bab ii tinjauan pustaka a. perilaku -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku
1. Definisi
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang di maksud perilaku
manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar (Notoatmodjo,2003, p.114).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007,
p.133), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini
disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
6
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.16-17),
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan
sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan
kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
B. Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu: indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan
(knowledge) adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan
teori yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya (Notoatmodjo, 2007, p.143).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek
penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2007, p.139)
2. Manfaat Pengetahuan
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi
proses yang berurutan yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam diri
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini
sikap subyek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah
lebih baik lagi.
d. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau diadopsi perilaku melalui
proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.
3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi
terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmodjo, 2007, p.144).
Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci dibagi menjadi enam
tingkatan (Notoatmodjo, 2003, p.145-146) yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
d. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007, p.146).
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi pengetahuan
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif meningkat, sehingga
diharapkan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkat pula
wawasan pengetahuannya dan semakin mudah menerima
pengembangan pengetahuan. Pendidikan akan menghasilkan banyak
perubahan seperti pengetahuan, sikap dan perbuatan (Soekanto, 2002).
Menurut UU RI 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya
jalur pendidikan terdiri dari :
1) Pendidikan Dasar :
a) SD / MI
b) SMP / MTS
2) Pendidikan Menengah :
a) SMU dan Kejuruan
b) Madrasah Aliyah
3) Pendidikan Tinggi :
a) Akademi
b) Institut
c) Sekolah Tinggi
d) Universitas
b. Sosial Ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku
seseorang dibidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan
memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi
(Azwar, 2003, p.143). Menurut Soekanto (2002, p.88) semakin tinggi
tingkat pendapatan manusia maka semakin tinggi keinginan manusia
untuk dapat memperoleh informasi melalui media yang lebih tinggi.
c. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan variabel yang sulit digolongkan namun
berguna bukan saja sebagai dasar demografi, tetapi juga sebagai suatu
metode untuk melakukan sosial ekonomi (Soekanto, 2002, p.89).
d. Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sumber belajar sekalipun banyak
orang yang berpendapat bahwa pengalaman itu lebih luas daripada
sumber belajar. Pengalaman artinya berdasarkan pada pikiran yang
kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan.
Pengalaman-pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak maka
hasilnya adalah ilmu pengetahuan (Soekanto, 2002, p.90).
Semua pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran
pengetahuan namun perlu diperhatikan disini bahwa tidak semua
pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik
kesimpulan dangan benar, untuk dapat menarik kesimpulan dan
pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis
(Notoatmodjo, 2003, p.121).
e. Umur
Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan, karena
kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan
menyesuaikan dari pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal
yang dulu pernah dipelajari, penalaran analog dan berfikir kreatif,
mencapai puncaknya dalam usia dua puluhan (Hurlock, 1993 dalam
Suyani, 2003).
C. Pengertian Gizi
Ilmu gizi merupakan suatu cabang pengetahuan yang khusus
mempelajari hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh. Ilmu gizi tidak
terbatas pada masalah bagaimana pengaruh makanan dalam tubuh, namun
banyak hal-hal lain yang dipelajari dalam ilmu gizi, yaitu : keadaan-keadaan
yang ditimbulkan oleh masuknya makanan ke dalam tubuh, cara untuk
mencegah terjadinya kekurangan unsur-unsur makanan maupun faktor-faktor
yang dapat menyebabkan seseorang tidak cukup memperoleh zat-zat makanan
yang diperlukan tubuh (Moehji S., 2002, p.2).
Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh
untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan
memelihara jaringan serta mengatur proses kehidupan (Almatsier, 2001)
Tak satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang
mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan
produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam
makanan; kecuali bayi umur 0-6 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu
Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-6 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal
yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat.
1. Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.
Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-
unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya.
Dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan
yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Makanan
sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang
mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat
tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
2. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan
adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat
pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang.
3. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-
buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
D. Konsep Status Gizi
1. Pengertian status gizi
Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan
antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan
kebutuhan tubuh (nutrient out put) akan gizi tersebut (Supariasa IDN,
2001, p.88). Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan
nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan
anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.
Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data
antropometri serta biokimia dan riwayat diit.
2. Klasifikasi status gizi
Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut
reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia
adalah WHO-NCHS (World Health Organization-Nation Center for
Health Statistics) dengan melihat nilai Z-SCORE, sebagai berikut :
TABEL 2.1
KLASIFIKASI GIZI ANAK BAWAH LIMA TAHUN (BALITA)
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)
Berat badan menurut umur(BB/U)
Gizi Lebih > + 2 SD
Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Gizi Buruk < – 3 SD
Tinggi badan menurut umur(TB/U)
Normal ≥ 2 SD
Pendek (stunted) < -2 SD
Berat badan menurut tinggibadan (BB/TB)
Gemuk > + 2 SD
Normal ≥ -2 SD sampai + 2 SD
Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Kurus sekali < – 3 SD
Sumber : Depkes RI, 2002.
Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan
atas:
a. Berat Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam
bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2.
b. Tinggi Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam
bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2.
c. Berat Badan / Tinggi Badan
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan
yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2.
d. Lingkar Lengan Atas / Umur
Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori
yaitu gizi kurang dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 11,5
cm/tahun.
e. Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan
berdasarkan kategori Z-Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : <-3 SD
Bila kondisi gizi kurang berlangsung lama maka akan berakibat
semakin berat kekurangannya, dalam keadaan ini dapat menjadi
gizi buruk (DepKes RI, 2000, p.6).
2) Gizi Kurang (Kurus) :-3SD s/d <-2SD
Status gizi kurang pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein dalam
waktu tertentu (DepKes RI, 2002 : 2).
3) Gizi Baik (Normal) :-2SD s/d +2SD
Status gizi baik adalah kesesuaian antara jumlah asupan dengan
kebutuhan gizi seorang anak (Santoso Soegeng, 2004 : 3).
4) Gizi Lebih (Gemuk) :>+2SD
Status gizi lebih berkaitan dengan konsumsi makanan yang
melebihi dari yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang
tinggi dan makanan dari gula murni (Djaeini Ahcmad, 2000 : 27).
E. Dampak Gizi
1. Dampak gizi lebih
Obesitas (gizi lebih) jika tidak teratasi akan berlanjut sampai
remaja dan dewasa, hal ini akan berdampak tingginya kejadian berbagai
penyakit infeksi (Pudjiadi S, 2001, p.145). Pada orang dewasa tampak
dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit hati (Almatsiar S, 2001,
p.308).
Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya
faktor keturunan dan lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan
energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Menurut Proverawati A,
2009, p.198 obesitas yang sering ditemui pada anak-anak adalah sebagai
berikut:
a. Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol.
b. Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat.
c. Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi.
d. Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat
sesuai keinginan orang tua.
e. Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.
2. Dampak gizi kurang
Pertumbuhan fisik terhambat (anak akan mempunyai tinggi
badan lebih pendek), perkembangan mental dan kecerdasan terhambat,
daya tahan anak menurun sehingga anak mudah terserang penyakit infeksi
(Depkes RI, 2002, p.8). Akibatnya balita mengalami Kekurangan Energi
dan Protein (KEP).
Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein:
a. Makanan yang tersedia kurang mengandung energi.
b. Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan.
c. Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari
makanan dalam usus terganggu.
d. Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang
tidak diimbangi dengan asupan yang memadai.
Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan balita terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut
menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting,
yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya. Jika
kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya sedikit demi sedikit,
tetapi dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi kedaan stunting.
Stunting, yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan
usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus.
Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk:
a. Marasmus
Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang paling sering
ditemui pada balita. Penyebabnya antara lain karena masukan makanan
yang sangat kurang, infeksi, bawaan lahir, prematuritas, penyakit pada
neonatus serta kesehatan lingkungan.
Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0-2 tahun dengan ciri-ciri
sebagai berikut: berat badan kurang dari 60% dari berat badan sesuai
dengan usianya, suhu tubuh bisa menjadi rendah karena lapisan
penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar
hingga bagai tampak tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak
lebih jelas atau tulang rusuk tampak lebih menonjol, anak menjadi
berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face), otot-otot
melemah, bentuk kulit keriput bersamaan hilangnya lemak subkutan,
perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah
buang air kecil. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein.
b. Kwashiorkor
Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di
sela- sela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot
tubuhnya mengalami pengurusan (wasting). Edema dikarenakan
kekurangan asupan protein secara akut (mendadak), misalnya karena
penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis.
c. Marasmus-kwashiorkor
Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor.
Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang
meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.
3. Dampak gizi buruk
Gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem organ yang akan
merusak sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun
pertahanan mekanik. Dampak selanjutnya dapat terjadi gangguan
pertumbuhan dan perkembangan mental serta penurunan skor tes IQ
(Pudjiadi S, 2001, p.134). Penurunan fungsi otak berpengaruh terhadap
kemampuan belajar, kemampuan anak bereaksi terhadap rangsangan dari
lingkungannya dan perubahan kepribadian anak (Moehji, 2003, p.10).
F. Penanggulangan Masalah Gizi
1. Masalah gizi lebih atau obesitas
Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan
keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik
atau olah raga serta menghindari tekanan hidup atau stres (Almatsier S,
2005, p.308).
2. Masalah gizi kurang
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar
departemen dan kelompok profesi melalui upaya-upaya peningkatan
pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan,
peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat
serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan
(Almatsier S, 2001, p.306).
3. Masalah gizi buruk
Penanggulangan masalah gizi buruk yang dilakukan antara lain : upaya
pemenuhan persediaan pangan nasional, Peningkatan Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga (UPGK), peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan
sistem rujukan dimulai dari tingkat posyandu hingga puskemas dan rumah
sakit. Intervensi langsung pada sasaran melalui Pemberian Makanan
Tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan
sirup besi serta tablet iodium (Almatsier S, 2001, p.307).
G. Anak Balita
1. Pengertian Balita
a. Menurut Proverawati A, 2009, p.127
balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia
lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “ batita “
dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal
dengan usia “ prasekolah”. Batita sering disebut konsumen pasif,
sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.
b. Menurut Persagi 1992
Usia dibawah 5 tahun atau balita merupakan usia penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih
rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun
rohani. Salah satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang
anak adalah keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita
sangat pesat, sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi
daripada orang dewasa. Disisi lain, alat pencernakan usia ini belum
berkembang sempurna.
2. Karakteristik Balita
Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian,
sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan.
Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah
sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun,
perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya
lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil
dengan frekuensi sering. (Proverawati A, 2009, p.128)
3. Karakteristik Usia Prasekolah
Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering dikenal
sebagai “ masa keras kepala “. Akibat pergaulan dengan lingkungannya
terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika
hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi
yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak kurang gizi.
Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan
sosial anak. Oleh karena itu, kedaan lingkungan dan sikap keluarga
merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak
agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada
orang dewasa, suasana yang menyenangkan dapat membangkitkan selera
makan anak (Proverawati A, 2009, p.128).
4. Peran Makanan Bagi Balita
a. Makanan sebagai sumber zat gizi
Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi
balita sebagai zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
1) Zat tenaga
Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat,
lemak, dan protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk
melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya.
Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif
lebih besar daripada orang dewasa.
2) Zat Pembangun
Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan
fisik dan perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga
menggantikan jaringan yang aus atau rusak.
3) Zat pengatur
Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh
termasuk otak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Berikut ini
zat yang berperan sebagai zat pengatur:
a) Vitamin, baik yang larut air (vitamin B kompleks dan vitamin
C) maupun yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K).
b) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.
c) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.
5. Kebutuhan Gizi Balita
Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan
cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar,
kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan,
dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada
keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita
dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati A, 2009, p.29).
kebutuhan gizi balita meliputi kebutuhan energi, kebutuhan zat
pembangun dan kebutuhan pengatur.
a. Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan
orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat
pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Kebutuhan zat pembangun
Secara fisiogis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga
kebutuhannya relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Namun, jika
dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun,
kebutuhannya relatif lebih kecil.
c. Kebutuhan zat pengatur
Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan
bertambahnya usia (Proverawati A, 2009, p.129).
6. Menu Seimbang Untuk Balita dan Pengelolaan Gizi Balita
Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental
yang pesat. Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai
stimuli seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita memiliki
kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Balita membutuhkan
lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Menu seimbang untuk balita
adalah:
a. Garam dan Gula
Konsumsi garam untuk balita tidak lebih dari 1/6 jumlah maksimum
orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram.
b. Porsi Makanan
Balita membutuhkan makanan sumber energi gizi yang lengkap dalam
jumlah lebih kecil namun sering.
c. Kebutuhan Energi dan Nutrisi
Bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat, protein, lemak serta
vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari.
d. Susu Pertumbuhan
Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting dikonsumsi
balita. Susu pertumbuhan merupakan susu lengkap gizi yang mampu
memenuhi kebutuhan nutrisi anak usia 12 bulan ke atas (Proverawati A,
2009, p.136).
Menu seimbang adalah gizi yang harus terpenuhi untuk
menjaga keseimbangan gizi tubuh yaitu:
a. Karbohidrat
Seperti nasi, roti, sereal, kentang, atau mie. Selain sebagai menu
utama, karbohidrat bisa diolah sebagai makanan selingan pudding roti
atau donat.
b. Vitamin yang ada pada buah dan sayur
Seperti pisang, papaya, jeruk, tomat, dan wortel. Jenis sayuran
beragam mengandung zat gizi yang berbeda. Berikan setiap hari baik
dalam keadaan segar atau diolah menjadi jus.
c. Susu dan produk olahan susu
Balita harus mendapatkan asupan kalsium yang cukup dari konsumsi
susunya.
d. Protein
Seperti ikan, susu, daging, telur, kacang-kacangan. Tunda
pemberiannya bila timbul alergi atau ganti dengan sumber protein lain.
Untuk vegetarian, gabungkan konsumsi susu dengan minuman
berkadar vitamin C tinggi untuk membantu penyerapan zat besi.
e. Lemak dan gula
Seperti yang terdapat dalam minyak, santan, dan mentega, roti, dan
kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk
perkembangan otak (Proverawati A, 2009, p.137)
Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik
dan kecerdasan anak. Oleh karenanya, pola makan yang baik dan teratur
perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam
makan dan variasi makanan (Proverawati A, 2009, p.137)
Gizi seimbang dapat dapat dipenuhi dengan pengelolaan
makanan sebagai berikut:
a. Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan sehari-hari
sebaiknya terdiri atas ketiga golongan bahan makanan tersebut.
b. Kebutuhan bahan makanan itu perlu diatur, sehingga anak
mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu
hari. Waktu-waktu yang disarankan adalah:
1) Pagi hari waktu sarapan.
2) Pukul 10.00 sebagai selingan. Tambahkan susu.
3) Pukul 12.00 pada waktu makan siang.
4) Pukul 16.00 sebagai selingan
5) Pukul 18.00 pada waktu makan malam.
6) Sebelum tidur malam, tambahkan susu.
7) Jangan lupa kumur-kumur dengan air putih atau gosok gigi.
Contoh: pola jadwal pemberian makanan menjelang anak usia 1tahun.
Perlu diketahui, jadwal pemberian makanan menjelang anak usia
1tahun ini fleksibel (dapat bergeser, tapi jangan terlalu jauh)
1) Pukul 06.00 : Susu
2) Pukul 08.00 : Bubur saring/Nasi tim
3) Pukul 10.00 : Susu/Makanan selingan
4) Pukul 12.00 : Bubur saring/Nasi tim
5) Pukul 14.00 : Susu
6) Pukul 16.00 : Makanan selingan
7) Pukul 18.00 : Bubur saring /nasi tim
8) Pukul 20.00 : Susu.
7. Makanan Selingan Balita
Pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu
makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai
umur. Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan
mempengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut. Gizi makanan
sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak
sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu
diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu
hamil. Pertumbuhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun.
Pemberian makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan
makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah
diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai
makanan keluarga.
Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan
keluarga. Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku
makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan
mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga
karena anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di
sekelilingnya dalam keluarga. Makanan selingan tidak kalah pentingnya
yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya. Makanan selingan
dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak
susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan selingan
pun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya.
Jenis makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat
gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral,
seperti arem-arem nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi
ragout ayam sayuran, pizza, dan lain-lain.
Fungsi makanan selingan adalah :
a. Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam
bahan makanan selingan.
b. Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan
utamanya (pagi, siang dan malam).
c. Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia
balita.
8. Makanan Untuk Balita Yang Sedang Sakit
Penyakit balita secara umum biasanya adalah gejala panas,
diare, batuk, muntah. Tindakan terbaik adalah berkonsultasi ke dokter
supaya lekas ditangani dengan obat yang tepat, sehingga cepat sembuh.
Untuk mempercepat kesembuhan balita, bisa diimbangi dengan
pengaturan makanannya.
a. Untuk balita dengan panas tinggi
Penderita penyakit yang disertai panas tinggi kebutuhan gizinya
meningkat. Hal ini disebabkan metabolisme tubuh meningkat,
penyerapan zat-zat gizi menurun dan adanya faktor lain yang
berhubungan dengan penyakitnya. Nafsu makan pun biasanya
menurun.
Makanan hendaknya memenuhi syarat-syarat :
1) Konsistensinya lunak. Makanan pokok seperti nasi tim, kentang
pure, bubur dan lain-lain.
2) Kebutuhan kalori meningkat, sebaiknya diberikan porsi kecil dan
sering.
3) Sumber protein seperti susu, daging, hati, ikan, telur, tahu, tempe,
dan kacang-kacangan diberikan lebih dari porsi normalnya.
4) Kebutuhan air diberikan lebih banyak, karena suhu lebih tinggi dari
normal sehingga banyak terjadi penguapan melalui keringat. Sari
buah sangat baik karena mengandung air, vitamin dan mineral.
Berikan minuman lebih banyak dari biasanya.
5) Makanan minuman tidak boleh diberikan terlalu panas atau terlalu
dingin.
b. Untuk balita dengan gejala mencret (diare)
Diare pada bayi dan anak merupakan penyakit utama di Indonesia.
Diare diartikan sebagai buang air besar tidak normal atau bentuk tinja
encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Penyebab diare ada
beberapa faktor, yaitu:
1) Infeksi
Infeksi virus (Viral Gasrtoenteritis/Stomach Virus), virus perut
atau infeksi bakteri (E.coli bacteria) pada saluran pencernaan
merupakan penyebab diare pada anak.
2) Malabsorpsi
Gangguan absorpsi biasanya terhadap zat-zat gizi yaitu karbohidrat
(umumnya laktosa), lemak dan protein.
3) Makanan
Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu.
4) Faktor psikologis
Rasa takut, cemas (umumnya jarang terjadi pada anak).
Akibat diare (mencret), anak akan kehilangan banyak air
dan elektrolit (dehidrasi) yang menyebabkan tubuh kekurangan cairan,
gangguan gizi sebab masukkan makanan kurang sedang pengeluaran
bertambah, dan hipoglikemia yaitu kadar gula darah turun di bawah
normal.
Pengaturan makanannya secara umum adalah:
a) Cairan harus cukup untuk mengganti cairan yang hilang, baik
melalui muntah maupun diare. Setiap kali buang air besar beri
minum satu gelas larutan oralit atau larutan gula garam.
b) Berikan makanan yang rendah serat, cukup energi, protein, vitamin
dan mineral.
c) Suhu makanan dan minuman lebih baik dalam keadaan hangat,
tidak panas atau terlalu dingin.
d) Bentuk makanan lunak.
9. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Balita
Perhitungan Berat Badan Ideal:
a. Berat badan ideal anak umur 1 tahun = 3 X BB lahir.
b. Berat badan ideal anak umur 2 tahun = 4 X BB lahir.
(Proverawati A, 2009, p.138).
10. Makanan Yang Harus Dihindari
Beberapa makanan yang perlu perhatian extra untuk dihindari,
diantaranya:
a. Makanan yang terlalu berminyak dan makanan berpengawet sebaiknya
dihindari.
b. Aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan
kandungan gizinya (Proverawati A, 2009, p.138).
11. Zat Gizi Yang diperlukan Oleh Anak
Untuk tumbuh dan berkembang, manusia memerlukan enam zat gizi
utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Zat gizi
tersebut dapat kita peroleh dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari.
Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, makan makanan
yang dimakannya tidak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja.
Makanan yang dikonsumsi anak harus:
a. Beragam jenisnya
b. Jumlah dan porsinya cukup (tidak kurang atau berlebihan)
c. Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak
mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan)
d. Makan dilakukan secara teratur
e. Makan dilakukan dengan cara yang baik (Proverawati A, 2009, p.138).
12. Cara pemberian makanan yang baik menurut Juwono L, 2003 meliputi :
a. Menempatkan makanan anak dalam mangkuk yang terpisah untuk
memastikan bahwa anak mendapatkan bagian yang adil dan makanan
dalam jumlah yang tepat.
b. Duduk bersama anak pada waktu makan, memperhatikan apa yang
dimakan anak dan secara memberikan bantuan dan dorongan jika
diperlukan.
c. Tidak membuat terburu-buru ketika anak sedang makan.
d. Bila anak berhenti makan tunggu sebentar dan kemudian tawarkan
makan lagi.
e. Memberikan beberapa makanan yang dapat dipegang atau diambil oleh
anak.
f. Memberikan makan dengan segera ketika anak mulai merasa lapar.
g. Tidak memberi makan ketika anak mengantuk.
h. Tidak memaksa memberikan makanan. Hal ini akan meningkatkan
stres dan menurunkan nafsu makan; acara makan seharusnya menjadi
peristiwa yang santai dan menggembirakan.
i. Memastikan anak tidak haus (tetapi jangan memberikan minum terlalu
banyak sebelum atau selama makan sehingga menurunkan nafsu
makan anak).
j. Melakukan permainan untuk mendorong anak yang enggan agar
makan lebih banyak, sebagi contoh berpura-pura bahwa sendok adalah
seekor burung yang menukik untuk memberi makan anaknya, atau
berpura-pura bahwa makanan bahwa makanan itu untuk boneka atau
untuk anak lain atau untuk boneka binatang.
k. Bersiap untuk melakukan pembersihan sesudahnya.
l. Mencampur makanan menjadi satu jika anak hanya mengambil dan
memakan makanan yang disukainya.
13. Cara membangkitkan selera makan antara lain:
a. Usahakan sebelum makan anak berada dalam keadaan lapar. Hal ini
penting, mengingat kalau anak belum lapar biasanya mereka enggan
bahkan melakukan aktivitas penolakan.
b. Biasakan untuk memberi makan secara teratur. Jam makan untuk anak
meliputi sarapan pagi, makan siang dan makan malam.
c. Jangan sekali-kali memberikan camilan yang manis-manis diantara
jam-jam makan. Pengaruhnya kurang baik bagi kesehatan maupun
peningkatan selera makan.
d. Mengatur sedemikian rupa suasana makan dengan variasi menu atau
makanan kesukaannya.
e. Anak yang sedang malas makan, jangan dipaksa makan. Simpan saja
dulu makanan itu untuk jam berikutnya.
f. Jelaskan pada anak dengan suara “manis” dan “ketulusan” tentang
manfaat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
g. Kembangkan sikap tegas, terbuka dan logis ketika orang tua menolak
permintaan jajan dari anak yang tidak baik dan sehat. Berikan kepada
mereka alternatif pilihan mereka yang sekiranya lebih baik tapi
disenangi anak.
h. Selalu memberi contoh positif kepada anak. Jangan gampang marah
atau tersinggung ketika anak belum antusias makan sesuai keinginan
orang tua.
14. Menjaga makanan tetap bersih dan aman menurut Juwono L, 2003 antara
lain :
a. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan.
b. Menutup makanan yang sudah dimasak dan memakannya dalam waktu
2 jam jika tidak ada di lemari es. Jika dibiarkan lebih lama panaskan
kembali sampai mendidih.
c. Menggunakan makanan segar yang penampilan dan baunya bagus.
d. Mencuci tangan anak sebelum makan.
e. Memberikan makanan pada anak dengan memakai sendok atau cangkir
bersih.
15. Pendidikan Kesehatan Tentang Gizi
a. Menyusun menu
Dalam memberikan makanan yang baik terhadap individu harus
diperhatikan beberapa aspek yaitu kemampuan tubuh itu sendiri dalam
mencerna zat gizi, umur seseorang, aktifitas yang dilakukan, dan
kondisi-kondisi tertentu seperti ketika sakit, hamil, dan menyusui.
Langkah yang harus digunakan untuk merencanakan menu seimbang
yaitu setiap pagi, siang, dan malam dan makan selingan hendaknya
disediakan bermacam-macam makanan untuk mendapatkan variasi
menu yang beraneka ragam (Proverawati A, 2009, p.209).
b. Memilih bahan makanan
Dalam memilih bahan makanan harus diperhatikan beberapa hal yaitu
kesegaran, bau, warna, keutuhan dan yang paling penting kandungan
zat gizi dalam zat makanan tersebut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan makanan
yaitu:
1) Warna
Ada beberapa bahan makanan yang akan memberikan corak
tertentu sehubungan dengan kadar gizinya apabila terjadi
penurunan kualitas. Maksudnya seperti daging sapi yang
seharusnya merah segar menjadi kebiruan, demikian juga ikan laut
yang semula segar menjadi kebiru-biruan, terkelupas dan lembek.
Selain itu perubahan warna juga terjadi pada sayuran yang
seharusnya hijau segar menjadi kekuning-kuningan atau yang
seharusnya kuning menjadi kusam. Selain perubahan warna secara
alami pada bahan makanan juga perlu diwaspadai adanya
pemberian zat pengawet, atau pewarna yang digunakan apakah
cocok buat makanan atau tidak (Proverawati A, 2009, p.211).
2) Bau
Bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi serta
berkualitas baik akan memberi bau yang sedap, segar, enak dan
tidak berbau busuk. Ini dikarenakan makanan yang biasanya sudah
mengeluarkan bau yang tidak sedap, kandungan gizi yang
terkandung didalamnya sudah rusak dan akhirnya dapat
menimbulkan keracunan karena telah terkontaminasi dengan
bakteri (Proverawati A, 2009, p.211)
c. Mengolah bahan makanan
Makanan yang sebelumnya masih mentah harus dimasak terlebih
dahulu. Dengan memasak bahan makanan, maka bahan makanan
tersebut menjadi lumat, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Selain
itu juga perlu diperhatikan cara mengolah yang baik. Misalnya makanan
untuk anak, bahan makanan jangan dimasak terlalu pedas yang
mengakibatkan bahan makanan tersebut sulit untuk dikonsumsi.
d. Menyajikan makanan
Cara penyajian suatu makanan berbeda-beda untuk setiap orang
walaupun sebenarnya mempunyai nilai gizi yang sama. Makanan yang
dihidangkan dengan cukup menarik dan ditempatkan ditempat yang
bersih maka akan menggugah selera bagi semua yang melihatnya. Hal
penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah penyusunan dan
penyajian menu harus tidak boleh melupakan kebutuhan 4 sehat 5
sempurna.
H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
1. Ketersediaan pangan
Ditingkat keluarga Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan
ditingkat keluarga, hal ini sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan
yang dikonsumsi oleh setiap anggota keluarga untuk mencapai gizi baik
dan hidup sehat (Depkes RI, 2004, p.19). Jika tidak cukup bisa
dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi (Depkes
RI, 2002, p.13). Padahal makanan untuk anak harus mengandung kualitas
dan kuantitas cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik
(http://www.okezone.com).
2. Pola asuh keluarga
Yaitu pola pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya. Setiap anak
membutuhkan cinta, perhatian, kasih sayang yang akan berdampak
terhadap perkembangan fisik, mental dan emosional. Pola asuh terhadap
anak berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Perhatian cukup dan
pola asuh yang tepat akan memberi pengaruh yang besar dalam
memperbaiki status gizi. Anak yang mendapatkan perhatian lebih, baik
secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapat senyuman,
mendapat respon ketika berceloteh, mendapatkan ASI dan makanan
yang seimbang maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan
dengan teman sebayanya yang kurang mendapatkan perhatian orang
tuanya (Depkes RI, 2002, p.12).
3. Kesehatan lingkungan
Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh
ketidak seimbangan asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh
penyakit infeksi. Masalah kesehatan lingkungan merupakan determinan
penting dalam bidang kesehatan. Kesehatan lingkungan yang baik seperti
penyediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat akan
mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi (Depkes RI, 2002, p.12).
Sebaliknya, lingkungan yang buruk seperti air minum tidak
bersih, tidak ada saluran penampungan air limbah, tidak menggunakan
kloset yang baik dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Infeksi dapat
menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asupan
makanan menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan kurang gizi (FKM
UI, 2007, p.276).
4. Pelayanan Dasar Kesehatan
Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa
konseling, terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh pada
pertumbuhan anak. Pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti penimbangan
balita, pemberian suplemen kapsul vitamin A, penanganan diare dengan
oralit serta imunisasi (Depkes RI, 2002, p.12).
5. Budaya keluarga
Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada
beberapa kepercayaan seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh
kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru
bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tertentu (FKM UI, 2007,
p.277).
Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan
makan masyarakat yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-
prinsip ilmu gizi. Misalnya, terdapat budaya yang memprioritaskan
anggota keluarga tertentu untuk mengonsumsi hidangan keluarga yang
telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga. Apabila keadaan tersebut
berlangsung lama dapat berakibat timbulnya masalah gizi kurang
terutama pada golongan rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui,
bayi dan anak balita (Suhardjo, 2008, p.9).
6. Sosial ekonomi
Banyaknya anak balita yang kurang gizi dan gizi buruk di sejumlah
wilayah di tanah air disebabkan ketidaktahuan orang tua akan
pentingnya gizi seimbang bagi anak balita yang pada umumnya
disebabkan pendidikan orang tua yang rendah serta faktor kemiskinan.
Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan
yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial ekonomi yaitu kemiskinan
(http://www.kompas.com).
7. Tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga
Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik
pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan
pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan
ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
I. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan di atas maka disusun
kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.18)
Predisposing Factor(FaktorPredisposisi):a. Pengetahuanb. Sikapc. Kepercayaand. Tradisie. Nilaif. Umurg. Pendidikan
Enabling Factor(FaktorPemungkin):Ketersediaansumber-sumberatau fasilitas
Reinforcing Factor(Faktor Penguat):a. Sikapb. Perilaku petugasc. Peraturan
Undang-undang
Perilaku Status GiziBalita
SosialEkonomi
Pola AsuhKeluarga
KesehatanLingkungan
KetersediaanPangan
BudayaKeluarga
PelayananKesehatan
Dasar