bab ii tinjauan pustaka a. perilaku -...

37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Definisi Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang di maksud perilaku manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,2003, p.114). Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007, p.133), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. 6

Upload: vuphuc

Post on 05-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

1. Definisi

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,

binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang di maksud perilaku

manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu

sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar (Notoatmodjo,2003, p.114).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007,

p.133), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

6

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.16-17),

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya.

b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan

fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-

sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan

sebagainya.

c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

B. Pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu: indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan

(knowledge) adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan

teori yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang

dihadapinya (Notoatmodjo, 2007, p.143).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan

angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek

penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2007, p.139)

2. Manfaat Pengetahuan

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi

proses yang berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam diri

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini

sikap subyek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.

d. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau diadopsi perilaku melalui

proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap

yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.

3. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi

terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan (Notoatmodjo, 2007, p.144).

Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci dibagi menjadi enam

tingkatan (Notoatmodjo, 2003, p.145-146) yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

d. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

e. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

4. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007, p.146).

5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi pengetahuan

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan

sehingga terjadi perubahan perilaku positif meningkat, sehingga

diharapkan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkat pula

wawasan pengetahuannya dan semakin mudah menerima

pengembangan pengetahuan. Pendidikan akan menghasilkan banyak

perubahan seperti pengetahuan, sikap dan perbuatan (Soekanto, 2002).

Menurut UU RI 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya

jalur pendidikan terdiri dari :

1) Pendidikan Dasar :

a) SD / MI

b) SMP / MTS

2) Pendidikan Menengah :

a) SMU dan Kejuruan

b) Madrasah Aliyah

3) Pendidikan Tinggi :

a) Akademi

b) Institut

c) Sekolah Tinggi

d) Universitas

b. Sosial Ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan

sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku

seseorang dibidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan

memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi

(Azwar, 2003, p.143). Menurut Soekanto (2002, p.88) semakin tinggi

tingkat pendapatan manusia maka semakin tinggi keinginan manusia

untuk dapat memperoleh informasi melalui media yang lebih tinggi.

c. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan variabel yang sulit digolongkan namun

berguna bukan saja sebagai dasar demografi, tetapi juga sebagai suatu

metode untuk melakukan sosial ekonomi (Soekanto, 2002, p.89).

d. Pengalaman

Pengalaman diartikan sebagai sumber belajar sekalipun banyak

orang yang berpendapat bahwa pengalaman itu lebih luas daripada

sumber belajar. Pengalaman artinya berdasarkan pada pikiran yang

kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan.

Pengalaman-pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak maka

hasilnya adalah ilmu pengetahuan (Soekanto, 2002, p.90).

Semua pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran

pengetahuan namun perlu diperhatikan disini bahwa tidak semua

pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik

kesimpulan dangan benar, untuk dapat menarik kesimpulan dan

pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis

(Notoatmodjo, 2003, p.121).

e. Umur

Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan, karena

kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan

menyesuaikan dari pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal

yang dulu pernah dipelajari, penalaran analog dan berfikir kreatif,

mencapai puncaknya dalam usia dua puluhan (Hurlock, 1993 dalam

Suyani, 2003).

C. Pengertian Gizi

Ilmu gizi merupakan suatu cabang pengetahuan yang khusus

mempelajari hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh. Ilmu gizi tidak

terbatas pada masalah bagaimana pengaruh makanan dalam tubuh, namun

banyak hal-hal lain yang dipelajari dalam ilmu gizi, yaitu : keadaan-keadaan

yang ditimbulkan oleh masuknya makanan ke dalam tubuh, cara untuk

mencegah terjadinya kekurangan unsur-unsur makanan maupun faktor-faktor

yang dapat menyebabkan seseorang tidak cukup memperoleh zat-zat makanan

yang diperlukan tubuh (Moehji S., 2002, p.2).

Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh

untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan

memelihara jaringan serta mengatur proses kehidupan (Almatsier, 2001)

Tak satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang

mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan

produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam

makanan; kecuali bayi umur 0-6 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu

Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-6 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal

yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat.

1. Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-

unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya.

Dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan

yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Makanan

sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,

kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang

mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat

tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.

2. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati

adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan

adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat

pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan

perkembangan kecerdasan seseorang.

3. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-

buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang

berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

D. Konsep Status Gizi

1. Pengertian status gizi

Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan

antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan

kebutuhan tubuh (nutrient out put) akan gizi tersebut (Supariasa IDN,

2001, p.88). Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan

nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan

anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang

dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.

Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data

antropometri serta biokimia dan riwayat diit.

2. Klasifikasi status gizi

Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut

reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia

adalah WHO-NCHS (World Health Organization-Nation Center for

Health Statistics) dengan melihat nilai Z-SCORE, sebagai berikut :

TABEL 2.1

KLASIFIKASI GIZI ANAK BAWAH LIMA TAHUN (BALITA)

INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)

Berat badan menurut umur(BB/U)

Gizi Lebih > + 2 SD

Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD

Gizi Kurang < -2 SD sampai ≥ -3 SD

Gizi Buruk < – 3 SD

Tinggi badan menurut umur(TB/U)

Normal ≥ 2 SD

Pendek (stunted) < -2 SD

Berat badan menurut tinggibadan (BB/TB)

Gemuk > + 2 SD

Normal ≥ -2 SD sampai + 2 SD

Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥ -3 SD

Kurus sekali < – 3 SD

Sumber : Depkes RI, 2002.

Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan

atas:

a. Berat Badan / Umur

Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam

bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2.

b. Tinggi Badan / Umur

Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam

bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2.

c. Berat Badan / Tinggi Badan

Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan

yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2.

d. Lingkar Lengan Atas / Umur

Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori

yaitu gizi kurang dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 11,5

cm/tahun.

e. Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan

berdasarkan kategori Z-Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : <-3 SD

Bila kondisi gizi kurang berlangsung lama maka akan berakibat

semakin berat kekurangannya, dalam keadaan ini dapat menjadi

gizi buruk (DepKes RI, 2000, p.6).

2) Gizi Kurang (Kurus) :-3SD s/d <-2SD

Status gizi kurang pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan

yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein dalam

waktu tertentu (DepKes RI, 2002 : 2).

3) Gizi Baik (Normal) :-2SD s/d +2SD

Status gizi baik adalah kesesuaian antara jumlah asupan dengan

kebutuhan gizi seorang anak (Santoso Soegeng, 2004 : 3).

4) Gizi Lebih (Gemuk) :>+2SD

Status gizi lebih berkaitan dengan konsumsi makanan yang

melebihi dari yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang

tinggi dan makanan dari gula murni (Djaeini Ahcmad, 2000 : 27).

E. Dampak Gizi

1. Dampak gizi lebih

Obesitas (gizi lebih) jika tidak teratasi akan berlanjut sampai

remaja dan dewasa, hal ini akan berdampak tingginya kejadian berbagai

penyakit infeksi (Pudjiadi S, 2001, p.145). Pada orang dewasa tampak

dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif seperti jantung

koroner, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit hati (Almatsiar S, 2001,

p.308).

Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya

faktor keturunan dan lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan

energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Menurut Proverawati A,

2009, p.198 obesitas yang sering ditemui pada anak-anak adalah sebagai

berikut:

a. Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol.

b. Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat.

c. Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi.

d. Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat

sesuai keinginan orang tua.

e. Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.

2. Dampak gizi kurang

Pertumbuhan fisik terhambat (anak akan mempunyai tinggi

badan lebih pendek), perkembangan mental dan kecerdasan terhambat,

daya tahan anak menurun sehingga anak mudah terserang penyakit infeksi

(Depkes RI, 2002, p.8). Akibatnya balita mengalami Kekurangan Energi

dan Protein (KEP).

Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein:

a. Makanan yang tersedia kurang mengandung energi.

b. Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan.

c. Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari

makanan dalam usus terganggu.

d. Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang

tidak diimbangi dengan asupan yang memadai.

Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan

perkembangan balita terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut

menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting,

yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya. Jika

kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya sedikit demi sedikit,

tetapi dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi kedaan stunting.

Stunting, yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan

usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus.

Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat

dibedakan menjadi tiga bentuk:

a. Marasmus

Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang paling sering

ditemui pada balita. Penyebabnya antara lain karena masukan makanan

yang sangat kurang, infeksi, bawaan lahir, prematuritas, penyakit pada

neonatus serta kesehatan lingkungan.

Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0-2 tahun dengan ciri-ciri

sebagai berikut: berat badan kurang dari 60% dari berat badan sesuai

dengan usianya, suhu tubuh bisa menjadi rendah karena lapisan

penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar

hingga bagai tampak tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak

lebih jelas atau tulang rusuk tampak lebih menonjol, anak menjadi

berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face), otot-otot

melemah, bentuk kulit keriput bersamaan hilangnya lemak subkutan,

perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah

buang air kecil. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi

kalori dan tinggi protein.

b. Kwashiorkor

Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di

sela- sela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot

tubuhnya mengalami pengurusan (wasting). Edema dikarenakan

kekurangan asupan protein secara akut (mendadak), misalnya karena

penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis.

c. Marasmus-kwashiorkor

Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor.

Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang

meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.

3. Dampak gizi buruk

Gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem organ yang akan

merusak sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun

pertahanan mekanik. Dampak selanjutnya dapat terjadi gangguan

pertumbuhan dan perkembangan mental serta penurunan skor tes IQ

(Pudjiadi S, 2001, p.134). Penurunan fungsi otak berpengaruh terhadap

kemampuan belajar, kemampuan anak bereaksi terhadap rangsangan dari

lingkungannya dan perubahan kepribadian anak (Moehji, 2003, p.10).

F. Penanggulangan Masalah Gizi

1. Masalah gizi lebih atau obesitas

Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan

keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik

atau olah raga serta menghindari tekanan hidup atau stres (Almatsier S,

2005, p.308).

2. Masalah gizi kurang

Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar

departemen dan kelompok profesi melalui upaya-upaya peningkatan

pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan,

peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat

serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan

(Almatsier S, 2001, p.306).

3. Masalah gizi buruk

Penanggulangan masalah gizi buruk yang dilakukan antara lain : upaya

pemenuhan persediaan pangan nasional, Peningkatan Usaha Perbaikan

Gizi Keluarga (UPGK), peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan

sistem rujukan dimulai dari tingkat posyandu hingga puskemas dan rumah

sakit. Intervensi langsung pada sasaran melalui Pemberian Makanan

Tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan

sirup besi serta tablet iodium (Almatsier S, 2001, p.307).

G. Anak Balita

1. Pengertian Balita

a. Menurut Proverawati A, 2009, p.127

balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia

lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “ batita “

dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal

dengan usia “ prasekolah”. Batita sering disebut konsumen pasif,

sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif.

b. Menurut Persagi 1992

Usia dibawah 5 tahun atau balita merupakan usia penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih

rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun

rohani. Salah satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang

anak adalah keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita

sangat pesat, sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi

daripada orang dewasa. Disisi lain, alat pencernakan usia ini belum

berkembang sempurna.

2. Karakteristik Balita

Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima

makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian,

sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan.

Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah

sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun,

perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu

diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya

lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil

dengan frekuensi sering. (Proverawati A, 2009, p.128)

3. Karakteristik Usia Prasekolah

Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah

dapat memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering dikenal

sebagai “ masa keras kepala “. Akibat pergaulan dengan lingkungannya

terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika

hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi

yang diperlukan bagi tubuhnya sehingga anak kurang gizi.

Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan

sosial anak. Oleh karena itu, kedaan lingkungan dan sikap keluarga

merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak

agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada

orang dewasa, suasana yang menyenangkan dapat membangkitkan selera

makan anak (Proverawati A, 2009, p.128).

4. Peran Makanan Bagi Balita

a. Makanan sebagai sumber zat gizi

Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat,

lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi

balita sebagai zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

1) Zat tenaga

Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat,

lemak, dan protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk

melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya.

Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif

lebih besar daripada orang dewasa.

2) Zat Pembangun

Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan

fisik dan perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga

menggantikan jaringan yang aus atau rusak.

3) Zat pengatur

Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh

termasuk otak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Berikut ini

zat yang berperan sebagai zat pengatur:

a) Vitamin, baik yang larut air (vitamin B kompleks dan vitamin

C) maupun yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K).

b) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour.

c) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh.

5. Kebutuhan Gizi Balita

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan

cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar,

kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan,

dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada

keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita

dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan

dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati A, 2009, p.29).

kebutuhan gizi balita meliputi kebutuhan energi, kebutuhan zat

pembangun dan kebutuhan pengatur.

a. Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan

orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat

pesat. Kecukupannya akan semakin menurun seiring dengan

bertambahnya usia.

b. Kebutuhan zat pembangun

Secara fisiogis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga

kebutuhannya relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Namun, jika

dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun,

kebutuhannya relatif lebih kecil.

c. Kebutuhan zat pengatur

Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan

bertambahnya usia (Proverawati A, 2009, p.129).

6. Menu Seimbang Untuk Balita dan Pengelolaan Gizi Balita

Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental

yang pesat. Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai

stimuli seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita memiliki

kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Balita membutuhkan

lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Menu seimbang untuk balita

adalah:

a. Garam dan Gula

Konsumsi garam untuk balita tidak lebih dari 1/6 jumlah maksimum

orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram.

b. Porsi Makanan

Balita membutuhkan makanan sumber energi gizi yang lengkap dalam

jumlah lebih kecil namun sering.

c. Kebutuhan Energi dan Nutrisi

Bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat, protein, lemak serta

vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari.

d. Susu Pertumbuhan

Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting dikonsumsi

balita. Susu pertumbuhan merupakan susu lengkap gizi yang mampu

memenuhi kebutuhan nutrisi anak usia 12 bulan ke atas (Proverawati A,

2009, p.136).

Menu seimbang adalah gizi yang harus terpenuhi untuk

menjaga keseimbangan gizi tubuh yaitu:

a. Karbohidrat

Seperti nasi, roti, sereal, kentang, atau mie. Selain sebagai menu

utama, karbohidrat bisa diolah sebagai makanan selingan pudding roti

atau donat.

b. Vitamin yang ada pada buah dan sayur

Seperti pisang, papaya, jeruk, tomat, dan wortel. Jenis sayuran

beragam mengandung zat gizi yang berbeda. Berikan setiap hari baik

dalam keadaan segar atau diolah menjadi jus.

c. Susu dan produk olahan susu

Balita harus mendapatkan asupan kalsium yang cukup dari konsumsi

susunya.

d. Protein

Seperti ikan, susu, daging, telur, kacang-kacangan. Tunda

pemberiannya bila timbul alergi atau ganti dengan sumber protein lain.

Untuk vegetarian, gabungkan konsumsi susu dengan minuman

berkadar vitamin C tinggi untuk membantu penyerapan zat besi.

e. Lemak dan gula

Seperti yang terdapat dalam minyak, santan, dan mentega, roti, dan

kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk

perkembangan otak (Proverawati A, 2009, p.137)

Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik

dan kecerdasan anak. Oleh karenanya, pola makan yang baik dan teratur

perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam

makan dan variasi makanan (Proverawati A, 2009, p.137)

Gizi seimbang dapat dapat dipenuhi dengan pengelolaan

makanan sebagai berikut:

a. Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan sehari-hari

sebaiknya terdiri atas ketiga golongan bahan makanan tersebut.

b. Kebutuhan bahan makanan itu perlu diatur, sehingga anak

mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu

hari. Waktu-waktu yang disarankan adalah:

1) Pagi hari waktu sarapan.

2) Pukul 10.00 sebagai selingan. Tambahkan susu.

3) Pukul 12.00 pada waktu makan siang.

4) Pukul 16.00 sebagai selingan

5) Pukul 18.00 pada waktu makan malam.

6) Sebelum tidur malam, tambahkan susu.

7) Jangan lupa kumur-kumur dengan air putih atau gosok gigi.

Contoh: pola jadwal pemberian makanan menjelang anak usia 1tahun.

Perlu diketahui, jadwal pemberian makanan menjelang anak usia

1tahun ini fleksibel (dapat bergeser, tapi jangan terlalu jauh)

1) Pukul 06.00 : Susu

2) Pukul 08.00 : Bubur saring/Nasi tim

3) Pukul 10.00 : Susu/Makanan selingan

4) Pukul 12.00 : Bubur saring/Nasi tim

5) Pukul 14.00 : Susu

6) Pukul 16.00 : Makanan selingan

7) Pukul 18.00 : Bubur saring /nasi tim

8) Pukul 20.00 : Susu.

7. Makanan Selingan Balita

Pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu

makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai

umur. Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan

mempengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut. Gizi makanan

sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak

sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu

diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu

hamil. Pertumbuhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun.

Pemberian makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan

makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah

diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai

makanan keluarga.

Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan

keluarga. Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku

makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan

mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga

karena anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di

sekelilingnya dalam keluarga. Makanan selingan tidak kalah pentingnya

yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya. Makanan selingan

dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak

susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan selingan

pun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya.

Jenis makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat

gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral,

seperti arem-arem nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi

ragout ayam sayuran, pizza, dan lain-lain.

Fungsi makanan selingan adalah :

a. Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam

bahan makanan selingan.

b. Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan

utamanya (pagi, siang dan malam).

c. Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia

balita.

8. Makanan Untuk Balita Yang Sedang Sakit

Penyakit balita secara umum biasanya adalah gejala panas,

diare, batuk, muntah. Tindakan terbaik adalah berkonsultasi ke dokter

supaya lekas ditangani dengan obat yang tepat, sehingga cepat sembuh.

Untuk mempercepat kesembuhan balita, bisa diimbangi dengan

pengaturan makanannya.

a. Untuk balita dengan panas tinggi

Penderita penyakit yang disertai panas tinggi kebutuhan gizinya

meningkat. Hal ini disebabkan metabolisme tubuh meningkat,

penyerapan zat-zat gizi menurun dan adanya faktor lain yang

berhubungan dengan penyakitnya. Nafsu makan pun biasanya

menurun.

Makanan hendaknya memenuhi syarat-syarat :

1) Konsistensinya lunak. Makanan pokok seperti nasi tim, kentang

pure, bubur dan lain-lain.

2) Kebutuhan kalori meningkat, sebaiknya diberikan porsi kecil dan

sering.

3) Sumber protein seperti susu, daging, hati, ikan, telur, tahu, tempe,

dan kacang-kacangan diberikan lebih dari porsi normalnya.

4) Kebutuhan air diberikan lebih banyak, karena suhu lebih tinggi dari

normal sehingga banyak terjadi penguapan melalui keringat. Sari

buah sangat baik karena mengandung air, vitamin dan mineral.

Berikan minuman lebih banyak dari biasanya.

5) Makanan minuman tidak boleh diberikan terlalu panas atau terlalu

dingin.

b. Untuk balita dengan gejala mencret (diare)

Diare pada bayi dan anak merupakan penyakit utama di Indonesia.

Diare diartikan sebagai buang air besar tidak normal atau bentuk tinja

encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Penyebab diare ada

beberapa faktor, yaitu:

1) Infeksi

Infeksi virus (Viral Gasrtoenteritis/Stomach Virus), virus perut

atau infeksi bakteri (E.coli bacteria) pada saluran pencernaan

merupakan penyebab diare pada anak.

2) Malabsorpsi

Gangguan absorpsi biasanya terhadap zat-zat gizi yaitu karbohidrat

(umumnya laktosa), lemak dan protein.

3) Makanan

Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu.

4) Faktor psikologis

Rasa takut, cemas (umumnya jarang terjadi pada anak).

Akibat diare (mencret), anak akan kehilangan banyak air

dan elektrolit (dehidrasi) yang menyebabkan tubuh kekurangan cairan,

gangguan gizi sebab masukkan makanan kurang sedang pengeluaran

bertambah, dan hipoglikemia yaitu kadar gula darah turun di bawah

normal.

Pengaturan makanannya secara umum adalah:

a) Cairan harus cukup untuk mengganti cairan yang hilang, baik

melalui muntah maupun diare. Setiap kali buang air besar beri

minum satu gelas larutan oralit atau larutan gula garam.

b) Berikan makanan yang rendah serat, cukup energi, protein, vitamin

dan mineral.

c) Suhu makanan dan minuman lebih baik dalam keadaan hangat,

tidak panas atau terlalu dingin.

d) Bentuk makanan lunak.

9. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Balita

Perhitungan Berat Badan Ideal:

a. Berat badan ideal anak umur 1 tahun = 3 X BB lahir.

b. Berat badan ideal anak umur 2 tahun = 4 X BB lahir.

(Proverawati A, 2009, p.138).

10. Makanan Yang Harus Dihindari

Beberapa makanan yang perlu perhatian extra untuk dihindari,

diantaranya:

a. Makanan yang terlalu berminyak dan makanan berpengawet sebaiknya

dihindari.

b. Aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan

kandungan gizinya (Proverawati A, 2009, p.138).

11. Zat Gizi Yang diperlukan Oleh Anak

Untuk tumbuh dan berkembang, manusia memerlukan enam zat gizi

utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Zat gizi

tersebut dapat kita peroleh dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari.

Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, makan makanan

yang dimakannya tidak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja.

Makanan yang dikonsumsi anak harus:

a. Beragam jenisnya

b. Jumlah dan porsinya cukup (tidak kurang atau berlebihan)

c. Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak

mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan)

d. Makan dilakukan secara teratur

e. Makan dilakukan dengan cara yang baik (Proverawati A, 2009, p.138).

12. Cara pemberian makanan yang baik menurut Juwono L, 2003 meliputi :

a. Menempatkan makanan anak dalam mangkuk yang terpisah untuk

memastikan bahwa anak mendapatkan bagian yang adil dan makanan

dalam jumlah yang tepat.

b. Duduk bersama anak pada waktu makan, memperhatikan apa yang

dimakan anak dan secara memberikan bantuan dan dorongan jika

diperlukan.

c. Tidak membuat terburu-buru ketika anak sedang makan.

d. Bila anak berhenti makan tunggu sebentar dan kemudian tawarkan

makan lagi.

e. Memberikan beberapa makanan yang dapat dipegang atau diambil oleh

anak.

f. Memberikan makan dengan segera ketika anak mulai merasa lapar.

g. Tidak memberi makan ketika anak mengantuk.

h. Tidak memaksa memberikan makanan. Hal ini akan meningkatkan

stres dan menurunkan nafsu makan; acara makan seharusnya menjadi

peristiwa yang santai dan menggembirakan.

i. Memastikan anak tidak haus (tetapi jangan memberikan minum terlalu

banyak sebelum atau selama makan sehingga menurunkan nafsu

makan anak).

j. Melakukan permainan untuk mendorong anak yang enggan agar

makan lebih banyak, sebagi contoh berpura-pura bahwa sendok adalah

seekor burung yang menukik untuk memberi makan anaknya, atau

berpura-pura bahwa makanan bahwa makanan itu untuk boneka atau

untuk anak lain atau untuk boneka binatang.

k. Bersiap untuk melakukan pembersihan sesudahnya.

l. Mencampur makanan menjadi satu jika anak hanya mengambil dan

memakan makanan yang disukainya.

13. Cara membangkitkan selera makan antara lain:

a. Usahakan sebelum makan anak berada dalam keadaan lapar. Hal ini

penting, mengingat kalau anak belum lapar biasanya mereka enggan

bahkan melakukan aktivitas penolakan.

b. Biasakan untuk memberi makan secara teratur. Jam makan untuk anak

meliputi sarapan pagi, makan siang dan makan malam.

c. Jangan sekali-kali memberikan camilan yang manis-manis diantara

jam-jam makan. Pengaruhnya kurang baik bagi kesehatan maupun

peningkatan selera makan.

d. Mengatur sedemikian rupa suasana makan dengan variasi menu atau

makanan kesukaannya.

e. Anak yang sedang malas makan, jangan dipaksa makan. Simpan saja

dulu makanan itu untuk jam berikutnya.

f. Jelaskan pada anak dengan suara “manis” dan “ketulusan” tentang

manfaat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

g. Kembangkan sikap tegas, terbuka dan logis ketika orang tua menolak

permintaan jajan dari anak yang tidak baik dan sehat. Berikan kepada

mereka alternatif pilihan mereka yang sekiranya lebih baik tapi

disenangi anak.

h. Selalu memberi contoh positif kepada anak. Jangan gampang marah

atau tersinggung ketika anak belum antusias makan sesuai keinginan

orang tua.

14. Menjaga makanan tetap bersih dan aman menurut Juwono L, 2003 antara

lain :

a. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan.

b. Menutup makanan yang sudah dimasak dan memakannya dalam waktu

2 jam jika tidak ada di lemari es. Jika dibiarkan lebih lama panaskan

kembali sampai mendidih.

c. Menggunakan makanan segar yang penampilan dan baunya bagus.

d. Mencuci tangan anak sebelum makan.

e. Memberikan makanan pada anak dengan memakai sendok atau cangkir

bersih.

15. Pendidikan Kesehatan Tentang Gizi

a. Menyusun menu

Dalam memberikan makanan yang baik terhadap individu harus

diperhatikan beberapa aspek yaitu kemampuan tubuh itu sendiri dalam

mencerna zat gizi, umur seseorang, aktifitas yang dilakukan, dan

kondisi-kondisi tertentu seperti ketika sakit, hamil, dan menyusui.

Langkah yang harus digunakan untuk merencanakan menu seimbang

yaitu setiap pagi, siang, dan malam dan makan selingan hendaknya

disediakan bermacam-macam makanan untuk mendapatkan variasi

menu yang beraneka ragam (Proverawati A, 2009, p.209).

b. Memilih bahan makanan

Dalam memilih bahan makanan harus diperhatikan beberapa hal yaitu

kesegaran, bau, warna, keutuhan dan yang paling penting kandungan

zat gizi dalam zat makanan tersebut.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan makanan

yaitu:

1) Warna

Ada beberapa bahan makanan yang akan memberikan corak

tertentu sehubungan dengan kadar gizinya apabila terjadi

penurunan kualitas. Maksudnya seperti daging sapi yang

seharusnya merah segar menjadi kebiruan, demikian juga ikan laut

yang semula segar menjadi kebiru-biruan, terkelupas dan lembek.

Selain itu perubahan warna juga terjadi pada sayuran yang

seharusnya hijau segar menjadi kekuning-kuningan atau yang

seharusnya kuning menjadi kusam. Selain perubahan warna secara

alami pada bahan makanan juga perlu diwaspadai adanya

pemberian zat pengawet, atau pewarna yang digunakan apakah

cocok buat makanan atau tidak (Proverawati A, 2009, p.211).

2) Bau

Bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi serta

berkualitas baik akan memberi bau yang sedap, segar, enak dan

tidak berbau busuk. Ini dikarenakan makanan yang biasanya sudah

mengeluarkan bau yang tidak sedap, kandungan gizi yang

terkandung didalamnya sudah rusak dan akhirnya dapat

menimbulkan keracunan karena telah terkontaminasi dengan

bakteri (Proverawati A, 2009, p.211)

c. Mengolah bahan makanan

Makanan yang sebelumnya masih mentah harus dimasak terlebih

dahulu. Dengan memasak bahan makanan, maka bahan makanan

tersebut menjadi lumat, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Selain

itu juga perlu diperhatikan cara mengolah yang baik. Misalnya makanan

untuk anak, bahan makanan jangan dimasak terlalu pedas yang

mengakibatkan bahan makanan tersebut sulit untuk dikonsumsi.

d. Menyajikan makanan

Cara penyajian suatu makanan berbeda-beda untuk setiap orang

walaupun sebenarnya mempunyai nilai gizi yang sama. Makanan yang

dihidangkan dengan cukup menarik dan ditempatkan ditempat yang

bersih maka akan menggugah selera bagi semua yang melihatnya. Hal

penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah penyusunan dan

penyajian menu harus tidak boleh melupakan kebutuhan 4 sehat 5

sempurna.

H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

1. Ketersediaan pangan

Ditingkat keluarga Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan

ditingkat keluarga, hal ini sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan

yang dikonsumsi oleh setiap anggota keluarga untuk mencapai gizi baik

dan hidup sehat (Depkes RI, 2004, p.19). Jika tidak cukup bisa

dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi (Depkes

RI, 2002, p.13). Padahal makanan untuk anak harus mengandung kualitas

dan kuantitas cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik

(http://www.okezone.com).

2. Pola asuh keluarga

Yaitu pola pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya. Setiap anak

membutuhkan cinta, perhatian, kasih sayang yang akan berdampak

terhadap perkembangan fisik, mental dan emosional. Pola asuh terhadap

anak berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Perhatian cukup dan

pola asuh yang tepat akan memberi pengaruh yang besar dalam

memperbaiki status gizi. Anak yang mendapatkan perhatian lebih, baik

secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapat senyuman,

mendapat respon ketika berceloteh, mendapatkan ASI dan makanan

yang seimbang maka keadaan gizinya lebih baik dibandingkan

dengan teman sebayanya yang kurang mendapatkan perhatian orang

tuanya (Depkes RI, 2002, p.12).

3. Kesehatan lingkungan

Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh

ketidak seimbangan asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh

penyakit infeksi. Masalah kesehatan lingkungan merupakan determinan

penting dalam bidang kesehatan. Kesehatan lingkungan yang baik seperti

penyediaan air bersih dan perilaku hidup bersih dan sehat akan

mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi (Depkes RI, 2002, p.12).

Sebaliknya, lingkungan yang buruk seperti air minum tidak

bersih, tidak ada saluran penampungan air limbah, tidak menggunakan

kloset yang baik dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Infeksi dapat

menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asupan

makanan menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan kurang gizi (FKM

UI, 2007, p.276).

4. Pelayanan Dasar Kesehatan

Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa

konseling, terutama oleh petugas kesehatan berpengaruh pada

pertumbuhan anak. Pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti penimbangan

balita, pemberian suplemen kapsul vitamin A, penanganan diare dengan

oralit serta imunisasi (Depkes RI, 2002, p.12).

5. Budaya keluarga

Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada

beberapa kepercayaan seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh

kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru

bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tertentu (FKM UI, 2007,

p.277).

Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan

makan masyarakat yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-

prinsip ilmu gizi. Misalnya, terdapat budaya yang memprioritaskan

anggota keluarga tertentu untuk mengonsumsi hidangan keluarga yang

telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga. Apabila keadaan tersebut

berlangsung lama dapat berakibat timbulnya masalah gizi kurang

terutama pada golongan rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui,

bayi dan anak balita (Suhardjo, 2008, p.9).

6. Sosial ekonomi

Banyaknya anak balita yang kurang gizi dan gizi buruk di sejumlah

wilayah di tanah air disebabkan ketidaktahuan orang tua akan

pentingnya gizi seimbang bagi anak balita yang pada umumnya

disebabkan pendidikan orang tua yang rendah serta faktor kemiskinan.

Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan

yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang

dibutuhkan karena alasan sosial ekonomi yaitu kemiskinan

(http://www.kompas.com).

7. Tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga

Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat

kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik

pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan

pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan

ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta

pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

I. Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan di atas maka disusun

kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.18)

Predisposing Factor(FaktorPredisposisi):a. Pengetahuanb. Sikapc. Kepercayaand. Tradisie. Nilaif. Umurg. Pendidikan

Enabling Factor(FaktorPemungkin):Ketersediaansumber-sumberatau fasilitas

Reinforcing Factor(Faktor Penguat):a. Sikapb. Perilaku petugasc. Peraturan

Undang-undang

Perilaku Status GiziBalita

SosialEkonomi

Pola AsuhKeluarga

KesehatanLingkungan

KetersediaanPangan

BudayaKeluarga

PelayananKesehatan

Dasar