bab ii tinjauan pustaka a. perilaku bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/bab ii.pdfyang...

22
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian Perilaku Bullying Pengertian perilaku bullying menurut Coloroso (2007) adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sedangkan menurut Surilena (2006) perilaku bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan secara berulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang bersifat menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat, seperti mengejek, menyebarkan gossip, menghasut, mengucilkan, menakut-nakuti, intimidasi, mengancam, menindas, memalak, hingga menyerang, secara fisik seperti mendorong, menampar, atau memukul. Definisi lain diungkap oleh Dwipayanti & Komang (2014) yang menyatakan bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang baik fisik, verbal maupun psikologis dan biasanya

Upload: dinhnga

Post on 01-Jul-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Bullying

1. Pengertian Perilaku Bullying

Pengertian perilaku bullying menurut Coloroso (2007) adalah

tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang

bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi

dan menimbulkan teror termasuk juga tindakan yang direncanakan

maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, di

hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk

diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh

seorang anak atau kelompok anak. Sedangkan menurut Surilena (2006)

perilaku bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan secara

berulang oleh seseorang atau sekelompok orang yang bersifat

menyerang karena adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak

yang terlibat, seperti mengejek, menyebarkan gossip, menghasut,

mengucilkan, menakut-nakuti, intimidasi, mengancam, menindas,

memalak, hingga menyerang, secara fisik seperti mendorong,

menampar, atau memukul.

Definisi lain diungkap oleh Dwipayanti & Komang (2014) yang

menyatakan bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara

berulang-ulang baik fisik, verbal maupun psikologis dan biasanya

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

13

terjadi ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku maupun korban.

Kemudian menurut Cahyani (2017), perilaku bullying adalah perilaku

agresif dengan bentuk kekerasan spesifik yang bertujuan untuk

menyakiti atau mengganggu, terjadi berulang atau potensial terulang,

dan kekuatan atau power antara korban dan pelaku tidak seimbang.

Berdasarkan uraian penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan

secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti

menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror termasuk

juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata

atau hampir tidak terlihat, di hadapan seseorang atau di belakang

seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik

persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.

2. Bentuk Bentuk Perilaku Bullying

Menurut Coloroso (2007), perilaku bullying dibagi menjadi

empat jenis, yaitu:

a. Bullying Fisik

Bullying fisik adalah perilaku bullying yang dalam perilakunya

melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban (Lestari, 2016).

Jenis bullying secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik,

menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar,

serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang

menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

14

barang-barang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan

semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan

ini, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara

serius (Zakiyah dkk, 2017).

b. Bullying Verbal

Bullying verbal adalah perilaku bullying dimana pelaku

menyerang korban melalui kata kata atau lisannya (Lestari, 2016).

Bullying verbal mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan

orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Bullying verbal

dapat diteriakkan di taman bermain bercampur dengan hingar

binger yang terdengar oleh pengawas, diabaikan karena hanya

dianggap sebagai dialog yang bodoh dan tidak simpatik di antara

teman sebaya (Zakiyah dkk, 2017).

Bullying verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah,

kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa

ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu, bullying verbal

dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon

yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang

berisi ancaman kekerasan, tuduhan-tuduhan yang tidak benar,

kasak-kusuk yang keji, serta gossip (Lestari, 2016).

c. Bullying Relasional

Bullying relasional adalah pelemahan harga diri korban

bullying secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

15

pengecualian, atau penghindaran. Penghindaran, suatu tindakan

penyingkiran, adalah alat penindasan yang terkuat. Anak yang

digunjingkan mungkin akan tidak mendengar gosip itu, namun

tetap akan mengalami efeknya. Penindasan relasional dapat

digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau

secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini

dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang

agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu (Zakiyah dkk, 2017).

d. Cyberbullying

Cyberbullying adalah perilaku bullying yang dilakukan melalui

media masa atau media sosial yang bertujuan menghina atau

mengkritik seseorang melalui dunia maya, pada intinya adalah

korban terus menerus mendapatkan pesan negatif dari pelaku

bullying baik dari sms, pesan di internet dan media sosial lainnya

(Zakiyah dkk, 2017).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Colloroso (2007)

membagi bentuk bullying menjadi empat, yaitu bullying fisik seperti

memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit,

memiting, mencakar. Bullying verbal seperti memberi julukan nama,

celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan

bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Bullying relasional

seperti pengucilan, penggunjingan, gossip, dan cyber bullying yaitu

tindakan bullying melalui media masa maupun media sosial.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

16

Menurut Cahyani (2017), perilaku bullying dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu :

a. Langsung

Perilaku bullying yang dilakukan secara langsung oleh pelaku

terhadap korban, baik secara verbal maupun non verbal yang

dampaknya dapat langsung melukai korban saat itu juga. Bullying

langsung dapat berupa memukul, merusak barang, mengejek,

menghina, dan berkata kasar.

b. Tidak Langsung

Perilaku bullying dimana pelaku tidak secara langsung

menyerang korban melainkan menggunakan pihak ketiga atau

media lain dalam melakukan bullying terhadap korban. Bullying

tidak langsung dapat berupa menyebar gossip, menirukan,

membuat lelucon, menghasut orang lain untuk mengucilkan, dan

cyberbullying.

Dari penjelasan yang telah diuraikan dapat diambil kesimpulan

bahwa menurut Cahyani (2017) perilaku bullying terbagi menjadi dua

jenis, yang pertama adalah langsung yaitu perilaku bullying yang

langsung dilakukan oleh pelaku tanpa melalui perantara seperti

memukul, merusak barang, mengejek, menghina, dan berkata kasar.

Kedua adalah tidak langsung, yaitu perilaku bullying yang dilakukan

melalui perantara pihak ketiga atau media lain seperti menyebar

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

17

gossip, menirukan, membuat lelucon, menghasut orang lain untuk

mengucilkan, dan cyberbullying.

Dalam penelitian ini, bentuk bentuk bullying yang akan

digunakan, mengacu pada bentuk – bentuk perilaku bullying menurut

Coloroso (2007) yang meliputi bullying fisik, bullying verbal, bullying

relasional, dan cyberbullying, alasanya adalah bahwa bentuk – bentuk

bullying ini terdeferensiasi secara baik dengan aspek aspek yang

hendak diteliti selain itu, bentuk bentuk bullying menurut Colloroso

(2007) ini dapat digunakan untuk mengetahui serta mengukur

kecenderungan berperilaku bullying oleh siswa pada zaman modern,

karena bentuk bullying paling banyak terjadi adalah bullying rasional

dan cyberbullying, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh

Octavianto (2017) yang melakukan penelitian terhadap 113 siswa

SMA di Yogyakarta memperoleh hasil 92,99% subjek menyatakan

pernah mengalami bullying rasional dan cyberbullying, sementara yang

pernah mengalami bullying fisik dan verbal hanya 75,22% dari

keseluruhan subjek, sedangkan bentuk bentuk perilaku bullying

menurut Cahyani (2017) hanya mencakup perilaku bullying langsung,

dan perilaku bullying tidak langsung, dimana cyberbullying belum

berdiri sendiri atau dengan kata lain hanya sebagai penjelas dari

perilaku bullying tidak langsung saja.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

18

3. Faktor Faktor Perilaku Bullying

Menurut Fithria & Rahmi (2016), faktor yang mendorong

terjadinya perilaku bullying adalah :

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam atau dari

dirinya sendiri, faktor internal meliputi :

1) Kontrol Diri

Kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menahan

keinginan yang bertentangan dengan tingkah laku yang sesuai

dengan norma sosial yang berlaku. Sebagai salah satu sifat

kepribadian, kontrol diri pada satu individu dengan individu

yang lain tidaklah sama, ada individu memiliki kontrol diri

yang tinggi dan ada individu yang memiliki kontrol diri yang

rendah. Salah satu sebab siswa melakukan bullying yaitu

rendahnya kontrol diri pada siswa. Individu dengan kontrol

diri yang rendah memiliki kecenderungan menjadi impulsif,

senang melakukan perbuatan yang berisiko, dan berpikiran

sempit.

2) Kepribadian

Kepribadian yaitu ciri, karakteristik, gaya atau sifat khas

dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan

yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa

kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir (Sjarkawi dalam

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

19

Fithria & Rahmi, 2016). Faktor-faktor dalam kepribadian

berkontribusi besar pada ciri khas perilaku anak-anak dalam

situasi bullying, di mana tingginya tingkat dari ketidakstabilan

emosi dan rendahnya tingkat dari keramahtamahan

berpengaruh pada pelaku bullying. Seperti penelitian yang

dilakukan oleh Slee & Rigby, (Fithria & Rahmi, 2016) salah

satu studi pada anak remaja di Florance berusia antara 10-16

tahun menunjukkan bahwa kecenderungan seseorang dalam

melakukan perilaku bullying berhubungan dengan faktor

kepribadian yang dikenal dengan nama psychoticism yang

meliputi perilaku impulsif, mengajak orang lain bermusuhan,

dan sensitif dalam situasi sosial.

3) Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang

dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi

ideal diri (Stuart & Sundeen dalam Fithria & Rahmi, 2016).

Dalam penelitian yang dilakukan Fithria & Rahmi (2016)

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara harga

diri dengan perilaku bullying. Hubungan yang terjadi sifatnya

negatif, dimana jika harga diri tinggi maka perilaku bullying

yang terjadi rendah dan jika harga diri rendah maka bullying

yang terjadi tinggi. Penelitian oleh Anderson & Carnagey

(dalam Fithria & Rahmi, 2016), yang didapatkan hasil bahwa

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

20

seorang anak yang memiliki harga diri negatif atau harga diri

rendah, anak tersebut akan memandang dirinya sebagai orang

yang tidak berharga. Rasa tidak berharga tersebut dapat

tercermin pada rasa tidak berguna dan tidak memiliki

kemampuan baik dari segi akademik, interaksi sosial, keluarga

dan keadaan fisiknya. Harga diri rendah dapat membuat

seorang anak merasa tidak mampu menjalin hubungan dengan

temannya sehingga dirinya menjadi mudah tersinggung dan

marah. Akibatnya anak tersebut akan melakukan perbuatan

yang menyakiti temannya.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar dirinya

atau lingkungan sekitar, faktor eksternal meliputi :

1) Keluarga

Anak akan mempelajari perilaku bullying ketika

mengamati konflik-konflik yang terjadi pada orang tua

mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman-temannya

(Zakiyah dkk, 2017). Beberapa hasil penelitian menunjukkan

bahwa sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam

melindungi anaknya, membuat mereka rentan berperilaku

bullying. Pola hidup orang tua yang berantakan, terjadinya

perceraian orang tua, orang tua yang tidak stabil perasaan dan

pikirannya, orang tua yang saling mencaci maki, menghina,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

21

bertengkar dihadapan anak-anaknya, bermusuhan dan tidak

pernah akur, memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak.

Seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga yang

menerapkan pola komunikasi negatif seperti sarcasm

(sindirian tajam) akan cenderung meniru kebiasaan tersebut

dalam kesehariannya.

2) Sekolah

Kecenderungan pihak sekolah yang sering mengabaikan

keberadaan bullying menjadikan siswa yang menjadi pelaku

bullying semakin mendapatkan penguatan terhadap perilaku

tersebut (Zakiyah dkk, 2017). Selain itu, bullying dapat terjadi

di sekolah jika pengawasan dan bimbingan etika dari para

guru rendah, sekolah dengan kedisiplinan yang sangat kaku,

bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak

konsisten. Dalam penelitian oleh Adair (dalam, Fithria &

Rahmi, 2016), 79% kasus bullying di sekolah tidak dilaporkan

ke guru atau orang tua. Siswa cenderung untuk menutup-

nutupi hal ini dan menyelesaikannya dengan teman

sepermainannya di sekolah untuk mencerminkan kemandirian.

3) Teman Sebaya

Menurut Benites dan Justicia (dalam Fithria & Rahmi,

2016), kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di

sekolah akan memberikan dampak yang buruk bagi teman-

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

22

teman lainnya seperti berperilaku dan berkata kasar terhadap

guru atau sesama teman dan membolos. Anak-anak ketika

berinteraksi dalam sekolah dan dengan teman di sekitar

rumah, kadang kala terdorong utnuk melakukan bullying.

Beberapa anak melakukan bullying hanya untuk membuktikan

kepada teman sebayanya agar diterima dalam kelompok

tersebut, walaupun sebenarnya mereka tidak nyaman

melakukan hal tersebut.

4) Media Massa

Televisi dan media cetak membentuk pola perilaku

bullying dari segi tayangan yang mereka tampilkan (Zakiyah

dkk, 2017). Survey yang dilakukan Kompas, 56,9% anak

meniru adegan-adegan film yang ditontonnya, umunya mereka

meniru gerakannya (64%) dan kata-katanya (43%). Hal ini

dapat menciptakan perilaku anak yang keras dan kasar yang

selanjutnya memicu terjadi bullying yang dilakukan oleh

anak-anak terhadap teman-temannya di sekolah.

5) Faktor Budaya

Faktor kriminal budaya menjadi salah satu penyebab

munculnya perilaku bullying. Suasana politik yang kacau,

perekonomian yang tidak menentu, prasangka dan

diskriminasi, konflik dalam masyarakat, dan ethnosentrime,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

23

hal ini dapat mendorong anak-anak dan remaja menjadi

seorang yang depresi, stress, arogan dan kasar.

Berdasarkan uraian penjelasan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat banyak faktor yang turut mempengaruhi terjadinya

perilaku bullying pada siswa. Beberapa faktor tersebut antara lain

adalah faktor internal yang meliputi kontrol diri, kepribadian, harga

diri, dan faktor eksternal yang meliputi keluarga, sekolah, media masa,

teman sebaya, serta budaya, dari beberapa faktor tersebut peneliti

memilih faktor internal dalam hal ini adalah kontrol diri.

Alasannya, Aroma & Dewi (2012) menyatakan bahwa kontrol

diri yang tinggi seharusnya dapat membantu individu menurunkan

agresi dan perilaku menyimpang dalam hal ini perilaku bullying

dengan mempertimbangkan aspek aturan dan norma sosial yang

berlaku. Becker (dalam Aroma & Dewi, 2012) juga menyatakan

bahwasanya setiap manusia memiliki dorongan untuk melanggar

aturan pada situasi tertentu, tetapi pada kebanyakan orang dorongan –

dorongan tersebut biasanya tidak menjadi kenyataan yang berwujud

penyimpangan, hal tersebut karena orang normal biasanya dapat

menahan diri dari dorongan – dorongan untuk berperilaku

menyimpang, kemampuan seperti inilah yang seharusnya dipelajari

individu selama masa remaja untuk menghindari perilaku bullying.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

24

B. Kontrol Diri

1. Pengertian Kontrol Diri

Menurut Ghufron (2010), kontrol diri adalah kemampuan

mengontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun,

membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang

membawa individu ke arah konsekuensi yang lebih positif. Kemudian

menurut Chaplin (2008) kontrol diri adalah kemampuan untuk

membimbing tingkah lakunya sendiri, yaitu kemampuan untuk

menekan atau merintangi impuls-implus atau tingkah laku yang

impulsif. Sedangkan kontrol diri yang dikemukakan oleh Averill (1973)

kontrol diri ialah kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku,

kemampuan individu dalam mengelola informasi yang tidak penting

atau penting dan kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan

yang diyakininya.

Menurut Calhoum dan Acocella (dalam Kusumadewi dkk, 2012)

mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaruh seseorang terhadap dan

peraturan tentang fisiknya, tingkah laku, dan proses - proses

psikologisnya. Selanjutnya Lazarus (dalam Masitah & Irna, 2012)

mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun,

membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat

membawa individu ke arah konsekuensi positif. Selain itu kontrol diri

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

25

juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan

kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk

meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.

Berdasarkan uraian penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan

bahwa kontrol diri adalah kemampuan mengontrol diri sebagai suatu

kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan

mengarahkan bentuk perilaku yang membawa individu ke arah

konsekuensi yang lebih positif.

2. Aspek Aspek Kontrol Diri

Menurut Ghufron (2010) kontrol diri mempunyai aspek aspek

diantaranya adalah :

a. Kemampuan Mengontrol Perilaku

Kemampuan mengontrol perilaku merupakan kesiapan atau

tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung

mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak

menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini terbagi

menjadi dua komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated

administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus

modifiability). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan

kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan

situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya.

Individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan

mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

26

dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber

eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan

untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak

dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan,

yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang

waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung,

menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan mengatasi

intensitasnya.

b. Kemampuan Mengontrol Stimulus

Kemampuan mengontrol stimulus juga menjadi salah satu

aspek dari kontrol diri karena dalam kehidupan seseorang terdapat

berbagai macam stimulus yang diterima, dari berbagai macam

stimulus yang masuk tersebut individu harus mempunyai

kemmpuan untuk mengontrol stimulus – stimulus tersebut yaitu

dengan memilih stimulus mana yang harus diterima dan mana yang

harus ditolak.

c. Kemampuan Mengantisipasi Peristiwa

Individu dalam menghadapi suatu masalah atau suatu peristiwa

harus memiliki kemampuan untuk mengantisipasi masalah tersebut

agar tidak menjadi masalah yang semakin besar dan rumit.

d. Kemampuan Menafsirkan Peristiwa

Individu harus mempunyai kemampuan untuk menafsirkan

peristiwa, artinya individu harus dapat mengartikan semua

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

27

peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, sehingga individu

dapat dengan mudah untuk menjalani peristiwa tersebut dan dapat

memikirkan langkah – langkah apa yang akan dilakukan

selanjutnya.

e. Kemampuan Mengambil Keputusan

Setiap individu harus mempunyai kemampuan untuk

mengambil suatu keputusan yang baik, dimana keputusan yang

diambil tersebut baik untuk diri individu sendiri maupun bagi orang

lain yang ada disekitarnya, dan juga tidak merugikan untuk diri

sendiri dan orang lain.

Berdasarkan uraian penjelasan diatas maka dapat diambil

kesimpulan aspek kontrol diri menurut Ghufron (2010) diantaranya

adalah kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol

stimulus, kemampuan mengantisipasi peristiwa, kemampuan

menafsirkan peristiwa, dan kemampuan mengambil keputusan.

Menurut Lazarus (dalam Masitah & Irna, 2012) kontrol diri terbagi

atas tiga bagian diantaranya adalah :

a. Kontrol diri dalam berpikir, yaitu usaha untuk mengarahkan

perhatian pada suatu tujuan tertentu dan melawan pikiran yang

tidak diinginkan dan mengarah proses penilaian berdasarkan pada

hal yang ditentukan terlebih dahulu.

b. Kontrol diri dalam berperasaan, yaitu usaha yang dilakukan untuk

berada dalam situasi emosional tertentu atau keluar dari situasi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

28

emosional yang sedang dialami maupun usaha untuk menjaga

situasi emosional yang timbul.

c. Kontrol diri dalam berperilaku, yaitu usaha yang dilakukan untuk

menjaga secara terus menerus dengan memaksimalkan performansi

dan mengendalikan perilaku yang dapat menghambat pencapaian

tujuan yang ditentukan sebelumnya.

Berdasarkan uraian penjelasan diatas maka dapat diambil

kesimpulan aspek – aspek kontrol diri menurut Lazarus (dalam Masitah

& Irna, 2012) kontrol diri terbagi atas beberapa bagian diantaranya

adalah kontrol diri dalam berpikir, kontrol diri dalam berperasaan, dan

kontrol diri dalam berperilaku.

Pada penelitian ini aspek – aspek kontrol diri yang akan digunakan

mengacu pada aspek aspek kontrol diri menurut Ghufron (2010).

Alasanya, aspek – aspek ini dapat mengungkap hal – hal yang ingin

diketahui bila digunakan untuk mengukur kontrol diri yang dimiliki

oleh seseorang. Kontrol diri tersebut mencakup kemampuan

mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus, kemampuan

mengantisipasi peristiwa, kemampuan menafsirkan peristiwa, dan

kemampuan mengambil keputusan, kemudian aspek aspek yang

dikemukakan oleh Averill lebih kompleks dan lebih jelas serta detail

sedangkan aspek – aspek kontrol diri menurut Lazarus hanya

digolongkan menjadi tiga bagian saja dimana hanya diuraikan secara

umum saja belum secara detail.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

29

C. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Bullying

Siswa yang memiliki kontrol diri yang rendah kurang mampu

mengarahkan dan mengatur perilakunya secara positif dan tidak

mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi dari perilaku

yang dilakukan sehingga cenderung bertindak agresif, mudah marah,

dan tidak dapat menghindari untuk melakukan tindakan bullying

terhadap temannya, sebaliknya siswa yang memiliki kontrol diri yang

tinggi akan mampu mengarahkan dan mengatur perilakunya secara

positif, berusaha mencari informasi sebelum mengambil keputusan,

serta mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin dihadapi sehingga

menghindari untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya

di sekolah (Masitah & Irna, 2012).

Kontrol diri memiliki fungsi yang lebih besar dalam mengarahkan

kepatuhan terhadap peraturan pada individu, tanpa dimilikinya kontrol

diri, konflik yang terjadi menjadi kurang terkendali, sehingga

kemungkinan untuk melakukan perilaku bullying akan terjadi

(Kusumadewi dkk, 2012). Becker (dalam Aroma & Dewi, 2012)

menyatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki dorongan

untuk melanggar aturan pada situasi tertentu, tetapi pada kebanyakan

orang dorongan-dorongan tersebut biasanya tidak menjadi kenyataan

yang berwujud penyimpangan, hal tersebut karena orang normal

biasanya dapat menahan diri dari dorongan dorongan untuk berperilaku

menyimpang.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

30

Menurut Travis (dalam Aroma & Dewi, 2012) pelaku

penyimpangan dalam hal kekerasan dapat dilihat melalui single

dimention yakni kontrol diri (self control), individu dengan kontrol diri

yang rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, senang

berperilaku beresiko, dan berpikiran sempit. Menurut Defriyanto &

Reta (2015) perilaku impulsif adalah kondisi saat seseorang

mendapatkan dorongan untuk melakukan sebuah tindakan tanpa

memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu, meskipun pelaku merasa

sadar dengan apa yang ia lakukan, pelaku cenderung tidak bisa

mengendalikan dirinya ketika melakukan sebuah tindakan negatif.

Sehingga perilaku impulsif ini akan mendorong seseorang berperilaku

bullying.

Kontrol diri yang rendah ini dapat mengantarkan siswa pada

perilaku bullying ini dibuktikan dengan beberapa penelitian, seperti

penelitian yang dilakukan oleh Alkollo (2016) menunjukan adanya

hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku bullying, semakin

rendah kontrol diri pada siswa maka perilaku bullying akan semakin

tinggi, begitu juga sebaliknya semakin tinggi kontrol diri pada siswa

maka perilaku bullying juga akan semakin rendah. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Masitah & Irna (2012) juga menunjukan hubungan

negatif antara kontrol diri dengan perilaku bullying pada siswa, semakin

rendah kontrol diri maka semakin tinggi perilaku bullying.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

31

Adapun hubungan kontrol diri dengan perilaku bullying bisa

ditinjau dari aspek aspek penyusun kontrol diri. Menurut Ghufron

(2010) kontrol diri mempunyai aspek aspek diantaranya adalah

kemampuan mengontrol perilaku, kemampuan mengontrol stimulus,

kemampuan mengantisipasi peristiwa, kemampuan menafsirkan

peristiwa, dan kemampuan mengambil keputusan. Dari aspek pertama

yaitu mengontrol perilaku, individu dengan kemampuan mengontrol

dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan

kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan berperilaku

diluar norma atau batas batas sehingga perilaku bullying dapat

dilakukan karena kontrol perilakunya rendah (Kusumadewi dkk, 2012).

Dari aspek kedua yaitu kemampuan mengontrol stimulus, dengan

informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang

tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut

dengan berbagai pertimbangan baik dan buruknya, ketika dorongan

untuk berbuat menyimpang maupun agresi sedang mencapai

puncaknya, kontrol diri dapat membantu individu menurunkan agresi

dengan mempertimbangkan aspek aturan dan norma sosial yang berlaku

(Aroma & Dewi, 2012). Dari aspek ketiga yaitu kemampuan

mengantisipasi peristiwa, ketidakmampuan individu dalam

mengantisipasi suatu kejadian yang tiba tiba terjadi membuat individu

tersebut bertindak secara spontan tanpa difikirkan terlebih dahulu

(Masitah & Irna, 2012). Dari aspek keempat yaitu kemampuan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

32

menafsirkan peristiwa, melakukan penilaian dan penafsiran akan suatu

hal dilihat dari kaca mata negatif dan masuknya informasi informasi

atau pikiran – pikiran negatif maka perilaku menyimpang dalam hal ini

adalah perilaku bullying dapat terjadi karena keterbatasan informasi

yang positif (Kusumadewi dkk, 2012). Dari aspek kelima yaitu kontrol

pengambilan keputusan, menentukan pilihan akan berfungsi baik

dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada

diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan, jika dalam

pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan tidak berfungsi

dengan baik maka keputusan yang diambil dalam berperilaku juga akan

terarah kedalam perilaku negatif dalam hal ini adalah bullying bisa

terjadi (Kusumadewi dkk, 2012).

Berdasarkan dinamika diatas maka dapat diambil kesimpulan

bahwa kontrol diri mempunyai hubungan yang signifikan dengan

perilaku bullying, yaitu kontrol diri yang rendah dapat mempengaruhi

seseorang untuk melakukan perilaku bullying, sedangkan kontrol diri

yang tinggi dapat mencegah seseorang untuk melakukan perilaku

bullying.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullyingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5228/3/BAB II.pdfyang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan,

33

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini diajukan

hipotesis :

Ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku bullying

pada siswa. Semakin tinggi kontrol diri siswa, maka semakin rendah

perilaku bullying yang dilakukan. Sebaliknya, semakin rendah kontrol

diri yang dimiliki oleh siswa, maka semakin tinggi perilaku bullying

yang dapat dilakukan.