pengolahan biologis

34
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN MODUL VI PENGOLAHAN BIOLOGIS DALAM TEKNIK LINGKUNGAN Disusun oleh : Khairina Damara 1306367965 Moetia Desshinta M 1306407602 Rendra Aulia H 1306404563 Asisten Praktikum : Elzavira Felaza Tanggal Praktikum : 13 April 2015 Tanggal Disetujui : Nilai : Paraf Asisten : LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

Upload: rendra-aulia-hustamely

Post on 16-Jan-2016

75 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

praktikum Penolahan biologi

TRANSCRIPT

Page 1: Pengolahan Biologis

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN

MODUL VI

PENGOLAHAN BIOLOGIS DALAM TEKNIK LINGKUNGAN

Disusun oleh :

Khairina Damara 1306367965

Moetia Desshinta M 1306407602

Rendra Aulia H 1306404563

Asisten Praktikum : Elzavira FelazaTanggal Praktikum : 13 April 2015Tanggal Disetujui : Nilai :Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2015

Page 2: Pengolahan Biologis

I. Maksud dan Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pengolahan biologis adalah sebagai berikut:

1. Memahami fungsi reaktor biologis dalam pengolahan airlimbah

2. Menggunakan prinsip keseimbangan massa untukmengestimasi produksi

lumpur

3. Menggunakan prinsip keseimbangan massa untukmengetahui rasio resirkulasi

lumpur ke reaktor

II. Dasar Teori

II.1 Definisi dan Prinsip Kerja Pengolahan Biologis

Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis dikategorikan

sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment). Pengolahan biologis ialah

pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme/bakteri untuk

mendegradasi polutan organik.Tujuan dari pengolahan biologis ialah untuk

menghilangkan zat padat organik terlarut yang masih dapat di degradasi

(Biodegradable) dengan pemanfaatan mikroorganisme.

Pemanfaatan mikroorganisme/bakteri ini bertujuan untuk menggunakan

kembali zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah (Eckenfelder, 2000).

Penggunaan kembali zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah dikonsumsi oleh

mikroorganisme untuk membentuk biomassa sel baru dan memanfaatkan energi yang

dihasilkan dari reaksi oksidasi untuk metabolismenya. (Gunawan, 2006). Komponen

utama dalam proses pengolahan biologis ialah polutan organik (sebagai sumber

makanan mikroorganisme), sekaligus sebagai parameter BOD dan COD; dan

bakteri/mikrooganisme (sebagai pengurai polutan organik).

Selain komponen utama tersebut, terdapat faktor-faktor yang sangat

mempengaruhi unit pengolah biologis, diantaranya: kontinuitas feeding, pengendalian

temperatur dan pH, pengadukan, penambahan nutrient dan adaptasi mikroorganisme.

Faktor-faktor ini sangat penting diperhatikan selama proses pengolahan, dikarenakan

1 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 3: Pengolahan Biologis

faktor-faktor tersebut menentukan kecepatan penguraian, kualitas air yang dihasilkan,

dan jenis mikroorganisme yang dipakai. Sedangkan jenis pengolahan biologis yang

digunakan bergantung pada: derajat pengolahan yang dikehendaki; jenis air limbah

yang diolah; konsentrasi air limbah; variasi aliran; volume limbah; dan biaya operasi

dan pemeliharaan.

Prinsip pengolahan limbah secara biologis dibedakan berdasarkan beberapa

faktor, seperti; Berdasarkan kebutuhan oksigen dan berdasarkan pola pertumbuhan

mikroorganisme. Berikut merupakan skema dari prinsip pengolahan limbah secara

biologis

gambar.1.

Prinsip

pengolahan limbah secara biologis

Dari skema diatas dapat dilihat proses pengolahan limbah secara biologis. Pada awal

pengolahan terdapat influent air limbah atau pemasukan air limbah ke dalam unit

pengolahan, selanjutnya terdapat bak pengendap 1 yang berfungsi untuk

mengendapkan air limbah dan memisahkan air limbah dengan partikel tersuspensi

2 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Modul 5 Pengolahan Biologis Aerobik Sistem Tersuspensi dan Terlekat ITS

user, 04/19/15,
Cantumin sumbernya dari mana ya
Page 4: Pengolahan Biologis

yang terdapat dalam air sehingga terdapat beberapa lapisan pada air limbah,yaitu

lapisan padatan organik dan lapisan air yang mengandung zat organik terlarut.

Padatan yang dihasilkan akan di olah dalam unit pengolahan lumpur, pada unit ini

terdapat proses pengeringan dan proses pemanasan untuk menghasilkan padatan

tanpa air atau biasanya kompos. Pada tahap selanjutnya terdapat bioreactor atau

tempat pembubuhan mikroorganisme untuk mendegradasi zat organik yang terlarut,

pada bioreactor ini tergantung dari jenis mikroorganisme yang dipakai dan pola

pertumbuhannya. Pada tahap terakhir ialah bak sedimentasi akhir, pada bak ini

berfungsi untuk memisahkan flok-flok yang terbentuk dari hasil bioreactor dengan

air limbah, sehingga effluent yang dihasilkan memiliki kualitas sesuai baku mutu.

Pada proses pengolahan biologis, jenis pengolahan dibedakan berdasarkan:

Berdasarkan kebutuhan Oksigen;

- Proses Aeorobik

- Proses Anoxic

- Proses Anaerobic

Berdasarkan pola pertumbuhan

- Sistem dengan pola pertumbuhan tersuspensi (suspended growth)

- Sistem dengan pola pertumbuhan terlekat (attached growth)

Pengolahan air limbah secara biologi beranekaragam, biasanya dipilih

berdasarkan tipe sumber limbah itu sendiri maupun ketersediaan ruang &

material.Sebagian besar pengolahan air limbah secara biologi menggunakan sistem

aerob (dengan injeksi oksigen), hal itu dikarenakan proses penguraian berjalan lebih

cepat, biaya operasional relative murah, serta tidak menimbulkan hasil sampingan

yang berbahaya (misal gas hidrogen sulfida yang merupakan hasil sampingan dari

pengolahan anaerob).

II.2 Definisi dan prinsip kerja MBBR

Moving Bed Biofilm Reactor atau biasa disebut MBBR merupakan salah satu

teknologi pengolahan air limbah domestic atau industri yang menggunakan konsep

3 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 5: Pengolahan Biologis

fixed-film atau yang biasa dikenal yaitu prinsip attached growth. Konsep fixed-film

atau attached growth ialah salah satu prinsip kerja dalam suatu pengolahan

yangmemanfaatkan mikroorganisme yang menempel dan tubuh pada media yang

nantinya membentuk lapisan film untuk menguraikan zat organik yang terkandung

dalam air limbah, proses ini biasanya disebut dengan fix bed. Tujuan dari Moving Bed

Biofilm Reactor (MBBR) adalah untuk mengurangi jumlah zat organik yang terdapat

dalam air limbah sehingga mengurangi nilai BOD nitrifikasi dan denitrifikasi.

Moving bed biofilm reactormerupakan salah satu pengolahan air limbah dengan

tingkat pencemar yang tinggi dengan menggunakan mikroorganisme sebagai

pengurai zat organik yang berlebihan. Moving bed biofilm reactormemiliki banyak

keuntungan.

Keuntungan dari MBBRdiantaranya, yaitu:

- biaya operasi yang murah,

- tidak memerlukan ruang yang besar

- perawatan yang mudah

- tahan lama

- beban volume limbah yang tinggi

- dapat mengolah air limbah dengan tingkat pencemaran tinggi

- dapat dikembangkan dengan mudah

Pada reaktor MBBR terdapat media plastik yang mengambang di permukaan

air limbah atau biasa disebut dengan biocarrier. Jenis plastik yang digunakan untuk

biocarrier ialah jenis HDPE, polypropylene atau polyethylene. Pemakaian jenis ini

berdasarkan dengan massa jenis yang dimilikinya harus mendekati massa jenis air,

hal ini bertujuan agar media (biocarrier) tetap mengambang dan dapat bergerak

ketika diberikan udara (aeration). Selain itu plastik yang digunakan harus memiliki

rongga atau ruang diantara lapisan sehingga memungkinkan mikroorganisme

berkembang biak di dalam nya.Biomassa akan tumbuh pada permukaan tersebut

sebagai lapisan tipis dengan ketebalan berkisar antara 50-300 mikron. Biocarriers ini

4 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 6: Pengolahan Biologis

bertahan cukup lama, dalam perawatan mudah dan untuk ketahananya dapat bertahan

selama lebih dari 20 tahun sebelum akhir terdegradasi

Gambar.2. Biocarrier

Prinsip kerja dari Moving Bed Biofilm Reactor ialah attached growth.

Attached growth ini merupakan memanfaatkanmikroorganisme yang tumbuh secara

melekat (attached growth)untuk mengolah zat organik yang merupakan polutan

denganmenjadikan zat organik tersebut sebagai bahan makanan sekaligus untuk

pembentukan biomassa barus, sehingga memenuhi persamaan:

C6H12O6 + O2 + mikroorganisme »CO2 + H2O + biomassa

Pada MBBR juga MBBR tidak menerapkan sistem return sludge flow,

sehingga tidak terkategori sistem lumpur aktif. Penerapan sistemattached growth

mengakibatkan produksi lumpur yang minimal. Namun seiring dengan perkembangan

teknologi, terdapat pula penerapan sistem attached growth dengan activated sludge

5 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

http://www.slideshare.net/ketanwadodkar/ppt-on-fab-mbbr

user, 04/19/15,
Sumber gambar dimasukkin
Page 7: Pengolahan Biologis

Gambar.3. Flowchart MBBR ( Moving Bed Biofilm Reactor )

Pada proses MBBR terdapat beberapa tahapan, pada tahap awal ialah intake

atau pengambilan air limbah ke dalam unit pengolahan. Pada tahap intake ini terdapat

fine screen yang berfungsi untuk memisahkan air limbah dengan limbah padat yang

tercampur.pada tahap selanjutnya ialah air limbah akan mengalir kedalam tanki

anoxic reactor pada tanki ini tidak ada oksigen yang disuplai ke dalam tangki,

dimana pada tanki tersebut tidak terjadi aktivitas biologis aerobik dan untuk terjadi

nya proses denitrifikasi. Proses denitrifikasi ini berlangsung dalam kondisi anoksik ,

dimana karbon yang terkandung dalam air limbah digunakan sebagai energi untuk

mendenitrifikasi nitrat sehingga jika konsenstrasi zat organic banyak maka kadar

karbon yang terkandung semakin banyak dan semakin cepat terjadinya proses

denitrifikasi. Pada tanki selanjutnya ialah tanki pengurangan kadar BOD,

pengurangan kadar BOD ini dilakukan dengan seiring berjalannya proses

denitrifikasi, dengan adanya mikroorganisme yang menempel pada media maka

6 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Sumber: http://www.headworksinternational.com/biological-wastewater-treatment/MBBR-plant-upgrade.aspx

Page 8: Pengolahan Biologis

terjadi proses penguraian zat organik oleh mikroorganisme. Langkah selanjutnya

ialah proses nitrifikasi, dengan kadar nitrogen yang terbentuk dari tanki anoksik

digunakan untuk mengurai ammonia yang terkandung dalam air limbah dengan

bantuan suplai oksigen dari diffuser. Pada tahap selanjut nya, setelah kadar ammonia

habis, maka air akan memasuki tanki anoksik lagi dengan tujuan untuk mendegradasi

sisa karbon yang masih tersisa. Tahap selanjutnya ialah tanki clarifier, pada tahap ini

bertujuan untuk memisahkan flok-flok yang terbentuk selama proses dengan air yang

sudah jernih. Hasil dari MBBR ini ialah air yang sudah tidak berbau (kadar ammonia

berkurang) dan tidak keruh (kadar zat organik berkurang)

II.3 Tipe Pengolahan Biologis berdasarkan Pemanfaatan Oksigen

Tipe pengolahan biologis ditinjau dari pemanfaatan oksigennya maka dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu aerobic, anaerobic dan anoksid.

Pemanfaatan oksigen pada mikroorganisme ini bertujuan untuk dapat melakukan

aktivitas yang diperlukan untuk proses pengolahan

Pada proses pengolahan biologis secara aerob adalah pemanfaatan aktivitas

mikroorganisme aerob dalam kondisi aerob atau kondisi terdapatnya kandungan

oksigen terlarut dalam air yang berguna untuk mengurai zat-zat organic dan zat yang

berbahaya, serta untuk pembentukan biomassa baru. Jenis mikroorganisme aerob

merupakan jenis mikroorganisme yang paling banyak, karena hampir semua daerah

memiliki oksigen terlarut. Pada proses pengolahan limbah cair, biasanya

mikroorganisme jenis ini digunakan dalam trickling filter, aeration basin,activated

sludge, dan lainnya.

Proses anaerob adalah pengolahan biologis yang memanfaatkan

mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik dalam kondisi tidak didapatkan

atau sangat sedikit oksigen terlarut (Indriyanti, 2005).Dimana dalam kondisi ini tidak

terdapatnya penerima elektron dalam bentuk oksigen terikat maupun bebas atau

nitrat, dan sulfat. Pada proses anaerob terdapat empat proses penguraian zat organik,

pada tahap pertama ialah hydrolysis, proses ini bertujuan untuk memecah zat organik

7 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 9: Pengolahan Biologis

(polimer, seperti polisakarida, protein dan lemak) menjadi zat organik yang lebih

sederhana(monomer, seperti gula, asam amino, dan peptide). Selanjutnya ialah

acidogenesis, proses ini betujuan untuk merubah zat organik hasil hydrolysis menjadi

asam lemak(asam asetat, butirat, dan propionate). Proses selanjutnya ialah

acetogenesis, proses ini bertujuan mengubah asam lemak menjadi asetat,gas H2, CO2

dan asam format. Tahap terakhir iala methanogenesis pada proses ini bertujuan untuk

mengubah hasil dari proses sebelumnya menjadi gas methane

Perbandingan antara pengolahan secara aerob dan anaerob (Eckenfelder,

1998) yaitu:

Parameter Aerob Anaerob

Kebutuhan energi Tinggi Rendah

Tingkat pengolahan 60-90 % 95%

Produksi lumpur Tinggi Rendah

Stabilitas proses terhadap

toksik dan perubahan

beban

Sedang-tinggi Rendah-sedang

Kebutuhan nutrient Tinggi untuk beberapa

limbah industry

Rendah

Bau Tidak terlalu berpotensi

menimbilkan bau

Berpotensi menimbulkan

bau

Kebutuhan alkalinitas Rendah Tinggi untuk beberapa

limbah industry

Produksi biogas Tidak ada Ada (dapat dimanfaatkan

sebagai sumber energi)

Start-up time 2-4 minggu 2-4 bulan

Temperatur Tinggi Sedang

pH 6.5 – 8.5 6.5 – 7.5

.

8 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 10: Pengolahan Biologis

Sedangkan proses anoksik atau anoxic merupakan proses pengolahan biologis

dimana tidak ada nya oksigen bebas (O2) selama proses namun ada nya oksigen

terikat (NO2, dan NO3) dimana terjadi penguraian nitrogen (denitrifikasi):

NO3−¿→ NO3 → NO→ N 2O→ N2¿

II.3 Tahapan pengolahan biologis seeding feeding dan aklimatisasi

Dalam suatu unit pengolahan biologis diperlukan tiga tahapan yang harus

dilakukan agar pengolahan air limbah bekerja dalam kondisi optimum. Tiga tahap

yang diperlukan ialah seeding, aklimatisasi dan feeding. Pada tahap awal seeding

merupakan proses pengembangbiakan mikroorganisme kedalam reaktor. Tahap

seeding dilakukan untuk mengembangkan bakteri yang akan digunakan selama proses

pengolahan. Proses ini memerlukan waktu untuk mikroorganisme melekat pada tiap

media (biocarrier), lama nya waktu tergantung dari besarnya volume reaktor yang

digunakan.

Pada tahap selanjutnya ialah proses aklimatisasi atau adaptasi. Proses ini

merupakan pengadaptasian mikroorganisme terhadap ari buangan yang akan diolah.

pengadaptasian ini tidak dapat dilakukan secara langsung namun dilakukan secara

bertahap, hal ini dilakukan agar mikroorganisme tidak mati karena tidak dapat

beradaptasi secara langsung. Proses adaptasi dilakukan secara bertahap dengan cara

pergantian air mikroorganisme dengan air limbah, pergantian ini dilakukan dengan

pemasukan air limbah ke influen dan pembuangan air mikroorganisme.

Tahap terakhir ialah feeding, pada akhir dari proses aklimatisasi atau adaptasi

adalah ketika air limbah mikroorganisme 100% tergantikan dengan air limbah yang

ingin diolah. Proses feeding dilakukan dengan pemasukan air limbah sebagai influen

dari proses pengolahan air limbah

9 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 11: Pengolahan Biologis

III. Alat dan Bahan

a) Alat

1. 1 buah reaktor MBBR skala lab

2. 1 buah cawan TSS

3. 1 buah pemanas

4. 1 buah oven

5. 1 buah timbangan

6. 2 buah tabung COD

7. 1 buah erlenmeyer

8. 3 buah pipet ukur 10 ml

9. 1 buah bulb

10. 1 buah buret

b) Bahan

1. Air sampel influen

2. Air sampel effluen

3. Larutan K2Cr2O7

4. Larutan AgSO4

5. Indikator Ferroin

6. Larutan FAS 0.0775 N

10 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 12: Pengolahan Biologis

IV. Cara Kerja

11 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 13: Pengolahan Biologis

V. Data Praktikum

Dari praktikum diatas didapat total FAS yang dibutuhkan sebagai berikut:

Tabel.1. Tabel pengamatan FAS

BotolVolume FAS 0,0775 N (mL)

Influent Effluent

Blanko 15-13,53= 1,47 mL

Sampel pukul 8.40 12,15-10,83= 1,32 mL 8,63-7,3= 1,33 mL

Sampel pukul 12.23 13,53-12,2= 1,33 mL 10,83-9,83= 1 mL

Tabel.1. Tabel pengamatan FAS

Dari praktikum pengukuran berat cawan didapat nilai sebagai berikut:

Tabel.2. Tabel pengamatan berat cawan

Sampel

Berat Cawan

Berat awal cawan

(gr)

Berat cawan

setelah pemanasan

1050 (gr)

Berat cawan

setelah pemanasan

5500 (gr)

Sampel pukul 8.40

-Influent 36,1250 gr 36,1450 gr 36,1388 gr

-Effluent 35,31 gr 35.4094 gr 35.3770 gr

Sampel pukul

12.23

-Influent 24,7669 gr 24,7738 gr 24,7704 gr

-Effluent 35,3739 gr 35,4646 gr 35,4400 gr

VI. Pengolahan Data

Mencari nilai COD dengan menggunakan rumus :

COD=( A−B)× N ×8000 × n

mL sampel

12 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 14: Pengolahan Biologis

Dengan, A = volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL

B = volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk sampel, mL

N = normalitas larutan FAS

n = pengenceran yang dilakukan

-Untuk nilai COD influent pada sampel pukul 8.40sebesar :

COD=(1,47−1,32)×0,0775 × 8000× 3

2,5 mL=111,6

mgL

O2

Dan nilai COD effliuentnya sebesar:

COD=(1,47−1,33)×0,0775 × 8000 ×2

2,5 mL=69,44

mgL

O 2

- Untuk nilai COD influent pada sampel pukul 12.23. sebesar :

COD=(1,47−1,33)×0,0775 × 8000 ×3

2,5 mL=104,16

mgL

O 2

Dan nilai COD effliuentnya sebesar:

COD=(1,47−1)×0,075 × 8000× 2

2,5 mL=99,2

mgL

O2

Sedangkan untuk mencari nilai TS menggunakan rumus

TS (mg / L)=(A−B)× 1000

mL sampel

Dengan, A = berat cawan + filter + residu setelah pemanasan 105oC (mg)

B = berat cawan + filter kosong sesudah pemanasan 105oC (mg)

Sehingga didapat nilai TS pada sampel (pukul 8.40) influent sebesar:

TS (mg / L )= (36,1450−36,1250 )× 100025

=0,8 mg / L

13 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 15: Pengolahan Biologis

Dan nilai TS pada effluentnya sebesar:

TS (mg / L )= (35,4094−35.31 ) ×100025

=3,976 mg / L

Untuk nilai TS pada sampel (pukul 12.23) influent sebesar:

TS (mg / L )= (24,7738−24,7669 )× 100010

=0,69 mg / L

Dan nilai TS pada effluentnya sebesar:

TS (mg / L )= (35,4646−35.3739 ) ×100025

=3,628 mg / L

Dan untuk mencari VS dengan menggunakan rumus:

VS (mg / L )= ( A−B )×1000mL sampel

=¿

Dengan, A = berat residu + filter +cawan sebelum pembakaran pada suhu

550oC, sesudah pemanasan 105oC (mg)

B = berat residu + filter + cawan setelah pemanasan 550oC (mg)

Sehingga didapat nilai VS pada sampel (pukul 8.40) influent sebesar:

VS (mg / L )= (36,1450−36,1388 )× 100025

=0,248 mg / L

Dan nilai VS pada effluentnya sebesar:

VS (mg / L )= (35,4094−35,3770 ) ×100025

=1,296 mg / L

Untuk nilai VS pada sampel (pukul 12.23) influent sebesar:

VS (mg / L )= (24,7738−24,7704 ) ×100010

=0,34 mg / L

14 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 16: Pengolahan Biologis

Dan nilai VS pada effluentnya sebesar:

VS (mg / L )= (35,4646−35,440 )× 100025

=0,984 mg /L

Sehingga dari data diatas, dapat dibuat table sebagai berikut:

Sampel

Parameter

COD (Chemical

Oxygen Demand)TS (Total Solid) VS (Volatile Solid)

Sampel (pukul

8.40)

-Influent 111,6 mg/L O2 0,8 mg/L 0,248 mg/L

-Effluent 69,44 mg/L O2 3,976 mg/L 1,296 mg/L

Sampel (pukul

12.23)

-Influent 104,16 mg/L O2 0,69 mg/L 0,34 mg/L

-Effluent 99,2 mg/L O2 3,628 mg/L 0,984 mg/L

Dari data diatas, maka dapat kita cari nilai efisiensi penghilangan dari tiap parameter

dengan rumus:

Efisiensi Penghilangan (%) Cawal−CakhirCawal

X 100 %

Dengan, Cawal= konsentrasi parameter awal (mg/L)

Cakhir= konsentrasi parameter akhir (mg/L)

Sehingga didapat:

Efisiensi

Parameter

COD (Chemical

Oxygen Demand)TS (Total Solid)

VS (Volatile

Solid)

Sampel pukul 8.40 37,77 % -397 % -422,6 %

Sampel pukul 4,76 % -425,79 % -189,411 %

15 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 17: Pengolahan Biologis

12.23

VII. Analisis

VII.1Analisis Percobaan

Percobaan Pengolahan Biologis merupakan serangkaian kegiatan untuk

memahami fungsi reaktor biologis dalam pengolahan air limbah dengan

menggunakan prinsip keseimbangan massa untuk mengestimasi produksi lumpur

dan untuk mengetahui rasio resirkulasi lumpur ke reaktor. Percobaan ini

menggunakan parameter COD, TS dan VS limbah cair untuk mengetahui efisiensi

reaktor pengolahan biologis.

Reaktor yang digunakan dalam percobaan adalah reaktor Moving Bed Biofilm

Reactor atau MBBR. Reaktor ini bekerja dengan bantuan mikroorganisme yang

melekat pada media (Biocarriers) untuk menguraikan zat-zat organik yang

terkandung dalam air limbah. Pada reakor yang digunakan dalam praktikum

terdiri dari 2 buah reaktor, yaitu reaktor kondisi anaerob dan kondisi aerob.

Prinsip kerja yang digunakan ialah attached growth pada tiap reaktor, pada kedua

reaktor sudah terdapat mikroorganisme aerob dan anaerob yang melekat pada

filter. Pada tahap awal proses ialah dengan proses pemasukan air (intake), air

yang digunakan selama proses pengolahan ialah air limbah daerah perairan

tanjung priok. Kemudian air akan memasuki reaktor anaerob untuk diolah dan

setelah itu memasuki reaktor aerob. Efisiensi dari tiap reaktor dapat diketahui

dengan cara membandingkan parameter-parameter tertentu dari air limbah saat

masuk (influent) dan pada saat keluar dari reaktor (effluent). Parameter yang

digunakan ialah COD, TS (Total Solid) dan VS (Volatile Solid).

Sampel yang digunakan selama percobaan ini terdiri dari empat sampel, yaitu

sampel influen dan efluen yang diambil pada pukul pukul 8.40, serta sampel

influen dan efluen yang diambil pada pukul pukul 12.23. Sampel yang praktikan

uji adalah efluen jam pukul 8.40 dari reaktor pengolahan biologis anaerob.

16 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 18: Pengolahan Biologis

Pertama-tama praktikan menguji parameter COD atau Chemical Oxygen Demand

air limbah secara refluks tertutup untuk mengetahui keampuan reaktor dalam

megolah zat organik. Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian COD

adalah membilas semua alat-alat yang akan digunakan dengan air suling, lalu

mengencerkan sampel dengan 2 kali pengenceran, yaitu mengambil sampel efluen

pukul 8.40 sebanyak 10 mL dan menambahkan air suling sampai 20 mL di dalam

labu ukur, homogenkan dengan memutarkan labu ukur. Setelah itu praktikan

mengambil 2.5 mL sampel yang sudah diencerkan dengan pipet volum dan

memasukannya ke tabung reaksi COD, tidak lupa praktikan memberi label efluen

pukul 8.40 pada bagian atas tabung reaksi COD tersebut. Praktikan

menambahkan larutan K2Cr2O7 sebanyak 1.5 mL menggunakan pipet volum ke

dalam tabung reaksi COD. Langkah selanjutnya adalah menambahkan 3.5 mL

H2SO4+AgSO4 ke dalam tabung reaksi COD yang diletakan pada rak tabung

reaksi dan dilakukan di ruang asam karena cairan pada tabung reaksi COD akan

menjadi panas. Setelah ditambahkan larutan asam, praktikan mendinginkan

sampel dalam tabung reaksi COD dengan air yang mengalir. Saat tabung reaksi

sudah tidak panas, sampel dalam tabung reaksi COD dipanaskan dengan balok

pemanas pada suhu 105 oC selama kurang lebih 2 jam. Setelah selesai dipanaskan,

praktikan menuangkan larutan dari tabung reaksi ke dalam labu erlenmeyer dan

menyiapkan larutan untuk dititrasi. Siapkan larutan FAS dalam buret, lalu

jepitkan buret di statif dan letakan kertas putih dibawahnya agar dapat melihat

perubahan warna larutan dengan jelas. Setelah peralatan untuk titrasi siap,

praktikan menambahkan 3 tetes indikator ferroin ke dalam labu Erlenmeyer

sehingga larutan berubah menjadi warna biru. Setelah itu melakukan titrasi

dengan larutan FAS yang telah disiapkan hingga larutan berwarna merah bata.

Praktikan mencatatat volume awal dan akhir larutan FAS pada buret dan

menyelisihkannya. Setelah itu praktikan membandingkan volume larutan FAS

yang digunakan oleh sampel blanko dan larutan efluen dibandingkan juga dengan

sampel blanko.

17 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 19: Pengolahan Biologis

Parameter yang kedua adalah TS (Total Solid) dan VS (Volatile Solid).

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui produksi lumpur yang dihasilkan di

reaktor biologis. Pada prinsipnya pengujian ini membandingkan berat cawan yang

terisi sampel dengan berat cawan tersebut setelah dimasukan oven/inicerator

Langkah pertama yang dilakukan oleh praktikan adalah menyiapkan cawan dan

membilas cawan tersebut dengan air suling. Setelah cawan dikeringkan, dengan

menggunakan capit cawang ditimbang. Setelah itu praktikan mengambil sampel

efluen pukul 8.40 sebanyak 25 mL menggunakan pipet volum dan dimasukan

kedalam cawan. Hal yang harus praktikan perhatikan adalah selalu menggunakan

capit untuk memindahkan cawan agar massa cawan tidak berubah dengan

kontaminasi partikel di tangan praktikan. Setelah itu cawan dipanaskan diatas

hotplate pada suhu 400o C selama beberapa menit hingga air yang terdapat dalam

cawan tinggal sedikit. Setelah itu cawan dipanaskan kembali dalam

oven/inicerator selama 1 jam dan setelah itu diletakkan kedalam desikator agar

uap air yang dihasilkan dari cawan tidak membasahi bagian cawan dan dalam

desikator terlindungi dari debu, karena pada tutup desikator terdapat gel yang

menjaga sampel dari kemungkinan masuknya debu. Sehingga tidak terjadinya

kesalahan pengukuran massa sampel. Kemudian cawan ditimbang untuk

mengetahui TS yang terkandung.

Setelah mengetahui nilai TS dari cawan maka dilakukan pemanasan

kembali oleh cawan untuk mengetahui berat cawan (fixed solid) yang nantinya

akan didapatkan nilai VS. Pemanasan atau pembakaran ini dilakukan dengan suhu

550O C selama 20 menit dan dimasukkan kembali ke dalam desikator selama 1

jam. Kemudian cawan ditimbang untuk mengetahui beratnya. VS merupakan

padatan yang hilang selama proses pemanasan, sehingga nilai VS didapat dari

selisih berat cawan.

VII.2Analisis Hasil

Pada percobaan kali ini, praktikan mendapatkan tiga nilai, yaitu nilai volume

FAS yang terpakai, nilai besar cawan setelah pemanasan 105o C (TS) dan nilai

18 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 20: Pengolahan Biologis

besar cawan setelah pemanasan 550o C (VS). Nilai volume FAS yang didapat,

maka dapat diperoleh nilai COD yang terkandung dalam air limbah, dengan

rumus:

COD=( A−B)× N ×8000

mLsampel

Penggunaan volume FAS untuk blanko ialah 1,47 mL, sedagkan untuk besar

volume FAS pada sampel pukul 8.40 ialah 1,32 mL untuk nilai influen dan 1,33

mL untuk nilai efluen; dan pada sampel pukul 12.23 ialah 1,33 mL untuk nilai

influen dan 1 mL untuk nilai efluennya. Dengan menggunakan rumus diatas maka

didapat nilai COD sebagai berikut:

a. Sampel (pukul 8.40)

Influen : 111,6 mg/L O2

Efluent : 69,44 mg/L O2

b. Sampel (pukul 12.23)

Influen : 104,16 mg/L O2

Efluent : 99,2mg/L O2

Dari data hasil diatas dapat dicari nilai efisiensi pengurangan nilai COD pada

tiap reaktor, yaitu dengan rumus

Efisiensi Penghilangan (%) Cawal−CakhirCawal

X 100 %

Sehingga didapat nilai efisiensi penghilangan COD untuk tiap reactor, yaitu pada

sampel pukul 8.40 atau reaktor anaerob sebesar 37,77 % ; dan untuk sampel

pukul 12.23 atau reactor aerob sebesara 4,76 %

Sedangkan untuk nilai TS dan VS yang didapat dapat digunakan rumus:

TS (mg / L)=(A−B)× 1000

mL sampel

19 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 21: Pengolahan Biologis

dan

VS (mg / L )= ( A−B )×1000mL sampel

Nilai TS yang pada sampel pukul 8.40 ialah 0,8 mg/L untuk influennya dan 3,976

mg/L untuk effluennya; dan pada sampel pukul 12.23 ialah 0,69 mg/L untuk

influennya dan 3,628 untuk nilai efluennya. Sedangkan nilai VS pada sampel

pukul 8.40 ialah 0,248 mg/L untuk influennya dan 1,296 mg/L untuk effluennya;

dan pada sampel pukul 12.23 ialah 0,34 mg/L influennya dan 0,984 mg/L untuk

effluennya.

Sehingga didapat nilai efisiensi untuk nilai TS sampel pukul 8.40 sebesar -

397% dansampel pukul 12.23 -425% ; dan efisiensi untuk nilai VS sampel pukul

8.40 sebesar -422,6% dan sampel pukul 12.23 sebesar -189.411%

Dari data hasil yang didapat diatas, dapat terlihat bahwa efisiensi pengurangan

COD pada sampel pukul 8.40 lebih baik dibanding pada sampel pukul 12.23, hal

ini membuktikan pada bahwa pada reactor anaerob, tingkat pengolahan nya lebih

besar dibanding dengan proses aerob. Sedangkan untuk nilai TS dan VS tidak

terjadi pengurangan padatan pada air limbah, hal ini dapat disebabkan oleh

adanya bakteri yang mati dan menyebabkan penambahan padatan dalam air dan

ada nya kemungkinan padatan tambahan pada media penampung.

VII.3Analisis Kesalahan

Pada percobaan ini memungkinkan terjadi nya kesalahan selama praktikum

dan menyebabkan data yang dihasilkan tidak representatif. Hal ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

1. Kesalahan dalam menentukan nilai COD, seperti kesalahan pembacaan

dan kesalahan dalam mentitrasi

20 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 22: Pengolahan Biologis

2. Kesalahan ketika pengambilan sampel, memungkinkan adanya zat padat

yang masuk ke dalam air sampel.

3. Kesalahan ketika penampungan sampel, alat tampung sampel yang belum

dibersihkan dan jenis bahan media penampung yang mudah

mempengaruhi sampel sehingga padatan air sampel terkontaminasi dengan

zat padat lain

4. Kesalahan dalam pengukuran berat cawan, pengukuran berat cawan harus

dilakukan harus hati-hati, hal ini dikarenakan massa TS maupun VS

sangat kecil dan penimbang cawan yang sangat sensitif terhadap

penambahan atau pengurangan massa.

5. Kesalahan dalam pemindahan cawan setelah proses pemanasan, ketika

cawan yang dipanaskan, maka akan ada uap air yang dihasilkan jika

pemindahan tidak hati-hati dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi

debu disekitar cawan.

VIII. Kesimpulan

Dari praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa:

Nilai efisiensi pengurangan kadar COD pada reaktor anaerob sebesar 37,77% dan

pada reaktor anaerob sebesar 4,76%

Efisiensi pengurangan nilai COD atau BOD dalam reaktor anaerob lebih besar

dibanding kan dengan reaktor aerob

.Nilai efisiensi pengurangan kadar padatan TS dan VS pada reaktor anaerob yaitu

sebesar -397 % (TS) dan -422 % (VS) dan pada reaktor aerob sebesar -425 % (TS)

dan -189,411 % (VS), dimana tidak terjadi nya pengurangan padatan yang terlarut

dalam air limbah

Seharusnya nilai TS dan VS mengalami pengurangan namun dari hasil data yang

didapat sebalik nya, hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan yang dilakukan selama

praktikum maupun pada saat pengolahan data

21 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s

Page 23: Pengolahan Biologis

Daftar Pustaka

1. http://sustainablewater.com/mbbr/ (diakses pada tanggal 16-04-2015, pukul

19.15)

2. http://www.headworksinternational.com/biological-wastewater-treatment/

mbbr.aspx (diakses pada tanggal 16-04-2015, pukul 19.35)

3. http://issuu.com/hmtlitb/docs/mbbr (diakses pada tanggal 16-04-2015, pukul

20.03)

4. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-istikomaha-5169-3-

bab2.pdf (diakses pada tanggal 17-04-2015, pukul 18.21)

5. http://www.airlimbah.com/2011/07/18/video-mbbr/ (diakses pada tanggal 17-

04-2015, pukul 19.22)

6. http://www.swrcb.ca.gov/water_issues/programs/owts/techonsite/chapter5.pdf

7. http://pelatihanguru.net/tag/proses-hidrolisis (diakses pada tanggal 17-04-

2015, pukul 19.25)

8. http://www.airlimbah.com/2010/08/15/pengolahan-aerob-vs-anaerob/ (diakses

pada tanggal 17-04-2015, pukul 19.33)

9. Instalasi Pengolahan Air Limbah oleh Sakti A.Siregar

10. modul labling

22 | P e n g o l a h a n B i o l o g i s