bab ii tinjauan pustaka a. landasan teorirepository.ump.ac.id/2877/3/bab ii_sulkhi danu...
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Tablet Floating Metformin HCl
Tablet floating metformin HCl merupakan obat diabetes
yang dalam bentuk lepas lambat dengan sistem densitas kecil,
memiliki kemampuan mengembang, mengapung, dan tetap berada
di lambung dalam beberapa waktu tanpa terpengaruh waktu
pengosongan lambung sehingga sangat cocok untuk obat yang
memberikan efek lokal di lambung, serta hanya di absorbsi di
bagian atas intestinal (Patil, 2010). Metformin dalam bentuk
sediaan lepas terkontrol dapat mempetrahankan kadar obat dalam
darah selama 10-16 jam sehingga pasien cukup minum 1x sehari
akan memperpanjang durasi efek obat dam meningkatkan kualitas
terapi (Wadher et al, 2011).
Formulasi metformin dengan sediaan lepas lambat
bertujuan untuk mempertahankan obat lebih lama dalam darah
selama 10-16 jam sehingga cukup sekali minum obat. Sediaan
lepas lambat ini akan memiliki durasi efek obat yang lebih panjang
sehingga dpat meningkatkan kepatuhan pasien minum obat dan
meningkatkan kualitas terapi pasien penderita DM (Parvathi, 2012;
Whitehead, 1998).
Penelitian yang dilakukan oleh Werdana (2016) terhadap
formulasi tablet floating metformin HCl dengan eksipien metochel
K4M Cr (HPMC K4M Cr) dan natrium bikarbonat, menghasilkan
kombinasi HPMC K4M CR dan NaHCO3 sebagai matriks tablet
floating metformin HCl berpengaruh terhadap sifat alir dan
kemampuan mengapung tablet (Flag time) ditandai peningkatan
jumlah NaHCO3 meningkatkan kecepatan alirnya dan kecepatan
kemampuan mengapung (Flag time), sedangkan peningkatan jumlah
HPMC K4M CR berpengaruh meningkatkan durasi mengapung
(durasi Floating) dan memperlambat pelepasan obat saat proses
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
5
disolusi tablet sedangkan komposisi formula terbaik untuk tablet
floating metformin HCl yang dipilih yaitu dengan jumlah HPMC
K4M Cr 187,50 mg dan NaHCO3 126, 36 mg tiap tablet serta
memiliki nilai desirability sebesar 0,80.
2. Disolusi dan disolusi intrinsik
Disolusi merupakan proses kinetik, sehingga untuk
mengetahui prosesnya dilakukan pengamatan terhadap jumlah zat
aktif yang terlarut ke dalam medium sebagai fungsi waktu
(Fudholi, 2013). Disolusi juga dapat diartikan perpindahan ion atau
molekul dari kondisi padat menjadi larutan. Tingkat disolusi
diketahui dengan cara melakukan serangkaian percobaan yang
berhubungan dengan kondisi melarutnya solute kedalam pelarut.
Dengan demikian kelarutan suatu zat dapat diartikan dengan
jumlah bagian dari zat yang melarut ketika kondisi kesetimbangan
terjadi antara larutan dengan zat yang berlebih (yang tidak larut).
Maka memungkinkan untuk di aplikasikan ke semua tipe larutan
meliputi ketiga jenis fase ( gas, cair dan padat ) yang melarut
dalam salah satu dari ketiga jenis fase tersebut (Aulton, 2002).
Disolusi intrinsik adalah proses pelepasan zat aktif dari
sediaan ke dalam medium dengan luas permukaan dalam kondisi
konstan (Fudholi, 2013). Disolusi in vitro diakui sebagai suatu
elemen penting dalam pengembangan obat. Uji disolusi dilakukan
sebagai tahap awal untuk mengetahui ketersediaan hayati suatu
bentuk sediaan sebelum uji pelepasan obat secara in vivo
dilakukan. Korelasi antara data in vitro dan in vivo sering
digunakan selama pengembangan bentuk sediaan dengan tujuan
untuk efisiensi waktu dan mendapatkan formula optimal (Cardot
dkk., 2007).
Simulasi dalam uji disolusi in vitro dapat membantu
menemukan metode uji yang tepat untuk menggambarkan profil
pelepasan obat secara in vivo. Faktor yang mempengaruhi laju
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
6
disolusi obat antara lain : sifat fidiks kimis obst, macam alat yang
digunakan, kondisi percobaan seperti intensitas pengadukan serta
medium disolusi dan formulasi dan metode fabrikasi (Fudholi,
2013).
Kecepatan disolusi atau laju pelarutan adalah kecepatan
melarutnya zat kimia kedalam medium tertentu dari suatu padatan.
Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang
mengontrol laju bioabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan
rendah. Karena tahapan ini merupakan tahapan yang paling lambat
dari berbagai tahapan yang ada dalam pelepasan obat dari bentuk
sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik (Martin
dkk., 1993).
3. Faktor-fator yang mempengaruhi disolusi obat
Beberapa faktor yang mempengaruhi disolusi obat seperti
temperatur, faktor fisikakimia obat (ukuran partikel obat, bentuk
ionisasi dan bentuk kristal), kecepatan pengadukan dan medium
disolusi.
a. Temperatur
USP/NF menyatakan secara spesifik bahwa media
disolusi harus berada pada suhu 37oC. sering dianggap bahwa
suhu tangas air di tabung disolusi adalah sama. Tabung uji
disolusi plastic menunjukan koefisien transfer panas lebih kecil
3,5 kali dari koefisien transfer panas tabung uji disolusi gelas.
Jadi dalam satu seri uji disolusi dengan alat uji disolusi tidak
dapat digunakan tabung uji disolusi yang terbuat dari plastic
dan kaca secara bersamaan karena kecepatan disolusinya akan
berada secara signifikan (Fudholi, 2013).
b. Sifat fisika kimia obat
Ukuran partikel suatu obat behubungan dengan luas
permukaan, semakin besar luas permukaan suatu zat, maka
semakin besar pula laju disolusinya. Sedangkan luas
permukaan area berbanding terbalik dengan ukuran partikel.
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
7
Pengurangan ukuran partikel dapat meningkatkan luas
permukaan zat. Semakin kecil ukuran partikel maka luas area
zat semakin besar dan laju disolusi akan semakin besar. Bentuk
ion suatu oabat juga dapat mempengaruhi disolusi. Bentuk
garam elektrolit lemah dari suatu zat lebih larut terhadap air
dibanding dengan bentuk asam atau basa lemahnya. Bentuk
garam mengakibatkan disolusi dan absorpsi obat menjadi lebih
cepat. Bentuk kristal dari suatu obat akan larut lebih lama
dibandingkan dengan bentuk amorfnya. Hal ini disebabkan
karena energi yang dibutuhkan untuk membongkar partikel
kristal jauh lebih besar dibanding dengan bentuk amorf. Pada
formulator didunia lebih suka memformulasikan obat dengan
bahan aktif dalam bentuk amorf di banding dengan yang dalam
bentuk kristal (Mansoor dkk, 2003)
c. Kecepatan pengadukan
Kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada
kecepatan disolusi yang dikontrol difusi dengan ketebalan
lapisan difusi berbanding terbalik pada kecepatan putaran
pengadukan. Kecepatan pengadukan mempunyai hubungan
dengan tetapan kecepatan disolusi (Shargel dkk, 2005).
Pengadukan adalah suatu sistem gerakan fisik. Besar
kecilnya pengadukan akan mengakibatkan medium bergerak
pelan atau cepat. Gerakan ini dapat di sebabkan oleh putaran
pengaduk bentuk dayung, putaran basket dan pompa peristaltik.
Adanya gerakan medium ini memungkinkan tablet atau bentuk
sediaan lain hancur dan zat aktif menyebar dan larut dalam
medium. Tergantung dari tipe alat yang di pake sistem
pengadukan alat dapat berupa pengaduk yang berputar, wadah
sediaan yang bergerak atau model kombinasi. Pengadukan
memacu gerakan dari medium dan pembaruan cairan pada
permukaan padatan. Selain itu memacu dispersi cairan dan
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
8
menghomogenkan temperatur. Pengaruh pengadukan terhadap
kecepatan disolusi dapat dilihat pada persamaan :
K = a (N)b .................................................................... (1)
Dimana :
K = kecepatan disolusi
A dan b = konstanta
N = kecepatan pengadukan. (Fudholi, 2013).
d. Medium Disolusi
Sifat medium larutan akan mempengaruhi uji pelarutan.
Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat. Medium yang terbaik
merupakan persoalan tersendiri dalam penelitian. Beberapa peneliti
telah menggunakan cairan lambung yang diencerkan, HCL 0,1 N,
dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan cairan usus tiruan
tergantung dari sifat produk obat dan lokasi dalam saluran
pencernaan dan perkiraan obat yang akan terlarut (Shargel dkk,
2005).
Pemilihan medium disolusi data fisikokimia dari zat aktif
sediaan harus terlebih dahulu diketahui. Dua hal yang perlu
diketahui adalah kelarutaan bahan obat dan setabilitasnya terhadap
nilai pH. Ketika memilih penyusun dari medium, pengruh dari
dafar, penambahan surfaktan dan kestabilan obat perlu
diperhatikan. Untuk libih dapat mendekati keadaan fisiologis
menggunakan medium HCl 0,1 N atau normalitas lain sehingga pH
medium 1,2 atau medium HCl 0,1 N di campur dengan garam
dapur sehingga diperoleh pH 1,2 Volume medium disolusi
bervariasi tergantung dari alat yang diguanakan dan kapasitas
wadah yang ada. Pada alat dari botol atau flakon volume medium
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
9
sebesar 60 ml dan pada metode basket volumenya 900 ml (Fudholi,
2013)
Untuk volume medium pada alat disolusi tipe keranjang
dan dayung volume medium yang digunakan normalnya antara 500
mL-1000mL. Volume dapat dinaikan hingga 2-4 L tergantung pada
besar wadah dan kondisi yang diingikan (USP 30, 2010).
4. Pengungkapan hasil disolusi
a. Metode Wagner
Metode ini dapat menghitung tetapan kecepatan
pelarutan (k) dengan berdasar pada asumsi bahwa kondisi
percobaan dalam keadaan sink (Shargel, 2005).
b. Metode Khan
Metode ini kemudian disebut dengan konsep
Dissolution Efficiency (DE). Menurut Khan dissolution
efficiency didefinisikan sebagai perbandingan luas daerah
dibawah kurva disolusi pada waktu tertentu dengan luas daerah
empat persegi panjang yang menggambarkan 100% zat aktif
terlarut pada waktu yang sama.Dengan metode DE dapat
digambarkan seluruh proses disolusi sampai pada waktu
tertentu, jadi menggambarkan semua titik pada kurva disolusi.
Disamping itu pengungkapan data metode DE identik dengan
pengungkapan data percobaan secara in vivo (Fudholi, 2013).
Untuk mengukur besarnya luas dibawah kurva zat aktif
terlarut, dapat dilakukan dengan metode trapesium. Metode
trapesium diwujudkan dengan menjumlahkan luas trapesium-
trapesium yang terbentuk, ditambah dengan luas segitiga yang
ada, apabila kurva dipotong-potong sebagai daerah-daerah
kecil dengan alas yang sejajar dari kurva yang ada (Fudholi,
2013).
c. Metoda Klasik
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
10
Metode ini menunjukkan jumlah zat aktif yang terlarut
pada waktu t, yang kemudian dikenal dengan T20, T50, T90
dan sebagainya (Fudholi, 2013).
d. Jumlah zat aktif yang terlarut pada waktu tertentu, misalnya
C30 adalah dalam waktu 30 menit zat aktif yang terlarut
sebanyak x mg atau x mg/ml.
Efektivitas dari suatu tablet dalam melepaskan obatnya
untuk diabsorbsi sistemik tergantung pada laju disintegrasi dari
bentuk sediaan, deagregasi dari granul dan disolusi dari partikel
zat aktif. Laju dimana suatu padatan melarut dalam pelarut
dapat dirumuskan dengan persamaan Noyes dan Whitne.
Metode ini dilakukan dengan mencatat hasil yang diperoleh
dari konsentrasi zat aktif yang larut kedalam medium, pada
setiap waktu pengamatan yang dapat diungkapkan dalam
bentuk tabel atau grafik (Fudholi, 2013)
e. Nilai f1 (faktor perbedaan) dan f2 (faktor kemiripan)
Faktor f1 digunakan untuk mengukur perbedaan persen
antara dua kurva konsentrasi dan faktor f2 menunjukkan
kesamaan antara mereka atas semua titik waktu. f1 adalah nol
dan f2 adalah 100 ketika tes dan referensi profil obat identik. f1
meningkat dan f2 menurun secara proporsional sebagai
perbedaan yang meningkatkan. Nilai f2 = 50 atau lebih besar
(50-100) menunjukkan kesamaan atau ekivalensi ke-2 kurva,
yang berarti kemiripan profil disolusi ke-2 produk (Fudholi,
2013).
𝑓1 = {∑ |𝑅𝑡−𝑇𝑡|𝑛
𝑡=1
∑ 𝑅𝑡𝑛𝑡=1
} 𝑥 100 ..........................................(2)
𝑓2 = 50 𝑙𝑜𝑔{[1 + 1/𝑛 ∑(𝑅1 − 𝑇1)2]0.5𝑥 100} .....(3)
Keterangan :
f1 :Faktor perbedaan
f2 :Faktor kemiripan
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
11
Rt : Presentasi kumulatif obat yang larut pada setiap waktu
sampling dari produk pembanding (R = reference).
Tt : Persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu
sampling dari produk uji (T = test)
n :Jumlah titik sampel.
5. Sifat Fisik Tablet
a. Uji Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet dapat menjadi indicator awal
keseragaman kadar/kandungan zat aktif. Dengan asumsi bahwa
kita mempunyai campuran massa yang akan dikempa, yang
tercampur homogen ( merupakan campuran homogen ) maka
setelah dikempa menjadi tablet , bila tablet yang dihasilkan
memiliki bobot yang seragam dapat dipastikan akan memiliki
kadar yang seragam pula (Sulaiman, 2007).
Farmakope Indonesia Edisi III memberi aturan cara uji
keseragaman bobot dan batas toleransi yang masih dapat
diterima, yaitu : tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat
keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut : timbang
20 tablet satu persatu, hitung bobot rata-ratanya. Persyaratan
keseragaman bobot terpenuhi jika tidak lebih dari dua tablet
yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-
rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A, dan
tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih besar dari harga yang telah ditetapkan pada
kolom B. Bila tidak mencukupi dari 20 tablet, dapat digunakan
10 tablet, tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang
lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dari kolom A,
dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih
besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan pada kolom B
(Depkes, 1979). Menurut FI edisi III, jika ditimbang satu per
satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang masing – masing
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
12
bobotnya menyimpang dari bobot rata – rata lebih besar dari
harga yang ditetapkan kolom A yaitu 5% dan tidak satu
tabletpun yang bobotny menyimpang dari bobot rata – rata
lebih dari harga yang ditetapkan kolom B yaitu 10%, kemudian
menghitung koefisien variasinya (CV) (Depkes RI, 1995).
USP memberikan aturan tentang keseragaman bobot
untuk tablet yang tidak bersalut. Aturan ini dapat diterapkan
pada tablet dengan zat aktif 50 mg atau lebih , dengan
perbandingan kadar zat aktif dalam dalam tablet 50% atau lebih
dari bobot tablet. Dua puluh tablet ditimbang satu persatu,
dihitung bobot rata-ratanya dan penyimpangan terhadap bobot
rata-rata tiap-tiap tablet. Persyaratannya tidak boleh lebih dari 2
tablet yang bobotnya menyimpang (dibanding bobot rata-rata)
dari persentase yang tercantum pada tabel.
b. Uji Kekerasan Tablet
Kekerasan merupakan parameter yang menggambarkan
ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti
goncangan, benturan dan terjadi keretakan tablet selama
pengemasan, penyimpanan, transportasi sampai ke tangan
pengguna (Lachman, 2008)
Persyaratan tablet konvensional pada umumnya
dikatakan tablet yang baik mempunyai kekerasan antara 4-10
kg (Sulaiman, 2007)
c. Kontrol Kerapuhan Tablet
Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan
kekuatan permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan
yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Kerapuhan
dapat di evaluasi dengan menggunakan friabilator. Tablet yang
akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahulu dibebas debukan
dan ditimbang. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
13
dalam friabilator, dan diputar sebanyak 100 putaran selama 4
menit. Tablet tersebut selanjutnya ditimbang kembali, dan
dihitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah
perlakuan. Tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari
1% (Ansell, 2008).
d. Waktu Hancur Tablet
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah
tablet untuk hancur menjadi granul/partikel penyusunnya yang
mampu melewati ayakan no 10 yang terdapat dibagian bawah
alat uji. Alat yang digunakan adalah disintegration tester, yang
berbentuk keranjang, mempunyai 6 tube plastic yang terbuka
dibagian atas, sementara dibagian bawah dilapisi dengan
ayakan/screen no 10 mesh. Persyaratan waktu hancur untuk
tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet
salut gula dan salut nonenterik kurang dari 30 menit. Sementara
untuk tablet salut enteric tidak boleh hancur dalam waktu 60
menit dalam medium asam tetapi harus segera hancur dalam
medium basa dan waktu hancur tablet floating tidak hancur
lebih dari 60 menit (Ansel, 2008).
e. Ketebalan dan diameter tablet
Ketebalan tablet diperhitungkan terhadap volume dari
bahan yang diisikan ke dalam cetakan, garis tengah cetakan dan
besarnya tekanan yang dipakai punch untuk menekan bahan
isian. Untuk mendapatkan tablet yang seragam tebal perlu
pengawasan supaya bahan yang diisikan dan tekanan yang
diberikan tetap sama (Ansel dkk, 2008).
Ketebalan luar tablet tunggal dapat diukur dengan tepat
memakai mikrometer yang dapat memberikan informasi
tentang variasi antar tablet. Cara lain dalam mengontrol
produksi yaitu dengan meletakkan 5 atau 10 tablet di dalam
baki, kemudian ketebalan luar tablet dapat diukur memakai
jangka sorong yang melengkung. Ketebalan tablet harus
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
14
terkontrol sampai perbedaan kurang lebih 5% dari nilai standar,
selain itu ketebalan juga harus terkontrol guna memudahkan
pengemasannya (Banker dan Anderson, 1986). Sedangkan
diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari
11/3 tebal tablet (Depkes, 1979).
6. Metode penetapan kadar metformin HCl.
Validasi yang telah dilakukan oleh Ramadhani (2016)
memenuhi parameter validasi yang baik dan dapat digunakan untuk
menetapkan kadar tablet floating metformin HCl dengan nilai
linieritas 0,99972 > 0,950 (r hitung > r tabel), LOD = 0,73 µg/ml,
LOQ = 2,44 µg/ml, koefisien variasi 0,64% < 2% dan % perolehan
kembali = 50% = 98,99%, 100% = 99,65% dan 150% = 98,48%
(kriteria 98-102%).
Penetapan kadar dilakukan dengan kurva baku metformin
hidroklorida dibuat dengan mengambil larutan stok 1000 µg/ml
(larutan stok 1) sebanyak 2,5 ml dan dilarutkan dengan blanko
matriks dalam labu ukur 25 ml, sehingga diperoleh konsentrasi 100
µg/ml. Dari larutan tersebut kemudian ambil sebanyak 0,5; 1; 1,5;
2; 2,5 dan 3 ml dilarutkan dengan blanko matriks dalam lbu takar
10 ml sampai tepat tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 5;
10; 15; 20; 25 dan 30 µg/ml metformin hidroklorida. Ukur
serapannya dan masukkan dalam kurva baku absorbansi terhadap
konsentrasi maka akan mendapat persamaan linier, kurba baku
juga menghitung batas deteksi (limit of detection : LOD) dan batas
kuantitasi (limit of quantity: LOQ) (Ramadhani, 2016).
Penetapan kadar metformin HCl dalam tablet floating
dengan mengambil 20 tablet floating metformin HCl, kemudian
menimbangnya satu persatu dibuat rata-rata, kemudian ambil 10
tablet dan haluskan dengan mortir kemudian menimbang setara 100
mg metformin, melarutkan kedalam 100 ml cairan lambung buatan
pH 1,2 stirer dengan 2000 rpm selama setengah jam, dan
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
15
mensonikator selama 15 menit, saring dan ambil 2 ml masukan
dalam labu takar 100 ml kemudian menambahkan dengan dapar pH
1,2 hingga volumenya tepat 100 ml, kemudian membacanya pada
panjang gelombang metformin HCl (Ramadhani, 2016).
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017
16
B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1 :
Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian
Tablet floating
metformin HCl
Uji disolusi
Pengaruh kecepatan Pengaruh medium
Kondisi ideal uji pelepasan / disolusi
Pengaruh Medium Dan…, Sulkhi Danu Pranoto, Fakultas Farmasi UMP, 2017