang rasional dalam praktek

b. Mengenal dan mengidentifikasi berbagai masalah penggunaan obat yang

tidak rasional

c. Mengidentifikasi berbagai dampak ketidakrasionalan penggunaan obat

d. Mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya

penggunaan obat yang tidak rasional

e. Melakukan upaya-upaya perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah penggunaan obat yang tidak rasional

f. Menetapkan upaya intervensi yang sesuai berdasarkan masalah

ketidakrasionalan penggunaan obat yang ada (Kemenkes RI, 2004)

Penggunaan obat rasional (POR) merupakan keadaan dimana kondisi pasien

didiagnosis dengan tepat, obat yang paling tepat diberikan dengan dosis dan

formula yang tepat dan sistem kesehatan dapat menyediakan obat yang dibutuhkan

pasien.(WHO, 2009). Selain itu POR didefinisikan dengan kepahaman pasien

terhadap obat dan pentingnya terapi, sehingga pasien patuh dalam menggunakan

obat yang diberikan. (Kemenkes RI, 2012)

Berikut adalah beberapa dampak ketidakrasionalan penggunaan obat, yaitu :

1. Dampak pada mutu pengobatan dan pelayanan

2. Dampak terhadap biaya pengobatan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

3. Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek lain yang tidak

diharapkan

4. Dampak terhadap mutu ketersediaan obat. (Kemenkes RI, 2012)

2.5.2 Tujuan Penggunaan Obat Rasional

Adapun tujuan program POR yang dibuat pemerintah yaitu :

1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya

2. Mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga

terjangkau

3. Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat

membahayakan pasien

4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan

kesehatan. (Kemenkes RI, 2012)

2.5.3 Kebijakan penggunaan obat rasional

Kebijakan penggunaan obat rasional merupakan salah satu upaya untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Kebijakan ini dimaksud untuk

menjamin keamanan, efektivitas serta biaya yang terjangkau dari suatu pengobatan

yang diberikan kepada masyarakat di fasilitas pelayanan kesehatan maupun pada

pengobatan sendiri (self medication). (Kemenkes, 2017)

Untuk mencapai tujuan program penggunaan obat rasional ditetapkan landasan

kebijakan yaitu :

1. Obat harus diperlakukan sebagai komponen yang tidak tergantikan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.

2. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan, keterjangkauan dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas

pemerataan obat esensial yang dibutuhkan masyarakat

3. Pemerinth melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam penggunaan

obat rasional

4. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, lengkap dan tidak

menyesatkan. Pemerintah memberdayakan masyarakat untuk terlibat dalam

pengambilan keputusan pengobatan. (Kemenkes RI, 2017)

2.5.4 Kriteria Obat Rasional

a. Tepat Diagnosa

b. Tepat Dosis

c. Tepat Indikasi

d. Tepat Obat

e. Tepat Cara Pemberian

f. Tepat Interval Waktu Pemberian

g. Tepat Durasi Pemberian

h. Waspada Terhadap Efek Samping

i. Tepat Penilaian Kondisi Pasien

j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dan mutu terjamin

k. Tepat Informasi

l. Tepat Tindak Lanjut

m. Tepat Penyerahan Obat (Dispensing)